Noda Demokrasi Kita

11
2 NODA DEMOKRASI KITA “Information is an essential underpinning of democracy at every level. At its most general, democracy is about the ability of individuals to participate effectively in decision-making that affects them.” (Toby Mendel) PARTAI POLITIK : APAKAH MASIH BISA DIPERTANGGUNGJAWABKAN? Dalam pengantar buku “Freedom of Information : A comparative legal survey”, Toby Mendel mengutip pernyataan tentang pentingnya sebuah informasi bagi organisasi non pemerintah. Bagi mereka informasi adalah oksigen bagi demokrasi. Hal ini memang sangat masuk akal, mengingat demokrasi adalah konsep yang mempersilahkan semua warga negara untuk berperan serta dalam proses pengambilan keputusan. Dalam suasana demokratis, maka informasi adalah hal yang mutlak harus dimiliki. Bahkan untuk dapat memilih calon DPR atau kepala desa sekali pun, harus didasari dengan informasi terkait profil dan track record dari para calon agar dapat memilih calon yang tepat dan benar-benar berjuang untuk rakyat. Oleh karenanya, apabila suatu negara memang menempatkan rakyatnya sebagai pemegang kedaulatan, sudah seharusnya rakyat dapat mengakses segala informasi yang berkenaan dengan negaranya. Tidak terkecuali dengan partai politik yang notabene merupakan salah satu pilar penyangga demokrasi di negeri ini. Partai politik saat ini secara gamblang dapat kita lihat memiliki hubungan yang sangat intens dengan kaum-kaum elit. Tentu saja, keterkaitan ini mengindikasikan adanya relasi kepentingan yang akan mengganggu ideologi dan fungsi partai sebagai institusi pendidikan politik rakyat. Emmy Hafild, mantan sekjen Transparency International Indonesia dalam salah satu pengantarnya mengungkapkan dengan gamblang relasi ini akan muncul ketika partai politik beserta kandidatnya banyak mendapatkan sumbangan dari kelompok tertentu. Maka, ketika terpilih partai dan kandidat tersebut akan merasa berhutang budi kepada kelompok tersebut dan akan berusaha membalas budi mereka lewat fasilitas-fasilitas atau kebijakan-kebijakan yang menguntungkan. Hal ini terbukti ketika kita melihat relasi antara Ratu Atut Chosiyah dan PT. Sinar Ciomas di Banten. Begitu juga dengan Benhur Tomimano walikota Jayapura dan Rudy Maswe salah satu pengusaha di Jayapura. Ketika Ratu Atut dan Benhur Tomimano menjabat, perusahaan dan pengusaha ini mendapatkan proyek-proyek bernilai besar. Seperti renovasi stadion, pembangunan pasar, pembangunan gedung olahraga dan jembatan layang. Oleh karenanya, masyarakat harus mengetahui seluk beluk sebuah partai. Baik dari ideologi yang diusung, program kerja, hingga sumber pendanaannya. Melalui hal tersebut, masyarakat dapat menilai, memprediksi dan mengkritisi kebijakan-kebijakan yang akan dibuat oleh salah satu kandidat apabila berbeda dari ideologi dan program kerja yang diusung. Dengan mengetahui sumber pendanaan sebuah partai, maka masyarakat dapat mengontrol agar sebuah partai tidak menerima sumbangan dari satu golongan tertentu secara berlebihan yang berakibat terganggunya pembentukan

Transcript of Noda Demokrasi Kita

2NODA DEMOKRASI KITA

“Information is an essential underpinning of democracy at every level. At its most general,democracy is

about the ability of individuals to participate effectively in decision-making that affects them.”(Toby Mendel)

PARTAI POLITIK : APAKAH MASIH BISA DIPERTANGGUNGJAWABKAN?Dalam pengantar buku “Freedom of Information : A comparative legal survey”, Toby

Mendel mengutip pernyataan tentang pentingnya sebuah informasi bagiorganisasi non pemerintah. Bagi mereka informasi adalah oksigen bagidemokrasi. Hal ini memang sangat masuk akal, mengingat demokrasi adalahkonsep yang mempersilahkan semua warga negara untuk berperan serta dalamproses pengambilan keputusan. Dalam suasana demokratis, maka informasiadalah hal yang mutlak harus dimiliki. Bahkan untuk dapat memilih calonDPR atau kepala desa sekali pun, harus didasari dengan informasi terkaitprofil dan track record dari para calon agar dapat memilih calon yang tepatdan benar-benar berjuang untuk rakyat. Oleh karenanya, apabila suatunegara memang menempatkan rakyatnya sebagai pemegang kedaulatan, sudahseharusnya rakyat dapat mengakses segala informasi yang berkenaan dengannegaranya. Tidak terkecuali dengan partai politik yang notabene merupakansalah satu pilar penyangga demokrasi di negeri ini.

Partai politik saat ini secara gamblang dapat kita lihat memilikihubungan yang sangat intens dengan kaum-kaum elit. Tentu saja,keterkaitan ini mengindikasikan adanya relasi kepentingan yang akanmengganggu ideologi dan fungsi partai sebagai institusi pendidikanpolitik rakyat. Emmy Hafild, mantan sekjen Transparency International Indonesiadalam salah satu pengantarnya mengungkapkan dengan gamblang relasi iniakan muncul ketika partai politik beserta kandidatnya banyak mendapatkansumbangan dari kelompok tertentu. Maka, ketika terpilih partai dankandidat tersebut akan merasa berhutang budi kepada kelompok tersebut danakan berusaha membalas budi mereka lewat fasilitas-fasilitas ataukebijakan-kebijakan yang menguntungkan.

Hal ini terbukti ketika kita melihat relasi antara Ratu AtutChosiyah dan PT. Sinar Ciomas di Banten. Begitu juga dengan BenhurTomimano walikota Jayapura dan Rudy Maswe salah satu pengusaha diJayapura. Ketika Ratu Atut dan Benhur Tomimano menjabat, perusahaan danpengusaha ini mendapatkan proyek-proyek bernilai besar. Seperti renovasistadion, pembangunan pasar, pembangunan gedung olahraga dan jembatanlayang.

Oleh karenanya, masyarakat harus mengetahui seluk beluk sebuahpartai. Baik dari ideologi yang diusung, program kerja, hingga sumberpendanaannya. Melalui hal tersebut, masyarakat dapat menilai, memprediksidan mengkritisi kebijakan-kebijakan yang akan dibuat oleh salah satukandidat apabila berbeda dari ideologi dan program kerja yang diusung.Dengan mengetahui sumber pendanaan sebuah partai, maka masyarakat dapatmengontrol agar sebuah partai tidak menerima sumbangan dari satu golongantertentu secara berlebihan yang berakibat terganggunya pembentukan

2kebijakan oleh anggota partai yang menjabat sebagai pejabat publik.Disinilah, pentingnya transparansi atas informasi berupa strukturkepengurusan partai, rincian program partai, dan laporan keuangan partai.

Berdasarkan hasil uji transparansi atas 9 partai politik di jawatimur (berada pada tingkatan Dewan Pengurus Wilayah Partai), dengan tegasMCW menyatakan partai politik belum transparan, utamanya atas pengelolaankeuangan partai. Pada uji akses yang mulai dilakukan sejak tahun 2013ini, hanya Partai Keadilan Sejahterah yang memberikan ketiga jenisinformasi, kecuali laporan keuangan partai untuk tahun 2012. Sementarapartai lainnya, hanya memberikan informasi atas struktur kepengurusan,program kerja, dan laporan pertanggung jawaban bantuan politik yangbersumber dari APBD. Akan tetapi perlu diingat bahwa semua partai barumemberikan seluruh informasi tersebut setelah melalui proses peradilan diKomisi Informasi. Sejatinya semua partai tidaklah jauh berbeda dalamproses transparansi atas informasi-informasi partai. Untuk mempermudah,maka tingkatan transparansi setiap partai dapat diilustrasikan denganchart sebagai berikut :

Golkar PK

SPAN

PPP

Demokrat

PDI-P

Gerindra

Hanura PK

B

-10-8-6-4-2024

1.12.8

-2 -2 -2

-6

-9 -9

-4

Tingkat Transparansi Parpol

Tingkat Transparansi Parpol

Terlihat bahwa PKS memiliki indeks atau tingkatan transparansitertinggi diantara partai lainnya. Hal ini disebabkan PKS memberikansemua informasi yang diminta serta memberikan tanggapan atas suratpermohonan informasi yang dikirimkan MCW. Begitu pula dengan Golkar yangselalu menanggapi surat permohonan informasi MCW, meski pada prosesberkirim surat keduanya menanggapi tidak sesuai dengan perundang-undangan. PKS menanggapi dengan memberikan sebagian informasi, sementaraGolkar menaggapi dengan mengirimkan surat mangajak audiensi. PKS lebihunggul dibanding Golkar karena setelah proses peradilan di komisi

2Informasi, PKS memberikan semua jenis informasi yang diminta, sementaraGolkar masih memberikan sebagian informasi.

PAN, PPP, dan Demokrat berada pada level transparansi yang sama.Ketiganya sama-sama tidak memberikan tanggapan apapun selama prosespermohonan melalui surat. Mereka baru memberikan sebagian informasisetelah melalui proses peradilan di Komisi Informasi. Sementara PKB,meski telah sepakat akan memberikan informasi-informasi yang dimohonkan,hingga saat tulisan ini disusun, belum memberikan satupun informasi yangdiminta.

Gerindra dan Hanura menunjukkan ketertutupannya dengan sama sekalitidak memberikan tanggapan dan hadir dalam proses peradilan di KomisiInformasi. Bahkan, meski Komisi Informasi telah memutus bahwa keduanyadiharuskan memberikan informasi yang dimohonkan kepada termohon, hinggasaat ini putusan tersebut belum dipatuhi. Keduanya sama sekali tidakmemberikan informasi yang dimohonkan.

Berdasarkan Undang-Undang No 2 Tahun 2008 Jo Undang-Undang No 2Tahun 2011 tentang partai politik Jo Undang-Undang No 14 Tahun 2008tentang Keterbukaan Informasi Publik menegaskan bahwa informasi berkenaandengan partai politik haruslah dikelola secara transparan dan akuntabel.Bahkan dengan tegas, pasal 39 ayat (1) Undang-Undang No 2 Tahun 2011menyatakan bahwa pengelolaan keuangan partai politik dilakukan secaratransparan dan akuntabel.

Dalam rumusan Robert Klitgard, praktik korupsi dapat diindikasikanapabila terlihat adanya monopoli segelintir kelompok yang kemudiandisusul dengan diskresi yang sangat minim akuntabilitasnya. Partaipolitik tidak diragukan lagi memiliki kemampuan memonopoli danmenciptakan diskresi-diskresi melalui anggota-anggotanya di parlemen.Mengikuti rumusan Klitgard, Indikasi terjadinya praktik koruptif dapatterlihat dari tidak transparannya partai politik yang mengindikasikanminimnya akuntabilitas.

POLITIK UANG: BUAH JATUH TIDAK JAUH DARI POHONNYAPemilu diyakini sebagai media bagi rakyat untuk mendelegasikan

kedaulatan yang mereka miliki kepada segelintir orang yang tentu merekapercaya akan mampu memperjuangkan kepentingan-kepentingannya. Pada saatinilah, rakyat akan menyerahkan nasib mereka setidaknya untuk 5 tahunkedepan. Melalui pemilu, para pejabat publik terpilih memiliki legitimasiuntuk menyusun dan membuat kebijakan. Oleh karenanya, pemilu haruslahbersih dari praktik-praktik koruptif yang menguntungkan salah satu pihakdan merusak esensi dari pemilu.

Akan tetapi, tampaknya saat ini memang masih sangat sulit mencaricalon yang bersih dari praktik-praktik koruptif. Kenyataan ini sangatdipahami oleh masyarakat, terbukti dengan bertebarannya slogan-slogan“terima uangnya, jangan pilih orangnya,” atau “terima orangnya, pilihsemuanya,” hingga “tolak uangnya, ungkap pelakunya,”. Hal ini kian kuatketika Jaringan Anti Korupsi Jawa Timur melakukan pemantauan ataspraktik-praktik politik uang di jawa timur menemukan 98 indikasi praktik

2politik uang. indikasi-indikasi ini tersebar di berbagai wilayah di JawaTimur.

Kota Malang

Kabupaten Pasuruan

Kabupaten Malang

Kabupaten Blitar, Lamongan, Jombang

Situbondo

Pamekasan

Gresik

Sidoarjo

0 5 10 15 20 2522

1013

68

21

72

52

134

10

Intensitas Praktik Politik Uang di Daerah

Temuan diatas dapat dijadikan sebagai tolak ukur akan kevulgaranpara kandidat dalam melakukan praktik politik uang. Vulgaritas tersebutmembuat jaringan dan warga dengan mudah mengenalinya sebagai praktikpolitik uang. Data tersebut sekaligus mengindikasikan bahwa warga padadaerah tercantum memiliki keberanian untuk mengadu meski belum mencapaitahapan melakukan investigasi. Sementara daerah-daerah lain yang belumtercantum, atau tidak ditemukan adanya temuan, bukan berarti bersih daripraktik-praktik koruptif. Ada dua kemungkinan yang dapat diajukan,pertama, daerah tersebut memang bersih dari praktik-praktik politik uang,kedua, daerah-daerah tersebut memiliki intensitas intimidasi dankekerasan yang sangat besar hingga mencegah warga untuk melapor ataupunmengadukan.

Pepatah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya tampaknya dapatmenggambarkan bagaimana kondisi para calon legislatif berkompetisi tidaksehat dalam pemilu 2014. Ketika partai politik pengusungnya menunjukkanketertutupan sebagai indikasi terjadinya praktik-praktik koruptif, makapara anggota dan kandidatnya dengan vulgar menunjukkan praktik-praktiktersebut. Dari 96 indikasi politik uang, kesuluruhannya dilakukan olehcalon anggota legislatif yang notabene berasal dari partai politik.

2

Nasdem

PPP

PAN

Hanura

PKS

Golkar

0 5 10 15 20 254

205

179

75

134

014

0

Indikasi Partai Pelaku Politik Uang

Dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu AnggotaLegislatif, Pasal 301 dengan jelas menyatakan larangan untuk menjanjikandan memberikan materi apapun kepada pemilih dengan maksud untuk memilihatau tidak memilih salah satu orang tertentu. Akan tetapi, para calontersebut masih dengan percaya diri melakukan praktik-prektek ilegaltersebut. Dengan berbagai modus dan kamuflase, bahkan dengan terang-terangan memberikan uang, para calon mempengaruhi para pemilihnya. Bahkanpara calon ini tidak segan-segan menggunakan tempat-tempat yang dianggapsakral sebagai media meraup suara.

pemberian uang

pemberian barang

ziarah

penyalahgunaan kekuasaan

mobilisasi massa

Jual Beli Suara

0 10 20 30 40 50 60

Modus Politik Uang

2Pada grafik diatas, dapat kita lihat bahwa modus pemberian uang

masih menjadi yang paling dominan digunakan oleh para caleg dalam praktikpolitik uang. Akan tetapi, pemberian uang tidak lagi menggunakan modusserangan fajar ataupun serangan dhuhur. Pemberian uang dilakukan door todoor pada malam hari sebelum hari pemungutan suara. Proses pemberian pundilakukan layaknya antar tetangga yang bertamu, sehingga tidak mencolokdan mencurigakan. Pemberian barang juga tidak jarang dilakukan oleh paracaleg. Barang yang diberikan berkisar pada kebutuhan pokok sehari-hari,seragam tahlil, seragam pengajian, hingga bantuan kursi untuk acarawarga.

Penyalahgunaan kekuasaan seringkali dilakukan oleh para caleg yangberasal dari partai incumbent atau yang salah satu kadernya menjabatsebagai pejabat publik. Penyalahgunaan yang dimaksud adalah mengklaimprogram pemerintah sebagai hasil atau berasal dari dirinya. Sepertiproyek pemavingan jalan yang dilakukan atau diberikan atas nama seorangcaleg, meskipun sejatinya program itu merupakan program pemerintah. Modusini tentu tidak bisa dilakukan kecuali si caleg telah melakukankongkalikong dengan pejabat publik seperti kepala desa bahkan walikota.

Selain melakukan pemberian uang secara langsung, praktik jual belisuara juga dilakukan melalui oknum masyarakat. Oknum tersebut meminta KTPbeberapa orang yang telah dipetakan sebelumnya, untuk kemudian dicatatdan disetorkan kepada caleg yang meminta/memberli suara. Oknum inikemudian mendapatkan uang dan mengambil beberapa persen dari uangtersebut sementara sisanya diberikan kepada pemilik KTP.

Telah disebutkan sebelumnya, bahwa dalam melakukan praktik ini,para caleg tidak segan-segan untuk menggunakan tempat-tempat yangdianggap suci untuk mengeruk suara warga. Hal ini tercermin dari modelpolitik uang berupa ziarah tempat-tempat suci. Seperti makam wali, makamkiai, dan makam-makam yang dianggap suci lainnya. Pelaku modus iniumumnya berasal dari partai bernuansa islam.

Jaringan anti korupsi jawa timur juga menemukan praktik-praktikpolitik uang melalui proses mobilisasi masa. Hal ini dilakukan baik padahari H maupun sebelum hari H. di malang sendiri hal ini ditemukan olehbeberapa warga dilakukan oleh sejumlah calon dengan memobilisasimahasiswa. Proses mobilisasi ini biasanya dapat dilakukan karena si calonmemiliki kedekatan organisasi dengan para mahasiswa, atau ada relasipemilik tempat tinggal dengan mahasiswa yang menempati.

Ketika partai sebagai institusi kederisasi calon melakukan praktik-praktik koruptif, maka tidaklah mengherankan apabila para kader dankandidatnya juga melakukan hal yang serupa. Ketika partai politik denganmudahnya mengabaikan perintah undang-undang untuk berlaku transparan,maka jangan kaget ketika para kader dan kandidatnya tidak segan untukmengabaikan undang-undang dan berlaku curang. Maka, bagaimana mungkinseorang calon kandidat dan sebuah partai mampu berjanji akan memberantaskorupsi sementara untuk bersikap transparan dan mendidik kader sertakandidatnya saja tidak mampu.

Partai Politik harus sesegera mungkin memperbaiki pengelolaan dankaderisasi. Partai politik harus terbuka dengan masyarakat. Partai juga

2harus segera kembali ke jalan yang benar dengan melakukan pendampingandan pendidikan politik kepada masyarakat. Pendidikan dan pendampingantidak dilakukan hanya ketika menjelang pemilu, akan tetapi sepanjangwaktu. Hal yang paling mudah untuk mengawali adalah dengan mengaktifkankantor-kantor partai yang selama ini hanya aktif dan terbuka ketikamenjelang masa pemilu saja.

POLITIK UANG: TIPU MENIPUPada pemilu legislatif 2014, MCW melihat sebuah fenomena dimana

praktik politik uang tersebar luas dan masyarakat menerima bahkanmengharapkan keberadaannya. Sungguh menarik jawaban masyarakat ketika timMCW berdialog mengenai alasan mereka menerima bahkan meminta uang ataumateri lainnya kepada para calon. Bagi mereka, hanya pada masa inilahpara calon akan turun ke daerah-daerah hingga yang terpencil sekalipun,pada masa ini pula para calon akan dengan mudah mengeluarkan materi untukmembantu masyarakat. oleh karenanya, ‘kapan lagi, kalau bukansekarang?’Bahkan beberapa warga dengan emosional menyatakan bahwa selamalima tahun lalu dan yakin pada lima tahun kedepan, mereka tidak akanmendapatkan manfaat apapun dari para anggota dewan. Maka pada masa inilahsaatnya mereka mengeruk habis-habisan harta dan materi para calon anggotadewan.

Fenomena ini sejalan dengan teori ‘frustasi akan melahirkan agresi’yang dipopulerkan oleh Michel Foucault. Rasa frustasi yang dirasakan olehmasyarakat akibat tidak terjadinya perubahan yang dapat mereka rasakanselama lima tahun lalu melahirkan tindakan-tindakan agresi berupa‘pemalakan’ kepada sejumlah caleg. Pemalakan terjadi dengan sangat halus,seperti melalui obrolan ringan akan keinginan warga untuk memiliki gapuradesa, atau baju pengajian, kursi-kursi acara, hingga kebutuhan kucurandana. Lebih menarik lagi, ketika bantuan yang diberikan tidaklah menjadipatokan seseorang untuk memilih. Ungkapan yang umum diutarakan masyarakatseperti ‘Uangnya kita terima, tapi pilihan tetap urusan kita’ menjadibukti bahwa pemberian uang bukan menjadi alasan rakyat untuk memilihsalah satu kandidat.

Ya, Akan Saya Terima

Tidak Akan Saya Terima

Belum Memutuskan

Rahasia/Tidak

Menjawab

040

45 48 33 24

Tingkat Penerimaan Atas Praktek Politik Uang

Tingkat Penerimaan Atas Praktek Politik Uang

2

Ya, Akan Saya Pilih11%

Belum Tentu memilih calon

tersebut39%

Tidak Memilih calon tersebut

7%

Belum Memutuskan 16%

Rahasia27%

Pengaruh Politik Uang Atas Pilihan Masyarakat

Pada dua chart diatas, terlihat bahwa sebagian besar masyarakatmemang menerima praktik politik uang. artinya, ketika ada yang memberiatau menawari akan mereka terima. Bahkan mungkin saja masyarakatlah yangmeminta. Akan tetapi, hal ini tidak menjadikan si pemberi atau calonanggota dewan yang memberikan akan dipilih oleh masyarakat. Terbukti, 39%masyarakat mengaku akan menerima praktik politik uang dan sekaligus belumtentu akan menjadikan hal tersebut sebagai patokan untuk memilih.

Sebenarnya, masyarakat memiliki patokan tersendiri untuk memilihsalah seorang calon. Pada survey yang sama, dengan 150 responden, tidakditemukan adanya alasan memilih salah seorang calon karena telah memberiuang. sebagian besar responden justru menyatakan bahwa pertimbangan utamamereka untuk memilih seseorang adalah berdasarkan moral sang kandidat.Bagi masyarakat, meskipun telah memberikan uang dan materi begitu besar,akan tetapi sudah dikenal ketidak jujuran dan kebobrokan moralnya, makasebagian besar responden mengaku tidak akan memilih calon tersebut.

Maka muncul pertanyaan, siapakah yang menjadi pelaku dan siapakorbannya? Apakah calon legislatif yang menipu masyarakat dengan iming-iming uang dan materi, atau masyarakat yang melampiaskan rasa frustasinyadengan seolah-olah mengumbar suara mereka dan mengeruk materi si calon?

PENYELENGGARA PEMILU HARUS PROGRESIFDi tahun 2014 ini kita sering mendengar dan melihat iklan-iklan

ajakan untuk mencoblos di berbagai media. Mulai dari karikatur, brosur,musik, hingga video klip sangat gencar diiklankan. Harapannya tentu agarmasyarakat turut berpartisipasi dalam proses pemilu khusunya untukmemilih pada hari pemungutasn suara.

2

Program kerja

Moral Kandidat

Kesamaan Agama/Suku/Ras/Golongan

Pengalaman Kerja

Tidak Menjawab

0 10 20 30 40 50 60 70

41

68

8

3

30

Alasan Masyarakat Memilih Seorang Calon

Alasan Masyarakat MemilihHal ini merupakan sebuah kreatifitas yang harus diapresiasi dari

KPU selaku penyelenggara pemilu. Akan tetapi, iklan-iklan tersebutrasanya tidak didukung dengan aksesibilitas yang disediakan KPU bagimasyarakat untuk mendapatkan informasi seputar pemilu. Tanpamengesampingkan papan pengumuman yang tersebar diberbagai tempatkeramaian. Website tetap merupakan salah satu media yang sangat pentinguntuk disediakan, mengingat kondisi masyarakat utamanya remaja saat iniyang lebih senang untuk mengakses informasi dari media digital. Akantetapi, sangat disayangkan, berdasarkan pemantauan yang dilakukan olehMCW, dari 37 KPU pada tingkatan kabupaten/kota, hanya ada 18 KPU yangmemiliki website yang dapat diakses oleh semua orang.

Website

DPT

DCT

Dana Kampanye

0 5 10 15 20 25 30

18

5

26

16

Aksesibilitas KPU

Selain itu, MCW juga memohon informasi berupa DCT (Daftar CalegTetap), DPT (Daftar Pemilih Tetap), Dana Kampanye, dan Profil Calon. MCW

2juga menghimbau kepada setiap KPU untuk meng-upload informasi tersebut kewebsite tiap-tiap KPU agar dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.

Hasilnya, hinga saat ini hanya ada 5 KPU yang dapat diakses DPT-nya, kemudian hanya ada 26 KPU yang dapat diakses DCT-nya, Hanya ada 16KPU yang dapat diakses dana kampanye partai di daerahnya. Sementara itutidak ada satupun KPU yang dapat diakses profil calon di daerahnya.Minimnya informasi yang dapat diakses oleh masyarakat tentu akanberimplikasi secara langsung terhadap kualitas pilihannya.

Masyarakat yang pada awalnya berniat untuk menggunakan hakpilihnya, menjadi kebingungan siapa yang harus Ia pilih. Karena merekatidak tahu profil dari setiap calon, minimal profil dan visi-misnya.Inilah yang menjadi tugas KPU selaku penyelenggara, bukan berarti KPUmenjadi petugas kampanye, akan tetapi menjadi penyedia informasi dasarterkait setiap calon.

Sementara KPU dilanda krisis aksesibilitas, panwaslu dilanda krisispembuktian atas pelanggaran pemilu. Baik bawaslu dan panwaslu selalumengungkapkan bahwa kasus yang dilaporkan dan ditemukan oleh panwasterkendala kurangnya alat bukti dan saksi. Dua hal ini yang diakui selalumenjadi penghambat panwaslu untuk meningkatkan status kasus ke prosespenyidikan oleh kepolisian. Ribuan relawan demokrasi yang direkrut olehpanwaslu juga tidak memberikan hasil yang memuaskan. Terbukti denganmasih vulgar dan nyamannya para pelaku politik uang melakukan praktik-praktik illegalnya. Panwaslu harus memikirkan cara agar para pelakupidana pemilu ini dapat dijerat dan disanksi secara hukum.

PEMILU 2014: Antara Pelanggaran dan HarapanHasil pemilihan calon anggota legislatif 2014 ini diyakini

memunculkan wajah-wajah baru dan otomatis akan menggusur wajah-wajahlama. Hal ini tidak terlepas dari rasa frustasi masyarakat akan kinerjawajah lama yang tidak maksimal disertai munculnya wajah-wajah baru yangtampaknya menebar harapan kepada masyarakat. Keterpilihan wajah-wajahbaru ini juga tidak lepas dari kampanye gencar yang dilakukan oleh KPUkepada masyarakat untuk meggunakan hak pilihnya. Sementara perilakupartai dan kandidatnya justru kian vulgar dalam melakukan berbagaipelanggaran sebagai bentuk penghinaan atas hak rakyat untuk berdemokrasi.

Kepada para calon terpilih, harus tetap memperjuangkan hak-hakrakyat. Para calon terpilih harus terus berkomunikasi dengankonstituentnya. Jangan hanya datang ke masyarakat menjelang pemilu, akantetapi setiap kali masyarakat membutuhkan, para calon terpilih ini harussiap sedia. Angota dewan bukanlah raja, anggota dewa adalah pengembanamanah dan kedaulatan rakyat.

Partai politik harus segera bersikap transparan dan melepaskan diridari jeratan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu. Dengan bersikaptransparan dan melibatkan masyarakat, partai politik akan mendapatkandukungan yang sangat luar biasa. Partai politik harus kembali kepadafungsi awalnya sebagai pendidik rakyat, utamanya dalam hal pendidikanpolitik.

2Partai harus mengedepankan fungsinya sebagai partai pembentuk

kader, bukan partai perebut massa. Dengan sifat yang transparan, kemudianmenghasilkan kader-kader yang berkualitas, maka rakyat selaku massa akandatang dengan sendirinya untuk mendukung partai.