LAPORAN FARMASI FISIKA WIBY
Transcript of LAPORAN FARMASI FISIKA WIBY
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Farmasi merupakan salah satu bidang
profesional kesehatan yang mempunyai kombinasi
dari ilmu kesehatan, ilmu kimia dan termasuk ilmu
fisika. Dalam bidang farmasi tidak hanya
mempelajari cara membuat, mencampur, meracik
formulasi obat, dan mengidentifikasi bahan obat,
tetapi juga mempelajari ilmu fisika. Salah satu
ilmu fisika yang dipelajari oleh seorang farmasis
adalah farmasi fisika.
Farmasi fisika merupakan ilmu yang
mempelajari tentang ilmu fisika dan
mengaplikasikannya ke bidang farmasi. Banyak yang
dapat dipelajari di farmasi fisika misalnya
rheologi, kelarutan, mikromeritik dan lain-lain.
Selain itu, farmasi fisika juga mempelajari
tentang stabilitas suatu obat.
Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk
untuk mempertahankan sifat dan karakteristik agar
sama dengan pada saat di buat sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan.
Kestabilan obat dapat diketahui dari ada
tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan.
Kestabilan suatu zat atau obat merupakan faktor
yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi
suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat
suatu obat atau sediaan farmasi biasanya
diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan
waktu yang lama. Sediaan obat yang disimpan dalam
jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian
dan mengakibatkan hasil urai dari suatu zat
tersebut bersifat toksik sehingga dapat
membahayakan dan bisa menjadi dampak negatif bagi
kesehatan pasien. Oleh karena itu perlu untuk
mengetahui. faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat, sehingga dapat
dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat
optimum.
Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui bagaimana sifat dan
karateristik suatu obat, dan pada keadaan yang
bagaimana suatu obat dapat bertahan lebih lama,
serta mampu memperkirakan kadaluarsa suatu obat.
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan yaitu, untuk mengetahui
dan memahami cara penentuan kestabilan obat pada
berbagai pH dan suhu.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan yaitu, menetapkan
kestabilan amoksisilin pada berbagai pH yaitu pH
4,0 ; 5,0 ; 6,0 dan pada berbagai suhu yaitu 400C,
500C dan 600C.
I.3 Prinsip percobaan
Prinsip percobaan ini yaitu didasarkan pada
penentuan stabilitas amoksisilin pada berbagai pH
dan suhu berdasarkan konstanta kecepatan reaksinya
diperoleh dari grafik waktu terhadap konsentrasi
dimana konsentrasi amoksisilin ditetapkan dengan
metode iodometri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu
obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas suatu
obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah
kadar obat yang berkhasiat. Batas kadar obat yang
masih bersisa 90% tidak dapat lagi disebut sub
standar waktu diperlukan hingga tinggal 90%
disebut umur obat ( Martin, 1983)
Waktu simpan minimum adalah periode yang
dibutuhkan suatu produk yang berada pada batas
spesifikasi ‘release’ saat pembuatan untuk
mencapai batas spesifikasi periksa. Suatu produk
dinyatakan stabil jika tidak menunjukan degradasi
bermakna , tidak terjadi perubahan fisika, kimia,
mikrobiologi, sifat biologi, dan produk tetap
dalam batas spesifikasi simpan.
Dalam bidang farmasi obat masih dapat
diterima apabila sebagian obat mengalami peruraian
sampai batas tertentu, yaitu suatu kadar obat
masih berada dalam kadar yang ditetapkan dalam
farmakope indonesia atau farmakope lainnya, batas
kadar yang dimaksud adalah 90%. Artinya kalau
kadar obat masih diatas 90%, obat tersebut masih
dapat digunakan. Tapi jika kadar obat kurang dari
90%, maka obat tersebut sudah tidak dapat
digunakan lagi (Tungadi, R dan Thomas, N, 2013).
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang
harus diperhatikan dalam membuat suatu sediaan
farmasi. Hal ini penting mengingat suatu obat atau
sediaan farmasi biasanya diproduksi dalam jumlah
yang besar. Obat yang disimpan dalam jangka waktu
yang lama dapat mengalami penguraian dan
mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut
bersifat toksik sehingga dapat membahayakan dan
berdampak negatif bagi kesehatan pasien. Oleh
karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi kestabilan suatu zat, sehingga
dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat
optimum.
Pada umunya penentuan kestabilan suatu zat
dapat dilakukan dengan cara kinetika kimia. Cara
ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga
praktis digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal
yang penting diperhatikan dalam penentuan
kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia
adalah (Anonim, 2004):
1. Kecepatan reaksi
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
reaksi
3. Tingkat reaksi dengan cara penentuannya
Pada pembuatan obat harus diketahui waktu
paruh suatu obat. Waktu paruh suatu obat dapat
memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu
gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan
degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-
alkali, oksigen, cahaya, kelembaban dan faktor-
faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat.
Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya
suatu ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan
atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan
dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).
Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan
obat, yang pertama adalah labilitas dari bahan
obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia
masing-masing bahan dan sifat kimia fisika dari
masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-
faktor luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan
udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat
reaksi degradasi bahan. Skala kualitas yang
penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat
adalah kandungan bahan aktif, keadaan galenik,
termasuk sifat yang terlihat secara sensorik,
secara miktobiologis, toksikologis, dan aktivitas
terapetis bahan itu sendiri. Skala perubahan yang
diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar
dalam farmakope. Kandungan bahan aktif yang
bersangkutan secara internasional ditolerir suatu
penurunan sebanyak 10% dari kandungan sebenarnya
(Voight, R., 1994).
II.2 Uraian Bahan
1.Amoxilin (Dirjen POM, 1995)
Nama Resmi : Amoxilinum
Nama Lain :Amoksisilin, Amoxilini
RM/BM :C16H19N3O5S/ 419,45
Rumus Struktrur :
Pemerian : Serbuk hablur, putih, praktis
tidak berbau
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan
metanol, tidak larut dalam
benzena, dalam karbon
tetraklorida dan dalam kloroform.
Khasiat :Infeksi saluran nafas, infeksi
kulit dan jaringan lunak, infeksi
saluran nafas, infeksi saluran
genital
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat, pada
suhu kamar terkendali
2.Iodium (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi :Iodum
Sinonim :Iodium
RM/BM :I2 / 166,0
Rumus struktur : I I
Pemerian :Hablur heksahedral, transparan
atau tidak berwarna, opak dan
putih, atau serbuk butiran putih.
Higroskopik
Kelarutan :Sangat mudah larut dalam air,
lanih mudah larut dalam air
mendidih, larut dalam etanol 95 %
P, mudah larut dalam gliserol P.
Khasiat :Antijamur
Kegunaan :Sebagai reduktor yang melepaskan
I2
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup baik
3. Natrium Tiosulfat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Natrii Thiosulfas
Sinonim :Natrium Tisulfat
RM/BM :Na2S2O3/ 248,17
Rumus struktur :
Pemerian :Hablur besar tidak berwarna dan
serbuk kasar. Dalam udara lembab
meleleh basah, dalam hampa udara
pada suhu diatas 330 merapuh
Kelarutan :Larut dalam 0,5 bagian air,
praktis tidak larut dalam etanol
(95%).
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai larutan baku.
4. Amilum (Dirjen POM, 1979).
Nama Resmi :Amylum Oryzae
Sinonim : Pati Beras
RM/BM : C12H20O10/ 324
Rumus struktur :
Pemerian :Serbuk sangat halus, putih, tidak
berbau, tidak berasa.
Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air
dingin dan dalam etanol (95%).
Penyimpanan :Dalam wadah tetutup baik,
ditempat yang sejuk dan kering.
Kegunaan :Sebagai indikator.
5. Natrium hidroksida (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Natrii hydroxydum
Nama lain : Natrium hidroksida
RM/BM : NaOH/40,00
Rumus struktur : Na – O – H
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa
hablur atau keping, kering, rapuh
dan mudah meleleh basah. Sangat
alkalis dan korosif. Segera
menyerap CO2
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air
dan etanol (95%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan baku
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat-Alat yang digunakan
1. Batang pengaduk
2. Buret 25 ml (Pyrex)
3. Corong
4. Gelas ukur (Pyrex)
5. Labu erlenmeyer 200 ml (Pyrex)
6. Labu takar 100 ml
7. Waterbath (Memmert)
8. Pipet volume 1 ml (Pyrex)
9. Sendok tanduk
10.Statif dan klem
11.Termometer (Pyrex)
12.Timbangan kasar (Citizen)
III.1.2 Bahan-Bahan yang digunakan
1. Alumunium foil
2. Amoksisilin
3. Kertas timbang
4. Larutan dapar pH 4,0
5. Larutan dapar pH 5,0
6. Larutan dapar pH 6,0
7. Larutan I2 0,01 N
8. Larutan Na2S2O3 0,1 N
9. Larutan HCl 0,1 N
10.Larutan NaOH 0,1 N
11.Larutan kanji 0,5 %
12.Tissue roll
III.2. Cara kerja
III.2.1 Pengaruh pH
1. Ditimbang amoksisilin 100 mg pada timbangan
kasar sebanyak tiga kali. Masing-masing
dimasukkan pada larutan dapar pH 4,0 ; 5,0 dan
6,0.
2. Dicukupkan sampai 100 ml dalam labu takar 100
ml.
3. Panaskan hingga suhu 500C pada waterbath.
4. Jika sudah tercapai suhu 500C masing-masing pH
dipipet 1 ml sebanyak 2 kali (menit 0).
5. Pada masing-masing pH, 1 ml pertama dimasukkan
dalam erlenmeyer, ditambah dengan NaOH 0,1 N.
Kemudian ditambah dapar pH 4,0 kemudian
didiamkan selama 5 menit.
6. Ditambah lagi dengan 1 ml HCL 0,1 N.
7. Ditambah dengan I2 0,01 N, homogenkan didiamkan
selama 10 menit ditempat gelap sampai berwarna
kuning buram.
8. Ditambah dengan indikator kanji sebanyak 3
tetes.
9. Dilakukan titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai
terjadi perubahan warna dari biru menjadi tak
berwarna.
10. Volume yang diperoleh sebagai V1.
11. Untuk 1 ml kedua ditambah dengan dapar pH 4,0
sebanyak 4 ml. Diamkan selama 5 menit, kemudian
ditambah dengan I2 10 ml.
12. Diamkan selama 10 menit ditempat gelap,
kemudian ditambah dengan indikator kanji
sebanyak 3 tetes.
13. Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N.
14. Volume yang diperoleh sebagai V2.
15. Perlakuan ini dilakukan kembali pada menit ke
10, 20 dan menit ke 30.
16. Dihitung kadar masing-masing dengan rumus;
K=(V2−V1)xNxBE
Bs17. Dihitung waktu paruhnya. Waktu paruh terbesar
berarti stabilitas obatnya baik pada pH
tersebut.
18. Dibuat grafik hubungan y = a + bx
III.2.2 Pengaruh suhu
1. Ditimbang amoksisilin sebanyak 100 mg kemudian
dilarutkan dalam dapar pH 8,0. Dicukupkan
sampai 100 ml.
2. Dipipet dari situ kedalam erlenmeyer sebanyak
30 ml tiga kali.
3. Dipanaskan pada suhu 400C , 500C dan 600C.
4. Setelah suhu tercapai dipipet 1 ml sebanyak 2
kali dalam erlenmeyer (sebagai menit ke nol).
5. 1 ml pertama ditambah dengan NaOH 0,1 N 1 ml,
kemudian 4 ml dapar pH 4,0 dan didiamkan selama
5 menit
6. Ditamabah dengan HCl 0,1 N dan 10 ml I2 dan
didiamkan ditempat gelap selama 10 menit.
7. Kemudian ditambah dengan indikator kanji
sebanyak 3 tetes, dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N
sampai terjadi perubahan warna dari biru
menjadi tak berwarna. Volume yang diperoleh
sebagai V1.
8. Untuk 1 ml kedua ditambah dapar pH 4,0 lalu
diamkan selama lima menit. Tambahkan lagi
dengan I2 sebanayak 10 ml lalu diamkan ditempat
gelap selama 10 menit.
9. Ditambahkan indikator kanji lalu dititrasi
dengan Na2S2O3 0,1 N sampai terjadi perubahan
warna dari biru menjadi tak berwarna. Volume
titrasi dihitung sebagai V2.
10. Dihitung kadar dengan rumus :
K=(V2−V1)xNxBE
Bs11. Dibuat grafik persamaan y = a + bx
12. Perlakuan ini diulang pada menit ke 10,
20,dan menit ke 30.
13. Ditentukan waktu paruhnya. Waktu paruh
terbesar berarti suhu itu paling stabil.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan IV.1.1 Tabel Pengamatan Pengaruh PH
Waktu
(menit)
pH 4,0 pH 5,0 pH 6,0V1 (ml) V2 (ml) V1 (ml) V2 (ml) V1 (ml) V2 (ml)
0° 0,8 0,9 1,0 1,1 0,4 2,610° 0,9 1,1 0,9 1,0 0,5 0,7520° 1,2 2,1 1,0 1,1 0,8 0,930° 0,7 1,2 1,1 1,2 0,9 1,2
IV.1.2 Tabel Pengamatan Pengaruh Suhu
Waktu 40° C 50° C 60° C
(menit) V1 (ml) V2 (ml) V1 (ml) V2 (ml) V1 (ml) V2 (ml)0° 0,9 0,9 0,9 1 1,1 1,410° 0,7 1,1 0,5 0,6 0,8 1,220° 1,0 1,2 0,8 0,9 0,6 1,030° 0,7 0,8 0,4 0,5 0,7 0,9
IV.2 Perhitungan
A. Pengaruh pH
1. pH 4,0
a) Penetapan kadar
1) Menit ke 0°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (0,9−0,8 )x0,1x52,43100mg
=0,1x5,243100mg
= 0,0052
2) Menit ke 10°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,1−0,9 )x0,1x52,43100mg
=0,2x5,243100mg
= 0,010
3) Menit ke 20°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (2,1−1,2 )x0,1x52,43100mg
=0,9x5,243100g
= 0,047
4) Menit ke 30°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,2−0,7 )x0,1x52,43100g
=0,5x5,243100mg
= 0,026
b) Regresi linierX Y X y x2 y2 xy0 0,00
5
-
15
-
0,01
7
225 0,0002 0,25
5
10 0,01
0
-5 -
0,01
2
25 0,0001 0,06
20 0,04
7
5 0,02
5
25 0,0006 0,12
530 0,02
6
15 0,00
4
225 0,0000
1
0,06
∑X 60 0,08
8
0 0 500 0,0009 0,5
Mean 15 0,02
2
b = ∑xy∑x2
= 0,5500= 0,001
a = Y – bX= 0,022 – 0,001.15 = 0,007
1) t = 0’y = a + bX
= 0,007 + 0,001. 0
= 0,007
2) t = 10’y = a + bX
= 0,007 + 0,001. 10
= 0,017
3) t = 20’ y = a + bX
= 0,007 + 0,001. 20
= 0,027
4) t = 30’ y = a + bX
= 0,007 + 0,001. 30
= 0,037
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0,001
= 0,002
t 1/2 = 0,693k = 0,6930,002 = 346,5 =
346,560 = 5,775 jam
2. pH 5,0
a) Penetapan kadar
1) Menit ke 0°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,1−1,0 )x0,1x52,43100mg
=0,1x5,243100mg
= 0,0052
2) Menit ke 10°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,0−0,9 )x0,1x52,43100mg
=0,1x5,243100mg
= 0,0052
3) Menit ke 20°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,1−1,0 )x0,1x52,43100mg
= 0,1x5,243100mg
= 0,0052
4) Menit ke 30°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,2−1,1 )x0,1x52,43100mg
= 0,1x5,243100mg
= 0,0052
b) Regresi linier
X Y x y x2 y2 xy0 0,00
5
-
15
0 225 0 0
10 0,00
5
-5 0 25 0 0
20 0,00
5
5 0 25 0 0
30 0,00
5
15 0 225 0 0
∑X 60 0,00
5
0 0 500 0 0
Mean 15 0,00
5
b = ∑xy∑x2
= 0500
= 0
a = Y – bX= 0,005 – 0 = 0,005
1). t = 0’
y = a + bX
= 0,005 + 0. 0
= 0,005
2). t = 10’
y = a + bX
= 0,005 + 0. 10
= 0,005
3). t = 20’
y = a + bX
= 0,005 + 0.20
= 0,005
4). t = 30’
y = a + bX
= 0,005 + 0. 30
= 0,005
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0
= 0
t 1/2 = 0,693k = 0,6930 = ∞
3. pH 6,0
a) Penetapan kadar
1) Menit ke 0°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (2,6−0,4 )x0,1x52,43100mg
= 2,2x52,43100mg
= 0,115
2) Menit ke 10°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (0,75−0,5)x0,1x52,43100mg
= 0,25x5,243100mg
= 0,013
3) Menit ke 20°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (0,9−0,8 )x0,1x52,43100mg
= 0,1x5,243100mg
= 0,005
4) Menit ke 30°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,2−0,9 )x0,1x52,43100mg
= 0,3x5,243100mg
= 0,015
b) Regresi linier
b = ∑xy∑x2
X Y x y x2 y2 xy0 0,115 -
15
0,07
8
225 0,006 -1,17
10 0,013 -5 -
0,02
4
25 0,0005 0,12
20 0,005 5 -
0,03
6
25 0,001 -0,18
30 0,015 15 -
0,02
2
225 0,0004 -0,33
∑X 60 0,148
2
0 -
0,00
4
500 0,007 -1,66
Mean 15 0,037
= −1,66500
= -0,003
a = Y – bX = 0,037- (-0,003.15) = 0,082
1) t = 0’
y = a + bX = 0,082 + (-0,003). 0
= 0,082
2) t = 10’
y = a + bX = 0,082 + (-0,003). 10
= 0,052
3) t = 20’
y = a + bX = 0,082 + (-0,003). 20
= 0,022
4) t = 30’
y = a + bX = 0,082 + (-0,003). 30
= -0,008
K = 2,303 x b
= 2,303 x -0,003 = -0,006
t 1/2 = 0,693k = 0,693
−0,006 = -115,5 =−115,5
60 =
-1,925 jam
B. Pengaruh suhu
1. Suhu 400
a) Penetapan suhu
1) Menit ke 0°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (0,9−0,9 )x0,1x52,43100mg
= 0x5,243100mg
= 0
2) Menit ke 10°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,1−0,7 )x0,1x52,43100mg
= 0,4x5,243100mg
= 0,020
3) Menit ke 20°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,2−1,0 )x0,1x52,43100mg
= 0,02x52,43100g
= 0,010
4) Menit ke 30°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (0,8−0,7 )x0,1x52,43100g
= 0,1x5,243100mg
= 0,005
b) Regresi linier
b = ∑xy∑x2
= 0,025500= 0,00005
a = Y – bX= 0,008 – 0,00005.15 = 0,007
X Y x y x2 y2 Xy0 0 -
15
-
0,00
8
225 0,0000
6
0,12
10 0,02
0
-5 0,01
2
25 0,0001 -
0,0620 0,01
0
5 0,00
2
25 0,0000
04
0,01
30 0,00
5
15 -
0,00
3
225 0,0000
09
-
0,04
5
∑X 60 0,03
5
0 0,00
3
500 0,0001 0,02
5Mean 15 0,00
8
125
1) t = 0’y = a + bX
= 0,007 + 0,00005. 0
= 0,007
2) t = 10’
y = a + bX = 0,007 + 0,00005. 10
= 0,0075
3) t = 20’
y = a + bX = 0,007 + 0,00005. 20
= 0,008
4) t = 30’
y = a + bX = 0,007 + 0,00005. 30
= 0,0085
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0,00005
= 0,0001
t 1/2 = 0,693k = 0,6930,0001 = 693 =
693060 =
115,5 jam
2. Suhu 50°
a) Penetapan suhu
1) Menit ke 0°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,1−1,0 )x0,1x52,43100mg
= 0,1x5,243100mg
= 0,005
2) Menit ke 10°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (0,6−0,5 )x0,1x52,43100mg
=0,1x5,243100mg
= 0,005
3) Menit ke 20°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (0,9−0,8 )x0,1x52,43100mg
= 0,1x5,243100mg
= 0,005
4) Menit ke 30°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (0,5−0,4 )x0,1x52,43100mg
= 0,1x5,243100mg
= 0,005
b) Regresi linier
b = ∑xy∑x2
= 0500
= 0
a = Y – bX = 0,005 – 0.15 = 0,005
1) t = 0’
X Y X y x2 y2 xy0 0,00
5
-
15
0 225 0 0
10 0,00
5
-5 0 25 0 0
20 0,00
5
5 0 25 0 0
30 0,00
5
15 0 225 0 0
∑X 60 0,02 0 0 500 0 0
Mean 15 0,00
5
y = a + bX = 0,005 + 0.0
= 0,005
2) t = 10’
y = a + bX = 0,005 + 0. 10
= 0,005
3) t = 20’
y = a + bX = 0,005 + 0. 20
= 0,005
4) t = 30’
y = a + bX = 0,005 + 0. 30
= 0,005
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0 = 0
t 1/2 = 0,6930 = 0,6930 = ∞
3. Suhu 600
a) Penetapan suhu
1) Menit ke 0°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,4−1,1 )x0,1x52,43100mg
= 0,3x5,243100mg
= 0,015
2) Menit ke 10°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,2−0,8 )x0,1x52,43100mg
= 0,4x5,243100mg
= 0,020
3) Menit ke 20°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,0−0,6 )x0,1x52,43100mg
= 0,4x5,243100mg
= 0,020
4) Menit ke 30°
K = (V2−V1)xNxBEBs
= (1,2−0,9 )x0,1x52,43100mg
=0,3x5,243100mg
= 0,054
b) Regresi linier
b = ∑xy∑x2
= 0,585500= 0,001
a = Y – bX = 0,027 – 0,001.15 = 0,012
1) t = 0’
X Y x y x2 y2 Xy0 0,01
5
-
15
-
0,01
2
225 0,0001 0,18
10 0,02
0
-5 -
0,00
7
25 0,0000
4
0,035
20 0,02
0
5 -
0,00
7
25 0,0000
4
-
0,035
30 0,05
4
15 0,02
7
225 0,0007 0,405
∑X 60 0,10
9
0 0,00
1
500 0,0008 0,585
Mean 15 0,02
7
y = a + bX = 0,012 + 0,001. 0
= 0,012
2) t = 10’
y = a + bX = 0,012 + 0,001. 10
= 0,022
3) t = 20’
y = a + bX = 0,012 + 0,001. 20
= 0,032
4) t = 30’
y = a + bX = 0,012 + 0,001. 30
= 0,042
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0,001
= 0,002
t 1/2 = 0,693k = 0,6930,002 = 346,5 =
346,560 = 5,775 jam
BAB VPEMBAHASAN
.
Stabilitas obat adalah kemampuan suatu obat untuk
mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama
dengan yang dimilikinya pada saat dibuat sesuai dengan
ketetapan yang telah ditentukan (Martin, 2008).
Stabilitas juga dapat ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan obat agar mampu memberikan
efek terapi yang baik dan menghindari efek toksik yang
diberikan.
Produk obat, yang tidak cukup stabil dapat
mengakibatkan perubahan fisik seperti mengerasnya
sediaan tersebut serta karakteristik kimia seperti
pembentukan resiko tinggi dekomposisi zat. Jadi dalam
percobaan kali ini dilakukan pengujian stabilitas dari
obat amoksisilin pada berbagai pH dan suhu berdasarkan
konstanta kecepatan stabilitas dari obat dimana akan
dilihat pada suhu dan pH berapa obat dapat stabil dan
teruarai dengan cepat. Penentuan stabilitas ini
dilakukan suatu metode analisis secara iodometri dengan
menggunakan NaOH untuk mentitrasi.
Langkah awal yang dilakukan adalah menimbang
amoksisilin 100 mg pada timbangan kasar sebanyak tiga
kali agar dapat mengurangi kemungkinan kesalahan. Lalu
masing-masing dimasukan pada larutan dapar pH 4, 5 dan
6. Dimasukan dalam labu takar 100 mL dan di cukupkan
air suling sampai 100 mL. Kemudian dipanaskan hingga
suhu 50 0C pada waterbath karena dengan menggunakan
suhu yang tinggi kita mampu mengetahui penguraian obat
dengan cepat. Sedangkan jika menggunakan suhu kamar
dalam pengujian maka butuh waktu yang lama untuk dapat
terurai. Setelah suhu mencapai 50 0C masing-masing pH
dipipet 1 mL sebanyak 2 kali (menit 0). 1 mL pertama
dimasukan dalam Erlenmeyer, ditambah dengan NaOH 0,1 N
lalu didapar pada pH 4 dan didiamkan selam 5 menit.
Setelah itu ditambah lagi dengan HCl 0,1 N dan I2 0,01
N, homogenkan lalu diamkan selama 10 menit ditempat
gelap sampai berwarna kuning buram. Didiamkan pada
tempat yang gelap karena iodium akan terurai apabila
terpapar cahaya. Selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3
0,1 N sampai terjadi perubahan warna dan volume yang
diperoleh sebagai V1. Selanjutnya untuk V2 dapat
diperoleh dengan cara yang sama. Begitupun untuk menit
ke 15 dan menit ke 30 di lakukan hal yang sama. Setelah
itu dihitung kadar dan waktu paruhnya.
Sama halnya dengan perlakuan pada pengaruh pH.
Larutan amoxisisilin yang dibuat di dapar telebih
dahulu dengan pH 8,0 dan dipipet 30 mL sebanyak 3 kali
lalu dipanaskan pada suhu 40 0C, 50 0C dan 60 0C.
setelah suhunya tercapai dipipet 1 mL sebanyak 2 kali
dalam Erlenmeyer. 1 mL pertama ditambah dengan NaOH 0,1
N lalu 4 mL didapar dengan pH 4,0 lalu didiamkan selama
5 menit. Lalu ditambah HCl 0,1 N dan 10 mL I2 dan
didiamkan ditempat yang gelap karena ditakutkan iodium
dapat terurai dengan adanya cahaya. Kemudian ditambah
indikator kanji sebanyak 3 tetes dan dititrasi dengan
Na2S2O3 0,1 N sampai terjadi perubahan warna.
Selanjutnya untuk V2 dapat diperoleh dengan cara yang
sama. Begitupun untuk menit ke 15 dan menit ke 30 di
lakukan hal yang sama. Setelah itu dihitung kadar dan
waktu paruhnya.
Adapun tujuan dilakukan pada berbagai suhu yaitu
pada suhu 40oC, 50oC, dan 60oC. Ini dimaksudkan untuk
membedakan atau mengetahui pada suhu berapa obat dapat
stabil dengan baik dan pada suhu berapa obat akan
terurai dengan cepat. Penggunaan indikator kanji pada
saat titrasi yaitu untuk menentukan titik akhir titrasi
dari ampicilin dimana larutan kanji dengan iodium yang
dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 dapat membentuk
suatu senyawa absorbsi dengan memberikan perubahan
warna dari kuning kecoklatan menjadi bening.
Percobaan ini menggunakan iodium bertujuan untuk
mempercepat terjadinya reaksi sehingga akan ada
keseimbangan antara iodium dengan iodida, yang mana
iodida merupakan suatu pereduksi yang diproduksi dari
titrasi dengan larutan baku Na2S2O3 yang dapat membentuk
iodium.
Percobaan ini menggunakan berbagai bahan
diantaranya adalah dapar pH untuk mempertahankan harga
pH, NaOH dapat memberikan suasana basa dan HCl dapat
memberikan suasana asam dan menetralkan kelebihan basa
dari NaOH. Tujuan diberikannya suasana asam dan basa
karena ampicilin dry sirup dapat mengalami hidrolisis
terkatalisis pada asam umum dan basa umum, menyebabkan
reaksi terjadi dengan cepat.
Berdasarkan hasil percobaan diatas,
amoxisisilin akan stabil pada pH 4,0 dan pada suhu 400C. menurut literatur amoksisilin akan stabil pada pH
dan suhu tersebut. Ini artinya kemungkinan kesalahan
pada percobaan kami berkurang.
BAB VIPENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa amoksisilin dapat stabil pada pH
4,0. Hal ini sesuai dengan teori yang diperoleh
bahwa pH amoksisilin stabil pada pH 4,0 dan suhu
amoksisilin stabil antara 30-700C.
VI.2 Saran
Diharapkan kepada seluruh praktikan agar mampu
memahami dan menguasai materi prektikum agar dengan
mudah dalam melakukan praktikum, serta berhati-hati
dalam penggunaan alat dalam laboratorium
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Pharmpress (online). (Available ashttp://www.phrmpress.com, diakses tanggal 7oktober 2013)
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Martin, A. 1983. Farmasi fisik. Jakarta : UI press
Martin,A. 2008.Farmasi fisika dasar-dasar farmasi fisik dalamilmu farmasetik edisi ketiga jilid 2.Jakarta: UI press
Moechtar. 1989. Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan SistemDispersi. Jogjakarta: Gadjah Mada UniversityPress
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi.Jogjakarta: Gadjah Mada University Press
Tungadi, R, dan Thomas, N. 2013.PenuntunPraktikumFarmasiFisika. Gorontalo: UNG