PENGARUH PERBEDAAN PENAMBAHAN NaOH DALAM PEMBUATAN SABUN LEMAK KAKAO

24
MATAKULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DERIVAT LAPORAN HASIL PRAKTIKUM PENGARUH PERBEDAAN PENAMBAHAN NaOH DALAM PEMBUATAN SABUN LEMAK KAKAO Disusun oleh : Naili Mawadatur R 121710101136 Kelompok 6 THP C JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Transcript of PENGARUH PERBEDAAN PENAMBAHAN NaOH DALAM PEMBUATAN SABUN LEMAK KAKAO

MATAKULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DERIVAT

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM

PENGARUH PERBEDAAN PENAMBAHAN NaOH DALAM PEMBUATAN

SABUN LEMAK KAKAO

Disusun oleh :

Naili Mawadatur R 121710101136

Kelompok 6 THP C

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor dengan

produksi yang cukup besar di Indonesia, berdasarkan

data International Cacao and Coffee Organization (ICCK)

saat ini kakao yang dihasilkan diperkirakan sebesar 3,3

juta ton. Dermoredjo dan Setyanto (2008) menyatakan

bahwa jika dikelompokkan menurut usahanya maka

perkebunan kakao Indonesia dibagi dalam 3 (tiga)

kelompok yaitu; Perkebunan Rakyat 887.735 Ha,

Perkebunan Negara 49.976 Ha dan Perkebunan Swasta

54.737 Ha. Pada periode 2000 – 2005, ekspor biji kakao

dunia, Indonesia berada pada urutan ketiga penghasil

kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana

pada posisi 1 dan 2 dengan kapasitas produksi setiap

tahunnya masingmasing mencapai 1.276 juta ton dan 586

ribu ton dan Indonesia 456 ribu ton.

Salah satu kandungan dalam lemak kakao adalah

polyphenol. Zat tersebut berfungsi sebagai antioksidan

yang secara aktif akan melindungi jaringan tubuh dari

radikal bebas, termasuk zat – zat yang dapat merusak

sel – sel pada kulit. Selain itu, minyak kakao dapat

menghaluskan kulit. Bahkan, keunggulan lemak kakao ini

lebih baik dibandingkan minyak lain yang dikenal

sebagai minyak kecantikan. Lemak kakao sebagai bahan

baku memiliki kandungan gizi bagi kulit yang lebih

besar dibandingkan minyak sejenis. Disamping

menghaluskan juga lebih mudah diserap oleh kulit, apa

pun jenis kulit tidak akan ada efek sampingnya karena

sabun dari lemak kakao ini merupakan sabun berbahan

dasar alami. Selain itu, penggunaan sisa produksi lemak

kakao yang berupa padatan masih dapat di olah sebagai

pasta coklat yang memiliki kadar lemak yang cukup

rendah serta masih dapat dikonsumsi setelah melalui

proses pengolahan terlebih dahulu. Oleh karena itu,

dilakukan pembuatan sabun berbahan lemak kakao. Akan

tetapi harga lemak kakao yang relatif lebih mahal

menjadi pertimbangan untuk pembuatan sabun ini.

1.2 Tujuan

Mengetahui karakteristik sabun yang berbahan baku

lemak kakao

Mengetahui perbedaan sabun lemak kakao dengan

sabun yang ada di pasaran

1.3 Luaran

Diharapkan produk ini dapat menjadi salah satu

produk hasil diversifikasi dari pengolahan

komoditi kakao,

Dapat menjadi produk sabun kecantikan yang berasal

dari kandungan lemak kakaonya, dan

1.4 Manfaat

Memperbaiki karakteristik produk sabun yang telah

ada di pasaran

Memberikan produk sabun dengan berbagai kandungan

di dalamya yang memberikan manfaat kecantikan bagi

kulit

Diversifikasi produk olahan lemak kakao

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lemak Kakao

Lemak kakao dibuat dari biji kakao dengan

melibatkan beberapa tahap proses, antara lain :

fermentasi, perendaman, pengeringan, penyangraian,

penghalusan dan pengepresan (Shuka, 2003). Menurut

Minifie (1989) dan Wang Dkk (2006) lemak kakao

merupakan formula yang sangat penting dalam proses

pembuatan coklat, dimana lemak kakao yang akan

menentukan dari mutu atau kualitas coklat tersebut. Hal

itu yang menjadikan lemak kakao memiliki harga jual

yang cukup mahal, dimana terdapat kandungan 29,5% lemak

kakao dalam permen coklat.

Komposisi lemak kakao dapat dilihat pada Tabel 2.1

di bawah ini, dengan asam lemak jenuh stearat (33.2 %),

palmitat (25.4%) dan asam lemak tak jenuh oleat (32.6%)

yang tertinggi.

Tabel 2.1 Sifat-sifat Lemak Kakao*

Sifat-sifat Nilai

pengukuranBilangan iod 33 – 42 Bilangan penyabunan 188 – 198 Titik leleh 32 – 35 ˚C

Komposisi asam lemakAsam miristat (14:10) 0,1Asam palmitat (16:0) 25,4Asam palmitoleat (16:1) 0,2Asam stearat (18:0) 33,2Asam oleat (18:1) 32,6Asam linoleat (18:2) 2,8Asam linolenat (18:3) 0,1* (O’, Brien 2008)

Lemak merupakan komponen termahal dari biji kakao.

Biji kakao yang berasal dari pembuatan musim hujan

umumnya mempunyai kadar lemak tinggi (Mulato, 2002).

Selain oleh bahan tanam dan musim, kandungan lemak

dipengaruhi oleh perlakuan pengolahan, jenis bahan

tanaman dan faktor musiman, sedangkan karakteristik

fisik biji kakao pasca pengolahan seperti kadar air,

tingkat fermentasi dan kadar kulit berpengaruh pada

rendemen lemak biji kakao (Mulato, 2002).

Kebanyakan konsumen menyukai produk-produk kakao

karena cita rasa yang khas, rasa manis – pahit, dan

aroma yang selalu menggugah selera. Kekhasan tersebut

dikarenakan komponen kimia yang menyusun biji kakao,

sehingga menghasilkan satu kesatuan rasa yang lezat

dari produk – produk olahan kakao yang utamanya berasal

dari komponen lemak biji kakao yang dapat mencapai 57%

(Mulato, 2002).

Lemak kakao merupakan lemak nabati alami yang

mempunyai sifat unik, yaitu tetap cair pada suhu

dibawah titik bekunya. Lemak kakao mempunyai warna

putih kekuningan dan mempunyai bau khas cokelat. Lemak

ini mempunyai sifat rapuh (brittle) pada suhu 25oC dan

tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol

dingin, angka penyabunan 188 – 198, angka iod 35 – 40.

Lemak kakao larut sempurna dalam alkohol murni panas

dan sangat mudah larut dalam kloroform, benzene, dan

petroleum eter (Mulato, 2002).

2.2 Minyak Kelapa dan Lemak

Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang

memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada

proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang

digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan.

Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya

dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada

temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan

berwujud padat.

Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan

senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan

sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak

dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam

lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan

menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon

lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan

sulit terlarut dalam air.

Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat,

linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan

menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan

atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak

tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik

lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang

tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang

dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh

pada temperatur tinggi (Guenther, 2006).

Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang

berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda.

Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena

memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa

memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi

dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa.

2.3 Minyak Esensial

Minyak Atsiri, atau dikenal juga sebagai Minyak

Eteris (Aetheric Oil), Minyak Esensial, Minyak Terbang,

serta Minyak Aromatik, adalah kelompok besar minyak

nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang

namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang

khas. Minyak Atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-

wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami.

Minyak atsiri disebut juga minyak eteris adalah

minyak yang bersifat mudah menguap, yang terdiri dari

campuran yang mudah menguap, dengan komposisi dan titik

didih berbeda-beda. Setiap substansi yang dapat menguap

memiliki titik didih dan tekanan uap tertentu dan dalam

hal ini dipengaruhi oleh suhu. Pada umumnya tekanan uap

yang rendah dimiliki oleh persenyawaan yang memiliki

titik didih tinggi (Guenther, 2006).

Beberapa sifat minyak atsiri sebagai berikut :

1. Mudah menguap bila dibiarkan pada udara

terbuka.

2. Tidak larut dalam air.

3. Larut dalam pelarut organic.

4. Tidak berwarna, tetapi semakin lama menjadi

gelap karena mengalami oksidasi dan pendamaran.

5. Memiliki bau yang khas seperti pada tumbuhan

aslinya

2.4 NaOH

Natrium hidroksida (Na OH ), juga dikenal sebagai

soda kaustik, soda api, atau sodium hidroksida, adalah

sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida

terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan

dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutanalkalin

yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan

di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan

sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan

kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium

hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam

laboratorium kimia.

Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan

tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun

larutan jenuh 50% yang biasa disebut larutan Sorensen.

Ia bersifat lembap cair dan secara spontan menyerap

karbon dioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam

air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, karena

pada proses pelarutannya dalam air bereaksi secara

eksotermis. Ia juga larut dalam etanol dan metanol,

walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih

kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam

dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan

natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada

kain dan kertas.

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014

yang bertempat di Laboratorium Biokimia, Jurusan

Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Universitas Jember.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pembuatan sabun lemak

kakao adalah timbangan digital, panic stainless, kompor

gas, thermometer, mixer, cetakan sabun, kain handuk

tebal, pisau stainless, pipet tetes, gelas, plastic

pembungkus, pnetrometer, botol timbang, oven, kertas

lakmus, eksikator dan label.

Bahan yang digunakan adalah lemak kakao, minyak

kelapa, kaustik soda (NaOH), air, dan pewangi.

3.3 Skema Kerja

Minyak kelapa Sawit,Lemak kakao, NaOH,Pewangi, dan air

Penimbangan Minyak kelapa Sawit =100 gr (2x)

Lemak cokelat = 75g (2x)NaOH (kaustik Soda) =

(28ml), dan (30,8ml) gr

NaOH Lemak kakao dan minyak

Pencampuran

Peurunansuhu hingga45 – 50 oC

Pemanasanhingga suhu45 – 50 oC

Pengadukan (hingga

3.4 Parameter Pengamatan

Dalam pembuatan sabun lemak kakao parameter yang

akan digunakan untuk menentukan kualias sabun yang

dihasilkan adalah:

a. PH, alat yang digunakan dalam pengukuran PH adalah

kertas lakmus. Dilakukan pelarutan sabun kedalam

air terlebih dahulu, sebanyak 10g sampel sabun

dilarutkan kedalam 50ml air hangat. kemudian baru

dilakukan pengukuran menggunakan kertas lakmus.

b. Daya busa, sebanyak 1 gr sampel dilarutkan dalam

100ml air. Kemudian dilakukan pengambilan larutan

sebanyak 10ml dan dilakukan pengocokan selama 10

menit, setelah itu diukur busa yang terbentuk

Penambahan pewangi

Pencetakan

Pendiaman 48 jam

Pemotongan

Pengamatan

c. Warna, digunakan alat Colourreader.

BAB 4. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Data Pengamatan

4.1.1 Warna

Sampe L1 L2 L3 L4 L5 A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5

l20 42

,8

48

,3

41

,1

44

,2

44

,9

5,

5

6,

1

5,

7

5,

9

5,

5

22

,8

24

,6

22 24

,3

25

,430,8 45

,6

39

,5

44

,6

40

,4

32

,8

5,

2

4,

1

4,

7

3,

8

3,

1

24

,9

20

,4

22

,2

19

,2

18

Keterangan :

Standart :

L : 63,0 A : 4,9 B : 19,4

4.1.2 Daya Busa

Sampel Daya Busa

(ml)

Air (ml) Total

20 17 8 2530,8 27 7 34

4.1.3 pH

Sampel PH20 1430,8 14

4.2 Hasil Perhitungan

4.2.1 Warna

Sampel Rata – rataL A B

20 44,26 5,74 23,8230,8 40,58 4,18 20,94

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

Dalam praktikum ini digunakan bahan sebagai

berikut: minyak kelapa sawit, lemak kakao, NaOH, dan

pewangi. Tahap pertama adalah preparasi (persiapan)

bahan baku, dimana dilakukan penimbangan bahan sesuai

dengan formulasi yang telah ditentukan. Setelah itu

dilakukan pencampuran antara lemak kakao dan minyak

sawit, hal ini untuk memudahkan proses pencampuran

selanjutnya. Sementara itu dilakukan pencampuran juga

antara air dan NaOH, yang berfungsi untuk mendapatkan

konsentrasi NaOH sebesar 70%. Dalam proses pencampuran

kedua bahan ini harus sangat berhati-hati, karena NaOH

merupakan senyawa yang berbahaya. Kedua campuran bahan

dikondisikan pada suhu 45-50C untuk memudahkan dalam

pencampuran sehingga terbentuk reaksi saponifikasi yang

sempurna. Tahap selanjutnya yaitu pengadukan campuran

tersebut, ketika lemak dan minyak dimasukan secara

perlahan kedalam larutan NaOH pengadukan harus langsung

dilakukan secara cepat. Hal ini dikarenakan pengadukan

yang cepat akan mengoptimalkan reaksi yang terjadi.

Ketika telah mencapai trace maka dilakukan penambahan

pewangia agar sabun yang dihasilkan meiliki aroma

seperti yang dikehendaki. Setelah pewangi tercampur

rata dilakukan pencetakan untuk memberikan bentuk akhir

yang menarik pada sabun tersebut. Penyimpanan atau

pendiaman dilakukan selama 48 jam sebelum pengamatan,

hal ini agar terbentuk tekstur yang mantap dan reaksi

saponifikasi lanjutan yang lebih optimal pada sabun.

Setelah 48 jam baru dilakukan pengamatan sesuai dengan

parameter yang ditentukan.

5.2 Analisa Data

5.2.1 Warna

Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh

diketahui bahwa kecerahan dari kedua sampel memiliki

perbedaan yang tidak terlalu besar, dimana perbedaan

warna tersebut tidak tampak oleh kasat amat. Akan

tetapi berdasarkan pengukuran menggunakan colourreader

antara kedua sampel terdapat selisih 3,68. Dimana

sampel yang menggunakan konsentrasi NaOH lebih banyak

memiliki hasil sabun dengan kecerahan yang lebih

rendah. Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi NaOH yang

ditambahkan dalam proses pembuatan sabun dapat

mempengaruhi tingkat kecerahan dari produk akhirnya.

Semakin banyak NaOH yang ditambahkan maka reaksi

saponifikasi yang berjalan semakin optimal, hal ini

akan mengakibatkan tingkat kecerahan pada sabun yang

dihasilkan semakin rendah.

5.2.2 PH

Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh

diketahui bahwa PH dari kedua sampel sabun memilki

nilai yang sama yaitu 14. Dimana dengan nilai PH

tersebut maka sabun lemak kakao hasil praktikum ini

sangat tidak layak untuk dipasarkan. Nilai PH sabun

yang terlalu tinggi akan mengakibatkan iritasi pada

kulit penggunanya, biasanya ditandai dengan gatal-gatal

dan rasa kasar dipermukaan tangan. Nilai PH tersebut

berhubungan dengan jumlah NaOH yang ditambahkan,

penyebab nilai PH yang tinggi dari kedua sampel sabun

tersebut adalah pada proses pembuatanya. Dimana minyak

sawit yang seharusnya ditambahkan pada minyak kakao

sebelum proses saponifikasi tidak ditambahkan, sehingga

terjadi kelebihan NaOH yang mengakibatkan kondisi

sangat basa.

5.2.3 Daya Busa

Berdasarkan data pengamatanyang diperoleh diketahui

bahwa sampel sabun yang menggunakan lebih banyak NaOH

menghasilkan busa yang lebih tinggi yaitu 27ml,

sedangkan sampel sabun yang satunya menghasilkan busa

17ml. Hal ini menunjukan bahwa penambahan konsentrasi

NaOH yang ditambahkan sangat mempengaruhi daya busa

dari produk akhir sabun tersebut. Dimana semakin banyak

NaOH maka reaksi saponifikasi antara senyawa basa

dengan lemak / minyak akan semakin optimal, sehingga

akan menghasilkan busa yang semakin banyak. Akan tetapi

terlalu banyak NaOH yang ditambahkan juga tidak baik

karena akan mempengaruhi PH akhir produk sabun yang

dihasilkan.

BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan serangkaian kegiatan praktikum dan

pengamatan yang telah dilakukan dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

Konsntrasi NaOH yang ditambahkan dalam proses

pembuatan sabun dapat mempengaruhi tingkat

kecerahan dari produk akhir sabun tersebut,

namun perbedaan warna yang dihasilkan tidak

terlalu signifikan

Konsentrasi NaOH yang ditambahkan dalam

pembuatan sabun sangat mempengaruhi PH produk

akhir sabun yang dihasilkan

Konsntrasi NaOH yang ditambahkan dalam proses

pembuatan sabun dapat mempengaruhi kemampuan

daya busa produk sabun, semakin tinggi

konsentrasi yang ditambahkan maka semakin

banyak busa yang dihasilskan

6.2 Saran

Ketelitian dan kecermatan serta hati-hati dalam

melakukan kegiatan praktikum maupun pengamatan harus

selalu diperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA

Dermoredjo, S.K dan A.Setyanto, 2008, Analysis Perdagangan

Kakao Indonesia

ke Spanyol, Seminar Nasional, Dinamika Pembangunan

Pertanian dan Pedesaan:Tantangan dan Peluang Bagi

Peningkatan Kesejahteraan Petani, Bogor, 19 November

2008.

Ketaren, S. , 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan

Lemak Pangan, Jakarta : Universitas Indonesia.

Minifie, B., 1989, Chocolate, Cocoa, and Confectionary, Third

ed., New York.

Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema

Mewujudkan perkopian Nasional Yang Tangguh melalui

Diversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan dalam

Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk

Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat.

Denpasar : 16 – 17 Oktober 2002. Pusat Penelitian

Kopi dan Kakao Indonesia.

O’Brien, R.D., 2008, Fats and Oils, Formulating and

Processing For Aplication,

Edition second, Technomic Publishing Company, Inc.

USA.

Sukha, D.A., 2003, Primary Processing of High Quality Trinidad and

Tolago Cocoa Beans Target Problems, Options, Proc.of:

Seminar/Exhibition on The Revitalisation of The

Trinidad and Tobago Cocoa Industry, Targets,

Problems and Options. The Association of

Professianal Agricultural Scientists of Trinidad and

Tobago (APASTT) Faculty of Science and Agriculture,

the University of The West Indies, 20stSep.

2003, :27-31.

Wang, H. X., H. Wu, C. T. Ho, X. C, Weng, 2006, Cocoa

Butter Equivalent From

Enzymatic Interesterification of Tea Seed Oil and Fatty Acid Methyl

Ester, J. Food Chem., 97(4): 661 – 665.

LAMPIRAN FOTO