komunikasi lintas budaya

74
Komunikasi dan Hubungan Masyarakat “ Komunikasi Lintas Budaya” Oleh: Winda Dwi Gusti/ 1201590 Sesi: Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial

Transcript of komunikasi lintas budaya

Komunikasi dan Hubungan Masyarakat

“ Komunikasi Lintas Budaya”

Oleh:

Winda Dwi Gusti/ 1201590

Sesi:

Jurusan Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Padang

2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang

heterogen dalam berbagai aspek seperti keberagaman

suku, agama, bahasa, adat istiadat dan sebagainya.

Sementara itu, perkembangan dunia yang semakin pesat

menuntut manusia harus berinteraksi dengan pihak

lain yang menuju kearah global, sehingga tidak

memiliki lagi batas-batas, sebagai akibat dari

perkembangan teknologi.

Oleh karena itu, masyarakat harus siap untuk

menghadapi situasi-situasi baru dengan keberagaman

kebudayaan atau lainnya. Antara komunikasi dan

interaksi harus berjalan antara satu dengan yang

lainnya.

Dalam berkomunikasi dengan konteks keberagaman

kebudayaan sering kali menemui masalah atau

hambatan-hambatan bahkan dapat memicu terjadnya

konflik, misalnya saja dalam penggunaan bahasa,

lambang-lambang, nilai atau norma-norma masyarakat

dan lain sebagainya. Pada hal syarat untuk

terjalinya hubungan itu tentu saja harus ada saling

pengertian dan pertukaran informasi atau makna

antara satu dengan lainnya.

Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal

balik. Budaya menjadi bagian dari prilaku komunikasi

dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan

memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya.

Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme

untuk mensosialisasikan norma-norma budaya

masyarakat, baik secara horizontal dari suatu

masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara

vertikal dari suatu generasi ke generasi berikutnya.

Pada sisi lain, budaya merupakan norma-norma atau

nilai-nilai yang dianggap sesuai untuk kelompok

tertentu.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas maka dapat

dirumuskan masalah, sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan komunikasi?

2. Apakah yang dmaksud dengan budaya?

3. Apakah yang dimaksud dengan komunikasi lintas

budaya?

4. Aspek apa saja yang mempengaruhi komunikasi

lintas budaya?

5. Bagaimana bentuk komunikasi lintas budaya di

indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah

untuk mengetahui tentang komunikasi lintas budaya

diindonesia dan pengaplikasiannya dalam kehidupan

sehari-hari serta untuk pemenuhan tugas mata kuliah

Komunikasi dan Hubungan Masyarakat.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Secara etimologis atau menurut asal katanya,

istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin

communication dan perkataan ini bersumber pada kata

communis. Arti communis disini adalah sama, dalam

arti kata sama makna, yaitu sama makna menganai satu

hal

Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang

menguntungkan pengirim maupun penerima,

menguntungkan dalam artian sama-sama berbagi makna

dan memahami makna secara bersama sehingga melakukan

proses selanjutnya juga bersama dalam kesamaan makna

atau dengan kata lain komunikasi efektif

Menurut Leeuwis (dalam Satriani dan Muljono,

2005:90) komunikasi merupakan sebuah proses penting

yang digunakan oleh manusia dalam pertukaran

pengalaman dan ide, dan hal itu menjadi pemicu

penting bagi penyampaian pengetahuan dan persepsi

dari berbagai jenis (misalkan pembelajaran). Oleh

karena itu, komunikasi merupakan unsur inti dalam

perubahan strategi untuk mendorong perubahan.

sedangkan menurut Soekartawi (1988) komunikasi

adalah suatu pernyataan manusia, baik secara

perorangan maupun berkelompok, yang bersifat umum

dengan menggunakan lambang-lambang yang berarti,

maka tampak bahwa dengan perkembangan objek tertentu

akan memerlukan komunikasi yang lebih spesifik.

Misalnya, komunikasi pembangunan, komunikasi

politik, komunikasi antar budaya, dan sebagainya.

Lain halnya dengan Ahmad Sihabudin (2011:28)

menyatakan bahwa bentuk paling nyata dalam

komunikasi adalah bahasa. Secara sederhana bahasa

dapat diartikan sebagai suatu system lambang yang

teroganisasi, disepakati secara umum, dan merupakan

hasil belajar, yang digunakan untuk menyajikan

penglaman-pengalaman dalam suatu komunitas geografis

atau budaya. Bahasa merupakan alat utama yang

digunakan budaya untuk menyalurkan kepercayaan,

nilai dan norma. Bahasa merupakan alat bagi orang-

orang untuk berinteraksi dengan orang lain dan juga

sebagai alat untuk berpikir.

Dalam berkomunikasi diharapkan seseorang dapat

menerima pesan yang disampaikan oleh sipemberi

informasi. Edy Sudaryanto (1997:9) mengungkapkan ada

beberapa tugas pokok komunikasi dalam suatu

perubahan sosial dalam rangka pembangunan yaitu:

a. Menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang

pentingnya perubahan.

b. Memberikan kesempatan pada masyarakat untuk

mengambil bagian secara aktif

c. Mendidik tenaga kerja yang diperlukan dalam

pembangun.

Dalam proses komunikasi terdapat beberapa elemen

yaitu source, message, channel, reciver, dan effect.

Bagi source sebelum menyempaikan pesan terlebih

dahulu menyendi (incode) message (pesan) ke dalam

suatu pengertian. Dalam hal ini penentu kebijakan

(komunikator) dalam menyampaikan arahannya harus

dapat mempertimbangkan kondisi penerima kebijakan.

Dengan demikian diharapkan materi-materi arahannya

disesuaikan dengan tingkat akal pengetahuan

sipenerima kebijakan (komunikan) agar lebih mudah

dipahami makna yang terkandung di dalamnya. Di

samping itu juga penerima kebijakan menyandi kembali

terhadap materi-materi yang disampaikan oleh penentu

kebijakan. Dengan demikian akan terjadi efek atau

umpan balik yang diinginkan oleh pemerintah.

Selain itu, Everest M. Rogers (dalam Mulyana,

2001:62) mengatakan bahwa komunikasi merupakan

proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada

suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk

mengubah tingkah laku mereka.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi

merupakan proses penyampaian suatu informasi kepada

penerima pesan sehingga penerima pesan dapat

mengerti maksud dari pengirim pesan.

2. Tujuan Komunikasi

Adapun beberapa tujuan sari komunikasi menurut

Levis ( dalam Satriani dan Muljono, 2005:90) antara

lain:

a. Informasi untuk memberikan informasi yang

menggunakan pendekatan dan pemikiran

b. Persuasif untuk menggugah perasaan penerima

c. Mengubah perilaku (sikap, pengetahuan dan

keterampilan) perubahan sikap terhadap pelaku

pembangunan

d. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan usaha

secara efisien dibidang usaha yang dapat meberi

manfaat dalam batas waktu yang tidak tertentu

e. Mewujudkan partisipasi aktif masyarakat dalam

pembangunan.

Dengan informasi yang dihasilkan oleh adanya

komunikasi berguna untuk memberikan dan memperoleh

pengetahuan serta wawasan global dalam perubahan

lingkungan sosial, budaya serta perkembangan

kehidupan manusia kearah yang lebih baik atau menuju

kemajuan dan kemudahan serta dapat memberikan

manfaat yang menyeluruh bagi masyarakat baik dari

kalangan rendah maupun kalangan tinggi.

3. Unsur-unsur Komunikasi

adapun unsur-unsur dari komunikasi antara lain:

a. Sumber

Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk

berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi

keadaan internal sendiri, baik yang bersifat

emosional maupun informasional dengan orng lain.

Kebutuhan ini bisa berupa keinginan untuk

memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan

untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang

lain.

b. Meng-encode

Karena keadaan internal tidak bisa dibagi bersama

secara langsung, maka diperlukan simbol-simbol

yang mewakili. Encoding adalah suatu aktifvitas

internal pada sumber dalam menciptakan pesan

melalui pemilihan pada simbol-simbol verbal dan

non verbal, yang disusun berdasarkan aturanaturan

tata bahasa dan sintaksis yang berlaku pada bahasa

yang digunakan.

c. Pesan

Merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat

simbol-simbol verbal atau non verbal yang mewakili

keadaan khusus sumber pada satu dan tempat

tertentu

d. Saluran

Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari

sumber ke penerima atau yang menghubungkan orang

ke orang lain secara umum.

e. Penerima

Adalah orang -orang yang menerima pesan dan dengan

demikian terhubungkan dengan sumber pesan.

Penerima bisa orang yang dimaksud oleh sumber atau

orang lain yang kebetulan mendapatkan kontak juga

dengan pesan yang dilepaskan oleh sumber dan

memasuki saluran

f. Men-decode

Decoding merupakan kegiatan internal dari

penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan

macam-macam data dalam bentuk “mentah”, yang harus

diubah kedalam pengalaman-pengalaman yang

mengandung makna.

g. Respon penerima

Yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima

untuk dilakukan terhadap pesan.Respons dapat

bervariasi sepanjang dimensi minimum sampai

maksimum.

h. Balikan (Feedback)

Merupakan informasi bagi sumber sehingga ia dapat

menilai efektifitas komunikasi untuk selanjutnya

menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.

i. Gangguan (Noise)

Gangguan beraneka ragam, untuk itu harus

didefinisikan dan dianalisis. Noise dapat masuk

kedalam sistem komunikasi manapun yang merupakan

apa saja yang mengganggu atau membuat kacau

penyampaian pesan, termasuk yang bersifat fisik

atau phisikis

j. Bidang pengalaman

Komunikasi dapat terjadi sejauh para pelaku

memiliki pengalamanpengalaman yangsama. Perbedaan

dapat mengakibatkan komunikasi menjadi sulit,

tetapi walaupun perbedaan tidak dapat dihilangkan

bukan berarti komunikasi tidak ada harapan untuk

terjadi

k. Konteks komunikasi

Komunikasi selalu terjadi dalam suatu konteks

tertentu paling tidak ada tiga dimensi:

Dimensi fisik

Merupakan lingkungan konkrit dan nyata tempat

terjadinya komunikasi, seperti ruangan,

halaman dan jalanan.

Dimensi sosial

Misalnya adat istiadat, situasi rumah dll

Dimensi norma

Misalnya mencakup kesemua kehidupaan

masyarakat.

4. Tipe Kominikasi

Tipe komunikasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu

komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal, dengan

penjelasan sebagai berikut:

a. Komunikasi verbal

Menurut Fajar (2009:109-110) komunikasi verbal

merupakan komunikasi yang menggunakan kata-kata

secara lisan dengan secara sadar dilakukan oleh

manusia untuk berhubungandengan manusia lain.

Dasar komunikasi verbal adalah interkasi antara

manusia. Dan menjadi salah satu cara bagi manusia

berkomunikasi secara lisan atau bertatapan dengan

manusia lain, sebagai sarana utama menyatukan

pikiran, perasaan dan maksud.

b. Komunikasi Nonverbal

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter

(2010), komunikasi nonverbal mencakup semua

rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu

setting komunikasi oleh individu dan penggunaan

lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai

pesan potensial bagi pengirim atau penerima.

Adapun bentuk-bentuk komunikasi nonverbal antara

lain:

1) Kinesics

Suatu nama teknis bagi studi mengenai

gerakan tubuh digunakan dalam komunikasi.

Gerakan tubuh meliputi kontak mata, ekspresi

wajah, gerak-isyarat, postur atau perawakan,

dan sentuhan.

2) Paralanguage

Paralanguage atau vocalics adalah “suara”

nonverbal apa yang kita dengar bagaimana

sesuatu dikatakan. Ada empat karakteristik

vokal yang meliputi paralanguage dan kemudian

membicarakan bagaimana kesimpulan-kesimpulan

vokal dapat mengganggu arus pesan.

3) Gangguan-gangguan vokal

Dalam budaya Indonesia gangguan dalam pidato

atau berbicara seperti “ehm”, “aaa”, “eee”,

“baik”

4) Penggunaan ruang

Menggunakan ruang yang dimiliki dengan

caramenggunakan objek dan mendekorasi ruang

tersebut

Bentuk komunikasi

Komunikasi

verbal

Komunikasi

vokal

Komunikasi

nonvokal

Bahasa lisan Bahasa tertulis

Komunikasi

nonverbal

Nada suara,

desah, jeritan,

kualitas vokal

Isyarat,

gerakan,

penampilan,

ekspresi wajah

Sementara itu, menurut Lihapsari (1997:3) teknik-

teknik dalam berkomunikasi antara lain:

a. Teknik komunikasi informatif

Teknik Komunikasi Informatif adalah suatu

ketrampilan berkomunikasi dengan menyampaikan

berbagai tanda informasi baik yang bersifat

verbal, non-verbal maupun paralinguistik.

Menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang

perubahan sosial, agar masyarakat dapat:

memusatkan perhatian akan kebutuhan perubahan,

cara mengadakan perubahan, dan dapat menyiapkan

sarana-sarana perubahan. Melalui informasi

masyarakat memperoleh kesempatan untuk mengambil

bagian secara aktif dan memperoleh pengetahuanyang

diperlukan dalam menghadapi perubahan. Tanpa

informasi sangatlah sulit untuk dapat mengakses

secara cepat dan tepat segala sesuatu yang

bermanfaat dari adanya perubahan sosial.

b. Teknik komunikasi persuasif

Teknik komunikasi persuasif adalah cara

menyampaikan pesan pada orang lain dengan

memperhatikan aspek psikologis, cara ini

menadasrakan pada kesadaran pribadi dan menjauhi

adanya paksaan. Menyampaikan pesan seperti ini

merupakan hal yang mendasarkan pada kesesuaian

kondisi atau latar belakang yang dihadapi. Yang

penting untuk dipahami bahwa komunikasi persuasif

yang dilakukan memperoleh hasil yang diinginkan

sesuai dengan pengalaman yang ada. Komunikasi

persuasif akan terjadi umpan balik tanya jawab

mengenai persoalan perubahan sosial. Dengan

demikian masyarakat akan memperoleh gambaran yang

utuh atau menyeluruh mengenai arti pentingnya

perubahan sosial dalam kehidupan manusia.

c. Teknik komunikasi pervasif

Teknik komunikasi pervasive adalah cara

menyampaikan pesan pada orang lain dengan

berulang-ulang, sehingga sedikit demi sedikit akan

merember pada bawh sadar yang pada akhirnya akan

membentuk sikap dan kepribadiannya. Melalui teknik

ini seseorang akan memperoleh pemahaman tentang

perubahan sosial dimaknakan sebagai pemahaman yang

akurat, karena diinformasikannya secara berulng-

ulang.

d. Teknik komunikasi koersif

Teknik komunikasi koersif adalah teknik komunikasi

yang berlawanan dengan teknik komunikasi peruasif

yaitu penyampaikan pesan komunikasi pada orang

lain dengan cara memaksa orang untuk berbuat

sehingga menimbulkan rasa ketakutan dan rasa

tunduk serta patuh. Dengan cara ini manusia

dipaksa untuk siapsiap menerima adanya perubahan

yang membawa efek positif dan negatif. Seiring itu

masyarakat dipaksa untuk memeaham dan

mempersiapkan diri dengan beka ilmu pengetahuan

sehingga perubahan social tetap membawa perubahan

yang baik bagi kehidupan umat manusia.

e. Teknik komunikasi instruktif

Teknik komunikasi instruktif adalah penyampaian

pesan komunikasi dikemas sedemikian rupa sehingga

pesan itu dipahami sebagai perintah yang harus

dilaksanakan. Teknik ini agar dilaksanakan oleh

audien terlebih dahulu dikondisikan agar segala

sesuatu itu diperlukan. Komunikasi jenis ini

diterapkan karena sifatnya sseegera mungkin harus

dilaksanakan dan manakala tidak segera dilakukan

akan membawa efek buruk bagi kehidupan. Manakala

manusia ingin mengalami kejauan maka dengan segera

mengikuti dan mentaati adanya perubahan social

pembangunan

f. Teknik hubungan manusiawi

Yang dimaksud dengan teknik komunikasi hubungan

manusiawi adalah kemasan informasi yang

disampaikan dengan mendasarkan aspek psikologis

secara tatap muka utnuk merubah sikap dan perilaku

dan kehidupan sehingga menimbulkan rasa kepuasan

kepada berbagai pihak. Jenis teknik ini bila

dikaitkan dengan perubahan sosial tertama

melakukan pendekatan para tokoh sehingga

menimbulkan pemaman yang mendukung pada adanya

perubahan tersebut. Kemudian diharapkan para tokoh

itu dapat mensosialisasikan pada orang lain atau

para pengikutny dengan caranya sendiri.

B. Budaya

1. Pengertian Budaya

Kata “budaya” berasal dari bahasa sansekerta

buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata

buddhi, yang berarti “budi” atau “kaal”. Kebudayaan

itu sendiri diartikan sebagai “ hal-hal yang

berkaitan dengan budi atau akal”.

Istilah culture, yang merupakan istilah bahasa asing

yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari

kata “colere” yang artinya adalah “mengolah atau

mengerjakan”, yaitu dimaksudkan kepada keahlian

mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata

colere yang kemudian berubah menjadi ulture diartikan

sebagai “segala daya dan kegiatan manusia untuk

mengolah dan mengubah alam”.

Seorang Antropolog yang bernama E.B. Taylor

(1871), memberikan defenisi mengenai kebudayaan

yaitu “kebudayaan adalah kompleks yang mencakup

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,

adat istiada, lain kemampuankemampuan dan kebiasaan-

kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai

anggota masyarakat”.

Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen,

menurut ahli antropologi (dalam Mulyana dan

Jalaluddin Rakhmat, 2005) yaitu:

a. Kebudayaan material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan

masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam

kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang

dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi:

mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan

seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup

barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang,

stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit,

dan mesin cuci.

b. Kebudayaan nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan

abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi,

misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu

atau tarian tradisional.

c. Lembaga sosial

Lembaga social dan pendidikan memberikan peran

yang banyak dalam kontek berhubungan dan

berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem social

yang terbantuk dalam suatu Negara akan menjadi

dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan social

masyarakat.

d. Sistem kepercayaan

Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun

system kepercayaan atau keyakinan terhadap

sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system

penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem

keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan,

bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara

mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana

berkomunikasi.

e. Estetika

Berhubungan dengan seni dan kesenian, music,

cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari–tarian,

yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat.

Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki

nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu

dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan

kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif.

disetiap daerah berbeda.

f. Bahasa

Bahasa merupakan alat pengatar dalam

berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah, bagian

dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek.

Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen

komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki

sifat unik dan kompleks, yang hanya dapat

dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi

keunikan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami

agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan

memperoleh nilai empati dan simpati dari orang

lain.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebudayaan

adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat

pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan

yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam

kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat

abstrak.

2. Tujuan Mempelajari Budaya

Adapun tujuan mempelajari budaya antara lain:

a. Menyadari bias budaya sendiri

b. Lebih peka secara budaya

c. Memperoleh kapasitas untuk benar-benar terlibat

dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan

hubungan yang langgeng dan memuaskan orang

tersebut.

d. Merangsang pemahaman yang lebih besar atas budaya

sendiri

e. Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang

f. Mempelajari keterampilan komunikasi yang membuat

seseorang mampu menerima gaya dan isi

komunikasinya sendiri.

g. Membantu memahami budaya sebagai hal yang

menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan

makna bagi para anggotanya

h. Membantu memahami kontak antar budaya sebagai

suatu cara memperoleh pandangan ke dalam budaya

sendiri: asumsi-asumsi, nilai-nilai, kebebasan-

kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.

i. Membantu memahami model-model, konsep-konsep dan

aplikasi-aplikasi bidang komunikasi antar budaya.

j. Membantu menyadari bahwa sistem-sistem nilai yang

berbeda dapat dipelajari secara sistematis,

dibandingkan, dan dipahami.

3. Cakupan kebudayaan

Dalam praktik komunikasi lintas budaya, peran

pemahaman berbudaya tidak dapat dilepaskan. Budaya

mencakup 3 (tiga) hal penting, yaitu:

a. Istilah budaya merujuk pada keragaman pool of

knowledge, realitas-realitas yanng dipertukarkan,

dan norma-norma yang dikelompokkan yang membentuk

sistem sistem makna yang dipelajari dalam

masyarakat Partikular

b. sistem-sistem makna yang dipelajari tersebut

dipertukarkan dan ditransmisikan melalui interaksi

sehari-hari di antara para anggota kelompok budaya

dan dari satu generasi ke generasi berikutnya

c. budaya memfasilitasi kapasitas para anggota untuk

bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan

eksternal lainnya

4. Dimensi Ragam Budaya

Telah dikenal ribuan anekdot mengenai

kesalahpahaman akibat komunikasi antarbudaya antara

orang-orang dari budaya yang berbeda-beda. Karena

besarnya jumlah pasangan budaya, dan karena

kemungkinan kesalahpahaman berdasarkan bentuk verbal

maupun perilaku nonverbal antara tiap pasangan

budaya sama besarnya, maka terdapat banyak anekdot

mengenai hal-hal tentang antarbudaya yang mungkin

dibuat. Yang diperlukan adalah cara untuk mengatur

dan memahami banyaknya masalah yang mungkin timbul

dalam komunikasi antarbudaya. Sebagian besar

perbedaan dalam komunikasi antarbudaya merupakan

hasil dari keragaman dalam dimensi-dimensi berikut

ini:

a. Keakraban dan Kebebasan Mengungkapkan Perasaan

Tindakan keakraban merupakan tindakan yang secara

simultan mengungkapkan kehangatan, kedekatan, dan

kesiapan untuk berkomunikasi. Tindakan-tindakan itu

lebih menandai pendekatan daripada penghindaran dan

kedekatan daripada jarak. Contoh tindakan keakraban

misalnya senyuman, sentuhan, kontak mata, jarak yang

dekat, dan animasi suara. Budaya yang menunjukkan

kedekatan atau spontanitas antarpersonal yang besar

dinamakan “budaya kontak” karena orang-orang dalam

negara-negara ini biasa berdiri berdekatan dan

sering bersentuhan. Orang-orang dalam budaya kontak

yang rendah cenderung berdiri berjauhan dan jarang

bersentuhan.

Sangat menarik bahwa budaya kontak tinggi biasanya

terdapat di negara-negara hangat dan budaya kontak

rendah terdapat di negara-negara beriklim sejuk.

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa yang

termasuk mempunyai budaya kontak adalah negara-

negara Arab, Perancis, Yunani, Itali, Eropa Timur,

Rusia, dan Indonesia. Negara-negara dengan budaya

kontak rendah misalnya Jerman, Inggris, Jepang, dan

Korea (Samovar, Larry A., Richard E. Porter and Lisa

A. Stefani, 1998). Jelas bahwa budaya di iklim

dingin cenderung berorientasi hubungan

antarpersonalnya ‘dingin’, sedangkan budaya di iklim

hangat cenderung berorientasi antarpersonal dan

‘hangat’. Bahkan, orang-orang di daerah hangat

cenderung menunjukkan kontak fisik lebih banyak

daripada orang-orang yang tinggal di daerah dingin.

b. Individualisme dan Kolektivisme

Salah satu dimensi paling fundamental yang

membedakan budaya adalah tingkat individualisme dan

kolektivisme. Dimensi ini menentukan bagaimana orang

hidup bersama, dan nilai-nilai mereka, dan bagaimana

mereka berkomunikasi. Kajiannya tentang

individualisme dalam lima puluh tiga negara, negara

yang paling individualistik secara berurutan adalah

Amerika, Australia, Inggris, Kanada, dan Belanda

yang semuanya negara Barat atau Eropa. Negara yang

paling rendah tingkat individualismenya adalah

Venezuela, Kolombia, Pakistan, Peru, dan Taiwan yang

semuanya budaya Timur atau Amerika Selatan. Korea

berurutan ke-43 dan Indonesia berurutan ke-47. Ting-

kat yang menentukan suatu budaya itu individualistik

atau kolektivistik mempunyai dampak pada perilaku

nonverbal budaya tersebut dalam berbagai cara.

Orang-orang dari budaya individualistik relatif ku-

rang bersahabat dan membentuk jarak yang jauh dengan

orang lain. Budaya-budaya kolektivistik saling

tergantung, dan akibatnya mereka bekerja, bermain,

tidur, dan tinggal berdekatan dalam keluarga besar

atau suku. Masyarakat industri perkotaan kembali ke

norma individualisme, keluarga inti, dan kurang

dekat dengan tetangga, teman, dan rekan kerja mereka

(Hofstede, Geert, 1980).

Orang-orang dalam budaya individualistik juga

lebih sering tersenyum daripada orang-orang dalam

budaya yang cenderung ketimuran. Keadaan ini mungkin

dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa para

individualis bertanggungjawab atas hubungan mereka

dengan orang lain dan kebahagiaan mereka sendiri,

sedangkan orang-orang yang berorientasi kolektif

menganggap kepatuhan pada norma-norma sebagai nilai

utama dan kebahagiaan pribadi atau antarpersonal

sebagai nilai kedua. Secara serupa, orang-orang

dalam budaya kolektif dapat menekan penunjukan emosi

baik yang positif maupun yang negatif yang

bertentangan dengan keadaan dalam kelompok karena

menjaga keutuhan kelompok merupakan nilai utama.

Orang-orang dalam budaya individualistik didorong

untuk mengungkapkan emosi karena kebebasan pribadi

dihargai paling tinggi. Penelitian mengenai hal

tersebut mengungkapkan bahwa orang-orang dalam

budaya individualistik lebih akrab secara nonverbal

daripada orang-orang dalam budaya kolektif.

c. Feminin dan Maskulin

Maskulinitas adalah dimensi budaya yang sering

terlupakan. Ciri-ciri khas maskulin biasanya

disangkutpautkan dengan kekuatan, ketegasan,

persaingan, dan ambisi, sedangkan ciri-ciri khas

feminin dihubungkan dengan kasih sayang, pengasuhan,

dan emosi. Penelitian antarbudaya menunjukkan bahwa

anak perempuan diharapkan lebih dapat mengasuh

daripada anak laki-laki walaupun ada variasi yang

cukup banyak dari negara yang satu dengan yang lain

(Hall, Edward T., 1976).

Budaya maskulin menganggap penting kompetisi dan

ketegasan, sedangkan budaya feminin lebih

mementingkan pengasuhan dan perasaan. Tidak heran,

maskulinitas suatu budaya dihubungkan secara negatif

dengan persentase wanita dalam pekerjaan teknis dan

profesional serta dihubungkan secara positif dengan

pemisahan kedua jenis kelamin dalam pendidikan

tinggi. Negara dengan maskulinitas tertinggi adalah

Jepang, Austria, Venezuela, Itali, dan Swiss.

Kecuali Jepang, negara-negara ini semuanya terletak

di Eropa Tengah dan Karibia. Negara dengan nilai

maskulinitas terendah adalah Swedia, Norwegia,

Belanda, Denmark, dan Finlandia yang semuanya negara

Skandinavia atau Amerika Selatan kecuali Thailand.

Indonesia ditempatkan di urutan ke-30 dan Korea di

urutan ke-41.

d. Kesenjangan Kekuasaan

Dimensi fundamental keempat dalam komunikasi

antarbudaya adalah kesenjangan kekuasaan.

Kesenjangan kekuasaan telah diukur dalam banyak

budaya menggunakan Indeks Kesenjangan Kekuasaan

(IKK). Budaya dengan nilai IKK tinggi mempunyai

kekuasaan dan pengaruh yang lebih terpusat dalam

tangan sedikit orang daripada terbagi dengan cukup

merata di seluruh penduduk. IKK sangat berkaitan

dengan otoritarianisme. Negara dengan IKK tertinggi

adalah Filipina, Meksiko, Venezuela, India, dan

Singapura. Negara-negara tersebut semuanya negara-

negara Asia Selatan atau Karibia, kecuali Perancis.

Negara dengan IKK terendah (mulai dari yang paling

rendah) adalah Austria, Israel, Denmark, Selandia

Baru, dan Irlandia. Dalam hal ini, Indonesia

terletak di tingkat ke-8 yang sangat tinggi dan

Korea berurutan ke-27. Sistem sosial dengan

perbedaan kekuasaan juga menghasilkan perilaku

kinesik yang berbeda. Dalam keadaan beda kekuasaan,

bawahan sering tersenyum dalam usaha untuk tampak

sopan dan menenangkan atasan. Hofstede (1980)

menyatakan bahwa garis lintang dan iklim merupakan

kekuatan utama dalam membentuk budaya. Dia

menekankan bahwa kunci yang mempengaruhi variabel

yaitu bahwa teknologi diperlukan bagi pertahanan

hidup di iklim yang lebih dingin. Kebutuhan ini

menimbulkan rangkaian kejadian di mana anak-anak

tidak terlalu tergantung pada penguasa dan lebih ba-

nyak belajar dari orang lain daripada tokoh-tokoh

penguasa.

Kebudayaan yang sangat menjunjung tinggi

kesenjangan kekuatan besar selalu menekankan nilai

ketidakseimbangan atas status-status individu (Alo

Liliweri, 2001). Senyum yang terus menerus yang

dilakukan orang-orang Timur mungkin merupakan usaha

untuk menenangkan atasan atau menghasilkan hubungan

sosial yang lebih mulus mungkin berhasil dinaikkan

jabatannya dalam budaya ber-IKK tinggi.

e. Konteks Tinggi dan Rendah

Dimensi penting terakhir dari komunikasi

antarbudaya adalah konteks. Hall (1976:91)

menggambarkan budaya konteks tinggi dan rendah yang

cukup mendetil. Komunikasi atau pesan konteks tinggi

(KT) adalah suatu komunikasi di mana sebagian besar

informasinya dalam konteks fisik atau ditanamkan

dalam seseorang, sedangkan sangat sedikit informasi

dalam bagian-bagian pesan yang “diatur, eksplisit,

dan disampaikan”. Teman yang sudah lama saling kenal

sering menggunakan KT atau pesan-pesan implisit yang

hampir tidak mungkin untuk dimengerti oleh orang

luar. Situasi, senyuman, atau lirikan memberikan

arti implisit yang tidak perlu diucapkan. Dalam

situasi atau budaya KT, informasi merupakan gabungan

dari lingkungan, konteks, situasi, dan dari petunjuk

nonverbal yang memberikan arti pada pesan itu yang

tidak bisa didapatkan dalam ucapan verbal eksplisit.

Pesan konteks rendah (KR) hanyalah merupakan

kebalikan dari pesan KT, sebagian besar informasi

disampaikan dalam bentuk kode eksplisit. Pesan-pesan

KR harus diatur, dikomunikasikan dengan jelas, dan

sangat spesifik. Tidak seperti hubungan pribadi,

yang relatif termasuk sistem pesan KT, institusi

seperti pengadilan dan sistem formal seperti

matematika atau bahasa komputer menuntut sistem KR

yang eksplisit karena tidak ada yang bisa diterima

begitu saja.

Budaya konteks yang ditemukan di Timur, Cina,

Jepang, dan Korea merupakan budaya-budaya berkonteks

sangat tinggi. Bahasa merupakan sebagian dari sistem

komunikasi yang paling eksplisit, namun bahasa Cina

merupakan sistem konteks tinggi yang implisit.

Orang-orang dari Amerika sering mengeluh bahwa orang

Jepang tidak pernah bicara langsung ke pokok

permasalahan, mereka gagal dalam memahami bahwa

budaya KT harus memberikan konteks dan latar dan

membiarkan pokok masalah itu berkembang (Hall,

Edward T., 1984).

Komunikasi jelas sangat berbeda dalam budaya KT

dan KR. Pertama, bentuk komunikasi eksplisit seperti

kode-kode verbal lebih tampak dalam budaya KR

seperti Amerika dan Eropa Utara. Orang-orang dari

budaya KR sering dianggap terlalu cerewet,

mengulang-ulang hal yang sudah jelas, dan berlebih-

lebihan. Orang-orang dari budaya KT mungkin dianggap

tidak terus terang, tidak terbuka, dan misterius.

Kedua, budaya KT tidak menghargai komunikasi verbal

seperti budaya KR. Orang-orang yang lebih banyak

bicara dianggap lebih menarik oleh orang Amerika,

tetapi orang yang kurang banyak bicara dianggap

lebih menarik di Korea seperti suatu budaya

berkonteks tinggi. Ketiga, budaya KT lebih banyak

menggunakan komunikasi nonverbal dari pada budaya-

budaya KR. Budaya KR, dan khususnya kaum pria dalam

budaya KR, tidak dapat merasakan komunikasi

nonverbal sebaik anggota budaya KT. Komunikasi

nonverbal memberikan konteks untuk semua komunikasi,

tetapi orang-orang dari budaya KT sangat dipengaruhi

isyarat-isyarat kontekstual. Dengan demikian,

ekspresi wajah, ketegangan, tindakan, kecepatan

interaksi, tempat interaksi, dan pernak-pernik

perilaku nonverbal lainnya dapat dirasakan dan

mempunyai lebih banyak makna bagi orang-orang dari

budaya konteks tinggi. Terakhir, orang-orang dari

budaya KT mengharapkan lebih banyak komunikasi

nonverbal dibandingkan pelaku interaksi dari budaya

KR. Orang-orang dari budaya KT mengharapkan para

komunikator untuk memahami perasaan yang tidak

diungkapkan, isyarat-isyarat yang halus, dan

isyarat-isyarat lingkungan yang tidak dihiraukan

oleh orang-orang dari budaya KR.

C. Komunikasi Lintas Budaya

1. Pengertian komunikasi Lintas Budaya

Berbicara mengenai komunikasi antar budaya, maka kita

harus melihat dulu beberapa defenisi yang dikutip oleh

Ilya Sunarwinadi (1993:7-8) berdasarkan pendapat para

ahli antara lain :

a. Sitaram (1970)

Seni untuk memahami dan saling pengertian antara

khalayak yang berbeda kebudayaan.

b. Samovar dan Poter (1972)

Komunikasi antar budaya terjadi manakalah bagian

yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut

membawa serta latar belakang budaya pengalaman

yang berbeda yang mencerminkan nilai yang dianut

oleh kelompoknya berupa pengalaman, pengetahuan,

dan nilai.

c. Rich (1974)

Komunikasi lintas budaya terjadi ketika orang-

orang berbeda kebudayaan.

d. Stewart(1974)

Komunikasi antara budaya yang mana terjadi dibawah

suatu kondisi kebudayaan yang berbeda bahasa,

norma-norma, adat istiada dan kebiasaan

e. Carley H. Dood (1982)

Komunikasi antar budaya adalah pengiriman dan

penerimaan pesan-pesan dalam konteks perbedaan

kebudayaan yang menghasilkan efek-efek yang

berbeda.

f. Young Yun Kim (1984)

Komunikasi antar budaya adalah suatu peristiwa

yang merujuk dimana orang – orang yang terlibat di

dalamnya baik secara langsung maupun tak tidak

langsung memiliki latar belakang budaya yang

berbeda.

Seluruh defenisi diatas dengan jelas menerangkan

bahwa ada penekanan pada perbedaan kebudayaan sebagai

faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses

komunikasi antar budaya. Komunikasi antar budaya

memang mengakui dan mengurusi permasalahan mengenai

persamaan dan perbedaan dalam karakteristik

kebudayaan antar pelaku-pelaku komunikasi, tetapi

titik perhatian utamanya tetap terhadap proses

komunikasi individu individu atau kelompokkelompok

yang berbeda kebudayaan dan mencoba untuk melakukan

interaksi.

Menurut Liliweri (2004:9) Komunikasi antar budaya

terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu

budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari

budaya yang lain. Jadi komunikasi antar budaya adalah

pertukaran makna yang berbentuk simbol yang dilakukan

dua orang yang berbeda latar belakang budayanya. Lain

halnya dengan Devito (dalam Maulista, 2013:3)

Komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi yang

terjadi di antara orang- orang dari kultur yang

berbeda, yakni antara orang-orang yang memiliki

kepercayaan, nilai dan cara berperilaku kultural yang

berbeda.

Komunikasi Antarbudaya melibatkan berbagai tingkat

perbe-daan keanggotaan kelompok budaya. Komunikasi

Antarbudaya melibatkan penyandian simultan dan

menerjemahkan pesan verbal dan nonverbal dalam proses

pertukaran makna. Banyak komunikasi antarbudaya

melibatkan pertemuan makna yang berbeda atau bertolak

belakang. Komunikasi Antarbudaya selalu terjadi dalam

konteks. Komunikasi Antarbudaya selalu terjadi dalam

sistem yang tertanam secara dalam.

2. Fungsi faktor budaya dalam berkomunikasi

a. Fungsi pribadi

Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi

yang ditunjukkan melalui komunikasi yang bersumber

dari seorang individu, antara lain untuk :

1) Menyatakan identitas social. Dalam

komunikasi,budaya dapat menunjukkan beberapa

perilaku komunikan yang digunakan untuk menyatakan

identitas diri maupun identitas sosial.

2) Menyatakan integrasi social Inti konsep integrasi

sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan

antar pribadi dan, antar kelompok namun tetap

menghargai perbedaanperbedaan yang dimiliki oleh

setiap unsur . perlu dipahami bahwa salah satu

tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang

sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan

komunikan.

3) Menambah pengetahuan Sering kali komunikasia

antar bribadi maupun antar budaya dapat menambah

pengetahuan bersama ,dan adanya saling mempelajari

kubudayaan masing masing antara komunikator dan

komunikan.

4) Melepaskan diri / jalan keluar Hal yang sering

kita lakukan dalam berkomunikasi dengan orang lain

adalah untuk melepaskan diri atau mencari jalan

keluar atas masalah yang sedang kita hadapi.

b. Fungsi sosial

Fungsi sosial adalah fungsi-fungsi komunikasi yang

bersumber dari faktor budaya yang ditunjukkan

melalui prilaku komunikasi yang bersumber dari

interaksi sosial,diantaranya berfunsi sebagai

berikut :

1) Pengawasan

Praktek komunikasi antar budaya di antara

komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan

berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses

komunikasi antar budaya fungsi ini bermanfaat

untuk menginformasikan “ perkembangan “ tentang

lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh

media massa yang menyebarluaskan secara rutin

perkembangan peristiwa yang terjadi di sekitar

kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah

konteks kebudayaan yang berbeda. Akibatnya adalah

kita turut mengawasi perkembangan sebuah peristiwa

dan berusaha mawas diri seandainya peristiwa itu

terjadi pula dalam lingkungan kita.

2) Menjembatani

Dalam proses komunikasi antar pribadi, termasuk

komunikasi antar budaya ,maka fungsi komunikasi

yang dilakukan antar dua orang yang berbeda budaya

itu merupakan jembatan atas perbedaan diantara

mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol

melalui pesan-pesan yang mereka

pertukarkan.,keduanya saling menjelaskan perbedaan

tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan

makna yang sama.

3) Sosialisasi nilai

Fungsi sosialisasi merupkan fungsi untuk

mengajarkan dan memperkenalkan nilai nilai

kebudayaan suatu masyarakat ke masyarakat lain .

Dalam komunikasi antar budaya seringkali tampil

perilaku non verbal yang kurang dipahami namun

yang lebih penting daripadanya adalah bagaimana

kita menangkap nilai yang terkandung dalam gerakan

tubuh ,gerakan imaginer dari tarian tarian

tersebut.

4) Menghibur

Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses

komunikasi antar budaya . American fun yang sering

ditampilkan TVRI memberikan gambaran tentang

bagaimana orang orang sibuk memanfaatkan waktu

luang untuk mengunjungi teater dan menikmati suatu

pertunjukan humor. Menonton Qosidah yang

ditampilkan oleh anak anak sebuah pesantren

mungkin kurang disukai oleh mereka yang suka music

klasik , namun kalau anda menonton dengan mental

menikmati maka tampilan qosidah tidak mengganggu

anda.

3. Dimensi Komunikasi Antar Budaya

Ada tiga dimensi yang perlu diperhatikan dalam

komunikasi lintas budaya antara lain:

a. Tingkat keorganisasian kelompok budaya

Istilah kebudayaan telah digunakan untuk menunjuk

pada macam-macam tingkat lingkungan dan

kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya

istilah kebudayaan mencakup :

1) Kawasan – kawasan di dunia, seperti : budaya

timur/barat.

2) Sub kawasan-kawasan di dunia, seperti : budaya

Amerika Utara/Asia Tenggara.

3) Nasional/Negara, seperti, : Budaya

Indonesia/Perancis/Jepang

4) Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negara

seperti : budaya orang Amerika Hutam, budaya

Amerika Asia, budya Cina Indonesia

5) Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan

kategorisasi jenis kelamin kelas sosial.

Countercultures (budaya Happie, budaya orang

dipenjara, budaya gelandangan, budaya

kemiskinan).

b. Konteks Sosil

Macam komunikasi antar budaya dapat lagi

diklasifikasi berdasarkan konteks sosial dari

terjadinya. Yang biasanya termasuk dalam studi

komunikasi antar budaya:

1) Bisnis

2) Organisasi

3) Pendidikan

4) Akulturasi imigran

5) Politik

6) Penyesuain perlancong/pendatang sementara

7) Perkembangan aalih teknologi/ pembangunan/

difusi inovasi

8) Konsultasi terapis

Komunikasi dalam semua konteks merupakan persamaa

dalam hal unsur-unsur dasar dan proses komunikasi

manusia (transmitting, receiving, processing).Tetapi

adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latar

belakang pengalaman individu membentuk pola-pola

persepsi pemikiran. Penggunaan pesan-pesan

verbal/nonverbal serta hubungan-hubungan antaranya.

Maka variasi kontekstual, merupakan dimensi tambahan

yang mempengaruhi prose-proses komunikasi antar

budaya.

c. Saluran komunikasi

Saluran komunikasi dapat dbagi menjadi:

1) Antar pribadi/interpersonal/person-person

2) Media masa

4. Istilah yang berkaitan dengan komunikasi lintas

budaya

Kadang – kadang beberapa istilah yang menunjukkan

adanya perbedaan kebudayaan dalam komunikasi di

perguruan tinggi secara interchangeable (dapat

ditukar-tukar secara berganti-gantian), tetapi

sebenarnya masing-masing mempunyai pengertian yang

berbeda-beda. Beberapa ahli telah mencoba membuat

klasifikasi dan penekanan perbedaan pengertian

sebagai berikut :

Sitaram (1970) menegaskan perbedaan intercultural

Communication (lihat defenisi sebelumnya) dengan

International Communication yang diartikannya sebagai

interaksi antara struktur-struktur politik atau

negara-negara, yang sering dilakukan oleh wakil-

wakil dari negara-negara, atau bangsa-bangsa

tersebut (“interaction between structures or

nations, often carried on by representatives of

those nations”). Ia juga mengemukakan tentang

Intracultural Communications yang terjadi antara individu-

individu dari kebudayaan yang sama dan bukan antara

individu-individu dari kebudayaan-kebudayaan yang

berbeda (“takes place among individuals of different

cultures”). Sedangkan Minority Communication adalah

komunikasi antara anggota-anggota suatu subbudaya

minoritas dengan anggotaanggota budaya mayoritas

yang dominan (“Communications between the people of

a minority sub-culture and those of the majority

dominant culture”).

Arthur Smith (1971) mengemukakan tentang Transcracial

Communication, sebagai pengertian yang dicapai oleh

orang-orang dari latar belakang etnik atau ras yang

berbeda dalam suatu situasi interaksi verbal (“the

understanding that persons from different ethnic or

racial backgrounds can achieve in a situation of

verbal interaction”); dalam pengertian ini tercakup

dalamnya baik dimensi rasial maupun etnik (“it

includes both rasial and ethnic dimensions”); hal

mana untuk membedakan komunikasi transrasial dari

komunikasi internrasial, yang biasanya menunjukkan

perbedaan hanya dalam artiras (“….to differentiate

transracial communication from the much-used term

interracial. Which usually denotes differences in

race only”).

Gerhard Malezke, seperti halnya Sitaram, juga

membedakan pengertian Intercultural Communication (lihat

defenisi sebelumnya) dari International Communication

yang dirumuskannya sebagai Proses komunikasi antara

negaranegara atau bangsa-bangsa yang melampaui

batas-batas negara (“is the communication process

between different countries or nations across

frontiers”). Dari kedua defenisi tersebut dapat

ditarik pengertian bahwa keduanya bisa berarti sama,

tetapi tidak selalu harus demikian. Seringkali

komunikasi internasional terjadi antara orang-orang

dari kebudayaan yang sama, tetapi terpisahkan oleh

batas internasional atau negara. Sebaliknya bisa

saja komunikasi antar budaya terjadi antar orang-

orang dalam batas negara yang sama, tetapi dengan

asak kebudayaan yang berlainan, seringkali dengan

bahasa-bahasa yang berlainan seperti kelompok-

kelompok minoritas. Karenanya, orang cenderung untuk

memakai kata ‘internasional’ jika berbicara tentang

komunikasi pada tingkat murni politik yang dilakukan

wakil- wakil negara, sedangkan konsep antar budaya

(intercultural) lebih ditujukan untuk penggambaran

realita sosiologis dan anthropologis. Kadang –kadang

dipakai juga istilah Supranational atau bahkan

Comparative Communication. Walaupun dalam hal

penggunaan istilah ini tidak ada konsensus yang

mutlak, tetap malapetaka telah membuat satu

garispemisah yang lebih jelas. Penelitian dalam

bidang-bidang komunikasi internasional maupun antar

budaya tidak dapat disamakan dengan penelitian dalam

bidang komunikasi komparatif (perbandingan). Yang

menjadi titik pokok dari semua penelitian tentang

proses-proses komunikasi antar budaya ialah:

hubungan atau kontak-kontak antara orang-orang dari

negara yang berlainan. Sedangkan Penelitian dalam

bidang komunikasi perbandingan, mempelajari dan

membandingkan sistem-sistem komunikasi dari

bermacam-macam kebudayaan dan negara untuk kemudian

menarik perbandingan dari perbedaan-perbedaannya

atau persamaan-persamaanya.

Dodd (1982) membagi situasi perbedaan antar

budaya, khususnya yang biasa dimasukkan ke dalam

pengertian komunikasi subbudaya (Subcultural

Communications) ke dalam:

a. Interethnic communication

Yaitu komunikasi antara dua atau lebih orang dari

luar latar belakang etnik yang berbeda )”….

Communications between two or more persons from

different ethnic backgrounds”). Kelompok etnik

adalah kumpulan orang yang dapat dikenal secara

unik dari warisan tradisi kebudayaan yang sama,

yang seringkali asalnya bersifat nasional.

Contohnya di AS : Italian American, Polish

American. Mexican American, Puerto Rican American.

Di Indonesia, tentunya yang dimaksud dengan

kelompok etnik ialah berbagai suku bangsa yang

ada dalam wilayah negara Indonesia, seperti : Suku

Jawa, Sunda, Batak, Minang, dll, yang bisa

melampaui batas subwilayah secara geografik.

b. Interracian communication

Yakni komunikasi antara dua atau lebih orang dari

latar belakang ras yang berbeda (“communication

between two or more persons of differing racial

background”). Sedangkan ras yang diartikannya

sebagai ciri-ciri penampilan fisik yang diturunkan

dan diwariskan secara genetik. Pokok perhatian

yang penting disini adalah bahwa perbedaan-

perbedaanras menyebabkan perbedaan-perbedaan

perseptual yang menghambat berlangsungnya

komunikasi, bahkan sebelum ada sama sekali usaha

untuk berkomunikasi.

c. Countercultural communication

Melibatkan orang-orang dari budaya asal atau pokok

yang berkomunikasi dengan orang-orang dari

subbudaya yang terdapat dalam budaya pokok tadi

(“….involves persons from a parent culture

communication with persons from subcultures within

the parent culture”). Dengan mengutip perumusan

Prosser tentang Countercultural Communication

(lihat di depan), Dodd pada pokoknya menekankan

sifat dari subbudaya pada situasi khusus antar

budaya di sini yang menolak nilai-nilai yang sudah

diakui masyarakat luas (‘establisment values’)saat

ini.

d. Social class communication

Beberapa perbedaan antara orang-orang adalah

berdasarkan atas status yang ditentukan oleh

pendapatan, pekerjaan dan pendidikan. Perbedaan

ini menciptakan kelas-kelas sosial dalam

masyarakat. Menyertai perbedaan ini adalah

perbedaan dalam hal pandangan, adat kebiasaan dan

lain sebagainya. Walaupun dalam beberapa hal

tertentu kelas-kelas sosial ini memiliki bersama

aspek-aspek kebudayaan pokoknya.

e. Group membership

Merupakan unit-unit subbudaya yang cukup menonjol.

Berdasarkan homogenitas dalam karakteristik –

karakteristik ideologik, ditambah dengan loyalits

kelompok, banyak perbedaan-perbedaan antar

kelompok yang meletus menjadi konflik serius.

Misalnya perang antara kaum protestan dan katolik

di Irlandia Utara atau perang antara penganut

agama Islam dan Kriten di Libanon. Juga faktor –

faktor jenis kelamin, tempat tinggal (seperti

daerah rural atau urban) dan umur dapat menentukan

perbedaan – perbedaan kelompok (group) ini.

5. Prinsip-prinsip Komunikasi yang berkaitan dengan

kebudayaan

Setelah melihat secara umum peta situasi dalam

bidang ilmu komunikasi saat ini, kiranya perlu

ditinjau secara lebih rinci apa hakekat pokok

komunikasi. Tinjauan bisa dilihat dengan suatu

asumsi dasar bahwa komunikasi ada hubungannya dengan

prilaaku manusia dan pemenuhan kebutuhan untuk

berinteraksi dengan makhluk lainnya (communication

hunger) . Hampir setiap orang butuh untuk mengadakan

kontak sosial dengan orang lain. Kebutuhan ini

dipenuhi melalui saling pertukaran pesan yang dapat

menjembatani individu-individu agar tidak terisolir.

Pesan-pesan diwujudkan melalui prilaku manusia.

Dalam hal demikian maka ada dua persyaratan yang

harus dipenuhi:

a. Perilaku apapun harus diamati oleh orang lain

b. Perilaku tersebut harus menimbulkan makna bagi

orang lain. Implikasi dari pernyataan ini adalah:

Kata “apapun” mengandung arti bahwa baik

perilaku komunikasi verbal maupun nonverbal

dapat berfungsi sebagai pesan. Pesan-pesan

verbal terdiri dari kata-kata terucapkan

maupun tertulis, sedangkan pesan-pesan non

verbal merupakan keseluruhan perilaku-

perilaku sisanya,yang tidak termasuk verbal,

tetapi juga dapat dilekatkan makna padanya.

Perilaku dapat terjadi baik secara sadar

maupun tidak sadar. Prilaku tidak sadar

terutama pada non verbal

Seringkali prilaku juga terjadi tanpa ada

maksud tertentu dari pelakunya, tetapi

dipersepsikan dan diberikan makna oleh orang lain

Dengan pengertian lain makna komunikasi dapat

dirumuskan secara umum sebagai : “…sesuatu yang

terjadi bilaman makna dilekatkan pada prilaku atau

pada hasil/akibat dari prilaku tersebut”. Ini

berarti bahwa setiap saat seseorang memperhatikan

prilaku atau akibat dari prilaku kita serta

memberikan makna padanya, maka komunikasi telah

terjadi, tanpa harus dibatasi apakah prilaku itu

dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja,

dengan maksud atau tanpa maksud. Jika hal ini kita

renungkan lebih dalam lagi, maka nampaknya tidak

mungkin bagi kita untuk bertingkah laku. Dan jika

tingkah laku memiliki kemampuan komunikasi,

tentunya tidak mungkin pula bagi kita untuk

berkomunikasi (“We cannot not communicate”).

6. Dimensi Komunikasi Lintas Budaya

Dalam suatu kebudayaan yang ada, pasti memiliki

ciri-ciri kebudayaan yang satu berbeda dengan

ciri-ciri budaya di daerah lain. Ciri-ciri budaya

antara lain:

a. budaya bukan bawaan tetapi dapat dipelajari

b. budaya dapat disampaikan dari orang ke orang,

kelompok ke kelompok dan dari generasi ke

generasi.

c. budaya berdasarkan symbol

d. budaya bersifat dinamis, suatu system yang

terus berubah sepanjang waktu

e. budaya bersifat selektif, mereprentasikan pola-

pola perilaku pengalaman manusia yang jumlahnya

terbatas

f. berbagai unsur budaya saling berkaitan

g. etnosentrisme

7. asumsi dalam komunikasi lintas budaya

a. During intercultural communication,the message sent is usually

not the message received. Selama komunikasi

antarbudaya pesan terkirim biasanya bukan pesan

yang diterima. Setiap kali orang-orang dari

budaya yang berbeda datang bersama-sama dan

terjadi pertukaran pesan, mereka membawa budaya

berupa berbagai macam pemikiran, nilai-nilai,

emosi, dan perilaku yang mengakar dan

dibudidayakan.

b. Intercultural communication is primarily anonverbal act

between people. Komunikasi Antarbudaya pada

dasarnya merupakan suatu tindakan nonverbal

antara orang-orang. Dibalik komunikasi verbal,

komunikasi non verbal menjadi penguat

komunikasi

c. Intercultural communication necessarily involves a clash of

communicator style. Komunikasi Antarbudaya harus

melibatkan pertemuan berbagai gaya komunikator.

Di Amerika Serikat, kepandaian berbicara adalah

komoditas yang sangat dihargai. Orang-orang

rutin dievaluasi dari pidato mereka. Namun

diam-yaitu, mengetahui kapan tidak berbicara-

adalah prasyarat mendasar untuk linguistik dan

kompetensi suatu budaya.

d. Intercultural communication is a group phenomenon

experienced by individuals. Komunikasi Antarbudaya

adalah fenomena kelompok yang dialami oleh

individu. Setiap kali berinteraksi dengan orang

dari budaya yang berbeda yang dibawa adalah

asumsi dan penampilan dari orang lain.

Interaksi spesifik berupa lisan dan pesan

nonverbal yang dipertukarkan biasanya

disesuaikan berdasarkan asumsi-asumsi dan

penampilan tersebut.

e. Intercultural communication is a cycle of stress and adaptation.

Komunikasi Antarbudaya adalah siklus stres dan

adaptasi. Ketika seseorang datang bersama-sama

dengan orang dari budaya yang berbeda, akan

muncul perasaan tidak pasti, khawatir, dan

cemas. Perasaan seperti itu mengakibatkan

stres. Oleh karena itu komunikasi antarbudaya,

kadang-kadang mendatangkan stres.

Komunikasi antarbudaya dalam prakteknya, tidak

hanya mendatangkan stres, ketidakpastian, juga

menimbulkan kesalah-pahaman dan konflik. Fred

Jandt & Dolores Tanno dalan Iben Jensen

membenarkan hal tersebut menurutnya komunikasi

Antarbudaya biasanya berhubungan dengan

kesalahpahaman dan konflik - meskipun sebagian

besar dari semua komunikasi antarbudaya adalah

tanpa masalah.

8. kaitan antara Komunikasi dan Kebudayaan

Dari berbagai definisi tentang KAB seperti yang

telah dibahas sebelumnya, dampak bahwa unsur pokok

yang mrndasari proses KAB ialah konsep-konsep

tentang “Kebudayaan” dan “Komunikasi”. Hal ini pun

digarisbawahi oleh Sarbaugh (1979:2) dengan

pendapatnya bahwa pengertian tentang komunikasi

antar budaya memerlukan suatu pemahaman tentang

konsep-konsep komunikaasi dan kebudayaan serta

saling ketergantungan antara keduanya. Saling

ketergantungan ini terbukti, menurut Serbaugh,

apabila disadari bahwa:

a. Pola-pola komunikasi yang khas dapat berkembang

atau berubah dalam suatu kelompok kebudayaan

khusus tertentu.

b. Kesamaan tingkah laku antara satu generasi

dengan generasi berikutnya hanya dimungkinkan

berkat digunakannya sarana-sarana komunikasi.

Sementara Smith (1966) menerangkan hubungan

yang tidak terpisahkan antara komunikasi dan

kebudayaan yang kurang lebih sebagai berikut:

Kebudayaan merupakan suatu kode atau kumpulan

peraturan yang dipelajari dan dimiliki bersama;

untuk mempelajari dan memiliki bersama diperlukan

komunikasi, sedangkan komunikasi memerlukan kode-

kode dan lambang-lambang yang harus dipelajari dan

dimiliki bersama.

Hubungan antara individu dan kebudayaan saling

mempengaruhi dan saling menentukan. Kebudayaan

diciptakan dan dipertahankan melalui aktifitas

komunikasi para individu anggotanya. Secara

kolektif prilaku mereka secara bersama-sama

menciptakan realita (kebudayaan) yang mengikat dan

harus dipatuhi oleh individu agar dapat menjadi

bagian dari unit. Maka jelas bahwa antara

komunikasi dan kebudayaan terjadi hubungan yang

sangat erat:

a. Disatu pihak, jika bukan karena kemampuan

manusia untuk menciptakan bahasa simbolik,

tidak dapat dikembangkan pengetahuan, makna,

simbol-simbol, nilai-nilai, aturan-aturan dan

tata, yang memberi batasan dan bentuk pada

hubungan-hubungan , organisasi-organisasi dan

masyarakat yang terus berlangsung. Demikian

pula, tanpa komunikasi tidak mungkin untuk

mewariskan unsur-unsur kebudayaan dari satu

generasi kegenerasi berikutnya, serta dari satu

tempat ke tempat lainnya. Komunikasi juga

merupakan sarana yang dapat menjadikan individu

sadar dan menyesuaikan diri dengan subbudaya-

subbudaya dan kebudayaan-kebudayaan asing yang

dihadapinya. Tepat kiranya jika dikatakan bahwa

kebudayaan dirumuskan, dibentuk, ditransmisikan

daan dipelajari melalui komunikasi.

b. Sebaliknya, pola-pola berpikir, berprilaku,

kerangka acuan dari individu-individu

sebahagian terbesar merupakan hasil penyesuaina

diri dengan cara-cara khusus yang diatur dan

dituntut oleh sistem sosial dimana mereka

berada. Kebudayaan tidak saja menentukan siapa

dapat berbicara dengan siapa, mengenai apa dan

bagaimana komunikasi sebagainya berlangsung,

tetapi juga menentukan cara mengkode atau

menyandi pesan atau makna yang dilekatkan pada

pesan dan dalam kondisi bagaimana macam-macam

pesan dapat dikirimkan dan ditafsirkan.

Singkatnya, keseluruhan prilaku komunikasi

individu terutama tergantung pada kebudayaanya.

Dengan kata lain, kebudayaan merupakan pondasi

atau landasan bagi komunikasi. Kebudayaan yang

berbeda akan menghasilkan praktek-praktek

komunikasi yang berbeda pula.

1. Hambatan dalam komunikasi lintas budaya

Dalam bukunya Intercultural Business Communication,

Chaney dan Martin (2004) mengungkapkan bahwa:

“hambatan komunikasi atau communication barrier

adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang

untuk terjadinya komunikasi yang efektif.

Perbedaan budaya sendiri merupakan salah satu

faktor penghambat dalam komunikasi antar budaya,

karenanya hambatan tersebut juga sering disebut

sebagai hambatan komunikasi antar budaya, sebagai

hambatan dalam proses komunikasi yang terjadi

karena adanya perbedaan budaya antara komunikator

dan komunikan. Adapun faktor hambatan komunikasi

antar budaya yang sering terjadi antara lain:

fisik, budaya, persepsi, motivasi, pengalaman,

emosi, bahasa (verbal), nonverbal, kompetisi.”

Dalam komunikasi antarbudaya, reaksi negatif dan

evaluatif individu terhadap sebuah budaya dapat

menciptakan hambatan komunikasi. Evaluasi yang

bersifat negatif menyebabkan adanya ketidaksukaan

dan penghindaran. Hal ini terjadi karena budaya

„asing‟ dipandang „menyimpang‟ atau „berbeda‟ dari

norma yang kita anut. Hambatan komunikasi tersebut

terjadi di antara dua budaya dan bersifat satu

arah, yang mana hal ini mencerminkan adanya

ketidakmampuan untuk memahami norma dari budaya

yang berbeda (budaya asing). Hambatan ini juga

tidak selalu bersifat timbal balik. Sebuah

perbedaan budaya (bersifat tunggal) dapat pula

menjadi hambatan bila melanggar salah satu nilai

inti komunikator.

Tracy Novinger (dalam malista, 2013)

mengemukakan bahwa hambatan komunikasi antarbudaya

dapat dibagi dalam tiga jenis, yakni hambatan

persepsi, hambatan verbal dan hambatan nonverbal.

Beberapa jenis hambatan persepsi yang dikemukakan

oleh Tracy Novinger adalah wajah (face), nilai

(values), dan pandangan dunia (worldview). Wajah (face)

merupakan nilai atau pertahanan seseorang terhadap

pandangan di depan orang lain. Hal ini menyangkut

bagaimana seseorang ingin orang lain melihat

terhadap dirinya, yang dipengaruhi dari interaksi

sosial, dan lain sebagainya, sehingga hal ini bisa

diperoleh atau bisa hilang.

Adanya perbedaan nilai juga salah satu yang

memengaruhi munculnya hambatan persepsi dalam

komunikasi antarbudaya. Nilai agama ermanisfestasi

tidak hanya pada dogma, tetapi juga pada pola

kehidupan dan pandangan hidup. Ferraro juga

mengungkapkan bahwa pengaruh agama dapat dilihat

dari jalinan semua budaya, karena hal ini bersifat

dasar. Nilai agama ini juga berpengaruh pada cara

pandang (worldview) seseorang .Cara pandang (worldview)

meliputi bagaimana orientasi budaya terhadap

Tuhan, alam, kehidupan, kematian dan alam semesta,

arti kehidupan dan keberadaan.

Sikap (attitude) juga salah satu bagian yang

termasuk dalam mempengaruhi persepsi. Sikap

merupakan ranah psikologis yang secara jelas

memengaruhi perilaku dan menyimpangkan persepsi.

Sikap akan

menyebabkan interpretasi dari kejadian, yang mana

hal ini bersifat mempengaruhi persepsi. Sikap

mencakup aspek kognitif dan afektif. Aspek

kognitif merujuk pada keinginan untuk menahan

pendapat yang bersifat etnosentris dan kesiapan

untuk mempelajari mengenai isu perbedaan lintas

budaya dengan pandangan terbuka. Sedangkan aspek

afektif merujuk pada komitmen emosional untuk

terlibat dalam partisipasi

perspektif kultural, dan pengembangan rasa empati

dalam memahami perbedaan kelompok kultural.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang diatas, maka dapat kita

simpulkan kenapa kita harus belajar Komunikasi Lintas

Budaya.

1. Dunia sedang menyusut dan kapasitas untuk memahami

keanekaragaman budaya sangat diperlukan

2. Semua budaya berfungsi dan penting bagi pengalaman

anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-

nilainya berbeda.

3. Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik” nilai-nilai

masyarakat lainnya.

4. Setiap individu dan/atau budaya berhak menggunakan

nilai-nilainya sendiri.

5. Perbedaan-perbedaan individu itu penting, namun

ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar

yang berlaku.

6. Pemahaman atas nilai-nilai budaya sendiri

merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan

memahami nilai-nilai budaya lain.

7. Dengan mengatasi hambatan-hambatan budaya untuk

berhubungan dengan orang lain kita memperoleh

pemahaman dan penghargaan bagi kebutuhan,

aspirasi, perasaan dan masalah manusia.

8. Pemahaman atas orang lain secara lintas budaya dan

antar pribadi adalah suatu usaha yang memerlukan

keberanian dan kepekaan. Semakin mengancam

pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia

kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari

dia, tetapi semakin berbahaya untuk memahaminya.

9. Keterampilan-keterampilan komunikasi yang

diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari

pandangan yang monokultural terhadap

interaksimanusia ke pandangan multikultural.

10. Perbedaan-perbedaan budaya menandakan

kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun

perbedaan-perbedaan tersebut secara arbitrer

tidaklah menyusahkan atau memudahkan.

11. Situasi-situasi komunikasi antar budaya

tidaklah statik dan bukan pula stereotip. Karena

itu seorang komunikator tidak dapat dilatih untuk

mengatasi situasi. Dalam konteks ini kepekaan,

pengetahuan dan keterampilannya bisa membuatnya

siap untuk berperan serta dalam menciptakan

lingkungan komunikasi yang efektif dan saling

memuaskan.

Daftar Pustaka

Ahmad Sihabudin. 2011. Komunikasi Antar Budaya.

Jakarta: Bumi Aksara

Alvin Sanjaya. 2013. Hambatan Komunikasi Antar Budaya

Antara Staf Marketing Dengan Penghuni

Berkewarganegaraan Australia Dan Korea Selatan Di

Apartemen X Di Surabaya. Jurnal E Komunikasi, VOL

1< No 3

Christy, Malista Paulne. 2013. Hambatan Komunikasi

Antar Budaya Antara Dosen Native China Dengan

Mahasiswa Indonesia Program Studi Sastra Tionghoa

Universitas Kristen Petra, Jurnal E Komunikasi,

VOL 1, No. 2

Edy Sudaryanto. 1997. Relevansi Fungsi Dan Peranan

Komunikasi Dalam Pembangunan. Bandung: Pps UNPAD

Fajar, Mahaerni. 2009. Ilmu Komunikasi dan Praktek.

Jakarta: Raja Grafindo Persada

Lihapsari, prihartini, dkk. 1997. Teknik Komunikasi

Tepat Guna Dalam Mengatasi Segala Bentuk

Perubahan. Bandung: Pps UNPAD

Liliweri, Alo. 2004. Dasar-dasar Komunikasi Antar

Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mulyana, Dedi. 2001. Ilmu Komunkasi Suatu Pengantar.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Dedi dan Rachmat Jalaluddin. 2002. Panduan

berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda-beda.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Natalia, Imanuel V.O. 2007. Model Komunikasi Antar

BudayaEkspatriat Guangdong Machiney exp. Imp.Ltd

China (GMC) dengan Orang Indonesia Dalam Rangka

Menjalin Kerja Sama dengn Orang Indonesia di

Surabaya, jurnal Ilmiah Scriptura, ISSN 1978-385X

VOL 1, No. 1

Philep M. Regar, dkk. 2014. Pola Komunikasi Antar

Budaya dan Identitas Etnik SANGIE-TALAUD-SITARO

(studi pada masyarakat etnik SANGIE-TALAUD_SITARO

di Kota Manado tahun ke 1 dari rencana 3 tahun).

Jurnal Acta Diurna, VOL 3, No. 4

Samovar, Larry A, Dkk. 2010. Komunikasi Lintas Budaya.

Jakarta: Salemba Humaniora

Satriani Dan Muljono. 2005. Komunikasi Partispatif

Pada Program Pos Pemberdayaan Keluarga. Jurnal

Masyarakat Dan Kebudayaan Politik, No. 2 Hal

89_95

Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian.

Jakarta: Universitas Indonesia Press

Sunarwinadi, Ilya. Komunikasi Antar Budaya Pusat Antar

Universitas Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Universitas

Indonesia Press