KEDAULATAN NEGARA DALAM KERANGKA HUKUM ...

10
Yustisia Vol.1 No. 3 September - Desember 2012 Kedaulatan Negara dalam Kerangka Hukum ... 5 KEDAULATAN NEGARA DALAM KERANGKA HUKUM INTERNASIONAL KONTEMPORER Sigit Riyanto Fakultas Hukum UGM. Email: [email protected]. Abstract This research aimed at comprehensively analize the concept of State sovereignty and its application in the contemporary international law. In this research the concept of State sovereignty and relevant rules of international law have been analysed accordingly. Legal materials that thoroughly considered and studied in the context of this research were relevant international rules and facts embodied in international cus- toms, general principles of law, international treaties, conventions, declarations and decisions of interna- tional organisation, recommendations, guiding principles, plan of actions, executive committee decisions, reports, academic publications, proceedings and working papers. Legal materials obtained were classified systematically and interptreted and evaluated thouroughly. The formulation concerning the the relevant facts and international legal frameworks pertainingto the concept of sovereignty based upon interpretation and evaluation of the existing legal materials. Eventually, the concept of sovereignty in the contemporary international society could be revealed accordingly. The State sovereignty is relational and open concept; not an insular or narrow and closed concept. A visionary discourse is needed to reinvent the valid interpre- tation of sovereignty in the framework of interdependence among States in the present international sys- tem. Sovereignty shall be interpreted as responsibility of the national authority. In this context State as an agent and manifestation of people sovereignty has the primary responsibility to protect, respect and fulfill the citizen rights accordingly and accountable to the international society. Key Words: Sovereignty, International Law, Responsibility. Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk melakukan kajian mendalam dan akurat tentang konsep kedaulatan negara dan penerapannya dalam kerangka hukum internasional kontemporer. Bahan kajian utama penelitian ini adalah keputusan dan fakta-fakta hukum internasional yang relevan, yang tertuang dalam hukum internasional kebiasaan, prinsip-prinsip umum hukum, perjanjian internasional, konvensi, deklarasi dan keputusan-keputusan organisasi internasional, rekomendasi organisasi internasional, prinsip-prinsip panduan, buku panduan, rencana aksi, keputusan komite eksekutif, laporan, publikasi ilmiah, proceedings seminar, dan kertas kerja. Setelah dilakukan klasifikasi dan sistematisasi bahan penelitian, berikutnya dilakukan interpretasi dan evaluasi. Berdasarkan interpretasi dan evaluasi tersebut, dilanjutkan dengan preskripsi untuk merumuskan kejelasan tentang konteks situasi faktual dan kerangka hukum internasional yang relevan. Pada akhirnya dapat diketahui konsep kedaulatan negara dalam masyarakat internasional terkini. Kedaulatan bersifat relasional dan terbuka; bukan suatu konsep yang “insular” atau sempit dan tertutup. Suatu wacana visioner diperlukan untuk merekonstruksi kedaulatan negara dalam kerangka interdependensi antar negara dalam sistem internasional terkini. Kedaulatan negara harus dimaknai sebagai tanggung jawab otoritas nasional. Dalam konteks ini negara sebagai agen dan manifestasi dari kedaulatan rakyat, bertanggungjawab untuk melindungi, menghormati dan memenuhi hak-hak warganya serta harus mempertanggungjawabkan mandatnya kepada masyarakat internasional. Kata Kunci: Kedaulatan Negara, Hukum Internasional, Tanggungjawab. A. Pendahuluan Kedaulatan negara merupakan konsep yang sangat menarik dan inspiratif dalam wacana akademis dalam bidang hukum dan politik internasional. Dari waktu ke waktu dapat dicatat tentang perdebatan yang sangat dinamis dan provokatif tentang konsep kedaulatan negara dalam hukum internasional. Tampaknya, diperlukan re- interpretasi tentang makna kedaulatan negara dalam konteks sistem hukum internasional terkini; utamanya jik a dikaitk an denga n fenom ena kegagalan otoritas nasional dalam memberikan

Transcript of KEDAULATAN NEGARA DALAM KERANGKA HUKUM ...

Yustisia Vol.1 No. 3 September - Desember 2012 Kedaulatan Negara dalam Kerangka Hukum ... 5

KEDAULATAN NEGARADALAM KERANGKA HUKUM INTERNASIONAL KONTEMPORER

Sigit RiyantoFakultas Hukum UGM. Email:

[email protected].

Abstract

This research aimed at comprehensively analize the concept of State sovereignty and its application in thecontemporary international law. In this research the concept of State sovereignty and relevant rules ofinternational law have been analysed accordingly. Legal materials that thoroughly considered and studiedin the context of this research were relevant international rules and facts embodied in international cus-toms, general principles of law, international treaties, conventions, declarations and decisions of interna-tional organisation, recommendations, guiding principles, plan of actions, executive committee decisions,reports, academic publications, proceedings and working papers. Legal materials obtained were classifiedsystematically and interptreted and evaluated thouroughly. The formulation concerning the the relevantfacts and international legal frameworks pertainingto the concept of sovereignty based upon interpretationand evaluation of the existing legal materials. Eventually, the concept of sovereignty in the contemporaryinternational society could be revealed accordingly. The State sovereignty is relational and open concept;not an insular or narrow and closed concept. A visionary discourse is needed to reinvent the valid interpre-tation of sovereignty in the framework of interdependence among States in the present international sys-tem. Sovereignty shall be interpreted as responsibility of the national authority. In this context State as anagent and manifestation of people sovereignty has the primary responsibility to protect, respect and fulfillthe citizen rights accordingly and accountable to the international society.

KeyWords:Sovereignty, International Law, Responsibility.

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk melakukan kajian mendalam dan akurat tentang konsep kedaulatan negaradan penerapannya dalam kerangka hukum internasional kontemporer. Bahan kajian utama penelitian iniadalah keputusan dan fakta-fakta hukum internasional yang relevan, yang tertuang dalam hukuminternasional kebiasaan, prinsip-prinsip umum hukum, perjanjian internasional, konvensi, deklarasi dankeputusan-keputusan organisasi internasional, rekomendasi organisasi internasional, prinsip-prinsip panduan,buku panduan, rencana aksi, keputusan komite eksekutif, laporan, publikasi ilmiah, proceedings seminar,dan kertas kerja. Setelah dilakukan klasifikasi dan sistematisasi bahan penelitian, berikutnya dilakukaninterpretasi dan evaluasi. Berdasarkan interpretasi dan evaluasi tersebut, dilanjutkan dengan preskripsiuntuk merumuskan kejelasan tentang konteks situasi faktual dan kerangka hukum internasional yangrelevan. Pada akhirnya dapat diketahui konsep kedaulatan negara dalam masyarakat internasional terkini.Kedaulatan bersifat relasional dan terbuka; bukan suatu konsep yang “insular” atau sempit dan tertutup.Suatu wacana visioner diperlukan untuk merekonstruksi kedaulatan negara dalam kerangka interdependensiantar negara dalam sistem internasional terkini. Kedaulatan negara harus dimaknai sebagai tanggungjawab otoritas nasional. Dalam konteks ini negara sebagai agen dan manifestasi dari kedaulatan rakyat,bertanggungjawab untuk melindungi, menghormati dan memenuhi hak-hak warganya serta harusmempertanggungjawabkan mandatnya kepada masyarakat internasional.

Kata Kunci: Kedaulatan Negara, Hukum Internasional, Tanggungjawab.

A. PendahuluanKedaulatan negara merupakan konsep yang

sangat menarik dan inspiratif dalam wacanaakademis dalam bidang hukum dan politikinternasional. Dari waktu ke waktu dapat dicatattentang perdebatan yang sangat dinamis dan

provokatif tentang konsep kedaulatan negara dalamhukum internasional. Tampaknya, diperlukan re-interpretasi tentang makna kedaulatan negaradalam konteks sistem hukum internasional terkini;utamanya j ika dikaitkan dengan fenomenakegagalan otoritas nasional dalam memberikan

6 Yustisia Vol.1 No. 3 September - Desember 2012 Kedaulatan Negara dalam Kerangka Hukum ...

perlindungan warganya serta makin maraknyaglobalisasi dan kerjasama internasional yang makinintensif di berbagai wilayah dunia. Pada saatbersamaan, k ini juga makin deras aliranpemahaman yang memposisikan negara sebagaiinstrumen yang melayani kepentingan rakyat danbukan sebaliknya. Pemahaman tradisional tentangkonsep kedaulatan negara, dewasa ini jugadianggap sebagai kendala penanganan krisiskemanusiaan secara efektif dan perlindungankepentingan dan hak-hak mendasar warga negara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secaramendalam dan akurat tentang konsep kedaulatannegara dan penerapannya dalam kerangka hukuminternasional kontemporer.

B. Metode PenelitianPenelitian ini merupakan kajian terhadap

permasalahan berdasarkan kerangka hukuminternasional. Bahan-bahan kajian dalam penelitianini meliputi :1. ketentuan-ketentuan hukum internasional yang

tertuang dalam hukum internasional kebiasaan(customary international law), prinsip-prinsipumum hukum (the general principles of law)perjanjian internasional, konvensi, deklarasi dankeputusan-keputusan organisasi internasional;

2. rekomendasi organisasi internasional, prinsip-prinsip panduan (Guiding Principles), catatannotu len (r isalah) proses pembentukanperjanjian internasional, buku panduan ( hand-books) yang diterbitkan oleh organisasiinternasional, rencana aksi internasional ( in-ternational plan of actions), laporan (reports)organisasi internasional, dan lembaran fakta(facts sheet) yang dipublikasikan olehorganisasi internasional;

3. pendapat para ahli yang kompeten yangdipublikasikan dalam buku,jurnal ilmiah, pro-ceedings seminar internasional, dan kertaskerja (working papers).

Setelah dilakukan klasifikasi dan sistematisasiterhadap bahan penelitian, berikutnya dilakukananalisis m elalui interpretasi dan evaluasi.Berdasarkan interpretasi dan evaluasi tersebut,dilanjutkan dengan preskripsi untuk merumuskankejelasan tentang konteks situasi faktual dankerangka hukum internasional yang relevan.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan.Sesuai dengan masalah pokok dan tujuan

penelitian yang telah ditetapkan di atas, uraiandalam naskah pembahasan ini difokuskan padaempat tema pokok yang relevan. Keempat tema

tersebut adalah: Pertama, tentang kedaulatannegara sebagai konsep dasar dalam hukuminternasional. Kedua, perolehan kedaulatan negaramenurut hukum internasional. Ketiga, kedaulatannegara dalam hubungan antar negara. Keempat,mebahas kedaulatan negara dalam kaitannyadengan globalisasi dan interdependensiinternasional.

1. Kedaulatan Negara sebagai Konsep DasarHukum Internasional

Ajaran filosofis yang paling mengesankantentang kedaulatan adalah bahwa, kedaulatanmerupakan kekuasaan absolut atas suatuwilayah tertentu. Kekuasaan absolut ataswilayah tersebut menjadi dasar bagi pemben-tukan negara (Jenik Radon, 2004: 1995).Pemahaman tentang konsep kedaulatannegara ini sangat membantu dalam mencer-mati dan mengevaluasi kedudukan negaradalam konteks hubungan internasional yangsangat dinamis.

Dalam wacana akademik, tampaknyatidak dapat ditetapkan suatu definisi tunggaltentang kedaulatan. Terminologi kedaulatanmemiliki beragam makna dan penafsiran. Istilahkedaulatan seringkali diberi makna berbeda-beda oleh akademisi, jurnalis, politisi, pejabatinternasional, juris dan kalangan lain denganlatar belakang profesi, budaya, dan disiplinintelektual yang juga berbeda-beda (WinstonP. Nagan, & Craig Hammer. 2004: 143 – 145).Istilah ini dapat memiliki makna berbeda bagiorang yang berbeda, yang masing-masingmemiliki latar belakang beragam pula. Istilahkedaulatan mungkin memiliki makna berbedadalam ilmu hukum, ilmu politik, sejarah,filsafat, dan bidang-bidang lain yang berkaitandengannya.

Ada berbagai pendekatan, beragamkategorisasi dan berbagai variasi tentangpenggunaan konsep kedaulatan. Kedaulatandapat merujuk pada kedaulatan domestik,kedaulatan interdependensi, kedaulatan hukuminternasional, dan kedaulatan negara yangabsolut. Kedaulatan sebagai konsep yangmenunjuk pada kekuasaan utama dan tertinggiuntuk memutuskan dapat dianalisis dandikualifikasikan berdasarkan perspektif/sudutpandang unsur-unsur yang berhadapan (dia-metral), yaitu kedaulatan hukum ataukedaulatan politik; kedaulatan internal ataueksternal; kedaulatan yang tunggal ataukedaulatan yang dapat dibagi; kedaulatanpemerintah atau rakyat (Dan Sarooshi, 2004:25 ; Jens Bartelson , 2006: 463 ).

Yustisia Vol.1 No. 3 September - Desember 2012 Kedaulatan Negara dalam Kerangka Hukum ... 7

James J Sheehan mengemukakanpandangan yang sangat kritis, bahwa salahsatu permasalahan terkait konsep kedaulatan(sovere ignty) adalah tentang def in isi.Kedaulatan adalah suatu konsep politik, namundemikian, tidak seperti halnya konsep tentangdemokrasi atau monarki; kedaulatan bukanlahtentang tempat kekuasaan itu berada.Kedaulatan tidak sama halnya denganparlemen atau birokrasi; karena kedaulatantidak menggambarkan institusi-institusi yangmenjalankan kekuasaan. Kedaulatan juga tidakdapat disamakan dengan tertib hukum (order)maupun keadilan (justice) ; karena kedaulatantidak menggambarkan tujuan dari pelaksanaankekuasaan. Kedaulatan adalah suatu hal danmeliputi banyak hal (the one or the many)(James J Sheehan , 2006: 419).

Konsep tentang kedaulatan adalah suatuhal yang berkaitan dengan hubungan antarakekuasaan politik dan bentuk-bentuk otoritaslainnya. Kedaulatan dapat dipahami denganmencermati bahwa ; pertama, kekuasaanpolitik adalah berbeda dengan kerangkaorganisasi a tau otor itas lain di dalammasyarakat seperti religius, kekeluargaan danekonomi; kedua, kedaulatan menegaskanbahwa otoritas publik semacam ini bersifatotonom dan sangat luas (autonomous and pre-eminent) sehingga lebih tinggi (superior) dariinstitusi yang ada dalam masyarakat yangbersangkutan dan independen atau bebas daripihak luar.

W acana tentang konsep kedaulatannegara seringkali juga ditandai dengan caramenetapkan otoritas politik yang utama; antaralembaga domestik dan otonomi internasional.Dalam praktik internasional, hal ini dapat dilihatdari pengakuan dan tindakan kolektif negara-negara dalam menyelesaikan suatu masalahyang melibatkan otoritas lembaga domestikdan otoritas internasional. Dalam kaitannyadengan kedaulatan, dapat dikem ukakancatatan bahwa hukum merupakan aspek yangsangat penting. Hukum merupakan fondasiatau landasan bagi terciptanya ketertibanpolitik, bahkan ada pendapat yang menyatakanbahwa hukum merupakan “the sole guarantorof the continuity of ‘civilization “(AnthonyPagden, 2002 dalam James J Sheehan, 2006:42–43). Tata hukum dapat menjadi instrumenuntuk menjamin keberlanjutan keberadaban.Kristalisasi teoritik tentang hubungan antarahukum dengan kedaulatan dapat ditemukandalam doktrin tentang kedaulatan sebagaimanadikemukakan oleh Jean Bodin pada abad

keenambelas. Dalam hal ini Jean Bodinmengemukakan doktrin atau ajaran bahwakedaulatan merupakan sumber utama untukmenetapkan hukum. Kedaulatan merupakansumber otoritas yang berada pada arastertinggi dalam hirarki hukum (legal hierarchy).

Adanya berbagai variasi tentang maknadan penggunaan konsep kedaulatan negara,tidak mengurangi arti penting konsep ini dalamsistem hukum internasional dan teori hubunganinternasional. Kedaulatan merupakan salahsatu konsep mendasar dalam hukum inter-nasional (one of the fundamental concepts ininternational law). Dalam kerangka hubunganantar negara, kedaulatan juga merujuk padapengertian kemerdekaan (independence) danvice versa. Suatu negara merdeka adalahnegara yang berdaulat. Negara yang berdaulatadalah negara merdeka dan tidak berada dibawah kekuasaan negara lain (Jens Bartelson,2006 : 463).

Dalam hukum internasional, kedaulatannegara (state sovereignty) dan kesederajatan(equality) antar negara merupakan konsepyang diakui dan menjadi dasar bekerjanyasistem hukum internasional itu. Huk uminternasional secara tradisional mengakuibahwa negara sebagai entitas yang merdekadan berdaulat, berarti negara itu tidak tundukpada otoritas lain yang lebih (Miguel GonzálezMarcos, 2003: 1; Martin Dixon & Robert Mc.Corquodale, 2000,: 248 ). Kedaulatan dankesederajatan negara merupakan atribut yangmelekat pada negara merdeka sebagai subyekhukum internasional. Pengakuan terhadapkedaulatan negara dan kesederajatan antarnegara juga merupakan dasar bagi persona-litas negara dalam sistem hukum internasional(Ian Brownlie, 1990: 287 ).

Kedaulatan mendasari beberapa hak yangdiakui oleh hukum internasional sepertim isalnya; hak kesederajatan (equality),yurisdiksi wilayah ( territorial jurisdiction), hakuntuk menentukan nasionalitas bagi pendudukdi wilayahnya, hak untuk mengijinkan danmenolak atau melarang orang untuk masukdan keluar dari wilayahnya, hak untukmelakukan nasionalisasi (R.C. Hingorani,1982: 117-118 ).

Dalam kepustakaan hukum internasional,konsep kedaulatan negara juga menjadi dasarsalah satu doktrin yang dikenal dengan istilahAct of State Doctrine. Doktrin ini di Inggrisdikenal dengan istilah: “the Sovereign ActDoctrine” . Doktrin hukum yang muncul padaabad ke sembilan belas (XIX) ini menegaskan:

8 Yustisia Vol.1 No. 3 September - Desember 2012 Kedaulatan Negara dalam Kerangka Hukum ...

“ Every sovereign State is bound to respectthe independence of every sovereign State, andthe courts of one country will not sit in judg-ment on the acts of the government of anotherdone within its own territory”. Menurut Act ofState Doctrine , setiap Negara berdaulat wajibmengormati kemerdekaan negara berdaulatlainnya (Robert l Bledsoe & Boleslaw ABoczek, 1987: 3 ).

Kedaulatan merupakan konsep yangsangat penting dalam tertib hukum domestikmaupun internasional, dan merupakan titikpersinggungan antara kedua sistem tertibhukum tersebut. Kedaulatan negara merupakansalah satu norma fondasional dalam sistemhukum internasional. Konsekuensinya, konseptentang negara yang berdaulat sebagaikesatuan otoritas yang tidak tunduk pada pihakmanapun merupakan penyangga sistem tatahukum internasional yang menjunjung tinggiprinsip non-intervensi dan kesepakatan (con-sent) negara. Namun demikian, dalam wacanadan praksis mutakhir konsep kedaulatannegara telah mengalami perubahan; sehinggakedaulatan negara dalam pengertian yangabsolut tidak dapat dipertahankan lagi (MichaelJ Struett, 2005: 70- 180 ).

2. Perolehan Kedaulatan Menurut HukumInternasional

Secara tradisional dikenal lima cara yangdapat dilakukan oleh negara untuk memperolehkedaulatan atas suatu wilayah. Kelima caratersebut adalah dengan pendudukan (occupa-tion); preskripsi (prescription); cessi (cession);akresi (acretion) dan penaklukan (conquest) .Pendudukan atau okupasi merupakan konsepyang berasal dari dan didasari oleh hegemoni(Western Sahara Opinion: ICJ Rep. 1975, 12 )

Namun demikian, setelah berakhirnyaPerang Dunia II dan pembentukan OrganisasiInternasional PBB, telah m uncul suatuparadigma dan kerangka internasional yangbaru yang menggugat serta menggantikanpandangan-pandangan tradisional dalammemaknai cara-cara perolehan kedaulatan olehsuatu negara terhadap suatu wilayah (JenikRadon, 2004: 195 ). Negara-negara baru yanglahir dari proses memerdekakan diri daripenjajahnya telah muncul menjadi pemangkukepentingan (stake holders) dalam hubunganinternasional maupun organisasi internasionalPBB. Proses pemberdayaan m e lalu ipemerdekaan diri dari negara penjajah ini telahmemperoleh penguatan dan penegasan dariPBB.

Sejak berdirinya organisasi internasionalPBB, perlu dikemukakan beberapa hal pentingberkaitan dengan cara-cara tradisional dalamhal perolehan kedaulatan teritorial oleh negarasebagai berikutPertama, hukum internasional modern

terutama sejak berdirinya PBB, telah melarangpenggunaan kekerasan dalam hubunganinternasional sebagaimana ditegaskan dalamPiagam PBB. Perolehan kedaulatan atassuatu wilayah tertentu melalui penaklukandengan cara kekerasan merupakan cara yangtidak dapat dibenarkan dan ilegal. Perolehankedaulatan atas suatu wilayah tertentu yangterjadi sebelum berdirinya PBB ditetapkanberdasarkan hukum antar waktu (intert-tempo-ral law).

Kedua , perolehan dan penerapankedaulatan oleh suatu negara terhadap suatuwilayah tertentu diatur oleh dan didasarkanpada hak untuk menentukan nasib sendiri (rightof self-determination).

Ketiga, dalam kerangka hukuminternasional kontemporer, penggunaan cara-cara kekerasan dalam hubungan internasionaltidak dapat dibenarkan ; kecuali, dalam hal-hal tertentu yang didasari oleh alasan-alasankuat dan sah menurut hukum internasional.

3. Kedaulatan Negara dalam Hubunganantar Negara

Dalam kerangka hubungan internasional,khususnya dalam hal keanggotaan di dalamorganisasi internasional maka kedaulatannegara menjadi dasar dan tercermin dalamkeputusan negara untuk memberikanpersetujuan (consent) untuk mengikatkan diripada organisasi internasional. Dalam konteksseperti ini, consent atau persetujuan negaraadalah keputusan suatu Negara sebagaisubyek yang mandiri dan bebas untuk menjadianggota organisasi internasional ( Ka lRaustiala, 2003: 841). Organisasi inter-nasional mempunyai kewenangan karenaadanya persetujuan secara tegas dan terbukadari negara-negara pihak yang membentuknyaatau para anggotanya. Persetujuan yangdiberikan oleh negara dalam hal semacam initidak bersifat permanen, karena sewaktu-waktunegara dapat saja menarik kembali persetujuanyang telah diberikan.

Sejak akhir abad ke-19, secara berangsurmuncul institusi-institusi internasional yangdidir ikan oleh Nation-States u nt u kmemperlancar hubungan antarNation-States

Yustisia Vol.1 No. 3 September - Desember 2012 Kedaulatan Negara dalam Kerangka Hukum ... 9

dalam berbagai bidang. Pada akhir PerangDunia I ( 1914-1918), masyarakat internasionalmembentuk suatu organisasi internasionalyakni the League of Nations atau Liga Bangsa-Bangsa dengan tujuan utama untuk menjagakelangsungan perdamaian internasional. Dalamperkembangan berikutnya, bagi masyarakatinternasional Liga Bangsa Bangsa merupakanpreseden untuk mendirikan PBB setelahberakhirnya Perang Dunia II (Hassan SKartadjumena, 2008: 2 ).

Setelah Perang Dunia II berakhir, terjadiperkembangan positif bagi pertumbuhanorganisasi internasional, dalam arti makinbanyak organisasi internasional yang dibentukoleh masyarakat internasional denganportofolio yang juga ma k in beragam.Organisasi-organisasi internasional ini adayang keanggotaanya bersifat universal dan adajuga yang keanggotaanya bersifat terbatassesuai dengan tujuan masing-masing. Secaragenerik organisasi-organisasi internasional inidikenal dengan istilah inter-governmentalorganisations atau inter-governmental agen-cies.

4. Kedaulatan Negara dan Globalisasi :Interdependensi Internasional

Diskursus tentang sifat dan maknakedaulatan negara serta penerapannya dalammasyarakat in ternasional kontempoer,terutama pada akhir abad keduapuluh dan awalabad keduapuluh satu; tampaknya telah terjadiperubahan yang perlu dicermati. Perubahan-perubahan sosial, kerangka institusional dankemajuan teknologi serta intensitas aktivitasekonomi antar negara pada akhir abadkeduapuluh dan awal abad keduapuluh satutelah mendorong terjadinya pembaharuanmakna kedaulatan negara di hadapan sisteminternasional. Dari sudut historis, praktiknegara-negara dalam memaknai konsepkedaulatan dalam konteks hubunganinternasional telah lama diperdebatkan danperdebatan tentang hal ini masih berlangsunghingga sekarang (Kal Raustiala, 2003 : 842 ).

Pada saat bersamaan, dewasa ini dapatdikemukakan bahwa investasi dan perda-gangan internasional menjadi kekuatan utamadalam menggerakkan dan mengintensifkanhubungan internasional; terutam a sejakterbentuknya organisasi perdagangan duniaWorld Trade Organization (WTO) besertaketentuan-ketentuan hukum internasional yangdihasilkan oleh organisasi tersebut.Senyampang fenomena semacam itu, dewasa

ini juga terjadi proses interdependensi legalantara sistem hukum domestik dengan sistemhukum multilateral yang dibangun dan diterimaoleh masyarakat negara-negara pada aras re-gional maupun internasional.

Dalam sejarah antar bangsa, dan praktikkenegaraan, keterkaitan antara kedaulatan(sovereignty) dan hak menentukan nasib sen-diri suatu bangsa (national self-determination)seringkali menjadi sumber ketegangan danbahkan konflik dengan kekerasan di berbagaiwilayah negara (Paul R.Williams and FrancesaJannotti Pecci, 2004 : 40). Pada satu sisi,kedaulatan bagi pemegang kekuasaanmerupakan hal yang dianggap sudah pasti dangiven dan merupakan landasan untukmemperoleh otoritas dan mengimplemen-tasikan otoritas tersebut. Sementara pada sisiyang lain, hak menentukan nasib sendiribersifat revolusioner, digerakkan olehkomitmen dan kohesi kelompok pendudukyang berada di wilayah tertentu dan merasamemiliki kesamaan identitas.

Secara teoritik terdapat dua landasanyang berbeda yang perlu dikemukakan yangmasing–masing mendasari kedaulatan negara(sovereignty) dan hak menentukan nasibsendiri (self determination). Landasan teoritiktersebut dikenal dengan istilah atau pendekatan“sovereignty first” dan “self-determination first”.Pendekatan yang mengutamakan kedaulatan(“sovereignty first”), terutama dilandasi olehprinsip kedaulatan negara (sovereignty),integritas teritorial (territorial integrity) dankemerdekaan politik (political independence).Pendekatan sovereignty first, pada umumnyadidasari oleh keinginan negara untuk menjagadan mempertahankan integritas teritorialnya,atau oleh pihak ketiga yang khawatir bahwajika muncul terlalu banyak negara dalammasyarakat internasional dapat menimbulkaninstabilitas internasional. Pendekatan yangmengutamakan hak menentukan nasib sendiri(self determination first) didasari oleh prinsiphukum yang berkaitan dengan hak untukmenentukan nasib sendiri dan perlindunganhak-hak asasi manusia (protection of humanrights) . Dalam sejarah internasional,pendekatan “self-determination first” yangmuncul terutama dalam konteks dekolonisasididasari oleh argumen bahwa sekelompok or-ang yang memiliki kesamaan identifikasi,berhak secara kolektif untuk menentukannasibnya sendiri dengan cara demokratik danbebas dar i t indakan penyiksaan danpenganiayaan secara sistematis.

10 Yustisia Vol.1 No. 3 September - Desember 2012 Kedaulatan Negara dalam Kerangka Hukum ...

Seiring perkembangan yang terjadi didalam masyarakat internasional, didapatidinamika yang sangat menarik tentang maknakedaulatan negara sebagai penyangga sistemhukum internasional. Salah satu pandanganteoritik yang relevan dengan makna kedaulatannegara dalam sistem internasional adalah “re-lational sovereignty”. Teori “relational sover-eignty” beranggapan bahwa kedaulatan dalammasyarakat internasional kontemporer telahberkembang menjadi suatu konsep yangbersifat “relational” dan terbuka; bukan suatukonsep yang “insular” atau sempit dan tertutup.Dalam pandangan teor itik in i, konsepkedaulatan sebagai hal yang bersifat terbuka,lebih mengutamakan pada kemampuan untukmenjalin hubungan keluar, daripada hak untukbertahan dari pengaruh pihak eksternal (JamesJ Sheehan, 2006: 42–43). Kedaulatan bukanmerupakan dalih bagi otoritas negara untukmenutup diri dari proses interaksi denganpihak eksternal. Kapasitas untuk menjalinhubungan dan berinteraksi dengan pihakeksternal justru memperkuat maknakedaulatan negara yang bersangkutan.

Fenomena menarik yang terjadi di dalammasyarakat internasional terutama sejakberdirinya organisasi internasional PBB adalahbahwa penghormatan dan pemenuhan sertapenegakan hak asasi manusia tidak lepas dariperhatian dan kepedulian masyarakatinternasional. Ada kecenderungan pada tingkatglobal yang menunjukkan bahwa, perma-salahan yang berkaitan dengan penegakanhak-hak asasi manusia di suatu negara tidakdapat dilepaskan dar i domain hukuminternasional. Hal ini bisa dirujuk pada Pasal55 dan 56 Piagam PBB, yang mewajibkansetiap anggotanya untuk meningkatkanpenghormatan dan penegakan hak-hak asasimanusia. Bahkan penghormatan dan penegak-an hak asasi manusia merupakan tujuan yangdirumuskan dalam Piagam PBB (Henry JSteiner and Philip Alston, 2000: 141-142).Dalam konteks demikian, yurisdiksi domestiktidak dapa t dijadikan dalih untuk tidakmenegakkan dan mengungkap terjadinyapelanggaran hak asasi di suatu wilayah negara(DJ Harris, 1991: 604). Oleh karena itu,kedaulatan negara harus diletakkan dalamkonteks dan dikaitkan dengan prinsip-prinsipumum hukum internasional, seperti ; laranganpenyalahgunaan hak (prohibition of abuses ofrights), penghormatan terhadap kedaulatannegara lain, due diligence, “minimum standardsof civilisation”, dan lain-lain (Alain Pellet, 2000: 4).

Keberadaan negara sebagai unsurterpenting dalam sistem masyarakatinternasional tetap tidak terbantahkan. Namundemikian, kiranya dapat dikemukakan catatanbahwa telah terjadi perubahan pada sifatkedaulatan yang melekat pada keberadaannegara-negara tersebut. Sebagai contoh nyatayang merepresentasikan gejala semacam iniadalah apa yang terjadi di negara-negaraanggota Uni Eropa (European Union). Di dalamwilayah internal Uni Eropa, orang, barang danmodal dapat bergerak secara bebas dan tidakdapat dilakukan limitasi berdasarkan batas-batas teritorial ne gara-negara anggotaorganisasi tersebut. Negara-negara anggotaUni Eropa juga telah mengintegrasikan sistemmoneter di antara mereka serta mengikatkandiri pada perjanjian-perjanjian internasional re-gional yang berlaku di seluruh wilayah negaraanggota.

Pada lingkup yang lebih luas gejala yangsama dapat dicermati dalam proses liberalisasiekonomi di seluruh dunia yang diprakarsai dandifasilitasi oleh Organisasi PerdaganganInternasional (World Trade Organizations/WTO). Liberalisasi ekonomi internasional yangdiprakarsai oleh WTO tersebut telah mendo-rong terjadinya proses globalisasi. Globalisasiyang terjadi di seluruh dunia merupakan prosesinternasionalisasi komunikasi, perdagangandan organisasi ekonomi (Ross P Buckley,2002: 2). Proses globalisasi yang menjadigejala yang harus dihadapi oleh negara-negaradan bangsa-bangsa di seluruh wilayah dunia,terjadi karena dorongan perkem bangankapitalisme internasional dan didalamnya jugamenyertakan transformasi budaya dan struktursosial bagi masyarakat yang semula merupa-kan masyarakat non kapitalis, dan bahkanmasyarakat yang masuk dalam kategori pre-industrial societies.

Proses globalisasi pada aspek ekonomidapat dicermati dari perjanjian perdaganganinternasional yang berlaku pada level hubunganantar negara, sistem hukum nasional, maupunkerangka relasi individual. Pada saat yangsama juga ditandai dengan meningkat-pesat-nya volume perdagangan internasional sertameningkatnya interdependensi ekonomi diantara negara-negara. Modal, pangsa pasardan korporasi telah mendorong terjadinyakompetisi yang merujuk pada prinsip “equaltreatment”. Dalam hal hubungan perdaganganinternasional yang dibangun dan didasari olehketentuan-ketentuan hukum yang prosespembentukan dan implementasinya difasilitasi

Yustisia Vol.1 No. 3 September - Desember 2012 Kedaulatan Negara dalam Kerangka Hukum ... 11

oleh W TO, masyarakat internasionalmendasarkan diri pada kerangka hubunganpara pihak yang bersifat “rule of law oriented”.Hubungan ekonom i antar negara harusdilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip “le-gal certainty”; “due process through judicialprocedures”. Pada kenyataannya, setiapnegara anggota W TO harus mengikutikecenderungan dan menerima “progressivejudicialisation” serta mentaati proses hukumyang mengandalkan pada “law enforcementwithout ‘mean of pressing”. Dari perspektifekonomi internasional pendekatan yangmengedepankan “rule of law oriented approach”tersebut dianggap lebih menjamin security danpredictability bagi para pihak.

Sementara itu, dari perspektif yang lain(bottom-up), globalisasi juga digerakkan olehlapisan akar rumput (grass-roots ) ataumasyarakat yang termotivasi oleh kesetaraan(equality) dan kerjasama lintas batas. Dalamhal ini, negara-negara sebagai anggotamasyarakat internasional juga tidak dapatmenghindar dan harus menerima gejala dimana norma-norma hak asasi manusiadikembangkan dan disebar-luaskan ke seluruhdunia oleh gerakan-gerakan masyarakat sipil,organisasi kemanusiaan, maupun organisasiinternasional yang relevan. Gerakan-gerakansemacam ini sekarang juga mempertanyakanpandangan “status quo” yang menempatkankedaulatan negara sebagai konsep yangabsolut. Pemajuan dan perkembangan dannorma-norma hak asasi manusia, dengandemikian, juga merupakan bagian dari prosesglobalisasi yang m elanda setiap negarasebagai anggota komunitas internasional.Seperangkat norm a dan nilai-nilai yangbersumber pada kemanusiaan d a nperlindungan hak asasi manusia telah diakuidan diterima sebagai gejala universal,meskipun terdapat perbedaan dan variasidalam implementasinya antara negara satudengan lainnya.

Gejala-gejala tersebut dapat diprediksiakan menimbulkan tantangan baru danmenumbuh-kembangkan norma-norma hukuminternasional yang harus diperhatikan danditaati oleh negara-negara sebagai anggotakomunitas internasional. Pada saat yangbersam aan interpretasi tradisional yangmenganggap kedaulatan negara sebagaikonsep yang absolut juga mulai dipertanyakan(Peter J Spiro, 2000 : 567-590; JosephStromberg, 2004: 29-93 ). Hak prerogatifnegara-bangsa (nation-state) yang ditumpukan

pada konsep kedaulatan akan berhadapandengan dan dipengaruhi oleh norma-normayang diartikulasikan, disebarluaskan danditerapkan secara transnasional ataupuninternasional.

Pada dua dekade terakhir abad kedua-puluh dan memasuki abad ke duapuluh satu,kiranya dapat disaksikan bahwa pemahamantentang kedaulatan sebagai konsep yangabsolut harus dipertimbangkan kembali.Kegagalan otoritas nasional dalam mengeloladinamika politik dan memberikan perlindunganterhadap hak asasi m anusia warganyasebagaimana yang terjadi di wilayah-wilayahMyanmar, Angola, Afghanistan, Somalia danbekas Yugoslavia, merupakan fakta yang takterbantahkan bahwa negara tidak dapatmenutup diri dari bantuan kemanusiaan darimasyarakat internasional dengan dalih atauatas nama kedaulatan. Kedaulatan negaratidak dapat dijadikan perisai (shield) olehotoritas nasional untuk mencegah bantuaneksternal kepada warga di negara yangbersangkutan yang memerlukan bantuan danperlindungan internasional (Rebecca Devitt,2011: 1-4; Peter Lee, 2012: 1-10; PravitRojanaphruk, 2012: 1-2 ).

Kedaulatan bukan merupakan fakta ataukondisi yang sifatnya statis. Kedaulatan lebihmerupakan proses atau serangkaian tindakandan proses. Jika terdapat suatu negara yangmengalami proses dan telah menjelma menjadisuatu negara yang gagal (a failed state), ketikadi dalamnya telah terjadi perpecahan secarafisik, budaya, ekonomi, dan politik, tercerai-berai ke dalam banyak non state actors sertatelah kehilangan kapasitas untuk melak-sanakan koordinasi maka negara tersebut telahkehilangan kedaulatannya (Joseph MacKay ,2006 ).

Dari perspektif akademis, kiranya perludikembangkan wacana visioner untukmenemukan pemaknaan yang sahih mengenaikonsep kedaulatan negara pada saat sisteminternasional telah memasuki era interde-pendensi di antara negara-negara dalam sisteminternasional terkini. Negara sebagai elemenutama dalam masyarakat internasional tidaktergantikan, namun, otoritas nasional di negarayang bersangkutan mengemban mandat dantanggungjawab untuk memajukan warganya,meningkatkan kemakmuran dan menjagakebebasannya, mengelola konflik yang terjadidi antara mereka, serta mengembangkankerjasama internasional untuk meningkatkankualitas kehidupannya. Dalam bahasa yang

12 Yustisia Vol.1 No. 3 September - Desember 2012 Kedaulatan Negara dalam Kerangka Hukum ...

lain adalah merekonstruksi kedaulatan sebagaitanggung jawab (sovereignty as responsibility);menempatkan negara sebagai agen danmanifestasi dari kedaulatan rakyat yangmengemban tugas untuk meningkatkankondisi kehidupan warganya, dan harusmempertanggungjawabkan mandatnya secarainternal terhadap warga negaranya maupunsecara eksternal kepada anggota komunitasinternasional (Hussein Solomon, 2005: 1 ).Kedaulatan negara harus memiliki makna yangpositif . Oto ritas nasional berkewajibanmemberikan perlindungan dan bantuan kepadawarganya. Dengan demikian konsepkedaulatan negara juga berhubungan eratdengan dan didukung oleh konsep “ Respon-sibility to Protect” yang dikembangkanmasyarakat internasional (Deng, 2006: 220).

Pada saat bersamaan, dewasa initerdapat geja la di da lam masyarakatinternasional untuk melakukan implementasikedaulatan negara berdasarkan konsep “Mul-tilateral Pooled Sovereignty” d a ninternasionalisasi prinsip-prinsip universal.Berdasarkan konsep “Multilateral PooledSovereignty”; berarti negara-negara berdaulatbert indak bersama dengan cara-carakedaulatan yang dimiliki masing-masing negarasecara bersamaan disatukan melalui badan,institusi, organisasi dan jaringan (networks)baik secara formal maupun informal. Institusi,badan, atau regulator pengambil tindakan yangdiperlukan adalah suatu badan yang dibentuksecara multilateral tetapi memiliki satu otoritasyang mandiri. Konsep semacam ini dewasaini dimanifestasikan dalam berbagai badaninternasional yang telah diakui dan diterimaotoritasnya oleh masyarakat internasionalseperti Badan-Badan PBB semacam WorldHealth Organisastion ( WHO), dan badan-badan internasional lainnya seperti WorldTrade Organisation, International Bank for Re-construction and Development (the WorldBank) dan International Monetary Fund ( IMF).Sementara itu, internasionalisasi prinsip-prinsipuniversal dapat dipahami dengan melihatpengakuan dan implementasi nilai-nilai hakasasi manusia. Prinsip-prinsip universal yangberupa nilai-nilai hak asasi manusia diterimadan diimplementasikan oleh lembaga-lembagainternasional, transnasional dan supra nasional.Implementasi nilai-nilai universal hak asasimanusia secara internasional tidak bergantungpada adanya persetujuan (consent) nyata dari

suatu negara manapun tetapi mengacu padakebenaran nilai-nilai universal hak asasimanusia .

D. SimpulanKedaulatan bersifat “relational” dan terbuka;

bukan suatu konsep yang “insular” atau sempit dantertutup. Kedaulatan bukan merupakan fakta ataukondisi yang sifatnya statis. Kedaulatan lebihmerupakan proses atau serangkaian tindakan danproses. Negara yang berdaulat harus memilikikapasitas untuk melakukan koordinasi dan menjagasupaya tidak terjadi perpecahan secara fisik,budaya, ekonomi, politik, dan atau tercerai-beraike dalam banyak non state actors sehinggamengalami proses dan menjelma menjadi suatunegara yang gagal (a failed state). Dewasa inipemahaman kedaulatan sebagai konsep yangabsolut harus dipertimbangkan kembali. Kegagalanortoritas nasional dalam mengelola dinamika politikdan memberikan perlindungan terhadap warganyadi berbagai wilayah dunia merupakan bukti bahwanegara tidak dapat menutup diri dari bantuaninternasional dengan dalih atau atas nam akedaulatan. Kedaulatan negara tidak dapatdijadikan perisai (shield) oleh otoritas nasional untukmencegah bantuan internasional kepada warga dinegara yang memerlukan bantuan dan perlindunganinternasional.

Dari perspektif akademis, perlu dikembangkanwacana visioner untuk menemukan pemaknaanyang sahih mengenai konsep kedaulatan negarapada saat sistem internasional telah memasuki erainterdependensi di antara negara-negara dalamsistem internasional terkin i. Kedaulatanditempatkan ditangan rakyat, vis a vis pemerintahdan berkaitan dengan prinsip-prinsip umum hukuminternasional. Negara sebagai elemen utama dalammasyarakat internasional tidak tergantikan, namun,otoritas nasional mengemban mandat dantanggungjawab untuk memajukan warganya,meningkatkan kemakmuran dan menjagakebebasannya, mengelola konf lik, ser tamengembangkan kerjasama internasional. Dalambahasa yang lain adalah merekonstruksi kedaulatansebagai tanggung jawab (sovereignty as responsi-bility); menempatkan negara sebagai agen danmanifestasi dar i kedaulatan rakyat, yangmengemban tugas untuk mensejahterakanwarganya, dan harus mempertanggungjawabkanmandatnya secara internal m aupun secaraeksternal kepada komunitas internasional.

Yustisia Vol.1 No. 3 September - Desember 2012 Kedaulatan Negara dalam Kerangka Hukum ... 13

Daftar Pustaka

Anderson, Kenneth. 2005 . “Squaring the Circle? Reconciling Sovereignty and Global Governance ThroughGlobal Government Networks”. (Book Review :ANewWorldOrder, byAnne Marie Slaughter).118Harvard LawReview, 2005 .Cambridge : Harvard Law School.

Bartelson , Jens. 2006. “The Concept of Sovereignty Revisited”. (17 ) European Journal of InternationalLaw, Vol. 17. No.2.Oxford: Oxford University Press.

Bledsoe, Robert L & Boczek, Boleslaw A .1987. The International Law Dictionary.Oxford : Clio Press.

Brownlie, Ian. 1990. Principles of Public International Law. Fourth Edition. Oxford : Clarendon Press.

Buckley, Ross P. 2002. “Globalization, Capital Markets and Human Rights”. New England Journal ofInternational Comparative Law, (2002) Vol. 8. No. 2 . Boston: New England University LawSchool.Dixon, Martin & Mc. Corquodale.

Robert. 2000. Cases & Materials on International Law; Third Edition. London: Blackstone Press Limited.

Deng, Francis M. 2006. “Divided Nations; the Paradox of National Protection”. The ANNALof AmericanAcademy of Political and Social Science, 603, January 2006. Philadelphia : the University ofPennsylvania .

Devitt, Rebecca . 2011, September 6. “Burma, Bangladesh and the Rohingya: a Failure to Protect?”. e-International Relations . http://www.e-ir.info/2011/09/06/burma-bangladesh-and-the-rohingya-a-fail-ure-to-protect/ [6 Januari 2013].

Harris, D J. 1991. Cases and Materials on International Law. London: Sweet & Maxwell.

Hingorani, R.C. 1982. Modern International Law.Second Edition. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co.

Kahn, Paul W. 2004. “Balance of Power: Redefining Sovereignty in Contemporary International Law”.Commemorative Issue, Articles . THE QUESTION OF SOVEREIGNTY. (40)Stanford Journal ofInternational Law ; Summer 2004. Stanford : University of Stanford.

Kartadjumena, Hassan S. 2008. “Pergeseran dalam “ International Economic Governance” : ImplikasiKebijakan Publik dan Persiapan Profesi Hukum”. Paper. disampaikan dalam ceramah di FakultasHukum UGM 1 Maret 2008. Yogyakarta: Fakultasb Hukum UGM.

Lee, Peter. Tt. “Burma Washes Its Hands of the Rohingyas”. International Policy Digest. http://www.internationalpolicydigest.org/2012/11/19/burma-washes-its-hands-of-the-rohingyas/. [7 Januari2013].

MacKay, Joseph. 2006. State Failure,: “Actor Network Theory, and the Theorisation of Sovereignty”. BSISJournal of International Studies, Vol. 3 2006. Brussels : University of Kent’s Brussels School ofInternational Studies.

Marcos, Miguel González. 2003. The Search for Common Democratic Standards Through InternationalLaw. Washington: Heinrich Böll Foundation North America .

Nagan, Winston P, & Hammer, Craig. 2004. “The Changing Character of Sovereignty in International Lawand International Relations”. 43 Columbia Journal of Trans-national Law, 2004. Columbia: Uni-versity of Columbia.

Pellet, Alain . 2000. “State Sovereignty and the Protection of Fundamental Human Rights: an internationallaw perspective”. , Pugwash Occasional Papers, I: i: February 2000. http://www.pugwash.org/publication/op/opv 1n1. htm. [10 Juli 2006, Jam 11.45 WIB].

Radon, Jenik. 2004. “Sovereignty : A Political Emotion, Not A Concept”. (40.) Stanford Journal of Interna-tional Law. Commemorative Issue: Balance of Power: Redefining Sovereignty in Contempo-rary International Law Commemorative Introduction, Summer 2004. Stanford: University ofStanford.

14 Yustisia Vol.1 No. 3 September - Desember 2012 Kedaulatan Negara dalam Kerangka Hukum ...

Raustiala, Kal. 2003. “Rethinking the Sovereignty Debate in International Economic Law”. (6 ) Journal ofInternational Economic Law, December, 2003. Pennsylvania: University of Pennsylvania LawSchool.

Rojanaphruk, Pravit . 2012, June 12. “Call for UN to intervene in Rohingya ‘genocide’” . TheNation AsiaNews Network. http://www.asianewsnet.net/ home/news. php? id=31717 [6 Januari 2013 Jam 9.45WIB.].

Sarooshi, Dan. 2004. “ The Essentially Contested Nature of the Concept of Sovereignty : Implications Forthe Exercise by International Organizations of Delegated Powers of Government” . (25) MichiganJournal of International Law , Summer 2004 : Symposium: Diversity or Cacophony?: NewSources of Norms in International Law. Michigan : University of Michigan .

Sheehan , James J. 2006. “The Problem of Sovereignty “. The American History Review Vol. III No 1February 2006. Oxford: Oxford University Press.