NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI DALAM PEMIKIRAN ...

25
SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 40 16 NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI DALAM PEMIKIRAN HUKUM ISLAM (Pendekatan Historis Keteladanan Nabi Saw) Harun Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102 Telp. (0271) 717417, 719483 (Hunting) Faks. (0271) 715448 ABSTRAK Penegasan Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), berbunyi: “ Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Konsekwensi dari pasal ini adalah bahwa setiap sikap, kebijakan, dan prilaku alat negara dan warga negara harus berdasarkan dan sesuai dengan hukum. Pasal ini juga menegaskan tidak boleh terjadi kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan yang dilakukan oleh alat negara maupun warga negara. Implikasi hukum pasal 1 ayat (3) di atas, bahwa dalam negara hukum, hukumlah yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara atau pemerintah, atau dengan kata lain hukum sebagai pemegang komando tertinggi atau yang memimpin jalannya penyelenggaraan pemerintahan. Dalam arti, hakekat kekuasaan negara ada di tangan rakyat, karena hukum itu sendiri dibuat atas dasar kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Berdasarkan rumusan tersebut, dapat dipahami bahwa hakekat negara hukum adalah negara demokrasi, karena negara hukum tidak bisa ditegakkan dengan mengabaikan prinsip demokrasi. Berpijak dari uraian di atas, maka penulis merasa perlu untuk menganalisis rumusan negara hukum dan demokrasi dalam pemikiran hukum Islam lewat pendekatan historis keteladanan Nabi di dalam menjalankan pemerintahan, sehingga dapat memperoleh jawaban dari pokok permasalahan, yaitu; Pertama, bagaimana rumusan negara hukum dan demokrasi dalam hukum Islam. Kedua, bagaimana konsep negara hukum dan demokrasi konteks Indonesia, bila dilihat dari sudut hukum Islam.

Transcript of NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI DALAM PEMIKIRAN ...

SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 4016

NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASIDALAM PEMIKIRAN HUKUM ISLAM

(Pendekatan Historis Keteladanan Nabi Saw)

HarunFakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta,

Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102Telp. (0271) 717417, 719483 (Hunting) Faks. (0271) 715448

ABSTRAK

Penegasan Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan UUD 1945Pasal 1 ayat (3), berbunyi: “ Negara Indonesia adalah NegaraHukum”. Konsekwensi dari pasal ini adalah bahwa setiap sikap,kebijakan, dan prilaku alat negara dan warga negara harusberdasarkan dan sesuai dengan hukum. Pasal ini juga menegaskantidak boleh terjadi kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaanyang dilakukan oleh alat negara maupun warga negara.Implikasi hukum pasal 1 ayat (3) di atas, bahwa dalam negara hukum,hukumlah yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara ataupemerintah, atau dengan kata lain hukum sebagai pemegangkomando tertinggi atau yang memimpin jalannya penyelenggaraanpemerintahan. Dalam arti, hakekat kekuasaan negara ada di tanganrakyat, karena hukum itu sendiri dibuat atas dasar kekuasaan ataukedaulatan rakyat. Berdasarkan rumusan tersebut, dapat dipahamibahwa hakekat negara hukum adalah negara demokrasi, karenanegara hukum tidak bisa ditegakkan dengan mengabaikan prinsipdemokrasi. Berpijak dari uraian di atas, maka penulis merasa perluuntuk menganalisis rumusan negara hukum dan demokrasi dalampemikiran hukum Islam lewat pendekatan historis keteladanan Nabidi dalam menjalankan pemerintahan, sehingga dapat memperolehjawaban dari pokok permasalahan, yaitu; Pertama, bagaimanarumusan negara hukum dan demokrasi dalam hukum Islam. Kedua,bagaimana konsep negara hukum dan demokrasi konteks Indonesia,bila dilihat dari sudut hukum Islam.

17Negara Hukum dan Demokrasi dalam Pemikiran ... (Harun)

PendahuluanPemikiran negara hukum di Barat

dimulai sejak Plato dengan konsepnya“bahwa penyelenggaraan negara yangbaik ialah didasarkan pada pengaturan(hukum) yang baik”. Inilah yang disebutdengan istilah Nomoi. Ide tentang negarahukum atau rechsstaat dipopulerkankembali pada abad 17 sebagai akibatdari situasi politik di Eropa yang bersifat

absolutisme.1 Negara hukum me-rupakan terjemahan langsung darirechsstaat.2 Istilah rechsstaat sering diindentikkan dengan the rule of law.Karena kedua konsep itu mengarahkanpada suatu sasaran utama, yaitu peng-akuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Meskipun dengansasaran utama yang sama, keduanyatetap berjalan dengan sistem sendiri yaitu

Hasil penelitian ditemukan bahwa: (1) konsep negara hukum dandemokrasi dalam pemikiran hukum Islam adalah sebuah negara,yang di dalam Undang-Undang Dasar (konstitusi) negara tersebutmenjamin adanya persamaan dan kebebasan warga negara, yangnotabene adanya jaminan pengakuan dan perlindungan hak-hak asasiwarga negaranya. Adanya jaminan pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi warga negara dalam konstitusi tersebut berimplikasi padapelaksanaan peradilan bebas sebagai cerminan adanya penegakankeadilan hukum.(2) Konsep negara hukum dan demokrasi konteksIndonesia, dilhat secara makro teoritis normative dengan melihatrumusan pembukaan UUD 1945 alinea pertama dan keempat(rumusan Pancasila) , penjelasan beberapa pasal UUD 1945 danbeberapa pasal pasca amandemen UUD 1945 tidak bertentangandengan prinsip-prinsip dasar persaudaraan, persamaan dankebebasan yang mengacu pada ajaran tauhid dalam hukum Islam.Namun dari segi empiris aplikatif, pelaksanaan prinsip-prinsip dasarkenegaraan tersebut belum optimal diamalkan oleh kalangan pejabatnegara maupun rakyat atau dengan kata lain masih banyak terjadipelanggaran tauhid konstitusi (tauhid al-dusturiyyah).

Kata Kunci: Demokrasi, pemikiran, hukum Islam

1 Muhammad Tahir Azhari, 2003, Negara Hukum Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dariSegi Hukum Islam, Jakarta; Prenada Media, hal.88-89.

2 Padmo Wahjono, 1977, Ilmu Negara Suatu Sistematik dan Penjelasan 14 teori ilmu hukumnNegara dan Jellinek, Jakarta; Melatyi Studi Groub, hal. 30.

SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 4018

sistem hukum sendiri.3Rechsstaat muncul sebagai per-

juangan melawan absolutisme sehinggabersifat revolusioner, sementara the ruleof law berkembang secara evolusioner.Hal ini terbukti dari sistem hukum yangdipakainya. Rechsstaat bertumpu padasistem hukum kontinental yang disebutcivil law. Sedangkan the rule of lawbertumpu pada sistem hukum yangdisebut common law. Ciri-ciri civil lawadalah administrasi, sedang the commonlaw adalah yudicial.4

Konsep Negara Hukum (rechss-taat) di Eropa Kontinental sejak semuladidasarkan pada filsafat liberal yangindividualistic5 yang mempunyai unsur-unsur; kepastian hukum, persamaan,demokrasi, dan pemerintahann yangmelayani kepentingan umum.6 Idekonsep negara hukum berkembang puladi negara-negara Anglo-Saxon yangdipelopori oleh A.V. Dicey dengansebutan rule of law yang didasarkanpada filsafat liberal individualisticsebagaimana dalam rechsstaat. Unsurutama dari rule of law ini adalahsupremasi hukum, persamaan di hadapanhukum atau equality before the law,

konstitusi yang didasarkan atas hakperorangan.7

Unsur-unsur Negara hukum(rechsstaat) secara umum adalah;Pertama, adanya Undang-UndangDasar atau kontitusi yang memuatketentuan tertulis tentang hubunganantara penguasa dan rakyat. Kedua,adanya pembagian kekuasaan negara.Ketiga, diakui dan dilindungi hak-hakkebebasan rakyat.8

Perlindungan terhadap hak-hakasasi manusia bertumpu pada prinsipkebebasan dan persamaan. Undang-Undang Dasar akan memberikan jamin-an secara kontitusional terhadap asaskebebasan dan persamaan. Pembagiankekuasaan untuk menghindari pe-numpukkan kekuasaan dalam satutangan yang sangat cenderung padapenyalahgunaan kekuasaan yang berartipemerkosaan terhadap kebebasan danpersamaan.9

Berdasarkan rumusan unsur negarahukum di atas, maka paham negara hukumsecara subtansial tidak dapat dipisahkandari kerakyatan. Sebab pada akhirnya,hukum yang mengatur dan membatasikekuasaan negara atau pemerintah

3 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Surabaya; Bina Ilmu,hal. 72.

4 Ibid.5 Padmo Wahyono, “Konsep Yuridis Negara Hukum Indonesia”, dikutip oleh Muhammad Tahir

Azhari, Op.Cit., hal. 906 M.Scheltema, “De Rechsstaat “ dalam J.W.M. Engls, et.al., “De Rachsstaat Herdacht “ dikutip

oleh Muhammad Tahir Azhari, Op.Cit., hal. 90.7 Padmo Wahyono, “Konsep Yuridis Negara Hukum Indonesia”, dikutip oleh Muhammad Tahir

Azhari, Op.Cit., hal. 91.8 Ni’matul Huda, 2006, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta; Raja Grafindo Persada, hal.74.9 Ibid.

19Negara Hukum dan Demokrasi dalam Pemikiran ... (Harun)

diartikan sebagai hukum yang dibuat atasdasar kekuasaan atau kedaulatan rakyat.Hubungan yang erat antara negara hukumdan kerakyatan dapat disebut sebagainegara hukum yang demokartis.10

Hukum yang dibuat atas dasarkekuasaan atau kedaulatan rakyat,menjadikan kedaulatan rakyat me-rupakan unsur material negara hukum,yang dalam perkembangannya terhadapasas legalitas yang diartikan bahwapemerintah berdasarkan undang-undangberkembang menjadi pemerintahanberdasarkan hukum.. Asas legalitasmenjadi asas yang penting dalam negarahukum, artinya dengan asas ini agarsetiap tindakan pemerintah harus ber-dasarkan hukum.

Asas legalitas berkaitan eratdengan gagasan demokrasi dan gagasannegara hukum. Gagasan demokrasimenuntut agar setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan men-dapatkan persetujuan dari wakil rakyatdan sebanyak mungkin memperhatikankepentingan rakyat. Gagasan negarahukum menuntut agar peneyelenggaraankenegaraan dan pemerintahan harusdidasarkan pada undang-undang danmemberikan jaminan terhadap hak-hakdasar rakyat.11 Penerapan asas legalitasdalam sebuah negara hukum, akanmenunjang berlakunya kepastian hukum

dan berlakunya kesamaan perlakuan.12

Penegasan Indonesia adalahnegara hukum yang selama ini diaturdalam penjelasan UUD 1945, dalamperubahan UUD 1945 telah diangkat kedalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3),berbunyi: “ Negara Indonesia adalahNegara Hukum”. Konsekwensi daripasal ini adalah bahwa setiap sikap,kebijakan, dan prilaku alat negara danwarga negara harus berdasarkan dansesuai dengan hukum. Pasal ini jugamenegaskan tidak boleh terjadi ke-sewenang-wenangan dan arogansikekuasaan yang dilakukan oleh alatnegara maupun warga negara.

Implikasi dari penegasan pasal 1ayat (3) di atas, bahwa dalam negarahukum, hukumlah yang mengatur danmembatasi kekuasaan negara ataupemerintah, atau dengan kata lain hukumsebagai pemegang komando tertinggiatau yang memimpin jalannya penye-lenggaraan pemerintahan. Dalam arti,hakekat kekuasaan negara ada ditanganrakyat, karena hukum itu sendiri dibuatatas dasar kekuasaan atau kedaulatanrakyat. Oleh sebab itu, prinsip negarahukum hendaklah dibangun dan di-kembangkan menurut prinsip-prinsipdemokrasi atau kedaulatan rakyat,sehingga rumusan pasal 1 ayat 3 UUD1945 sebagai penegasan bahwa Indo-

10 Bagir Manan, 1994, “Hubungan Antara Pusat dan Daerah menurut UUD 1945”, dalam Ni’matulHuda, Ibid., 76.

11 Ridwan HR, 2003, Hukum Administrasi Negara., Jakarta; UII Press, hal. 67.12 Indroharto,” Perbuatan Pemerintah menurut Hukum Publik dan Hukum Perdata’, dikutip Ni’matul

Huda, Op.Cit., hal.78-79.

SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 4020

nesia adalah negara hukum yang ber-kedaulatan rakyat atau demokrasi.13

Berdasarkan penjelasan di atas,dapat dipahami bahwa hakekat negarahukum adalah negara demokrasi, karenanegara hukum tidak bisa ditegakkandengan mengabaikan prinsip demokrasi.Pemahaman seperti ini sesuai denganperubahan pasal 1 ayat 2 UUD 1945yang sebelumnya berbunyi: “ Kedaulatandi tangan rakyat dilakukan sepenuhnyaoleh Majlis Permusyaratan Rakyat “,berubah menjadi “ Kedaulatan di tanganrakyat dan dilaksanakan menurutUndang-Undang Dasar “. Kedaulatan ditangan rakyat sebagai cerminan darinegara demokrasi, kedaulatan dilaksana-kan menurut undang-undang merupakancerminan sebagai negara hukum.

Perubahan pasal 1 ayat 2 berartimengalihkan Negara Indonesia darisistem MPR14 menjadi sistem kedaulatanrakyat yang diatur melalui UUD 1945.UUD 1945 lah yang menjadi dasar danrujukan utama dalam menjalankankedaulatan rakyat. Jika ketentuan ini

dihubungkan dengan pembukaan UUD1945: “ Atas berkat rahmat Allah YangMaha Kuasa “ , sedang rumusan Panca-sila pada alinea IV Pembukaan UUD1945 istilah yang digunakan adalah “Ke-Tuhan Yang Maha Esa bukan MahaKuasa. Hal ini mencerminkan bahwadalam UUD 1945 diakui adanya konsepMaha KuasaTuhan dan Maha Esa Tuhanyang berarti pendiri negara Indonesiamempunyai cita-cita yang amat luhuryaitu mewujudkan nilai-nilai Ke-Ilahi-anbangsa Indonesia dalam konteks ke-hidupan bernegara.15 Dalam arti, silapertama yaitu Ke-Tuhanan yang MahaEsa merupakan dasar ke-Ilahian bangsaIndonesia dalam bernegara dan ber-masyarakat, artinya penyelenggaraankehidupan dan bermasyarakat wajibmemperhatikan dan mengimplemen-tasikan petunjuk-petunjuk Tuhan YangMaha Esa.16 Berdasar pemikiran filosofisseperti ini, menurut Ismail Suny bahwaUUD 1945 menganut ajaran KedaulatanTuhan, Kedaulatan Rakyat dan Ke-daulatan Hukum sekaligus.17

13 Jimly Asshiddiqie, 2004, Konstitusi dan Konstitusinalisme Indonesia, Kerjasama MahkamahKonstitusi dengan Pusat Studi Hukum Tata Negara, Jakarta; FH-UI, hal. 56.

14 Kedaulatan rakyat sepenuhnya dilakukan oleh MPR justru menggiring paham kedaulatan rakyatitu menjadi paham kedaulatan negara yang biasa dianut oleh negara yang masih menerapkan pahamotoritarian.

15 Jimly Asshiddiqie, Op.Cit., hal. 60.16 Ahmad Azhar Basyir, 1985, Hubungan Agama dan Pancasila, Yogyakarta; UII, hal. 9-1017 Ismail Suny, 1984, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta; Aksara baru, hal. 8. Kedaulatan

pertama pada hakekatnya dipegang oleh Allah Swt.(Kedaulatan Tuhan) dalam Konteks kehidupan negaraterwujud dalam kedaulatan rakyat yang berimplikasi rakyatlah yang memegang kekuasaan kedaulatan itumelalui mekanisme kenegaraan (Kedaulatan rakyat). Nilai-nilai Tuhan dalam kehidupan bernegara dijabarkansecara musyawarah oleh rakyat melalui wakil-wakil nya di DPR. Hasil dari musyawarah tersebut menjadiketetapan-ketetapan yang berbentuk undang-undang. Undang-Undang ini yang menjadi dasar berpijakbagi pemerintah didalam penyelenggaran pemerintahan (Kedaulatan Hukum).

21Negara Hukum dan Demokrasi dalam Pemikiran ... (Harun)

Berdasarkan rumusan di atas,dapatlah dipahami bahwa konseprechtsstaat yang dianut oleh negaraIndonesia bukan konsep rechtsstaatyang dianut oleh negara barat ( Eropakontinental) dan bukan pula konsep ruleof law dari negara Anglo-Saxon,melainkan negara hukum Pancasila yangmempunyai unsur; bersumber dari TuhanYang Maha Esa (bukan liberal indi-vidualistic), kebebasan beragama dalamarti positip,18 ada perwakilan (MPR danDPR), Konstitusi ( UUD 1945), per-samaan dan peradilan bebas.19

Penjelasan di atas, dapat disimpul-kan bahwa negara Indonesia dapatdipandang sebagai negara hukum se-kaligus negara demokrasi yang dijiwaioleh Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.Kesimpulan ini tercermin: Pertama:pembukaan UUD 1945 alinea pertama20

dan keempat (rumusan Pancasila).21

Kedua: penjelasan UUD 1945 Pasal 1ayat 3; “Negara Indonesia berdasarkanatas hukum, tidak berdasarkan ataskekuasaan belaka”. Ketiga: Pasal 1 ayat2; “Kedaulatan berada di tangan rakyatdan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal 4 ayat 1; “Pre-siden Republik Indonesia memegangkekuasaan pemerintahan menurutUndang-Undang Dasar”. Pasal 24 ayat1: “Kekuasaan kehakiman merupakan

kekuasaan yang merdeka untuk menye-lenggarakan peradilan guna menegakkanhukum dan keadilan”. Pasal 27: “Semuawarga negara memiliki persamaanhukum dan hak-hak yang sama dihadapan pemerintah”. Pasal 28: “Kemer-dekaan berserikat, berkumpul, menge-luarkan pikiran dan pendapat”. Pasal 29:“Kebebasan warga negara untuk meng-anut atau memeluk agama yang ia yakinikebenarannya”. Pasal 33 dan 34: “Kese-jahteraan sosial dan jaminan sosialmenjadi tanggung jawab pemerintah”.

Berpijak dari uraian di atas, makadalam makalah ini penulis merasa peluuntuk menganalisis rumusan negarahukum dan demokrasi dalam pemikiranhukum Islam dengan mengacu padahistoris keteladan Nabi di dalam men-jalankan pemerintahan, sehingga dapatmemperoleh jawaban dari pokok per-masalahan dalam tulisan ini, yaitu;Pertama, bagaimana rumusan negarahukum dan demokrasi dalam hukumIslam. Kedua, bagaimana konsep negarahukum dan demokrasi konteks Indo-nesia, bila dilihat dari sudut hukum Islam.

Penelitian ini menggunakan pen-dekatan histories normative. Pen-dekatan histories dilakukan untukmelihat sejarah politik Nabi Saw dalammembangun sebuah negara Madinah.Pendekatan normatif yaitu penelitian yang

18 Atheis dilarang dibumi Indonesia19 Muhammad Tahir Azhari, Op.Cit., hal.100-102.20 Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan

karena tidak sesuai dengan peri kemnusiaan dan peri keadilan.

SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 4022

dilakukan dengan tujuan menemukanasas atau norma hukum Islam yangberkenaan dengan ketatanegaraan.Penelitian ini lazim disebut denganpenelitian doktrinal atau doctrinalresearch.22 Pengumpulan data denganmenggunakan metode dokumentasi yangberasal dari buku, jurnal, makalah yangberkaitan dengan tema permasalahan.

Sejarah Terbentuknya Negara diMadinah

Dalam fakta sejarah, pada priodeMakkah umat Islam belum memulaikehidupan bernegara dan Nabi sendiriketika itu tidak bermaksud mendirikansuatu negara. Misi Nabi selama di Makkahterbatas pada usaha-usaha berikut: Perta-ma, mengajak manusiua agar meyakinibahwa tidak ada Tuhan yang patut disem-bah selain Allah Yang Maha Esa, percayakepada malaikat-malaikatNya, rasul-rasulNya dan hari kemudian. Kedua,mengajarkan kepada manusia nilai-nilaikemanusiaan yang tinggi agar mereka tidaktertipu oleh godaan hidup didunia yangmenyilaukan. Ketiga, mengajak manusiauntuk selalu mendekatkan diri kepada Allah

Swt. agar mereka mendapat rahmat-Nya.23

Nabi kemudian mengarahkandakwahnya kepada penduduk Yatsrib,dari dakwahnya lahir perjanjian per-sekutuan antara Nabi dengan kaumYatsrib yang dikenal dengan Bay’ah‘Aqabah. Isi perjanjian ini disepakatioleh kedua belah pihak untuk salingmembantu, melindungi, dan membelakeselamatan, serta kepantingan masing-masing. Bay’ah ‘aqabah dipandangsebagai cikal bakal lahirnya negara Islam,yang dalam ilmu politik merupakan salahsatu teori asal usul negara yang disebutdengan teori kontrak sosial atau teoriperjanjian masyarakat.24

Perjanjian Bay’ah ‘Aqabah ter-sebut memberi harapan baru bagi Nabiuntuk lebih percaya diri mendakwahkanIslam dan kemantapan berhijrah keYatsrib memenuhi permintaan parapengikutnya. Beberapa bulan kemudiansetelah Bay’ah ‘Aqabah kedua, Nabimemerintahkan kaum muslimin Makkahuntuk hijrah ke Yatsrib. Setelah sebagianbesar kaum muslimin Makkah me-ninggalkan Makkah, dan setelah turunperintah untuk hijrah25 ke Yatsrib (Madi-

21 Pertama, Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab.Ketiga,persatuan Indonesia.Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan.Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

22 Soetandyo Wignjosoebroto, “ Penelitian Hukum: Sebuah Tipologi”, dalam Bambang Sunggono,2002, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta; RajaGrafindo Persada, hal. 88.

23 Musdah Mulia, 2001, Negara Islam : Pemikiran Politik Husain Haekal, Jakarta; Paramadina,Hal. 180.

24 Teori ini menjelaskan bahwa pada mulanya manusia itu hidup dalam keadaan tidak bernegara lalumereka mengadakan perjanjian untuk hidup bersama dan menyepakati salah seorang dari mereka sebagaipemimpin.Lihat F Isywara, 1980, Pengantar Ilmu Politik, Bandung; Bina Cipta, hal. 136-150.

25 QS. Al-Baqarah;2:218

23Negara Hukum dan Demokrasi dalam Pemikiran ... (Harun)

nah), barulah Nabi menyusul bersamaAbu Bakar. Tercatat dalam sejarah,keduanya tiba di Yatsrib pada 16 Rabi’ulawal bertepatan dengan 20 September622.26 Kota ini menjadi julukan Madi-nah al-Rasul, yang sekarang dikenaldengan Madinah. Orang-orang muslimyang hijrah ke Madinah disebut golonganMuhajirin, sedang orang-orang muslimMadinah yang menyambut dan me-nolong mereka dinamakan golonganAnshor.

Dalam sejarah, penduduk Madi-nah merupakan masyarakat yang hete-rogin (majemuk) yang terbagi menjadiempat golongan besar, yaitu Muhajirin,Anshor, orang-orang Arab yang masihmusyrik, dan orang-orang Yahudi.27

Dalam ilmu politik, masyarakat yangmajemuk itu mempunyai perbedaankepentingan yang menyolok. Hal inidipengaruhi oleh factor cara berpikir danbertindak sendiri dalam mewujudkankepentingan masing-masing sesuaidengan filosofis hidupnya yang di-pengaruhi oleh keyakinan , adat ke-biasaan dan lingkungan sosialnya.28

Masyarakat yang pluralis memiliki duasifat yang saling bertentangan yaitu satusisi, ingin bekerjasama, sisi lain inginberkompetisi.29 Artinya, bisa membawapersatuan dan konflik sekaligus.30

Teori di atas terlihat dalam ke-hidupan sosial masyarakat Yatsrib praIslam. Kehidupan mereka tidak pernahsepi dari peperangan dan permusuhanantar suku dan kabilah, belum lagi antaraorang-orang arab dan Yahudi. Kondisipenduduk yang majemuk dan mudahtersulut konflik itulah yang dihadapi Nabiketika mula pertama datang ke Yatsrib.

Nabi saw memahami benar kon-disi masyarakat Madinah yang dihadapi-nya. Masyarakat demikian sangatmemerlukan kehadiran seorang pe-mimpin yang kuat yang dapat mem-persatukan mereka. Langkah pertamayang dihadapi Nabi adalah memberikanketenangan jiwa bagi seluruh pendudukkota itu. Semua golongan, termasukmuslim, Yahudi dan penganut paganismediberi kebebasan yang sama dalammelaksanakan ajaran agamanya. Mere-ka diberi kebebasan berpikir danmenyatakan pendapat serta kebebasandalam mendakwahkan setiap agama-nya.31 Langkah nabi seperti ini sebagailangkah politik yang cemerlang, sebabdengan kebebasanlah manusia dapatmencapai kebenaran dan kemajuanmenuju kesatuan yang integral danterhormat.

Langkah yang dilakukan Nabi,khusus untuk menghadapi kalangan

26 Hasan Ibrahim Hasan, 1979,Tarikh Islam, Kairo; Maktabah Nadlah, hal. 10027 Ibid., hal. 102.28 Miriam Budiarjo, 1989, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta; Gramedia, hal. 32.29 Ibid.30 Ibnu Khaldun, 1958, The Muqaddimah, New York; Pantheon Books, hal. 264.31 Husein Haekal, 1968,Hayatu Muhammad, Kairo; Matba’ah Surunah, hal., 186.

SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 4024

kaum muslim, yaitu dengan membangunMasjid. Masjid diutamakan karenamasjid mempunyai fungsi ganda; Per-tama, masjid sebagai lembaga keagama-an yang digunakan untuk beribadahkepada Allah Swt. Kedua, masjid sebagailembaga sosial, yang digunakan untukberbagai kegiatan sosial yang bertujuanuntuk mempererat hubungan dan ikatanpersaudaraan sesama muslim.32

Mempererat hubungan dan ikatanpersaudaraan sesama muslim dimaksud-kan untuk menghilangkan benih-benihpermusuhan antar kabilah yang pernahtersemai dilubuk hati mereka dimasasebelum Islam. Persaudaraan tersebutdibangun atas dasar ikatan agama dansemata-mata mengharap ridho AllahSwt., bukan atas dasar nasab dankabilah.33 Ikatan persaudaraan yangdijalin demi keridhoan Allah semata-mata, tanpa dinodai oleh berbagai ikatanprimordial ini mampu membuat sese-orang muslim mencintai saudaranyasebagai ia mencintai dirinya sendiri. Halini sebagai refleksi dari keyakinan merekabahwa belum sempurna iman seseorangsebelum ia mencintai saudaranya sepertimencintai dirinya sendiri.34

Dalam menghadapi golongan nonmuslim, khususnya kaum Yahudi, Nabi

membuat perjanjian tertulis denganmereka. Isi perjanjian itu, terutamamenitikberatkan persatuan kaum mus-limin dan kaum yahudi, menjaminkebebasan beragama bagi semua golong-an, menekankan kerjasama, persamaanhak dan kewajiban di antara semuagolongan dalam mewujudkan pertahanandan perdamaian, dan mengikis segalabentuk perbedaan pendapat yang timbuldalam kehidupan bersama. Perjanjian inidibuat pada tahun pertama Hijrah,sebelum perang Badar dan dikenaldengan nama “Piagam Madinah”.Langkah-langkah Nabi membuat per-janjian Piagam Madinah sebagai ke-putusan yang amat luhur dan merupakanfase politik yang telah diperlihatkan Nabidengan segala kecakapan, kemampuan,dan pengalamannya yang membuatorang tunduk hormat kepadanya denganrasa kagum.35Banyak pakar politikmenyatakan bahwa Piagam Madinahmerupakan Konstitusi Negara tertulispertama di Dunia.36 Beberapa prinsippenting telah diletakkan dalam konstitusiitu, yaitu, persamaan, keadilan, ke-bebasan beragama, jaminan sosial dantanggung jawab bersama dalam ke-amanan.37 Dalam piagam inilah untukpertama kali dirumuskan ide-ide yang

32 Ibid., hal. 185-186.33 Ibid., hal.192.34 Imam Bukhori Muslim, Shohih Bukhori dan Muslim, Surabaya; Bina Ilmu, hal. 134.35 Husain Haekal, Op.Cit. hal.187-188.36 Zaenal Abidin Ahmad, 1973, Piagam Nabi Muhammad Saw Sebagai Konstitusi Negara Tertulis

Pertama di Dunia, Jakarta; Bulan Bintang, hal.37 Muhammad Hamidullah, 1974, Pengantar Studi Islam, Jakarta; Bulan Bintang, hal. 25-26. Lihat

Munawir Sadzali, 1990, Islam dan Tata Negara, Jakarta; UI Press, hal. 9-10

25Negara Hukum dan Demokrasi dalam Pemikiran ... (Harun)

sekarang menjadi pandangan hidupmodern di dunia, seperti kebebasanberagama, hak setiap kelompok untukmengatur hidup sesuai dengan keyakinan-nya, kemerdekaan hubungan ekonomiantar golongan serta kewajiban belanegara.38 Piagam Madinah sebagaidokumen politik yang patut dikagumisepanjang sejarah dan sekaligus mem-buktikan bahwa Nabi Muhammad Sawbukan hanya seorang rasul melainkanjuga seorang negarawan.39 Piagamtersebut sangat revolusioner dan sangatmendukung gagasan Nabi bagi ter-ciptanya suatu masyarakat yang tertibdan majemuk, yang sebelumnya masya-rakat Arab tidak pernah hidup sebagaisatu komunitas antar suku dengan suatukesepakatan40dan piagam madinahsekaligus sebagai landasan hukum hidupbernegara bagi masyarakat majemuk diMadinah.41 Oleh sebab itu, terwujudnyasuatu perjanjian tertulis yang dibuat olehNabi dan diterima oleh semua golongandapat dipandang sebagai proses pen-dahuluan dari terbentuknya negara diMadinah di bawah pimpinan Nabi Saw.42

Madinah dapat dipandang sebagaisebuah negara, karena telah memenuhisyarat minimal terbentuknya negara yaitu.wilayah, penduduk dan pemerintah.

Dalam konteks masyarakat Madinahyang dipersatukan oleh Nabi Saw,ketiga unsur tersebut terlihat secaranyata. Pertama, masyarakat tersebutmemiliki wilayah tertentu yaitu Madinah.Kedua, semua golongan masyarakat(muslim, Yahudi dan orang-orangmusyrik) mengakui dan menerima Nabisebagai pemimpin dan pemegang otoritaspolitik yang sah dalam kehidupanmereka. Ketiga, golongan-golonganyang ada memiliki kesadaran dankeinginan untuk hidup bersama dalamrangka mewujudkan kerukunan dankemaslahatan bersama.Keinginan ter-sebut tertuang dalam perjanjian tertulisyaitu Piagam Madinah.43

Peristiwa hijrah ke Madinah meru-pakan kehidupan baru bagi Nabi yaitukehidupan politik, yang secara implisit didalamnya terkandung pengertian bahwadi Madinah merupakan tempat dimulaikehidupan bernegara bagi umat Islam.Sejarah menunjukkan bahwa Nabi mem-bentuk suatu pemerintahan berdasar visikenabiannya yang sarat dengan muatannilai-nilai persaudaraan, persamaan dankebebasan. Kehadiran Nabi dan ajaran-nya merupakan jawaban terhadap situasisosial, ekonomi, politik, dan kulturmasyarakat Madinah pada waktu itu.

38 Nurcholis Madjid, 1992, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta; Paramadina, hal. 195.39 Munawir Sadzali, Op.Cit., hal. 15-16..40 Asghar Ali, 1993, Islam dan Pembebasan, Yogyakarta; LKIS, hal. 19.41 Husain Haekal, Op.Cit., hal. 189.42 Ibid.,. hal, 172-175.43 Musdah Mulia, Op.Cit., hal.190.

SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 4026

Islam yang dibawa Nabi meng-ajarkan bahwa Tuhan hanya satu. Semuamanusia sama derajadnya di hadapanTuhan Yang Maha Esa. Tidak adaperbedaan antara orang arab dan bukanarab, kecuali taqwanya. Semua bebasdalam arti tidak terikat oleh kekuasaanmanapun, kecuali kekuasaan Allah Swt.Berdasar nilai-nilai tersebut, tidaklahlayak seorang kepala negara meng-istimewakan dirinya sehingga berbedadengan rakyatnya dan ia wajib mere-alisasikan nilai-nilai tersebut dalamkehidupan yang nyata di masyarakat.

Negara akan tetap kuat dan jayaselama nilai-nilai luhur yang terkandungdalam ajaran Islam seperti persaudaraan,persamaan dan kebebasan dijunjungtinggi oleh pemeluknya baik sebagaiaparat negara maupun rakyat dansebaliknya, jika nilai-nilai luhur itudiabaikan, kehancuran negara tidakdapat di elakkan.

Prinsip-Prinsip Dasar BernegaraHasil penelitian para ahli me-

nyimpulkan bahwa tidak ada satuayatpun yang secara khusus menerang-kan bentuk negara. Oleh karena itu, tidakheran jika bentuk negara dalam Islamberkembang sesuai dengan kondisizaman dan tempat, sejak zaman NabiMuhammad saw. hingga kini.44 Hal ini,

tidak berarti bahwa al-Qur’an samasekali tidak mengandung petunjuk bagikehidupan bernegara. Dalam rangkamengatur kehidupan manusia di bumi,termasuk dalam kehidupan bernegara, al-Qur’an cukup menggariskan prinsip-prinsip dasar berupa seperangkat nilaietika untuk dijadikan landasan bagikehidupan bernegara. Prinsip-prinsipdasar tersebut adalah persaudaraansesama manusia, persamaan antarmanusia dan kebebasan manusia.45

Ketiga prinsip dasar inilah yang di-praktekkan nabi dalam membangunkehidupan bernegara46 ketika mulaihijrah dan selama menetap di Madinah.

1. Prinsip Persaudaraan SesamaManusia

Ajaran Allah yang diwahyukankepada manusia lewat rasul mencakupberbagai aspek. Aspek terpenting dariajaran itu adalah tauhid. Paham tauhidmengajarkan tiada Tuhan selain Allah danhanya Allahlah pencipta alam semesta.Seluruh manusia, bahkan seluruhmakhluk berasal dari sumber yang satuyaitu Allah Swt. Paham seperti inimembuahkan keyakinan bahwa manusiaseluruhnya bersaudara, meskipun ber-lainan warna, bangsa dan bahasa bahkanagama.

44 Harun Nasution, 1985, Perkembangan Modern Dalam Islam, Jakarta; Yayasan Ohor Indonesia,hal. 10

45 Musdah Mulia, Op.Cit., hal.109.46 termasuk dalam menyusun konstitusi Piagam Madinah

27Negara Hukum dan Demokrasi dalam Pemikiran ... (Harun)

Persaudaraan dalam Islam me-rupakan prinsip yang sangat esensial danmencerminkan tingkat keimanan sese-orang. Persaudaraan sesama manusiadiwujudkan dalam bentuk rasa salingmengasihi dan mencintai di antaramanusia.47 Hadits Nabi Saw ; “ Se-sungguhnya seseorang bertanya kepadaNabi Saw; perbuatan apakah yang palingbaik dalam Islam ?. Nabi menjawab ;Engkau sudi memberi makan dan mem-beri salam kepada orang yang engkaukenal maupun tidak”.48 Dalam hadits laindisebutkan: “ Barang siapa yang dapatmelindungi dirinya dari api neraka,hendaklah ia bersedekah sekalipun hanyadengan sebutir korma, kalau itu pun tidakada, maka dengan kata-kata yangbaik.”49

Berdasarkan hadits di atas, meng-ajak agar manusia memandang manusialain sebagai saudara dan memperlakukanmereka dengan cara yang baik, penuhrasa cinta dan kasih sayang semata-matademi mengharap ridho Allah Swt.Persaudaraan harus didasari oleh jiwayang kuat dan kemauan bebas se-penuhnya yang dibina semata-matamencari ridho Allah. Dalam arti,persaudaraan itu harus timbul dari jiwayang tegar, tidak takut kepada siapapun,kecuali pada Allah. Jiwa seseorang tidakakan kuat selama ia masih berada di

bawah kekuasaan makhluk lain ataukekuasaan hawa nafsunya.Hal ini yangmerupakan sebab Nabi dan pengikutnyahijrah ke Madinah agar mereka terlepasdari kungkungan kekuasaan Quraisyyang akan membuat jiwa mereka men-jadi lemah.

Perkataan dan perbuatan Nabisaw merupakan contoh teladan dariajaran persaudaraan dalam bentuk-nyayang amat sempurna. Beberapa contohtersebut adalah bahwa meskipun Nabitelah menduduki posisi sebagai kepalanegara, beliau tidak pernah menampak-kan dirinya dalam gaya orang yangberkuasa. Beliau tidak ingin dihormatidan diperlakukan sebagaimana layaknyaseorang raja atau sultan, tetapi beliautetap ingin diperlakukan sebagai manusiabiasa. Hal ini sebagaimana ucapan beliau:“Jangan aku dipuja seperti orang-orangNasrani memuja anak Maryam. Akuhanyalah hamba Allah. Karena itu,panggilah aku dengan hamba Allah danrasul-Nya.50

Persaudaraan yang dibina olehNabi akhirnya melahirkan persatuan dikalangan kaum muslimin yang padagilirannya membawa terciptanya umatyang satu yang diikat oleh persamaanaqidah, yang kemudian dapat mengikisbenih-benih permusuhan lama diantaramereka. Pembinaan persaudaraan yang

47 QS. Al-Naml;4:148 Imam al-Bukhori, Shohih al-Bukhori, Beirut; Dar al-Fikr, jilid VII, hal. 12849 Imam Muslim, Shohih al-Muslim, Beirut; Dar al-Fikr, jilid, I, hal. 406.50 Ibid.

SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 4028

dilakukan Nabi tidak hanya untuk kaummuslimin melainkan juga kepada golongannon muslimin khususnya kaum Yahudiyang bermukim di Madinah dan sekitar-nya. Nabi berhasil mewujudkan suatuikatan perjanjian sahabat dengan kaumYahudi dan merupakan prinsip kebebas-an beragama dikalangan pendudukYatsrib. Perjanjian tersebut dikenaldengan nama Piagam Madinah, sebuahdokumen politik yang patut dikagumisepanjang sejarah.Tindakan Nabi sepertimerupakan upaya awal bagi pembinaankesatuan politik dan organisasi yangsebelumnya tidak dikenal dikawasanHijaz (wilayah Jazirah Arab).51 Dengandemikian, ajaran persaudaraan sesamamanusia berimplikasi kepada timbulnyapersatuan52 diantara sesama manusiatanpa membedakan agama, bahasa, danwarna kulit.53

Ajaran persaudaraan sesamamanusia, di samping berimplikasi padarasa persatuan yang kuat, juga akanberimplikasi pula pada rasa solidaritassosial tanpa membedakan status soasialmereka yang akhirnya akan membawaperdamaian. Ajaran persaudaraan dapatmembawa perdamaian dapat dicermatimakna peperangan yang terjadi di masaNabi. Islam adalah agama yang cinta

damai. Sejarah memperlihatkan bahwapeperangan yang dilakukan Nabi danpara pengikutnya bukan dimotivasi olehkeinginan memburu harta rampasanperang dan menduduki daerah-daerahyang subur melainkan untuk melawanmusuh-musuh Islam yang melakukanintimidasi dan mebujuk umat Islam untukmeninggalkan agamanya atau meng-halangi untuk beribadah kepeda Allah.54

2. Prinsip Persamaan Antar ManusiaPrinsip persamaan merupakan

perwujudan dari ajaran tauhid, yaitubahwa bahwa Dia (Allah) lah yangmenciptakan semua manusia dan di-hadapan-Nya, semua manusia itu sama,yang membedakan manusia hanyalahtakwanya kepada Tuhan.55 Prinsippersamaan antar manusia dipraktekkanoleh nabi ketika menghadapi masyarakatarab yang masih terkotak oleh suku dankabilah dan masih memegang kuat tradisijahiliyah yang melihat manusia secarahierarkis. Padahal Islam menghendakitatanan masyarakat yang di dalamnyatidak ada kelas dan kasta. MenurutFazlur Rahman, bahwa Islam tepatdikatakan sebagai agama egalitarian.56

Ajaran egalitarian Islam tidak hanyamencakup persamaan di muka hukum,

51 Musdah Mulia, Op.Cit., hal.117-118.52 Suatu bangsa, umat, dan negara tidak akan berdiri tegak bila didalamnya tidak terdapat persatuan

di antara warganya. Ada dua unsure yang menjadi perekat persatuan yaitu adanya rasa kasih sayang dankeinginan untuk saling bekerjasama.

53 Musdah Mulia, Op.Cit., hal 119.54 Ibid.55 QS al-Hujurat, 49;13

29Negara Hukum dan Demokrasi dalam Pemikiran ... (Harun)

melainkan lebih luas daripada itu, yaitupersamaan di hadapan Tuhan. Per-samaan dimuka hukum berimplikasi padasoal pelaksanaan hukum, yaitu bahwasemua manusia berhak mendapatkanperlakuan yang sama dimuka hukum.Sedang persamaan di hadapan Allahberimplikasi kepada timbulnya persatuandan perdamaian. Persamaan manusiadihadapan Allah sebagai landasan persa-tuan Islam, sedang persamaan manusia dimuka hukum sebagai landasan sistemkemasyarakatan atau bernegara.57

Persamaan antar manusia di mukahukum dalam dunia modern dapatmelahirkan sistem negara yang demo-kratis, dan tentunya akan akan lebih baiklagi, jika dilandasi dengan prinsippersamaan di hadapan Tuhan. Hal iniyang membedakan antara negara demo-kratis dalam Islam dengan negarademokratis dalam dunia barat. Imple-mentasi prinsip persamaan antar manusiadalan penyelenggaran pemerintahanadalah seseorang yang menduduki posisisebagai pemimpin tidak perlu merasalebih tinggi daripada bawahannya. Dalamkehidupan negara setiap warga negara

memiliki hak dan kewajiban yang sama,tanpa melihat posisi dan jabatan mereka.Oleh karena itu, para pemimpin negaradilarang memperlakuan warga negaranyasecara diskriminatif. Semua warganegara memiliki hak yang sama untukberpartisipasi dalam pembangunannegara. Tidak ada perbedaan antarakalangan pejabat, rakyat biasa, suku, rasbahkan agama baik di depan hukummaupun dalam hal pelaksanaan undang-undang (konstitusi) negara.58

Pemerintahan dalam Islam adalahpemerintahan yang terbuka, setiapindividu untuk berpartisipasi dalamkegiatan sosial politik. Tingkat partisipasisosial politik yang tinggi dalam Islam, ituberakar dari adanya hak-hak pribadidan masyarakat yang tidak bolehdiingkari. Hak pribadi dalam masyarakat,membawa kepada timbulnya tanggungjawab bersama terhadap kesejahteraanpara warga. Sebaliknya, hak masyarakatatas pribadi warganya menghasilkankewajiban setiap pribadi warga itukepada masyarakat. Hak dan kewajibansesungguhnya merupakan dua sisi darihakekat manusia dan martabatnya.59

56 Fazlur Rahman, 1994, Masalah-Masalah Teori Politik Islam, Bandung; Mizan, hal. 128.57 Husein haekal, Op.Cit., hal.93.58 Pelaksanaan prinsip persamaan pernah secara nyata diperlihatkan oleh kedua kholifah sesudah

nabi, yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khaththab. Pidato Abu bakar ketiak dilantik : “ saya terpilihmenjadi pemimpin kalian, padahal saya bukan orang yang terbaik dinatara kalian. Jika saya berbuatbaik, dukunglah saya. Jika saya berbuat salah luruskanlah. Taatlah kepada saya selama saya kepadaAllah, tetapi janganlah kalian taat bila saya durhaka kepadaNya. Lihat Munawir sadzali, Op.Cit., hal.28. Pidato Umar bin Khaththab ketika dilantik : “ Barang siapa di antara kalian melihat dalam diri sayaada penyimpangan, luruskanlah. Seketika itu tampil seorang yang hitam kulitnya membawa pedangsambil berkata : wahai Umar, jika kami melihat ada penyimpangan dalam diri anda, pasti akan kamiluruskan dengan pedang ini. Lihat Munawir sadzali, Op.Cit. hal 29.

59 Nur Cholis Madjid, Op.Cit., hal. 563.

SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 4030

Prinsip persamaan antar manusiadipraktekkan oleh Nabi ketika memilihdan mengangkat orang-orang sepertiSalman al-farisi (mulim non arab), Zaydibn Haritsah (bekas budak), Usamah ibnZayd menjadi panglima perang. Padahalketika itu, banyak dari kalangan Quraisyyang pantas menduduki posisi sebagaipanglima. Pengangkatan panglima olehNabi ini bukan didasarkan pada per-tibangan kekeluargaan, kesukuan,kebangsawanan, dan posisi dalamkabilah, melainkan didasarkan padaprestasi dan keahliannya. Persamaan dibidang hukum memberikan jaminan akanperlakuan dan perlindungan yang samaterhadap semua orang tanpa memandangkedudukannya, apakah ia dari kalanganrakyat biasa atau dari alangan elit.60

Prinsip ini telah ditegakkan oleh Nabisebagai kepala negara Madinah, ketikaada sementara pihak yang menginginkandispensasi karena tersangka berasal daridari kelompok elit. Nabi berkata: “DemiAllah, seandainya Fatimah putrikumencuri tetap akan kupotong tangan-nya”.61

Ajaran persamaan antar manusiaberimplikasi pada pelaksanaan musya-warah. Dilihat dari sudud kenegaraan,

musyawarah adalah suatu rinsip konsti-tusional yang wajib dilaksanakan dalampenyelenggaraan pemerintahan dengantujuan untuk mencegah lahirnya keputus-an yang merugikan kepentingan umumatau rakyat. Dalam arti, musyawarahberfungsi sebagai “rem” atau pencegahkekuasaan yang absolut dari seorangpenguasa atau kepala negara.62 Dalamsebuah hadits Nabi digambarkan sebagaiorang yang paling banyak melakukanmusyawarah63 Prinsip musyawarahdiperlihatkan secara nyata oleh Nabiselaku kepala negara di Madinah.Bahkan beliau telah ,menjadikan prinsipmusyawarah ini sebagai dasar dalamsistem pemerintahannya. Bukti sejarah,Nabi melakukan musyawarah dalam halpenentuan taktik perang dalam perangbadar. Dalam musyawarah ini, Nabimendengarkan saran dari Hubab ibnMunzir mengenai tempat yang strategisuntuk dijadikan markas pasukan. AjaranMusyawarah merupakan asas bagipemerintahan dalam Islam64

Ajaran persamaan antar manusiatidak hanya berimplikasi pada prinsipmusyawarah, juga berimplikasi padapenegakan keadilan sosial. Keadilansosial dalam Islam dibangun atas dasar

60 Muhammad Tahir Azhari, Op.Cit.,, hal. 126.61 Imam Abu Dawud, Shohihal-Imam Abu Dawud, Beirut; Dar al-Fikri, hal. 345.62 Muhammad S El-Awa, “ Sistem Politik dalam pemerintahan Islam”, dalam MuhammadTahir

Azhari, Op.Cit., hal. 11263 dalam hadits lain disebutkan : “ Kumpulkan para ahli ibadat yang bijaksana di antara umatku dan

musyawarahkanlah urusanmu itu diantara kamu dan jangan membuat keputusan dengan satu pendapatsaja”.

64 QS. Al-Syura;42:38 dan Ali Imron,3:159.

31Negara Hukum dan Demokrasi dalam Pemikiran ... (Harun)

bahwa semua hak milik atas hartakekayaan bukan milik absolut daripemiliknya. Harta tersebut pada hake-katnya adalah titipan Allah untuk diputar-kan dan dibelanjakan demi kepentinganbersama. Oleh sebab itu, harta tidakboleh dimonopoli oleh seseorang atausuatu golongan.65 Penjabaran keadilansosial, perlu mempertimbangkan per-bedaan alamiyah dan bakat di antaramanusia. Manusia tidak sama, baik dariderajad, ilmu, kekayaan, pangkatmaupun status sosialnya. Oleh sebab itu,yang penting dalam aplikasi keadilansoasial dalam sebuah negara adalahmenciptakan adanya peluang dan ke-sempatan yang sama bagi semua manusiauntuk mengembangkan kemampuan dankeasanggupan alamiyahnya. Inilah yangsering disebut dengan demokrasi sosial.66

3. Prinsip Kebebasan ManusiaKebebasan manusia adalah seba-

gai refleksi dari paham tauhid. Ajarantauhid: “Tidak ada Tuhan selain Allah”hakekatnya merupakan pembebasanjiwa manusia dari segala jerat danbelenggu, sekaligus menjadi pendorongkekuatan intlektual dan material yangbebas dari ikatan-ikatan perbudakan danprimordialisme atau kekuasaan siapapunkecuali kekuasaan Allah. Hanya dengan

kebebasan manusia dimuka bumi inidapat mencapai kebenaran dan ke-majuan menuju terciptanya suatu ke-satuan yang integral dan terhormat.Prinsip kebebasan dalam Islam tidakmembeda-bedakan manusia. Oleh sebabitu, Islam tidak mengenal hierarkhigereja sebagaimana dalam ajaran agamaKristen. Ketika Kristen memblenggumanusia lewat gereja, justru Islammengajarakan hal yang sebaliknyabahwa yang patut disembah itu hanyalahAllah.67 Kebebasan adalah sesuatu yangesensial dalam kehidupan manusia.Dengan kebebasan, manusia dapatmencapai kebenaran, kemajuan dankesatuan, bahkan dalam Islam ke-bebasan merupakan salah satu ajaranfundamental.68

Penjelasan di atas, dapat dipahamibahwa hal pertama yang diperlukanmanusia, baik secara alamiyah maupunakliyah, adalah kebebasan. Kebebasandalam mencari kebenaran akan meng-antarkan orang kepada kebenarantersebut, dan bila kebebasan ini tidakdiperoleh, kebenaran itupun tidak akandidapat. Kebebasan merupakan esensimanusia karena kebebasan inilah yangmembuat diri manusia lebih tinggiderajadnya daripada hewan dan tumbuh-tumbuhan.69

65 Muhammad Quraisy Syihab, 1996, Wawasan al-Qur’an, Bandung ; Mizan, hal. 11166 Ibid.67 Musdah Mulia, Op.Cit., hal. 142.68 Ibid.69 Musdah Mulia, Op.Cit., hal.143.

SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 4032

Paham kebebasan dalam Islamadalah kebebasan yang sejalan denganridho Allah dan batas-batas yangditentukan syari’at atau sejalan denganpetunjuk al-Qur’an dan Sunnah. Hal inisebagaimana dalam hadits disebutkan:“Yang disebut muslim adalah orang yangtidak menggangu ketentraman orang lain,baik dengan perkataan maupun per-buatan”.70 Hadits ini, mengajarkan orangtidak bebas semaunya, melainkan harusmempertimbangkan apakah perbuatan-nya itu menggangu orang lain atau tidak.Islam memberikan kebeasan yangsempurna kepada manusia untuk berbuatapa saja, kecuali dalam hal-hal yang telahada ketentuan syari’at atasnya. Ke-bebasan dalam Islam adalah kebebasanyang terbatas bukan kebebasan mutlak.71

Prinsip kebebasan dalam Islammencakup empat kebebasan yaitukebebasan beragama, kebebasan ber-pikir, kebebasan menyatakan pendapat,kebebasan dari rasa lapar dan takut.a. Kebebasan Beragama,

Strategi politik Nabi pertama mem-bangun negara Madinah adalah tidakpernah memikirkan kedudukan, harta,dan kemewahan lainnya. Nabi hanyamemikirkan bagaimana menegakkankebebasan beragama dan menyata-

kan pendapat di kalangan pendudukMadinah72 sehingga tidak ada lagiorang di intimidasi lantaran agama danpendapatnya. Dalam menghadapimasyarakat yang pluralis keberaga-maan di Madinah, Nabi menerapkankebebasan beragama. Semua pendu-duk, tanpa memandang agama mere-ka, memperoleh kebebasan samadalam hal melaksanakan ajaranagama, menyatakan pendapat, danmempropagandakan agama masing-masing.73 Realisasi dari prinsip kebe-basan beragama terlihat dalam PiagamMadinah. Kebebasan beragamasecara tekstual diatur dalam pasal 25Piagam Madinah: “ bagi orang-orangYahudi agama meraka dan bagiorang-orang Islam agama mereka “.Terkait dengan Konstitusi Madinah,terdapat tiga hal penting: Pertama,telah tercipta konstelasi sosial-politikdi negara Madinah yang terdiri dariorang-orang Islam dan non Islam,antara lain Yahudi. Kedua, Ke-dudukan orang-orang Yahudi diaturdengan jelas dalam konstitusiMadinah. Ketiga, Ada jaminanpersamaan baik perlindungan mau-pun keamanan bagi orang-orangIslam maupun orang-orang Yahudi.74

70 Imam Bukhori, Op.Cit., 8-9.71 Musdah Mulia, Op.Cit., hal. 144.72 Harun Nasution, 1986, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta; UII Press, hal. 60.73 Husein Haekal, Op.Cit., hal. 122 dikutip oleh Musda Mulia, Op.Cit, hal. 149. Lihat QS. Al-

Kafirun ;109 : 6. QS. al-Baqarah;2:256.74 Said Ramadhan, “ Islamic Law:Its Scope and Equity’, dalam Muhammad Tahir Azhari, Op.Cit.,

hal.164-165.

33Negara Hukum dan Demokrasi dalam Pemikiran ... (Harun)

Berdasar ketiga hal di atas, dapatdisimpulkan bahwa kebebasanmelaksanakan agama dan keyakinanbagi komunitas-komunitas agamayang ada di Madinah dijamin secarakonstitusional atau dengan kata lainkebebasan beragama dijamin olehnegara dan Undang-Undang.75

b. Kebebasan Berpikir dan Menyata-kan Pendapat.Sesungguhnya kebebasan berpikirmerupakan pertanda kehidupan.Sebaliknya, kebekuan berpikiradalah pertanda kematian. Ke-bebasan berpikir merupakan ruhsekaligus inti kehidupan. Kehidupantanpa kebebasan berpikir dirasakantidak ada manfaatnya. Adanyakebebasan berpikir itulah yangmebuat manusia dipandang lebihmulia dari makhluk lain.76 Tujuankebebasan berpikir adalah mem-bebaskan pikiran manusia dari segalabentuk paksaan dan takhayul, mem-bimbing pikiran manusia ke arahpilihan dan pandangan yang lebihbaik, dan mengarahkan kebebasanberpikir ke bidang keilmuan.77 Tujuanprinsip kebebasan berpikir danmenyatakan pendapat ini diterapkandalam kehidupan bermasyarakatadalah untuk mendorong manusia

mengembangkan ilmu, termasuk didalamnya ilmu agama yang padagilirannya membawa kepada ke-majuan ilmu dan peradaban.78

Aplikasi dari prinsip Kebebasanberpikir, jika tidak dikembangkandalam kehidupan negara, sulit baginegara tersebut untuk maju danberkembang.

c. Kebebasan dari kelaparan dan takutSurat al-Anfal ayat 78 dan al-Taubahayat 71 mendorong agar manusiauntuk membebaskan sesama manu-sia dari kelaparan dan kekuranganpangan. Al-Qur’an telah menetap-kan sejumlah sumber dana untukjaminan sosial bagi masyarakat yangmemerlukannya dengan berpedomankepada prinsip keadilan sosial dankeadilan ekonomi. Sumber danayang dimaksud adalah zakat, infak,sedekah, hibah dan wakaf. Sumber-sumber dana tersebut, jika dikelolasecara optimal dengan menggunakanmanajemen yang modern akanmerupakan solusi yang tepat bagiproblema kemiskinan dan kelaparanyang dialami oleh manusia.79 Prinsipkesejahteraan dalam Islam adalahbertujuan untuk keadilan sosial dankeadilan80 ekonomi bagi masyarakat

75 Musdah Mulia, Op.Cit., hal. 152.76 Ibid. hal. 160.77 Mushtafa al-Zarqa’ 1965, al-Madkhal fi al-Fiqh al-”Amm, Damaskus; tp. Hal. 30-31.78 Ibid.79 Yusuf al-Qardzawi, Zakat, Beirut; Dar al-Fikr, hal, 872-878.,80 Muhammad Tahir Azhari, Op.Cit., hal. 152.

SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 4034

atau seluruh rakyat.81 Oleh sebab itu,para pemimpin negara hendaklahmemperhatikan kesejahteraanrakyatnya, bukan hanya memper-hatikan kepentingan dirinya saja.Rakyat itulah pada hakekatnya yangmenjadi tumpuan keselamatannegara baik dalam keadaan damaiatau perang.82 Negara berkewajibanmengatur dan mengalokasikansumber-sumber dana yang cukupuntuk keperluan jaminan sosial bagirakyatnya. Jaminan sosial itu men-cakup tunjangan orang tua, pensiun-an, orang cacat, bea siswa bagi yangmenuntut ilmu dan lain-lain. Peme-rintah menyediakan pula sarana-sarana peribadatan, pendidikan,panti asuhan, rumah sakit, dankeperluan sosial lainnya.Kebebasan dari rasa takut di-perlukan dalam rangka menciptakanmasyarakat yang aman, tertib, danteratur. Kebebasan dari rasa takutpada gilirannya dapat membawaterciptanya rasa aman, damai, adil didalam kehidupan masyarakat yangpada akhirnya akan mewujudkanketentraman. Sebab, ketentramanmasyarakat merupakan syaratmutlak bagi suksesnya pengelolaansebuah negara. Prinsip kebebasandari rasa takut telah dilakukan olehNabi ketika pada awal hijrah diMadinah. Betapa majemuknya

masyarakat Madinah saat itu yangpenuh rentan terhadap berbagaipermusuhan dan pertentangan. Untukmenghilangkan rasa takut dari masya-rakat, Nabi mengambil langkah –langkah; mengajak mereka mem-bangun Masjid, membina persatuandikalangan intern umat Islam denganjalan mempersaudarakan sesamamuslim, mengikat perjanjian damaidengan seluruh penduduk nommuslim, khusunya kaum Yahudi diMadinah. Implementasi dari ke-bebasan dari rasa takut dalampenyelenggaran negara adalah bagai-mana rakyat dapat berpartisipasisecara maksimal dalam upayapembangunan bangsa dan negara,perlu diwujudkan suatu kondisi yangaman dan tentram, terbebas darisegala macam rasa takut, baik takutterhadap penguasanya maupun takutterhadap ancaman musuh dari luar.

Konsep Negara Hukum dan Demo-krasi

Berdasarkan uraian-uraian padamateri sejarah terbentuknya negara danprinsip-prinsip dasar bernegara yangdipaparkan di muka, maka bentukpemerintahan dalam Islam di dasarkanpada teori bahwa Islam tidak terdapatsistem pemerintahan yang baku. Islamhanya meletakkan seperangkat nilai yangmenjadi prinsip-prinsip dasar bagi

81 Sayid Sabiq, 1983, Fiqh Sunnah, Beirut; Dar al-Fikr, jilid I, hal. 176.82 Ibid.

35Negara Hukum dan Demokrasi dalam Pemikiran ... (Harun)

penyelenggaraan negara. Prisnip-prinsipyang dimaksud adalah persaudaraan,persasamaan dan kebebasan. Ketigaprinsip tersebut merupakan implementasidari ajaran tauhid dalam Islam.

Prinsip persaudaraan sesamamanusia dalam kehidupan bernegaraberimplikasi kepada timbulnya persatuanyang kokoh dan toleransi beragama diantara warga negara yang majemuk.Aplikasi ajaran persaudaraan dimaksud-kan agar penguasa memperlakukanorang-orang yang dipimpinnya sebagaisaudara dan tidak boleh berbuat se-wenang-wenang atau bersikap despotisterhadap mereka.

Prinsip persamaan antar manusiaberimplikasi pada pelaksanaan musya-warah dan ditegakkannya keadilan.Penguasa dalam mengambil keputusankenegaraan yang penting, harus terlebihdahulu melakukan musyawarah denganwakil-wakil rakyat atau dengan orang-orang yang dipandang ahli dalam bidangtersebut. Penguasa semestinya mem-perlakukan rakyat dengan adil tanpamembedakan keturunan, kesukuan,kekayaan maupun agama.

Prinsip kebebasan manusia meng-implementasikan kepada kebebasanberpikir, dan kebebasan beragama. Olehsebab itu, hak-hak individu dijamin,kepercayaan dan keyakinan warganegara tetap dijunjung tinggi. Penerapanajaran kebebasan, khususnya ke-

bebasan berpikir dan menyatakanpendapat dalam suatu negara dapatmendorong negara bersangkutan untukmaju, berkembang dan berperadaban.Ajaran kebebasan ini, juga menghendakiagar warga negara dibebaskan darikelaparan dan ketakutan sehinggamereka dapat hidup dalam kondisi yangsejahtera dan tentram.

Berdasarkan ketiga prinsip dasardi atas, maka dalam hukum Islam tidakmengenal bentuk pemerintahan tertentu,artinya apapun sistem dan bentuknya,asalkan sistem tersebut dapat menjaminpersamaan di antara para warga negara-nya, baik dalam hak maupun kewajibanmereka dan juga persamaan di mukahukum. Di samping itu, urusan negaradiselenggarakan dengan cara musya-warah dengan berpegang pada tata nilainilai moral dan etika yang diajarkan olehIslam bagi pengelolaan hidup ber-masyarakat. Atas dasar prinsip musya-warah, maka pemerintahan dalam hukumIslam terikat oleh kehendak rakyat,larangan dan perintah Allah Swt. Olehsebab itu, pemerintahan nya bersifatkonstusional. Maksudnya tidak bersifatabsolut karena penguasa harus ber-musyawarah dengan rakyatnya danterikat oleh hasil musyawarahnya danterikat pula oleh apa yang diwahyukandalam al-Qur’an dan al-Sunnah.83

Hukum Islam tidak menentukanbentuk maupun sistem pemerintahan,

83 Husain Haekal, “ al-Shiddiq Abu Bakr “, dan Sayid Qutb “ al-‘Adalah al-Ijtimaiyyah “, dikutipoleh Musda Mulia, Op.Cit. hal. 205.

SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 4036

tetapi kalau dicermati implementasi dariketiga prinsip persaudaraan, persamaandan kebebasan di atas, lebih mengarahatau sejalan dengan sistem pemerintahanyang bercorak demokratis. Hal ini dapatdikemukakan alasan, yaitu : Pertama,sejarah awal terbentuknya negaraMadinah sampai pada Khulafaurra-syidin, kedudukan kepala negara tidakbersifat turun temurun dan tidak mem-punyai kekuasan yang absolut melainkantunduk pada syari’at (konstitusinal).Prinsip- ini, akhirnya diabaikan olehkepemimpinan Bani Umayah dan BaniAbassiyah yang berakibat membawapemerintahannya berbentuk monarkhidan bercorak absolut yang lebih banyakdipengaruhi oleh unsur kebudayaanbarat. Kedua, dalam hukum Islamterdapat sistem bai’at yang dapatdiartikan sebagai kedaulatan rakyat,sebagaimana sistem demokrasi Barat.Ketiga, pemerintahan Islam padaawalnya sangat dipengaruhi oleh kebu-dayaan Arab. Bangsa Arab sejak duludikenal dengan bangsa yang menjunjungtinggi kemerdekaan individu. Kebebasansangat dihargai oleh bangsa Arab, hal initerbukti terdapat lembaga Dar al-Nadwah di Makkah, tempat berkumpulpara kabilah arab untuk membicarakanurusan kepentingan mereka, semacamlembaga perwakilan rakyat sekarang.84

Kebijaksanaan Nabi tidak meng-ubah sistem pemerintahan yang telahberlaku di Arab pada masa itu, me-

nunjukkan bahwa Islam menghargaibudaya dan tradisi lokal, selama kedua-nya tidak bertentangan dengan dasar-dasar Islam. Inilah sebabnya. Islam yangdibawa Nabi Saw datang memperkuatsistem demokrasi tersebut.

Sistem pemerintahan bercorakdemokratis, yang ciri utamanya yaituurusan kenegaraan dilakukan atas dasarmusyawarah, di samping telah di-praktekkan Nabi Saw sejak pertamahijrah dan selama menetap di Madinah,juga karena didasarkan pada firmanAllah surat Ali Imran; 3: 159 dan suratal-Syura; 42: 38. Ayat-ayat ini meng-ajarkan bahwa segala urusan termasukurusan kenegaraan harus didasarkanpada prinsip musyawarah. Sistemmusyawarah mengakui prinsip-prinsippersaudaraan, persamaan, dan ke-bebasan. Ketiga prinsip ini adalahsebagai pengejawantahan dari prinsipdemokrasi.

Berdasarkan penjelasan di atas,dapat disimpulkan bahwa sistem pe-merintahan pada masa awal Islam yaitusejak hijrah Nabi Saw dan selamamenetap di Madinah lebih bercorakdemokratis. Prinsip demokratis me-rupakan ciri utama sebagai negarahukum. Karena dalam demokrasi ter-dapat pengakuan prinsip persaudaraan,persamaan dan kebebasan warganegara. Prinsip persamaan dan kebebas-an yang bertumpu pada pengakuan danperlindungan hak-hak asasi manusia

84 Ibid, hal. 220.

37Negara Hukum dan Demokrasi dalam Pemikiran ... (Harun)

dalam kepemerintahan Nabi telah tertulisdalam konstitusi yaitu pada PiagamMadinah. Khusus teori pemisahankekuasaan negara yaitu Eksekutif,Yudikatif dan Legislatif, walupun belumdikenal oleh pemerintahan dimasa Nabi,namun Nabi telah mewujudkan dalampemerintahannya pembagian tugaskenegaraan dengan cara mengangkatorang-orang yang memenuhi syaratdibidangnya. Tercatat dalam sejarah Alibin Abi Thalib dan Mu’adz bin Jabaladalah dua orang diangkat Nabi sebagaiQadi (Hakim) yang bertugas dipropinsiyang berbeda, mereka ini telah memenuhikualifikasi tersebut. Ini memberi isyaratbahwa jauh sebelum orang mengenalprinsip Peradilan Bebas, Nabi saw padaabad ke 7 secara subtansial telahmelaksanakan prinsip tersebut dalamrangka menegakkan keadilan dankebenaran.85 Terkait unsur pemisahannegara Eksekutiuf, Yudikatif dan Legislatifyang belum dikenal dimasa Nabi, tidakmenjadi persoalan, karena dalam suatunegara hukum yang penting bukan atautidaknya pemisahan secara mutlak triaspolitica, persoalannya adalah dapat dantidaknya alat-alat kekuasaan negara ituterhindar dari praktek birokrasi dantirani.86

Bertitik tolak dari hal itu, dapatlahdipahami bahwa tuntunan al-Qur’an

mengenai kehidupan bernegara tidaklahmenunjuk kepada suatu model ter-tentu.Oleh karena itu, soal negara danpemerintahan lebih banyak diserahkankepad ijtihad manusia. Namun darisinopsis sejarah Nabi dalam memimpinnegara Madinah ada kecenderungankearah bentuk negara republik demo-kratis dan ini lebih sejalan dengansemangat al-Qur’an.

Sistem pemerintahan Islam yangmendasarkan kekuasaannya padaprinsip-prinsip dasar persaudaraan,persamaan dan kebebasan manusia yangmerupakan implikasi dari ajaran tauhid,menurut para ahli politik Islam dapatdipandang sebagai konsep negarahukum dalam Islam, dan ada yangmenyebut dengan istilah NomokrasiIslam. Nomokrasi Islam adalah sebuahnegara, di mana sistem pemerintahannyadidasarkan pada asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islam (syari’ah), artinyakekuasaan kepala negara didasarkankepada hukum-hukum yang berasal darial-Qur’an dan al-Hadits.87 Hukum yangberasal dari al-Qur’an maupun al-Haditsyang berkenaan dengan penyelenggaraanpemerintahan tidak rinci, tetapi hanyamenggariskan prinsip-prinsip dasarnyayaitu persaudaraan sesama manusia,persamaan antar manusia dan kebebasanmanusia.

85 Muhammad Tahir Azhari, OpCit., hal.169-17086 Ismail Suny, 1978, Pembagian Kekuasaan Negara, Jakarta; Aksara Baru, hal.49-5087 Muhammad Tahir Azhari, Op.Cit., hal. 87-88. Lihat Rasyidi, Koreksi Terhadap Nurcholis Madjid

tentang Sekulerisme, Jakarta; Bulan Bintang, hal. 84

SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 4038

Istilah negara hukum dalam hukumIslam dengan nama :”Nomokrasi Islam”,boleh jadi diambil dari kata “Nomoi”yang artinya penyelenggaran negara yangbaik ialah didasarkan pada pengaturan(hukum) yang baik.88 Hukum yang baikdalam konteks Islam adalah hukumSyari’at ( yang berasal dari Allah).

KesimpulanBerdasarkan penjelasan di atas,

maka sebagai akhir tulisan, dapat diambilkesimpulan sebagai berikut :

Pertama, bahwa konsep negarahukum dan demokrasi dalam pemikiranhukum Islam adalah sebuah negara, yang

di dalam Undang-Undang Dasar (konsti-tusi) negara tersebut menjamin adanyapersamaan dan kebebasan warga negara,yang notabene adanya jaminan penga-kuan dan perlindungan hak-hak asasiwarga negaranya. Adanya jaminanpengakuan dan perlindungan hak-hakasasi warga negara dalam konstitusitersebut berimplikasi pada pelaksanaanperadilan bebas sebagai cerminanadanya penegakan keadilan hukum.

Kedua, konsep negara hukum dandemokrasi konteks Indonesia, dilhatsecara makro89 teoritis normativedengan melihat rumusan pembukaanUUD 1945 alinea pertama dan keempat

88 sebuah konesp negara hukum dari filosuf Yunani yaitu Plato. Namoi artinya “Undang-Undang”atau “law” (lihat Ellydar Chaidir, 2007, Hukum dan Teori Konstitusi, Yogyakarta; Total Media, hal. 24.

89 Walaupun dalam amandemen UUD 1945 masih terdapat Pasal-Pasal yang krusial dan menjadikritikan dari pakar Hukum Tata Negara. Misalnya perubahan pasal 2 ayat (1) UUD 1945 yang dirasaada “keganjilan”, yaitu tentang dua kamar parlemen dalam sistem bikameral yang seharusnya kedudukandan fungsi masing-masing badan sederajat, tetapi kenyataan masing-masing badan (MPR,DPR danDPD) mempunyai kedudukan dan fungsi sendiri-sendiri (Pasal 3 ayat [1-3], Pasal 20 ayat [1-5] Pasal20A ayat[1-4], Pasal 22D ayat [1-4] ). Contoh lain kekuasaan DPR lebih mendominasi (Pasal 20 ayat[1-5] dan 20A ayat [-4] ). Ini belum sepenuhnya mencerminkan “checks and balance” kekuasaan. Bolehjadi ini sebagai “dendam politik” terhadap rezim Orde Baru, dimana DPR selalu “dikalahkan” olehkekuasaan atau kekuatan eksekutif (Presiden). Hasil amandemen UUD 1945 tentang hubungan Eksekutifdan legislative masih terlihat “kabur”, artinya yang pada prinsipnya menganut asas pemisahan kekuasaan,tetapi ridak dilakukan secara konsisten. Contoh lagi perubahan UUD 1945 tentang HAM, meskipunterjadi perkembangan yang luar biasa dalam pengaturan HAM dibanding dengan UUD 1945 sebelumamandemen, KRIS 1949, dan UUD 1950. Tetapi dalam amandemen itu belum terdapat pasal yangmencerminkan asas bagi perlindungan HAM yang holistic, yang digali dari nilai ajaran agama untukmenjadi imbangan bagi pandangan yang terlalu anthropocentris, pandangan-pandangan masyarakatyang bersifat filosofis dan juga kenyataan yang ada pada masyarakat baik local maupun internasional.Pasal lain yang masih krusial adalah 7B ayat 5,8 dan 7 : Kewenangan Mahkamah Konstitusi memutuspendapat DPR tentang impeachmen terhadap Presiden yang masih ditentukan oleh mekanisme putusanpolitik di MPR, yang dapat diduga kuat putusan MK bisa dianulir oleh MPR. Meskipun ini akanmenggeser dari negara hukum menjadi negara kekuasaan. Hal ini menurut hemat penulis, eksistensinegara hukum sangat tergantung atau ditentukan oleh kualitas, mentalitas dan budaya anggota wakilrakyat. (bandingkan Ismail Suny, 1978, Pembagian Kekuasaan Negara, Jakarta; Aksara Baru, hal.49-50 : Terkait unsur pemisahan negara Eksekutif, Yudikatif dan Legislatif yang belum dikenal dimasaNabi, tidak menjadi persoalan, karena dalam suatu negara hukum yang penting bukan atau tidaknyapemisahan secara mutlak trias politica, persoalannya adalah dapat dan tidaknya alat-alat kekuasaannegara itu terhindar dari praktek birokrasi dan tirani)

39Negara Hukum dan Demokrasi dalam Pemikiran ... (Harun)

(rumusan Pancasila) , penjelasan UUD1945 pasal 1 ayat 3, dan beberapa pasalpasca amandemen UUD 1945 Pasal 1ayat 2, Pasal 4 ayat 1, Pasal 24 ayat 1,Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 33dan 34, tidak bertentangan denganprinsip-prinsip dasar persaudaraan,persamaan dan kebebasan yang mengacupada ajaran tauhid dalam hukum Islam..

Namun dari segi empiris aplikatif,pelaksanaan prinsip-prinsip dasarkenegaraan tersebut belum optimal(untuk tidak mengatakan masih jauh darisempurna) diamalkan oleh kalanganpejabat negara maupun rakyat biasa ataudengan kata lain masih banyak terjadipelanggaran “tauhid al-dusturiyyah”(tauhid konstitusi).

Daftar Pustaka

Abidin Ahmad, Zaenal, 1973, Piagam Nabi Muhammad Saw Sebagai KonstitusiNegara Tertulis Pertama di Dunia, Jakarta; Bulan Bintang.

Abu Dawud, Imam, Shohihal-Imam Abu Dawud, Beirut; Dar al-Fikri.

Ali, Asghar, 1993, Islam dan Pembebasan, Yogyakarta; LKIS.

Asshiddiqie, Jimly, 2004, Konstitusi dan Konstitusinalisme Indonesia, KerjasamaMahkamah Konstitusi dengan Pusat Studi Hukum Tata Negara, Jakarta;FH-UI.

Azhar Basyir, Ahmad, 1985, Hubungan Agama dan Pancasila, Yogyakarta; UIIPress.

Azhari, Muhammad Tahir, 2003, Negara Hukum Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Jakarta; Prenada Media.

Budiarjo, Miriam, 1989, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta; Gramedia.

Bukhori Muslim, Imam, Shohih Bukhori dan Muslim, Surabaya; Bina Ilmu.

Chaidir, Elydar, 2007, Hukum dan Teori Konstitusi, Yogyakarta; Total Media.

Hadjon, Philipus M., 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,Surabaya; Bina Ilmu.

Haekal, Husein, 1968,Hayatu Muhammad, Kairo; Matba’ah Surunah.

Hamidullah, Muhammad, 1974, Pengantar Studi Islam, Jakarta; Bulan Bintang.

SUHUF, Vol. 23, No. 1, Mei 2011: 16 - 4040

Huda, Ni’matul, 2006, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta; Raja GrafindoPersada.

HR, Ridwan, 2003, Hukum Administrasi Negara., Jakarta; UII Press.

Ibrahim Hasan, Hasan, 1979,Tarikh Islam, Kairo; Maktabah Nadlah.

Ibnu Khaldun, 1958, The Muqaddimah, New York; Pantheon Books.

Madjid, Nurcholis, 1992, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta; Paramadina.

Mulia, Musdah, 2001, Negara Islam : Pemikiran Politik Husain Haekal, Jakarta;Paramadina.

Muslim, Imam, Shohih al-Muslim, Beirut; Dar al-Fikr.

Nasution, Harun, 1985, Perkembangan Modern Dalam Islam, Jakarta; YayasanOhor Indonesia.

___________, 1986, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta; UII Press

Rasyidi, Koreksi Terhadap Nurcholis Madjid tentang Sekulerisme, Jakarta; BulanBintang.

Sabiq, Sayid, 1983, Fiqh Sunnah, Beirut; Dar al-Fikr.

Sadzali, Munawir, 1990, Islam dan Tata Negara, Jakarta; UI Press.

Sunggono, Bambang, 2002, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta; RajaGrafindoPersada.

Suny, Ismail, 1978, Pembagian Kekuasaan Negara, Jakarta; Aksara Baru.

__________, 1984, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta; Aksara Baru.

Rahman, Fazlur, 1994, Masalah-Masalah Teori Politik Islam, Bandung; Mizan.

al-Qardzawi,Yusuf, Zakat, Beirut; Dar al-Fikr.

Quraisy Syihab, Muhammad, 1996, Wawasan al-Qur’an, Bandung ; Mizan

Wahjono, Padmo, 1977, Ilmu Negara Suatu Sistematik dan Penjelasan 14 Teoriilmu Hukum Negara dan Jellinek, Jakarta; Melatyi Studi Groub.

al-Zarqa’, Mushtafa, 1965, al-Madkhal fi al-Fiqh al-”Amm, Damaskus; tp.