Laporan Tetap Fisika

71
LAPORAN TETAP PRAKTIKUM FISIKA DASAR II DISUSUN OLEH : NARA WAHYUNI J1B013077 NI LUH TRI DEWI LESTARI J1B013078 NINA JALISARA J1B013079 NININ ERNIA J1B013080 NOVA DESITA MALASARI J1B013081 NURHALIFAH KURNIA J1B013082 NURUL HAFIZAH NAJAT J1B013083 OVINK SAYOGIE SUGANDHI J1B013084 PUTRI ARI KARTIAKA J1B013085 PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN

Transcript of Laporan Tetap Fisika

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM FISIKA DASAR II

DISUSUN OLEH :

NARA WAHYUNI J1B013077

NI LUH TRI DEWI LESTARI J1B013078

NINA JALISARA J1B013079

NININ ERNIA J1B013080

NOVA DESITA MALASARI J1B013081

NURHALIFAH KURNIA J1B013082

NURUL HAFIZAH NAJAT J1B013083

OVINK SAYOGIE SUGANDHI J1B013084

PUTRI ARI KARTIAKA J1B013085

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MATARAM

2015

2

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan praktikum Fisika Dasar II ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk mengikuti respon akhir praktikum dan

untuk memenuhi kelengkapan tugas pada mata kuliah Fisika Dasar

II.

Disahkan di : Mataram,

Januari 2014

Mengetahui

Co. Asst. Acara I Co. Asst. Acara II

Co. Asst. Acara III

Nazopatul Patonah H. Lalu Syamsul Khalid Haerul FahmiNIM : G1B012021 NIM : G1B012019

NIM : G1B012015

Co. Asst. Acara IV Co. Asst. Acara V

ii

Baiq Dewi Sasmita Ramdhani Windy Nur Oktafiani NIM : G1B012006 NIM : G1B012034

Koordinator Co. Ass. Praktikum Fisika Dasar II

FMIPA Universitas Mataram

Ni Luh Desi Ratna ArisandiNIM : G1B012022

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan, karena atas

berkat dan rahmat-Nya laporan tetap Fisika Dasar II ini dapat

terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat mata kuliah

Fisika Dasar II di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Mataram.

Dalam kesempatan ini tidak lupa kami haturkan terima

kasih kepada dosen, koordinator praktikum, dan para Co.

Assisten yang telah banyak membantu serta membimbing kami baik

dalam praktikum maupun dalam penyusunan laporan ini. Kami

menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak

kekurangannya baik dari segi isi, penampilan maupun teknik

pengetikannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan

saran-saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dan

penyempurnaan laporan ini selanjutnya.

Akhirnya kami mengharap agar laporan ini dapat menjadi

sumbangan ilmu pengetahuan bagi rekan-rekan yang lain dan juga

dapat menambah pengetahuan kita khususnya di bidang teknologi

pangan.

Mataram, Januari 2015

iv

Tim Penyusun

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL......................................i

HALAMAN PENGESAHAN.................................ii

KATA PENGANTAR....................................iii

DAFTAR ISI.........................................iv

DAFTAR TABEL.......................................vi

ACARA I. PENGUKURAN INTENSITAS BUNYIA. PELAKSANAAN PRAKTIKUM.....................1B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM..................1C. LANDASAN TEORI............................1D. PROSEDUR KERJA............................2E. HASIL PENGAMATAN..........................2F. ANALISIS DATA ............................3G. PEMBAHASAN................................5H. PENUTUP...................................6I. DAFTAR PUSTAKA ...........................7

ACARA II. OSILOSKOPA. PELAKSANAAN PRAKTIKUM.....................8B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM..................8C. LANDASAN TEORI............................8D. PROSEDUR KERJA............................9E. HASIL PENGAMATAN..........................10F. ANALISIS DATA ............................11G. PEMBAHASAN................................17H. PENUTUP...................................17I. DAFTAR PUSTAKA ...........................19

ACARA III. PERCOBAAN LENSA TIPISA. PELAKSANAAN PRAKTIKUM.....................20B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM..................20C. LANDASAN TEORI............................20

vi

D. PROSEDUR KERJA............................21E. HASIL PENGAMATAN..........................22F. ANALISIS DATA ............................22G. PEMBAHASAN................................25H. PENUTUP...................................26I. DAFTAR PUSTAKA ...........................27

ACARA IV. REFRAKTOMETERA. PELAKSANAAN PRAKTIKUM.....................28B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM..................28C. LANDASAN TEORI............................28D. PROSEDUR KERJA............................29E. HASIL PENGAMATAN..........................29F. ANALISIS DATA ............................29G. PEMBAHASAN................................32H. PENUTUP...................................33I. DAFTAR PUSTAKA ...........................34

ACARA V. KISI DIFRAKSIA. PELAKSANAAN PRAKTIKUM.....................35B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM..................35C. LANDASAN TEORI............................35D. PROSEDUR KERJA............................36E. HASIL PENGAMATAN..........................37F. ANALISIS DATA ............................38G. PEMBAHASAN................................46H. PENUTUP...................................47I. DAFTAR PUSTAKA ...........................48

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman1. Hasil Pengamatan Intensitas Bunyi Tanpa Absorben 2

2. Hasil Pengamatan Intensitas bunyi Dengan Absorben 19

3. Hasil Pengamatan Pengukuran Elastisitas Bahan Hasil

Pertanian.........................................33

4. Hasil Konversi Data Massa, Volume dan Diameter33

5. Hasil Konservasi Data Devikasi...............33

6. Hasil Perhitungan Elastisitas Bahan Hasil Pertanian 34

7. Pengamatan Kandungan Gizi Susu Tiap 100 gram.83

8. Pengamatan Suhu Awal dan Akhir dari Air......83

9. Pengamatan Suhu Susu Tiap 2 menit............83

10. Pengamatan Aliran Laminar, Transisi dan Turbulen

.................................................103

11. Pengamatan Destilasi Air Laut................115

12. Hasil Pengamatan 210 Menit...................129

13. Hasil Pengamatan Bau danWarna................129

viii

ACARA IPENGUKURAN INTENSITAS BUNYI

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Tujuan Praktikum

a. Mengukur intensitas bunyi dari suatu sumber bunyi

b. Menentukan koefisien serap bahan dan HVT (Half Value

Thickness) bahan.

2. Waktu Praktikum

Sabtu, 06 Desember 2014

3. Tempat Praktikum

Laboratorium Fisika Dasar, Lantai II, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

1. Alat – alat Praktikum

a. Sound Level Meter

b. Function Generator

c. Mikrometer Sekrup

d. Kotak/Box Pengukuran

2. Bahan – bahan Praktikum

Bahan Penyekat/Absober

C. LANDASAN TEORI

Bunyi adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi

oleh telinga atau kompresi mekanikal atau gelombang

longitudinal yang merambat melalui medium, medium atau zat

perantara ini dapat berupa zat cair, padat atau gas.1

Kebanyakan suara adalah gabungan berbagai sinyal, tetapi

suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan

kecepatan frekuensi yang diukur dalam Hertz (Hz) dan

amplitude atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam

desibel (Achmadi,2008 : 23).

Frekuensi adalah suatu gelombang suara memancar

dengan kecepatan suara dengan gerakan seperti gelombang.

Jarak antara dua titik geografis (yaitu dua titik diantara

mana tekanan suara maksimum dari suatu suara murni

dihasilkan) yang dipisahkan oleh suatu periode dan yang

menunjukkan tekanan suara yang sama, dinamakan “gelombang

suara”, yang dinyatakan sebagai L (m) (Riawan, 2007 :

215).

Intensitas (arus energi persatuan luas), dinyatakan

dalam suatu logaritmis yang disebut desibel (dB) dengan

membandingkan dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu

kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1.000 Hz yang tetap

didengar oleh telinga normal (Riadi, 2010).

D. PROSEDUR KERJA

1. Mengatur susunan peralatan menurut skema berikut :

A : Function Generator

B : Loadspeaker

2

C : Pipa Organa

D : Absorber

E : Sound Level Meter

F : Box Dengan Penutup Kaca

2. Menghidupkan soud level noise pada posisi on amati dan

catat taraf intensitas noise (background noise) yang

ditujukan sound level meter sebelum melakukan

pengamatan bunyi.

3. Menghidupkan generator pembangkit sumber bunyi yang

terhubung dengan Loadspeaker.

4. Mengamati besarnya nilai taraf intensitas yang

ditujukan oleh sound level meter dengan tanpa adanya

medium diantara sumber dan sound level meter.

5. Meletakkan penghalang atau medium absorber dengan

ketebalan tertentu antara sumber bunyi dan sound level

meter. Mengamati atenuasi taraf intensitas yang

ditunjukan sound level meter.

6. Melakukan percobaan 2 -5 untuk frekuensi sumber bunyi

dan medium absorber yang berbeda-beda.

E. HASIL PENGAMATAN

1. Tanpa AbsorberNo. TI ()

1 83,1 Db2 84,1 dB3 85,4 dB4 85,8 dB

3

5 86,1 dB

2. Dengan AbsorberNo. Nama Bahan Ketebalan (x)

(mm) TI () (dB)

1 Kapuk 5,08 90,22 Rajumas 5,24 89,13 Glundung 7,30 86,1

3. ANALISIS DATA

a. Tanpa Absorber

Diketahiu :

I0 = 10-2 watt/m2

Ditanya :

I = ........ ?

Penyelesaian :

1. TI () = 83,1 dB

I = I0 x e B/W

= 10-2 x e 83,1/10

= 2,296 x 10-12 watt/m2

2. TI () = 84,8 dB

I = I0 x e B/W

= 10-2 x e 84,8/10

= 2,335 x 10-12 watt/m2

3. TI () = 85,4 dB

I = I0 x e B/W

= 10-2 x e 85,4/10

= 2,349 x 10-12 watt/m2

4. TI () = 85,8 dB

I = I0 x e B/W

4

= 10-2 x e 85,8/10

= 2,358 x 10-12 watt/m2

5. TI () = 86,1 dB

I = I0 x e B/W

= 10-2 x e 86,1/10

= 2,366 x 10-12 watt/m2

b. Dengan Absorber

Intensitas Bunyi

1. Kapuk

I = I0 x e B/W

= 10-12 x e 90,2/10

= 2,465 x 10-12 watt/m2

2. Rajumas

I = I0 x e B/W

= 10-12 x e 89,1/10

= 2,438 x 10-12 watt/m2

3. Glundung

I = I0 x e B/W

= 10-12 x e 86,1/10

= 2,366 x 10-12 watt/m2

Koefisien atenuasi ()

= ( lnI–lnIox )

1. Kapuk

x = 5,08 mm =0,508 cm

= lnI –ln Iox

= ln2,465 x 10-12 -ln10-12 0,5085

= -26,73-(-27,63)0,508

= 0,90,508

= 1,772

2. Rajumas

x = 5,24 mm =0,524 cm

= lnI –ln Iox

= ln2,438 x 10-12 -ln10-12 0,524

= -26,74-(-27,63)0,524

= 0,890,524

= 1,698

3. Glundung

x = 7,30 mm = 0,73 cm

= lnI –ln Iox

= ln2,366 x 10-12 -ln10-12 0,73

= -26,77-(-27,63)0,73

= 0,860,73

= 1,178

6

4. PEMBAHASAN

Bunyi adalah salah satu gelombang, yaitu gelombang

longitudinal. Gelombang longitudinal adalah gelombang yang

arah rambatnya sejajar dengan arah getarnya. Bunyi sebagai

gelombang mempunyai sifat yang sama dari sifat gelombang.

Bunyi hanya terdapat pada atau hanya dapat merambat melalui

medium perantara seperti udara, air dan kayu. Tanpa medium

perantara bunyi tidak dapat didengar. Zat padat merupakan

medium perambatan bunyi yang paling baik dibandingkan zat cair

dan gas.

Dalam praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil

intensitas bunyi tanpa absorber sebesar 2,296 x 10-12 watt/m2,

2,335 x 10-12 watt/m2, 2,349 x 10-12 watt/m2, 2,358 x 10-12 watt/m2

dan 2,366 x 10-12 watt/m2. Untuk hasil intensitas bunyi dengan

absorber sebesar 2,465 x 10-12 watt/m2, 2,438 x 10-12 watt/m2 dan

2,366 x 10-12 watt/m2 yang dalam praktikumnya menggunakan kapuk,

rajumas dan glundung. Kapuk memiliki nilai kecil karena

gelombang rambatnya sangat besar dan karena bentuk kapuk yang

lebih tipis dibandingkan rajumas dan glundung, hal tersebut

yang membuat cepat rambat gelombangnya cepat dan menghasilkan

nilai yang kecil. Sedangkan untuk kayu glundung memiliki

ketebalan yang besar sehingga cepat rambatnya lumayan lama dan

agak lambat sehingga menghasilkan nilai yang paling besar

diantara kayu kapuk dan rajumas. Rajumas memiliki ukuran

ketebalan yang sedang, sehingga cepat rambatnya sedang dan

agak lambat yang membuat atau menghasilkan nilai yang lebih

kecil dibandingkan glundung.

H. PENUTUP7

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dari

praktikum yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Bunyi adalah suatu gelombang, yaitu gelombang longitudinal.

Bunyi yang didapat oleh

manusia adalah 20-2000 Hz.

2. Koefisien atenuasi () didapatkan hasil untuk kapuk 1,772,

rajumas 1,698 dan glundung

1,178.

2. Saran

Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya praktikan lebih

mengerti tentang pengukuran intensitas bunyi.

8

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 2008. Taraf Bunyi Intensitas Benda. Jakarta :

Erlangga.

Riawan. 2007. Bunyi Manusia. Bandung : Gramedia.

Riadi. 2010. Pengaruh Intensitas Bunyi yang Dapat DidengarOleh Manusia. Jurnal Kesehatan. Vol 5 (2).

9

ACARA IIOSILOSCOP

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Tujuan Praktikum

a. Dapat menggunakan osiloskop dengan baik dan benar sebagai

alat-alat untuk mengukur tegangan listrik dan pengamatan

bentuk sinyal tegangan.

b. Mnentukan frekuensi suatu sumber dengan pengamatan bentuk

sinyal tegangan.

2. Waktu Praktikum

Sabtu, 13 Desember 2014.3. Tempat

Laboratorium Fisika Dasar, Lantai II Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

1. Osiloscop

2. Power Supply 12 V max AC/DC

3. Function Generator

4. Multimeter

5. Kabel Banana to Alligator

6. Passive Probe Osiloscop

7. Probe Function Generator

8. Kabel Multimeter

C. LANDASAN TEORI

Osiloscop adalah alat ukur yang mana dapat menunjukkan

kepada anda “bentuk” dari sinyal listrik dengan menunjukkan

grafik dari tegangan terhadap waktu tegangan itu seperti10

layaknya voltmeter dengan fungsi kemampuan lebih menampilkan

tegangan berubah terhadap waktu (Kadiawarman, 1993).

Osiloscop terdiri dari dua bagian utama yaitu display dan

panel kontrol. Display menyerupai tampilan layar televisihanya

saja tidak berwarna-warni dan berfungsi sebagai tempat sinyal

uji di sampaikan. Pada layar ini terdapat garis-garis

melintang secara vertikal dan horizontal yang membentuk dan

kontak-kontak yang disebut DW. Arah horizontal melewati sumber

waktu dan garis berisi tombol-tombol yang bisa digunakan untuk

menyesuaikan tampilan dilayar (Sugyono, 2009).

Osiloscop sinar katoda mengandung medan gaya listrik untuk

mempengaruhi gerak elektron ke arah anode. Aliran listrik

dihasilkan oleh lempeng kapasitas yang dipasang secara

vertikal clinding gambar, selanjutnya jika pada lempeng yang

pada mulanya bergerak secara vertikal kii juga bergerak secara

horizontal dengan laju tetap. Sehingga pada gambar terbentuk

grafik sinosoidal (Arisworo, 2006).

D. PROSEDUR KERJA

A. Pengukuran Tegangan AC

1. Melakukan kalibrasi osiloscop sebelum melakukan

pengukuran.

2. Mengatur input selektor pada posisi AC.

3. Mengatur posisi time/div pada posisi 0,5 MS volt/div pada

posisi 0,5 volt/div.

4. Mengatur tegangan Power Supply pada posisi minimum.

5. Menghubungkan input osiloscop dengan output Power Supply

AC.

11

6. Menghubungkan multimeter dengan output Power Supply AC.

7. Mengubah tegangan Power Supply untuk 3 nilai yang berbeda.

8. Mengamati bentuk sinyal yang tampil dilayar CRO.

9. Mengamati tegangan yang terbaca pada multimeter.

B. Pengukuran Frekuensi

1. Melakukan kalibrasi pada osiloscop sebelum melakukan

pengukuran.

2. Mengatur input selektor pada posisi AC.

3. Mengatur posisi time/div pada posisi 0,5 MS vol/div pada

posisi 0,5 volt/div.

4. Mengatur level tegangan Function Generator pada posisi

minimum.

5. Menghubungkan input osiloscop pada Function Generator.

6. Mengatur frekuensi Function Generator berturut-turut 300

Hz, 500 Hz, 700 Hz, 1 KHz, dan 1,5 KHz. Dengan bentuk

gelombang Sinusoidal.

7. Mengamati bentuk sinyal yang tampil dilayar DC.

C. Mengukur Tegangan DC

1. Melakukan kalibrasi pada osiloscop sebelum melakukan

pengukuran.

2. Mengatur input selektor pada posisi DC.

3. Mengatur posisi time/div pada posisi 0,5 MS.

4. Mengatur tegangan Power Supply pada 1 volt DC.

5. Menghubungkan input osiloscop dengan output Power Supply DC.

6. Menghubungkan multimeter dengan output Power Supply DC.

7. Mengubah tegangan Supply untuk 5 nilai yang berbeda.

8. Mengamati bentuk sinyal yang tampil di layar CRO.

9. Mengamati tegangan yang terbaca pada multimeter.

12

D. Menentukan Frekuensi Suatu Sumber dengan Metode Lissajous

1. Menggunakan sebuah pembangkit sinyal dan sebuah Power Supply

AC.

2. Mengatur sinyal sehingga diperoleh sinyal Sinusoidal dengan

frekuensi SD H2 dan Amplitudo 1 V.

3. Mengatur krop time/div pada posisi XY.

4. Mengatur tegangan keluaran Power Supply AC sebesar 1 volt.

5. Menggunakan sinyal generator sebagai input signal 2 dan

Power Supply sebagai input Channel 1.

6. Mengatur frekuensi pada Function Generator sehingga

diperoleh perbandingan x dan y: (1:1), (2:1), (3:1),

(4:1).

7. Metode lukisan Lissajous.

8. Menentukan frekuensi sumber Power Supplay AC.

E. HASIL PENGAMATAN

3. Tabel Hasil Pengamatan Sumber Tegangan AC

No.

TeganganSumber

Vpp (osiloscop) Veff(multimeter)

(volt)

Time/divSkala Vol/div

1 2 volt 2 2 2 52 4 volt 4 2 5 53 6 volt 5 2 7 54 8 volt 5 5 9 55 10 volt 5 5 11 5

4. Tabel Frekuensi

No. Sumber

SkalaHorizontal Period

e (T)

Frekuensi

F=1/T

Time/divSkala Time/

div1 100,00 4,6 2 9,2 0,108 5

13

Hz2 273,95

Hz1,6 2 3,2 0,3125 5

3 420,70Hz

1,2 2 2,4 0,416 5

4 542,51 3,4 2 17 0,058 55 1,09 Hz 1,6 2 3,2 0,3125 5

5. Tabel Sumber Tegangan DC

No. Sumber

Vp (osiloscop) Veff(multimeter)

(volt)Time/divSkala Volt/

div1 2 4,4 1 2,8 52 4 6,6 1 4,4 53 6 4,6 2 6 54 8 5,8 2 7,9 55 10 7,2 2 9,8 5

6. Kurva Lissajouse No. x:y Frekuensi Function Frekuensi Power

Supply (F2) (Hz)1 1:1 49,931 49,9312 1:2 99,91 49,9553 2:1 148,78 49,5934 4:1 199,38 49,845

F. ANALISA DATA

1. Perhitungan Tegangan Efektif Sinyal Listrik AC.

a. Vpp1 = skala (div) x volt/div

= 3 x 2

= 6 volt

Vmax1 = Vpp2

= 63

14

= 3 volt

Veff = Vmax1√2

= 3√2

= 2,12

b. Vpp2 = skala (div) x volt/div

= 5,8 x 2 = 11,6 volt

Vmax2 = Vpp2

= 11,62

= 5,8 volt

Veff = Vmax2

√2

= 5,8√2

= 4,1 volt

c. Vpp3 = skala (div) x volt/div

= 3,2 x 5

= 16 volt

Vmax3 = Vpp2

= 162

= 8 volt

15

Veff = Vmax3√2

= 8√2

= 5,66 volt

d. Vpp4 = skala (div) x volt/div

= 4,6 x 5 = 23 volt

Vmax4 = Vpp2

= 232

= 11,5 volt

Veff = Vmax4

√2

= 11,5

√2

= 8,31volt

e. Vpp5 = skala (div) x volt/div

= 5,8 x 2 = 29 volt

Vmax5 = Vpp2

= 292

= 14,5 volt

16

Veff = Vmax5√2

= 14,5√2

= 10,253 volt

2. Perhitungan Tegangan DC

1. Vp1 = skala (div) x volt/div

= 4,4 x 1

= 4,4 volt

= 3 volt

Veff = Vmax1

√2

= 4,4√2

= 3,11 volt

2. Vp2 = skala (div) x volt/div

= 6,6 x 1 = 6,6 volt

Veff = Vmax2√2

= 4,6√2

= 4,67 volt

3. Vp3 = skala (div) x volt/div

= 4,6 x 1 = 4,6 volt

17

Veff = Vmax3√2

= 4,6√2

= 3,25 volt

4. Vp4 = skala (div) x volt/div

= 5,8 x 1 = 5,8 volt

Veff = Vmax4

√2

= 5,8√2

= 4,1volt

5. Vp5 = skala (div) x volt/div

= 7,2 x 1 = 7,2 volt

Veff = Vmax5√2

= 7,2√2

= 5,09 volt

3. Untuk Frekuensi Sumber Tegangan

a. Periode (T1) = skala horizontal x time/div

= 4,6 x 2

= 9,6 volt

f = 1T

18

= 19,2

= 0,108 volt

b. Periode (T2) = skala horizontal x time/div

= 1,6 x 2

= 3,2 volt

f = 1T

= 13,2

= 0,3125 volt

c. Periode (T3) = skala horizontal x time/div

= 1,2 x 2

= 2,4 volt

f = 1T

= 12,4

= 0,416 volt

d. Periode (T4) = skala horizontal x time/div

= 3,4 x 2

= 17 volt

f = 1T

= 117

= 0,058 volt

19

e. Periode (T5) = skala horizontal x time/div

= 1,6 x 2

= 3,2 volt

f = 1T

= 13,2

= 0,3125 volt

4. Untuk Frekuensi Sumber Yang Tidak Diketahui

a. F2 = F1xYX (Hz)

= 49,931x11 (Hz)

= 49,931 Hz

X:Y = F1:F2

1:1 = 49,931:49,931

b. F2 = F2xYX (Hz)

= 99,91x12 (Hz)

= 49,955 Hz

X:Y = F1:F2

2:1 = 99,91:49,955

c. F3 = F3xYX (Hz)

= 148,78x13 (Hz)

= 49,593 Hz20

X:Y = F1:F2

3:1 = 148,78:49,593

d. F4 = F4xYX (Hz)

= 199,38x14 (Hz)

= 49,845 Hz

X:Y = F1:F2

4:1 = 199,38:49,845

G. PEMBAHASAN

Dalam kehidupan sehari-hari tidak jauh dari hal yang

berbau listrik, tanpa arus listrik dan komponen lainnya kita

tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari. Misalnya lampu,

setrika, Tv, kipas angin dan lain-lain. Semua itu membutuhan

tegang atau arus listrik.

Osiloscop adalah alat ukur arus listrik yang sangat

penting disamping alat ukur lainnya. Berdasarkan hasil

pengamatan yang telah dilakukan diperoleh nilai uji dari

tegangan efektif sinyal listrik AC yaitu untuk Vpp selama 5

kali percobaan adalah 6 volt, 11,6 volt, 16 volt, 23 volt, dan

29 volt. Untuk nilai Vmax berturut-turut adalah 3 volt, 5,8

volt, 8 volt, 11,5 volt, dan 14,5 volt. Nilai frekuensi

berturut-turut adalah 0,108 Hz, 0,3125 Hz, 0,416 Hz, 0,058 Hz,

dan 0,3125 Hz. Pengujian tegangan DC diperoleh nilai Vp Selama

5 kali percobaan adalah 4,4 volt, 6,6 volt, 4,6 volt, 5,8 volt

dan 7,2 volt. Kemudian pada kurva Lissajouse nilai frekuensi

21

Power Supply diperoleh secara berturut-turut adalah 49,931 Hz,

49,955 Hz, 49,593 Hz, dan 49,845 Hz.

Hasil pada gambar osiloskop menunjukkan bahwa alat

osiloscop bekerja dengan baik sehingga didapat hasil sesuai

yang diinginkan berdasarkan dari gambar pada layar yang

dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi kurva Lissajouse adalah

nilai (X).

H. PENUTUP

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, maka dapatditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan

a. Gambar pada alat osiloscop menunjukkan bahwa alat tersebut

dapat bekerja dengan baik.

b. Nilai frekuensi tertinggi adalah 49,845 Hz pada uji

tegangan DC.

2. Saran

Praktikan harus lebih serius lagi pada saat praktikum

berlangsung dan lebih teliti

dalam pengamatan.

22

Gambar 1 : 1 Gambar 2 : 1

Gambar 3 : 1 Gambar 4 : 1

23

DAFTAR PUSTAKA

Arisworo, dkk., 2006. Fisika Dasar. Jakarta : Grafindo Media

Pratama.

Kadiawarman, dkk., 2007. Fisika Dasar 1. Jakarta : Depdikbud.

Sugyono, 2000. Konsep-Konsep Fisika 1A. Klaten : Intan Pariwara.

24

ACARA IIIPERCOBAAN LENSA TIPIS

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Tujuan Praktikum

a. Mempelajari sifat bayangan suatu lensa

b. Menentukan panjang titik api lensa positif dan lensa

negatif

2. Waktu Praktikum

Sabtu, 20 Desember 2014.3. Tempat Praktikum

Laboraturium Fisika, Lantai III, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

1. Alat-alat Praktikum

a. Sumber cahaya (light box)

b. Bangku optik beserta penjepit lensa dan layar

c. Power Supply 12v AC 4 ampere

d. Spare globes

2. Bahan-bahan Praktikum

a. Lensa positif

b. Lensa negatif

C. LANDASAN TEORI

Lensa adalah suatu medium transaparan yang dibatasi oleh

dua permukaan melengkung (sferis) meskipun suatu dari

permukaan melengkung lensa itu dapat berupa bidang datar.

Karena itu suatu gelombang datang mengalami pembiasan berupa

25

bidang datar ketika melewati lensa tersebut. Untuk

menyederhanakan dianggap bahwa medium dikedua sisi lensa

tersebut adalah sama dan mempunyai indeks bias satu seperti

udara dan indeks bias lensa adalah n. Sumbu utama sebuah lensa

adalah garis yang ditentukan oleh dua pusat c1 dan c2 dimana

sinar datang dipermukaan utama dan karena itu merupakan

bayangan yang dihasilkan oleh permukaan pembias pertama

(Arkundato,2007).

Lensa konvergen atau lensa positif adalah lensa yang

lebih tebal di pusat dari pada disisi dan akan memusatkan

suatu berkas sinar sejajar pada suatu titik yang nyata. Lensa

divergen atau lensa negatif adalah lensa yang lebih tipis

dipusat dari pada disisi dan akan memancarkan suatu berkas

sinar sejajar dari suatu titik apinya. Lensa kovergen

membentuk bayangan nyata, dan terbalik dari obyek-obyek yang

diletakkan setelah luar titik api utama. Bila obyek berada

antara titik api utama dan bayangan maya (pada sisi lensa yang

sama seperti obyek), tegak dan diperbesar. Lensa divergen

menghasilkan bayangan yang maya, tegak dan diperkecil (Moran,

2002).

Lensa tipis biasanya terbentuk lingkaran dan kedua

permukaannya melengkung, jika berkas-berkas yang pararel

dengan sumbu jatuh pada lensa tipis, akan dipokuskan pada

suatu titik yang disebut titik fokus (f). Hal ini dapat tampak

benar untuk lensa dengan permukaan speris. Tetapi akan hampir

benar, yaitu berkas-berkas pararel akan di fokuskan pada suatu

bagian kecil yang hampir berupa titik, jika diameter lensa

26

kecil dibandingkan dengan radius kelengkungan pada kedua lensa

(Giancoli, 2001).

D. PROSEDUR KERJA

1. Menetukan Panjang Api Lensa Positif

a. Meletakkan sumber cahaya (benda lensa positif dan layar

berurutan).

b. Mengatur letak lensa positif untuk ukuran yang wajar

kemudian catat jarak benda dengan lensa (S).

c. Menggeser gesekan letak layar hingga didapat bayangan

benda yang paling tajam dan jelas.

d. Mencatat jark bayangan dengan lensa (s’)

e. Melakukkan untuk beberapa kali pengamatan untuk lensa s

yag berbeda.

f. Mencatat hasil pengamatan diatas pada tabel pengamatan.

2. Menetrukan Panjang Titik Api Lensa Negtaif.

a. Meletakkan lensa negatif dibelakang lensa positif

b. Melakukan cara 1-4 kemudian catat s dan s’

c. Meletakkan lensa negatif diantara lensa dan layar, serta

mengatur posisi layar hingga didapat bayangan yang jelas

dan tajam pada layar.

d. Mengatur jarak antara kedua lensa (x) serta jarak

bayangan dengan lensa negatif (s’).

e. Mengulangi cara diatas untuk beberapa kali pengamatan

untuk s yang berlainan.

f. Mencatat hasil pengamatan pada tabel pengamatan.

g. Menghitung untuk titik api lensa negatif menggunakan

persamaan berikut:

27

F2=(x-si)s2

(x-si)+s2'

E. HASIL PENGAMATAN

7. Menentukan Fokus Lensa PositifNo. S(cm) S’(cm) Sifat bayangan

1 8 12 Terbalik, nyata,diperbesar

2 8,8 11,3 Terbalik, nyata,diperbesar

3 8,2 11 Terbalik, nyata,diperbesar

4 10 11,5 Terbalik, nyata,diperbesar

5 10,9 11,8 Terbalik, nyata,diperbesar

8. Menentukan fokus lensa negatifNo. s(cm) s’(cm) x (cm) Sifat bayangan

1 10,8 5,7 5 Nyata, diperbalik,diperkecil

2 11,6 6,4 5,2 Nyata, diperbalik,diperkecil

3 12,1 7,5 4,5 Nyata, diperbalik,diperkecil

4 10 5 4,8 Nyata, diperbalik,diperkecil

5 11,3 7,1 4,1 Nyata, diperbalik,diperkecil

F. ANALISIS DATA

9. Tabel hasil perhitungan titik fokus untuk lensa positifNo. d(m) d(m) f-F (f-F)2

1 0,24 0,036 0,204 0,0416162 0,246 0,036 0,21 0,04413 0,245 0,036 0.209 0,0436814 0,054 0,036 0,018 3,24x10-4

28

5 0,058 0,036 0,022 4,84x10-4

ε 0,901 0,036 0,685 0,130205

Perhitungan :

−F=Σfn

=0,185

= 0,036

ΔF=√ε(f−F)2n−1

=√ 7,854×10−4

4

=√4,4631×10−5

=2,426×10−3

−f=F±ΔF

=0,36±2,1125×10−3

−%error=ΔFF

×100%

=2,1126×10−3

0,036×100%

=5,6%

2. Menentukan titik fokus pada lensa negatif

Diketahui : Si = 10,8 cm = 0,18 m

S’= 5,7 cm = 0,057 m

X = 5 cm = 0,05 m

Ditanya : F....?

29

Peneyelesaian :

1F=

1(x−si )

+1s2'

1F

=(x−si )+s2'(x−s').s2

1F=

(0,05−0,108)+0,057(0,05−0,108).0,057 )

1F

=0,056−3,306×10−3

F=−3,306×10−3−0,056

=0,055

10. Tabel hasil perhitungan titik fokus untuk lensa gabunganNo. F F f-F (f-F)2

1 0,55 2,173 -2,118 4,4852 0 2,173 -2,173 4,7223 0,57 2,173 3,527 12,4394 2,708x10-3 2,173 2,170 4,70895 5,112 2,173 2,939 8,638

10,87 10,865 4,301 34,9929

Perhitungan :

-f = ∈fn

= 10,875

¿2,173

∆f=√∈ (f−F)2

n−1

¿√34,99525−1

¿√0,5468

30

¿0,7394m

−f=f±∆F

¿2,173±0,7394

−%error=∆fF×100%

¿0,73942,173

×100%

¿0,34×100%

¿34 %

G. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan serangkaian percobaan untuk

mempelajari sifat bayangan suatu lensa dan untuk menentukan

panjang titik api (fokus) lensa positif dan lensa negatif.

Pada percobaan pertama yakni penentuan fokus lensa positif

dengan meletakkan sumber cahaya, benda, lensa positif dan

layar sejajar, sehingga didapatkan hasil sifat bayangan yang

terjadi adalah nyata, terbalik dan diperbesar. Berdasarkan

perhitungan analisis data didapatkan titik fokus yang berbeda-

beda antara kelima kali pengulangan, hal ini terjadi karena

terjadi karena jarak antar lensa yang diubah-ubah, sehingga

bayangan yang dihasilkan berbeda-beda pula. Nilai rata-rata

fokus lensa positif yang didapatkan adalah sebesar 0,036 m dan

memiliki persentase error sebesar 5,6 %. Hasil persentase

error yang diperoleh cukup kecil sehingga diketahui bahwa

hasil yang diperoleh cukup akurat.

31

Berdasarkan percobaan kedua yakni menentukan panjang

titik api lensa negatif (gabungan) dengan susunan lensa

negatif terletak diantara lensa positif dan layar. Peletakkan

kedua lensa ini harus bersamaan agar bayangan yang dihasilkan

lebih fokus dan jelas. Berdasarkan hasil pengamatan dapat

terlihat bahwa bayangan yang dihasilkan adalah nyata, terbalik

dan diperkecil. Percobaan dilakukan sebanyak lima kali

pengulangannya sehingga hasil jarak fokus dari bayangan yang

didapatkan berbeda-beda.

Berdasarkan perhitungan analisis data fokus bayangan yang

didapatkan ada yang menghasilkan nilai pada percobaan kedua.

Hal ini bisa saja terjadi karena kekurangan ketelitian dalam

menentukan jarak fokus bayangan. Pada percobaan pertama

dihasilkan nilai f yang bernilai positif, hal ini tidak sesuai

dengan teori. Dimana dalam teori disebutkan bahwa lensa

negatif akan menghasilkan nilai f yang negatif. Hal ini juga

merupakan akibat dari ketidak telitian dalam menentukan jarak

fokus bayangan. Sehingga persen error yang didapatkan sebesar

34%.

H. PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Sifat bayangan dari lensa positif adalah nyata,

terbalik dan diperbesar. Sedangkan sifat bayangan lensa

negatif adalah nyata, terbalik dan diperkecil.

b. Panjang rata-rata titik api lensa negatif adalah 2,173

m sedangkan panjang rata-rata titik api lensa positif adalah

0,036 m32

2. Saran

Sebaiknya dalam menentukan jarak fokus bayangan suatu

benda atau lensa dilakukan lebih teliti oleh praktikan.

33

DAFTAR PUSTAKA

Arkundato,2007. Fisika Dasar. Bandung : ITB

Giancoli, 2001. Fisika Jilid Dua. Jakarta : Erlangga

Moran, 2002. Termodinamika Teknik. Jakarta : Erlangga

34

ACAR IVREFRAKTOMETER

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Tujuan Praktikum

a. Mempelajari penggunaan refraktometer

b. Menentukan indeks bias beberapa cairan pembersih

mata.

2. Waktu Praktikum

Sabtu 26 Desember 2014

3. Tempat Praktikum

Laboratorium Fisika Dasar, Lantai III, Fakultas

Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

1. Alat- alat praktikum

a. Refraktometer

b. Pipet tetes

c. Tissue

2. Bahan bahan praktikum

a. Larutan Aquades.

b. Tetes mata Rohto.

c. Tetes mata Visisne.

d. Tetes mata Rohto.

C. LANDASAN TEORI

Refraktometer sebenarnya alat utuk mengukur indeks bias

suatu zat, definisi indeks bias cahaya suatu zat adalah35

kecapatan cahaya didalam hampa dibagi dengan kecapatan cahaya

didalam zat tersebut. Kebanyakkan objek yang dapat kita lihat

tampa karena objek itu memantulkan cahaya kemata mata kita

pada praktikum umum yang terjadi, cahaya memantulkan kesemua

arah (Sear,2005).

Pembiasan cahaya dapat terjadi karena perbedaan cahaya

pada medium yang rapat lebih kecil dibandingkan dengan laju

cahaya pada medium yang kurang, dibandingan laju cahaya dalam

ruang hampa dengan laju cahaya dalam suatu zat dimanakan

indeks bias secara matematis dapat dirumuskkan n= cv dinamakan

indeks bias yaitu (n), laju cahaya dalam ruang hampa (c)

dengan 3x108 m/s dan laju cahaya dalam zat (v), indeks bias

tidak pernah lebih dari satu ( n ≥ 1) ( Johan, 2008).

Pembias cahaya adalah peristiwa penyimpanan atau

pembelokkan cahaya karena melalui daua medium yang berbeda

kerapatan optiknya arah pembauran cahaya dibedakkan menjadi

dua macam yaitu mendekati garis normal dan menjauhi garis

normal ( Riadi, 2003).

D. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Membersihkan permukaan kaca larutan uji pada

Refraktometer mengguanakan Aquades dan Tissue, kemudian

diusap atau dibersihkan pada permukaan kaca refraktometer.

2. Meneteskan satu tetes larutan uji yang digunakkan

yaitu yang pertama larutan Insto,Visine,dan Rohto pada

permukaan kaca refraktometer yang telah dibersihkan,

kemudian amati. .

36

3. Membaca skala indeks bias. Dan atur warna gelap dan

terang pada refraktometer jika belum didapatkan warna

terang dan gelapnya.

4. Mencatat hasil pengamamatan terhadap tiga jenis

larutan tersebut ( insto, visine, dan Rohto) pada label

hasil pengamatan.

5. Melakukan tiga kali perulangan terhadap satu jenis

larutan untuk menghasilkan 3 pengamatan atau pengukuran

nilai indeks bias.

6. Melakukan langkah 1-3 langkah diatas untuk jenis

larutatan yang lain.

E. HASIL PENGAMATAN

11. Tabel Hasil Pengukuran Indeks bias larutanpembersih mataNo. Cairan

pebersih danpenyegarmata

Pengukuran niali indeks biasI II III

1 Insto 1,335 1,335 1,3352 Visine 1,334 1,334 1,3343 Rohto 1,335 1,335 1,335

F. ANALISIS DATA

1. Larutan insto

Menentukan indeks bias rata- rata (n)

n = ∑ nn

= 1,335+1,335+1,3353

= 4,0053

37

= 1,335 12. Menentukan Standar Deviasi ( SD)

No. Indeksbias

n n-n (n-n¿¿

1 1,335 1,335 0 02 1,335 1,335 0 03 1,335 1,335 0 0∑ 4,005 4,005 0 0

Standar deviasi

∆n =√∑( n-n)2n-1

= √(0)23-1

= √02 = 0

Nilai pendekatan

n = n ±∆n = 1,335 ± 0

2. Larutan Visine

Menentukan indeks bias rata- rata (n)

n = ∑ nn

= n1+n2+n33

= 1,334+1,335+1,3343

= 4,0023

= 1,334

38

13. Menentukan Standar Deviasi (SD)No. Indeks

biasn n-n (n-n)2

1 1,334 1,334 0 02 1,334 1,334 0 03 1,334 1,334 0 0∑ 4,002 4,002 0 0

Standar deviasi

∆n =√∑ ¿¿¿¿

= √ (0)23−1

= √02 = 0

Nilai pendekatan

N = n ±∆n = 1,335 ± 0

3. Larutan Rohto

Menentukan indeks bias rata- rata (n)

n = ∑ nn

= 1,335+1,335+1,3353

= 4,0053

= 1,335

14. Menentuan Standar Deviasi (SD)No. Indeks n n-n (n-n¿¿

39

bias1 1,335 1,335 0 02 1,335 1,335 0 03 1,335 1,335 0 0∑ 4,005 4,005 0 0

Standar deviasi

∆n =√∑( n-n)n-1

= √03-1 = √02 = √0 = 0

Nilai pendekatan

N = n ±∆n = 1,335 ± 0

4. Grafik hubungan antara indeks bias dengan bias rata-rata dengan jenis larutan

40

G. PEMBAHASAN

Indeks bias larutan dengan konsentrasi tertentu dan

menentukkan nilai indeks bias larutan dengan konsentrasi yang

belum diketahui bisa digunakan alat refraktometer untuk

mengetahuinya. Hal ini refraktometer adalah alat yang

digunakan untuk mengukur indeks bias (n) dari suatu larutan.

Indeks (n) merupakkan perbandingan antara cahaya dalam ruang

hampa dengan kecepatan cahaya dalam suatu medium, dimana akan

terjadi pembiasan cahaya yang merupakkan pristiwa atau gejala

percobaan arah rambatan cahaya karena mengalami perubahan

medium.

Adapun prinsip kerja dari alat refraktometer itu

sendiri yakni menampilkan ukuran nilai indeks bias dari

beberapa larutan pembersih mata seperti insto, visine,dan

rohto. Alat refraktometer akan berkerja bila ditetesi larutan

( minsalnya insto,visin, dan rohto) pada permukaan kaca

refraktometer , namun terlebih dahulu permukaan kacanya41

dibersihkan menggunakkan aquades dan tissue, setelah ditetesi

larutan uji. Pada permukaan kaca refraktometer, kemudian

diamati, maka akan terlihat nilai dari indeks bias yang akan

diamati dan pengukuran tersebut berdasarkan skala berkisar

dari nilai 1,33.

Berdasarkan hasil pengamatan dari refraktometer

tentang indeks biasnya dari 3 jenis larutan pembersih mata

yang berbeda, didapatkan hasil dari larutan Insto dan rohto

memiliki nilai yang sama pada pengukuran nilai indeks bias

1,335,1,335, dan 1,335, sedangakan visine yaitu 1,334, 1,334,

dan 1,334. Nilai rata-rata pada insto dan rohto yaitu 4.005,

dan visine 4,002, kemudian nilai standar deviasi (SD) adalah

0, dan nilai pendekatan 1,335 ± 0. Hal ini menunjukkan bahwa

larutan insto dan rohto mempunyai indeks bias yang sama

kecuali pada larutan visine. Hal tersebut dapat terjadi karena

perbedaan atau persamaan massa larutan dan kemampuan atau

ketelitian pengamatan yang terbatas.

H. PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Penggunaan Refraktometer harus sesuai dengan

prosedur kerja yang telah dilakukan, penggunaan

refraktometer untuk mengetahui perbedaan indeks bias

pada setiap larutan.

b. Dengan menggunakkan aat refraktometer dapat

diketahui indeks bias masing-masing larutan seperti

insto,visine, dan rohto, yang memiliki indeks bias

42

yang tidak terlalu jauh berbeda ,yaitu 1,335, dan

1,334.

2. Saran

Untuk praktikum selanjutnya diharapakn bagi praktikan

untuk lebih teliti dalam membaca indeks bias

refraktometer agar dapatkan nilai yang lebih akurat.

43

DAFTAR PUSTAKA

Johan, 2008. Dasar-Dasar Ilmu Instrumen. Bandung. PT Bumi Cipta.

Riadi, 2003. Kimia Analitik 1. Bandung. Gramedia.

Sear, 2005. Refraktometer. http://www.searchemistry.blogspot.com.(Diakses 28 Desember2014

44

ACARA VKISI DIFRAKSI

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Tujuan praktikum

a. Memahami perbedaan antara laser dan cahaya biasa.

b. Menentukan panjang gelombang sumber sinar laser

c. Menentukan jarak antara celah dari kisi difraksi

yang diketahui besarnya

2. Waktu

Sabtu, 27 Desember 2014

3. Tempat Praktikum

Laboratorium Fisika Dasar, Lantai III, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram

B. ALAT DAN BAHAN

1. Alat – alat Praktikum

a. Sumber laser

b. Layar

c. Roll meter

d. Penggaris

e. Statif

2. Bahan – bahan Praktikum

a. Kisi difraksi

b. Kisi yang belum diketahui besarnya

C. LANDASAN TEORI

Kisi-kisi yang sering digunakan untuk mengukur panjang

gelombang dan untuk mengkaji struktur dan identitas garis-

45

garis spektrum. Kisi-kisi tersebut dibuat dengan galur-galur

sejajar yang berjarak sama terhadap satu sama lain pada sebuah

pelat logam, dengan menggunakan sebuah ujung runcing pemotong

yang terbuat dari intan yang gerakannya diatur secara otomatis

untuk sebuah penggaris yang teliti. Sekali sebuah kisi induk

seperti itu telah disediakan, maka tiruannya dapat dibentuk

dengan menuangkan suatu larutan pada kisi tersebut. Dalam kisi

yang belum sempurna, maka celah yang terbuka dipisahkan oleh

pita-pita yang tak tembus cahaya, amplitudo gangguan,

gelombang berubah secara periodik jika cahaya lewat melalui

kisi tersebut dan menjadi sebesar nol pada pita-pita yang tak

tembus cahaya tersebut, kisi fasa adalah tembus cahaya disemua

titik. Sehingga terdapat sedikit perubahan amplitudo yang

periodik sewaktu kisi tersebut dilalui oleh cahaya. Efek dari

penggarisan adalah untuk mengubah ketebalan optik dari cahaya

tersebut secara periodik dan sinar yang menembus kisi dipusat

garis-garis. Hal ini menghasilkan suatu perubahan fasa yang

periodik sewaktu sinar menembus kisi dengan arah yang tegak

lurus kepada garis-garis (Halliday, 1996 : 768).

Kisi difraksi terdiri atas sebaris celah sempit yang

saling berdekatan dalam jumlah banyak. Jika seberkas sinar

dilewatkan kisi difraksi akan terdifraksi dan dapat

menghasilkan suatu pola difraksi di layar. Jarak antara celah

yang berurutan (d) disebut tetapan kisi. Jika jumlah celah

atau goresan tiap satuan panjang (cm) dinyatakan dengan N,

maka :

d = 1/N

46

Seberkas sinar tegak lurus kisi dan sebuah lensa

konvergen digunakan untuk mengumpulkan sinar-sinar tersebut ke

titik P yang dikehendaki pada layar. Distribusi intensitas

yang diamati pada layar merupakan gabungan dari efek

interferensi dan difraksi. Setiap celah menghasilkan difraksi

seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dan sinar-sinar yang

terdifraksi sebelumnya tersebut berinterferensi pada layar

yang menghasilkan pola akhir (Zaelani, 2006: 70).

Suatu celah yang dikenai cahaya dari arah depan akan

memproyeksikan bayangan terang yang sebentuk dengan celah

tersebut di belakangnya. Tetapi di samping itu, terbentuk juga

bayangan-bayangan terang yang lain dari celah tersebut di

sebelah menyebelah bayangn aslinya, dan yang semakin ke tepi,

terangnya semakin merosot. Jadi seolah-olah sinar cahaya yang

lolos lawat celah itu ada yang dilenturkan atau didifraksikan

kea rah menyamping. Gejala difraksi demikian tak lain ialah

interferensi sinar-sinar gelmbang elektromagnetik cahaya dari

masing-masing bagian medan gelombang sebagai sumber gelombang

cahaya (Suparmono, 2005 : 123).

D. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Percobaan menentukan panjang gelombang Sinar Laser

a. Meletakkan sumber laser pada meja, tepat mendatar

dan tegak lurus pada layar atau tembok.

b. Meletakkan kisi difraksi (dengan jarak antar celah

yang telah diketahui) didepan lubang tempat sinar laser

keluar, sehingga pola difraksi terletak tepat horizontal

pada layar.

47

c. Mengukur jarak antara kisi difraksi dengan layar.

d. Mengukur jarak tiap pola difraksi yang terjadi

(terang ke n) ke pola difraksi pusat.

e. Menghitung panjang gelombang sinar laser.

f. Mengubah posisi kisi difraksi dengan jarak 50, 40

dan 30 cm terhadap layar, lalu lakukan langkah c, d dan

e.

2. Menentukan jarak antara celah kisi difraksi.

a. Meletakkan sumber laser pada meja, tepat mendatar

dan tegak lurus pada layar.

b. Meletakkan kisi difraksi (dengan jarak antara celah

yang belum diketahui) didepan lubang tempat sinar laser

keluar, sehingga pada difraksi terletak tepat horizontal

pada layar.

c. Mengukur jarak antara kisi difraksi dengan layar.

d. Mengukur jarak tiap pola difraksi yang terjadi

(terang ke-n) ke pola difraksi pusat.

e. Menghitung panjang gelombang sinar laser.

f. Mengubah posisi difraksi dengan jarak 50, 40 dan 30

cm terhadap layar, lalu lakukan langkah c, d dan e.

E. HASIL PENGAMATAN

15. Tabel Hasil Pengamatan untuk N = 100 garis/mmNo l (cm) yi (cm)

1 50 y1 = 3,5

y2 = 3,6

y3 = 3,7

y4 = 3,8

48

y5 = 4,0

2 40

y1 = 2,8

y2 = 2,9

y3 = 3,0

y4 = 3,1

y5 = 3,3

3 30

y1 = 2,1

y2 = 2,2

y3 = 2,3

y4 = 2,3

y5 = 2,5

16. Tabel Hasil Pengamatan untuk N = 300 garis/mmNo l (cm) yi (cm)

1 50

y1 = 9,8

y2 = 11,6

y3 = 16,9

2 40

y1 = 7,9

y2 = 9,1

y3 = 12,6

3 30

y1 = 5,9

y2 = 6,9

y3 = 9,9

49

F. ANALISA DATA

1. Perhitungan untuk n = 100 garis/mm

a. Jarak kisi terhadap layar (l) = 50 cm = 0,5 m

Diketahui :

L = 50 cm =0,5 m

ni = 100 garis/mm

y1 = 3,5 cm = 0,035 m

y2 = 3,6 cm = 0,036 m

y3 = 3,7 cm = 0,037 m

y4 = 3,8 cm = 0,038 m

y5 = 4,0 cm = 0,040 m

Ditanya : ...?

∆l = l±0,025

d = 1N = 1100 mm = 1 x 10-5 m

λ = d.yn.l

dy1l

= 1 x10-5x 0,035

0,5 = 7 x10-7 m

dy2l

= 1 x10-5x 0,036

0,5 = 7,2 x 10-7 m

dy3l

= 1 x10-5x 0,037

0,5 = 7,4 x 10-7 m

dy4l

= 1 x10-5x 0,038

0,5 = 7,6 x 10-7 m

dy5l

= 1 x10-5x 0,04

0,5 = 8 x 10-7 m

Σ(dyil ) = dy1l + dy2l + dy3

l + dy4

l + dy5

l50

= 37,2 x 10-7 m

(dyl ) = dy1

l+dy2

l+dy3

l+dy4l

+dy5l

n=7 x 10-7+ 7,2 x 10-7+ 7,4 x 10-7+ 7,6 x 10-7+ 8 x 10-7 5= 37,2 x 10-7

Δ (dyl ) = √Σ(dyi

l )−(dyl )2

n−1

= √37,2 x 10-7- 5,535 x 10-13

4= 9,664 x 10-4

17. Tabel Hasil dari ni dan dy/lNo ni dy/l ±

1 1 ±7 x10-7

2 2 ±7,2 x 10-7

3 3 ±7,4 x 10-7

4 4 ±7,6 x 10-7

5 5 ±8 x 10-7

51

Grafik hubungan antara ni dengan dy/l

λ1 = dy1n1l

= 1 x 10-5 x 0,035

1 x 0,5 = 7 x 10-7

λ2 = dy2n2l

= 1 x 10-5 x 0,036

2 x 0,5 = 3,6 x 10-7

λ3 = dy3n3l

= 1 x 10-5 x 0,037

3 x 0,5 = 2,5 x 10-7

λ4 = dy4n4l

= 1 x 10-5 x 0,038

4 x 0,5 = 1,9 x 10-7

λ5 = dy5n5l

= 1 x 10-5 x 0,04

5 x 0,5 = 1,6 x 10-7

18. Tabel Hasil Perhitungan panjang gelombang (λ)No ni dy/l ± Λ

1 1 ±7 x 10-7 7 x 10-7

2 2 ±7,2 x 10-7 3,6 x 10-7

3 3 ±7,4 x 10-7 2,5 x 10-7

52

4 4 ±7,6 x 10-7 1,9 x 10-7

5 5 ±8 x 10-7 1,6 x 10-7

b. Jarak kisi terhadap layar (l) = 40 cm = 0,4 m

19. Tabel Hasil dari ni dan dy/lNo ni dy/l ±

1 1 ±7 x 10-7

2 2 ±7,25 x 10-7

3 3 ±7,5 x 10-7

4 4 ±7,75 x 10-7

5 5 ±8,25 x 10-7

Grafik hubungan antara ni dengan dy/l

53

20. Tabel Hasil Perhitungan panjang gelombang (λ)No ni dy/l ± Λ

1 1 ±7x10−7 7x10−7

2 2 ±7,25x10−7 3,6x10−7

3 3 ±7,5x10−7 2,5x10−7

4 4 ±7,75x10−7 1,9x10−7

5 5 ±8,25x10−7 1,65x10−7

c. Jarak kisi terhadap layar (l) = 30 cm = 0,3 m

21. Tabel Hasil dari ni dan dy/lNo ni dy/l ±

1 1 ±7x10−7

2 2 ±7,3x10−7

3 3 ±7,7x10−7

4 4 ±7,7x10−7

5 5 ±8,3x10−7

Grafik hubungan antara ni dengan dy/l

54

22. Tabel Hasil Perhitungan panjang gelombang (λ)No ni dy/l ± Λ

1 1 ±7x10−7 7x10−7

2 2 ±7,3x10−7 3,7x10−7

3 3 ±7,7x10−7 2,6x10−7

4 4 ±7,7x10−7 1,9x10−7

5 5 ±8,3x10−7 1,7x10−7

2. Perhitungan untuk n = 300 garis/mm

a. Jarak kisi terhadap layar (l) = 50 cm = 0,5 m

Diketahui :

L = 50 cm =0,5 m

ni = 300 garis/mm

y1 = 9,8 cm = 0,098 m

y2 = 11,6 cm = 0,116 m

y3 = 16,3 cm = 0,163 m

Ditanya : ...?

∆l = l±0,025

d = 1N = 1300 mm = 3,3 x 10-3 mm = 3,3 x 10-6 m

λ = dynl

dy1l

= 3,3x10−6x0,0980,5 = 6,5x10−7 m

55

dy2l

= 3,3 x10-6x 0,116

0,5 = 7,7 x 10-7 m

dy3l

= 3,3 x10-6x 0,163

0,5 = 10,8 x 10-7 m

Σ(dyil ) = dy1l + dy2l + dy3

l

= 25 x 10-7 m

(dyl ) = dy1

l+dy2

l+dy3

ln

= 25 x 10-7

5= 8,3 x 10-7

Δ (dyl ) = √Σ(dyi

l )−(dyl )2

n−1

= √25 x 10-7- 6,9 x 10-132= 1,12 x 10-3

23. Tabel Hasil dari ni dan dy/lNo ni dy/l ±

1 1 ±6,5 x 10-7

2 2 ±7,7 x 10-7

3 3 ±10,8 x 10-7

56

Grafik hubungan antara ni dengan dy/l

λ1 = dy1n1l

= 3,3 x 10-6 x 0,098

1 x 0,5 = 6,5 x 10-7

λ2 = dy2n2l

= 3,3 x 10-6 x 0,116

2 x 0,5 = 3,8 x10-7

λ3 = dy3n3l

= 3,3 x 10-6 x 0,163

3 x 0,5 = 3,6 x10-7

24. Tabel Hasil Perhitungan panjang gelombang (λ)No ni dy/l ± Λ

1 1 ±6,5 x 10-7 6,5 x 10-7

2 2 ±7,7 x 10-7 3,8 x 10-7

3 3 ±10,8 x 10-7 3,6 x 10-7

b. Jarak kisi terhadap layar (l) = 40 cm = 0,4 m

25. Tabel Hasil dari ni dan dy/l

57

No ni dy/l ±

1 1 ±6,5 x 10-7

2 2 ±7,5 x 10-7

3 3 ±10,4 x10-7

Grafik hubungan antara ni dengan dy/l

26. Tabel Hasil Perhitungan panjang gelombang (λ)No ni dy/l ± λ

1 1 ± 6,5 x 10-7 6,5 x 10-7

2 2 ±7,5 x 10-7 3,8 x 10-7

3 3 ±10,4 x 10-7 3,5 x10-7

c. Jarak kisi terhadap layar (l) = 30 cm = 0,3 m

27. Tabel Hasil dari ni dan dy/lNo ni dy/l ±

58

1 1 ± 6,5 x 10-7

2 2 ± 7,6 x 10-7

3 3 ± 10,9 x 10-7

Grafik hubungan antara ni dengan dy/l

28. Tabel Hasil Perhitungan panjang gelombang (λ)No ni dy/l ± λ

1 1 ± 6,5 x10-7 6,5 x10-7

59

2 2 ± 7,6 x10-7 3,8 x 10-7

3 3 ± 10,9 x10-7 3,6 x 10-7

G. PEMBAHASAN

Dalam praktikum kali ini yaitu untuk mempelajari peristiwa

kisi difraksi, menentukan panjang gelombang sumber sinar laser

dan menentukan jarak antara celah dari kisi difraksi yang

belum diketahui besarnya. Kisi difraksi adalah kisi-kisi yang

sering digunakan untuk mengukur panjang gelombang dan untuk

mengkaji struktur dan identitas garis-garis spektrum. Kisi-

kisi tersebut dibuat dengan galur-galur sejajar yang berjarak

yang berjarak sama terhadap satu sama lain, yang lebih

spesifiknya lagi kisi difraksi bermanfaat untuk mengukur

panjang gelombang cahaya. Dalam praktikum ini menggunakan 2

buah kisi yaitu kisi 100 dan 300 garis/mm dengan jarak kisi ke

layar (l) sebesar 50, 40 dan 30 cm. Pada kisi 100 garis/mm

mengukur jarak antara titik terang sinar laser sebanyak lima

kali sedangkan pada kisi 300 garis/mm mengukur jarak antara

titik terang sinar laser sebanyak tiga kali pada masing –

masing jarak (l). Untuk dy/l pada kisi 100 garis/mm yaitu

berturut – turut di dapatkan hasil sebesar ±7 x 10-7,

±7,2 x 10-7, ±7,4 x 10-7, ±7,6 x 10-7,dan ±8 x 10-7 pada l = 50

cm atau 0,5 meter. Untuk nilai panjang gelombang (λ) diperoleh

hasil yaitu ±7 x 10-7, ±3,6 x 10-7, ±2,5 x 10-7, ±1,9 x 10-7,dan±1,6 x 10-7. Sedangkan untuk kisi 300 garis/mm didapatkan hasil

dy/l sebesar sebesar ±6,5 x 10-7, ±7,7 x 10-7,dan ±10,8 x 10-7

pada l = 50 cm atau 0,5 meter dan untuk nilai panjang60

gelombang (λ) diperoleh hasil yaitu ±6,5 x 10-7, ±3,8 x 10-7,dan±3,6 x 10-7. Hal ini sesuai dengan teori yang telah dijelaskan

bahwa semakin kecil nilai orde maka jarak terang pusat dengan

titik orde semakin kecil dan orde akan berbanding lurus dengan

panjang gelombang. H. PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan diperoleh hasil-hasil seperti :

a. Laser adalah gelombang elektromagnetik yang memiliki

intensitas sangat kuat dan mempunyai sifat khusus,

sedangkan cahaya biasa sebaliknya.

b. Panjang gelombang akan berbanding terbalik dengan

orde jika nilai orde lebih besar. Menentukan panjang

gelombang pada sinar laser dengan menggunakan rumus λ =dy1n1l

c. Jarak antara celah kisi difraksi yang belum

diketahui besarnya dikenal dengan y1, y2 dan y3. Yang

sebenarnya hasilnya 300 garis/mm.

2. Saran

Untuk praktikum ini praktikan harus berhati-hati

dengan penggunaan sinar laser sebagai sumber cahaya, karena

sinar laser sangat berbahaya bagi kesehatan kita.

61

DAFTAR PUSTAKA

Halliday, Resnick. 1987. Fisika Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Supramono, Eddy.2005. Fisika dasar II. Malang: UM Press.

Zaelani,ahmad.2006. Bimbingan Pemantapan Fisika. Bandung: Yrama Widya.

62