Karakteristik Fisik dan Protein Fillet Daging Ikan Lele Beku ...

10
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 7 No. 1, Maret 2019, 87-96 87 Karakter Fisik dan Protein Fillet Daging – Lastriyanto dkk Karakteristik Fisik dan Protein Fillet Daging Ikan Lele Beku (Clarias batrachus) Hasil Penggorengan Vakum Anang Lastriyanto*, Bambang Dwi Argo, Rosyida Ayu Pratiwi Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email: [email protected] ABSTRAK Metode pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan 3 kali pengulangan. Faktor yang digunakan adalah suhu dengan 3 taraf, yaitu 80 o C, 90 o C, dan 100 o C. Variasi yang digunakan adalah penyimpanan awal pada bahan ikan lele yaitu dengan cara pembekuan. Kapasitas penggorengan yang digunakan untuk setiap perlakuan adalah 1 kg pada tekanan -70 cmHg. Analisa produk yang dihasilkan meliputi kadar air, kadar protein, rendemen, dan uji tekstur. Hasil penelitian menunjukkan kadar protein keripik ikan lele paling tinggi pada suhu 90 o C selama 70 menit sebesar 44,70% dan terendah pada keripik ikan lele kontrol yang penggorengannya secara konvensional yaitu sebesar 38,91%, semakin tingi suhu maka proses denaturasi protein akan semakin cepat. Kadar air keripik tertinggi pada keripik pengorengan konvensional dan terendah pada suhu 100 o C, semakin tinggi suhu pada proses penggorengan maka penguapan akan berlangsung semakin cepat. Berdasarkan nilai L* keripik dengan warna atau tingkat kecerahan terbaik yaitu pada keripik ikan lele kontrol yang penggorengannya dilakukan secara konvensional. Tekstur tertinggi pada suhu 100 o C sebesar 15,825 gf dan terendah pada keripik ikan lele kontrol sebesar 38,12 gf. Semakin besar suhu yang digunakan, maka tingkat kerenyahan atau tekstur dari keripik semakin bagus. Kata kunci: Filet Lele, Vaccum Frying, Pembekuan Physical and Protein Characteristics of Filet Frozen Catfish (Clarias batrachus) in Vacuum Frying Process ABSTRACT It is research using descriptive method with 3 repetitions. The temperature is factor which has 3 levels, namely 80 o C, 90 o C, and 100 o C. Variation are initial storage of catfish materials, namely by freezing. Capacity of frying for each treatment is 1 kg at a pressure of -70 cmHg. Analysis in products are water, protein content, yield, and texture test. The results showed that levels highest of catfish crispy protein at a temperature of 90 o C for 70 minutes were 44.70% and lowest control in catfish chips which were conventional frying at 38.91%, process of denaturation protein will be faster in higher temperature. Water content of chips in conventional as higher as than lowest fried chips at a temperature of 100 o C, it using of high temperature on frying process will be take place faster of evaporation. Based on the L value of chips with the best color or brightness level, the control catfish chips are conventionally made. The highest texture at a temperature of 100 o C was 15.825 gf and the lowest was in control catfish chips of 38.12 gf. The greater of temperature used, will be better in crispness on texture product Key words: Catfish fillet, Vaccum Frying, Coling

Transcript of Karakteristik Fisik dan Protein Fillet Daging Ikan Lele Beku ...

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan BiosistemVol. 7 No. 1, Maret 2019, 87-96

87Karakter Fisik dan Protein Fillet Daging – Lastriyanto dkk

Karakteristik Fisik dan Protein Fillet Daging Ikan Lele Beku(Clarias batrachus) Hasil Penggorengan Vakum

Anang Lastriyanto*, Bambang Dwi Argo, Rosyida Ayu Pratiwi

Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas BrawijayaJl. Veteran, Malang 65145

*Penulis Korespondensi, Email: [email protected]

ABSTRAK

Metode pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan 3 kali pengulangan.Faktor yang digunakan adalah suhu dengan 3 taraf, yaitu 80oC, 90oC, dan 100oC. Variasi yangdigunakan adalah penyimpanan awal pada bahan ikan lele yaitu dengan cara pembekuan.Kapasitas penggorengan yang digunakan untuk setiap perlakuan adalah 1 kg pada tekanan -70cmHg. Analisa produk yang dihasilkan meliputi kadar air, kadar protein, rendemen, dan ujitekstur. Hasil penelitian menunjukkan kadar protein keripik ikan lele paling tinggi pada suhu90oC selama 70 menit sebesar 44,70% dan terendah pada keripik ikan lele kontrol yangpenggorengannya secara konvensional yaitu sebesar 38,91%, semakin tingi suhu maka prosesdenaturasi protein akan semakin cepat. Kadar air keripik tertinggi pada keripik pengorengankonvensional dan terendah pada suhu 100oC, semakin tinggi suhu pada proses penggorenganmaka penguapan akan berlangsung semakin cepat. Berdasarkan nilai L* keripik dengan warnaatau tingkat kecerahan terbaik yaitu pada keripik ikan lele kontrol yang penggorengannyadilakukan secara konvensional. Tekstur tertinggi pada suhu 100oC sebesar 15,825 gf danterendah pada keripik ikan lele kontrol sebesar 38,12 gf. Semakin besar suhu yang digunakan,maka tingkat kerenyahan atau tekstur dari keripik semakin bagus.

Kata kunci: Filet Lele, Vaccum Frying, Pembekuan

Physical and Protein Characteristics of Filet Frozen Catfish(Clarias batrachus) in Vacuum Frying Process

ABSTRACT

It is research using descriptive method with 3 repetitions. The temperature is factorwhich has 3 levels, namely 80oC, 90oC, and 100oC. Variation are initial storage of catfishmaterials, namely by freezing. Capacity of frying for each treatment is 1 kg at a pressure of -70cmHg. Analysis in products are water, protein content, yield, and texture test. The resultsshowed that levels highest of catfish crispy protein at a temperature of 90oC for 70 minutes were44.70% and lowest control in catfish chips which were conventional frying at 38.91%, processof denaturation protein will be faster in higher temperature. Water content of chips inconventional as higher as than lowest fried chips at a temperature of 100oC, it using of hightemperature on frying process will be take place faster of evaporation. Based on the L value ofchips with the best color or brightness level, the control catfish chips are conventionally made.The highest texture at a temperature of 100oC was 15.825 gf and the lowest was in controlcatfish chips of 38.12 gf. The greater of temperature used, will be better in crispness on textureproduct

Key words: Catfish fillet, Vaccum Frying, Coling

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan BiosistemVol. 7 No. 1, Maret 2019, 87-96

88Karakter Fisik dan Protein Fillet Daging – Lastriyanto dkk

PENDAHULUAN

Ikan lele termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki tekstur daging dengancita rasa yang enak dan lembut. Ikan lele memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Hal inibisa dilihat dari hasil berbagai penelitian yang menyebutkan bahwa setiap 100 gram daging ikanlele mengandung 18,2 gram protein. Perhitungan kandungan protein tersebut setiap 1 kg ikanlele yang berukuran kecil bisa dikonsumsi untuk 10 porsi. Setiap porsi mengandung kuranglebih protein 18 gram, energi 290 kalori, lemak 16 gram, dan karbohidrat 12 gram. Komposisitersebut jarang terdapat pada daging ikan lain yang digunakan sebagai sumber energi. Hal inimembuktikan bahwa ikan lele disukai oleh sebagian besar masyarakat Indonesia (Apriyani,2017).

Pengolahan dasar ikan lele saat ini masih terbatas. Adanya penelitian tentang produkkeripik lele ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat konsumsi ikan lele dimasyarakat. Selainikan lele mengandung banyak protein yang baik untuk pertumbuhan, harga ikan lele juga sangatterjangkau sehingga masyarakat kalangan kebawah juga bisa mengkonsumsinya.Pembudidayaan ikan lele terbilang cukup mudah dan dapat dikembangbiakkan kapan saja,sehingga ikan lele mudah didapatkan di pasar-pasar lokal atau swalayan. Salah satu prosespengolahan makanan menjadi keripik adalah dengan penggorengan vakum pada tekanantertentu yang sangat berbeda dengan tekanan pada penggorengan konvensional. Alat yangdigunakan dalam pembuatan keripik ikan lele pada penelitian ini adalah penggorengan vakum.Penggorengan akan menghasilkan keripik dengan kualitas yang mendekati sempurna. Warna,aroma, dan cita rasanya dapat dipertahankan (tidak jauh berbeda dengan keadaan segarnya.

Mesin penggorengan vakum adalah mesin yang dapat digunakan untuk menggorengberbagai macam buah, sayuran, dan ikan. Penggorengan vakum merupakan cara pengolahanproduk pangan yang tepat untuk menghasilkan keripik dengan mutu yang tinggi. Prinsip daripenggorengan vakum adalah menghisap kadar air dari produk (buah, sayur, dan ikan) dengankecepatan tinggi dengan melakukan proses pada tekanan2 absolut yang rendah sehingga dapatmenghasilkan produk dengan kualitas yang bagus, suhu proses tidak melebihi 90oC dan tekanan-65 sampai -76 cmHg (Mufti, 2014). Pada penelitian ini menggunakan daging ikan lele bekusebelum digoreng menggunakan penggorengan vakum. Proses pembekuan ikan secara cepatakan menghasilkan kristal es berukuran relatif kecil dan seragam, sedangkan pada prosespembekuan ikan secara lambat akan dihasilkan kristal es berukuran relatif besar dan tidakseragam (Khordi, 2010)

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang dipakai dalam penelitian ini antara lain: Vacuum frying, spinner,timbangan analitik, stopwatch, oven, tekstur analyzer, labu kjeldahl, dan sealer. Sedangkanbahan yang dipakai dalam penelitian ini yaitu: fillet ikan lele, minyak goreng, aluminium foil,plastik zip lock, dan gas elpiji.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan 3 kalipengulangan. Faktor yang digunakan adalah suhu dengan 3 taraf, yaitu 80oC, 90oC, dan 100oC.Variasi yang digunakan pada penyimpanan awal bahan ikan lele yaitu dengan cara pembekuan.Penelitian diawali dengan produksi keripik ikan lele dengan mesin vacuum frying. Kapasitaspenggorengan yang digunakan untuk setiap perlakuan adalah 1 kg pada tekanan -70 cmHg.Analisa produk yang dihasilkan meliputi kadar air, kadar protein, uji tekstur, warna, danrendemen. Untuk tahapan penelitian dapat dilihat pada diagram alir pada Gambar 1.

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan BiosistemVol. 7 No. 1, Maret 2019, 87-96

89Karakter Fisik dan Protein Fillet Daging – Lastriyanto dkk

Gambar 1. Diagram alir pembuatan keripik lele

Parameter Pengamatan

1. Kadar air metode oven. Bahan ditimbang ±2 gram (massa awal) dengan wadah cawanalumunium yang sudah ditimbang sebelumnya. Dikeringkan ke dalam oven dengan suhu105oC selama ±24 jam. Bahan yang keluar dari oven ditimbang beratnya (massa akhir).

Rumus perhitungan kadar air: %100akhir massa

akhir massa - awal massa %air Kadar

2. Analisa kadar protein metode Kjeldahl (Bradsteet, 1965). Tahap destruksi: ditimbang bahansebanyak 1 gram, dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjehdahl. Ditambahkan7,5 gram K2SO4 dan 0,35 gram CuSO4 lalu ditambahkan lagi 15 ml H2SO4 pekat. Semuabahan dipanaskan ke dalam labu Kjehdahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap.Pemanasan diteruskan sampai mendidih dan cairan berubah menjadi jernih. Api dimatikandan bahan dibiarkan sampai dingin. Selanjutnya ditambahkan 100 ml akuades ke dalam labuKjehdahl yang didinginkan dengan air es, lalu ditambahkan 4% larutan K2S danditambahkan NaOH 50% secara perlahan sebanyak 50 ml yang sebelumnya didinginkan dilemari es.

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan BiosistemVol. 7 No. 1, Maret 2019, 87-96

90Karakter Fisik dan Protein Fillet Daging – Lastriyanto dkk

3. Tahap destilasi: labu Kjehdahl dipanaskan perlahan sampai kedua lapisan tercampur laludipanaskan dengan cepat sampai mendidih. Hasil destilat ditampung dalam erlenmeyer yangsebelumnya diisi larutan standar HCL 50 ml (0,1 N) dan indikator fenolftalein 5 tetes. Tahapini diakhiri sampai destilat sebanyak 75 ml.

4. Tahap titrasi: destilat dititrasi dengan standar NaOH sampai warna merah jambu. Perlakuanblanko dikerjakan sama seperti tahapan diatas tetapi hanya berisi larutan.Rumus perhitungan total N dan Protein:

konversifaktor %NProtein %

%100sampelberat

14.008HCL Nblanko) vol- HCL (vol%N

5. Analisa randemen (Sani et al, 2014). Semua bahan utama dan bahan samping sampai produkjadi ditimbang beratnya untuk menghitung rendemen. Rendemen merupakan persentase beratdari produk akhir yang dihasilkan per berat dari bahan olahan. Rumus perhitungan rendemen:

%100olahanberat

olahan hasilberat Randemen %

6. Analisa tekstur (Hawa, 2006). Berat bahan pangan ditimbang berdasarkan kebutuhan. Bahandiletakkan tepat di bawah alat penetrometer. Ditentukan waktu yang diperlukan untukmenekan bahan. Beban dilepaskan lalu dibaca skala petunjuk saat alat berhenti. Pengulanganpengujian pada beberapa sisi dari sample. Dibuat rata-rata dari hasil.Dihitung dengan

menggunakan rumus penetrasi:(s)pengujian waktu (gram)beban berat

mm101 pengukuran hasil rata-rata

penetrasi

7. Analisa warna dengan alat Chromameter. Alat dikalibrasi menggunakan plat standarberwarna putih (L=90,45; a=1,32; dan b=-4,15). Kepala optik ditempelkan ke plat putih(standar), untuk pengukuran sampel kepala optik langsung ditempelkan pada sampel. Dipilihmenu untuk menggunakan skala pengukuran L, a, dan b. Ditekan tombol START untukmembaca nilai L, a, dan b. Alat mengukur sebanyak tiga kali, nilai yang terbaca adalah hasildari rata-rata dari ketiga nilai yang keluar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pembekuan pada Fillet Lele Hasil Penggorengan Vakum

Fillet ikan lele yang digunakan pada setiap penggorengan memiliki berat 390-400 gram,proses pembekuan fillet ikan menggunakan metode pembekuan dengan memasukkan sampel kedalam freezer lemari pendingin dengan suhu -18oC sampai - 20oC selama 24 jam, pengukuransuhu pada freezer dilakukan menggnakan termometer air raksa dengan suhu maksimal 360oC.Menurut Nofrianti (2013), metode pembekuan yaitu semua bahan awalnya dibekukan, efekkejut dari ikan yang dibekukan saat digoreng menyebabkan perubahan dari butiran es menjadiuap. Karena hal tersebut, penggorengan keripik yang dihasilkan lebih renyah. Selain lebihrenyah akibat dari metode freeze drying ini produk keripik yang dihasilkan bersifat porousdengan perubahan sangat kecil terhadap bentuk asli bahan dan ukuran. Berdasarkan data hasilpenelitian yang dapat dilihat pada Gambar 2 berat keripik ikan lele dari variasi suhu 80oC, 90oC,dan 100oC dengan 3 kali pengulangan hasilnya dirata-rata sehingga dapat dilakukan perhitunganrendemen.

Berdasarkan grafik pada Gambar 2 didapatkan hasil yang fluktuatif yaitu pada suhu 80oCrendemen yang dihasilkan adalah 34,26 % didapatkan dari rata-rata rendemen pada 3 kalipengulangan. Suhu 90oC rendemennya sebesar 27,847 % dan suhu 100oC sebesar 29,662 %.Menurut penelitian Anggo (2017), hasil rendemen abon lele dihitung berdasarkan berat akhirproduk abon dibandingkan dengan berat awal ikan segar dari tiga kali pengulangan hasilrendemen 24,6%. Data tersebut menunjukkan bahwa berat yang hilang dari produk ikan segarsampai menjadi produk akhir abon mencapai 75,4%.

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan BiosistemVol. 7 No. 1, Maret 2019, 87-96

91Karakter Fisik dan Protein Fillet Daging – Lastriyanto dkk

Gambar 2. Grafik perhitungan randemen pada masing-masing variasi suhu.

Kadar Air

Tingginya kadar air menyebabkan bakteri atau mikroba lebih mudah berkembang biakyang sangat berpengaruh pada bahan pangan (Aventi, 2015). Pada penelitian ini metodepengukuran kadar air yang digunakan adalah metode oven, sampel dengan berat ±5 gramdiletakkan kedalam cawan aluminium foil kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu105oC selama 6–24 jam sampai berat bahan stabil. Pengukuran kadar air dilakukan pada variasisuhu 80oC, 90oC, dan 100oC pada masing-masing ulangan sebanyak 3 kali, hasilnya dirata-ratauntuk mendapatkan data kadar air.

Gambar 3. Grafik hasil uji kadar air keripik ikan lele

Berdasarkan diagram hasil uji kadar air keripik ikan lele pada Gambar 3, diperoleh hasilkadar air yang fluktuatif, pada suhu 80oC sebesar 4,14 %, 90oC sebesar 5,511 %, 100oC sebesar2,283% dan kadar air penggorengan secara konvensional sebesar 15,116%. Kadar air awal(kontrol) pada penelitian ini menggunakan ikan lele fresh sebesar 80,04%, hasil tersebut sesuaidengan penelitian Foline et al (2011), jurnal tersebut menunjukkan bahwa hasil pengukurankadar air ikan lele fresh sebesar 78,70%-80% sedangkan ikan lele kering sebesar 7,30%. Kadarair tertinggi dengan nilai 15,116% didapatkan pada keripik ikan lele dengan penggorengankonvensional dan yang terendah dengan nilai 2,283% pada keripik ikan lele suhu 100oC.Dengan adanya kadar air kontrol menunjukkan bahwa penggorengan vakum dapat menurunkankandungan air pada bahan. Menurut literatur Putro, dkk (2012), hasil kadar air tertinggi pada

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan BiosistemVol. 7 No. 1, Maret 2019, 87-96

92Karakter Fisik dan Protein Fillet Daging – Lastriyanto dkk

suhu 80oC dan yang terendah pada suhu 100oC. Hilangnya kadar air pada bahan dikarenakanpada saat penggorengan berlangsung air pada bahan akan menguap.

Kadar Protein

Peran dan aktivitas protein antara lain, kualitas enzimatik, transport dan penyimpanan,Koordinasi gerak, penunjang mekanis, protein imun, membangkitkan dan menghantar impulssaraf, dan pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi (Dewi, 2013). Data hasil uji laboratoriumkadar protein dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik hasil uji protein keripik ikan lele.

Berdasarkan grafik hasil uji protein keripik ikan lele diatas, kadar protein tertinggididapatkan pada penggorengan vakum dengan suhu 90oC selama 70 menit sebesar 44,70 %.Sedangkan kadar protein terendah pada keripik ikan lele Kontrol, yang penggorengannyamenggunakan penggorengan secara Konvensional yaitu sebesar 38,91 %. Titik didihpenggorengan konvensional mencapai 197oC dan pada saat penggorengan kripik selama 30menit suhu rata-rata sebesar 178oC, karena suhu yang digunakan sangat tinggi maka proteinpada ikan lele akan terdenaturasi dengan cepat sehingga hasil uji kadar protein pada Kontrolsangat rendah. Hasil diatas telah sesuai dengan literatur Ismed (2016), semakin tinggi suhupenggorengan, semakin rendah kadar protein keripik. Semakin tinggi pH, panas yang digunakanselama penggorengan, dan bahan kimia yang digunakan dalam pencampuran bahan makastruktur protein akan terdenaturasi (Winarno, 2008). Menurut penelitian Wijayanti (2016), hasiluji kualitas bakso goreng ikan lele dengan penambahan tepung ubi jalar oranye dan tepungtapioka adalah kandungan protein tertinggi pada perlakuan (tepung ubi jalar oranye 10 gr +tepung tapioka 40 gr) sebesar 1.88 %. Semakin tinggi kadar protein maka semakin baik kualitasbakso goreng yang dihasilkan. Sedangkan kadar protein terendah didapatkan dari perlakuan(tepung ubi jalar oranye 20 gr + tepung tapioka 60 gr). Berdasarkan hasil penelitian diatas,semakin tinggi penambahan tepung tapioka akan menurunkan kadar protein dari keripik baksogoreng ikan lele. Hal ini disebabkan karena tepung tapioka memiliki kandungan protein yangrendah. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kadar protein bahan yaitu jenis ikan,perlakuan sebelum pretreatment, dan kondisi penyimpanan.

Analisa Warna

Pengukuran warna keripik ikan lele pada penelitian ini menggunakan Chromameter.Terdapat 3 parameter pengukuran warna yaitu warna L*a*b* yang merupakan ruang warnayang didefinisikan CIE pada tahun 1976. Warna tersebut dapat mendefinisikan makna darisetiap dimensi yang dibentuk, untuk warna L* mendeskripsikan tingkat kecerahan yang nilainya

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan BiosistemVol. 7 No. 1, Maret 2019, 87-96

93Karakter Fisik dan Protein Fillet Daging – Lastriyanto dkk

0 sampai 100. Dimensi warna a* mendeskripsikan warna hijau sampai merah dengan nilai -120hingga +120 dan dimensi warna b* mendeskripsikan warna biru sampai kuning dengan nilai -120 hingga +120. Model warna diatas sering digunakan dalam pengukuran warna makanandalam skala Laboratorium (Juwitasari, 2016)

Gambar 5. Grafik hasil uji warna nilai L

Nilai L* atau kecerahan yang memiliki skala nilai 0 sampai 100 dimana nilai 0merupakan warna hitam dan nilai 100 merupakan warna hitam. Berdasarkan gambar grafik hasiluji nilai L* diatas menunjukkan tingkat kecerahan tertinggi pada keripik ikan lele pada suhupenggorengan vakum 90oC yaitu sebesar 44,667. Tingkat kecerahan terendah dengan nilai 39,2didapatkan pada keripik ikan lele Kontrol yang dilakukan dengan penggorengan secaraKonvensional.

Gambar 6. Grafik hasil uji warna nila a

Nilai a* mendeskripsikan warna hijau sampai dengan warna merah dengan skala nilai -120 hingga +120. Berdasarkan gambar grafik diatas nilai a* tertinggi didapatkan pada keripikikan lele dengan suhu 100oC sebesar 15,533 dan nilai a* terendah pada keripik ikan lele suhu90oC sebesar 12,667. Nilai b* mendeskripsikan nilai biru sampai warna kuning dengan skalanilai -120 hingga +120. Berdasarkan grafik diatas nilai b* tertinggi didapatkan pada keripik ikanlele Kontrol sebesar 17,5 dan nilai b* terendah pada keripik ikan lele suhu 90oC sebesar 14,867.Pengujian warna pada keripik ikan lele ini diinginkan warna dengan tingkat kecerahan dariwarna coklat yang paling tinggi. Dari parameter warna L*a*b* yang digunakan untukmengetahui warna keripik terbaik yaitu parameter nilai L* atau kecerahan. Berdasarkan nilai L*keripik dengan warna atau tingkat kecerahan terbaik yaitu pada keripik ikan lele Kontrol yangpenggorengannya dilakukan secara Konvensional.

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan BiosistemVol. 7 No. 1, Maret 2019, 87-96

94Karakter Fisik dan Protein Fillet Daging – Lastriyanto dkk

Gambar 7. Grafik hasil uji warna nilai b

Analisa Tekstur

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan bantuan Komputer Texture AnalyzerXTPlus dengan sel beban 5 kg. Keripik goreng dipaang secara individual pada dukungan tigatitik. Tes tusukan dan data dianalisis dengan menggunakan inbuilt perangkat lunak penganalisistekstur (Yodkraisri dan Rajeev Bhat, 2012).

Gambar 8. Grafik hasil uji tekstur keripik ikan lele

Berdasarkan diagram hasil uji tekstur keripik ikan lele didapatkan hasil pada suhu 80o Csebesar 19,528 gf, 90oC sebesar 16,37 gf, 100oC sebesar 15,827 gf, dan Kontrol sebesar 38,12 gf.Tekstur terbaik terdapat pada keripik ikan lele suhu 100oC dengan nilai 15,827 gf dan teksturterendah pada keripik ikan lele kontrol dengan nilai 38,12 gf. Semakin besar suhu yangdigunakan, maka tingkat kerenyahan atau tekstur dari keripik semakin bagus karena penyerapanminyak pada bahan berlangsung dengan cepat sehingga kandungan air yang ada di dalam bahanberkurang dengan banyak dan rongganya diisi dengan minyak panas. Menurut literatur Rosanna,dkk (2015), analisis kerenyahan keripik menggunakan uji penekanan texture analyzer hasilnyaditampilkan pada software texture expert ke dalam bentuk grafik dan data rinci. Sampel yanglebih renyah memiliki gaya lebih rendah dan juga jumlah puncak pada grafik lebih banyaksehingga nilainya lebih rendah, sedangkan sampel yang tingkat kerenyahannya rendah memilikinilai atau skor yang lebih besar. Hal tersebut telah sesuai dengan hasil penelitian tentang keripikikan lele ini.

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan BiosistemVol. 7 No. 1, Maret 2019, 87-96

95Karakter Fisik dan Protein Fillet Daging – Lastriyanto dkk

KESIMPULAN

Fillet ikan lele pada masing-masing suhu penggorengan berpengaruh pada pengujiantekstur, warna, protein, dan kadar air keripik. Nilai tekstur tertinggi pada keripik suhu 100oCsebesar 15,827 gf, semakin besar suhu yang digunakan maka tekstur dari keripik akan semakinbagus karena penyerapan minyak pada bahan berlangsung dengan cepat. Berdasarkan nilai Ltingkat kecerahan keripik terbaik pada suhu 90oC sebesar 44,667, jika dibandingkan denganpenggorengan konvensional lebih bagus tingkat kecerahan pada penggorengan konvensionaldikarenakan suhu dan waktu penggorengan mempengaruhi tingkat kecerahan keripik. Kadarprotein terendah pada suhu 100oC sebesar 37,70%, semakin besar suhu maka kadar protein padabahan akan semakin berkurang. Kadar air terendah pada suhu 100oC sebesar 2,283%, tinggirendahnya kadar air menyebabkan bakteri lebih mudah berkembang biak. Rendemen keripiktertinggi pada suhu 80oC sebesar 34,26% dan penggorengan konvensional sebesar 62,391 %.Kondisi bahan awal setelah pretreatment pembekuan berpengaruh pada berat keripik setelahdigoreng dan hasil rendemen dari masing-masing suhu.

DAFTAR PUSTAKA

Anggo, Apri Dwi, A. Suhaeli Fahmi, dan Y. S. Darmanto. 2017. Energi Aktivasi PerubahanNilai Free Fatty Acid pada Abon Ikan Lele Dumbo (Clarias sp) Selama Penyimpanan.Jurnal Ilmu Pangan dan Hasil Pertanian 1(2).

Apriyani, Ita. 2017. Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok: Teknik Pembesaran Ikan Lele SistemBioflok. Kelola Mina Pembudidaya. Yogyakarta: Deepublish.

Aventi. 2015. Penelitian Pengukuran Kadar Air Buah. Prosiding Seminar NasionalCendekiawan ISSN: 2460-8696.

Bradstreet, R. B. 1965. The Kjeldahl Method For Composition and Analysis. New York: D. VanNostrand Company, Inc.

Dewi, Nia Yuliani. 2013. Penetapan Kadar dan Analisis Profil Protein dan Asam AminoEkstrak Ampas Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa Linn.) Dengan Metode Sds-Page danKckt. Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.

Foline, Olayemi Folorunsho, Adedayo Majekodunmi Rachel, Bamishaiye Eunice Iyabo, andAwagu Emenike Fidelis. 2011. Proximate Composition Of Catfish (Clarias Gariepinus)Smokd In Nigerian Stored Products Esearch Institute (NSPRI): Developed Klin.International Journal Of Fisheries And Aquaculture Vol. 3(5): 96-98.

Hawa, La Choviya. 2006. Pengembangan Model Tekstur dan Umur Simpan Buah Sawo (AchrasSapota L.) Dengan Variasi Suhu dan Tekanan Pada Penyimpanan Hipobarik. JurnalTeknologi Pertanian 7(1): 10-19.

Ismed. 2016. Analisis Proksimat Keripik Wortel (Daucus carota, L.) pada Suhu dan LamaPenggorengan yang Berbeda menggunakan Mesin Vacuum Frying. Jurnal TeknologiPertanian Andalas. 20(2) : 25-32.

Juwitasari, Melga Mentari. 2016. Pengukuran Perubahan Warna Pada Pencoklatan KukisSelama Pemanggangan Dengan Kamera Digital. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Khordi, Ghufran. 2010. Budi Daya Ikan Lele Di Kolam Terpal. Yogyakarta: Lyly PublisherMufti dan Ichlas Wahid. 2014. Analisis Perancangan Vacuum Frying Terhadap Produk Keripik

Salak. Jurnal Pengabdian LPPM Untag 1 (1): 27-32.Nofriyanti, R. 2013. Metode Freeze Drying Biki Keripik Makin Crunchy. Jurnal Aplikasi

Teknologi Pangan 2 (1).Putro, Jati Sumarto, I Wayan Budiastra, dan Usman Ahmad. 2012. Optimasi Proses

Penggorengan Hampa dan Penyimpanan Keripik Ikan Pepetek (Leiognathus sp.). JurnalKeteknikan Pertanian 26 (1): 25-32.

Rosanna, Yonas Octora, Adil Basuki Ahza, dan Dahrul Syah. 2015. PrapemanasanMeningkatkan Kerenyahan Keripik SingKOng Dan Ubi Jalar Ungu. Jurnal TeknologiDan Industri Pangan 26 (1): 72-79.

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan BiosistemVol. 7 No. 1, Maret 2019, 87-96

96Karakter Fisik dan Protein Fillet Daging – Lastriyanto dkk

Sani, Robby Nasrul, Fithri Choirun Nisa, Ria Dewi Andriani, dan Jaya Mahar Maligan. 2014.Analisis Rendemen dan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Mikroalga Laut (TetraselmisChuii). Jurnal Pangan dan Agroindustri 2 (2) : 121-126.

Wijayanti, Debby. 2016. Kadar Protein Dan Sifat Organoleptik Bakso Goreng “Basreng” IkanLele (Clarias Batrachus) Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Oranye (IpomoeaBatatas L) Dan Tepung Tapioka. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Dalam Usman, Rayis. Karakteristik Fisik Kimiadan Organoleptik Bakso Daging Sapi dengan Penambahan Tepung Porang(Amorpophallus Oncophyllus). Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yodkraisri, Wipawee dan Rajeev Bhat. 2012. Quality Evaluation Of Deep Fried Chips ProducedFrom Lotus Rhizome. International Food Research Journal 19(4): 1423-1427.