LAPORAN FARMASI FISIKA WIBY

40
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Farmasi merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang mempunyai kombinasi dari ilmu kesehatan, ilmu kimia dan termasuk ilmu fisika. Dalam bidang farmasi tidak hanya mempelajari cara membuat, mencampur, meracik formulasi obat, dan mengidentifikasi bahan obat, tetapi juga mempelajari ilmu fisika. Salah satu ilmu fisika yang dipelajari oleh seorang farmasis adalah farmasi fisika. Farmasi fisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang ilmu fisika dan mengaplikasikannya ke bidang farmasi. Banyak yang dapat dipelajari di farmasi fisika misalnya rheologi, kelarutan, mikromeritik dan lain-lain. Selain itu, farmasi fisika juga mempelajari tentang stabilitas suatu obat. Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat dan karakteristik agar sama dengan pada saat di buat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Kestabilan obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan. Kestabilan suatu zat atau obat merupakan faktor

Transcript of LAPORAN FARMASI FISIKA WIBY

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Farmasi merupakan salah satu bidang

profesional kesehatan yang mempunyai kombinasi

dari ilmu kesehatan, ilmu kimia dan termasuk ilmu

fisika. Dalam bidang farmasi tidak hanya

mempelajari cara membuat, mencampur, meracik

formulasi obat, dan mengidentifikasi bahan obat,

tetapi juga mempelajari ilmu fisika. Salah satu

ilmu fisika yang dipelajari oleh seorang farmasis

adalah farmasi fisika.

Farmasi fisika merupakan ilmu yang

mempelajari tentang ilmu fisika dan

mengaplikasikannya ke bidang farmasi. Banyak yang

dapat dipelajari di farmasi fisika misalnya

rheologi, kelarutan, mikromeritik dan lain-lain.

Selain itu, farmasi fisika juga mempelajari

tentang stabilitas suatu obat.

Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk

untuk mempertahankan sifat dan karakteristik agar

sama dengan pada saat di buat sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan.

Kestabilan obat dapat diketahui dari ada

tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan.

Kestabilan suatu zat atau obat merupakan faktor

yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi

suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat

suatu obat atau sediaan farmasi biasanya

diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan

waktu yang lama. Sediaan obat yang disimpan dalam

jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian

dan mengakibatkan hasil urai dari suatu zat

tersebut bersifat toksik sehingga dapat

membahayakan dan bisa menjadi dampak negatif bagi

kesehatan pasien. Oleh karena itu perlu untuk

mengetahui. faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kestabilan suatu zat, sehingga dapat

dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat

optimum.

Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan

dengan maksud untuk mengetahui bagaimana sifat dan

karateristik suatu obat, dan pada keadaan yang

bagaimana suatu obat dapat bertahan lebih lama,

serta mampu memperkirakan kadaluarsa suatu obat.

I.2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan yaitu, untuk mengetahui

dan memahami cara penentuan kestabilan obat pada

berbagai pH dan suhu.

I.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan yaitu, menetapkan

kestabilan amoksisilin pada berbagai pH yaitu pH

4,0 ; 5,0 ; 6,0 dan pada berbagai suhu yaitu 400C,

500C dan 600C.

I.3 Prinsip percobaan

Prinsip percobaan ini yaitu didasarkan pada

penentuan stabilitas amoksisilin pada berbagai pH

dan suhu berdasarkan konstanta kecepatan reaksinya

diperoleh dari grafik waktu terhadap konsentrasi

dimana konsentrasi amoksisilin ditetapkan dengan

metode iodometri.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori

Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu

obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas suatu

obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah

kadar obat yang berkhasiat. Batas kadar obat yang

masih bersisa 90% tidak dapat lagi disebut sub

standar waktu diperlukan hingga tinggal 90%

disebut umur obat ( Martin, 1983)

Waktu simpan minimum adalah periode yang

dibutuhkan suatu produk yang berada pada batas

spesifikasi  ‘release’ saat pembuatan untuk

mencapai batas spesifikasi periksa. Suatu produk

dinyatakan stabil jika tidak menunjukan degradasi

bermakna , tidak terjadi perubahan fisika, kimia,

mikrobiologi, sifat biologi, dan produk tetap

dalam batas spesifikasi simpan.

Dalam bidang farmasi obat masih dapat

diterima apabila sebagian obat mengalami peruraian

sampai batas tertentu, yaitu suatu kadar obat

masih berada dalam kadar yang ditetapkan dalam

farmakope indonesia atau farmakope lainnya, batas

kadar yang dimaksud adalah 90%. Artinya kalau

kadar obat masih diatas 90%, obat tersebut masih

dapat digunakan. Tapi jika kadar obat kurang dari

90%, maka obat tersebut sudah tidak dapat

digunakan lagi (Tungadi, R dan Thomas, N, 2013).

Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang

harus diperhatikan dalam membuat suatu sediaan

farmasi. Hal ini penting mengingat suatu obat atau

sediaan farmasi biasanya diproduksi dalam jumlah

yang besar. Obat yang disimpan dalam jangka waktu

yang lama dapat mengalami penguraian dan

mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut

bersifat toksik sehingga dapat membahayakan dan

berdampak negatif bagi kesehatan pasien. Oleh

karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi kestabilan suatu zat, sehingga

dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat

optimum.

Pada umunya penentuan kestabilan suatu zat

dapat dilakukan dengan cara kinetika kimia. Cara

ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga

praktis digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal

yang penting diperhatikan dalam penentuan

kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia

adalah (Anonim, 2004):

1.     Kecepatan reaksi

2.     Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan

reaksi

3.     Tingkat reaksi dengan cara penentuannya

Pada pembuatan obat harus diketahui waktu

paruh suatu obat. Waktu paruh suatu obat dapat

memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu

gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan

degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-

alkali, oksigen, cahaya, kelembaban dan faktor-

faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat.

Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya

suatu ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan

atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan

dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).

Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan

obat, yang pertama adalah labilitas dari bahan

obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia

masing-masing bahan dan sifat kimia fisika dari

masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-

faktor luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan

udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat

reaksi degradasi bahan. Skala kualitas yang

penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat

adalah kandungan bahan aktif, keadaan galenik,

termasuk sifat yang terlihat secara sensorik,

secara miktobiologis, toksikologis, dan aktivitas

terapetis bahan itu sendiri. Skala perubahan yang

diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar

dalam farmakope. Kandungan bahan aktif yang

bersangkutan secara internasional ditolerir suatu

penurunan sebanyak 10% dari kandungan sebenarnya

(Voight, R., 1994).

II.2 Uraian Bahan

1.Amoxilin (Dirjen POM, 1995)

Nama Resmi : Amoxilinum

Nama Lain :Amoksisilin, Amoxilini

RM/BM :C16H19N3O5S/ 419,45

Rumus Struktrur :

Pemerian : Serbuk hablur, putih, praktis

tidak berbau

Kelarutan : Sukar larut dalam air dan

metanol, tidak larut dalam

benzena, dalam karbon

tetraklorida dan dalam kloroform.

Khasiat :Infeksi saluran nafas, infeksi

kulit dan jaringan lunak, infeksi

saluran nafas, infeksi saluran

genital

Kegunaan : Sebagai sampel

Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat, pada

suhu kamar terkendali

2.Iodium (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi :Iodum

Sinonim :Iodium

RM/BM :I2 / 166,0

Rumus struktur : I I

Pemerian :Hablur heksahedral, transparan

atau tidak berwarna, opak dan

putih, atau serbuk butiran putih.

Higroskopik

Kelarutan :Sangat mudah larut dalam air,

lanih mudah larut dalam air

mendidih, larut dalam etanol 95 %

P, mudah larut dalam gliserol P.

Khasiat :Antijamur

Kegunaan :Sebagai reduktor yang melepaskan

I2

Penyimpanan :Dalam wadah tertutup baik

3. Natrium Tiosulfat (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : Natrii Thiosulfas

Sinonim :Natrium Tisulfat

RM/BM :Na2S2O3/ 248,17

Rumus struktur :

Pemerian :Hablur besar tidak berwarna dan

serbuk kasar. Dalam udara lembab

meleleh basah, dalam hampa udara

pada suhu diatas 330 merapuh

Kelarutan :Larut dalam 0,5 bagian air,

praktis tidak larut dalam etanol

(95%).

Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan : Sebagai larutan baku.

4. Amilum (Dirjen POM, 1979).

Nama Resmi :Amylum Oryzae

Sinonim : Pati Beras

RM/BM : C12H20O10/ 324

Rumus struktur :

Pemerian :Serbuk sangat halus, putih, tidak

berbau, tidak berasa.

Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air

dingin dan dalam etanol (95%).

Penyimpanan :Dalam wadah tetutup baik,

ditempat yang sejuk dan kering.

Kegunaan :Sebagai indikator.

5. Natrium hidroksida (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : Natrii hydroxydum

Nama lain : Natrium hidroksida

RM/BM : NaOH/40,00

Rumus struktur : Na – O – H

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa

hablur atau keping, kering, rapuh

dan mudah meleleh basah. Sangat

alkalis dan korosif. Segera

menyerap CO2

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air

dan etanol (95%)

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai larutan baku

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat-Alat yang digunakan

1. Batang pengaduk

2. Buret 25 ml (Pyrex)

3. Corong

4. Gelas ukur (Pyrex)

5. Labu erlenmeyer 200 ml (Pyrex)

6. Labu takar 100 ml

7. Waterbath (Memmert)

8. Pipet volume 1 ml (Pyrex)

9. Sendok tanduk

10.Statif dan klem

11.Termometer (Pyrex)

12.Timbangan kasar (Citizen)

III.1.2 Bahan-Bahan yang digunakan

1. Alumunium foil

2. Amoksisilin

3. Kertas timbang

4. Larutan dapar pH 4,0

5. Larutan dapar pH 5,0

6. Larutan dapar pH 6,0

7. Larutan I2 0,01 N

8. Larutan Na2S2O3 0,1 N

9. Larutan HCl 0,1 N

10.Larutan NaOH 0,1 N

11.Larutan kanji 0,5 %

12.Tissue roll

III.2. Cara kerja

III.2.1 Pengaruh pH

1. Ditimbang amoksisilin 100 mg pada timbangan

kasar sebanyak tiga kali. Masing-masing

dimasukkan pada larutan dapar pH 4,0 ; 5,0 dan

6,0.

2. Dicukupkan sampai 100 ml dalam labu takar 100

ml.

3. Panaskan hingga suhu 500C pada waterbath.

4. Jika sudah tercapai suhu 500C masing-masing pH

dipipet 1 ml sebanyak 2 kali (menit 0).

5. Pada masing-masing pH, 1 ml pertama dimasukkan

dalam erlenmeyer, ditambah dengan NaOH 0,1 N.

Kemudian ditambah dapar pH 4,0 kemudian

didiamkan selama 5 menit.

6. Ditambah lagi dengan 1 ml HCL 0,1 N.

7. Ditambah dengan I2 0,01 N, homogenkan didiamkan

selama 10 menit ditempat gelap sampai berwarna

kuning buram.

8. Ditambah dengan indikator kanji sebanyak 3

tetes.

9. Dilakukan titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai

terjadi perubahan warna dari biru menjadi tak

berwarna.

10. Volume yang diperoleh sebagai V1.

11. Untuk 1 ml kedua ditambah dengan dapar pH 4,0

sebanyak 4 ml. Diamkan selama 5 menit, kemudian

ditambah dengan I2 10 ml.

12. Diamkan selama 10 menit ditempat gelap,

kemudian ditambah dengan indikator kanji

sebanyak 3 tetes.

13. Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N.

14. Volume yang diperoleh sebagai V2.

15. Perlakuan ini dilakukan kembali pada menit ke

10, 20 dan menit ke 30.

16. Dihitung kadar masing-masing dengan rumus;

K=(V2−V1)xNxBE

Bs17. Dihitung waktu paruhnya. Waktu paruh terbesar

berarti stabilitas obatnya baik pada pH

tersebut.

18. Dibuat grafik hubungan y = a + bx

III.2.2 Pengaruh suhu

1. Ditimbang amoksisilin sebanyak 100 mg kemudian

dilarutkan dalam dapar pH 8,0. Dicukupkan

sampai 100 ml.

2. Dipipet dari situ kedalam erlenmeyer sebanyak

30 ml tiga kali.

3. Dipanaskan pada suhu 400C , 500C dan 600C.

4. Setelah suhu tercapai dipipet 1 ml sebanyak 2

kali dalam erlenmeyer (sebagai menit ke nol).

5. 1 ml pertama ditambah dengan NaOH 0,1 N 1 ml,

kemudian 4 ml dapar pH 4,0 dan didiamkan selama

5 menit

6. Ditamabah dengan HCl 0,1 N dan 10 ml I2 dan

didiamkan ditempat gelap selama 10 menit.

7. Kemudian ditambah dengan indikator kanji

sebanyak 3 tetes, dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N

sampai terjadi perubahan warna dari biru

menjadi tak berwarna. Volume yang diperoleh

sebagai V1.

8. Untuk 1 ml kedua ditambah dapar pH 4,0 lalu

diamkan selama lima menit. Tambahkan lagi

dengan I2 sebanayak 10 ml lalu diamkan ditempat

gelap selama 10 menit.

9. Ditambahkan indikator kanji lalu dititrasi

dengan Na2S2O3 0,1 N sampai terjadi perubahan

warna dari biru menjadi tak berwarna. Volume

titrasi dihitung sebagai V2.

10. Dihitung kadar dengan rumus :

K=(V2−V1)xNxBE

Bs11. Dibuat grafik persamaan y = a + bx

12. Perlakuan ini diulang pada menit ke 10,

20,dan menit ke 30.

13. Ditentukan waktu paruhnya. Waktu paruh

terbesar berarti suhu itu paling stabil.

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data Pengamatan IV.1.1 Tabel Pengamatan Pengaruh PH

Waktu

(menit)

pH 4,0 pH 5,0 pH 6,0V1 (ml) V2 (ml) V1 (ml) V2 (ml) V1 (ml) V2 (ml)

0° 0,8 0,9 1,0 1,1 0,4 2,610° 0,9 1,1 0,9 1,0 0,5 0,7520° 1,2 2,1 1,0 1,1 0,8 0,930° 0,7 1,2 1,1 1,2 0,9 1,2

IV.1.2 Tabel Pengamatan Pengaruh Suhu

Waktu 40° C 50° C 60° C

(menit) V1 (ml) V2 (ml) V1 (ml) V2 (ml) V1 (ml) V2 (ml)0° 0,9 0,9 0,9 1 1,1 1,410° 0,7 1,1 0,5 0,6 0,8 1,220° 1,0 1,2 0,8 0,9 0,6 1,030° 0,7 0,8 0,4 0,5 0,7 0,9

IV.2 Perhitungan

A. Pengaruh pH

1. pH 4,0

a) Penetapan kadar

1) Menit ke 0°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (0,9−0,8 )x0,1x52,43100mg

=0,1x5,243100mg

  = 0,0052

2) Menit ke 10°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,1−0,9 )x0,1x52,43100mg

=0,2x5,243100mg

   = 0,010

3) Menit ke 20°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (2,1−1,2 )x0,1x52,43100mg

=0,9x5,243100g

  = 0,047

4) Menit ke 30°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,2−0,7 )x0,1x52,43100g

=0,5x5,243100mg

= 0,026

b) Regresi linierX Y X y x2 y2 xy0 0,00

5

-

15

-

0,01

7

225 0,0002 0,25

5

10 0,01

0

-5 -

0,01

2

25 0,0001 0,06

20 0,04

7

5 0,02

5

25 0,0006 0,12

530 0,02

6

15 0,00

4

225 0,0000

1

0,06

∑X 60 0,08

8

0 0 500 0,0009 0,5

Mean 15 0,02

2

b = ∑xy∑x2

= 0,5500= 0,001

a = Y – bX= 0,022 – 0,001.15 = 0,007

1) t = 0’y = a + bX

= 0,007 + 0,001. 0

= 0,007

2) t = 10’y = a + bX

= 0,007 + 0,001. 10

= 0,017

3) t = 20’ y = a + bX

  = 0,007 + 0,001. 20

  = 0,027

4) t = 30’ y = a + bX

= 0,007 + 0,001. 30

= 0,037

K = 2,303 x b

= 2,303 x 0,001

= 0,002

t 1/2 = 0,693k = 0,6930,002 = 346,5 =

346,560 = 5,775 jam

2. pH 5,0

a) Penetapan kadar

1) Menit ke 0°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,1−1,0 )x0,1x52,43100mg

=0,1x5,243100mg

= 0,0052

2) Menit ke 10°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,0−0,9 )x0,1x52,43100mg

=0,1x5,243100mg

= 0,0052

3) Menit ke 20°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,1−1,0 )x0,1x52,43100mg

= 0,1x5,243100mg

= 0,0052

4) Menit ke 30°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,2−1,1 )x0,1x52,43100mg

= 0,1x5,243100mg

= 0,0052

b) Regresi linier

X Y x y x2 y2 xy0 0,00

5

-

15

0 225 0 0

10 0,00

5

-5 0 25 0 0

20 0,00

5

5 0 25 0 0

30 0,00

5

15 0 225 0 0

∑X 60 0,00

5

0 0 500 0 0

Mean 15 0,00

5

b = ∑xy∑x2

= 0500

= 0

a = Y – bX= 0,005 – 0 = 0,005

1). t = 0’

y = a + bX

= 0,005 + 0. 0

= 0,005

2). t = 10’

y = a + bX

= 0,005 + 0. 10

= 0,005

3). t = 20’

y = a + bX

= 0,005 + 0.20

= 0,005

4). t = 30’

y = a + bX

= 0,005 + 0. 30

= 0,005

K = 2,303 x b

= 2,303 x 0

= 0

t 1/2 = 0,693k = 0,6930 = ∞

3. pH 6,0

a) Penetapan kadar

1) Menit ke 0°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (2,6−0,4 )x0,1x52,43100mg

= 2,2x52,43100mg

  = 0,115

2) Menit ke 10°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (0,75−0,5)x0,1x52,43100mg

= 0,25x5,243100mg

     = 0,013

3) Menit ke 20°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (0,9−0,8 )x0,1x52,43100mg

= 0,1x5,243100mg

     = 0,005

4) Menit ke 30°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,2−0,9 )x0,1x52,43100mg

= 0,3x5,243100mg

= 0,015

b) Regresi linier

b = ∑xy∑x2

X Y x y x2 y2 xy0 0,115 -

15

0,07

8

225 0,006 -1,17

10 0,013 -5 -

0,02

4

25 0,0005 0,12

20 0,005 5 -

0,03

6

25 0,001 -0,18

30 0,015 15 -

0,02

2

225 0,0004 -0,33

∑X 60 0,148

2

0 -

0,00

4

500 0,007 -1,66

Mean 15 0,037

   = −1,66500

      = -0,003

a = Y – bX    = 0,037- (-0,003.15) = 0,082

1) t = 0’

y = a + bX = 0,082 + (-0,003). 0

= 0,082

2) t = 10’

y = a + bX = 0,082 + (-0,003). 10

= 0,052

3) t = 20’

y = a + bX = 0,082 + (-0,003). 20

= 0,022

4) t = 30’

y = a + bX = 0,082 + (-0,003). 30

= -0,008

K = 2,303 x b

      = 2,303 x -0,003 = -0,006

       t 1/2 = 0,693k = 0,693

−0,006 = -115,5 =−115,5

60 =

-1,925 jam

B. Pengaruh suhu

1. Suhu 400

a) Penetapan suhu

1) Menit ke 0°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (0,9−0,9 )x0,1x52,43100mg

= 0x5,243100mg

= 0

2) Menit ke 10°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,1−0,7 )x0,1x52,43100mg

= 0,4x5,243100mg

= 0,020

3) Menit ke 20°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,2−1,0 )x0,1x52,43100mg

= 0,02x52,43100g

= 0,010

4) Menit ke 30°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (0,8−0,7 )x0,1x52,43100g

= 0,1x5,243100mg

    = 0,005

b) Regresi linier

b = ∑xy∑x2

= 0,025500= 0,00005

a = Y – bX= 0,008 – 0,00005.15 = 0,007

X Y x y x2 y2 Xy0 0 -

15

-

0,00

8

225 0,0000

6

0,12

10 0,02

0

-5 0,01

2

25 0,0001 -

0,0620 0,01

0

5 0,00

2

25 0,0000

04

0,01

30 0,00

5

15 -

0,00

3

225 0,0000

09

-

0,04

5

∑X 60 0,03

5

0 0,00

3

500 0,0001 0,02

5Mean 15 0,00

8

125

1) t = 0’y  = a + bX

  = 0,007 + 0,00005. 0

   = 0,007

2) t = 10’

y = a + bX    = 0,007 + 0,00005. 10

   = 0,0075

3) t = 20’

y = a + bX = 0,007 + 0,00005. 20

= 0,008

4) t = 30’

y = a + bX   = 0,007 + 0,00005. 30

  = 0,0085

K = 2,303 x b

= 2,303 x 0,00005

= 0,0001

t 1/2 = 0,693k = 0,6930,0001 = 693 =

693060 =

115,5 jam

2. Suhu 50°

a) Penetapan suhu

1) Menit ke 0°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,1−1,0 )x0,1x52,43100mg

= 0,1x5,243100mg

= 0,005

2) Menit ke 10°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (0,6−0,5 )x0,1x52,43100mg

=0,1x5,243100mg

= 0,005

3) Menit ke 20°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (0,9−0,8 )x0,1x52,43100mg

= 0,1x5,243100mg

     = 0,005

4) Menit ke 30°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (0,5−0,4 )x0,1x52,43100mg

= 0,1x5,243100mg

= 0,005

b) Regresi linier

b = ∑xy∑x2

= 0500

= 0

a = Y – bX        = 0,005 – 0.15 = 0,005

1) t = 0’

X Y X y x2 y2 xy0 0,00

5

-

15

0 225 0 0

10 0,00

5

-5 0 25 0 0

20 0,00

5

5 0 25 0 0

30 0,00

5

15 0 225 0 0

∑X 60 0,02 0 0 500 0 0

Mean 15 0,00

5

y = a + bX = 0,005 + 0.0

= 0,005

2) t = 10’

y = a + bX = 0,005 + 0. 10

= 0,005

3) t = 20’

y = a + bX = 0,005 + 0. 20

= 0,005

4) t = 30’

y = a + bX = 0,005 + 0. 30

= 0,005

K = 2,303 x b

= 2,303 x 0 = 0

t 1/2 = 0,6930 = 0,6930 = ∞

3. Suhu 600

a) Penetapan suhu

1) Menit ke 0°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,4−1,1 )x0,1x52,43100mg

= 0,3x5,243100mg

     = 0,015

2) Menit ke 10°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,2−0,8 )x0,1x52,43100mg

= 0,4x5,243100mg

     = 0,020

3) Menit ke 20°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,0−0,6 )x0,1x52,43100mg

= 0,4x5,243100mg

     = 0,020

4) Menit ke 30°

K = (V2−V1)xNxBEBs

= (1,2−0,9 )x0,1x52,43100mg

=0,3x5,243100mg

= 0,054

b) Regresi linier

b = ∑xy∑x2

= 0,585500= 0,001

a = Y – bX = 0,027 – 0,001.15 = 0,012

1) t = 0’

X Y x y x2 y2 Xy0 0,01

5

-

15

-

0,01

2

225 0,0001 0,18

10 0,02

0

-5 -

0,00

7

25 0,0000

4

0,035

20 0,02

0

5 -

0,00

7

25 0,0000

4

-

0,035

30 0,05

4

15 0,02

7

225 0,0007 0,405

∑X 60 0,10

9

0 0,00

1

500 0,0008 0,585

Mean 15 0,02

7

y = a + bX = 0,012 + 0,001. 0

= 0,012

2) t = 10’

y = a + bX = 0,012 + 0,001. 10

= 0,022

3) t = 20’

y = a + bX = 0,012 + 0,001. 20

= 0,032

4) t = 30’

y = a + bX = 0,012 + 0,001. 30

= 0,042

K = 2,303 x b

= 2,303 x 0,001

        = 0,002

t 1/2 = 0,693k = 0,6930,002 = 346,5 =

346,560 = 5,775 jam

BAB VPEMBAHASAN

.

Stabilitas obat adalah kemampuan suatu obat untuk

mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama

dengan yang dimilikinya pada saat dibuat sesuai dengan

ketetapan yang telah ditentukan (Martin, 2008).

Stabilitas juga dapat ditetapkan sepanjang periode

penyimpanan dan penggunaan obat agar mampu memberikan

efek terapi yang baik dan menghindari efek toksik yang

diberikan.

Produk obat, yang tidak cukup stabil dapat

mengakibatkan perubahan fisik seperti mengerasnya

sediaan tersebut serta karakteristik kimia seperti

pembentukan resiko tinggi dekomposisi zat. Jadi dalam

percobaan kali ini dilakukan pengujian stabilitas dari

obat amoksisilin pada berbagai pH dan suhu berdasarkan

konstanta kecepatan stabilitas dari obat dimana akan

dilihat pada suhu dan pH berapa obat dapat stabil dan

teruarai dengan cepat. Penentuan stabilitas ini

dilakukan suatu metode analisis secara iodometri dengan

menggunakan NaOH untuk mentitrasi.

Langkah awal yang dilakukan adalah menimbang

amoksisilin 100 mg pada timbangan kasar sebanyak tiga

kali agar dapat mengurangi kemungkinan kesalahan. Lalu

masing-masing dimasukan pada larutan dapar pH 4, 5 dan

6. Dimasukan dalam labu takar 100 mL dan di cukupkan

air suling sampai 100 mL. Kemudian dipanaskan hingga

suhu 50 0C pada waterbath karena dengan menggunakan

suhu yang tinggi kita mampu mengetahui penguraian obat

dengan cepat. Sedangkan jika menggunakan suhu kamar

dalam pengujian maka butuh waktu yang lama untuk dapat

terurai. Setelah suhu mencapai 50 0C masing-masing pH

dipipet 1 mL sebanyak 2 kali (menit 0). 1 mL pertama

dimasukan dalam Erlenmeyer, ditambah dengan NaOH 0,1 N

lalu didapar pada pH 4 dan didiamkan selam 5 menit.

Setelah itu ditambah lagi dengan HCl 0,1 N dan I2 0,01

N, homogenkan lalu diamkan selama 10 menit ditempat

gelap sampai berwarna kuning buram. Didiamkan pada

tempat yang gelap karena iodium akan terurai apabila

terpapar cahaya. Selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3

0,1 N sampai terjadi perubahan warna dan volume yang

diperoleh sebagai V1. Selanjutnya untuk V2 dapat

diperoleh dengan cara yang sama. Begitupun untuk menit

ke 15 dan menit ke 30 di lakukan hal yang sama. Setelah

itu dihitung kadar dan waktu paruhnya.

Sama halnya dengan perlakuan pada pengaruh pH.

Larutan amoxisisilin yang dibuat di dapar telebih

dahulu dengan pH 8,0 dan dipipet 30 mL sebanyak 3 kali

lalu dipanaskan pada suhu 40 0C, 50 0C dan 60 0C.

setelah suhunya tercapai dipipet 1 mL sebanyak 2 kali

dalam Erlenmeyer. 1 mL pertama ditambah dengan NaOH 0,1

N lalu 4 mL didapar dengan pH 4,0 lalu didiamkan selama

5 menit. Lalu ditambah HCl 0,1 N dan 10 mL I2 dan

didiamkan ditempat yang gelap karena ditakutkan iodium

dapat terurai dengan adanya cahaya. Kemudian ditambah

indikator kanji sebanyak 3 tetes dan dititrasi dengan

Na2S2O3 0,1 N sampai terjadi perubahan warna.

Selanjutnya untuk V2 dapat diperoleh dengan cara yang

sama. Begitupun untuk menit ke 15 dan menit ke 30 di

lakukan hal yang sama. Setelah itu dihitung kadar dan

waktu paruhnya.

Adapun tujuan dilakukan pada berbagai suhu yaitu

pada suhu 40oC, 50oC, dan 60oC. Ini dimaksudkan untuk

membedakan atau mengetahui pada suhu berapa obat dapat

stabil dengan baik dan pada suhu berapa obat akan

terurai dengan cepat. Penggunaan indikator kanji pada

saat titrasi yaitu untuk menentukan titik akhir titrasi

dari ampicilin dimana larutan kanji dengan iodium yang

dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 dapat membentuk

suatu senyawa absorbsi dengan memberikan perubahan

warna dari kuning kecoklatan menjadi bening.

Percobaan ini menggunakan iodium bertujuan untuk

mempercepat terjadinya reaksi sehingga akan ada

keseimbangan antara iodium dengan iodida, yang mana

iodida merupakan suatu pereduksi yang diproduksi dari

titrasi dengan larutan baku Na2S2O3 yang dapat membentuk

iodium.

Percobaan ini menggunakan berbagai bahan

diantaranya adalah dapar pH untuk mempertahankan harga

pH, NaOH dapat memberikan suasana basa dan HCl dapat

memberikan suasana asam dan menetralkan kelebihan basa

dari NaOH. Tujuan diberikannya suasana asam dan basa

karena ampicilin dry sirup dapat mengalami hidrolisis

terkatalisis pada asam umum dan basa umum, menyebabkan

reaksi terjadi dengan cepat.

Berdasarkan hasil percobaan diatas,

amoxisisilin akan stabil pada pH 4,0 dan pada suhu 400C. menurut literatur amoksisilin akan stabil pada pH

dan suhu tersebut. Ini artinya kemungkinan kesalahan

pada percobaan kami berkurang.

BAB VIPENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan bahwa amoksisilin dapat stabil pada pH

4,0. Hal ini sesuai dengan teori yang diperoleh

bahwa pH amoksisilin stabil pada pH 4,0 dan suhu

amoksisilin stabil antara 30-700C.

VI.2 Saran

Diharapkan kepada seluruh praktikan agar mampu

memahami dan menguasai materi prektikum agar dengan

mudah dalam melakukan praktikum, serta berhati-hati

dalam penggunaan alat dalam laboratorium

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Pharmpress (online). (Available ashttp://www.phrmpress.com, diakses tanggal 7oktober 2013)

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Martin, A. 1983. Farmasi fisik. Jakarta : UI press

Martin,A. 2008.Farmasi fisika dasar-dasar farmasi fisik dalamilmu farmasetik edisi ketiga jilid 2.Jakarta: UI press

Moechtar. 1989. Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan SistemDispersi. Jogjakarta: Gadjah Mada UniversityPress

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi.Jogjakarta: Gadjah Mada University Press

Tungadi, R, dan Thomas, N. 2013.PenuntunPraktikumFarmasiFisika. Gorontalo: UNG