LABORATORIUM KIMIA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN LAPORAN KIMIA KLINIK DASAR
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of LABORATORIUM KIMIA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN LAPORAN KIMIA KLINIK DASAR
LABORATORIUM KIMIA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN KIMIA KLINIK DASAR
URINALISIS
OLEH :
WAHYUDIANA TAHIR
N11108008
ASISTEN :
RABIYAH Al ADAWIYAH
MAKASSAR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pemeriksaan urin dalam mengindikasikan beberapa
penyakit sangat penting. pemeriksaan urin tidak hanya
dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan saluran
urin tetapi juga mengenai faal berbagai organ dalam
beberapa tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas dan
korteks adrenal.
Jika kita melakukan urinalisis dengan memakai urin
kumpulan 24 jam pada seseorang ternyata susunan urin itu
tidak berbeda dari susunan urin 24 jam berikutnya. Akan
tetapi jika kita melakukan pemeriksaan dengan sampel urin
dari orang tersebut pada saat tidak menentu, maka akan
kita lihat susunan sampel urin dapat berbeda jauh. Itu
sebabnya sangat penting memilih sampel urin sesuai dengan
tujuan pemeriksaan. Oleh karena pada pemerikasaan urin
dapat dideteksi berbagai macam penyakit maka sangat
penting dilakukan percobaan urinalisis.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui teknik pemeriksaan specimen berupa
urin.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui dan memahami teknik pemeriksaan
urin meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan
mikroskopik, dan pemeriksaan kimia pada urin.
II.1 Prinsip Percobaan
1. Pemeriksaan Makroskopik
Teknik ini diawali dengan pengambilan sampel urin
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Dilakukan
pemeriksaan makroskopik urin dengan mengamati
kejernihan, warna, dan bau serta pH urin.
2. Pemerikaan Mikroskopik
Teknik ini diawali dengan pengambilan sampel urin
dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge sampai 3/4
tabung. Disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan
3000 rpm. Diambil endapan untuk diamati di bawah
mikroskop dengan pembesaran 10 x 40 meliputi
pemeriksaan kristal dan sel epitel yang terdapat dalam
urin.
3. Pemeriksaan Kimia urin
- Dengan reagen langsung
1. Pemeriksaan glukosa dengan menggunakan reagen
benedict kemudian dipanaskan di atas penangas
selama 5 menit. Hasil positif adanya glukosa
dalam urin ditunjukkan dengan adanya perubahan
warna menjadi merah. Terbentuknya berdasarkan
terjadinya reaksi reduksi ion cupri menjadi
cupro.
2. Pemeriksaan bilirubin dengan cara :
Busa didasarkan pada pembentukan busa setelah
dikocok, hasil positif menunjukkan busa
berwarna kuning.
Harrison/ Fouchet berdasarkan reaksi diazo
yaitu reaksi antara bilirubin dan garanm
diazonium dalam suasana asam membentuk warna
azobilirubin.
3. Pemeriksaan keton berdasarkan prinsip reaksi
antara aseton dan asam asetoasetat dengan Na.
nitroprussida dalam larutan alkali untuk
memberikan kompleks berwarna ungu. Dilakukan
dengan pereaksi rothera.
4. Pemeriksaan protein berdasarkan reaksi dengan
sulfosalisilat dan asam asetat yang akan
menghasilkan kekeruhan.
5. Pemeriksaan urobilinogen berdasarkan reaksi
modifikasi erlich, dimana p – dimetilamino
benzaldehid yang stabil bereaksi cepat dengan
urobilinogen.
6. Pemeriksaan bilirubin dengan metode busa dimana
busa urin yang tidak mengandung bilirubin putih
atau sangat kuning muda. Percobaan busa ini
sangat sederhana dan hanya memberikan petunjuk
saja dalam suasana asam menghasilkan azo pink
merah.
7. Pemeriksaan urobilin dengan cara schlesinger
dengan menmbahkan amoniak dan larutan iodium
dimana filtratnya akan menghasilkan flouresensi
hijau-merah.
8. Pemeriksaan klorida dengan menggunakan pereaksi
kalium kromat dan perak nitrat yang positifnya
adalah merah tetap.
9. Pemeriksaan kalsium dengan menggunakan reagen
sulkowitch yang hasil positifnya membentuk
kekeruhan.
- Dengan strip
1. Glukosa
Berdasarkan prinsip double reaksi enzim. Enzim
pertama, glukosa oksidase, katalisasi farmasi
dari asam glukonat dan hidrogen peroksidase dari
glukosa yang teroksidasi. Enzim kedua,
peroksidasi, katalisasi reaksi dari hidrogen
peroksidase dan KI. Perubahan warna berkisar
hijau sampai coklat
2. Bilirubin
Berdasarkan reaksi diazo antara bilirubin dengan
garam diazonium dalam suasana asam membentuk
warna azobilirubin.
3. Keton
Pemeriksaan keton dengan pereaksi nitroprussida
berdasarkan prinsip tes lugol, yaitu dalam susana
basa, asam asetoasetat akan bereaksi dengan Na.
nitroprussida menghasilkan warna ungu.
4. Berat jenis
Berdasarkan pada perubahan warna reagen dari biru
hijau ke hijau kekuningan tergantung pada
konsentrasi ion dalam urin.
5. Darah
Berdasarkan aktivitas pseudoperoxidatif
hemoglobin yang mana katalisis reaksi dari
diisopropil benzen dihidroperoksid dan 3,3`, 5,5`
- tetrametilbenzidin, hasilnya mulai dari orange
sampai hijau.
6. pH
Berdasarkan prinsip double indikator yang
mengandung metil merah, PP, dan BTB sehingga
memungkinkan perubahan warna dari jingga, hijau
sampai biru pada daerah 5-9.
7. Protein
Berdasarkan prinsip protein error indikator.
Perubahan warna yang diperoleh adalah kuning
untuk hasil negatif dan kuning kehijauan, hijau
atau hijau kebiruan untuk hasil positif.
8. Urobilinogen
Berdasarkan prinsip garam diazonium yang stabil
bereaksi cepat dengan urobilinogen dalam suasana
asam menghasilkan azo merah.
9. Nitrit
Berdasarkan reaksi griess, nitrit bereaksi dengan
sulfonamid aromatik membentuk garam diazonium
menghasilkan zat warna azo.
10. Leukosit
Berdasarkan prinsip leukosit esterase dalam urin
yang dapat menghidrolisa suatu ester ( indoxyl
ester ) menjadi alkohol dan asam. Cincin aromatik
dalam alkohol ( indoxyl ) akan berpasangan dengan
garam diazonium membentuk zat warna diazo
( ungu ).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel
urin pasien untuk tujuan diagnosis infeksi saluran kemih,
batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis
penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti
diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi),
dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Mekanisme pembentukan urin yaitu dimulai dari
mengalirnya darah kedalam glomeruli yang terletak
dibagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah
yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif
dapat dilintasi air, garam-garam dan glukosa.
Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi dan berisi
banyak air serta elektrolit akan ditampung diwadah yang
menelilingi setiap glomerulus seperti cocrong (kapsul
Bowman) dan kemudian disalurkan ke pipa kecil (tubuli).
Tubuli ini terdiri dari bagian proksimal (terjadi
reabsorpsi garam Na, air, glukosa dan ureum) dan distal,
yang letaknya masing-masing dekat dan jauh dari
glomerulus, kedua bagian ini dihubungkan oleh sebuah
lengkungan (Henle’s loop). Disini terjadi penarikan
kembali secara aktif air dan komponen yang sangat penting
bagi tunuh, seperti glukosa dan gara-garam antara lain
ion Na+(reabsorpsi pasif Na dan K) tanpa air dan
reabsorpsi aktif Cl-. Zat-zat ini dikembalikan pada darah
melalui kapiler yang mengelilingi tubuli. Sisanya yang
tak berguna seperti ampas peromabakan metabolism protein
(ureum) untuk sebagian besar tidak diserap
kembali.Sebelum ke saluran pengumpul ditubulus distal ada
dua bagian, bagian pertama temapat terjadinya reabsorpsi
aktif Na tanpa air dan dibagian kedua ion Na ditukarkan
dengan ion K+ atau NH4+ . Dan akhirnya filtrate dari
semula tubuli ditampung disuatu saluran pengumpul (ductus
colligens), dimana terutama berlangsung penyerapan air
kembali. Filtrat disalurkan kekandung kemih dan ditimbun
disini sebagai urin. Urinalisis yang akurat dipengaruhi
oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi vagina, perineum
dan uretra pada wanita, dan kontaminan uretra pada pria
dapat mengurangi mutu temuan laboratorium. Mukus,
protein, sel, epitel, dan mikroorganisme masuk ke dalam
sistem urine dari uretra dan jaringan sekitarnya. Oleh
karena itu pasien perlu diberitahu agar membuang beberapa
millimeter pertama urine sebelum mulai menampung urine.
Pasien perlu membersihkan daerah genital sebelum
berkemih. Wanita yang sedang haid harus memasukkan tampon
yang bersih sebelum menampung specimen. Kadang-kadang
diperlukan kateterisasi untuk memperoleh spesimen yang
tidak tercemar.
Ada beberapa macam-macam sampel urin
1. Urin sewaktu
Yaitu urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang
tidak ditentukan dengan khusus. Urin jenis ini cukup baik
untuk pemeriksaan rutin yang menyertai pemeriksaan badan
tanpa pendapat khusus
2. Urin pagi
Yaitu urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi
hari setelah bangun tidur. baik untuk pemeriksaan
sedimen, berat jenis, protein dan baik juga untuk tes
kehamilan berdasarkan adanya HCG 9human chrionic
gonadotropin) dalam urin.
3. Urin Post-Prandial
Urin yang dikemihkan 2 jam setelah makan, spesimen
ini biasanya untuk pemeriksaan glukosa dalam urin sesudah
makan
4. Urine 3 dan 2 porsi
Biasanya untuk mengetahui lokasi kelainan saluran
kemih, atau infeksi prostat. Urin yang ditampung dengan 3
(tiga)
Bagian I : 20 - 30 ml pertama,
Bagian II : Urin berikutnya,
Bagian III: urin 1/3 bagian terakhir.
Untuk urin 2 porsi caranya serupa hanya saja bagian ke
tiga ditiadakan dan gelas atau bagian pertama dditampung
50-75 ml urin
5. Urin 24 Jam
Sampel urin yang dikumpulkan selama 24 jam. Biasanya
untuk pemeriksaan kimia kuantitatif, seperti kalsium,
fosfat, protein, 17-hidroksiketosteroid
6. Midstream Clean Catch
Urin yang ditampung persis seperti urin 3 (tiga)
bagian, namun yang digunakan hanya bagian kedua, biasanya
untuk pemeriksaan kultur dan skrining rutin
7. Suprapubic aspirasi
Urin yang diperoleh dengan cara aspirasi urin dari
kandung kemih
8. Kateterisasi
Urin yang dikumpulkan dengan cara memasukkan kateter
ke dalam kandung kemih melalui urethra.
Adapun rmacam-macam bahan pengawet yang biasa
digunakan dalam mengumpulkan sampel urin antara lain :
1. Toluena
Pengawet ini banyak dipakai, hampir mrndekati sifat
pengawet all round. perombakan urin oleh kuman dihambat,
lebih-lebih dalam keadaan dingin, baik untuk mengawetkan
glukosa, aseton dan asam aceto asetat. Pakailah sebanyak
2-5 ml toluene untuk mengawetkan urin 24 jam, jumlah ini
dimasukkan kedalam botol penampung dan tiap kali
ditambahkan urin, botol harus dikocok baik-baik.
2. Thymol
Sebutir thymol sebagai pengawet mempunyai daya
seperti toluene juga. Jika jumlah thymol terlalu banyak
ada kemungkinan terjadi hasil positif palsu pada reaksi
terhadap proteinuria dengan cara pemanasan dengan asam
asetat.
3. Formaldehida
Khusus dipakai untuk mengawetkan sedimen, penting
untuk mengawetkan sedimen jika hendak mengadakan
penilaian kuantitatif atas unsure-unsur dalam sedimen.
Pakailah sebanyak 1-2 ml larutan formaldehid 40% untuk
mengawetkan urin 24 jam. campur baik-baik tiap kali
ditambah urin. Jika jumlahnya terlalu besar akan
mengadakan reduksi pada tes benedict dan mengganggu tes
Obmayer untuk menyatakan adanya indikan.
4. Asam sulfat pekat
Asam ini dipakai untuk mengawetkan urin guna
penetapan kuantitatif calcium, nitrogen dan kebanyakan
zat inorganic lain. Jumlah yang harus diberikan ialah
sebanyak itu hingga pH urin tetap lebih rendah dari 4,5
(control dengan kertas nitrazin). Reaksi asam mencegah
terlepasnya N dalam bentuk amoniak dan mencegah juga
terjadinya endapan calciumfosfat.
5. Natrium karbonat
Khusus dipakai untuk mengawetkan urobilinogen jika
hendak menentukan ekskresinya per 24 jam. masukkanlah
kira-kira 5 gram matrium karbonat dalam botol penampung
bersama dengan beberapa ml toluene.
Adapun beberapa syarat wadah urin yang baik, yaitu :
a. Botol penampung urin harus bersih dan kering.
Adanya kotoran dalam wadah berarti adanya
mikroorganisme yang akan berkembang biak dalam urin dan
mengubah susunannya.
b. Berupa gelas bermulut lebar yang dapat disumbat rapat.
Sebaiknya urin dikeluarkan langsung kedalam wadah
tersebut. Sebuah wadah yang volumenya 300 ml, mencukupi
untuk urin sewaktu, jika hendak mengumpulkan urin
kumpulan pakailah wadah yang lebih besar.
Meskipun urine yang diambil secara acak (random)
atau urine sewaktu cukup bagus untuk pemeriksaan, namun
urine pertama pagi hari adalah yang paling bagus. Urine
satu malam mencerminkan periode tanpa asupan cairan yang
lama, sehingga unsure-unsur yang terbentuk mengalami
pemekatan.
Gunakan wadah yang bersih untuk menampung spesimen
urin. Hindari sinar matahari langsung pada waktu
menangani spesimen urin. Jangan gunakan urin yang
mengandung antiseptik.
Lakukan pemeriksaan dalam waktu satu jam setelah
buang air kecil. Penundaan pemeriksaan terhadap spesimen
urine harus dihindari karena dapat mengurangi validitas
hasil. Analisis harus dilakukan selambat-lambatnya 4 jam
setelah pengambilan spesimen. Dampak dari penundaan
pemeriksan antara lain : unsur-unsur berbentuk dalam
sedimen mulai mengalami kerusakan dalam 2 jam, urat dan
fosfat yang semula larut dapat mengendap sehingga
mengaburkan pemeriksaan mikroskopik elemen lain,
bilirubin dan urobilinogen dapat mengalami oksidasi bila
terpajan sinar matahari, bakteri berkembangbiak dan dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan mikrobiologik dan pH,
glukosa mungkin turun, dan badan keton, jika ada, akan
menguap.
Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen
yang berkualitas. Sekresi vagina, perineum dan uretra
pada wanita, dan kontaminan uretra pada pria dapat
mengurangi mutu temuan laboratorium. Mukus, protein, sel,
epitel, dan mikroorganisme masuk ke dalam sistem urine
dari uretra dan jaringan sekitarnya. Oleh karena itu
pasien perlu diberitahu agar membuang beberapa millimeter
pertama urine sebelum mulai menampung urine. Pasien perlu
membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang
sedang haid harus memasukkan tampon yang bersih sebelum
menampung specimen. Kadang-kadang diperlukan kateterisasi
untuk memperoleh spesimen yang tidak tercemar.
Meskipun urine yang diambil secara acak (random)
atau urine sewaktu cukup bagus untuk pemeriksaan, namun
urine pertama pagi hari adalah yang paling bagus. Urine
satu malam mencerminkan periode tanpa asupan cairan yang
lama, sehingga unsure-unsur yang terbentuk mengalami
pemekatan.
Gunakan wadah yang bersih untuk menampung spesimen
urin. Hindari sinar matahari langsung pada waktu
menangani spesimen urin. Jangan gunakan urin yang
mengandung antiseptik.
Lakukan pemeriksaan dalam waktu satu jam setelah
buang air kecil. Penundaan pemeriksaan terhadap spesimen
urine harus dihindari karena dapat mengurangi validitas
hasil. Analisis harus dilakukan selambat-lambatnya 4 jam
setelah pengambilan spesimen. Dampak dari penundaan
pemeriksan antara lain : unsur-unsur berbentuk dalam
sedimen mulai mengalami kerusakan dalam 2 jam, urat dan
fosfat yang semula larut dapat mengendap sehingga
mengaburkan pemeriksaan mikroskopik elemen lain,
bilirubin dan urobilinogen dapat mengalami oksidasi bila
terpajan sinar matahari, bakteri berkembangbiak dan dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan mikrobiologik dan pH,
glukosa mungkin turun, dan badan keton, jika ada, akan
menguap.
II.2 Pemeriksaan Makroskopik
Urinalisis dimulai dengan mengamati penampakan
makroskopik : warna dan kekeruhan. Urine normal yang baru
dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut dan
berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin.
Intensitas warna sesuai dengan konsentrasi urine; urine
encer hampir tidak berwarna, urine pekat berwarna kuning
tua atau sawo matang. Kekeruhan biasanya terjadi karena
kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urine asam)
atau fosfat (dalam urine basa). Kekeruhan juga bisa
disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein
dalam urin.
Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr.
Pengukuran volume ini pada pengambilan acak (random)
tidak relevan. Karena itu pengukuran volume harus
dilakukan secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh
hasil yang akurat.
Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat
mengindikasikan kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi,
darah di urin (hematuria), penyakit hati, kerusakan otot
atau eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga
dapat mengubah warna urin. Kencing berbusa sangat mungkin
mewakili jumlah besar protein dalam urin (proteinuria).
Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :
- Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin,
porfobilinogen, porfirin. Penyebab nonpatologik :
banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab
(kelembak), senna.
- Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab
nonpatologik : obat untuk infeksi saliran kemih
(piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
- Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat,
bilirubin, urobilin. Penyebab nonpatologik : wotel,
fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
- Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri
(terutama Pseudomonas). Penyebab nonpatologik :
preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
- Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat :
diuretik, nitrofuran.
- Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin,
pigmen empedu. Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran,
beberapa obat sulfa.
- Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin,
asam homogentisat, indikans, urobilinogen,
methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara,
kompleks besi, fenol.
II.3 Analisis Dipstick
Dipstick adalah strip reagen berupa strip plastik
tipis yang ditempeli kertas seluloid yang mengandung
bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan
diperiksa. Urine Dip merupakan analisis kimia cepat untuk
mendiagnosa berbagai penyakit.
Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya
adalah : glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH,
berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase.
Prosedur Tes
Ambil hanya sebanyak strip yang diperlukan dari
wadah dan segera tutup wadah. Celupkan strip reagen
sepenuhnya ke dalam urin selama dua detik. Hilangkan
kelebihan urine dengan menyentuhkan strip di tepi wadah
spesimen atau dengan meletakkan strip di atas secarik
kertas tisu. Perubahan warna diinterpretasikan dengan
membandingkannya dengan skala warna rujukan, yang
biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip.
Perhatikan waktu reaksi untuk setiap item. Hasil
pembacaan mungkin tidak akurat jika membaca terlalu cepat
atau terlalu lambat, atau jika pencahayaan kurang.
Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih
dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan
secara visual.
Pemakaian reagen strip haruslah dilakukan secara hati-
hati. Oleh karena itu harus diperhatikan cara kerja dan
batas waktu pembacaan seperti yang tertera dalam leaflet.
Setiap habis mengambil 1 batang reagen strip, botol/wadah
harus segera ditutup kembali dengan rapat, agar
terlindung dari kelembaban, sinar, dan uap kimia. Setiap
strip harus diamati sebelum digunakan untuk memastikan
bahwa tidak ada perubahan warna.
1. Glukosa
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh
glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam).
Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena
nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi
tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes
mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan
dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena
itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang
diagnosis diabetes mellitus.
Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi
enzim glukosa oksidase (GOD), peroksidase (POD) dan zat
warna.
2. Protein
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring
di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal
ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24
jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari
10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu
sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga,
stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat
menyebabkan protein dalam jumlah yang signifikan muncul
dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat
menyebabkan jumlah protein tinggi.
Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin.
Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang
sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan
karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan
hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin
dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang
sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel.
Dipsticks mendeteksi protein dengan indikator warna
Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi
kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones,
dan mukoprotein.
3. Bilirubin
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah
bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak terkait
dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus
dan diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darah
meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus
parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar),
ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai
ikterik.
4. Urobilinogen
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin
terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam
usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian
besar urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar
kembali ke hati melalui aliran darah, di sini
urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan kira-kira
sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urine oleh ginjal.
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi
bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan
urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi
batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi.
Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi
hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia
hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar
(toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar,
keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan
kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia
sel sabit. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada
ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang
parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit),
penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang
berat.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga
atau minum atau dapat disebabkan oleh kelelahan atau
sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah
kecil urobilinogen.
5. Keasaman (pH)
Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan
oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4
menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada
status asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0.
pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi
makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan
menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine
pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-
obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-
basa jug adapt mempengaruhi pH urine.
Urine yang diperiksa haruslah segar, sebab bila
disimpan terlalu lama, maka pH akan berubah menjadi basa.
Urine basa dapat memberi hasil negatif atau tidak memadai
terhadap albuminuria dan unsure-unsur mikroskopik sedimen
urine, seperti eritrosit, silinder yang akan mengalami
lisis. pH urine yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh
adanya infeksi. Urine dengan pH yang selalu asam dapat
menyebabkan terjadinya batu asam urat.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat
mempengaruhi pH urine :
a. pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis
sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau
Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan
ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus
ginjal, spesimen basi.
b. pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit
demam pada anak), asidosis sistemik (kecuali pada
gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau
metabolic memicu pengasaman urine dan meningkatkan
ekskresi NH4+), terapi pengasaman.
6. Berat Jenis (Specific Gravity, SG)
Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas
urin yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur
kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan
ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel
acak harus dianggap wajar jika fungsi ginjal normal.
Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 – 1,025,
sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai
normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026.
Defek fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulus
adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine.
BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan
fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine
malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa
sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima
pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena
untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan
berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk setiap 1%
glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-
glukosa.
7. Darah (Blood)
Pemeriksaan dengan carik celup akan memberi hasil
positif baik untuk hematuria, hemoglobinuria, maupun
mioglobinuria. Prinsip tes carik celup ialah mendeteksi
hemoglobin dengan pemakaian substrat peroksidase serta
aseptor oksigen. Eritrosit yang utuh dipecah menjadi
hemoglobin dengan adanya aktivitas peroksidase. Hal ini
memungkinkan hasil tidak sesuai dengan metode mikroskopik
sedimen urine.
Hemoglobinuria sejati terjadi bila hemoglobin bebas
dalam urine yang disebabkan karena danya hemolisis
intravaskuler. Hemolisis dalam urine juga dapat terjadi
karena urine encer, pH alkalis, urine didiamkan lama
dalam suhu kamar. Mioglobinuria terjadi bila mioglobin
dilepaskan ke dalam pembuluh darah akibat kerusakan otot,
seperti otot jantung, otot skeletal, juga sebagai akibat
dari olah raga berlebihan, konvulsi. Mioglobin memiliki
berat molekul kecil sehingga mudah difiltrasi oleh
glomerulus dan diekskresi ke dalam urine. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
1. Hasil positif palsu dapat terjadi bila urine
tercemar deterjen yang mengandung hipoklorid atau
peroksida, bila terdapat bakteriuria yang mengandung
peroksidase.
2. Hasil negatif palsu dapat terjadi bila urine
mengandung vitamin C dosis tinggi, pengawet
formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi, protein
konsentrasi tinggi, atau berat jenis sangat tinggi.
Urine dari wanita yang sedang menstruasi dapat
memberikan hasil positif.
8. Keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-
hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi
saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat
dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar
respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk
otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas
jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka
akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan
ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas,
maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di
urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.
Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat
(kelaparan, tidak seimbangnya diet tinggi lemak dengan
rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat
(kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme
karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil
kekurangan energi dari lemak atau protein, febris.
9. Nitrit
Di dalam urine orang normal terdapat nitrat sebagai
hasil metabolisme protein, yang kemudian jika terdapat
bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia
coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung
enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit.
Hal ini terjadi bila urine telah berada dalam kandung
kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan berarti pasti
tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis
bakteri dapat membentuk nitrit, atau urine memang tidak
mengandung nitrat, atau urine berada dalam kandung kemih
kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan tertentu,
enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit,
namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen.
Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine
pagi dan diperiksa dalam keadaan segar, sebab penundaan
pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri
di luar saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan
nitrit.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
1. Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri in
vitro apabila pemeriksaan tertunda, urine merah oleh
sebab apapun, pengaruh obat (fenazopiridin).
2. Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian
menghasilkan nitrat dalam jumlah cukup banyak,
terapi antibiotik mengubah metabolisme bakteri,
organism penginfeksi mungkin tidak mereduksi nitrat,
kadar asam askorbat tinggi, urine tidak dalam
kandung kemih selama 4-6 jam, atau berat jenis urine
tinggi.
10. Lekosit esterase
Lekosit netrofil mensekresi esterase yang dapat
dideteksi secara kimiawi. Hasil tes lekosit esterase
positif mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit
(granulosit), baik secara utuh atau sebagai sel yang
lisis. Limfosit tidak memiliki memiliki aktivitas
esterase sehingga tidak akan memberikan hasil positif.
Hal ini memungkinkan hasil mikroskopik tidak sesuai
dengan hasil pemeriksaan carik celup. Temuan laboratorium
negatif palsu dapat terjadi bila kadar glukosa urine
tinggi (>500mg/dl), protein urine tinggi (>300mg/dl),
berat jenis urine tinggi, kadar asam oksalat tinggi, dan
urine mengandung cephaloxin, cephalothin, tetrasiklin.
Temuan positif palsu pada penggunaan pengawet
formaldehid. Urine basi dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan. Pemeriksaan mikroskopik diperlukan untuk
mengamati sel dan benda berbentuk partikel lainnya.
Banyak macam unsur mikroskopik dapat ditemukan baik yang
ada kaitannya dengan infeksi (bakteri, virus) maupun yang
bukan karena infeksi misalnya perdarahan, disfungsi
endotel dan gagal ginjal. Metode pemeriksaan mikroskopik
sedimen urine lebih dianjurkan untuk dikerjakan dengan
pengecatan Stenheimer-Malbin. Dengan pewarnaan ini,
unsur-unsur mikroskopik yang sukar terlihat pada sediaan
natif dapat terlihat jelas.
II.4 Pemeriksaan Mikroskopik
Sampel urin dihomogenkan dulu kemudian dipindahkan
ke dalam tabung sentrifuge sebanyak 10 ml. Selanjutnya
disentrifuge dengan kecepatan relatif rendah (sekitar
1500 - 2000 rpm) selama 5 menit. Tabung dibalik dengan
cepat (decanting) untuk membuang supernatant sehingga
tersisa endapan kira-kira 0,2-0,5 ml. Endapan diteteskan
ke gelas obyek dan ditutup dengan coverglass. Jika hendak
dicat dengan dengan pewarna Stenheimer-Malbin, tetesi
endapan dengan 1-2 tetes cat tersebut, kemudian dikocok
dan dituang ke obyek glass dan ditutup dengan coverglass,
siap untuk diperiksa.
Endapan pertama kali diperiksa di bawah mikroskop
dengan perbesaran rendah menggunakan lensa obyektif 10X,
disebut lapang pandang lemah (LPL) atau low power field (LPF)
untuk mengidentifikasi benda-benda besar seperti silinder
dan kristal. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan dengan
kekuatan tinggi menggunakan lensa obyektif 40X, disebut
lapang pandang kuat (LPK) atau high power field (HPF) untuk
mengidentifikasi sel (eritrosit, lekosit, epitel), ragi,
bakteri, Trichomonas, filamen lendir, sel sperma. Jika
identifikasi silinder atau kristal belum jelas,
pengamatan dengan lapang pandang kuat juga dapat
dilakukan. Karena jumlah elemen yang ditemukan dalam
setiap bidang dapat berbeda dari satu bidang ke bidang
lainnya, beberapa bidang dirata-rata. Berbagai jenis sel
yang biasanya digambarkan sebagai jumlah tiap jenis
ditemukan per rata-rata dilaporkan sebagai jumlah tiap
jenis yang ditemukan per lapang pandang lemah.
Cara melaporkan hasil adalah sebagai berikut :
Dilaporkan Normal + ++ +++ ++++
Eritrosit/LPK 0-3 4-8 8-30lebih
dari 30penuh
Leukosit/LPK 0-4 5- 20- lebih penuh
20 50 dari 50
Silinder/
Kristal/LPL0-1 1-5 5-10 10-30
lebih
dari 30
Keterangan:
Khusus untuk kristal Ca-oxallate : + masih dinyatakan
normal; ++ dan +++ sudah dinyatakan abnormal.
Eritrosit
Eritrosit dalam air seni dapat
berasal dari bagian manapun dari
saluran kemih. Secara teoritis,
harusnya tidak dapat ditemukan
adanya eritrosit, namun dalam urine normal dapat
ditemukan 0 – 3 sel/LPK. Hematuria adalah adanya
peningkatan jumlah eritrosit dalam urin karena: kerusakan
glomerular, tumor yang mengikis saluran kemih, trauma
ginjal, batu saluran kemih, infeksi, inflamasi, infark
ginjal, nekrosis tubular akut, infeksi saluran kemih atas
dan bawah, nefrotoksin, dll.
Hematuria dibedakan menjadi hematuria makroskopik
(gross hematuria) dan hematuria mikroskopik. Darah yang
dapat terlihat jelas secara visual menunjukkan perdarahan
berasal dari saluran kemih bagian bawah, sedangkan
hematuria mikroskopik lebih bermakna untuk kerusakan
glomerulus.
Dinyatakan hematuria mikroskopik jika dalam urin
ditemukan lebih dari 5 eritrosit/LPK. Hematuria
mikroskopik sering dijumpai pada nefropati diabetik,
hipertensi, dan ginjal polikistik. Hematuria mikroskopik
dapat terjadi persisten, berulang atau sementara dan
berasal dari sepanjang ginjal-saluran kemih. Hematuria
persisten banyak dijumpai pada perdarahan glomerulus
ginjal.
Eritrosit dapat terlihat berbentuk normal, membengkak,
krenasi, mengecil, shadow atau ghost cells dengan
mikroskop cahaya. Spesimen segar dengan berat jenis
1,010-1,020, eritrosit berbentuk cakram normal. Eritrosit
tampak bengkak dan hampir tidak berwarna pada urin yang
encer, tampak mengkerut (crenated) pada urine yang pekat,
dan tampak mengecil sekali dalam urine yang alkali.
Selain itu, kadang-kadang eritrosit tampak seperti ragi.
Eritrosit dismorfik tampak pada
ukuran yang heterogen, hipokromik,
terdistorsi dan sering tampak
gumpalan-gumpalan kecil tidak
beraturan tersebar di membran sel. Eritrosit dismorfik
memiliki bentuk aneh akibat terdistorsi saat melalui
struktur glomerulus yang abnormal. Adanya eritrosit
dismorfik dalam urin menunjukkan penyakit glomerular
seperti glomerulonefritis.
Leukosit
Lekosit berbentuk bulat, berinti,
granuler, berukuran kira-kira 1,5 –
2 kali eritrosit. Lekosit dalam urine umumnya adalah
neutrofil (polymorphonuclear, PMN). Lekosit dapat berasal
dari bagian manapun dari saluran kemih.
Lekosit hingga 4 atau 5 per LPK umumnya masih dianggap
normal. Peningkatan jumlah lekosit dalam urine
(leukosituria atau piuria) umumnya menunjukkan adanya
infeksi saluran kemih baik bagian atas atau bawah,
sistitis, pielonefritis, atau glomerulonefritis akut.
Leukosituria juga dapat dijumpai pada febris, dehidrasi,
stress, leukemia tanpa adanya infeksi atau inflamasi,
karena kecepatan ekskresi leukosit meningkat yang mungkin
disebabkan karena adanya perubahan permeabilitas membran
glomerulus atau perubahan motilitas leukosit. Pada
kondisi berat jenis urin rendah, leukosit dapat ditemukan
dalam bentuk sel Glitter merupakan lekosit PMN yang
menunjukkan gerakan Brown butiran dalam sitoplasma. Pada
suasana pH alkali leukosit cenderung berkelompok.
Lekosit dalam urine juga dapat merupakan suatu
kontaminan dari saluran urogenital, misalnya dari vagina
dan infeksi serviks, atau meatus uretra eksterna pada
laki-laki.
Sel Epitel
- Sel Epitel Tubulus
Sel epitel tubulus ginjal berbentuk
bulat atau oval, lebih besar dari
leukosit, mengandung inti bulat
atau oval besar, bergranula dan
biasanya terbawa ke urin dalam jumlah kecil. Namun, pada
sindrom nefrotik dan dalam kondisi yang mengarah ke
degenerasi saluran kemih, jumlahnya bisa meningkat.
Jumlah sel tubulus ≥ 13 / LPK atau penemuan fragmen sel
tubulus dapat menunjukkan adanya penyakit ginjal yang
aktif atau luka pada tubulus, seperti pada nefritis,
nekrosis tubuler akut, infeksi virus pada ginjal,
penolakan transplnatasi ginjal,
keracunan salisilat.
Sel epitel tubulus dapat terisi
oleh banyak tetesan lemak yang
berada dalam lumen tubulus (lipoprotein yang menembus
glomerulus), sel-sel seperti ini disebut oval fat bodies / renal
tubular fat / renal tubular fat bodies. Oval fat bodies menunjukkan
adanya disfungsi disfungsi glomerulus dengan kebocoran
plasma ke dalam urin dan kematian sel epitel tubulus. Oval
fat bodies dapat dijumpai pada sindrom nefrotik, diabetes
mellitus lanjut, kerusakan sel epitel tubulus yang berat
karena keracunan etilen glikol, air raksa. Selain sel
epitel tubulus, oval fat bodies Juga dapat berupa makrofag
atau hisiosit. Sel epitel tubulus yang membesar dengan
multinukleus (multinucleated giant cells) dapat dijumpai pada
infeksi virus. Jenis virus yang dapat menginfeksi saluran
kemih adalah Cytomegalovirus (CMV) atau Herpes simplex
virus (HSV) tipe 1 maupun tipe 2.
- Sel epitel transisional
Sel epitel ini dari pelvis ginjal, ureter, kandung kemih
(vesica urinaria), atau uretra, lebih besar dari sel epitel
tubulus ginjal, dan agak lebih kecil dari sel epitel
skuamosa. Sel epitel ini berbentuk bulat atau oval,
gelendong dan sering mempunyai tonjolan. Besar kecilnya
ukuran sel epitel transisional tergantung dari bagian
saluran kemih yang mana dia berasal. Sel epitel skuamosa
adalah sel epitel terbesar yang terlihat pada spesimen
urin normal. Sel epitel ini tipis, datar, dan inti bulat
kecil. Mereka mungkin hadir sebagai sel tunggal atau
sebagai kelompok dengan ukuran bervariasi.
- Sel skuamosa
Epitel skuamosa umumnya dalam
jumlah yang lebih rendah dan
berasal dari permukaan kulit
atau dari luar uretra. Signifikansi utama mereka adalah
sebagai indikator kontaminasi.
Silinder
Silinder (cast) adalah massa
protein berbentuk silindris yang
terbentuk di tubulus ginjal dan
dibilas masuk ke dalam urine.
Silinder terbentuk hanya dalam tubulus distal yang rumit
atau saluran pengumpul (nefron distal). Tubulus proksimal
dan lengkung Henle bukan lokasi untuk pembentukan
silinder.
Silinder dibagi-bagi berdasarkan gambaran morfologik
dan komposisinya. Faktor-faktor yang mendukung
pembentukan silinder adalah laju aliran yang rendah,
konsentrasi garam tinggi, volume urine yang rendah, dan
pH rendah (asam) yang menyebabkan denaturasi dan
precipitasi protein, terutama mukoprotein Tamm-Horsfall.
Mukoprotein Tamm-Horsfall adalah matriks protein yang
lengket yang terdiri dari glikoprotein yang dihasilkan
oleh sel epitel ginjal. Semua benda berupa partikel atau
sel yang terdapat dalam tubulus yang abnormal mudah
melekat pada matriks protein yang lengket.
Konstituen selular yang umumnya melekat pada silinder
adalah eritrosit, leukosit, dan sel epitel tubulus, baik
dalam keadaan utuh atau dalam berbagai tahapan
disintegrasi. Apabila silinder mengandung sel atau bahan
lain yang cukup banyak, silinder tersebut dilaporkan
berdasarkan konstituennya. Apabila konstituen selular
mengalami disintegrasi menjadi partikel granuler atau
debris, biasanya silinder hanya disebut sebagai silinder
granular.
1. Silinder hialin
Silinder hialin atau silinder protein terutama terdiri
dari mucoprotein (protein Tamm-Horsfall) yang dikeluarkan
oleh sel-sel tubulus. Silinder ini homogen (tanpa
struktur), tekstur halus, jernih, sisi-sisinya parallel,
dan ujung-ujungnya membulat. Sekresi protein Tamm-
Horsfall membentuk sebuah silinder hialin di saluran
pengumpul.
Silinder hialin tidak selalu menunjukkan penyakit
klinis. Silinder hialin dapat dilihat bahkan pada pasien
yang sehat. Sedimen urin normal mungkin berisi 0 – 1
silinder hialin per LPL. Jumlah yang lebih besar dapat
dikaitkan dengan proteinuria ginjal (misalnya, penyakit
glomerular) atau ekstra-ginjal (misalnya, overflow
proteinuria seperti dalam myeloma).
Silinder protein dengan panjang, ekor tipis terbentuk
di persimpangan lengkung Henle's dan tubulus distal yang
rumit disebut silindroid (cylindroids).
2. Silinder Eritrosit
Silinder eritrosit bersifat
granuler dan mengandung hemoglobin
dari kerusakan eritrosit. Adanya
silinder eritrosit disertai hematuria mikroskopik
memperkuat diagnosis.
3. Silinder Leukosit
Silinder lekosit atau silinder nanah,
terjadi ketika leukosit masuk dalam
matriks Silinder. Kehadiran mereka
menunjukkan peradangan pada ginjal,
karena silinder tersebut tidak akan terbentuk kecuali
dalam ginjal. Silinder lekosit paling khas untuk
pielonefritis akut, tetapi juga dapat ditemukan pada
penyakit glomerulus (glomerulonefritis). Glitter sel
(fagositik neutrofil) biasanya akan menyertai silinder
lekosit. Penemuan silinder leukosit yang bercampur dengan
bakteri mempunyai arti penting untuk pielonefritis,
mengingat pielonefritis dapat berjalan tanpa keluhan
meskipun telah merusak jaringan ginjal secara progresif.
4. Silinder Granular
Silinder granular adalah silinder selular yang
mengalami degenerasi. Disintegrasi sel selama transit
melalui sistem saluran kemih menghasilkan perubahan
membran sel, fragmentasi inti, dan granulasi
sitoplasma. Hasil disintegrasi awalnya granular kasar,
kemudian menjadi butiranhalus.
5. Silinder Lilin (Waxy Cast)
Silinder lilin adalah silinder tua
hasil silinder granular yang
mengalami perubahan degeneratif
lebih lanjut. Ketika silinder selular tetap berada di
nefron untuk beberapa waktu sebelum mereka dikeluarkan ke
kandung kemih, sel-sel dapat berubah menjadi silinder
granular kasar, kemudian menjadi sebuah silinder granular
halus, dan akhirnya, menjadi silinder yang licin seperti
lilin (waxy). Silinder lilin umumnya terkait dengan
penyakit ginjal berat dan amiloidosis ginjal. Kemunculan
mereka menunjukkan keparahan penyakit dan dilasi nefron
dan karena itu terlihat pada tahap akhir penyakit ginjal
kronis.
Yang disebut telescoped urinary sediment adalah salah satu di
mana eritrosit, leukosit, oval fat bodies, dan segala
jenis silinder yang ditemukan kurang lebih sama-sama
berlimpah. Kondisi yang dapat menyebabkan telescoped
urinary sediment adalah: 1) lupus nefritis 2) hipertensi
ganas 3) diabetes glomerulosclerosis, dan 4)
glomerulonefritis progresif cepat.
Pada tahap akhir penyakit ginjal dari setiap penyebab,
sedimen saluran kemih sering menjadi sangat kurang karena
nefron yang masih tersisa menghasilkan urin encer.
Bakteri
Bakteri yang umum dalam spesimen urin karena banyaknya
mikroba flora normal vagina atau meatus uretra eksternal
dan karena kemampuan mereka untuk cepat berkembang biak
di urine pada suhu kamar. Bakteri juga dapat disebabkan
oleh kontaminan dalam wadah pengumpul, kontaminasi tinja,
dalam urine yang dibiarkan lama (basi), atau memang dari
infeksi di saluran kemih. Oleh karena itu pengumpulan
urine harus dilakukan dengan benar.
Diagnosis bakteriuria dalam kasus yang dicurigai
infeksi saluran kemih memerlukan tes biakan kuman
(kultur). Hitung koloni juga dapat dilakukan untuk
melihat apakah jumlah bakteri yang hadir signifikan.
Umumnya, lebih dari 100.000 / ml dari satu organisme
mencerminkan bakteriuria signifikan. Beberapa organisme
mencerminkan kontaminasi. Namun demikian, keberadaan
setiap organisme dalam spesimen kateterisasi atau
suprapubik harus dianggap signifikan.
Ragi
Sel-sel ragi bisa merupakan
kontaminan atau infeksi jamur
sejati. Mereka sering sulit
dibedakan dari sel darah merah dan kristal amorf,
membedakannya adalah bahwa ragi memiliki kecenderungan
bertunas. Paling sering adalah Candida, yang dapat
menginvasi kandung kemih, uretra, atau vagina.
Trichomonas vaginalis
Trichomonas vaginalis adalah
parasit menular seksual yang dapat
berasal dari urogenital laki-laki
dan perempuan. Ukuran organisme ini
bervariasi antara 1-2 kali diameter leukosit. Organisme
ini mudah diidentifikasi dengan cepat dengan melihat
adanya flagella dan pergerakannya yang tidak menentu.
Kristal
Kristal yang sering dijumpai adalah kristal calcium
oxallate, triple phosphate, asam urat. Penemuan kristal-
kristal tersebut tidak mempunyai arti klinik yang
penting. Namun, dalam jumlah berlebih dan adanya
predisposisi antara lain infeksi, memungkinkan timbulnya
penyakit "kencing batu", yaitu terbentuknya batu ginjal-
saluran kemih (lithiasis) di sepanjang ginjal – saluran
kemih, menimbulkan jejas, dan dapat menyebabkan fragmen
sel epitel terkelupas. Pembentukan batu dapat disertai
kristaluria, dan penemuan kristaluria tidak harus
disertai pembentukan batu.
1. Kalsium Oksalat
Kristal ini umum dijumpai pada
spesimen urine bahkan pada pasien
yang sehat. Mereka dapat terjadi
pada urin dari setiap pH, terutama
pada pH yang asam. Kristal bervariasi dalam ukuran dari
cukup besar untuk sangat kecil. Kristal ca-oxallate
bervariasi dalam ukuran, tak berwarna, dan bebentuk
amplop atau halter.
Kristal dapat muncul dalam specimen urine setelah
konsumsi makanan tertentu (mis. asparagus, kubis, dll)
dan keracunan ethylene glycol. Adanya 1 – 5 ( + ) kristal
Ca-oxallate per LPL masih dinyatakan normal, tetapi jika
dijumpai lebih dari 5 ( ++ atau +++ ) sudah dinyatakan
abnormal.
2. Triple Fosfat
Seperti halnya Ca-oxallate, triple
fosfat juga dapat dijumpai bahkan
pada orang yang sehat. Kristal
terlihat berbentuk prisma empat
persegi panjang seperti tutup peti mati (kadang-kadang
juga bentuk daun atau bintang), tak berwarna dan larut
dalam asam cuka encer. Meskipun mereka dapat ditemukan
dalam setiap pH, pembentukan mereka lebih disukai di pH
netral ke basa. Kristal dapat muncul di urin setelah
konsumsi makan tertentu (buah-buahan). Infeksi saluran
kemih dengan bakteri penghasil urease (mis. Proteus
vulgaris) dapat mendukung pembentukan kristal (dan
urolithiasis) dengan meningkatkan pH urin dan
meningkatkan amonia bebas.
3. Asam Urat
Kristal asam urat tampak berwarna
kuning ke coklat, berbentuk belah
ketupat (kadang-kadang berbentuk
jarum atau mawar). Dengan
pengecualian langka, penemuan kristal asam urat dalam
urin sedikit memberikan nilai klinis, tetapi lebih
merupakan zat sampah metabolisme normal; jumlahnya
tergantung dari jenis makanan, banyaknya makanan,
kecepatan metabolisme dan konsentrasi urin. Meskipun
peningkatan 16% pada pasien dengan gout, dan dalam
keganasan limfoma atau leukemia, kehadiran mereka
biasanya tidak patologis atau meningkatkan konsentrasi
asam urat.
4. Sistin (Cystine)
Cystine berbentuk heksagonal dan
tipis. Kristal ini muncul dalam
urin sebagai akibat dari cacat
genetic atau penyakit hati yang
parah. Kristal dan batu sistin dapat dijumpai pada
cystinuria dan homocystinuria. Terbentuk pada pH asam dan
ketika konsentrasinya > 300mg. Sering membingungkan
dengan kristal asam urat. Sistin crystalluria atau
urolithiasis merupakan indikasi cystinuria, yang
merupakan kelainan metabolisme bawaan cacat yang
melibatkan reabsorpsi tubulus ginjal tertentu termasuk
asam amino sistin.
5. Leusin dan Tirosin
Leusin dan tirosin adalah kristal
asam amino dan sering muncul
bersama-sama dalam penyakit hati
yang parah. Tirosin tampak sebagai
jarum yang tersusun sebagai berkas atau mawar dan kuning.
Leusin muncul-muncul berminyak bola dengan radial dan
konsentris striations. Kristal leucine dipandang sebagai
bola kuning dengan radial konsentris. Kristal ini kadang-
kadang dapat keliru dengan sel-sel, dengan pusat nukleus
yang menyerupai. Kristal dari asam amino leusin dan
tirosin sangat jarang terlihat di sedimen urin. Kristal
ini dapat diamati pada beberapa penyakit keturunan
6. Kristal Kolesterol
Kristal kolesterol tampak regular
atau irregular , transparan, tampak
sebagai pelat tipis empat persegi
panjang dengan satu (kadang dua) dari sudut persegi
memiliki takik. Penyebab kehadiran kristal kolesterol
tidak jelas, tetapi diduga memiliki makna klinis seperti
oval fat bodies. Kehadiran kristal kolesterol sangat jarang
dan biasanya disertai oleh proteinuria.
7. Kristal lain
Berbagai macam jenis kristal lain yang dapat dijumpai
dalam sedimen urin misalnya adalah :
Kristal dalam urin asam :
a) Natirum urat : tak berwarna, bentuk batang ireguler
tumpul, berkumpul membentuk roset.
b) Amorf urat : warna kuning atau coklat, terlihat
sebagai butiran, berkumpul.
c) Kristal dalam urin alkali :
d) Amonium urat (atau biurat) : warna kuning-coklat,
bentuk bulat tidak teratur, bulat berduri, atau
bulat bertanduk.
e) Ca-fosfat : tak berwarna, bentuk batang-batang
panjang, berkumpul membentuk rosset.
f) Amorf fosfat : tak berwarna, bentuk butiran-
butiran, berkumpul.
g) Ca-karbonat : tak berwarna
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan ini
yaitu baskom, botol semprot, cawan petri, dipstick dan
brosurnya, deg glass dan objeck glass, mikroskop,pipet
tetes, sentrifuge, rak tabung, reagen strip, tabung
reaksi, tabung sentrifuge, dan wadah urin.
III.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan
ini yaitu aquadest, kertas pH universal, sampel urin 24
jam, urin sewaktu,urin patologis, tissue, pereaksi
( asam asetat, asam sulfosalicyl 20%, barium klorida 10
%, benedict, erlich 10 %, ,ferri klorida,rothera,
Schlesinger, sulkowitch ).
III.2 Cara Kerja
1. Pemeriksaan Makroskopik
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Dimasukkan sampel urin ke dalam tabung sampai ¾
penuh
c. Diamati pada cahaya tembus
d. Nyatakan kejernihan urin dengan istilah jernih,
agak jernih, dan keruh.
e. Dilakukan pengamatan warna urin, dengan memberi
cahaya dan dilapisi lapisan tebal 7-10 cm, dengan
sikap serong.
f. Nyatakan warna urin dengan tidak berwarna, kuning
muda, kuning tua, kuning bercampur merah, merah
bercampur kuning, merah, coklat kuning bercampur
hijau, putih serupa susu.
g. Dilakukan pemeriksaan bau urin ( dengan cara
dikibaskan di depan hidung ).
h. Nyatakan bau urin dengan sebutan bau makanan,
obat-obatan, ketonuria, dan bau busuk.
i. Dicatat hasil pengamatan.
2. Pemeriksaan Mikroskopik
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Sampel urin yang telah dimasukkan ke dalam tabung
sentrifuge disentrifugasi dengan sentrifuge
dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.
c. Didekantasi atau buang larutannya
d. Endapan atau sedimen organic/non organic atau
pengganggu yang terasa diletakkan sedikit di atas
objeck glass dan ditutup dengan deck glass.
e. Lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 x
10.
f. Amati bentuk kristal ataupun sel epitel yang
terdapat dalam endapan / sedimen organic / non
organic / pengganggu urin.
3. Pemeriksaan Kimia urin
A. Dengan Reagen Strip
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Lakukan pemeriksaan kimia urin secara
semikuantitatif dengan menggunakan reagen strip.
3. Celupkan strip sebatas yang telah ditentukan ke
dalam urin.
4. Diamkan 40-60 detik.
5. Amati perubahan warna yang terjadi dengan
membandingkan dengan warna standar yang tertera
pada brosur dipstik.
6. Atau dapat juga digunakan alat pembaca dipstik
urin.
7. Catat hasil pengamatan.
B. Dengan reagen-reagen kimia langsung
1. Pemeriksaan protein
- Disiapkan alat dan bahan.
- Di masukkan 5 ml sampel dalam tabung reaksi.
- Ditambahkan 3 tetes asam sulfosalisilat 20%.
-Jika terjadi kekeruhan, diperjelas dengan
penambahan asam asetat 6% sebanyak 3 tetes.
-Positif jika keruh.
2. Pemeriksaan glukosa
- Disiapkan alat dan bahan.
- Diambil 5 ml reagen Benedict dalam tabung
reaksi.
- Teteskan 8 tetes sampel.
- Dicelupkan pada air mendidih selama 5 menit,
kemudian dikocok.
- Positif jika berwarna merah.
3. Pemeriksaan urobilinogen
- Disiapkan alat dan bahan.
- Ditempatkan 5 ml urin dalam tabung reaksi.
- Ditambahkan 1 ml reagen Erlich.
- Positif jika berwarna merah.
4. Pemeriksaan urobilin
- Disiapkan alat dan bahan.
- Diambil 5 ml urin ditempatkan pada tabung
reaksi.
- Ditambahkan amoniak dan larutan iodium 1%.
- Setelah 5 menit, tambahkan reagen
schlesinger, saring endapannya.
- Filtratnya diamati di bawah UV.
- Positif berflouresensi hijau merah.
5. Pemeriksaan bilirubin
- Disiapkan alat dan bahan.
- Dikocok 5 ml urin dalam tabung reaksi.
- Dilihat warna busa.
- Positif jika busa kuning.
6. Pemeriksaan kalsium
- Disiapkan alat dan bahan
- Ditempatkan 5 ml urin dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 5 ml reagen sulkowitch
- Positif jika terjadi kekeruhan.
- Pemeriksaan klorida
- Disiapkan alat dan bahan.
- Ditempatkan 10 ml sampel dalam tabung
reaksi.
- Ditambahkan 1 tetes kalium kromat 20% dan
perak nitrat.
- Positif jika berwarna merah tetap.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 HASIL PENGAMATAN
A. Pemeriksaan Makroskopik
Pengamatan Urin 24 jamUrin
Sewaktu
Urin
Patologis
Bau Aromatik Aromatik
Warna Kuning Tua Kuning mudaKuning
kecoklatan
Kejernihan Jernih jernih Keruh
B. Pemeriksaan dengan reagen kimia spesifik
Kandungan Urin SewaktuUrin
Patologis
Urin 24 jam
Glukosa - - -
Protein - - -
Keton - - -
Bilirubin - - -
Urobilin - - -
Uribilinogen - - -
C. Pemeriksaan dengan strip (dipstik/carik celup)
Kandungan Urin SewaktuUrin
PatologisUrin 24 jam
Bilirubin +1 - +1
Urobilinogen Normal Normal Normal
Keton - - -
Asam
Ascorbat-
--
Glukosa Normal Normal Normal
Protein -30(0,30
mg/dl)-
Keasaman 6 7 5
Darah - Ca 50 ery/µl -
Nitrit - + -
Leukosit - Error -
Density 1,025 1,010 1,030
D. Pemeriksaan Mikroskopik
URIN SEWAKTU URIN 24 JAM
URIN PATOLOGIS
IV.2 PEMBAHASAN
Pemeriksaan urin dalam mengindikasikan beberapa
penyakit sangat penting. pemeriksaan urin tidak hanya
dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan saluran
urin tetapi juga mengenai faal berbagai organ dalam
beberapa tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas dan
korteks adrenal.
Jika kita melakukan urinalisis dengan memakai urin
kumpulan 24 jam pada seseorang ternyata susunan urin itu
tidak berbeda dari susunan urin 24 jam berikutnya. Akan
tetapi jika kita melakukan pemeriksaan dengan sampel urin
dari orang tersebut pada saat tidak menentu, maka akan
kita lihat susunan sampel urin dapat berbeda jauh. Itu
sebabnya sangat penting memilih sampel urin sesuai dengan
tujuan pemeriksaan.
Adapun dalam percobaan urinalisis ini, dilakukan
pengujian terhadap 3 jenis sampel urin yaitu urin 24 jam,
urin sewaktu serta urin patologis dari pasien yang
mengidap penyakit ginjal, dengan melakukan pemeriksaan
secara makroskopik, mikroskopik, pemeriksaan kimia
(manual) dan pemeriksaan dengan strip atau dipstick
(carik celup).
Pemeriksaan Makroskopik
Pada pemeriksaan makroskopik meliputi pemeriksaan
bau, warna dan kejernihan sampel urin. Pada pengujian bau
sampel urin, dilakukan dengan cara mengibaskan tangan
diatas tabung reaksi yang berisi urin. Pada urin 24 jam
dan urin sewaktu didapatkan bau aromatic yang disebabkan
oleh sebagian asam organic yang mudah menguap sedangkan
pada urin patologis didapatkan bau . Pengujian untuk urin
24 jam dengan cara sampel dimasukkan dalam tabung reaksi
dan diamati, dari pengamatan didapatkan warna dari sampel
urin berwarna kuning tua yang agak menyimpang dari
keadaan normal yang berwarna kuning muda. Pengujian untuk
urin patologis di dapatkan warna kuning kecoklatan yang
disebabkab karena adanya zat- zat tertentu hasil
metabolisme abnormal. Pada umumnya warna urin ditentukan
oleh besarnya diuresis, semakin besar diuresis maka makin
muda warna urin. Zat warna urin normal berasal dari
urochrom dan urobilin sedangkan warna urin abnormal
disebabkan karena adanya zat warna normal dalam jumlah
besar. Hasil metabolisme abnormal, jenis obat dan makanan
yang dikonsumsi serta adanya beberapa perubahan setelah
dibiarkan beberapa lama. Sedangkan pada urin sewaktu
terlihat warna sampel kuning muda yang dapat dinyatakan
sebagai warna urin normal. Parameter selanjutnya yaitu
kejernihan urin, pemeriksaan dilakukan denga cara sampel
dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian tabung
ditempatkan didepan sinar dan sampel dilihat pada lapisan
yang berwarna hitam. Jika dapat lapisan warna hitam dapat
terlihat maka sampel urin dinyatakan jernih. Dari sampel
urin 24 jam dan urin sewaktu didapatkan warna urin jernih
sedangkan pada urin patologis terlihat keruh. Adapun
penyebab kekeruhan pada urin yaitu,jika dibiarkan atau
didinginkan (kekeruhan ini disebut nubecula dan terjadi
dari lender, sel epitel dan leukosit yang lambat laun
mengendap). Adapun volume dari urin 24 jam sangat sedikit
yang dapat dikatakan sebagai oliguria artinya jumlah urin
yang dikelurakan kurang dari nilai normal dimana
diketahui volume urin 24 jam di daerah tropik antara 800
– 1300 mL untuk orang dewasa. Selain 3 parameter yang
telah dijelaskan diatas dapat juga digunakan pemeriksaan
pH dengan nilai normal 4,6-8,5
Dari hasil pengamatan secara makroskopik pada sampel
urin sewaktu dapat dinyatakan normal karena masih
memenuhi semua persyaratan kadar normal sedangkan sampel
urin 24 jam agak menyimpang karena warna yang lebih pekat
(kuning tua) selain itu volume urin 24 jam juga yang
sangat sedikit (oliguria).
Pemeriksaan Mikroskopik
Pertama-tama sampel diisi sampai ¾ bagian tabung
sentrifuge. Setelah itu sampel urin disentrifuge selama
15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Kemudian sampel urin
yang telah disentrifuge didekantasi dan diambil
endapannya yang ditempatkan diatas objek glass dan
ditutup dengan deck glass. dari percobaan ini, untuk urin
sewaktu tidak didapatkan bentuk Kristal ataupun silinder-
silinder seperti hialin, pada urin 24 jam didapatkan
adanya benang lendir yang berbentuk panjang, sempit dan
berombak. Adanya benang lendir ini yang terlihat secara
mikroskopik mengindikasikan adanya iritasi permukaan
selaput lendir tractus urogenilitas bagian distal.
Pemeriksaan Kimia
Pemeriksaan dengan cara ini dilakukan dengan
menggunakan reagen spesifik. Untuk pemeriksaan kimia
dilakukan pemeriksaan protein, glukosa, zat keton,
bilirubin dan urobilin.
Untuk pengujian glukosa dengan menggunakan reagen
benedict yang megandung garam cupri untuk menyatakan
reduksi. Pertama-tama dimasukkan dalam tabung reaksi
sampel urin 2 ml kemudian ditambahkan 5-8 tetes reagen
benedict kemudian tabung reaksi tersebut dimasukkan
kedalam air mendidih selam 5 menit, kemudian dikocok.
Dimana hasil negative jika tetap berwarna biru jernih
atau sedikit kehijauan atau agak keruh. Adapun hasil
positif(+) jika hijau kekuningan dan keruh, positif(++)
jika kuning keruh, positif(+++) jika jingga atau warna
lumpur dan positif(++++) jika berwarna merah keruh. Dari
pengamatan, untuk sampel urin sewaktu didapatkan hasil
warna hijau kekuningan artinya positif (+) yang
mengandung 0,5-1% glukosa dan sampel urin 24 jam terlihat
seperti warna lumpur artinya (+++) yang mengandung 2-3,5%
glukosa.
Dalam pemeriksaan protein yang merupakan tes dengan
asam sulfosalicyl yang tidak bersifat spesifik namun
sangat peka, adanya protein dalam konsentrasi 0,002%
dapat dinyatakannya. Dilakukan dengan cara disiapkan 2
tabung reaksi yang masing-masing diisi 2 ml sampel urin
dan salah satu tabung ditambahkan 8 tetes larutan asam
sulfosalycil 20% dan dikocok. Kemudian dibandingkan isi
tabung pertama dan kedua. Jika tetap sama jernihnya tes
terhadap protein negatif. Dari sampel urin 24 jam dan
sewaktu didapatkan hasil negatif karena kejernihan tabung
pertama dan tabung kedua tetap sama. Karena hasil tes
negative tidak perlu diperkirakan adanya proteinuria.
` Selanjutnya pemeriksaan terhadap keton.Adapun zat-
zat keton dalam urin sepert aceton, asam aceto-acetat dan
asam beta-hidroxybutirat. Dimana aceton mudah menguap
sehingga urin yang diperiksa harus segar. Dilakukan
dengan cara 2 ml sampel urin ditambahkan 1 gram reagen
rothera dan dikocok hingga larut. Kemudian dalam posisi
tabung miring ditambahkan 1-2 ml NH4OH p melalui dinding
tabung dan diletakkan tabung kemudian dilihat lapisan
pada batas kedua larutan. Hasil dinyatakan positif jika
terlihat lapisan ungu kemerah-merahan, warna merah anggur
ini tidak hanya ditimbulkan oleh asam aceto acetat :
fenol, salicylat, antipyrin dan natriumbikarbonat juga
memberikan warna yang serupa. Dari pengamatan urin
sewaktu dan urin 24 jam tidak terlihat lapisan ungu
kemerah-merahan yang berarti hasilnya negatif terhadap
keton.
Pemeriksaan selanjutnya terhadap bilirubin,
dilakukan dengan tabung reaksi yang telah diisi 2 ml
dikocok hingga terbentu busa. Jika terlihat busa kuning
artnya positif mengandung bilirubin. Dari pengamatan ini
didapatkan sampel urin 24 jam dan sewaktu hanya terlihat
busa yang berwarna putih artinya kedua sampel urin ini
negative terhadap bilirubin.
Pemeriksaan urobilin dilakukan dengan cara
dimasukkan sampel urin 2 ml dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 2-4 tetes larutan lugol dan didiamkan selama
5 menit. setelah itu ditambahkan 5 ml larutan
Schlesinger, dicampur kemudian disaring. Diamati adanya
fluorosensi dalam filtrat diuji dengan cahaya berpantul
dengan latar belakang hitam. Hasil positif jika terdapat
fluorosensi hijau. Akan tetapi pada sampel urin 24 jam
dan urin sewaktu filtrat yang disaring tidak
berfluorosensi artinya kedua sampel ii negative terhadap
urobilin. Hal ini terjadi karena dalam urin segar praktis
tidak ada urobilin, zat ini kemudian timbul jika ada
oksidasi oleh urobilinogen. Karena itu ditambahkan
larutan lugol yang mengandung iodium dan kalium iodide
untuk menjalankan oksidasi tersebut.
Pemeriksaan dengan reagen strip atau dipstick
Pemeriksaan dengan cara ini dikenal dengan nama
carik celup yaitu berupa secarik plastic kaku yang pada
sebelahnya dilekati dengan 1-9 kertas isap yang masin-
masing mengandung reagen-reagen spesifik. Skala warna
yang menyertai carik celup memungkinkan penilaian
semikuantitatif. Metode ini dilakukan dengan cara
mencelupkan kertas standar indikator kedalam urin dan
diamati warnanya lalu dibandingkan dengan indikator pada
alat urin dipstick. Dengan metode ini, dapat dilakukan
pemeriksaan terhadap glukosa, bilirubin, keton, berat
jenis, pH, protein, urobilinogen, nitrit dan leukosit
esterase. Adapun pada percobaan saat dilakukan
pemeriksaan untuk sampel urin sewaktu didapatkan berat
jenis 1,025, untuk sampel urin 24 jam berat jenisnya
sebesar 1,030,untuk sampel urin patologis berat janisnya
sebesar1,010 serta pH pada urin 24 jam didapatkan pH 5,
untuk sampel urin sewaktu didapatkan pH 6 dan untuk urin
patologis didapatkan pH 7. Dimana kedua sampel urin ini
dapat dinyatakan normal karena diketahui nilai berat
jenis normal berkisar antara 1,003-1,035 dan pH normal
antara 4,5-8,0. Adapun prinsip dari masing-masing
indikator pada alat urin dipstick ini sebagai berikut :
a. pH, metode carik celup dengan metode carik uji yang
mengandung methyl red, phenolphthalein dan bromthymol
blue sehingga memungkinkan perubahan warna jingga,
hijau sampai biru pada daerah pH 5-9. Dimana nilai pH
normal antara 4,5-8,0
b. Leukosit esterase, dideteksi dengan metode carik celup
dimana pengukuran adanya leukosit esterase dalam urin
yang dapat menghidrolisa suatu ester (indoxyl ester)
menjadi alcohol dan asam. Cincin aromatic dalam alcohol
(indoxyl) akan berpasangan dengan garam diazonium
membentuk suatu warna diazo (ungu).
c. Nitrit, nitrit berasal dari bakteri penyebab infeksi
(Escheria coli) mereduksi nitrat menjadi nitrit, pengukuran
dengan carik celup berdasarkan reaksi Griess, nitric
bereaksi dengan sulfonilamida aromatic membentuk garam
diazonium menghasilkan zat warna azo. konsentrasi
nitrit urin diukur dari intensitas warna merah. dimana
nilai normal negative.
d. Protein, mengindikasikan kelainan prarenal, renal dan
postrenal. Metode carik celup dengan prinsip indikator
tertentu tetrabromphenolblue yang berwarna kuning pada
pH 3 dan berubah warna hijau-biru sesuai dengan
banyaknya protein dalam urin.
e. Glukosa, berdasarkan prinsip carik celup yang dilekati
kertas berisi 2 macam enzim, yakni glukosa oxidase dan
peroksidase bersama semacam zat seperti o-tolidine yang
berubah warna jika ia dioksidasi. Jika ada glukosa,
maka oleh pengaruh glukosa oxidase glukosa menghasilkan
asam glukonat dan hydrogen peroksida, hydrogen
peroksida mengalihkan oksigen kepada o-tolidine yang
berubah warna menjadi biru. lebih banyak glukosa lebih
tua warna biru yang terjadi pada reaksi ini.
f. Keton, berdasarkan tes lugol yaitu dalam suasana basa,
asam aceto acetat akan bereaksi dengan natrium
nitroprusida menghasilkan warna ungu, dimana pembacaan
40 detik setelah pencelupan dengan nilai normal
negative.
g. Urobilinogen, dimana prinsipnya berdasarkan, garam
diazonium yang stabil bereaksi cepat dengan
urobilinogen dalam suasana asam menghasilkan azo merah.
dimana nilai normal <= 1 dengan pembacaan 60 detik
setelah pencelupan
h. Bilirubin, prinsipnya berdasarkan diazo yaitu reaksi
antara bilirubin dengan garam diazo dalam suasana asam
membentuk azobilirubin. Dengan nilai normal <= 1 dengan
pembacaan 30 detik setelah pembacaan.
i. Darah, berdasarkan aktivitas pseudoperoxidatif
hemoglobin yang mana katalis reaksi dari
diisopropilbenzen dihidroperoxid dan 3,3-5,5 tetra
metilbenzidin, hasilnya mulai dari orange samapi hijau.
pambacaan 60 detik setelah pencelupan dengan nilai
normal negatif.
j. Berat jenis (BJ), berdasrkan pada perubahan warna
reagen dari biru hijau ke hijau kekuningan tergantung
pada konsentrasi ion dalam urin. Pembacaan 45 detik
setelah pencelupan dengan nilai normal 1,003-1,035
BAB V
PENUTUP
V.I KESIMPULAN
Dari percobaan ini maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Urin 24 jam, berdasrakan :
a. Pemeriksaan makroskopik sedikit menyimpang dilihat
dari warna dan volume urin
b. Pemeriksaan kimia dinyatakan tidak normal karena
mengandung glukosa
c. Pemeriksaan dengan metode carik celup atau dipstik
dapat dinyatakan normal
d. Pemeriksaan mikroskopik, dapat dinyatakan kurang
normal karena adanya benang lendir yang terlihat
dibawah mikroskop
2. Urin sewaktu, berdasarkan ;
a. Pemeriksaan makroskopik dapat dinyatakan normal
b. Pemeriksaan kimia dinyatakan tidak normal karena
mengandung glukosa
c. Pemeriksaan dengan metode carik celup atau dipstik
dapat dinyatakan normal
d. Pemeriksaan mikroskopik, dapat dinyatakan normal
V.2 SARAN
Sebaiknya setelah praktikum langsung dilakukan
diskusi
DAFTAR PUSTAKA
1. Gandasoebrata, R. 2009. Penuntun laboratorium Klinik.Jakarta Timur: penerbit Dian Rakyat
2. Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2000. Obat-ObatPenting. Jakarta: PT Elex Media Kompotindo
3. http//www.google.com//urinalisis
4. Ganiswarna sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapa, edisi V.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia