kualitas bakso daging kerbau dengan penambahan kolagen ...

96
Tesis KUALITAS BAKSO DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN KOLAGEN TERHIDRASI PADA RASIO DAN LEVEL BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN Oleh : HASMA P4000213407 ILMU DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

Transcript of kualitas bakso daging kerbau dengan penambahan kolagen ...

Tesis

KUALITAS BAKSO DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN KOLAGEN TERHIDRASI PADA RASIO DAN

LEVEL BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN

Oleh :

HASMA P4000213407

ILMU DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2015

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

izinnya jualah sehingga tesis ini selesai. Salawat dan salam kepada

baginda Rosulullah SAW yang menghantarkan kita dari alam kegelapan

menuju alam yang terang menerang.

Gagasan yang melatari permasalahan ini timbul dari hasil

pengamatan penulis terhadap bakso daging kerbau yang sangat jarang

diminati oleh masyarakat. Penulis bermaksud menyumbangkan gagasan

bahwa dengan penambahan kolagen terhidrasi pada bakso daging

kerbau, dapat meningkatkan kualitas bakso daging kerbau sehingga dapat

digemari oleh mayarakat.

Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka

penyusunan tesis ini, tetapi berkat bantuan berbagai pihak, maka tesis ini

selesai pada waktunya. Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Effendi Abustam, M.Sc selaku ketua komisi

penasihat

2. Dr. Muhammad Irfan said, S.Pt., MP selaku anggota komisi

penasihat

3. Prof. Dr. Ir. R.R. Sri Rachma Aprilita B, M.Sc selaku anggota tim

penilai

4. Dr. Hikmah M. Ali, S.Pt., M.Si selaku anggota tim Penilai

5. Dr. Jamila, S.Pt., M.Si selaku anggota tim penilai

6. Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira R., M.Sc selaku Ketua PPs Ilmu dan

Teknologi Peternakan

Atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mulai dari

pengembangan minat terhadap permasalahan penelitian ini, pelaksanaan

penelitiannya sampai dengan penulisan tesis ini.

Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis

Abbas, S.Hi & Fatima (Almarhumah) atas kesabaran, pengorbanan dan

bimbingan yang tulus, semoga Allah SWT membalas kebaikan beliau.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kakak dan adikku,

keluarga besarku HS Makka. sahabatku di lembaga dakwah MHTI,

sahabatku alumni KOPMA_UH TB 2004, sahabatku alumni HIMAPROTEK

00_UH, Teman-teman ITPTK 13_UH, teman-teman Alumni SMUDA

00_JP, yang telah banyak membantu, baik moril maupun materi, dan yang

terakhir ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mereka yang tidak

tercantum tetapi telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

tesis ini.

Makassar, Agustus 2015

Hasma

ABSTRAK

HASMA. Kualitas Bakso Daging Kerbau dengan Penambahan Kolagen Terhidrasi pada Rasi dan Level Berbeda Selama Penyimpanan (dibimbing oleh H. Effendi Abustam dan Muhammad Irfan Said).

Pemanfaatan kolagen sebagai bahan pengisi, bahan pengikat dan pengemulsi dapat meningkatkan kualitas bakso daging kerbau.

Penelitian ini bertujuan mengetahui kualitas (mikrobiologi, kimia, fisik dan organoleptik) bakso daging kerbau yang beri penambahan kolagen terhidrasi pada rasio kolagen terhidrasi, level kolagen terhidrasi selama penyimpanan.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 3x3x3, dimana faktor A: Rasio Kolagen terhidrasi (1:1., 1:2., 1:3) Faktor B: Level Kolagen terhidrasi (1%, 2%, 3%) dan Faktor C: Lama Penyimpanan ( 0 hari, 7 hari dan 14 hari) yang diulang 3 kali. Peubah yang diamati nilai DPB (Daya Putus Bakso), susut masak, ketengikan/ TBA (Thiobarbituric Acid) , Total Bakteri/TPC (Total Plate Count), uji Warna dan uji organoleptik (Keempukan, Flavor/cita rasa dan Hedonik/ kesukaan).

Hasil penelitian menunjukkan rasio hidrasi kolagen sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap susut masak,TBA, Warna L*, Warna b*, keempukan, kesukaan dan cita rasa dan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap TPC. Level Kolagen menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap susut masak, warna a*, dan keempukan. Lama Penyimpanan menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap DPB, TPC, warna L*, warna a*, warna b*, keempukan, kesukaan, cita rasa, dan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap TBA. Interaksi antara rasio kolagen hidrasi dengan lama penyimpanan terhadap DPB, Interaksi antara level kolagen dengan lama penyimpanan terhadap warna L* dan terdapat interaksi antara level kolagen hidrasi dengan lama penyimpanan terhadap warna b*.

Kata kunci : Bakso daging kerbau, rasio kolagen terhidrasi, level kolagen terhidrasi lama penyimpanan.

ABSTRACT

HASMA. Quality of Buffalo Meat Meatballs with hydrated Collagen on Different Rasio and Level during Storage. (Supervised by: H. Effendi Abustam and Muhammad Irfan Said) Utilization of collagen as a filler, binder and emulsifier may improve the quality of buffalo meat meatball.

The aims of the study were to determine the quality (microbiological, chemical, physical and organoleptic) of buffalo meat meatballs with hydrated collagen at the ratio of hydrated collagen, levels collagen hydrated during the length of storage.

This study employed a completely randomized design 3x3x3

factorial, where factor A: Collagen Hydrated ratio (1: 1, 1: 2, 1: 3) Factor B: Level Collagen (1%, 2%, 3%) and Factor C : Old Storage (0 days, 7 days and 14 days) were repeated 3 times. Variables measured value of DPB (Disconnect Power meatballs), shrinkage cookware, rancidity / TBA (thiobarbituric acid), Total Bacteria / TPC (Total Plate Count), color and organoleptic test (tenderness, flavor and hedonic).

Results of the research indicated that the ratio of collagen hydrated

had highly significant influence with (P<0.01) on cookware shrinkage TBA, L * Color, b * color, tenderness, preference and taste were significant with (P<0.05) on the TPC. Collagen levels indicated significant effect with (P<0.05) on the cooking shrinkage, a * color, and tenderness. Length of storage had highly significant effect with(P <0.01) on DPB, TPC, L * color, a *color, b * color, tenderness, hedonic, flavour and significant with (P<0.05) on TBA. Interaction between collagen hydrated ratio of with storage time of DPB, interaction between collagen hydrated levels and with storage time of the L * color and was an interaction between collagen hydrated levels with storage time for b * color. Keywords: Buffalo meat, meatballs different collagen hydrated the ratio,

hydrated collagen level, in storage.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………. ii

KATA PENGANTAR ………………………………………………. iii

ABSTRAK …………………………………………………………... v

DAFTAR ISI ………………………………………………………… vii

DAFTAR TABEL …………………………………………………… ix

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………... x

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………… xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………….. 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………... 3 C. Tujuan Penelitian…………. ……………………………… 3 D. Kegunaan Penelitian……………………………………..... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Daging Kerbau…………………………. 5 B. Tinjauan Umum Kolagen…………………………………. 7 C. Tinjauan Umum Produk Bakso daging Kerbau… …….. 9 D. Kerangka Pemikiran………………………………………. 16 E. Hipotesis. …………………………………………………... 17

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian…………..………………. 18 B. Alat dan Bahan Penelitian…………….. ……………….. 18 C. Metode Penelitian…………………..…………………….. 19 D. Analisa Data……………………..………………………... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Daya Putus Bakso… ……………………………………... 29 B. Susut Masak…… …………………………………………. 33

C. Uji TBA (Thiobarbituric Acid)……………………………… 36 D. Uji TPC (Total Plate Count)………………………………. 39 E. Uji Warna Metode color measurement in L*, a*, b* .….. 41 F. Keempukan………………………………………………… 52 G. Cita Rasa…………………………………………………… 56 H. Kesukaan…………………………………………………… 59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………… 63 B. Saran …………………………………………………………. 63

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 64 CURICULUM VITAE ………………………………………………… 84

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rataan Daya Putus Bakso (Kg/Cm2) pada Bakso Daging Kerbau yang Diberi Penambahan Kolagen Terhidrasi pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan yang Berbeda……………...29

2. Rataan Susut Masak (%) pada Bakso Daging Kerbau yang Diberi

Penambahan Kolagen Terhidrasi pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan yang Berbeda……………………..33

3. Rataan TBA / Ketengikan (mgMDA/kg) pada Bakso Daging

Kerbau yang diberi Penambahan Kolagen Terhidrasi pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan yang berbeda…………37

4. Rataan TPC (Total Plate Count) (CFU/g) pada Bakso Daging

Kerbauyang diberi Penambahan Kolagen Terhidrasi pada Rasio dan Level berbeda Selama Penyimpanan yang Berbeda…………39

5. Rataan Keceraaan Warna L* pada Bakso Daging Kerbau yang

diberi penambahan kolagen terhidrasi pada rasio dan level berbeda selama penyimpanan yang berbeda ……………………...42

6. Rataan Kemerahan Warna a* pada Bakso Daging Kerbau yang Diberi Penambahan Kolagen Terhidrasi pada Rasio dan Level Berbeda selama Penyimpanan yang Berbeda……………………..46

7. Rataan Kekuningan Warna b* pada Bakso Daging Kerbau yang Diberi Penambahan Kolagen Terhidrasi pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan yang berbeda …………………….49

8. Rataan Keempukan pada Bakso Daging Kerbau yang Diberi

Penambahan Kolagen Terhidrasi pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan yang Berbeda ……………………………….53

9. Rataan cita rasa (flavor) pada Bakso Daging Kerbau yang Diberi

Penambahan Kolagen Terhidrasi pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan yang Berbeda………………………………. 57

10. Rataan kesukaan (hedonik) pada Bakso Daging Kerbau yang

Diberi Penambahan Kolagen Terhidrasi pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan yang Berbeda……………………..60

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Grafik Interaksi Rasio Kolagen Terhidrasi dengan Lama Penyimpanan terhadap DPB (kg/cm2) pada Bakso Daging Kerbau.……………........................................................ 32 2. Grafik Interaksi antara Level kolagen dengan Lama

Penyimpanan terhadap Warna L* (%) pada Bakso Daging Kerbau …………………………………………………………….. 45

3. Grafik Interaksi antara Level kolagen dengan Lama Penyimpanan terhadap Warna b* (%) pada Bakso Daging Kerbau …………………………………………………………….. 52

4. Grafik Interaksi antara Level kolagen dengan Lama Penyimpanan terhadap Keempukan pada Bakso Daging Kerbau …………………………………………………………….. 55 5. Foto-Foto Dokumentasi Hasil Penelitian ……………………… 82

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Daya Putus Bakso (DPB) (kg/cm2) daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen terhidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda.……………........................... 68

2. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS

terhadap Susut Masak (%) bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen terhidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda………………………………………... 59

3. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Ketengikan/Uji TBA (Thiobarbituric Acid) bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen terhidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda …………………… 70

4. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS

terhadap Uji Total Bakteri/ Uji TPC (Total Plate Count) bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen terhidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda ……………… 71

5. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Uji uji warna L* sistem color measurement in L*, a*, b* bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen terhidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda.. 73

6. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Uji uji warna a* sistem color measurement in L*, a*, b* bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen terhidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda… 74

7. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Uji uji warna b* sistem color measurement in L*, a*, b* bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen terhidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda… 76

8. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap keempukan bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen terhidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda……………………………………………………………. 77

9. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Cita Rasa (Flavor) bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen terhidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda………………………………………… 79

10. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Kesukaan (hedonik) bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen terhidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda ……………………………………….. 80

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan produktifitas olahan produk hasil ternak haruslah

menjadi prioritas utama untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Dengan pemanfaatan teknologi olahan hasil ternak, diharapkan daging

dapat dimanfaatkan seefisien mungkin. Penambahan bahan alami

(organik) berupa kolagen diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

produk yang dihasilkan.

Produk olahan daging yang sudah lama dikenal dan sangat

digemari masyarakat Indonesia adalah bakso. Pendistribusian bakso di

wilayah Indonesia sudah sangat luas sehingga produk ini memegang

peranan penting dalam penyebarluasan protein hewani bagi konsumsi zat

gizi masyarakat Indonesia. Di tinjau dari aspek gizi, bakso merupakan

makanan yang mempunyai kandungan protein hewani, mineral dan

vitamin yang tinggi. Bakso yang ada di pasaran umumnya merupakan

bakso yang berasal dari daging sapi, walaupun demikian tidak

menutup kemungkinan bakso dapat dibuat dari daging ternak lainnya

seperti daging kerbau.

Daging kerbau pada umumnya sama seperti daging-daging

ruminansia lainnya, daging kerbau ini memiliki kandungan gizi yang lebih

besar dibandingkan dengan daging sapi. Kandungan terbanyak yang

dimiliki daging kerbau adalah protein. Protein yang terkandung didalam

daging kerbau presentasenya 20-30% sedangkan protein yang ada

dalam daging sapi sebesar 15-19%. Adapun kandungan lemak daging

kerbau sebesar 0,5% (Agsari, 2014). Tingginya nilai gizi daging kerbau

belum sebanding dengan permintaan daging kerbau dipasaran sehingga

untuk meningkatkan nilai jual dan cita rasa maka daging kerbau dapat

diolah menjadi bakso.

Salah satu permasalahan dalam pembuatan bakso daging kerbau

selama ini adalah proses penyimpanan yang lama dan proses emulsifikasi

yang tidak sempurna, sehingga menghasilkan rendemen yang rendah dan

susut masak yang tinggi. Kolagen sangat penting ditambahkan dalam

adonan bakso daging kerbau karena kolagen berfungsi sebagai emulsifier

untuk memperkecil emulsifikasi sehingga dapat meningkatkan rendemen

dan terjadi ikatan pada proses adonan. Kolagen juga berperan sebagai

bahan pengikat dan bahan pengisi karena kemampuannya mengikat air

yang tinggi, sehingga menghasilkan rendemen yang tinggi dan susut

masak yang rendah. Hal ini disebabkan kolagen mampu mengikat protein

daging. Beberapa penelitian yang mendasari seperti yang dikemukakan

oleh Rocha (2009), bahwa pada sosis segar yang ditambahkan 1%

kolagen unggas dapat meningkatkan rendemen sekitar 5% dibandingkan

dengan sosis yang tidak memiliki kolagen. Produk sosis tersebut juga

meningkatkan kekuatan gel dan hasil masakan karena kemampuan dari

kolagen untuk mengikat protein daging serta tahan lama hingga empat

minggu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat disusun rumusan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah penambahan kolagen hidrasi pada rasio berbeda

berpengaruh terhadap kualitas bakso daging kerbau selama

penyimpanan

2. Apakah penambahan kolagen hidrasi pada level berbeda

berpengaruh terhadap kualitas bakso daging kerbau selama

penyimpanan

3. Apakah terdapat interaksi antara rasio dengan level pemberian

kolagen hidrasi terhadap kualitas bakso daging kerbau selama

penyimpanan

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengevaluasi pengaruh penambahan kolagen hidrasi pada

rasio berbeda terhadap kualitas bakso daging kerbau selama

penyimpanan.

2. Untuk mengevaluasi pengaruh penambahan kolagen hidrasi pada

level berbeda terhadap kualitas bakso daging kerbau selama

penyimpanan

3. Untuk mengevaluasi adanya interaksi antara rasio dengan level

pemberian kolagen hidrasi terhadap kualitas bakso daging kerbau

selama penyimpanan

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumber informasi ilmiah pada masyarakat, terkait penambahan kolagen

hidrasi dalam proses pembuatan bakso daging kerbau sebagai pengganti

borax.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Daging Kerbau

Kerbau umumnya digunakan sebagai ternak kerja dan disembelih

bila sudah tua. Umumnya daging kerbau lebih keras, tekstur daging

kerbau lebih liat dari ternak lainnya karena disembelih pada umur tua

(Arintawati, 2005). Daging kerbau berwarna L* lebih gelap dibandingkan

daging sapi karena mioglobin daging kerbau lebih tinggi, serabutnya lebih

kasar, lemaknya berwarna putih dan bila diraba akan melekat pada jari

(Comission on International Relations National Research Council, 1981).

Menurut Cockrill (1974) daging kerbau hampir sama dengan daging

sapi dalam beberapa hal seperti, struktur, komposisi kimia, nilai nutrisi dan

palatabilitas. Kandungan protein daging kerbau menurut Cockrill (1974)

adalah 20,25% sedangkan kandungan protein daging sapi adalah 18%

(Desroirer, 1988). Menurut NRC (1981), komposisi kimia daging kerbau

adalah protein 19%, lemak intramuskuler 2 – 3%, kadar abu 1%, bahan

ekstrak tanpa nitrogen 3,20%, kadar air 76% dan mioglobin 4,10%.

Perbedaan kandungan mioglobin antar otot (banyak variasi

diantara jenis ternak) disebabkan karena tipe serat otot. Pada otot dimana

proporsi relatif tinggi (30-40%) serat merah memperlihatkan merah gelap

(tua). Namun demikian, jika diamati secara histologi, serat-serat kaya

mioglobin masih dapat dilihat bercampur, dengan mudah dibedakan

dengan serat-serat putih. Jadi warna otot merah gelap adalah sering

sebagai konsekuensi sederhana dari frekuensi tinggi dari serat-serat

merah (Abustam, 2012).

Struktur dari bagian karkas yang dapat dimakan hampir identik

dengan daging sapi. Perbedaan terletak pada penyebaran lemak dan

jaringan ikatnya. Lemak daging kerbau lebih terpusat di bawah kulit dan

pada rongga tubuh dan lebih sedikit diantara daging, dengan kata lain

derajat marbling daging kerbau lebih sedikit dari daging sapi

(Cockrill,1974).

Terdapat korelasi yang erat antara kandungan kolagen dengan

kekerasan daging yang dinilai dengan melakukan pemutusan paralel

dengan arah serat daging (Nottingham, 1956). Sementara itu Abustam

(1987) memperlihatkan bahwa kandungan kolagen daging bervariasi,

tergantung pada jenis otot dan umur ternak, variasi ini sangat besar pada

otot empuk dan ternak umur muda yang dimana 48-66% dapat

menjelaskan variasi keempukan daging. Semakin tinggi kadar kolagen,

semakin rendah suhu awal kontraksi dan semakin penting tegangan

maksimal (maksimal tension) selama pemanasan daging. Menurut

Dransfield (1977) bahwa kadar kekerasan daging mentah jika

perbandingan dilakukan pada otot-otot yang berbeda dari umur yang

sama. Sebaliknya pengukuran kadar kolagen nampaknya kurang sensitif

jika perbandingan dilakukan pada otot yang sama yang berasal dari ternak

yang berbeda. Kadar kolagen bukanlah faktor tersendiri dalam

menjelaskan variasi kekerasan jaringan ikat.

B. Tinjauan Umum Kolagen

Kolagen merupakan polipeptida yang terdiri atas ikatan kovalen

dan ikatan peptida antara asam-asam amino yang membentuknya.

Polipeptida ini memiliki dua atom terminal, ujung kiri mengandung gugus

amino dan ujung kanan mengandung gugus karboksil. Kedua ujung itu

memungkinkan kolagen membentuk ikatan hidrogen dengan molekul

kolagen lainnya ataupun dengan molekul air (Ward and Courts, 1977).

Pembentukan gel merupakan kemampuan suatu senyawa dalam

mengikat air (Ward and Courts, 1977). Perbedaan keberadaan asam

amino jenis prolin dan hidroksiprolin diharapkan mengikat senyawa lain

pada saat formulasi sehingga mempengaruhi kekuatan gel. Kolagen juga

berfungsi sebagai emulsifier untuk memperkecil emulsifikasi yang dapat

meningkatkan rendemen dan terjadi ikatan pada proses adonan.

Kegunaan kolagen mampu mengubah cairan menjadi padatan

yang elastis atau mengubah sol menjadi gel. Reaksi pembentukan gel

oleh gelatin bersifat reversible, karena bila gel dipanaskan akan terbentuk

sol dan waktu didinginkan akan terbentuk gel lagi (John, 1977).

Lees dan Jackson (1983) menyatakan bahwa jika kolagen

dipanaskan pada suhu sekitar 71oC maka kolagen akan larut karena

pecahnya agregat molekul dan cairan yang tadinya bebas menjadi

terperangkap sehingga larutan menjadi kental.

Kolagen adalah jaringan penghubung protein yang dominan

membuat matrik pendukung untuk sebagian besar jaringan. Pada kulit

ayam dan kulit kalkun mengandung sekitar 3% sampai 6% kolagen dari

total protein pada unggas. Produk yang dihasilkan dapat mengikat hingga

4 kali pada berat air dan menghasilkan gelelatin yang dapat dibalik dan

elastis, mempunyai tekstur yang sama dengan daging. Lebih lanjut

dikatakan bahwa penggunaan kolagen untuk membuat produk unggas

mengarah pada pembentukan matriks protein stabil, yang meningkatkan

lemak, air dan pengikat protein. Kolagen bahkan bisa digunakan untuk

meningkatkan kualitas dan hasil produk yang dibuat dengan daging

unggas. Kolagen unggas diakui oleh USDA untuk digunakan dalam

pemprosesan daging dan produk. Hasilnya lebih sedikit kelembaban yang

berkurang selama pemasakan sehingga lebih tahan lama, tekstur yang

lebih baik, meningkatkan rasa, dan lebih ekonomis (Rocha; et al, 2009).

Penelitian (Rocha; et al, 2009), menunjukkan keuntungan dalam

penambahan kolagen dari tulang ayam dan kalkun yang diolah pada sosis

segar yang ditambahkan 1% kolagen unggas dapat meningkatkan

rendemen sekitar 5% dibandingkan dengan sosis yang tidak memiliki

kolagen. Produk sosis tersebut juga meningkatkan tekstur dan hasil

masakan karena kemampuan dari kolagen untuk mengikat protein daging

serta tahan lama hingga 4 minggu. Demikian pula pada segumpal daging

ayam dengan penambahan 1% kolagen hidrasi dapat mengganti 4%

daging menunjukkan peningkatan daya ikat air dan pengurangan biaya

sekitar 2,3% .

Aprilyani et.al., (2013), menyatakan bahwa pasta ikan setelah

ditambahkan gelatin memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tiap-

tiap perlakuan. Kualitas terbaik pasta ikan setelah ditambahkan gelatin

yaitu pastaikan penambahan gelatin kulit lele.

Sifat-sifat kimiawi dan komposisi asam amino kolegen mempunyai

peranan penting dalam penentuan kekerasan daging. Penelitian Abustam

(1987) memperlihatkan bahwa solubilitas kolagen intramuskuler menurun

dengan meningkatnya umur ternak dan tidak mempunyai hubungan, baik

dengan resistensi mekanik daging mentah maupun dengan tegangan

maksimal pada kontraksi serat kolagen selama pemanasan. Solubilisasi

meningkat secara nyata dimulai pada suhu 70oC secara bersamaan terjadi

peningkatan kehilangan berat selama pemasakan. Hanya pada suhu 95

oC dengan lama pemasakan 60 menit menghasilkan tingkat solubilisasi

kolagen yang cukup untuk menurunkan tegangan maksimal pada tingkat

destruktif (deformasi) 80%.

C. Tinjauan Umum Produk Bakso Daging Kerbau

Bakso adalah daging cacah yang diproses, dapat diklasifikasikan

sebagai daging direstrukturisasi dan merupakan produk olahan daging

yang sangat populer. Bakso umumnya diproduksi dengan mengemulsikan

daging yang sudah dihaluskan dengan pati, garam dan bumbu dan

dicetak berbentuk bola, selanjutnya dimasak dalam air panas, uap panas

atau digoreng

Kualitas bakso dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusunnya.

Untuk menghasilkan bakso dengan kualitas baik harus menggunakan

bahan penyusun yang tepat dan daging yang digunakan harus baik dan

masih segar yaitu dari ternak yang baru dipotong. Hal ini berkaitan dengan

sifat menahan air daging (water holding capacity) yang berperan dalam

membentuk tekstur bakso. Semakin segar daging yang digunakan

semakin bagus kualitas bakso yang dihasilkan. Selain itu hendaknya

daging tidak banyak berlemak dan tidak banyak berurat. Lemak dan urat

sebaiknya dipisahkan dulu. Namun untuk membuat bakso urat justru

digunakan daging yang banyak uratnya, sedang lemak tetap dipisahkan .

Bakso daging menurut SNI No. 01-3818-1995 adalah produk

makanan berbentuk bulatan atau bentuk lain yang diperoleh dari

campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati

atau serelia dengan atau tanpa BTP (Bahan Tambahan Pangan) yang

diizinkan (Dewan Standardisasi Indonesia, 1995). Menurut Tarwotjo et al.

(1971), bakso merupakan daging yang dihaluskan, dicampur tepung pati,

dibentuk bulat-bulat sebesar kelereng atau lebih besar lagi dan dimasak

dengan air panas untuk dikonsumsi. Ockerman dan Hansen (2000)

mendefinisikan bakso (meatball) sebagai daging giling yang dicampur

dengan sebanyak-banyaknya 12% campuran kedelai, konsentrat protein,

susu bubuk tanpa lemak dan bahan-bahan sejenis lainnya. Bakso

merupakan emulsi minyak dalam air, lemak sebagai fase terdispersi dan

air sebagai fase pendispersi dengan protein sebagai emulsifier. Molekul

pengemulsi mempunyai afinitas, baik terhadap air yaitu porsi molekul

hidrofilik maupun terhadap lemak yaitu porsi molekul hidrofobik.

Bakso umumnya dibuat dengan menggunakan daging pre-rigor

agar dihasilkan bakso yang kenyal dan kompak. Berdasarkan daging yang

digunakan, bakso dibedakan menjadi beberapa macam yaitu bakso ikan,

bakso sapi dan bakso babi, bakso kerbau, bakso kambing dan bakso

domba (Sudrajad. 2007).

Bahan baku pembuatan bakso terdiri dari bahan utama yaitu

daging dan bahan tambahan yang terdiri dari bahan pengisi (tepung-

tepungan), garam, es atau air es, bumbu-bumbu seperti lada serta bahan

penyedap lainnya (Sunarlim, 1992).

a. Daging

Daging yang digunakan untuk membuat bakso adalah daging

sesegar mungkin yaitu segera setelah pemotongan tanpa mengalami

proses penyimpanan sehingga dapat menghasilkan mutu bakso yang baik

(Sunarlim, 1992). Daging yang banyak digunakan untuk membuat bakso

adalah daging penutup (top side), pendasar gandik (silver side), lemusir

(cube roll), paha depan (chuck) dan daging iga (ribmeat). Sebenarnya

hampir semua jenis daging dari bahan karkas dapat digunakan untuk

membuat bakso, namun karena perbedaan kandungan lemak dan

jaringan ikat tiap bagian daging, maka penggunaannya disesuaikan

dengan mutu bakso yang dihasilkan (Elviera, 1988).

b. Bahan Pengisi

Menurut Kramlich (1971), bahan pengisi dan pengikat merupakan

bagian bukan daging yang ditambahkan dalam pembuatan produk emulsi

daging seperti bakso dan sosis. Perbedaan antara bahan pengikat dan

bahan pengisi terletak pada fraksi utama dan kemampuannya

mengemulsikan lemak. Bahan pengikat mempunyai kandungan protein

yang lebih tinggi, sedangkan bahan pengisi mempunyai kandungan

karbohidrat lebih banyak. Bahan pengikat merupakan bahan bukan daging

yang mempunyai kemampuan mengikat air dan sekaligus mengemulsikan

lemak. Bahan pengikat yang digunakan adalah kolagen hidrasi karena

berfungsi sebagai bahan pengisi (Rocha, 2009). Tepung kanji juga

berfungsi sebagai bahan pengisi, memiliki kemampuan untuk mengikat air

tetapi tidak mengemulsikan lemak (Sunarlim, 1992).

Menurut Forrest et al. (1975), tujuan penambahan bahan pengikat

dan bahan pengisi dalam suatu adonan adalah untuk meningkatkan daya

mengikat air, mereduksi penyusutan selama pemasakan, memperbaiki

sifat irisan dan mengurangi biaya produksi. Bahan pengisi juga dapat

memperbaiki stabilitas emulsi produk daging (Kramlich, 1971). Bahan

pengisi yang umum digunakan dalam pembuatan bakso adalah tepung

tapioka dan sagu aren (Pandisurya, 1983). Tapioka harganya murah dan

dapat memberikan dekstrin dengan kelarutan yang lebih baik, cita rasa

netral serta warna terang pada produk. Tapioka mengandung 17%

amilosa dengan suhu gelatinisasi 520C (Redley, 1976). Penggunaan

bahan pengisi dalam pembuatan bakso berdasarkan SNI 01- 3818-1995

maksimum 50% dari berat daging. Peningkatan penggunaan bahan

pengisi menyebabkan peningkatan kekerasan bakso (Purnomo, 1990).

c. Garam Dapur atau NaCl

Menurut Pearson dan Tauber (1984), garam dapur atau NaCl

mempunyai fungsi untuk meningkatkan cita rasa produk bakso, sebagai

pelarut protein yaitu miosin sehingga menstabilkan emulsi daging, sebagai

pengawet karena dapat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga

memperlambat kebusukan dan untuk meningkatkan daya mengikat air

yang biasanya dipadukan dengan STPP. Hasil penelitian Trout dan

Schmidt (1986) bahwa garam dapat memperbaiki sifat fungsional produk

daging dengan mengekstrak protein miofibril dari sel-sel otot selama

perlakuan mekanis dan berinteraksi dengan protein otot selama

pemanasan sehingga terbentuk matriks yang kuat dan mampu menahan

air bebas serta membentuk tekstur produk.

Pengaruh NaCl atau garam dapur pada daya mengikat air

berhubungan dengan kemampuan ion Na+ menggantikan Ca2+ dalam

menghambat terjadinya ikatan silang. Peran ion Cl- lebih dominan pada

fungsi peningkatan daya mengikat air selanjutnya. Ion Cl- mampu

berikatan kuat dengan filamen protein bermuatan positif, sehingga

menyebabkan filamen protein tersebut bermuatan negatif. Hal ini

menyebabkan penolakan antar filamen, akibatnya ruang antar filamen

menjadi lebih luas, sehingga daya mengikat air meningkat (Devidek et al.,

1990). Peningkatan daya mengikat air terjadi pada penambahan garam di

atas 1% atau sebanding dengan 0,17 M NaCl. Penambahan garam di atas

5% menyebabkan protein miofibril terpisah dari cairan dan mengendap,

sehingga daya mengikat air menjadi rendah (Honikel, 1989).

Pemberian garam sebaiknya dilakukan secepat mungkin ketika

daging masih segar dan belum mengalami proses rigor. Pada keadaan

tersebut pH masih di atas 5,5 (belum terjadi proses rigor mortis) sehingga

ikatan aktomiosin belum terbentuk dan aktin maupun miosin mudah

terekstraksi. Penambahan garam sebaiknya tidak kurang dari 2% atau

lebih dari 4% karena konsentrasi garam kurang dari 1,8% menyebabkan

rendahnya protein terlarut (Sunarlim, 1992).

d. Es atau Air Es

Penambahan air dalam bentuk es bertujuan untuk melarutkan

garam dan mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian masa

daging, memudahkan ekstraksi protein serabut otot, membantu

pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu adonan akibat

pemanasan mekanis (Kramlich et al., 1973). Menurut Forrest et al. (1975),

penambahan es berfungsi untuk mempertahankan suhu daging agar tetap

rendah selama penggilingan daging dan pembuatan adonan

(emulsifikasi), menjaga kelembaban produk akhir agar tidak kering,

meningkatkan keempukan dan sari minyak (juiceness) daging.

Suhu daging yang lebih dari 15–20oC dapat menyebabkan

kerusakan emulsi. Peningkatan suhu umumnya disebabkan oleh jenis alat

yang dipakai. Emulsi menjadi lebih stabil meskipun suhu luar emulsi

mencapai 20–25oC, bila alat pelumat yang digunakan dengan kecepatan

tinggi seperti Sillent Cutter (Wilson et al., 1981). Cara mempertahankan

suhu adonan agar tetap rendah dengan menambahkan es atau air es.

Penambahan es lebih baik dari air, karena setiap penambahan satu gram

es pada suhu 0oC untuk menjadi air dengan suhu 0oC membutuhkan 80

kalori. Sejumlah 80 kalori yang sama dapat digunakan untuk

meningkatkan suhu sebanyak 10oC pada suhu air 80oC. Peningkatan

suhu selama proses pelumatan daging akibat panas yang timbul akan

digunakan untuk mencairkan es, sehingga suhu daging atau adonan

dapat dipertahankan (Forrest et al., 1975).

Jumlah es yang ditambahkan dalam adonan mempengaruhi kadar

air, daya mengikat air, kekenyalan dan kekompakan bakso. Indrarmono

(1987) menganjurkan penambahan es sebanyak 20% dari berat daging

agar dihasilkan bakso dengan sifat fisik dan organoleptik yang disukai

konsumen.

e. Bumbu

Menurut Forrest et al. (1975), penambahan bumbu pada

pembuatan produk daging dimaksudkan untuk mengembangkan rasa dan

aroma atau memperpanjang umur simpan. Lada dan bawang putih

digunakan pada beberapa resep produk daging seperti bakso dan sosis.

D. Kerangka Pemikiran

Adapun kerangka pikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Daging kerbau

Bakso Daging Kerbau

Penurunan Kualitas Bakso

Akibat Penyimpanan

Penambahan kolagen sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi juga

sebagai emulsifier

Pengujian:

1. DPB

2. Susut Masak

3. TBA

4. TPC

5. Warna

6. Organoleptik :

a. Keempukan

b. Kesukaan

c. Cita Rasa

Rasiokolagen hidrasi (1 : 1) (1 : 2) (1 : 3)

Peningkatan Kualitas Bakso Daging Kerbau

Lama Penyimpanan 0 Hari, 7 Hari, 14 hari

Level Kolagen hidrasi

1%, 2%, 3%

E. HIPOTESIS

1. Perbedaan kolagen hidrasi pada rasio berbeda berpengaruh

terhadap kualitas bakso daging kerbau selama

2. Perbedaan kolagen hidrasi pada level berbeda berpengaruh

terhadap kualitas bakso daging kerbau selama penyimpanan

3. Terdapat interaksi antara rasio dengan level pemberian kolagen

hidrasi terhadap kualitas bakso daging kerbau selama

penyimpanan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juli 2015 di

Laboratorium Teknologi Pengolahan Daging dan Telur Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada pembuatan kolagen (gelatin) adalah

oven, water bat, timbangan analitik, gelas kimia, gelas ukur, blender,

talenan, cetakan, plastik. Pengolahan selanjutnya adalah membuatan

hidrasi kolegen dengan menggunakan gelas ukur, pipet skala, labu

kjehdal, timbangan analitik. Untuk pembuatan bakso digunakan alat

seperti gelas kimia, blender, panci, kompor, pipet skala. Alat yang

digunakan dalam analisis kualitas adalah penjepit, gelas piala, labu

kjehdal, bunsen, cawan petri, tabung reaksi, mikropipet, oven, color meter,

timbangan analitik, dan spektrofotometer, waterbath, stomacher,

inkubator.

Bahan yang digunakan untuk pembuatan kolagen hidrasi adalah

tulang skapula kerbau, alkohol, larutan H2SO4, Ca(OH)2, air aquades,

sedangkan untuk pembuatan bakso digunakan bahan seperti daging

kerbau dari jenis otot longissimus dorsi (9 kg) berasal dari RPH Gowa,

tepung kanji, bumbu (bawang putih, merica, garam) es batu, kolagen,

yang dibuat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Daging dan Telur

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar., pereaksi TBA

(Thiobarbituric Acid), HCl 4 M, Asam asetat glacial, BPW (Buffer Peptone

Water), Nutrien Agar (NA) dan aquades.

C. Metode Penelitian

Prosedur Penelitian

Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap pola

faktorial 3 x 3 x 3. Perlakuan pada penelitian ini merupakan kombinasi dari

tiga faktor yang diulang sebanyak 3 kali.

1. Faktor A adalah Rasio kolagen hidrasi terdiri dari:

A1 = 1 : 1

A2 = 1 : 2

A3 = 1 : 3

2. Faktor B adalah Level kolagen hidrasi terdiri dari:

B1 = 1%

B2 = 2%

B3 = 3%

3. Faktor C adalah lama penyimpanan (0-5 oC)terdiri dari:

C1 = 0 hari

C2 = 7 hari

C3 = 14 hari

Tahap I Pembuatan Kolagen Hidrasi

Kolagen (gelatin) ditimbang dengan menggunakan timbangan

analitik kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia lalu ditambahkan air

hangat suhu (70oC) sesuai dengan perbandingan yang telah ditentukan.

Ada 3 formula kolegen hidrasi pada rasio yang dibuat yaitu: A1 = 1 : 1, A2

= 1 : 2, A3 = 1 : 3

Tahap II Proses Pembuatan Bakso Daging Kerbau

Daging terlebih dahulu dibersihkan lemak permukaannya,

dipotong kecil-kecil, kemudian ditimbang masing-masing 300g. Formula

kolegen hidrasi pada rasio yang telah dibuat yaitu: A1 = 1 : 1, A2 = 1 : 2, A3

= 1 : 3. Tiap rasio dibagi menjadi 3 level yaitu: B1 = 1%, B2 = 2%, B3 = 3%.

Masing-masing level dipisahkan sehingga menjadi 9 unit sampel. Sampel

kolagen hidrasi dimasukkan kedalam daging, kemudian daging digiling

kedalam food processor selama 15 detik, setelah kolagen tercampur

dengan daging maka ditambahkan es dan NaCl secukupnya. Kemudian

digiling halus selama 1 menit, lalu ditambahkan tepung tapioka, lada dan

bawang putih kemudian digiling kembali selama 1 menit. Adonan yang

terbentuk didiamkan selama 10 menit lalu adonan dicetak berbentuk

bulatan-bulatan bakso, dengan ukuran diameter 2 inci. bulatan-bulatan

bakso dimasukkan kedalam panci yang berisi air panas (100 oC) selama

10 menit.

Hasil produk bakso dilakukan penyimpanan pada suhu dingin (0oC-

5oC) selama 0 hari, 7 hari dan 14 hari kemudian diamati dengan uji fisik,

kimia dan organoleptik.

Pengujian Sifat Fisik, Kimia dan Organileptik

1. Daya Putus Bakso

Keempukan pada bakso diukur dengan menggunakan CD-

shear force. Data keempukan yang diperoleh dari hasil pengukuran

CD-shear force yang memperlihatkan data putus bakso dinyatakan

dalam kg/cm2.

Prosedur kerja pengukuran keempukan bakso:

Bakso yang telah direbus selama 10 menit selanjutnya dipotong

dengan panjang 1 cm dengan diameter ½ inci

Bakso dimasukkan dalam lubang CD-shear force

Nilai skala CD-shear force yang terbaca dimasukkan dalam

rumus untuk menghitung daya putus daging bakso sebagai

berikut:

Keterangan :

A : Daya Putus Bakso (kg/cm2) A” : Beban tarikan (kg) r : Jari-jari pada lubang CD-shear force (0,635) π : 3,14

A = 𝐴"

𝜋𝑟2

2. Susut Masak

Susut masak biasanya digunakan untuk menunjukkan

penyusutan bakso daging kerbau setelah dimasak dengan

menggunakan timbangan analitik. Susut masak masing-masing

dihitung tiap sampel perlakuan.

Susut masak /cooking loss (SM/CL) dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

3. Uji Ketengikan/Uji TBA (Thiobarbituric Acid)

Uji Ketengikan pada setiap sampel penelitian yang telah

diberi perlakuan dianalisis intensitas ketengikan dengan metode

Thiobarbituric Acid Reactive Substances atau TBARS yang

dinyatakan dalam jumlah Malondialdehyde (MDA)/kg sampel dalam

unit awal.

Menurut Apriyantono, (1989) tingkat ketengikan diukur

dengan penempatan bilangan TBA (Thiobarbituric Acid) prosedur

pengukurannya sebagai berikut:

SM = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘 −𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 ℎ 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘 x 100%

a. 10g bakso daging kerbau ditimbang lalu dimasukkan ke waring

blender, ditambahkan 50 ml aquades dan dihancurkan selama 2

menit.

b. Secara kuantitatif dipindahkan kedalam labu destilasi sambil

dicuci dengan 47,5 ml aquades.

c. Batu didih ditambahkan secukupnya dan memasang alat

destilasi

d. Destilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi hingga diperoleh

50 ml destilasi selama 10 menit

e. Destilat yang diperoleh diaduk rata, kemudian dipipet 5 ml

destilat kedalam tabung reaksi tertutup

f. 5 ml pereaksi TBA ditambahkan lalu ditutup hingga tercampur

secara merata dan dipanaskan selama 35 menit dalam air

mendidih

g. Blangko dibuat menggunakan 5 ml aquades dan 5 ml pereaksi,

dilakukan seperti penetapan sampel

h. Tabung reaksi didinginkan dengan air pendingin selama 10

menit. Lalu diukur absorbansinya (D) pada panjang gelombang

528 nm dengan larutan blangko sebagai titik nol dan digunakan

sampel sel berdiameter 1 cm. Bilangan TBA dinyatakan dalam

mg monoaldehid per kg sampel (bilangan TBA=7,8D).

4. Uji Total Bakteri/ Uji TPC (Total Plate Count)

Metode hitung cawan (Total Plate Count ) digunakan untuk

menentukan total Bakteri. Menurut Fardiaz (1993), perhitungan

total Bakteri dilakukan dengan total bakteri yang tumbuh dihitung

pada mediabiakan Man Rogosa and Sharpe (MRS). Penghitungan

total bakteri diawali dengan sampel diencerkan dalam aquades

steril dengan perbandingan 1:9. Pengenceran dilakukan dari 101-

108 pada pengenceran pertama sebanyak 0,1 ml sampel

diencerkan ke dalam 0,9 ml aquades steril, pengenceran kedua

dilakukan dengan 0,1 ml yang sudah diencerkan

pada pengenceran pertama dimasukkan ke dalam 0,9 ml aquades

steril, pengenceran ketiga dan seterusnya dilakukan dengan cara

yang sama seperti pengenceran kedua. Pencawanan dilakukan

dengan media biakan MRS agar merk HiMedia.Pembuatan MRS

agar 1000 ml dilakukan dengan cara MRS agar sebanyak 65,13

gram dilarutkan ke dalam 1000 ml aquades, kemudian larutan

MRS agar tersebut disterilkan dengan autoclave pada suhu 121oC

selama 15 menit. Pencawanan dilakukan dengan 1 ml sampel

hasil pengenceran dimasukkan kedalam cawan petri yang sudah

berisi MRS agar setengah padat ± 10 ml, pencawanan dilakukan

duplo dari pengenceran 106-108. Kemudian, cawan petri digerak-

gerakkan membentuk angka 8, agar homogen. Setelah padat,

cawan tersebut diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37oC

selama 48 jam. Lalu hitung dibawah colony counter.

5. Uji Warna dengan metode color measurement in L*, a*, b*

Pada pengukuran uji warna dengan metode color

measurement in L*, a*, b* untuk tiap parameter yang diamati

dengan cara mendekatkan sampel bakso daging kerbau yang telah

diberi perlakuan lalu tekan tombol star, maka akan muncul nilai L

menandakan tingkat kecerahan dari sampel, perolehan nilai jarak

antara 0 - 100 dimana nilai kehitaman= 0 sedangkan putih= 100.

warna a* neganif (- 60%) mengindikasikan warna kehijauan

sedangkan warna a* positif (+60%) mengindikasikan warna

kemerahan. Warna b* negatif (-60) mengindikasikan warna

kebiruan sedangkan warna b positif (+60) mengindikasikan warna

kekuningan Magdic, et.al.,(2007).

5. Uji Organoleptik

Pada penelitian ini parameter organoleptik yang akan

diamati yaitu keempukan, flavor, tekstur dan uji kesukaan yang

akan dilakukan oleh 10 panelis. Panelis sebelumnya dilatih

mengenal sifat organoleptik yang akan diujikan. Penilaian

menggunakan uji skala dengan angka 1 sampai 6 seperti terlihat

sebagai berikut:

1. Keempukan

1 2 3 4 5 6

2. Cita Rasa (flavor)

1 2 3 4 5 6

3. Uji Kesukaan (hedonik)

1 2 3 4 5 6

D. Analisa Data

Data yang diperoleh dianalaisa dengan menggunakan analisis

ragam sesuai dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 3

x dengan 3 kali ulangan. Adapun model matematikanya yaitu:

Keempukan

1. Sangat alot

2. Alot

3. Agak alot

4. Agak empuk

5. Empuk

6. Sangat empuk

Favor:

1. Lemah aroma daging

2. Agak lemah aroma

daging

3. Sedikit lemah aroma

daging

4. Sedikit kuat aroma

daging

5. Agak kuat aroma daging

6. Kuat aroma daging

Uji kesukaan (hedonik):

1. Sangat tidak suka

2. Tidak suka

3. Agak tidak suka

4. Agak suka

5. Suka

6. Sangat suka

Dimana : i = 1, 2, 3 (Faktor A)

j = 1, 2, 3 (Faktor B)

k = 1, 2, 3 (Faktor C)

l = 1, 2, 3 (Ulangan)

Keterangan:

Yijkl : Nilai pengamatan pada bakso daging kerbau ke –k yang memperoleh kombinasi perlakuan Rasio kolagen hidrasi ke-i dan level kolagen ke-j serta lama penyimpanan ke- l

µ : Nilai rata-rata perlakuan (nilai tengah umum) αi : Pengaruh rasio kolagen hidrasi ke –i terhadap parameter

yang diamati ßj : Pengaruh level kolagen hidrasi ke-j terhadap parameter

yang diamati γk : Pengaruh lama penyimpanan pada suhu refrigerator ke-k

terhadap parameter yang diamati (αß)ij : Pengaruh interaksi rasio kolagen hidrasi ke-i dan level

kolagen hidrasi ke-j terhadap parameter yang diamati (αγ)ik : Pengaruh interaksi rasio kolagen hidrasi ke-i dan lama

penyimpanan ke-k terhadap parameter yang diamati (ßγ)jk : Pengaruh interaksi level kolagen hidrasi ke-j dan lama

penyimpanan ke-k terhadap parameter yang diamati (αßγ)ijk : Pengaruh interaksi rasio kolagen terhidratasi ke-i dan level

kolagen hidrasi ke-j serta lama penyimpanan ke-k terhadap parameter yang diamati.

ԑijkl : Pengaruh galat yang menerima perlakuan tingkatkolagen hidrasi ke-i dan level kolagen ke-j selama penyimpanan ke-k terhadap parameter yang diamati

Semua data diolah dengan analisis ragam dilanjutkan uji Duncan,

jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata berdasarkan Gazper (1994)

dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS.

Terkhusus uji susut masak hanya menggunakan 2 faktor yaitu

Faktor A (Rasio kolagen hidrasi) dan Faktor B (Level Kolagen hidrasi).

Y ijkl = µ + αi + ßj + γk + (αß) ij + (αγ)ik + (ßγ)jk +(αßγ)ijk+ ԑijkl

Data yang diperoleh dianalaisa dengan menggunakan analisis

ragam sesuai dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 3

dengan 3 kali ulangan. Adapun Medel Matematikanya yaitu:

Dimana : i = 1, 2, 3 (Faktor A) j = 1, 2, 3 (Faktor B) k = 1, 2, 3 (ulangan) Keterangan:

Yijk : Nilai pengamatan pada bakso daging kerbau ke –k yang memperoleh kombinasi perlakuan rasio kolagen hidrasi ke-i dan level pemberian kolagen hidrasi ke-j

µ : Nilai rata-rata perlakuan (nilai tengah umum) αi : Pengaruh rasio kolagen hidrasi ke –i terhadap parameter

yang diamati ßj : Pengaruh level kolagen hidrasi ke-j terhadap parameter

yang diamati (αß)ij : Pengaruh interaksi rasio kolagen hidrasi ke-i dan level

kolagen terdirasi ke-j ԑijk : Pengaruh galat yang menerima perlakuan rasio kolagen

hidrasi ke-i dan level pemberian ke-j

Data diolah dengan analisis ragam dilanjutkan uji Duncan jika

perlakuan menunjukkan pengaruh nyata berdasarkan Gazper (1994)

dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS.

Y ijk = µ + αi + ßj + (αß) ij + ԑijk

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Kualitas Fisik, Kimia dan Organoleptik

A. Daya Putus Bakso

Daya putus bakso merupakan indikator penilaian keempukan bakso

dengan menggunakan CD shear force (Abustam dkk., 2009). Nilai rataan

Daya Putus Bakso (DPB) dengan penambahan kolagen hidrasi pada rasio

dan level berbeda selama penyimpanan tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Daya Putus Bakso (Kg/Cm2) pada Bakso Daging Kerbau dengan Penambahan Kolagen Terhidrasi pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan yang Berbeda

Rasio Kolagen hidrasi

Level Kolagen

hidrasi (%)

Lama Penyimpanan (hari) Rataan

0 7 14

1:1

1% 0,47 0,25 0,2 0,31

2% 0,46 0,38 0,34 0,39

3% 0,57 0,38 0,12 0,36

Rataan 0,5 0,34 0,22 0,35(x)

1:2

1% 0,27 0,24 0,3 0,27

2% 0,35 0,33 0,15 0,28

3% 0,44 0,38 0,35 0,39

Rataan 0,35 0,32 0,27 0,31(x)

1:3

1% 0,25 0,25 0,27 0,26

2% 0,34 0,29 0,34 0,32

3% 0,27 0,32 0,3 0,30

Rataan 0,29 0,29 0,30 0,29(x)

Level Kolagen hidrasi(%)

1% 0,33 0,31 0,26 0,32

2% 0,38 0,33 0,28 0,33

3% 0,43 0,36 0,26 0,35

Lama Penyimpanan (hari) 0,38a(y) 0,31b(y) 0,26c(y) 0,32

Keterangan : ab

, superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

xy,

superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan adanya interaksi yang berbeda sangat nyata (P<0,01)

Pengaruh Rasio Kolagen Hidrasi terhadap Daya Putus Bakso (DPB) (Kg/Cm2)

Analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan kolagen hidrasi

pada rasio kolagen hidrasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap

daya putus bakso daging kerbau tetapi pada tabel 1 menunjukkan ada

kecenderungan nilai DPB daging kerbau meningkat. Nilai DPB terbesar

rasio hidrasi 1:1 (kental) sedangkan nilai DPB terkecil pada rasio kolagen

hidrasi 1:3 (encer) menunjukkan semakin kental rasio kolagen hidrasi (1:1)

maka nilai DPB semakin meningkat.

Nilai DPB yang tinggi menandakan bakso semakin kompak dan

memiliki tekstur yang kenyal. Hal ini disebabkan adanya kolagen hidrasi

yang berfungsi sebagai emulsifier. Sudrajad (2007) menyatakan, bahwa

adanya sejumlah air dan gel pada bakso berpengaruh terhadap

kekenyalan yang diperoleh. Hal ini disebabkan air, lemak dan tersedianya

hasil ekstraksi protein akan menyebabkan terjadinya emulsi. Emulsi ini

menyebabkan bakso yang diperoleh menjadi lebih kompak dan tidak akan

mudah pecah.

Kekenyalan bakso berhubungan dengan kekuatan gel yang

terbentuk akibat pemanasan. Menurut Indrarmono (1987), kolagenisasi

pada bakso terdiri dari kolagenisasi pati dan kolagenisasi protein. Proses

kolagenisasi melibatkan pengikatan air oleh jaringan yang dibentuk rantai

asam amino hidroksiprolin dan molekul pati akibat pemanasan.

Pengaruh Level Kolagen Hidrasi terhadap Daya Putus Bakso (DPB) (Kg/Cm2) daging kerbau Analisis ragam menunjukkan bahwa level kolagen hidrasi tidak

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus bakso daging kerbau.

Terdapat kecenderungan nilai DPB daging kerbau semakin meningkat

seiring meningkatnya level kolagen hidrasi.Level kolagen hidrasi 3% nilai

persentase daya putus bakso lebih tinggi menunjukkan nilai DPB (0,35

kg/cm2) dibandingkan level kolagen hidrasi 1% (0,32kg/cm2). Hal ini

menunjukkan semakin banyak kandungan kolagen maka bakso semakin

kompak disebabkan kolagen mampu mengubah cairan menjadi padatan

yang elastis atau mengubah sol menjadi gel. Penelitian ini didukung oleh

John, (1977) bahwa reaksi pembentukan gel oleh kolagan bersifat

reversible, karena bila gel dipanaskan akan terbentuk sol dan waktu

didinginkan akan terbentuk gel lagi.

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Daya Putus Bakso (DPB) (Kg/Cm

2) daging kerbau

Analisis Ragam Menunjukkan Lama penyimpanan berpengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap DPB bakso daging kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan nilai DPB pada penyimpanan 0 hari

berbeda dengan penyimpanan 7 hari dan terdapat pula perbedaan pada

lama penyimpanan 14 hari. Perbedaan lama penyimpanan menunjukkan

semakin lama penyimpanan maka nilai DPB semakin menurun.

Penurunan nilai DPB menunjukkan bahwa bakso daging kerbau tersebut

semakin empuk. Menurut Abustam (1993) menyatakan bahwa Daya putus

bakso (DPB) merupakan indikator penilaian keempukan bakso dimana

semakin kecil daya yang dikeluarkan untuk memutuskan bakso maka

dinyatakan bakso tersebut semakin empuk.

Penyimpanan pada suhu dingin (0oC-5oC) dapat memperbaiki

keempukan bakso daging kerbau. Penelitian ini didukung oleh pendapat

Abustam (2012), bahwa penyimpanan pada suhu dingin dapat

memperbaiki keempukan bakso akibat aktivitas enzim cathepsin

menyebabkan terjadinya proteolisis dan terjadi fragmentasi miofibriler

sehingga menjadi empuk dan cita rasa semakin meningkat.

Interaksi antara Rasio Kolagen Hidrasi dengan Lama Penyimpanan terhadap Daya Putus Bakso (DPB) (Kg/Cm2) daging kerbau

Interaksi antara Rasio kolagen hidrasi dengan Lama Penyimpanan

terhadap DPB (kg/cm2) pada Bakso Daging Kerbau dapat dilihat pada

gambar 1.

Gambar 1. Grafik Interaksi Rasio Kolagen hidrasi dengan Lama Penyimpanan terhadap DPB (kg/cm

2) pada Bakso Daging Kerbau.

Pada grafik 1 menunjukkan bahwa pada rasio kolagen hidrasi 1:1

dan 1:2 menghasilkan respon yang sama pada 0 hari, 7 hari dan 14 hari.

Sementara 1:3 memiliki nilai DPB yang tinggi pada lama penyimpanan 0

0,00

0,20

0,40

0,60

0 7 14

DP

B (K

g/cm

2)

Lama Penyimpanan (hari)

1:01

1:02

1:03

hari dan pada lama penyimpanan 14 hari menghasilkan nilai DPB yang

lebih rendah dibandingkan 1:1 dan 1:2. Hal ini disebabkan semakin encer

(rendah) kandungan kolagen hidrasi maka bakso daging kerbau yang

dihasilkan tidak kompak dan mudah terurai sehingga menghasilkan

penurunan nilai DPB. Abustam (2012) bahwa penurunan nilai DPB akibat

penyimpanan oleh dikarenakan adanya aktivitas enzim cathepsin

menyebabkan terjadinya proteolisis dan terjadi fragmentasi miofibriler

sehingga menjadi empuk.

B. Susut Masak

Susut masak menunjukkan penyusutan bakso setelah dimasak

dengan menggunakan timbangan analitik. Nilai rataan susut masak

dengan penambahan kolagen hidrasi pada rasio dan level berbeda

selama penyimpanan tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Susut Masak (%) pada Bakso Daging Kerbau dengan

Penambahan Kolagen hidrasi pada Rasio dan Level Berbeda

Selama Penyimpanan yang Berbeda

Rasio Kolagen hidrasi Level Kolagen hidrasi (%)

Rataan

1% 2% 3%

1:1 2,44 2,67 2,33 2,48a

1:2 2,80 2,47 2,63 2,63a

1:3 3,51 3,47 2,75 3,24b

Level Kolagen hidrasi 2,92a 2,87b 2,57b 2,79

Keterangan : ab

, superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dan berbeda nyata (P<0,05).

Pengaruh Rasio Kolagen Hidrasi terhadap Susut Masak (%)

Analisis ragam menunjukkan rasio kolagen hidrasi berpengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap susut masak pada bakso daging kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan nilai susut masak pada rasio

kolagen hidrasi tidak menunjukkan perbedaan antara 1:1 dengan 1:2

tetapi tidak menunjukkan perbedaan pada rasio kolagen hidrasi 1:3. Hal

ini menunjukkan bahwa semakin kental rasio kolagen hidrasi (1:1) maka

nilai susut masak yang diperoleh semakin kecil. Nilai susut masak tertinggi

diperoleh pada rasio hidrasi 1:3 (3,24%), sedangkan nilai susut masak

terendah pada rasio hidrasi 1:1(2,48%). Semakin kecil nilai susut masak

mengindikasikan semakin tinggi rendemen yang diperoleh karena

rendemen diperoleh dari 100% dikuragi susut masak. Sejalan dengan

Penelitian Rocha; et al, (2009), bahwa keuntungan dalam penambahan

kolagen dari tulang ayam dan kalkun yang diolah pada sosis segar yang

ditambahkan 1% kolagen unggas dapat meningkatkan rendemen sekitar

5% dibandingkan dengan sosis yang tidak memiliki kolagen. Produk sosis

tersebut juga meningkatkan tekstur dan hasil masakan karena

kemampuan dari kolagen untuk mengikat protein daging serta tahan lama

hingga 4 minggu. Demikian pula pada segumpal daging ayam dengan

penambahan 1% kolagen hidrasi dapat mengganti 4% daging

menunjukkan peningkatan daya ikat air dan pengurangan biaya sekitar

2,3% .

Pengaruh Level Kolagen Hidrasi terhadap Susut Masak (%)

Analisis ragam menunjukkan level kolagen berpengaruh yang nyata

(P<0,05) terhadap susut masak pada bakso daging kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan nilai susut masak pada level kolagen

hidrasi menunjukkan hasil yang sama antara level kolagen hidrasi1%

dengan level kolagen hidrasi 2%, namun menunjukkan perbedaan pada

level kolagen hidrasi 3%. Hal ini menunjukkan semakin tinggi level

kolagen (3%) maka nilai susut masak semakin rendah.

Level kolagen hidrasi produk bakso daging kerbau yang

menunjukkan nilai susut masak yang semakin rendah mengindikasikan

bahwa kemampuan dari bakso daging kerbau tersebut mengikat air

semakin tinggi sehingga dapat memberikan kualitas yang baik dan nilai

ekonomis. Hal ini didukung oleh penelitian Rocha; et al, (2009) yaitu kulit

ayam dan kulit kalkun mengandung sekitar 3% sampai 6% kolagen dari

total protein pada unggas. Produk yang dihasilkan dapat mengikat hingga

4 kali pada berat air dan menghasilkan gelelatin yang dapat dibalik dan

elastis, mempunyai tekstur yang sama dengan daging. Lebih lanjut

dikatakan bahwa penggunaan kolagen untuk membuat produk unggas

mengarah pada pembentukan matriks protein stabil, yang meningkatkan

lemak, air dan pengikat protein. Kolagen bahkan bisa digunakan untuk

meningkatkan kualitas dan hasil produk yang dibuat dengan daging

unggas. Kolagen unggas diakui oleh USDA untuk digunakan dalam

pemprosesan daging dan produk. Hasilnya lebih sedikit kelembaban yang

berkurang selama pemasakan sehingga lebih tahan lama, tekstur yang

lebih baik, meningkatkan rasa, dan lebih ekonomis.

Kemampuan daya mengikat air pada bakso daging kerbau

ditentukan oleh fraksi protein miofibrillar yaitu miosin, aktin dan

tropomiosin. Kemampuan tersebut dapat menurun dengan adanya

pemanasan yang menyebabkan denaturasi protein (Sikorski, 2001). Fraksi

protein miofibrillar pada daging kerbau hanya sedikit mengalami

terdenaturasi, sehingga kemampuan daya mengikat air pada bakso

kerbau lebih tinggi hal ini ditandai dengan penurunan nilai susut masak.

Lama penyimpanan tidak dilakukan pada pengujian susut masak,

karena nilai susut masak adalah perbandingan sebelum dan sesudah

dimasak.

C. Uji Ketengikan/Uji TBA (Thiobarbituric Acid)

Uji TBA (Thiobarbituric acid) dilakukan untuk mengukur tingkat

oksidasi lemak yang terjadi pada bahan makanan selama penyimpanan

yang diukur dengan bilangan TBA (Apriyantono, dkk., 1989). Nilai rataan

TBA dengan penambahan kolagen hidrasi pada rasio dan level berbeda

selama penyimpanan tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan TBA / Ketengikan (mgMDA/kg) pada Bakso Daging Kerbau dengan Penambahan Kolagen hidrasi pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan yang berbeda

Rasio Kolagen hidrasi

Level Kolagen

hidrasi (%)

Lama Penyimpanan (hari) Rataan

0 7 14

1: 1

1% 0,05 0,07 0,08 0,07

2% 0,04 0,16 0,08 0,09

3% 0,06 0,03 0,06 0,05

Rataan 0,05 0,09 0,07 0,07a

1: 2

1% 0,07 0,19 0,20 0,15

2% 0,03 0,20 0,18 0,14

3% 0,13 0,05 0,07 0,08

Rataan 0,08 0,15 0,15 0,12b

1: 3

1% 0,16 0,26 0,30 0,24

2% 0,10 0,22 0,30 0,21

3% 0,20 0,23 0,39 0,27

Rataan 0,15 0,24 0,33 0,24c

Level Kolagen hidrasi (%)

1% 0,09 0,17 0,19 0,15

2% 0,06 0,19 0,19 0,15

3% 0,13 0,10 0,17 0,14

Lama Penyimpanan 0,09a 0,16b 0,18b 0,14

Keterangan : ab

, superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Pengaruh Rasio Kolagen Hidrasi terhadap TBA (Ketengikan (mgMDA/kg)

Analisis Ragam menunjukkan dengan penambahan kolagen hidrasi

pada rasio kolagen hidrasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap

TBA pada bakso daging kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan nilai TBA pada rasio kolagen hidrasi

1:1 berbeda dengan rasio kolagen hidrasi 1:2 dan terdapat pula

perbedaan dengan rasio kolagen hidrasi 1:3. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin kental rasio kolagen hidrasi maka semakin kecil nilai TBA

(Ketengikan). Nilai TBA (Ketengikan) semakin kecil mengindikasikan

bahwa kualitas bakso daging kerbau semakin baik. Hal ini menandakan

bahwa kolagen terhidratasi di duga kuat dapat berperan sebagai

antioksidan.

Pengaruh Level Kolagen Hidrasi terhadap TBA (Ketengikan (mgMDA/kg)

Analisis ragam menujukkan level kolagen hidrasi tidak berpengaruh

nyata (P>0,05) terhadap TBA pada bakso daging kerbau. Terdapat

kecendrungan menurun pada level kolagen hidrasi terhadap TBA pada

bakso daging kerbau, menunjukkan bahwa semakin tinggi level kolagen

hidrasi maka nilai TBA semakin menurun. Penurunan nilai TBA tersebut

menunjukkan kolagen tersebut mampu berperan sebagai antioksidan

karena dapat menghambat oksidasi lipida. Ladikos dan Lougovois (1990),

menyatakan bahwa Oksidasi lipida merupakan penyebab utama

kerusakan mutu produk bakso dan berbagai produk lainnya.

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap nilai TBA (Ketengikan (mgMDA/kg)

Analsis sidik ragam menunjukkan lama penyimpanan berpengaruh

nyata (P<0,05) terhadap TBA pada bakso daging kerbau.

Hasil Uji Duncan menunjukkan nilai TBA pada lama penyimpanan 0

hari berbeda dengan lama penyimpanan 7 dan 14 hari, tetapi tidak

menunjukkan perbedaan pada lama penyimpanan 7 hari dengan lama

penyimpanan 14 hari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu

penyimpanan maka nilai TBA semakin besar. Peningkatan nilai TBA pada

lama penyimpanan 0 hari sampai 14 hari masih dalam batas ambang

kewajaran. Penelitian ini didukung oleh pendapat Watts (1962) dalam

Febriana (2012) bahwa batas ambang nilai TBA berkisar 1-2 mg/kg.

D. Uji Total Bakteri/ Uji TPC (Total Plate Count)

TPC digunakan untuk menentukan total koloni bakteri yang terdapat

pada produk, karena bakteri merupakan faktor utama penyebab

pembusukan produk (Fardiaz, 1993). Nilai rataan TPC dengan

penambahan kolagen hidrasi pada rasio dan level berbeda selama

penyimpanan tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan TPC (Total Plate Count) (LogCFU/g) pada Bakso Daging Kerbau dengan Penambahan Kolagen hidrasi pada Rasio dan Level berbeda Selama Penyimpanan yang Berbeda

Rasio Kolagen hidrasi

Level Kolage

n hidrasi

(%)

Lama Penyimpanan (hari) Rataan

0 7 14

1:1

1% 1,3x106 1,9 x106 1,8 x106 1, 7x106

2% 1,2 x106 1,5 x106 2,5 x106 1,7 x106

3% 1 x106 1,3 x106 1,7 x106 1,3 x106

Rataan 1,2 x106 1,6 x106 2 x106 1,6 x106a

1:2

1% 1,6 x106 2,3 x106 2 x106 1,9 x106

2% 1,3 x106 2 x106 2,1 x106 1,8 x106

3% 1,3 x106 2 x106 2 x106 1,8 x106

Rataan 1,4 x106 2,1 x106 2 x106 1,8 x106ab

1:3

1% 1,7 x106 2,6 x106 2,3 x106 2,2 x106

2% 1,7 x106 1,9 x106 2,3 x106 1,9 x106

3% 1,5 x106 2,3 x106 2,8 x106 2,2 x106

Rataan 1,6 x106 2,3 x106 2,5 x106 2,1 x106b

Level Kolagen hidrasi (%)

1% 1,5 x106 2,3 x106 2 x106 1,9 x106

2% 1,4 x106 1,8 x106 2,3 x106 1,8 x106

3% 1,3 x106 1,9 x106 2,2 x106 1,8 x106

Lama Penyimpanan (hari) 1,4 x106a 1,9 x106b 2,2 x106b 1,8 x106

Keterangan : ab

, superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Pengaruh Rasio Kolagen Hidrasi terhadap TPC (Total Plate Count) (LogCFU/g)

Analisis ragam menunjukkan dengan penambahan kolagen hidrasi

pada rasio kolagen hidrasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap TPC

bakso daging kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan nilai TPC pada rasio kolagen hidrasi

1:1 tidak menunjukkan perbedaan dengan rasio kolagen 1:2. Rasio

kolagen 1:2 juga tidak menunjukkan perbedaan dengan rasio kolagen 1:3

tetapi rasio kolagen 1:1 berbeda dengan rasio kolegen 1:3. Hal ini

menunjukkan semakin pekat (1:1) rasio kolagen hidrasi maka nilai TPC

yang semakin kecil. Bakso dengankan penambahan kolagen pada rasio

hidrasi 1:1 memiliki nilai TPC terendah yaitu 1,6x106 LogCFU/g. Diduga

kuat bahwa dengan penambahan kolagen dapat menghambat

pertumbuhan bakteri pada produk bakso daging kerbau. Chen (1995)

yang menyatakan bahwa pada proses pembentukan biopolimer maka sifat

fisik kolagen tersebut diperlukan untuk memperbaiki struktur dan

kemampuan biopolimer untuk menghambat transfer massa berupa

mikroba dari lingkungan.

Pengaruh Level Kolagen Hidrasi terhadap TPC (Total Plate Count) (LogCFU/g)

Analisis ragam menunjukkan level kolagen hidrasi tidak

berpengaruh yang nyata terhadap TPC pada bakso daging kerbau.

Menunjukkan kecenderungan menurun dengan meningkatnya level

kolagen hidrasi (3%). Namun penurunan tersebut belum menunjukkan

perbedaan yang berarti. Hal ini menandakan bahwa pemberian kolagen

hidrasi pada level berbeda mampu berperan sebagai antimikroba

meskipun perubahan nilai TPC tidak signifikan. Nilai TPC yang dihasilkan

dengan penambahan kolagen hidrasi melebihi standar SNI. BSN (2009),

bahwa Standar Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada produk bakso 1

x 105LogCFU/g.

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap TPC (Total Plate Count) (LogCFU/g)

Analisis ragam menunjukkan lama penyimpanan berpengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap TPC pada bakso daging kerbau.

Hal uji Duncan menunjukkan nilai TPC pada lama penyimpanan 0

hari berbeda dengan lama penyimpanan 7 hari dan 14 hari, tetapi tidak

menunjukkan perbedaan antara lama penyimpanan 7 hari dengan lama

penyimpanan 14 hari. Hal ini menunjukkan semakin lama waktu

penyimpanan maka nilai TPC bakso daging kerbau semakin meningkat,

meskipun disimpan pada suhu dingin. Mendukung pernyataan Adams dkk.

(2000), jumlah mikroorganisme bertambah dengan semakin lama

penyimpanan disebabkan terdapat mikroorganisme tertentu yang tetap

mampu hidup dalam suhu dingin.

E. Uji Warna metode color measurement in L*, a*, b*

Menurut Sudrajad (2007), perubahan warna dapat ditentukan oleh

penambahan bahan kimia dan perombakan enzim menjadi pigmen.

Warna mempengaruhi penerimaan suatu bahan pangan, karena

umumnya penerimaan bahan yang pertama kali dilihat adalah warna.

Uji Warna metode color measurement in L*, a*, b* digunakan untuk

melihat kecerahan= L*, kemerahan = a* dan kekuningan = b* warna pada

produk bakso.

Nilai rataan warna metode color measurement in L*, a*, b* dengan

penambahan kolagen hidrasi pada rasio dan level berbeda selama

penyimpanan.

a. Warna L* (kecerahan)

Nilai rataan Warna L* (kecerahan) tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Keceraaan Warna L* pada Bakso Daging Kerbau dengan penambahan kolagen hidrasi pada rasio dan level berbeda selama penyimpanan yang berbeda

Rasio Kolagen hidrasi

Level Kolagen hidrasi

(%)

Lama Penyimpanan (hari) Rataan

0 7 14

1:1

1% 47,78 38,19 27,39 37,79

2% 45,26 35,9 29,78 36,98

3% 46,23 38,71 31,67 38,87

Rataan 46,42 37,6 29,61 37,88a

1:2

1% 45,94 36,37 23,09 35,13

2% 44,27 35,36 28,39 36,01

3% 47,01 39,32 24,38 36,90

Rataan 45,74 37,02 25,29 36,01b

1:3

1% 43,36 35,35 13,05 30,59

2% 36,28 33,95 24,27 31,50

3% 43,78 35,39 22,62 33,93

Rataan 41,14 34,9 19,98 32,01c

Level Kolagen hidrasi (%)

1% 45,69 36,64 21,18 34,50(x)

2% 41,94 35,07 27,48 34,83(x)

3% 45,67 37,81 26,22 36,57(x)

Lama Penyimpanan 44,43a(y)

36,50b(y)

24,96c(y)

35, 3

Keterangan :

ab, superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata

(P<0,01)

xy, superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan adanya interaksi yang

berbeda sangat nyata (P<0,01)

Pengaruh Rasio Kolagen Hidrasi terhadap Warna L* (Keceraaan) (%)

Analisis ragam menunjukkan dengan penambahan kolagen hidrasi

pada rasio kolagen hidrasi berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

Warna L* (kecerahan)

Hasil uji Duncan menunjukkan nilai warna L* (kecerahan) pada

rasio kolagen hidrasi 1:1 berbeda dengan rasio kolagen hidrasi 1:2 begitu

pula terdapat perbedaan pada rasio kolagen hidrasi 1:3. Hal ini

menunjukkan semakin pekat (1:1) rasio kolagen hidrasi maka semakin

tinggi nilai Warna L* (kecerahan). Menunjukkan tingkat kecerahan

semakin baik dengan adanya penambahan kolagen hidrasi. Menurut

Fellows (1992), perubahan warna dapat ditentukan oleh penambahan

bahan kimia dan perombakan enzim menjadi pigmen. Warna

mempengaruhi penerimaan suatu bahan pangan, karena umumnya

penerimaan bahan yang pertama kali dilihat adalah warna. Warna yang

menarik akan meningkatkan penerimaan produk.

Pengaruh Level Kolagen Hidrasi terhadap Warna L* (Keceraaan) (%)

Analisis ragam menunjukkan level kolagen hidrasi tidak

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna L* (kecerahan) pada bakso

daging kerbau.

Nilai Warna L* (kecerahan) pada level kolagen hidrasi 3%

menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan level kolagen hidrasi 1% dan

2%. Magdic, et.al.,(2007) menyatakan bahwa Warna L* yang

mengindikasikan kecerahan dari bakso danging kerbau menunjukkan

semakin tinggi rasio kolagen hidrasi maka tingkat kecerahan akan

semakin baik (nilai 0= hitam dan 100= putih).

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Keceraaan Warna L* (%)

Analisis ragam menunjukkan lama penyimpanan berpengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap Warna L* (kecerahan) pada bakso daging

kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan nilai warna L* (kecerahan) pada

lama penyimpanan 0 hari berbeda dengan lama penyimpanan 7 hari

demikian pula terdapat pebedaan pada lama penyimpanan 14 hari. Hal ini

menunjukkan semakin lama waktu penyimpanan maka tingkat kecerahan

semakin menurun. Nilai tertinggi yang menunjukkan lama penyimpanan 0

hari 44,43% sedangkan nilai terendah pada lama penyimpanan 14 hari

24,96%. Semakin lama penyimpanan maka kandungan mioglobin pada

bakso daging kerbau mengalami penurunan. Pendapat Sudrajad (2007),

Warna bakso sangat dipengaruhi oleh warna daging yang berhubungan

dengan kandungan mioglobin pada daging dan bahan tambahan berupa

kolagen hidrasi dan bumbu.

Interaksi antara Level Kolagen Hidrasi dengan Lama Penyimpanan terhadap Keceraaan Warna L* (%)

Interaksi antara level kolagen hidrasi dengan lama penyimpanan

terhadap Warna L* (kecerahan) dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Grafik Interaksi antara Level kolagen dengan Lama Penyimpanan terhadap Warna L* (%) pada Bakso Daging Kerbau

Analisis ragam menunjukkan interaksi antara level kolagen (x)

dengan lama penyimpanan (y) terhadap Warna L* (kecerahan)

Interaksi antara level kolagen hidrasi dengan lama penyimpanan

pada kecerahan warna L* menunjukkan pada level kolagen hidrasi 1%

terjadi penurunan nilai Warna L* (kecerahan) yang sangat signifikan dan

bertemu dengan level kolagen hidrasi 2% dan 3% pada lama

penyimpanan antara 7 – 14 hari. Pada level kolagen hidrasi terjadi

penurunan nilai Warna L* (kecerahan) yang tidak signifikan antara lama

penyimpanan 0 hari sampai dengan 14 hari. Begitu pula level kolagen

hidrasi 3% mengalami penurunan dari 0 hari sampai 14 hari. Terjadinya

interaksi antara level kolagen hidrasi 1%, 2% dan 3% pada kisaran lama

penyimpanan 7 sampai 14 hari menunjukkan bahwa nilai Warna L*

(kecerahan) bakso semakin menurun. Warna dapat mengalami

perubahan saat pemasakan dan penyimpaan. Hal ini dapat disebabkan

oleh hilangnya sebagian pigmen akibat pelepasan cairan sel pada saat

0,0010,0020,0030,0040,0050,00

0 7 14

War

na

L*

Lama Penyimpanan (hari)

Level 1%

Level 2%

Level 3%

pemasakan dan penyimpanan, intensitas warna semakin menurun

(Elviera, 1988).

b. Warna a* (kemerahan)

Nilai rataan Warna a* (kemerahan) tersaji pada tabel 6.

Tabel 6 Rataan Warna a* (kemerahan) pada Bakso Daging Kerbau dengan Penambahan Kolagen hidrasi pada Rasio dan Level Berbeda selama Penyimpanan yang Berbeda.

Rasio Kolagen hidrasi

Level Kolagen hidrasi

(%)

Lama Penyimpanan (hari) Rataan

0 7 14

1:1

1% 7,61 7,57 5,98 7,05

2% 8,50 7,46 6,99 7,65

3% 9,13 8,17 6,59 7,96

Rataan 8,41 7,73 6,52 7,56

1:2

1% 7,51 6,79 6,36 6,89

2% 7,84 7,24 6,60 7,23

3% 8,81 7,31 6,87 7,66

Rataan 8,05 7,11 6,61 7,24

1:3

1% 7,02 6,88 6,00 6,63

2% 7,73 6,24 6,72 6,90

3% 8,61 7,15 5,97 7,24

Rataan 7,79 6,76 6,23 6,92

Level Kolagen hidrasi (%)

1% 7,38 7,08 6,11 6,86a

2% 8,02 6,98 6,77 7,26b

3% 8,85 7,54 6,48 7,62b

Lama Penyimpanan (hari) 5,46a 4,72b 4,4c 4,84

Keterangan :

ab, superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan

perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Pengaruh Rasio Kolagen Hidrasi terhadap Warna a* (kemerahan) (%)

Analisis ragam menunjukkan rasio kolagen hidrasi tidak

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap Warna a*

(kemerahan) pada bakso daging kerbau.

Terdapat kecenderungan nilai Warna a* (kemerahan) bakso daging

kerbau semakin meningkat. Semakin kental (1:1) rasio kolagen hidrasi

maka nilai warna a* (kemerahan) semakin meningkat. Hal ini didukung

dengan pernyataan Magdic, et.al.,(2007) menyatakan bahwa semakin

tinggi nilai Warna a* maka semakin menunjukkan kemerahan. Nilai Warna

a* Positif (+ 60%) mengindikasikan kemerahan dan nilai Warna a* negatif

(- 60) menunjukkan kehijauan (Magdic, et.al.,2007).

Pengaruh Level Kolagen Hidrasi terhadap Warna a* (kemerahan) (%)

Analisis ragam menunjukkan Level kolagen berpengaruh nyata

(P<0,05) terhadap Warna a* (kemerahan) pada bakso daging kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perbedaan antara level

kolagen hidrasi 1% dengan level kolagen 2% tetapi level kolagen 2% tidak

menunjukkan perbedaan pada level kolagen hidrasi 3%. Semakin tinggi

level kolagen hidrasi maka nilai warna a* (kemerahan) semakin meningkat

pada bakso daging kerbau. Nilai warna a* (kemerahan) yang diperoleh

masih dalam batas ambang kewajaran. Hal ini di dukung oleh pendapat

AMSA (2012) yang menyatakan bahwa semakin tinggi nilai warna a*

(kemerahan) maka semakin merah warna produk daging. Pengukuran

warna ini mengacu pada sistem Hunter warna a* (kemerahan) berayun

antara 2-30%.

Kemerahan warna bakso sangat dipengaruhi oleh warna daging

yang berhubungan dengan kandungan mioglobin pada daging. Comission

on International Relations National Research Council (1981) menyatakan

bahwa Daging kerbau memiliki kandungan mioglobin yang lebih banyak

daripada daging sapi, sehingga warna merah pada daging kerbau lebih

gelap jika dibandingkan dengan warna merah pada daging sapi. Senada

dengan pendapat Sudrajat (2007), Warna a* (kemerahan) pada bakso

juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengaruh lingkungan dan

penambahan bahan tambahan pangan seperti kolagen dan bumbu.

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Warna a* (kemerahan) (%)

Analisis ragam menunjukkan lama penyimpanan berpengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap Warna a* (kemerahan) pada bakso

daging kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan nilai warna a* (kemerahan) pada

lama penyimpanan 0 hari berbeda dengan lama penyimpanan 7 hari

demikian pula terdapat perbedaan sangat nyata pada lama penyimpanan

14 hari. Semakin lama penyimpanan maka nilai warna a* (kemerahan)

semakin menurun, hal ini ditandai adanya degradasi warna yang terjadi

akibat penyimpanan. Penurunan warna a* (kemerahan) masih dalam

batas ambang kewajaran. Pendapat AMSA (2012) pada sistem Hunter

warna a* (kemerahan) berayun antara 2-30%.

c. Warna b* (kekuningan)

Nilai rataan Warna b* (kekuningan) tersaji pada tabel 7.

Tabel 7. Rataan Warna b* (kekuningan) pada Bakso Daging Kerbau dengan Penambahan Kolagen hidrasi pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan yang berbeda

Rasio Kolagen hidrasi

Level Kolagen hidrasi

(%)

Lama Penyimpanan (hari) Rataan

0 7 14

1:1

1% 12,14 15,78 13,75 13,89

2% 13,81 13,05 12,42 13,09

3% 14,57 13,87 12,61 13,68

Rataan 13,51 14,23 12,93 13,56a

1:2

1% 11,93 13,63 12,25 12,60

2% 13,78 12,13 12,03 12,65

3% 13,97 12,54 11,11 12,54

Rataan 13,23 12,77 11,80 12,60a

1:3

1% 11,93 13,52 11,79 12,41

2% 13,78 12,18 11,13 12,36

3% 13,83 12,40 9,84 12,02

Rataan 13,18 12,70 10,92 12,27b

Level Kolagen hidrasi (%)

1% 12,00 14,31 12,60 12,97(x)

2% 13,79 12,45 11,86 12,70(x)

3% 14,12 12,94 11,19 12,75(x)

Lama Penyimpanan (hari) 13,31a(y) 13,23b(y) 11,88b(y) 12,81

Keterangan :

ab, superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan

perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

xy, superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan

adanya interaksi yang berbeda sangat nyata (P<0,01)

Pengaruh Rasio Kolagen Hidrasi terhadap Warna b* (kekuningan) (%)

Analisis ragam menunjukkan rasio kolagen hidrasi berpengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap Warna b* (kekuningan) pada bakso

daging kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan nilai warna b* (kekuningan) pada

rasio kolagen hidrasi 1:1 berbeda dengan rasio kolagen 1:2 dan 1:3. Tidak

ada perbedaan antara rasio kolagen hidrasi 1:2 dengan rasio kolagen 1:3.

Nilai Warna b* (kekuningan) tertinggi pada rasio kolagen hidrasi 1:1

(13,56%) sementara nilai Warna b* (kekuningan) terendah pada rasio

kolagen hidrasi 1:3 (12,27%), hal ini menunjukkan semakin kental rasio

kolagen hidrasi maka nilai warna b* (kekuningan) semakin meningkat. hal

ini didukung dengan pernyataan Magdic, et.al.,(2007) menyatakan

bahwa semakin tinggi nilai Warna b* (kekuningan) maka semakin

menunjukkan kekuningan. Warna b* yang mengindikasikan kekuningan

(+60%) sementara nilai b* negatif (-60%) menunjukkan warna kebiruan

(Magdic, et.al.,2007).

Warna b*(kekuningan) dipengaruhi oleh pemberian kolagen hidrasi

pada rasio berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudrajat (2007),

bahwa perubahan warna pada bakso dipengaruhi oleh berbagai faktor

seperti pengaruh lingkungan dan penambahan bahan tambahan pangan

seperti kolagen dan bumbu.

Pengaruh Level Kolagen Hidrasi terhadap Warna b* (kekuningan) (%)

Analisis ragam menunjukkan level kolagen hidrasi tidak

berpengaruh nyata terhdapat warna b* (kekuningan) pada bakso daging

kerbau.

Nilai warna b* (kekuningan) pada level kolagen hidrasi 1%.

menunjukkan nilai yang tinggi (12,97%) dibandingkan level kolagen hidrasi

3% (12,75). Nilai warna b* (kekuningan) paling rendah pada level kolagen

2% yaitu 12,70. Semakin tinggi nilai warna b* (kekuningan) menunjukkan

produk bakso daging kerbau semakin kuning. AMSA (2012) bahwa

semakin tinggi nilai a* (kemerahan) maka semakin merah warna produk

daging. Pengukuran warna ini mengacu pada sistem Hunter warna a*

(kemerahan) berayun antara 2-30%.

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Warna b* (kekuningan) (%)

Analisis ragam menunjukkan lama penyimpanan pengaruh yang

sangat nyata (P<0,01) terhadap warna b* (kekuningan) pada bakso

daging kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan nilai warna b* (kekuningan) pada

lama penyimpanan 0 hari memiliki kesamaan dengan lama penyimpanan

7 hari, tetapi menunjukkan perbedaan dengan lama penyimpanan 14 hari.

Semakin lama penyimpanan maka nilai warna b* (kekuningan) semakin

menurun, hal ini ditandai adanya degradasi warna yang terjadi akibat

penyimpanan. Penurunan warna a* (kemerahan) masih dalam batas

ambang kewajaran. Pendapat AMSA (2012) pada sistem Hunter warna

a* (kemerahan) berayun antara 2-30%.

Interaksi antara Level Kolagen Hidrasi dan Lama Penyimpanan terhadap Warna b* (kekuningan).

Interaksi antara level kolagen hidrasi dengan lama penyimpanan

dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Grafik Interaksi antara Level kolagen dengan Lama Penyimpanan terhadap Warna b* (%) pada Bakso Daging Kerbau

Interaksi antara level kolagen hidrasi dengan lama penyimpanan

pada Warna b* (kekuningan) menunjukkan pada level kolagen hidrasi 1%

terjadi peningkatan nilai Warna b* (kekuningan) dari 0 hari sampai 7 hari,

tetapi pada 7 hari mengalami penurunan Warna b* (kekuningan) menuju

14 hari. Level kolagen hidrasi mengalami interaksi dengan level 2% dan

3% pada kisaran 0 hari – 7 hari. Pada level kolagen hidrasi 2% terjadi

penurunan dari 0 hari sampai 7 hari, tetapi pada 7 hari mengalami

peningkatan sampai pada 14 hari dan terjadi interaksi dengan level 3 %

pada kisaran waktu 7 hari ke 14 hari. Pada level kolagen hidrasi 3%

mengalami penurunan dari 0 hari sampai 14 hari.

F. Keempukan

Uji keempukan menggunakan 10 orang panelis yang akan menilai

bakso daging kerbau dengan bantuan skor penilaian yang berayun antara

1-6., (1: sangat alot, 2: alot, 3: agak alot, 4: agak empuk, 5: empuk, 6:

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

0 7 14

War

na

a* (

%)

Lama Penyimpanan (Hari)

Level 1%

Level 2%

Level 3%

sangat empuk). Nilai rataan keempukan dengan penambahan kolagen

hidrasi pada rasio dan level berbeda selama penyimpanan berturut-turut

tersaji pada Tabel 6.

Tabel 8. Rataan Keempukan pada Bakso Daging Kerbau dengan Penambahan Kolagen hidrasi pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan yang Berbeda

Rasio Kolagen hidrasi

Level Kolagen

hidrasi (%)

Lama Penyimpanan (hari) Rataan

0 7 14

1:1

1% 4,4 5,2 5,6 5,1

2% 4,4 4,9 5,3 4,9

3% 4,8 4,4 4,9 4,7

Rataan 4,5 4,8 5,27 4,9a

1:2

1% 4,6 5,1 5,6 5,1

2% 4,8 5,2 5,4 5,1

3% 4,6 4,7 5,2 4,8

Rataan 4, 7 5,0 5,4 5,0b

1:3

1% 4,6 5,3 5,9 5,3

2% 5,1 5,4 5,6 5,4

3% 5,3 5,0 5,2 5,2

Rataan 5,0 5,2 5,6 5,3c

Level Kolagen hidrasi (%)

1% 4,5 5,2 5,7 5,1a(x)

2% 4,8 5,2 5,4 5,1b(x)

3% 4,9 4,7 5,1 4,9b(x)

Lama Penyimpanan 4,7a(y) 5,0b(y) 5,4b(y) 5,1

Keterangan :

ab, superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan

perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Pengaruh Rasio Kolagen Hidrasi terhadap Keempukan

Analisis ragam menunjukkan pada rasio kolagen hidrasi pengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap skor keempukan bakso daging kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan skor keempukan pada rasio kolagen

hidrasi 1:1 berbeda dengan rasio kolagen hidrasi 1:2 demikian pula

terdapat perbedaan dengan rasio kolagen hidrasi 1:3. Menunjukkan

semakin rendah kandungan kolagen hidrasi pada bakso daging kerbau

maka bakso tersebut akan semakin empuk. Sebaliknya semakin tinggi

rasio perbandingan kolagen hidrasi akan menghasilkan bakso yang

kompak tetapi memberikan kekenyalan yang tinggi. Hal ini di sebabkan

kolagen mampu mengubah cairan menjadi padatan yang elastis atau

mengubah sol menjadi gel. Reaksi pembentukan gel oleh gelatin bersifat

reversible, karena bila gel dipanaskan akan terbentuk sol dan waktu

didinginkan akan terbentuk gel lagi (John, 1977). Demikian pula pendapat

Man (1997), menyatakan bahwa protein kolagen memiliki sifat fungsional

yang berperan dalam proses pengikatan sehingga produk yang dihasilkan

memiliki tekstur yang baik.

Pengaruh Level Kolagen Hidrasi terhadap Keempukan

Level kolagen hidrasi menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05)

terhadap keempukan bakso daging kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan skor keempukan pada level kolagen

hidrasi 1% terdapat kesamaan dengan level kolagen hidrasi 2% namun

menunjukkan perbedaan dengan level kolagen hidrasi 3%. Menunjukkan

semakin tinggi level kolagen hidrasi maka skor keempukan semakin

menurun.

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Keempukan

Lama penyimpanan menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01)

terhadap keempukan bakso daging kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan skor keempukan pada lama

penyimpanan 0 hari berbeda sangat nyata dengan lama penyimpanan 7

hari demikian pula terdapat perbedaan yang sangat nyata dengan lama

penyimpanan 14 hari. Semakin lama penyimpanan maka skor keempukan

semakin meningkat.

Interaksi antara Level Kolagen Hidrasi dengan Lama Penyimpanan

Interaksi antara level kolagen hidrasi dengan lama penyimpanan

terhadap keempukan bakso daging kerbau dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Grafik Interaksi antara Level kolagen dengan Lama Penyimpanan terhadap Keempukan pada Bakso Daging Kerbau

Interaksi antara level kolagen dengan lama penyimpanan pada skor

keempukan terjadi pada kisaran waktu 0 hari sampai 7 hari. Pada level

kolagen hidrasi 1% menunjukkan penurunan antara 0 hari sampai 7 hari,

tetapi pada lama penyimpanan 7 hari mengalami peningkatan skor

0,00

2,00

4,00

6,00

0 7 14

Kee

mp

uka

n

Lama Penyimpanan (hari)

Level 1%

Level 2%

Level 3%

keempukan sampai 14 hari. Pada level kolagen hidrasi 2% dan 3%

mengalami peningkatan skor keempukan dari 0 hari sampai 14 hari. Hal

ini berkaitan pula pada kualitas bakso yang baik, ditandai dengan

keempukan yang tinggi dan residu pengunyahan sedikit. Hal ini

mendukung pernyataan Abustam (2012) bahwa degradasi enzimatik pada

protein miofibroler selama penyimpanan menyebabkan keempukan

daging meningkat.

G. Cita Rasa (flavor)

Cita rasa adalah faktor penentu daya terima konsumen terhadap

produk pangan. Rasa bakso daging kerbau dibentuk oleh berbagai

rangsangan juga dipengaruhi oleh aroma. Ada tiga macam rasa bakso

yang sangat menentukan penerimaan konsumen yaitu kegurihan,

keasinan dan rasa daging. Sementara aroma bakso dipengaruhi oleh

aroma daging, aroma tepung, bahan pengisi dan pengikat (kolagen

hidrasi), bumbu-bumbu dan bahan lain yang ditambahkan.

Uji cita rasa (flavour) menggunakan 10 orang panelis yang akan

menilai bakso daging kerbau dengan bantuan skor penilaian yang berayun

1-6., cita rasa, 1: lemah aroma daging, 2: agak lemah aroma daging, 3:

sedikit lemah aroma daging, 4: sedikit kuat aroma daging, 5: agak kuat

aroma daging, 6: kuat aroma daging. skor rataan cita rasa dengan

penambahan kolagen hidrasi pada rasio dan level berbeda selama

penyimpanan berturut-turut tersaji pada tabel 9.

Tabel 9. Rataan cita rasa (flavor) pada Bakso Daging Kerbau dengan Penambahan Kolagen hidrasi pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan yang Berbeda

Rasio Kolagen hidrasi

Level Kolagen

hidrasi (%)

Lama Penyimpanan Rataan

0 7 14

1:1

1% 4,2 4,5 3,9 4,2

2% 4,1 4,3 3,8 4,1

3% 4,2 3,7 3,6 3,8

Rataan 4,2 4,2 3,8 4,0a

1:2

1% 4,5 4,9 4,0 4,5

2% 4,4 4,5 4,1 4,3

3% 4,5 4,1 4,0 4,2

Rataan 4,47 4,5 4,0 4,3b

1:3

1% 5,1 4,7 4,5 4,8

2% 4,9 4,5 4,5 4,6

3% 5,2 5,1 4,3 4,9

Rataan 5,1 4,8 4,4 4,8c

Level Kolagen hidrasi (%)

1% 4,6 4,7 4,1 4,5

2% 4,5 4,4 4,1 4,3

3% 4,6 4,3 4,0 4,3

Lama Penyimpanan 4,6a 4,5b 4,1b 4,4

Keterangan : ab

, superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

Pengaruh Rasio Kolagen Hidrasi terhadap Cita Rasa (Flavour)

Analisis ragam menunjukkan rasio kolagen hidrasi berpengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap cita rasa (Flavour) pada bakso daging

kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan rasio kolagen hidrasi 1:1 berbeda

dengan rasio kolagen 1:2 demikian pula terdapat perbedaan dengan rasio

kolagen hidrasi 1:3.

Skor panelis berturut-turut yang menjadi pilihan dari skor 1- 6

menunjukkan lemah aroma daging sampai kuat aroma daging pada bakso

daging kerbau. Skor panelis yang tertinggi pada rasio kolagen hidrasi 1:3

(4,8) yang mengindikasikan bakso daging kerbau tersebut agak kuat

aroma dagingnya. sementara skor panelis terendah pada rasio kolagen

hidrasi 1:1 (4,0) mengindikasikan bakso daging kerbau sedikit kuat aroma

dagingnya. Semakin encer (1:3) rasio kolagen hidrasi maka aroma daging

pada bakso daging kerbau lebih kuat. Hal ini menunjukkan skor cita rasa

(flavor) bakso daging kerbau semakin tinggi.

Kolagen hidrasi berguna untuk mengemulsi air dengan lemak,

sehingga dapat mempengaruhi cita rasa bakso daging kerbau. Ockerman

(1978) bahwa bakso merupakan emulsi minyak dalam air, lemak sebagai

fase terdispersi dan air sebagai fase pendispersi dengan protein sebagai

emulsifier. Molekul pengemulsi mempunyai afinitas, baik terhadap air yaitu

porsi molekul hidrofilik maupun terhadap lemak yaitu porsi molekul

hidrofobik.

Pengaruh Level Kolagen Hidrasi terhadap Cita Rasa (Flavour)

Analisis ragam pada level kolagen hidrasi tidak menunjukkan

pengaruh nyata (P>0,05) terhadap cita rasa (flavour) bakso daging

kerbau.

Terdapat kecenderungan penurunan nilai skor pada peningkatan

level kolagen hidrasi (3%) meskipun skor yang diperoleh tidak berbeda

jauh dengan level 1% dan 2%.

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Cita Rasa (Flavour)

Analisis ragam menunjukkan lama penyimpanan berpengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap cita rasa (Flavour).

Hasil uji Duncan menunjukkan persamaan antara lama

penyimpanan 0 hari dengan lama penyimpanan 7 hari sedangkan terdapat

perbedaan dengan lama penyimpanan 14 hari.

Lama penyimpanan 0 hari (skor 4,6) menunujkkan perbedaan

dengan penyimpanan 7 hari (skor 4,5) dan berbeda pula pada

penyimpanan 14 hari (skor 4,1) terhadap kesukaan bakso daging kerbau.

Lama penyimpanan bakso daging kerbau untuk 0 hari apresiasi panelis

lebih tinggi aroma daging pada bakso dengan lama penyimpanan 14 hari.

Hal ini disebabkan cita rasa semakin menurun sehingga mempengaruhi

tingkat kesukaan panelis. Penelitian ini didukung oleh penelitian

sebelumnya Merpati (2013), bahwa penyimpanan 0 hari apresiasi panelis

lebih suka dari pada penyimpanan 14 hari, hal ini karena semakin lama

penyimpanan kualitas sensorik (kekenyalan, keempukan dan cita rasa dan

kesukaan) bakso semakin menurun.

H. Kesukaan (Hedonik)

Uji kesukaan menggunakan 10 orang panelis yang akan menilai

bakso daging kerbau dengan bantuan skor penilaian yang berayun 1-6.,

Kesukaan, 1: sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak tidak suka, 4: agak

suka, 5: suka, 6: sangat suka. Nilai rataan kesukaan dengan penambahan

kolagen hidrasi pada rasio dan level berbeda selama penyimpanan

berturut-turut tersaji pada tabel 10

Tabel 10. Rataan kesukaan (hedonik) pada Bakso Daging Kerbau dengan Penambahan Kolagen hidrasi pada Rasio dan Level Berbeda Selama Penyimpanan yang Berbeda

Rasio Kolagen hidrasi

Level Kolagen

hidrasi (%)

Lama Penyimpanan (hari) Rataan

0 7 14

1:1

1% 4,8 4,4 3,4 4,2

2% 4,5 4,7 4,0 4,4

3% 4,4 3,5 4,0 4,0

Rataan 4,6 4,2 3,8 4,2a

1:2

1% 4,8 4,5 4,7 4,7

2% 5,1 4,5 3,8 4,5

3% 4,6 4,6 4,3 4,5

Rataan 4,8 4,5 4,3 4,5b

1:3

1% 5,5 5,0 4,7 5,1

2% 5,1 4,6 4,5 4,7

3% 5,8 5,0 4,4 5,1

Rataan 5,5 4,9 4,5 4,9c

Level Kolagen hidrasi (%)

1% 5,0 4,6 4,3 4,6

2% 4,9 4,6 4,1 4,5

3% 4,9 4,4 4,2 4,5

Lama Penyimpanan 5,0a 4,5b 4,2c 4,6

Keterangan :

ab, superscript yang berbeda pada baris dan atau kolom yang sama menunjukkan

perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Pengaruh Rasio Kolagen Hidrasi terhadap Kesukaan (Hedonik)

Analisis ragam menunjukkan pada rasio kolagen hidrasi

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skor kesukaan bakso daging

kerbau.

Hasil uji Duncan menunjukkan perbedaan sangat nyata antara

rasio kolagen hidrasi 1:1 dengan rasio kolagen hidrasi 1:2 demikian pula

terdapat perbedaan sangat nyata dengan rasio kolagen 1:3

Skor panelis berturut-turut yang menjadi pilihan dari skor 1- 6

menunjukkan sangat tidak suka sampai sangat suka.

Hasil skor penilaian panelis terhadap tingkat kesukaan bakso

daging kerbau. Rasio kolagen hidrasi 1:3 (4,9%) mengindikasikan bahwa

panelis suka bakso daging kerbau tersebut. Hal ini berkaitan dengan

kualitas bakso daging kerbau yang cenderung lebih baik pada rasio 1:3

yang ditandai dengan keempukan lebih baik, residu pengunyahan sedikit

tetapi memberikan kekenyalan pada bakso tersebut. Lanier (1992)

menambahkan bahwa, penambahan kolagen pada produk-produk olahan

yang berbahan dasar hampir sama akan mempengaruhi tekstur.

Pengaruh Level Kolagen Hidrasi terhadap Kesukaan (Hedonik)

Analisis ragam pada level kolagen hidrasi tidak menunjukkan

pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kesukaan (hedonik) bakso daging

kerbau.

Terdapat kecenderungan penurunan nilai skor pada peningkatan

level kolagen hidrasi (3%) meskipun skor yang diperoleh tidak berbeda

jauh dengan level 1% dan 2%.

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kesukaan (Hedonik)

Analisis ragam menunjukkan lama penyimpanan pengaruh sangat

nyata (P<0,05) terhadap kesukaan (Hedonik) pada bakso daging kerbau.

Hasil Uji Duncan menunjukkan lama penyimpanan 0 hari terdapat

perbedaan sangat nyata dengan lama penyimpanan 7 hari demikian pula

terdapat perbedaan sangat nyata dengan lama penyimpanan 14 hari.

Lama penyimpanan 0 hari (skor 5,0) menunjukkan perbedaan

dengan penyimpanan 7 hari (skor 4,5) dan berbeda pula pada

penyimpanan 14 hari (skor 4,2) terhadap kesukaan bakso daging kerbau.

Lama penyimpanan bakso daging kerbau untuk 0 hari apresiasi panelis

lebih suka dibanding bakso dengan lama penyimpanan 14 hari. Hal ini

disebabkan cita rasa semakin menurun sehingga mempengaruhi tingkat

kesukaan panelis. Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya

Merpati, (2013), bahwa penyimpanan 0 hari apresiasi panelis lebih suka

dari pada penyimpanan 14, Hal ini karena semakin lama penyimpanan

kualitas sensorik (kekenyalan, keempukan dan cita rasa dan kesukaan)

bakso semakin menurun.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Semakin kental (1:1) rasio kolagen hidrasi maka nilai susut masak,

TPC, TBA semakin rendah tetapi pada DPB, Warna L* (kecerahan),

Kekuningan b* dan skor keempukan menunjukkan nilai yang tinggi.

2. Semakin tinggi level kolagen hidrasi yang diberikan maka nilai

susut masak, dan skor keempukan semakin rendah tetapi nilai

Warna a* (kemerahan) menunjukkan nilai yang semakin tinggi.

3. Semakin lama penyimpanan nilai TBA, TPC dan skor keempukan

semakin meningkat, sementara nilai DPB, Warna L* (kecerahan),

Warna a* (kemerahan), Warna b* (kekuningan), skor cita rasa dan

kesukaan semakin menurun.

4. Terdapat Interaksi antara rasio kolagen hidrasi dengan lama

penyimpanan terhadap DPB, sedangkan pada Warna L*

(kecerahan), Warna b* (kekuningan) dan keempukan terdapat

interaksi antara level kolagen dengan dengan lama penyimpanan.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka

disarankan untuk menggunakan rasio kolagen hidrasi 1:2 dengan level 2%

dan lama penyimpanan hingga 14 hari

DAFTAR PUSTAKA

Abustam, 1987. Contribution a letude des relations caracterisations des viandes bovines par les proprietes des tissus conjonctifs. Theses Doctorat, Univ. Clermont-Ferrand II, France

Abustam, E. (1993). Peranan maturasi (aging) terhadap mutu daging sapi

bali yang dipelihara secara tradisional dan dengan sistem penggemukan. Laporan Hasil Penelitian. Proyek Peningkatan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Loan Bank Dunia No.3311-IND. SPK No. 670/P4M/DPPM/L. 3311/BBI/1992. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Abustam, E., J. C. Likadja dan A. Ma’arif. (2009). Penggunaan Asap Cair

Sebagai Bahan Pengikat pada Pembuatan Bakso Daging Sapi Bali. Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Program Magister Ilmu Ternak Pasacasarjana Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Abustam, E., M. Yusuf, H.M. Ali, dan F.N. Yuliati. (2012). Karakteristik Bakso Daging

Sapi Bali Melalui Penambahan Asap Cair pada Otot Prarigor dan Pascarigor. Penelitian Strategi Nasional. Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Abustam, 2012. Ilmu Daging; Aspek Produksi, Kimia, Biokimia dan Kualitas. Masagena Press, Makassar.

Abustam, 2013. Karakteristik kualitas daging sapi Bali (M. Longissimus dorsi) pasca penambahan asap cair pada konsentrasi dan waktu maturasi yang berbeda. Prosiding. Seminbar Nasional Peternakan Berkelanjutan 5. Laboratorium Teknologi Daging dan Telur Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Aprilyani I.K;at, al. 2013. Aplikasi Penambahan Gelatin dari Berbagai Kulit Ikan terhadap Kualitas Pasta Ikan Tunul. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang.

Arintawati, M. 2005. Memilih Daging Sehat dan Halal. LP Pengawasan Obat danMakanan MUI. http://www.republika.co.id. [11 oktober 2006].

Apriyantono, H. A., 2003, Makalah Halal: Kaitan Antara Syar’i, Teknologi, dan Sertifikasi, www.indohalal.com/doc-halal2.html

Desoirer, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan: Muljohardjo, N. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Devidek, J., J. Velisek dan J. Pokorny. 1990. Chemical Changes during

Food Processing. Elsevier, New York. Elviera, G. 1988. Pengaruh pelayuan daging sapi terhadap mutu bakso.

Skripsi Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Forrest, J. C., E. D. Aberle, H. B. Hendrick, M. D. Judge dan Merkel. 1975.

Principle of Meat Science. W. H. Freemen and Co., San Francisco. Gaspersz, V. 1989. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico,

Bandung.

Girrard, J.P. 1992. Smoking in Technology of Meat Products. Clermont Ferrand. Ellis Horwood, New York pp: 165:205.

Hartono et al., 1988 dan Yen-chen, 1995 didalam Yasni S. 2001. Khasiat Cinna-Ale sebagai Pencegah Penyakit Degeneratif. Didalam: Proseding Seminar Nasional: Pangan Tradisional sebagai Basis Industri Pangan dan Suplemen. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB: Jakarta.

Honikel. 1989. The Meat Aspects of Water and Food Quality. Dalam: Hardman (Ed). Water Food Quality. Elsevier Science Publishing Co. Inc., New York.

Indrarmono, T. P. 1987. Pengaruh lama pelayuan dan jenis daging karkas

serta jumlah es yang ditambahkan ke dalam adonan terhadap sifat fisiko-kimia bakso sapi. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kramlich, W. E. 1971. Sausage Product. Dalam: J. F. Price dan B. S.

Schweigert (Eds). The Science of Meat Product. W. H. Freeman Co. San Francisco.

Magdic, D., Dobricevic, N. 2007: Statistical Evaluation of Dynamic

Changes of ‘Idared’ Apples Colour During Storage, Jurnal. Agriculturae Conspectus Scientificus 72 (4), 311-316.

Merpati, 2013. Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Tempurung Kelapa dan

Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Bakso Daging Sapi Pascarigor. Tesis. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Mujiono, R. 1995. Kandungan gizi dan palatabilitas bakso daging sapi dan domba bagian paha lemusir. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Ockerman, H. W. 1978. Source Book of Food Scienctist. The Avi Publ. Co.

Inc. Westport. Connecticut. Pandisurya, C. 1983. Pengaruh jenis daging dan penambahan tepung

terhadap mutu bakso. Skripsi. Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Pearson, A. M. dan F. W. Tauber. 1984. Processed Meats. The Avi

Publishing Co. Inc. Westport. Connecticut. Purnomo, H. 1990. Kajian mutu bakso daging, bakso urat dan bakso aci di

daerah Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Redley, J. A. 1976. Strach Production Technology. Applied Science Publ.

Co. Ltd., London.

Rocha A.L; at,al. 2009. Laveraging Poultry Protein to enhance Product Quality. Meatingplece Poltri.

Said. 2014. By Product Ternak; Teknologi dan Aplikasinya. IPB Press, Bogor.

Sikorski, Z. E. 2001. Chemical and functional properties of food protein. Technomic

Publishing Co.Inc, Pennysilvania. Sunarlim, R. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapi dan pengaruh

penambahan NaCl dan natrium tripolyfosfat terhadap perbaikan mutu. Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB, Bogor.

Soeparno. 2009). Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta. Sudrajad. 2007. Sifat fisik dan Organoleptik Bakso Daging Sapi dan

Daging Kerbau Pada Penambahan Karagenan dan Khitosan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Jakarta.

Tarwotjo, I. S., S. Hartini, S. Soekirman dan Sumartono. 1971. Komposisi

Tiga Jenis Bakso. di Jakarta. Akademi Gizi, Jakarta.

Trout, G. R. dan G. R. Schmidt. 1986. Effect phosphates on functional properties of restructured beef rolls: the rolls of pH, ionic strength ang phosphate type. Food Science. 51: 1416.

Wilson, N. R. P., E. J. Dyett, R. W. Hughes dan C. R. V. Jones. 1981.

Meat and Products. Applied Science Publisher. London.

Lampiran 1. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Daya Putus Bakso (DPB) (kg/cm2) daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen hidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: DPB

Source Type III Sum

of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Corrected Model ,766a 26 ,029 2,849 ,001

Intercept 7,741 1 7,741 748,033 ,000

Rasio_hidrasi ,034 2 ,017 1,631 ,205

Level_kolagen ,042 2 ,021 2,041 ,140

Lama_Penyimpanan ,306 2 ,153 14,784 ,000

Rasio_hidrasi * Level_kolagen ,007 4 ,002 ,158 ,958

Rasio_hidrasi * Lama_Penyimpanan ,255 4 ,064 6,157 ,000

Level_kolagen * Lama_Penyimpanan ,069 4 ,017 1,669 ,171

Rasio_hidrasi * Level_kolagen *

Lama_Penyimpanan

,054 8 ,007 ,652 ,731

Error ,559 54 ,010

Total 9,066 81

Corrected Total 1,325 80

a. R Squared = ,578 (Adjusted R Squared = ,375)

Uji Duncan pada Lama Penyimpanan

DPB

Duncana,b

Lama_Penyimpanan N Subset

1 2 3

0 hari 27 ,2248

7 hari 27 ,3133

14 hari 27 ,3822

Sig. 1,000 1,000 1,000

Lampiran 2. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Susut Masak (%) bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen hidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Susut_Masak

Source Type III Sum

of Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected Model 4,385a 8 ,548 6,058 ,001

Intercept 209,502 1 209,502 2315,69

3

,000

Rasio_Hidrasi 2,944 2 1,472 16,271 ,000

Level_Kolagen ,637 2 ,319 3,521 ,051

Rasio_Hidrasi * Level_Kolagen ,804 4 ,201 2,221 ,107

Error 1,628 18 ,090

Total 215,515 27

Corrected Total 6,013 26

a. R Squared = ,729 (Adjusted R Squared = ,609)

Uji Duncan Rasio Kolagen Hidrasi

Susut_Masak

Duncana,b

Rasio_Hidrasi N Subset

1 2

1:1 9 2,4811

1:2 9 2,6311

1:3 9 3,2444

Sig. ,304 1,000

Uji Duncan Level Kolagen Hidrasi

Susut_Masak

Duncana,b

Level_Kolagen N Subset

1 2

3% 9 2,5700

2% 9 2,8700

1% 9 2,9167

Sig. 1,000 ,746

Lampiran 3. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Ketengikan/Uji TBA (Thiobarbituric Acid) bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen hidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: TBA

Source Type III Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

Corrected Model ,740a 26 ,028 3,582 ,000

Intercept 1,727 1 1,727 217,420 ,000

Rasio_hidrasi ,416 2 ,208 26,186 ,000

Level_kolagen ,004 2 ,002 ,231 ,794

Lama_Penyimpanan ,117 2 ,058 7,334 ,002

Rasio_hidrasi * Level_kolagen ,048 4 ,012 1,513 ,212

Rasio_hidrasi * Lama_Penyimpanan ,061 4 ,015 1,930 ,119

Level_kolagen * Lama_Penyimpanan ,063 4 ,016 1,993 ,109

Rasio_hidrasi * Level_kolagen *

Lama_Penyimpanan

,031 8 ,004 ,487 ,860

Error ,429 54 ,008

Total 2,896 81

Corrected Total 1,169 80

a. R Squared = ,633 (Adjusted R Squared = ,456)

Uji Duncan pada Rasio Hidrasi

TBA

Duncana,b

Rasio_hidrasi N Subset

1 2 3

1:1 27 ,0694

1:2 27

,1269

1:3 27

,2418

Sig.

1,000 1,000 1,000

Lama Penyimpanan

TBA

Duncana,b

Lama_Penyimpanan N Subset

1 2

0 hari 27 ,0947

7 hari 27 ,1582

14 hari 27 ,1852

Sig. 1,000 ,270

Lampiran 4. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Uji Total Bakteri/ Uji TPC (Total Plate Count) bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen hidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: TPC

Source Type III Sum

of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Corrected Model 1,601E+,13a 26 6,159E+11 2,221 ,007

Intercept 2,750E+14 1 2,750E+14 991,589 ,000

Rasio_hidrasi 4,04E+12 2 2,02E+12 7,294 ,002

Level_kolagen 3,401E+11 2 1,700E+11 ,613 ,545

Lama_Penyimpanan 8,25E+12 2 4,127E+12 14,883 ,000

Rasio_hidrasi * Level_kolagen 8,457E+11 4 2,114E+11 ,762 ,554

Rasio_hidrasi * Lama_Penyimpanan 4,812E+11 4 1,203E+11 ,434 ,784

Level_kolagen *

Lama_Penyimpanan

1,278E+12 4 3,195E+11 1,152 ,342

Rasio_hidrasi * Level_kolagen *

Lama_Penyimpanan

7,681E+11 8 960067901

23,

,346 ,944

Error 1,497E+13 54 2,773E+11

Total 3,060E+14 81

Corrected Total 3,099E+13 80

a. R Squared = ,517 (Adjusted R Squared = ,284)

Rasio Hidrasi

TPC

Duncana,b

Rasio_hidrasi N Subset

1 2

1:1 27 1569629,6296

1:2 27 1840740,7407 1840740,7407

1:3 27 2117037,0370

Sig. ,064 ,059

Lama Penyimpanan

TPC

Duncana,b

Lama_Penyimpanan N Subset

1 2

0 hari 27 1405925,9259

7 hari 27 1961111,1111

14 hari 27 2160370,3704

Sig. 1,000 ,170

Lampiran 5. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Uji uji warna L* sistem color measurement in L, a, b bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen hidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda

Warna L*

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Warna_L

Source Type III Sum

of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Corrected Model 6241,615a 26 240,062 33,857 ,000

Intercept 100888,111 1 100888,111 14228,693 ,000

Rasio_hidrasi 487,573 2 243,787 34,382 ,000

Level_kolagen 67,512 2 33,756 4,761 ,012

Lama_Penyimpanan 5172,954 2 2586,477 364,782 ,000

Rasio_hidrasi * Level_kolagen 17,609 4 4,402 ,621 ,650

Rasio_hidrasi * Lama_Penyimpanan 116,355 4 29,089 4,103 ,006

Level_kolagen * Lama_Penyimpanan 252,478 4 63,119 8,902 ,000

Rasio_hidrasi * Level_kolagen *

Lama_Penyimpanan

127,135 8 15,892 2,241 ,038

Error 382,885 54 7,090

Total 107512,611 81

Corrected Total 6624,500 80

a. R Squared = ,942 (Adjusted R Squared = ,914)

Rasiokolagen hidrasi

Warna_L

Duncana,b

Rasio_hidrasi N Subset

1 2 3

1:3 27 31,9956

1:2 27 36,0030

1:1 27 37,8778

Sig. 1,000 1,000 1,000

Lama Penyimpanan

Warna_L

Duncana,b

Lama_Penyimpanan N Subset

1 2 3

14 hari 27 24,9593

7 hari 27 36,4937

0 hari 27 44,4233

Sig. 1,000 1,000 1,000

Lampiran 6. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program

SPSS terhadap Uji uji warna a* sistem color measurement in L, a, b bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen hidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda

Warna a*

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Warna_A

Source Type III Sum

of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Corrected Model 58,832a 26 2,263 4,825 ,000

Intercept 4253,793 1 4253,793 9070,11

3

,000

Rasio_hidrasi 5,390 2 2,695 5,746 ,005

Level_kolagen 7,942 2 3,971 8,467 ,001

Lama_Penyimpanan 36,162 2 18,081 38,553 ,000

Rasio_hidrasi * Level_kolagen ,341 4 ,085 ,182 ,947

Rasio_hidrasi * Lama_Penyimpanan 1,517 4 ,379 ,809 ,525

Level_kolagen * Lama_Penyimpanan 5,418 4 1,354 2,888 ,031

Rasio_hidrasi * Level_kolagen *

Lama_Penyimpanan

2,062 8 ,258 ,550 ,814

Error 25,325 54 ,469

Total 4337,951 81

Corrected Total 84,158 80

a. R Squared = ,699 (Adjusted R Squared = ,554)

Level Kolagen

Warna_A

Duncana,b

Level_kolagen N Subset

1 2

1% 27 6,8570

2% 27 7,2596

3% 27 7,6237

Sig. 1,000 ,056

Lama Penyimpanan

Warna_A

Duncana,b

Lama_Penyimpanan N Subset

1 2 3

14 hari 27 6,4519

7 hari 27 7,2019

0 hari 27 8,0867

Sig. 1,000 1,000 1,000

Lampiran 7. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Uji uji warna b* sistem color measurement in L, a, b bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen hidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda.

Warna b*

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Warna_B

Source Type III Sum

of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Corrected Model 106,574a 26 4,099 6,386 ,000

Intercept 13377,467 1 13377,467 20842,899 ,000

Rasio_hidrasi 20,529 2 10,265 15,993 ,000

Level_kolagen ,827 2 ,413 ,644 ,529

Lama_Penyimpanan 29,856 2 14,928 23,258 ,000

Rasio_hidrasi * Level_kolagen 2,330 4 ,583 ,908 ,466

Rasio_hidrasi * Lama_Penyimpanan 6,381 4 1,595 2,485 ,054

Level_kolagen * Lama_Penyimpanan 45,286 4 11,322 17,640 ,000

Rasio_hidrasi * Level_kolagen *

Lama_Penyimpanan

1,365 8 ,171 ,266 ,974

Error 34,658 54 ,642

Total 13518,699 81

Corrected Total 141,232 80

a. R Squared = ,755 (Adjusted R Squared = ,636)

Rasio Hidrasi

Warna_B

Duncana,b

Rasio_hidrasi N Subset

1 2

1:3 27 12,4014

1:2 27 12,5981

1:1 27 13,5541

Sig. ,371 1,000

Lama Penyimpanan

Warna_B

Duncana,b

Lama_Penyimpanan N Subset

1 2

14 hari 27 11,9944

7 hari 27 13,2319

0 hari 27 13,3274

Sig. 1,000 ,663

Lampiran 8. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap keempukan bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen hidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Keempukan

Source Type III

Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

Corrected Model 13,082a 26 ,503 7,075 ,000

Intercept 2068,228 1 2068,228 29084,460 ,000

Rasio_hidrasi 2,222 2 1,111 15,627 ,000

Level_kolagen ,935 2 ,468 6,575 ,003

Lama_Penyimpanan 6,261 2 3,130 44,023 ,000

Rasio_hidrasi * Level_kolagen ,246 4 ,062 ,866 ,490

Rasio_hidrasi * Lama_Penyimpanan ,023 4 ,006 ,080 ,988

Level_kolagen * Lama_Penyimpanan 2,746 4 ,686 9,653 ,000

Rasio_hidrasi * Level_kolagen *

Lama_Penyimpanan

,648 8 ,081 1,140 ,352

Error 3,840 54 ,071

Total 2085,150 81

Corrected Total 16,922 80

a. R Squared = ,773 (Adjusted R Squared = ,664)

Uji Duncan Rasio Hidrasi

Keempukan

Duncana,b

Rasio_hidrasi N Subset

1 2 3

1:1 27 4,8630

1:2 27 5,0296

1:3 27 5,2667

Sig. 1,000 1,000 1,000

Uji Duncan Level Kolagen

Keempukan

Duncana,b

Level_kolagen N Subset

1 2

3% 27 4,9037

2% 27 5,1037

1% 27 5,1519

Sig. 1,000 ,510

Uji Duncan Lama Penyimpanan

Keempukan

Duncana,b

Lama_Penyimpanan N Subset

1 2 3

0 hari 27 4,7333

7 hari 27 5,0148

14 hari 27 5,4111

Sig. 1,000 1,000 1,000

Lampiran 9. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program SPSS terhadap Cita Rasa (Flavor) bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen hidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Cita_rasa

Source Type III

Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

Corrected Model 13,640a 26 ,525 2,714 ,001

Intercept 1552,360 1 1552,360 8029,448 ,000

Rasio_hidrasi 6,965 2 3,483 18,013 ,000

Level_kolagen ,499 2 ,249 1,289 ,284

Lama_Penyimpanan 3,549 2 1,774 9,178 ,000

Rasio_hidrasi * Level_kolagen ,654 4 ,164 ,846 ,502

Rasio_hidrasi * Lama_Penyimpanan ,295 4 ,074 ,381 ,821

Level_kolagen * Lama_Penyimpanan ,668 4 ,167 ,864 ,492

Rasio_hidrasi * Level_kolagen *

Lama_Penyimpanan

1,010 8 ,126 ,653 ,730

Error 10,440 54 ,193

Total 1576,440 81

Corrected Total 24,080 80

a. R Squared = ,566 (Adjusted R Squared = ,358)

Uji Duncan Rasiokolagen hidrasi

Cita_rasa

Duncana,b

Rasio_hidrasi N Subset

1 2 3

1:1 27 4,0407

1:2 27 4,3370

1:3 27 4,7556

Sig. 1,000 1,000 1,000

Uji Duncan Lama Penyimpanan

Cita_rasa

Duncana,b

Lama_Penyimpanan N Subset

1 2

14 hari 27 4,0852

7 hari 27 4,4852

0 hari 27 4,5630

Sig. 1,000 ,518

Lampiran 10. Hasil uji sidik ragam dengan menggunakan program

SPSS terhadap Kesukaan (hedonik) bakso daging kerbau dengan penambahan rasio kolagen hidrasi dan level kolagen selama penyimpanan yang berbeda

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Kesukaan

Source Type III Sum

of Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected Model 21,522a 26 ,828 2,999 ,000

Intercept 1691,951 1 1691,951 6129,161 ,000

Rasio_hidrasi 7,636 2 3,818 13,831 ,000

Level_kolagen ,332 2 ,166 ,601 ,552

Lama_Penyimpanan 7,576 2 3,788 13,723 ,000

Rasio_hidrasi * Level_kolagen 1,412 4 ,353 1,279 ,290

Rasio_hidrasi * Lama_Penyimpanan ,452 4 ,113 ,409 ,801

Level_kolagen * Lama_Penyimpanan ,359 4 ,090 ,325 ,860

Rasio_hidrasi * Level_kolagen *

Lama_Penyimpanan

3,756 8 ,469 1,701 ,119

Error 14,907 54 ,276

Total 1728,380 81

Corrected Total 36,429 80

a. R Squared = ,591 (Adjusted R Squared = ,394)

Uji Duncan Rasio Hidrasi

Kesukaan

Duncana,b

Rasio_hidrasi N Subset

1 2 3

1:1 27 4,2000

1:2 27

4,5593

1:3 27

4,9519

Sig.

1,000 1,000 1,000

Uji Duncan Lama Penyimpanan

Kesukaan

Duncana,b

Lama_Penyimpanan N Subset

1 2 3

14 hari 27 4,2074

7 hari 27

4,5481

0 hari 27

4,9556

Sig.

1,000 1,000 1,000

Gambar 5. Foto-Foto Dokumentasi Hasil Penelitian

a. Proses Pembuatan Gelatin

b. Persiapan Bahan dan Pembuatan Bakso

c. Analisis Kimia dan Organoleptik

CURICULUM VITAE A. Data Pribadi

1. Nama : Hasma 2. Tempat/Tgl Lahir : Arungkeke/15 Oktober 1981 3. Alamat : Jl. Maje’ne Raya Blok E No 36A

Perumnas Sudiang, Makassar 4. Status : Belum Menikah 5. Agama : Islam

B. Riwayat Pendidikan a. Tamat SD tahun : 1994 di SD Neg 76 Palajau b. Tamat SLTP tahun : 1997 di SMP Neg 2 Binamu Kab.

Jeneponto c. Tamat SLTA tahun : 2000 di SMU Neg 2 Binamu Kab.

Jeneponto d. Sarjana (S1) tahun : 2004 di Universitas Hasanuddin,

Makassar

C. Pekerjaan dan Riwayat Pekerjaan a. Pekerjaan : Dosen Tetap Yayasan b. NIDN : 0915108104 c. Pangkat/Jabatan : Asisten Ahli/Kepala Lab. Biologi STKIP

YAPTI Kab. Jeneponto