Laporan akhir fitokimia percobaan 1
Transcript of Laporan akhir fitokimia percobaan 1
BAB I
PEMBUATAN SIMPILISIA NABATI DAN RAMUAN JAMU TRADISIONAL
I. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat memahami dan
melaksanakan proses pembuatan simplisia dari
tahap awal pengumpulan bahan baku sampai
pemeriksaan mutu.
2. Agar mahasiswa dapat membuat ramuan jamu
daari simplisiadan tahu manfaan dan cara
penggunaannya.
II. Cara Percobaan
1. Dalam percobaan ini akan dibuat simplisia
nabati saja yaitu simplisia yangberuoa tanaman
utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman, dan
pembuatannya dilakukan dengan cara pengeringan.
2. Mahasiswa bekerja secara kelompok
dalampembuatan simplisia dari tanaman obat yang
sudah ditentukan. Setiap mahasiswa dalam kelompok
tersebut harus membuat pengepakan sendiri
terhadap ramuannya dan melengkapinya dengan
etiket. Etiket jamu dibuat perorangan berisi nama
jamu, nama produsen, komposisi, khasiat, dan cara
pemakaian.
III. Tinjauan Pustaka
Simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain
simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.
Simplisia terdiri dari 3 golongan yaitu berupa
simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelikan atau mineral.
Simplisia Nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat
berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat
tanaman, atau gabungan antara ketiganya, misalnya
Datura Folium dan Piperis nigri Fructus. Eksudat
tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar
dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja
dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat
berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya
yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi
dari tanamannya.
Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat
berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan
kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum iecoris
asselli) dan madu (Mel depuratum).
Simplisia Pelikan atau Mineral
Simplisia pelikan atau mineral adalah
simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa bahan kimia murni,
contoh serbuk seng dan serbuk tembaga
( Dep.Kes RI,1989).
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif,
keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia harus
memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi
persyaratan minimal tersebut, ada beberapa faktor
yang berpengaruh, antara lain :
1. Bahan baku simplisia.
2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara
penyimpanan bahan baku simplisia.
3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia.
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal
yang ditetapkan, maka ketiga faktor tersebut harus
memenuhi syarat minimal yang ditetapkan.
A. Pembuatan Simplisia Secara Umum
1. Bahan Baku
Tanaman obat yang menjadi sumber
simplisia nabati , merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi mutu
simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman
obat dapat berupa tumbuhan liar atau berupa
tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah
tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di
hutan atau tempat lain, atau tanaman yang
sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya
sebagai tanaman hias, tanaman pagar, tetapi
bukan dengan tujuan untuk memproduksi
simplisia. Tanaman budidaya adalah tanaman
yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi
simplisia. Tanaman simplisia dapat di
perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh
petani secara kecil-kecilan berupa tanaman
tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga.
Tanaman Obat Keluarga adalah pemanfaatan
pekarangan yang sengaja digunakan untuk
menanam tumbuhan obat.
2. Dasar Pembuatan Simplisia
a. Simplisia yang Dibuat Dengan Cara
Pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini
dilakukan dengan pengeringan cepat, tetapi
dengan suhu yang tidak terlalu tinggi.
Pengeringan yang terlalu lama akan
mengakibatkan simplisia yang diperoleh
ditumbuhi kapang. Pengeringan dengan suhu
yang tinggi akan mengakibatkan perubahan
kimia pada kandungan senyawa aktifnya.
Untuk mencegah hal tersebut, untuk
simplisia yang memerlukan perajangan perlu
diatur panjang perajangannya, sehingga
diperoleh tebal irisan yang pada
pengeringan tidak mengalami kerusakan.
b. Simplisia Dibuat Dengan Fermentasi
Proses fermentasi dilakukan dengan
seksama, agar proses tersebut tidak
berkelanjutan kearah yang tidak
diinginkan.
c. Simplisia Dibuat Dengan Proses Khusus
Pembuatan simplisia dengan penyulingan,
pengentalan eksudat nabati, penyaringan
sari air dan proses khusus lainnya
dilakukan dengan berpegang pada prinsip
bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus
memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.
d. Simplisia Pada Proses Pembuatan Memerlukan
Air
Pati, talk dan sebagainya pada proses
pembuatannya memerlukan air. Air yang
digunakan harus terbebas dari pencemaran
serangga, kuman patogen, logam berat dan
lain-lain.
3. Tahap Pembuatan Simplisia
Pada umumya pembuatan simplisia melalui
tahapan sebagai berikut :
a. Pengumpulan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu
simplisia berbeda-beda antara lain
tergantung pada :
Bagian tanaman yang digunakan.
Umur tanaman yang digunakan.
Waktu panen.
Lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya
dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu
panen yang tepat pada saat bagian
tanaman tersebut mengandung senyawa aktif
dalam jumlah yang terbesar.
Senyawa aktif terbentuk secara
maksimal di dalam bagian tanaman atau
tanaman pada umur tertentu. Sebagai
contoh pada tanaman Atropa belladonna,
alkaloid hiosiamina mula-mula
terbentuk dalam akar. Dalam tahun
pertama, pembentukan hiosiamina
berpindah pada batang yang masih hijau.
Pada tahun kedua batang mulai
berlignin dan kadar hiosiamina mulai
menurun sedang pada daun kadar hiosiamina
makin meningkat. Kadar alkaloid
hios'amina tertinggi dicapai I dalam
pucuk tanaman pada saat tanaman berbunga
dan kadar alkaloid menurun pada saat
tanaman berbuah dan makin turun ketika
buah makin tua. Contoh lain, tanaman
Menthapiperita muda mengandung mentol
banyak dalanl daunnya. Kadar rninyak
atsiri dan mentol tertinggi pada daun
tanaman ini dicapai pada saat tanaman
tepat akan berbunga. Pada Cinnamornunz
camphors, kamfer akan terkumpul dalam kayu
tanaman yang telah tua. Penentuan
bagian tanaman yang dikumpulkan dan
waktu pengumpulan secara tepat
memerlukan penelitian. Di samping
waktu panen yang dikaitkan dengan
umur, perlu diperhatikan pula saat
panen dalam sehari. Contoh, simplisia
yang mengandung minyak atsiri lebih baik
dipanen pada pagi hari. Dengan
demikian untuk menentukan waktu panen
dalam sehari perlu dipertimbangkan
stabilitas kimiawi dan fisik senyawa
aktif dalam simplisia terhadap panas
sinar matahari.
Secara garis besar, pedoman panen
sebagai berikut :
Tanaman yang pada saat panen
diambil bijinya yang telah tua
seperti kedawung (Parkia rosbbrgii),
pengambilan biji ditandai dengan
telah mengeringnya buah. Sering pula
pemetikan dilakukan sebelum kering
benar, yaitu sebelum buah pecah
secara alami dan biji terlempar
jauh, misal jarak (Ricinus
cornrnunis).
Tanaman yang pada saat panen diambil
buahnya, waktu pengambilan sering
dihubungkan dengan tingkat kemasakan,
yang ditandai dengan terjadinya
perubahan pada buah seperti perubahan
tingkat kekerasan misal labu merah
(Cucurbita n~oscllata). Perubahan
warna, misalnya asam (Tarnarindus
indica), kadar air buah, misalnya
belimbing wuluh (Averrhoa belimbi),
jeruk nipis (Citrui aurantifolia)
perubahan bentuk buah, misalnya
mentimun (Cucurnis sativus), pare
(Mornordica charantia).
Tanaman yang pada saat panen diambil
daun pucuknya pengambilan dilakukan
pada saat tanaman mengalami
perubahan pertumbuhan dari vegetatif
ke generatif. Pada saat itu penumpukan
senyawa aktif dalam kondisi tinggi,
sehingga mempunyai mutu yang
terbaik. Contoh tanaman yang diambil
daun pucuk ialah kumis kucing
(Orthosiphon starnineus).
Tanaman yang pada saat panen
diambil daun yang telah tua, daun
yang diambil dipilih yang telah
membuka sempurna dan terletak di
bagian cabang atau batang yang
menerima sinar matahari sempurna. Pada
daun tersebut terjadi kegiatan
asimilasi yang sempurna. Contoh
panenan ini misal sembung (Blumea
balsamifera).
Tanaman yang pada saat panen diambil
kulit batang, pengambilan dilakukan
pada saat tanaman telah cukup umur.
Agar pada saat pengambilan tidak
mengganggu pertumbuhan, sebaiknya
dilakukan pada musim yang menguntungkan
pertumbuhan antara lain menjelang musim
kemarau.
Tanaman yang pada saat panen diambil
umbi lapis, pengambilan dilakukan
pada saat umbi mencapai besar maksimum
dan pertumbuhan pada bagian di atas
tanah berhenti misalnya bawang merah
(Allium cepa).
Tanaman yang pada saat panen diambil
rimpangnya, pengambilan dilakukan pada
musim kering dengan tanda-tanda
mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam
keadaan ini rimpang dalam keadaan besar
maksimum. Panen dapat dilakukan
dengan tangan, menggunakan alat atau
menggunakan mesin. Dalam ha1 ini
keterampilan pemetik diperlukan, agar
diperoleh simplisia yang benar, tidak
tercampur dengan bagian lain dan
tidak merusak tanaman induk. Alat
atau mesin yang digunakan untuk memetik
perlu dipilih yang sesuai. Alat yang
terbuat dari logam sebaiknya tidak
digunakan bila diperkirakan akan
merusak senyawa aktif siniplisia
seperti fenol, glikosida dan
sebagainya.
Cara pengambilan bagian tanaman untuk
pembuatan simplisia dapat dilihat pada
table berikut:
No
.
Bagian
Tanaman
Cara Pengumpulan Kadar Air
Simplisia1 Kulit Batang Dari batang utama dan
cabang, dikelupas dengan
ukuran panjang dan lebar
tertentu ;untuk kulit
batang mengandung minyak
atsiri/ golongan senyawa
fenol digunakan alat
pengelupas bukan logam.
10%
2 Batang Dari cabang dipotong-
potong dengan panjang
tertentu dan diameter
cabang tertentu.
10%
3 Kayu Dari batang atau cabang,
dipotong kecil atau
diserut(disugu) setelah
dikelupas kulitnya.
10%
4 Daun Tua dan muda (daerah
pucuk), dipetik dengan
tangan satu persatu.
5 %
5 Bunga Kuncup atau bunga mekar
atau mahkota bunga,
dipetik dengan tangan.
5 %
6 Pucuk Pucuk berbunga; dipetik
dengan tangan
(mengandung daun muda
dan bunga).
8%
7 Akar Dari bawah permukaan
tanah, dipotong dengan
ukuran tertentu.
10%
8 Rimpang Dicabut, dibersihkan
dari akar; dipotong
melintang dengan
ketebalan tertentu.
8%
9 Buah Masak, hampir masak,
dipetik dengan tangan.
8%
10 Biji Buah dipetik:dikupas
kulit buahnya dengan
pisau atau menggilas,
kemudian biji
dikumpulkan dan dicuci.
10%
11 Kulit Buah Seperti biji, kulit buah
dikumpulkan dan dicuci.
8 %
12 Bulbus Tanaman dicabut, bulbus
dipisah dari daun dan
akar dengan cara
dipotong kemudian
-
dicuci.
b. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk
memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing lainnya dari bahan
simplisia. Misalnya pada simplisia
yang dibuat dari akar suatu tanaman
obat, bahan-bahan asing seperti
tanah, kerikil, rumput, batang, daun,
akar yang telah rusak, serta pengotoran
lainnya harus dibuang. Tanah mengandung
bermacam-macam mikroba dalam jurnlah
yang tinggi, oleh karena itu
pembersihan simplisia dari tanah yang
terikut dapat mengurangi jumlah mikroba
awal.
c. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk
menghilangkan tanah dan pengotoran
lainnya yang melekat pada bahan simplisia.
Pencucian dilakukan dengan air bersih,
misalnya air dari mata air, air sumur
atau air PAM. Bahan simplisia yang
mengandung zat yang mudah larut di
dalam air yang mengalir, pencucian agar
dilakukan dalam waktu yang sesingkat
mungkin. Menurut Frazier (1978),
pencucian sayur-sayuran satu kali dapat
menghilangkan 25% dari jumlah mikroba
awal, jika dilakukan pencucian sebanyak
tiga kali, jumlah mikroba yang
tertinggal hanya 42% dari jumlah
mikroba awal. Pencucian tidak dapat
membersihkan simplisia dari semua
mikroba karena air pencucian yang
digunakan biasanya mengandung juga
sejumlah mikroba. Cara sortasi dan
pencucian sangat mempengaruhi jenis dan
jumlah rnikroba awal simplisia. Misalnya
jika air yang digunakan untuk pencucian
kotor, maka jumlah mikroba pada
permukaan bahan simplisia dapat
bertambah dan air yang terdapat pada
permukaan bahan tersebut dapat
menipercepat pertumbuhan mikroba.
Bakteri yang umuln terdapat dalam air
adalah Pseudomonas, Proteus,Micrococcus, Bacill
us, Streptococcus, Enterobacter dan Escherishia.
Pada simplisia akar, batang atau buah
dapat pula dilakukan pengupasan kulit
luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba
awal karena sebagian besar jumlah
mikroba biasanya terdapat pada
permukaan bahan simplisia. Bahan yang
telah dikupas tersebut mungkin tidak
memerlukan pencucian jika cara
pengupasannya dilakukan dengan tepat dan
bersih.
d. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia
perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan
untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan. Tanaman
yang baru diambil jangan langsung
dirajang tetapi dijemur dalam keadaan
utuh selama 1 hari. Perajangan dapat
dilakukan dengan pisau, dengan alat
mesin perajang khusus sehingga
diperoleh irisan tipis atau potongan
dengan ukuran yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan
dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan.
Akan tetapi irisan yang terlalu tipis
juga dapat menyebabkan berkurangnya
atau hilangnya zat berkhasiat yang
mudah menguap. Sehingga mempengaruhi
komposisi bau dan rasa yang diinginkan.
Oleh karena itu bahan simplisia
seperti temulawak, temu giring, jahe,
kencur dan bahan sejenis lainnya
dihindari perajangan yang terlalu tipis
untuk mencegah berkurangnya kadar minyak
atsiri. Selama perajangan seharusnya
jumlah mikroba tidak bertambah.
Penjemuran sebelum perajangan
diperlukan untuk mengurangi pewarnaan
akibat reaksi antara bahan dan logam
pisau. Pengeringan dilakukan dengan
sinar matahari selama satu hari.
e. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk
mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu
yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar
air dan menghentikan reaksi enzimatik
akan dicegah penurunan mutu atau perusakan
simplisia. Air yang masih tersisa dalam
simplisia pada kadar tertentu dapat
merupakan media pertumbuhan kapang dan
jasad renik lainnya.Enzim tertentu dalam
sel,masih dapat bekerja,menguraikan
senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan
selama bahan simplisia tersebut masih
mengandung kadar air tertentu. Pada
tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan
kapang dan reaksi enzimatik yang merusak
itu tidak terjadi karena adanya
keseimbangan antara proses-proses
metabolisme, yakni proses sintesis,
transformasi dan penggunaan isi sel.
Keseimbangan ini hilang segera setelah sel
tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum
bahan dikeringkan, terhadap bahan
simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan
proses stabilisasi yaitu proses untuk
menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang
lazim dilakukan pada saat itu, merendam
bahan simplisia dengan etanol 70 % atau
dengan mengaliri uap panas. Dari hasil
penelitian selanjutnya diketahui bahwa
reaksi enzimatik tidak berlangsung bila
kadar air dalam simplisia kurang dari
10%.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan
menggunakan sinar matahari atau
menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1
yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan,
kelembaban udara, aliran udara, Waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada
pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik.
Selama proses pengeringan bahan simplisia,
faktor-faktor tersebut harus diperhatikan
sehingga diperoleh simplisia kering yang
tidak mudah mengalami kerusakan selama
penyimpanan. Cara pengeringan yang salah
dapat mengakibatkan terjadinya "Face
hardening", yakni bagian luar bahan sudah
kering sedangkan bagian dalamnya masih
basah. Hal ini dapat disebabkan oleh
irisan bahan simplisia yang terlalu tebal,
suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau
oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan
penguapan air permukaan bahan jauh lebih
cepat daripada difusi air dari dalam ke
permukaan tersebut, sehingga permukaan
bahan menjadi keras dan menghambat
pengeringan selanjutnya. "Face hardening"
dapat mengakibatkan kerusakan atau
kebusukan di bagian dalarn bahan yang
dikeringkan.
Suhu pengeringan tergantung kepada
bahan simplisia dan cara pengeringannya.
Bahan simplisia dapat dikeringkan pada
suhu 300 sampai 90°C, tetapi suhu yang
terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan
simplisia yang mengandung senyawa aktif
yang tidak tahan panas atau mudah menguap
harus dikeringkan pada suhu serendah
mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau
dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan
mengurangi tekanan udara di dalam ruang
atau lemari pengeringan, sehingga tekanan
kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga
tergantung pada bahan simplisia,cara
pengeringan, dan tahap tahap selama
pengeringan. Kelembaban akan menurun
selama berlangsungnya proses pengeringan.
Berbagai cara pengeringan telah dikenal
dan digunakan orang. Pada dasarnya dikenal
dua cara pengeringan yaitu pengeringan
secara alamiah dan buatan.
Pengeringan Alamiah
Tergantung dari senyawa aktif yang
dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara
pengeringan :
Dengan panas sinar matahari langsung.
Cara ini dilakitkan untuk mengeringkan
bagian tanaman yang relatif keras
seperti kayu, kulit kayu, biji dan
sebagainya, dan rnengandung senyawa
aktif yang relatif stabil. Pengeringan
dengan sinar matahari yang banyak
dipraktekkan di Indonesia merupakan
suatu cara yang mudah dan murah, yang
dilakukan dengan cara membiarkan
bagian yang telah dipotong-potong di
udara terbuka di atas tampah-tampah
tanpa kondisi yang terkontrol sepertl
suhu, kelembaban dan aliran udara.
Dengan cara ini kecepatan pengeringan
sangat tergantung kepada keadaan
iklim, sehingga cara ini hanya baik
dilakukan di daerah yang udaranya
panas atau kelembabannya rendah, serta
tidak turun hujan. Hujan atau cuaca
yang mendung dapat memperpanjang waktu
pengeringan sehingga memberi
kesempatan pada kapang atau mikroba
lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia
tersebut kering. F'IDC (Food
Technology Development Center IPB)
telah merancang dan membuat suatu alat
pengering dengan menggunakan sinar
matahari, sinar matahari tersebut
ditampung pada permukaan yang gelap
dengan sudut kemiringan tertentu.
Panas ini kemudian dialirkan keatas
rak-rak pengering yang diberi atap
tembus cahaya di atasnya sehingga
rnencegah bahan menjadi basah jika
tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah
digunakan untuk mengeringkan singkong
yang telah dirajang dengan demikian
dapat pula digunakan untuk
mengeringkan simplisia.
Dengan diangin-anginkan dan tidak
dipanaskan dengan sinar matahari
langsung. Cara ini terutama digunakan
untuk mengeringkan bagian tanaman
yang lunak seperti bunga, daun, dan
sebagainya dan mengandung senyawa
aktif mudah menguap.
Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika
melakukan pengeringan dengan sinar
matahari dapat diatasi jika melakukan
pengeringan buatan, yaitu dengan
menggunakan suatu alat atau mesin
pengering yang suhu kelembaban, tekanan
dan aliran udaranya dapat diatur.
Prinsip pengeringan buatan adalah
sebagai berikut: “udara dipanaskan oleh
suatu sumber panas seperti lampu,
kompor, mesin disel atau listrik, udara
panas dialirkan dengan kipas ke dalam
ruangan atau lemari yang berisi bahan
yang akan dikeringkan yang telah
disebarkan di atas rak-rak pengering”.
Dengan prinsip ini dapat diciptakan
suatu alat pengering yang sederhana,
praktis dan murah dengan hasil yang
cukup baik.
Dengan menggunakan pengeringan
buatan dapat diperoleh simplisia dengan
mutu yang lebih baik karena pengeringan
akan lebih merata dan waktu pengeringan
akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh
keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya
jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3
hari untuk penjemuran dengan sinar
matahari sehingga diperoleh simplisia
kering dengan kadar air 10% sampai 12%,
dengan menggunakan suatu alat pengering
dapat diperoleh simplisia dengan kadar
air yang sama dalam waktu 6 sampai 8
jam.
Daya tahan suatu simplisia selama
penyimpanan sangat tergantung pada
jenis simplisia, kadar airnya dan cara
penyimpanannya. Beberapa simplisia yang
dapat tahan lama dalam penyimpanan jika
kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%,
sedangkan simplisia lainnya rnungkin
masih dapat tahan selama penyimpanan
dengan kadar air 10 sampai 12%.
f. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya
merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan
benda-benda asing seperti bagian-bagian
tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotoran-pengotoran lain yang masill ada
dan tertinggal pada sirnplisia kering.
Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia
dibungkus untuk kernudian disimpan.
Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi
disini dapat dilakukan dengan atau secara
mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang
sering jurnlah akar yang melekat pada
rimpang terlampau besar dan harus dibuang.
Demikian pula adanya partikel-partikel
pasir, besi dan benda-benda tanah lain
yang tertinggal harus dibuang sebelum
simplisia dibungkus.
g. Penyimpanan dan Pengepakan
Simplisia dapat rusak, mundur atau
berubah mutunya karena berbagai faktor
luar dan dalam, antara lain :
Cahaya
Sinar dari panjang gelombang
tertentu dapat menimbulkan perubahan
kimia pada simplisia, misalnya
isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi
dan sebagainya.
Oksigen Udara
Senyawa tertentu dalam simplisia
dapat mengalami perubahan kimiawi oleh
pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi
dan perubahan ini dapat berpengaruh pada
bentuk simplisia, misalnya, yang semula
cair dapat berubah menjadi kental atau
padat, berbutir-butir dan sebagainya.
Reaksi Kimia Intern
Perubahan kimiawi dalam simplisia yang
dapat disebabkan oleh reaksi kimia
intern, misalnya oleh enzim,
polimerisasi, oto-oksidasi dan
sebagainya.
Dehidrasi
Apabila kelembaban luar lebih rendah
dari simplisia, maka simplisia secara
perlahan-lahan akan kehilangan sebagian
airnya sehingga rnakin lama makin
mengecil (kisut).
Penyerapan Air
Simplisia yang higroskopik, misalnya
agar-agar, bila disimpan dalam wadah
yang terbuka akan menyerap lengas
udara sehingga menjadi kempal basah atau
mencair.
Pengotoran
Pengotoran pada simplisia dapat
disebabkan oleh berbagai sumber,
misalnya debu atau pasir, ekskresi
hewan, bahan-bahan asing (misalnya
minyak yang tertumpah) dan fragmen wadah
(karung goni).
Serangga
Serangga dapat menitnbulkan
kerusakan dan pengotoran pada simplisia,
baik oleh bentuk ulatnya maupin oleh
bentuk dewasanya. Pengotoran tidak
hanya berupa kotoran serangga, tetapi
juga sisa-sisa metamorfosa seperti
cangkang telur, bekas kepompong, anyaman
benang bungkus kepompong, bekas kulit
serangga dan sebagainya.
Kapang
Bila kadar air dalam simplisia
terlalu tinggi, maka simplisia dapat
berkapang. Kerusakan yang timbul tidak
hanya terbatas pada jaringan simplisia,
tetapi juga akan merusak susunan kimia
zat yang dikandung dan malahan dari
kapangnya dapat mengeluarkan toksin yang
dapat mengganggu kesehatan.
Selama penyimpanan kemungkinan bisa
terjadi kerusakan pada simplisia,
kerusakan tersebut dapat mengakibatkan
kemunduran mutu, sehingga simplisia yang
bersangkutan tidak lagi memenuhi
persyaratan. Oleh karena itu, pada
penyimpanan simplisia perlu diperhatikan
hal yang dapat menyebabkan kerusakan pada
simplisia, yaitu cara pengepakan,
pembungkusan dan pewadahan, persyaratan
gudang simplisia, cara sortasi dan
pemeriksaan mutu serta cara pengawetannya.
Penyebab utama pada kerusakan simplisia
yang utama adalah air dan kelembaban.
Untuk dapat disimpan dalam waktu lama,
simplisia harus dikeringkan terlebih
dahulu sampi kering, sehingga kandungan
airnya tidak lagi dapat menyebabkan
kerusakan pada simplisia.
Cara menyimpan simplisia dalam wadah
yang kurang sesuai memungkinkan terjadinya
kerusakan pada simplisia karena dimakan
kutu atau ngengat yang temasuk golongan
hewan serangga atau insekta. Berbagai
jenis serangga yang dapat menimbulkan
kerusakan pada hampir semua jenis
simplisia yang berasal dari tumbuhan dan
hewan, biasanya jenis serangga tertentu
merusak jenis simplisia tertentu pula.
Kerusakan pada penyimpanan simplisia yang
perlu mendapatkan perhatian juga ialah
kerusakan yang ditimbulkan oleh hewan
pengerat seperti tikus.
Cara pengemasan simplisia tergantung
pada jenis simplisia dan tujuan penggunaan
pengemasan. Bahan dan bentuk pengemasannya
harus sesuai, dapat melindungi dari
kemungkinan kerusakan simplisia dan dengan
memperhatikan segi pemanfaatan ruang untuk
keperluan pengangkutan maupun
penyimpanannya.
Wadah harus bersifat tidak beracun dan
tidak bereaksi(inert) dengan isinya
sehingga tidak menyebabkan terjadinya
reaksi serta penyimpangan rasa, warna, bau
dan sebagainya pada simplisia. Selain itu
wadah harus melindungi simplisia dari
cemaran mikroba, kotoran, serangga serta
mempertahankan senyawa aktif yang mudah
menguap atau mencegah pengaruh sinar,
masuknya uap air dan gas-gas lainnya yang
dapat menurunkan mutu simplisia. Untuk
simplisia yang tidak tahan terhadap sinar,
misalnya yang banyak mengandung vitamin,
pigmen atau minyak, diperlukan wadah yang
melindungi simplisa terhadap cahaya,
misalnya aluminium foil, plastic atau
botol yang berwarna gelap, kaleng dan lain
sebagainya.
Bungkus yang paling lazim digunakan
untuk simplisia adalah karung goni. Sering
juga digunakan karung atau kantong
plastik, peti atau drum dari kayu atau
karton. Beberapa jenis simplisia terutaman
yang berbentuk cairan dikemas dalam botol
atau guci porselen. Simplisia yang berasal
dari akar, rimpang, umbi, kulit akar,
kulit batang, kayu, daun, herba, buah,
biji dan bunga sebaiknya dikemas pada
karung plastik. Simplisia dari daun atau
herba umumnya dimampatkan terlebih dahulu
dalam bentuk yang padat dan mampat,
dibungkus dalam karung plastik dan
dijahit. Untuk keperluan perdagangan dan
ekspor simplisia dalam bungkus plastik
tersebut berbobot antara 50 sampai 125 kg
tiap bal.
Simplisia yang mudah menyerap air,
udara perlu dibungkus rapat untuk mencegah
terjadinya penyerapan kelembaban tersebut.
Sesudah dikeringkan sampai cukup kering di
bungkus dengan karung atau kantong
plastic, dalam peti drum atau kaleng besi
berlapis. Pada penyimpanannya, simplisia
tersebut dimasukkan dalam wada yang
tertutup rapat dan seringkali perlu diberi
kapur tohor sebagai bahan pengering.
Gom dan damar dikemas dalam wadah
drum, peti yang terbuat dari karton, kayu
atau besi berlapis sedangkan simplisia
aroma atau baunya perlu dipertahankan,
harus dikemas dalam peti kayu berlapis
timah.
Kaleng atau aluminium dapat digunakan
sebagai wadah untuk simplisia kering
terutama jika diperlukan penutupan secara
vakum. Akan tetapi kaleng dan bahan
aluminium bersifat korosif dan mudah
bereaksi dengan bahan yang disimpan di
dalamnya, sehingga kaleng atau aluminium
biasanya harus diberi lapisan khusus
misalnya lapisan oleoresin, vinil, malam
ataupun bahan yang lainnya. Sifat wadah
gelas yang mengguntungkan adalah tidak
beraksi, tetapi penggunaan wadah gelas
terbatas, karena gelas mudah pecah dan
berat, sehingga menyulitkan dalam
pengangkutan. Kertas dan karton tidak
dapat digunakan sebagai pembungkus
simplisia secara sempurna oleh karena itu,
biasanya bahan pembungkus kertas perlu
dilapis lagi dengan lilin, damar, atau
plastik untuk mencegah keluar masuknya gas
dan uap air. Plastik biasanya digunakan
untuk membungkus simplisia kering, tetapi
penggunaan plastik tidak tahan panas dan
mudah menguap. Sekarang ini, aluminium
foil mulai banyak digunakan karena
sifatnya mengguntungkan, diantaranya mudah
dilipat, ringan serta dapat mencegah
keluar masuknya air dan zat-zat yang mudah
menguap lainnya.
Penyimpanan simplisia kering, biasanya
dilakukan pada suhu kamar (15 sampai 30 ,
tetapi dapat pula dilakukan ditempat sejuk
(5 sampai 15 ), atau tempat dingin
(0 sampai 5 ), tergantung dari sifat dan
ketahanan simplisia tersebut. Kelemaban
udara di ruang penyimpanan simplisia
kering, sebaiknya diusahakan serendah
mungkin untuk mencegah terjadinya
penyerapan uap air. Di Indonesia daun
tembakau dikemas dalam keranjang bambu
yang bagian dalamnya diberi lapisan
pelepah daun pisang yang telah
dikeringkan.
Simplisia harus disimpan didalam
ruangan penyimpanan khusus atau dalam
gudang simplisia, terpisah dari tempat
penyimpanan bahan lainnya maupun alat-
alat. Gudang simplisia harus mempunyai
bentuk dan ukuran yang sesuai dengan
fungsinya, dibuat dengan konstruksi
permanen yang cukup kuat dan dipelihara
dengan baik. Gudang harus mempunyai
ventilasi udara yang cukup baik dan bebas
dari kebocoran dan kemungkinan kemasukan
air hujan. Perlu dilakukan pencegahan
kemungkinan kerusakan simplisia yang
ditimbulkan oleh hewan, baik serangga
maupun tikus yang sering memakan simplisia
yang disimpan. Untuk mencegah tertariknya
serangga pemakan simplisia ataupun lalat
dan nyamuk, gudang harus bersih dan bebas
dari sampah. Untuk mencegah masuknya tikus
ke dalam gudang simplisia, sedapat mungkun
lubang ventilasi, lubang-lubang saluran
air dan lubang-lubang lainnya diberi tutup
yang sesuai seperti kasa kawat atau yang
lainnya.
Cara penyimpanan simplisia dalam
gudang harus diatur sedemikian rupa,
sehingga tidak menyulitkan pemasukan dan
pengeluaran bahan simplisia yang disimpan.
Untuk simplisia yang sejenis, harus
diberlakukan prinsip “ pertama masuk,
pertama keluar ”, untuk itu perlu
dilakukan administrasi pergudangan yang
teratur dan rapi. Semua simplisia dalam
bungkus atau wadahnya masing-masing harus
diberi label dan dicantumkan nama jenis,
asal bahan, tanggal penerimaan, dan
pemasukan dalam gudang. Dalam jangka waktu
tertentu dilakukan pemeriksaan gudang
secara umum, dilakukan pengecekkan dan
pengujian mutu terhadap semua simplisia
yang dipandang perlu. Simplisia yang
setelah diperiksa ternyata tidak lagi
memenuhi syarat yang ditentukan misalnya
tumbuh kapang, dimakan serangga, berubah
warna, berubah bau dan lain sebagainya
dikeluarkan dari gudang dan dibuang.
B. Metodologi dan Parameter Standarisasi Simplisia
Ada tiga Parameter standarisasi simplisia
sebagai bahan baku yang diperlukan dalam analisa
mutu siplisia , yaitu :
1. Pengujian Pendahuluan (Kebenaran Simplisia)
a. Uji Organoleptis
Dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui kekhususan bau dan rasa
simplisia yang diuji.
b. Uji Makroskopik
Dilakukan dengan menggunakan kaca
pembesar atau tanpa alat, untuk mencari
kekhususan morfologi, ukuran dan warna
simplisia yang diuji.
c. Uji Mikroskopik
Dilakukan dengan menggunakan mikroskop
yang derajat pembesarannya disesuaikan
dengan keperluan. Simplisia yang diuji
dapat berupa sayatan maupun serbuk.
Tujuannya adalah untuk mencari unsur-unsur
anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian
ini akan diketahui jenis simplisia
berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik
bagi masing-masing simplisia. Serbuk yang
diperiksa adalah serbuk yang homogen dengan
derajat kehalusan 4/18 yang dipersyaratkan
oleh MMI. Ada 4 cara pengamatan menggunakan
mikroskop yaitu :
Mikroskopik 1
Menggunakan medium air atau gliserin.
Digunakan untuk mendeteksi hablur lepas,
butir pati, butir tepung sari, serabut,
sel batu, rambut penutup, rambut kelenjar
lepas serta beberapa jenis jaringan khas
lainnya.
Mikroskopik 2
Serbuk terlebih dahulu dididihkan
dalam larutan kloral hidra. Butir pati
akan larut akan larut dan jaringan yang
berisi klorofil menjadi jernih sehingga
pengamatan dapat lebih jelas. Akan tampak
sel-sel epidermis , mesofil, rongga
minyak, parenkim, hablur, sistolit dll.
Mikroskopik 3
Diakukan pewarnaan terhadap serbuk.
Sebaiknya dilakukan setelah serbuk
dijernihkan dengan chloral hidrat,
namun dalam hal-hal tertentu boleh
langsung menambahkan pereaksi tanpa
didahului penjernihan jaringan.
Pereaksi yang biasa digunakan misalnya
floroglusin-asam klorida akan
menimbulkan warna merah pada sel yang
berisi lignin ( sel batu, serabut dan
xilem ).
Mikroskopik 4
Dilakukan terhadap serbuk yang telah
diabukan. Uji ini khusus ditujukan untuk
mendeteksi ada tidaknya kerangka silika
pada tanaman yang banyak mengandung
silika seperti familia Poaceae /
Gramineae dan Equisetaceae.
2. Parameter Non Spesifik
a. Penetapan Kadar Air (MMI)
Kandungan air yang berlebihan pada
bahan / sediaan obat tradisional akan
mempercepat pertumbuhan mikroba dan juga
dapat mempermudah terjadinya hidrolisa
terhadap kandungan kimianya sehingga dapat
mengakibatkan penurunan mutu dari obat
tradisional. Oleh karena itu batas
kandungan air pada suatu simplisia
sebaiknya dicantumkan dalam suatu uraian
yang menyangkut persyaratan dari suatu
simplisia.
Tujuan dari penetapan kadar air adalah
utuk mengetahui batasan maksimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air
dalam bahan. Hal ini terkait dengan
kemurnian dan adanya kontaminan dalam
simplisia tersebut. Dengan demikian,
penghilangan kadar air hingga jumlah
tertentu berguna untuk memperpanjang daya
tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia
dinilai cukup aman bila mempunyai kadar
air kurang dari 10%. Penetapan kadar air
dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
Metode Titrimetri
Metode ini berdasarkan atas reaksi
secara kuantitatif air dengan larutan
anhidrat belerang dioksida dan iodium
dengan adanya dapar yang bereaksi dengan
ion hydrogen. Kelemahan metode ini
adalah stoikiometri reaksi tidak tepat
dan reprodusibilitas bergantung pada
beberapa faktor seperti kadar relatif
komponen pereaksi, sifat pelarut inert
yang digunakan untuk melarutkan zat dan
teknik yang digunakan pada penetapan
tertentu. Metode ini juga perlu
pengamatan titik akhir titrasi yang
bersifat relatif dan diperlukan sistem
yang terbebas dari kelembaban udara
( Anonim, 1995 ).
Zat yang akan diperiksa dimasukkan
kedalam labu melalui pipa pengalir
nitrogen atau melalui pipa samping yang
dapat disumbat. Pengadukan dilakukan
dengan mengalirkan gas nitrogen yang
telah dikeringkan atau dengan pengaduk
magnit. Penunjuk titik akhir terdiri
dari batere kering 1,5 volt atau 2 volt
yang dihubungkan dengan tahanan variable
lebih kurang 2.000 ohm. Tahanan diatur
sedemikian sehingga arus utama yang
cocok yang melalui elektroda platina
berhubungan secara seri dengan
mikroammeter. Setiap kali penambahan
pereaksi Karl Fishcer, penunjuk
mikroammeter akan menyimpang tetapi
segera kembali ke kedudukan semula. Pada
titik akhir, penyimpangan akan tetap
selama waktu yang lebih lama. Pada zat-
zat yang melepaskan air secara perlahan-
lahan, umumnya dilakukan titrasi tidak
langsung.
Metode Azeotropi (Destilasi Toulena)
Metode ini efektif untuk penetapan
kadar air karena terjadi penyulingan
berulang ulang kali di dalam labu dan
menggunakan pendingin balik untuk
mencegah adanya penguapan berlebih.
Sistem yang digunakan tertutup dan tidak
dipengaruhi oleh kelembaban ( Anonim,
1995 ).
Kadar air (V/B) =Vol.Airyangterukurbobotawalsimplisia
×100%
Metode Gravimetri
Dengan menghitung susut pngeringan
hingga tercapai bobot tetap ( Anonim,
1995 ).
b. Penetapan Susut Pengeringan (MMI)
Susut pngeringan adalah kadar bagian
yang menguap suatu zat.kecuali dinyatakan
lain , suhu peetapan adalah 105oC ,
keringkan pada suhu penetapan hingga bobot
tetap. Jika suhu lebur zat lebih rendah
dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan
pada suhu antara 5oC dan 10oC dibawah suhu
leburnya selama 1 jam sampai 2 jam,
kemudian pada suhu penetapan selama waktu
yang ditentukan atau hingga bobot tetap.
Susut pengeringan = (bobot awal –
bobot akhir) / bobot awal x 100% Untuk
simplisia yang tidak mengandung minyak
atsiridan sisa pelarut organik menguap,
susut pengeringan diidentikkan dengan
kadar air, yaitu kandungan air karena
simplisia berada di atmoster dan ligkungan
terbuka sehingga dipengaruhi oleh
kelembaban lingkungan penyimpanan.
c. Penetapan Kadar Abu (MMI)
Penetapan kadar abu merupakan cara
untuk mengetahui sisa yang tidak menguap
dari suatu simplisia pada pembakaran. Pada
penetapan kadar abu total, abu dapat
berasal dari bagian jaringan tanaman
sendiri atau dari pengotoran lain misalnya
pasir atau tanah.
d. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Dalam
Asam (MMI)
Ditujukan untuk mengetahui jumlah
pengotoran yang berasal dari pasir atau
tanah silikat.
e. Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Air
(MMI)
Pengujian ini dimaksutkan untuk
mengetahui jumlah senyawa yang dapat
tersari dengan air dari suatu simplisia.
f. Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam
Etanol
Pengujian ini dimaksutkan untuk
mengetahui jumlah senyawa yang dapat
tersari dengan etanol dari suatu
simplisia.
g. Uji Cemaran Mikroba
Uji Aflatoksin
Uji ini bertujuan untuk mengetahui
cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh
jamur Aspergillus flavus.
Uji Angka Lempeng Total
Untuk mengetahui jumlah
mikroba/bakteri dalam sample. Batasan
angka lempengan total yang ditetapkan
oleh Kementrian Kesehatan yaitu 10oC
FU/gram.
Uji Angka Kapang
Untuk mengetahui adanya cemaran
kapang, batasan angka lempeng total yang
ditetapkan oleh Kemenkes yaitu
104 CFU/gram.
3. Parameter Spesifik
Parameter ini digunakan untuk mengetahui
identitas kimia dari simplisia. Uji kandungan
kimia simplisia digunakan untuk menetapkan
kandungan senyawa tertentu dari simplisia.
Biasanya dilakukan dengan analisa
kromatografi lapis tipis (KLT). Sebelum
dilakukan KLT perlu dilakukan preparasi
dengan penyarian senyawa kimia aktif dari
simplisia yang masih kasar.
1. Daun Jambu Biji (Psidi Folium)
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan
berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua /
dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae (suku jambu-jambuan)
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.
Kandungan : Flavonoid, saponin, tanin, dan
alkaloid
Khasiat : Antidiare, antiinflamasi,
antimutagenik, diabetik,
analgesik
Tumbuhan ini berbentuk pohon, Batang jelas
terlihat, berkayu (lignosus), silindris,
permukaanya licin dan terlihat lepasnya kerak
(bagian kulit yang mati), batang berwarna
coklat muda, percabangan dikotom. Arah tumbuh
cabang condong keatas dan ada pula yang
mendatar. Jambu biji memiliki cabang sirung
pendek (virgula atau virgula sucre scens) yaitu
cabang-cabang kecil dengan ruas-ruas yang
pendek.
Daun jambu biji tergolong daun tidak
lengkap karena hanya terdiri dari tangkai
(petiolus) dan helaian (lamina) saja disebut daun
bertangkai. Dilihat dari letak bagian
terlebarnya jambu biji bagian terlebar daunya
berada ditengah-tengah dan memiliki bangun
jorong karena perbandingan panjang : lebarnya
adalah 1½ - 2 : 1 (13-15 : 5,6-6cm).
Daun jambu biji memiliki tulang daun yang
menyirip (penninervis) yang mana daun ini
memiliki satu ibu tulang yang berjalan dari
pangkal ke ujung dan merupakan terusan tangkai
daun dari ibu tulang kesamping, keluar tulang-
tulang cabang, sehingga susunannya mengingatkan
kita kepada susunan sirip-sirip pada ikan.
Jambu biji memiliki ujung daun yang tumpul.
Pangkal daun membulat (rotundatus), ujung daun
tumpul (obtusus). Jambu biji memiliki tepi daun
yang rata (integer), daging daun (intervinium)
seperti perkamen (perkamenteus). Pada umumnya
warna daun pada sisi atas tampak lebih hijau
licin jika di bandingkan dengan sisi bawah
karena lapisan atas lebih hijau, jambu biji
memiliki permukaan daun yang berkerut
(rogosus). Tangkai daun berbentuk silindris dan
tidak menebal pada bagian pangkalnya.
Morfologi Daun
Daun merupakan suatu bagian yang penting, yang
berfungsi sebagai alat pengambilan zat – zat
makanan (reabsorbsi), asimilasi transpirasi dan
respirasi. Daun jambu biji tergolong daun tidak
lengkap karena hanya terdiri dari tangkai dan
helaian saja disebut daun bertangkai.
Sifat – sifat daun yang di miliki oleh jambu
adalah sebagai berikut :
1. Bangun daun (Circumscription). Dilihat dari
letak bagian terlebarnya jambu biji bagian
terlebar daunya berada ditengah – tengah dan
memiliki bangun jorong karena perbandingan
panjang : lebarnya adalah ½ – 2 : 1.
2. Ujung (epex). Jambu biji memiliki ujung yang
tumpul tepi daun yang semula masih agak jauh
dari ibu tulang, cepat menuju kesuatu titik
pertemuan membentuk sudut 900.
3. Pangkal (basis folii). Karena tepi daunnya
tidak pernah bertemu, tetapi terpisah oleh
pangkal ibu tulang / ujung tangkai daun,
maka pangkal dari daun jambu biji ini,
adalah tumpul (obtusus).
4. Susunan tulang – tulang daun (nervation atau
vanation). Daun jambu biji memiliki
pertumbuhan daun yang menyirip (penninervis)
yang mana daun ini memiliki satu ibu tulang
yang berjalan dari pangkal ke ujung dan
merupakan terusan tangkai daun dari ibu
tulang kesamping, keluar tulang – tulang
cabang, sehingga susunannya mengingatkan
kita kepada susunan sirip – sirip pada ikan.
5. Tepi daun (margo). Jambu biji memiliki tepi
daun yang rata (integer)
6. Daging daun (intervinium)
Anatomi Daun
Epidermis atas : terdiri dari 1 lapis sel,
pipih, terentang tangensial, bentuk poligonal,
dinding antiklinal lurus, tidak terdapat
stomata. Epidermis bawah : sel lebih kecil,
pipih, terentang tangensial, bentuk poligonal,
dinding antiklinal lurus. Stomata: Tipe
anomositik, banyak terdapat pada permukaan
bawah. Rambut penutup : Terdapat pada kedua
permukaan, lebih banyak pada permukaan bawah,
bentuk kerucut ramping yang umumnya agak
bengkok, terdiri dari 1 sel, berdinding tebal,
jernih, panjang rambut 150 µm, pangkal rambut
kadang-kadang agak membengkok, lumen kadang-
kadang mengandung zat berwarna kuning
kecoklatan. Jaringan air : Terdapat di bawah
epidermis atas, terdiri dari 2 sampai 3 lapis
sel yang besar, jernih dan tersusun rapat tanpa
ruang antar sel. Idioblas : terdapat di
beberapa tempat, berisi hablur kalsium oksalat
berbentuk roset yang besar dan bentuk prisma.
Kelenjar minyak : Rongga minyak bentuk lisigen
besar, terdapat lebih banyak di bagian bawah
dari pada di bagian atas. Jaringan palisade :
Terdiri dari 5 sampai 6 lapis sel, terletak di
bawah jaringan air, 2 lapis sel yang pertama
lebih besar dan mengandung lebih banyak zat
hijau daun, lapisan-lapisan berikutnya berongga
lebih banyak.
Kandungan Kimia
Kandungan senyawa kimia pada daun tersebut
meliputi alkohol, aldehida, hidrokarbon
alifatik, alkohol aromatik, kadalena,
kalsium, karbohidrat, beta kariofilena,
kasuarinin, klorofil A, klorofil B, sineol,
tanin terkondensasi, asam krategolat, asam 2-
alfa-3-beta-dihidroksi-olean-12en28-oat, asam
2-alfa-3 beta-dihidroksiurs- 12en28-oat, minyak
atsiri, galiotanin, 4-gentiobiosida asam
elagat, guajaverin, asam guajavolat, guavin A,
guavin B, guavin C, guavin D, tanin yang dapat
terhidrolisis, asam 2-alfa-hidroksi ursolat,
unsur anorganik, isostriktinin, leukosianidin,
limonena, D-limonena, DLlimonena, lutein, asam
mastinat, monoterpenoid, neo-beta-karotena U,
nerolidol, asam oleanolat, asam oksalat,
pedunkulagin, pigmen, kalium, asam psidiolat,
kuersetin, sesquiguavaena, sesquiterpenoid,
beta-sitosterol, stakiurin, striknin,
telimagrandin I, triterpenoid, asam ursolat
(Soegijanto, 2010: 9).
Khasiat Daun Jambu Biji
Adapun khasiat dari daun jambu biji seperti,
sebagai deodorant alami, mengobati penyakit
diare, sariawan, luka dan borok, ambeien,
mengusir kembung, dan sebagai antimikroba.
2. Herba Tapak Dara (Catharanthus Herba)
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan
biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua /
dikotil
Sub-kelas : Asteridae
Ordo : Gentianales
Familia : Apocynaceae
Genus : Catharanthus
Spesies : Catharanthus roseus (L.) G. Don
Kandungan : Vinblastin, vinristin, vindolin.
Khasiat : Antikanker, antihipertensi,
diuretik, diabetes,
Menetralkan racun.
Tumbuhan ini berasal dari Amerika Tengah,
umumnya ditanam sebagai tanaman hias. Tapak
dara bias tumbuh di tempat terbuka atau
terlindung pada bermacam-macam iklim, ditemukan
dari dataran rendah sampai ketinggian 800 m
dpl.
Terna atau semak, menahun, tumbuh tegak,
tinggi mencapai 120 cm, banyak bercabang.
Batang bulat, bagian pangkal berkayu, berambut
halus. Warnanya merah tengguli. Daun tunggal,
agak tebal, bertangkai pendek,berhadapan
bersilang. Helai daun elips, ujung runcing,
pangkal meruncing, tepi rata, pertulangan
menyirip, kedua permukaan daun mengkilap, dan
berambut halus. Perbungaan majemuk, keluar dari
ujung tangkai dan ketiak daun 5 helai, mahkota
bunga berbentuk terompet, warnanya ada yang
putih, merah muda, atau putih dengan bercak
merah di tengahnya. Buahnya buah bumbung
berbulu, menggantung, berisi banyak biji
berwarna hitam. Perbanyakan dengan biji, setek
bataang, atau akar.
Morfologi Tapak Dara
Tinggi tanaman bisa mencapai 0,2-1 meter.
Memiliki batang yang berbentuk bulat dengan
diameter berukuran kecil,berkayu, beruas, dan
bercabang serta berambut. Daunnya berbentuk
bulat telur, berwarna hijau, tersusun menyirip
berselingan dan diklasifikasikan berdaun
tunggal. Panjang daun sekitar 2-6 cm, lebar 1-3
cm, dan tangkai daunnya sangat pendek.
Bunganya aksial (muncul dari ketiak daun).
Kelopak bunga kecil, berbentuk paku. Mahkota
bunga berbentuk terompet dengan permukaan
berbulu halus, ujungnya melebar, berwarna
putih, biru, merah jambu atau ungutergantung
kultivarnya. Buahnya berbentuk silinder, ujung
lancip, berambut, panjang sekitar 1,5 – 2,5 cm,
dan memiliki banyak biji.
Ciri-Ciri Tapak Dara
Tapak dara merupakan tanaman herba/semak
yang tegak, hidup lama, tinggi 0,2-0,8 m dan
mengandung getah. Batangnya mengandung getah
berwarna putih susu, berbentuk bulat dengan
diameter berukuran kecil, berkayu, beruas,
bercabang, dan berambut sangat lebat. Daun
bersusun berhadapan, bertangkai pendek,
memanjang bulat telur dengan pangkal serupa
baji dan ujung tumpul panjang 2 – 6 cm, lebar 1
– 3 cm, dan tangkai daunnya sangat pendek.
Bunganya muncul dari ketiak daun. Kelopak bunga
kecil, berbentuk paku. Mahkota bunga berbentuk
terompet, dan ujungnya melebar. Tepi bunga
datar, terdiri dari taju bunga berbentuk bulat
telur, dan ujungnya runcing menutup ke kiri.
berbunga sepanjang tahun, berbentuk tubular,
panjang 1,5-4 cm, lebar 5 cm memiliki 5 mahkota
kecil. Bunga berwarna violet, merah rosa, putih
(var. albus), putih dengan bintik merah (var.
ocellatus), ungu, kuning pucat. Buahnya
berbentuk silindris, ujung lancip, berbulu,
panjang sekitar dengan panjang folikel 1-4 cm
hijau dan berbiji banyak tanpa rambut gombak.
Bijinya mempunyai panjang 1-2mm berbentuk
persegi panjang, hitam, kotiledon datar,
endosperm kecil. Panjang akar dapat mencapai 70
cm.
Kandungan Herba Tapak Dara
Herba mengandung lebih dari 70 macam alkaloid,
termasuk 28 biindole alkaloid. Komponen
antikanker, yaitu alkaloid seperti
vincaleukoblastine (vinblastin = VLB),
leurosidin dan katarantin, Alkalod yang
berkhasiat hipoglikemik (menurunkan kadar gula
darah) antara lain leurosin, katarantin,
lochneri, tetrahidroalstonin, vindolin dan
vindolinin. Sedangkan akar tapak dara
mengandung alkaloid, saponin, flafonoid dan
tanin.
Khasiat Herba Tapak Dara
Herba sedikit pahit rasanya, sejuk, agak
beracun (toksik), masuk meridian hati.
Berkhasiat sebagai anti kanker
(antineoplastik), menenangkan hati, peluruh
kencing (diuretic), menurunkan tekanan darah
(hipotensif), penenang (sedative), menyejukkan
darah, penghenti perdarahan (hemostatis), serta
menghilangkan panas dan racun. Sedangkan akar
tapak dara berkhasiat sebagai peluruh haid.
3. Selasih (Ocimum basilicum)
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Ocimum
Species : Ocimum basilicum
Kandungan : Eugenol, linalool, dan geraniol
Khasiat : Antifungi, antireppelant,
ekspektorant, dan
antikanker.
Tanaman selasih merupakan tanaman semusim,
tegak, banyak bercabang dibagian atas, berbau
harum, tinggi 50 – 80 cm dengan batang berwarna
coklat bersegi empat. Daun letaknya berhadapan
dan berdaun tunggal, bertangkai yang panjangnya
0,5 – 2 cm, helai daun bulat telur sampai
memanjang, ujung runcing, permukaan daun
berambut halus dengan bintik-bintik kelenjar,
tulang daun menyirip. Bunganya berwarna putih
atau lembayung, tersusun dalam tandan yang
panjangnya 5 – 30 cm yang keluar dari ujung
percabangan. Biji keras warnanya coklat tua,
bila dimasukan ke dalam air akan mengembang
seperti selai (Wijayakusumah. 1996)
Morfologi Selasih
Merupakan herba tegak, sangat harum, tinggi
0,6-1,6 m. Batang cokelat, segi empat. Daun
tunggal berhadapan, bertangkai, panjang 0,5-2
cm, bulat telur, ujung dan pangkal agak
meruncing, permukaan daun agak halus dan
bintil-bintik kelenjar, tulang daun menyirip,
tepi bergerigi, panjangnya 3,5-7,5 cm, lebar
1,5-2,5 cm, warna hijau tua. Bunga berwarna
putih atau lembayung, kelopak sisi luar
berambut, bulat telur terbalik dengan tepi
mengecil sepanjang tabung. Biji keras, cokelat
tua, bila dimasukkan dalam air akan
mengembang (Backer & van den Brink,
1965; Wijayakusuma et al ., 1996) .
Tanaman selasih merupakan tanaman dikotil
yang tergolong tanaman yang melakukan
fotosintesis (Siklus Calvin). Pada siang hari
dengan mengubah RUBP dan CO2 dengan bantuan
enzim menjadi amilum yang akhirnya di salurkan
keseluruh tubuh tumbuhan melalui jaringan
floem. Untuk pemenuhan nutrisi kelebihannya
disimpan oleh tanaman sebagai pati yang juga
digunakan kembali untuk proses respirasi
tumbuhan.
Selasih merupakan tanaman herba tahunan
yang tumbuh rimbun. Selasih tumbuh di suatu
kawasan yang lapang seperti kawasan pertanian.
Bentuk batang selasih bulat dan bercabang
banyak, mempunyai tinggi 50 – 80 cmdan bentuk
daun adalah tunggal. Tumbuhan ini mudah membiak
dari biji benih yang tersebar di sekitarnya.
Selasih mempunyai enam kuntum bunga,
megikuti urutan dari atas ke tengah. Kelopak
bunganya bewarna hijau keunguan dan bagian atas
bunganya bewarna putih atau merah jambu pucat.
Selasih mempunyai bau yang khas dan harum.
Selain juga dipenggil ruku – ruku atau ruku –
ruku hitam.
Jenis selasih yang sering di jumpai adalah
kemangi. Kemangi ada yang berdaun agak keriting
dan ada pula mempunyai daun yang agak kecil dan
sering di makan sebagai ulam.
Kandungan Selasih
Selasih mengandung eugenol, linalool, dan
geraniol yang dikenal sebagai zat penolak
serangga sehingga zat – zat tersebut juga
berfungsi sebagai pengusir nyamuk. Bau daun
selasih sangat tajam bahkan jika tercium agak
lama atau disimpan dalam ruangan dapat
menimbulkan rasa mual dan pusing. Selasih juga
mengandung alkoloid, flavonoid, terpenoid,
steroid, dan saponin.
Khasiat Selasih
Menurut penelitian selasih dapat berkhasiat
sebagai antifungi, antireppelant, ekspektorant,
dan antikanker.
Selain itu selasih juga dapat meningkatkan
pengeluarana bendalir badan melalui air kencin
karena bersifat diuretik, sifat analgesik yang
membantu menahan atau meredakan sakit kepala,
sakit gigi, sakit perut demam, sifat diaforetik
yang membantu pengeluaran keringat, menurunkan
kolesterol, membantu pencernaan, mengobati kram
usus dan melancarkan buang air besar.
4. Daun Keji Beling (Sericoclyx Folium)
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan
berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan
biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Sub divisi : Dicotyledonae (Tumbuhan berkeping
dua)
Kelas : Magnoliopsida (Tumbuhan dikotil)
Sub kelas : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Bangsa : Solanales
Famili : Acanthaceae
Genus : Strobilanthes
Spesies : Strobilanthes crispus Bl.
Sinonim : Sericoclyx crispus L
Kandungan : Kalsium karbonat, kalium,
natrium, posfor.
Khasiat : Diuretika
Keji beling (Strobilanthes crispus) adalah
tanaman terna yang biasa ditanam masyarakat
sebagai tanaman pagar, bisa tumbuh hampir
diseluruh wilayah Indonesia. Tanaman ini juga
sebagai tanaman herba liar hidup menahun yang
banyak manfaatnya bagi kesehatan dalam
penyembuhan beberapa penyakit.
Tanaman keji beling atau Strobilanthes
crispus mudah berkembang biak pada tanah subur,
agak terlindung dan di tempat terbuka. Tumbuhan
ini dapat hidup di daerah dengan kondisi
ekologis dengan syarat sebagai berikut.
Hidupnya di ketinggian tempat 1m – 1.000 m di
atas permukaan laut dengan curah hujan tahunan
2.500 mm – 4.000 mm/tahun, iklimnya bulan
basah (di atas 100 mm/bulan) 8 bulan – 9 bulan,
bulan kering (di bawah 60 mm/bulan) 3 bulan – 4
bulan, hidup di suhu udara 200 C – 250 C dengan
kelembapan sedang, penyinaran sedang, tekstur
tanah pasir sampai liat, drainase sedang –
baik, kedalaman air tanah 25 cm dari permukaan
tanah, kedalaman perakaran 5 cm dari permukaan
tanah, kemasaman (pH) 5,5 – 7 dan kesuburan
sedang.
Morfologi Keji Beling
Berdasarkan morfologi tanaman, keji beling
dibagi menjadi bagian akar, batang, daun, dan
bunga. Akar keji beling berbentuk akar tunggang
dan serabut. Akar berwarna putih kekuningan.
Fungsi akar untuk memperkuat berdirinya tanaman
serta menyerap air dan unsur hara dari tanah.
Tanaman ini menyerupai rumput besar. Batang
berbentuk bulat, beruas dengan diameter 0,2-0,7
cm. Batang berkulit ungu, memiliki bintik-
bintik hijau pada saat masih muda, dan berubah
menjadi cokelat setelah tua. Daun berbentuk
bulat telur, pada bagian tepi bergerigi, serta
berbulu halus. Panjang helaian daun adalah 2-5
cm berwarna hijau. Tanaman keji beling berbunga
setelah dewasa. Bunga keluar pada waktu
tertentu.
Tanaman ini berasal dari Mandagaskar, telah
dikenal secara pasti untuk pertama kalinya oleh
Thomas Anderson (1832-1870) yang mengkelaskan
tumbuhan ini di bawah Spermatophyta (tumbuhan
berbunga, gymnospermae)
Keji beling memiliki batang beruas, bentuk
batangnya bulat dengan diameter antara 0,12 -
0,7 cm, berbulu kasar, percabangan monopodial.
Kulit batang berwarna ungu dengan bintik-bintik
hijau pada waktu muda dan berubah jadi coklat
setelah tua. Tergolong jenis daun tunggal,
berhadapan, bentuk daunnya bulat telur sampai
lonjong, permukaan daunnya memiliki bulu halus,
tepi daunnya beringgit, ujung daun meruncing,
pangkal daun runcing, panjang helaian daun
berkisar ± 5 - 8 cm, lebar ± 2 - 5 cm,
bertangkai pendek, tulang daun menyirip, dan
warna permukaan daun bagian atas hijau tua
sedangkan bagian bawah hijau muda. Bunganya
tergolong bunga majemuk, bentuk bulir, mahkota
bunga bentuk corong, benang sari empat, dan
warna bunga putih agak kekuningan.
Strobilanthes crispus memiliki buah berbentuk
bulat, buahnya jika masih muda berwarna hijau
dan setelah tua atau masak berwarna hitam.
Untuk bijinya berbentuk bulat, dan ukurannya
kecil. Sistem perakarannya tunggang, bentuk
akar seperti tombak, dan berwarna putih.
Kandungan Daun Keji Beling
Daun keji beling mengandung vitamin C, B1,
B2 yang tinggi. Dari berbagai penelitian,
diketahui daun keji beling mengandung zat-zat
kimia antara lain : kalium, kalsium, natrium,
dan asam silikat.
Khasiat Daun Keji Beling
Tanaman keji beling diambil daunnya yang
diolah menjadi simplisia atau sebagai daun
segar, digunakan sebagai bahan racikan jamu
atau obat-obat tradisional. Sebagai tanaman
obat, keji beling bisa menyembuhkan beberapa
jenis penyakit antara lain batu ginjal, batu
empedu, diabetes, ambeien, kholesterol,
sembelit, dll.
Kalium pekat yang terkandung dalam keji
beling bisa meluruhkan batu ginjal dan batu
empedu. Unsur-unsur yang terkandung dalam daun
keji beling yang bersifat diuretic dapat
memperlancar sekresi gula dalam darah,
menghancurkan gumpalan kholesterol dalam darah,
membantu memperlancar proses pembuangan tinja
yang keras sehingga bisa berfungsi sebagai
pencahar. Disamping itu kandungan anti racun
yang disinyalir terdapat dalam daun keji beling
dapat menyembuhkan sakit akibat gigitan ular
berbisa atau semut hitam.
5. Biji Bunga Matahari (Helianthus Semen)
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Helianthus
Spesies : Helianthus annuus L
Kandungan : Vitamin B1, vitamin E, mangan,
magnesium,
posfor, folat
Khasiat : Antioksidan, antiinflamasi
Bunga matahari juga dikenal dengan
berbagai nama sun flower (Inggris),
mirasol(Filipina), himawari dan koujitsuki
(Jepang), serta xiang ri kui (Cina).Tanaman ini
tergolong dalam famili Compositae (Asteraceae)
dan memiliki nama latin Helianthus annuus
L.Heli berarti matahari,
dan annuus yaitu semusim.Dari situ, tanaman ini
masuk ke dalam jenis tanaman herba annual,
yaitu tanaman yang berumur pendek (kurang dari
setahun).
Tanaman cantik ini berasal dari Meksiko
dan Peru, Amerika Tenga.Tanaman ini telah
dibudidayakan secara besar-besaran pada abad
ke-18 di berbagai negara seperti Amerika,
Argentina, Rusia, Hongaria, Meksiko, Perancis,
Jerman, Rumania, Bulgaria, dan beberapa negara
yang ada di Benua Afrika.Sementara baru pada
tahun 1907, bunga matahari diperkenalkan ke
Indonesia oleh seorang ahli pertanian Belanda.
Bunga matahari dapat tumbuh di daerah
dingin ataupun di daerah kering pada ketinggian
sampai 1500 mdpl.Tanah berpasir hingga tanah
liar dengan drainase yang baik dan tidak asam
atau asin,serta pH yang berkisar antara 5,7-8,1
merupakan tanah yang baik untuk menanam
tumbuhan ini.Udara yang kering setelah
terbentuknya biji juga sangat penting untuk
membuat masak biji tumbuhan bunga matahari.
Morfologi Biji Bunga Matahari
Biji bunga matahari ini memiliki kulit yang
agak keras.Berbentuk pipih memanjang, warnanya
bisa putih keabuan atau hitam.Biji bunga
matahari ini dikenal dengan nama kuaci.
Kandungan Biji Bunga Matahari
Protein, globuiin, albumin, glutolin, asam
amino esensial, Beta sitosterol, prostaglandin
E, chlorogenic acid, quinic acid, phytin, dan
3,4 benzopyrene. Dalam 100 g minyak biji bunga
matahari: Lemak total: 100, lemak jenuh: 9,8:
lemak tidak jenuh: oleat 11,7 dan linoleat
72,9: kolesterol 3.
Khasiat Biji Bunga Matahari
Anti dysentery, membangkitkan nafsu makan,
lesu, sakit kepala, , disenteri berdarah,
merangsang pengeluaran cairan tubuh (hormon,
enzym, dll.), merangsang pengeluaran campak
(Measles).
IV. Alat dan Bahan
V. Evaluasi
VI. Pembahasan
VII.