Pembuatan Briket dari cangkang Kakao dengan menggunakan perekat tapioka AGUNG

25
Pembuatan Briket dari cangkang Kakao dengan menggunakan perekat tapioka ABSTRAK Indonesia mempunyai potensi energi biomassa yang cukup besar termasuk limbah pertanian. Biomassa berupa limbah pertanian dapat digunakan secara langsung sebagai sumber energi panas atau bahan bakar. Salah satu biomassa dari limbah pertanian adalah cangkang kakao dan sampah organik yang diduga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biobriket. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengaruh komposisi biobriket yang terdiri dari dari (1) komposisi campuran biomassa dengan variasi 50:50, 75:25, dan 90:10% dan (2) komposisi campuran biomassa dan perekat dengan variasi 90:10, 80:20 dan 70:30%. Bahan baku biomassa cangkang kakao dan sampah organik diperoleh dari Desa Saree, Kabupaten Aceh Besar. Metode yang digunakan untuk membuat biobriket dari biomassa tersebut adalah menggunakan metode tanpa proses karbonisasi. Parameter uji untuk mengetahui kualitas briket yang dihasilkan adalah uji nilai kalor, uji kuat tekan dan uji Index Shatter. Kata kunci: biomassa, sampah organik, cangkang kakao, biobriket BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transcript of Pembuatan Briket dari cangkang Kakao dengan menggunakan perekat tapioka AGUNG

Pembuatan Briket dari cangkang Kakao dengan menggunakan perekat tapioka

ABSTRAK

Indonesia mempunyai potensi energi biomassa yang cukup besar termasuk limbah pertanian. Biomassa berupa limbah pertanian dapat digunakan secara langsung sebagai sumber energi panas atau bahan bakar.  Salah satu biomassa dari limbah pertanian adalah cangkang kakao dan sampah organikyang diduga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biobriket. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengaruh komposisi biobriket yang terdiri dari dari (1) komposisi campuran biomassa dengan variasi  50:50, 75:25,dan 90:10% dan (2) komposisi campuran biomassa dan perekat dengan variasi 90:10, 80:20 dan 70:30%. Bahan baku biomassa cangkang kakao dan sampah organik diperolehdari Desa Saree, Kabupaten Aceh Besar. Metode yang digunakan untuk membuat biobriket dari biomassa tersebut adalah menggunakan metode tanpa proses karbonisasi. Parameter uji untuk mengetahui kualitas briket yang dihasilkan adalah uji nilai kalor, uji kuat tekan dan ujiIndex Shatter.

Kata kunci: biomassa, sampah organik, cangkang kakao, biobriket

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terobosan terbaru untuk mencengah terjadinya krisis

energi bahan bakar perlu dilakukan mengingat kecendrungan

kebutuhan energi nasional akan terus meningkat, sedangkan

cadangan energi nasional dari bahan bakar minyak semakin

menipis. Salah satu terobosan baru dalam pemecahan

masalah ketergantungan energi dari bahan bakar minyak

adalah dengan pemanfaatkan dan pengembangan sumber energi

berbasiskan biomassa.

Biomassa merupakan sumber energi utama ketiga

terbesar di dunia, setelah minyak dan batu bara (Bapat

dkk, 1997). Sampai saat ini, biomassa masih merupakan

sumber energi bagi lebih dari separuh penduduk dunia dan

dapat memasok energi setara dengan 1250 juta ton minyak

atau sekitar  14% dari konsumsi energi dunia (Purohit

dkk, 2006). Oleh karena itu, pemanfaatan biomassa sebagai

bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil

merupakan salah satu pilihan pengembangan mekanisme

bersih (clean develoment mechanism, CDM) untuk mengurangi

emisi karbon ke atmosfer.

 Indonesia khususnya Aceh mempunyai potensi energi

biomassa yang cukup besar termasuk limbah pertanian.

Biomassa dapat berupa sisa kayu, sampah organik, bongkol

jangung, jerami, cangkang sawit maupun sisa proses produk

pertanian. Menurut Widarto dan Suryanta (1995), biomassa

berupa limbah pertanian dapat digunakan secara langsung

sebagai sumber energi panas atau bahan bakar karena

biomassa tersebut mengandung energi yang dihasilkan dalam

proses fotosintesis saat tumbuhan tersebut masih hidup.

Bahan bakar yang akan dihasilkan dari biomassa ini adalah

bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-

sisa bahan organik yang telah mengalami proses pemampatan

dengan daya tekan tertentu dan dikenal dengan nama

biobriket.

Biomassa dari limbah pertanian, antara lain:  sekam

padi, limbah perkebunan  sawit (cangkang sawit, tandan

sawit, pelepah sawit, dan serabut), cangkang kakao,

cangkang kelapa, jerami, kayu, dan lain-lain. Dalam

penelitian ini, sumber energi biomassa yang diteliti

adalah biomassa dari cangkang kakao dan sampah organik.

Cangkang kakao merupakan limbah hasil perkebunan rakyat

yang belum termanfaatkan sepenuhnya, padahal cangkang

kakao merupakan biomasa yang memiliki potensi cukup besar

untuk menghasilkan energi pengganti minyak bumi yang

diolah menjadi briket dengan nilai kalor yang relatif

besar (4060 kal/gram) dan cocok digunakan sebagai

penganti bahan bakar skala rumah tangga. Sedangkan sampah

organik terdiri dari bahan-bahan yang dapat terurai

secara alamiah/biologis. Sampah organik yang terdapat di

alam dan masih belum terolah dengan maksimal dapat 

menjadi pencemar lingkungan. Contoh sampah organik yang

dapat diolah antara lain daun-daunan yang kering, kulit

pisang, bongkol jagung, dan lain-lain.

Untuk menghasilkan bioenergi dari biomassa,

teknologi biobriket memberikan peranan yang  cukup besar

terhadap tingkat kemudahan dalam penggunaan sumber energi

ini. Pembriketan biomassa adalah proses penggumpalan

butiran-butiran kecil dengan atau tanpa bahan perekat

dalam bentuk, ukuran, serta sifat-sifat tertentu yang

bertujuan untuk meningkatkan mutu dan daya guna biomassa

sehingga tidak berasap dan berbau, juga mudah dipakai

(Rustina, 1987).

Syamsiro dan Harwin (2007) melakukan study pembuatan

briket dengan meninjau pengaruh temperatur udara preheat

terhadap pengurangan massa dan laju pembakaran.

Sedangkan  Munir, dkk (2010) meneliti tentang

eksperimental karakteristik biobriket dengan bahan baku

dari limbah cangkang kakao yang terdapat di Sumatra Barat

dalam penelitian ini variable yang ditinjau merupakan

tekstur dan bentuk briket terhadap laju pembakaran.

Sebelumnya Subroto  (2006) juga telah melakukan

penelitian  karakteristik pembakaran biobriket campuran

batubara, ampas tebu, dan jerami dengan membandingkan

komposisi batubara untuk melihat pengaruh laju pembakaran

dan emisi polutan yang dihasilkan dari pembakaran.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan komposisi

biomassa mempunyai peranan penting dalam pembuatan

biobriket sama halnya dengan perbandingan komposisi

perekat yang akan dicampurkan dengan biomassa. Melihat

peranan perekat penting dalam pembuatan biobriket maka

perlu dilakukan penelitian untuk pengaruh komposisi

cangkang kakao dan komposisi perekat terhadap laju 

pembakaran yang akan dihasilkan oleh biobriket

1.2.  Perumusan Masalah Dari berbagai macam biomassa yang bisa dijadikan

biobriket seperti jerami, cangkang sawit, sampah, dan

lain-lain. Cangkang kakao dan sampah organik merupakan

biomassa yang belum luas penggunaannya sehingga

pemanfaatan biomassa tersebut  untuk pembuatan biobriket

memberikan solusi untuk pengganti bahan bakar

alternatif.  Dalam pembuatan biobriket komposisi biomassa

dan perekat diduga mempengaruhi laju pembakaran, nilai

kalor yang dihasilkan dan kekuatan dari biobriket yang

terbentuk. Dari uraian  latar belakang di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, untuk

melihat pengaruh komposisi bahan baku terhadap

karakteristik biobriket yang dihasilkan dan pengaruh

komposisi perekat terhadap karakteristik biobriket yang

dihasilkan.

1.3.  Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk

menghasilkan biobriket dengan pembakaran yang sempurna

dan tidak menghasilkan asap. Sedangkan secara khusus

penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh komposisi

biobriket berdasarkan campuran cangkang kakao dan sampah

organik juga  melihat pengaruh komposisi perekat terhadap

karakteristik briket yang dihasilkan.

1.4.  Manfaat PenelitianBerdasarkan tujuan penelitian diatas, maka

penelitian ini diharapkan dapat memberikan penyelesaian

dari pencemaran lingkungan dan pengganti bahan bakar

sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap minyak

bumi untuk keperluan rumah tangga maupun industri. Hasil

penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi

bukan saja kepada pengembangan ilmu dan teknologi, tetapi

juga dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat pedesaan

untuk memenuhi penyediaan kebutuhan energi sebagai

pengganti minyak tanah atau kayu bakar dan dapat

mengurangi limbah padat hasil pertanian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Biomassa

Biomassa merupakan produk fotosintesis, yakni butir-

butir hijau daun yang bekerja sebagai sel-sel surya,

menyerap energi matahari dan mengkonversikan karbon

dioksida dengan air menjadi suatu senyawa karbon,

hidrogen dan oksigen. Senyawa ini dapat dipandang sebagai

suatu penyerapan energi yang dapat dikonversi menjadi

suatu produk lain. Hasil konversi dari senyawa itu dapat

berbentuk arang atau karbon, alkohol kayu, dan sebagainya

(Kadir, 1982).

Biomassa merupakan segala jenis material organik

yang tersedia dalam bentuk terbarukan, dimana di dalamnya

termasuk tanaman dan limbah pertanian, kayu dan limbah

hasil hutan, limbah hewan, tanaman akuatik, dan limbah

domestik dan industri. Energi biomassa berarti energi

kimia yang disimpan di dalam bahan organik dan berasal

dari energi surya melalui fotosintesa. (Matsumura dkk,

2005).

Sumber biomassa yang banyak didapati berasal dari

limbah pertanian/perkebunan dan hutan, seperti jerami,

sekam padi, serbuk gergaji, tongkol jagung, ampas tebu,

cangkang kakao, sabut dan cangkang kelapa sawit. Hasil

limbah ini masih belum dimanfaatkan secara optimal dan

masih banyak dibuang begitu saja. Biomassa tersebut

sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan

bakar/sumber energi alternatif pengganti minyak tanah

untuk kebutuhan masyarakat pada umumnya (Saptoadi, 2006 ;

Kadir, 1982 ; Siemers, 2006 ; Supomo, 1978 dan Mahfud,

2006).

Khususnya dalam kasus pada limbah pertanian atau

energi tumbuhan, yang secara periodik mengalami masa

tumbuh dan pemanenan. Selama mengalami masa pertumbuhan

tumbuhan maka akan menyerap CO2 dari atmosfer untuk

fotosintesis, yang mana hal ini akan dilepaskan lagi

apabila biomassa ini mengalami pembakaran lagi (Wether et

al, 2000). Penggunaan biomassa sebagai sumber energi

semakin menarik perhatian dunia karena ramah lingkungan

(Coll dkk, 1998). Dalam kurun beberapa dekade terakhir,

propaganda penggunaan biomassa sebagai pengganti bahan

bakar fosil semakin gencar disuarakan, karena kelebihan-

kelebihannya. Paling tidak ada 2 (dua) keuntungan utama

yang diberikan oleh biomassa, yaitu yang pertama

ketersediaanya yang tidak terbatas dan terbarukan, dan

kedua penggunaannya tidak menimbulkan dampak terhadap

lingkungan  (Nendel dkk., 1998). Selain itu, penggunaan

biomassa juga dapat mereduksi kandungan CO2 di atmosfer

(Gemtos dan Tsiricoglou, 1999). Dibandingkan dengan

sumber energi terbarukan lainnya seperti energi surya dan

tenaga angin, biomassa lebih murah dan mudah disimpan

untuk waktu yang lama (Scholz dan Berg, 1998).

Di Indonesia, kontribusi pasokan energi nasional

yang berasal dari biomassa relatif cukup besar yaitu

sekitar 21,5% sebanding pasokan gas alam, LPG dan LNG,

seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.1 (ESDM, 2004).

Akan tetapi perlu dicatat, bahwa komposisi biomassa yang

paling besar dalam angka 21,5% adalah kayu bakar dan

limbah kelapa sawit yang dibakar langsung, sedangkan

limbah biomassa pertanian seperti jerami dan sekam padi

yang jumlahnya melimpah belum memberikan kontribusi sama

sekali terhadap kebutuhan energi nasional.

Gambar 2.1. Pasokan energi utama Indonesia pada tahun

2003 (ESDM, 2004)

Apabila ketergantungan kita terhadap minyak bumi terus

berlanjut, dikhawatirkan Indonesia akan menghadapi masalah

energi yang serius, karena cadangan minyak bumi yang

semakin menurun sehingga kita menjadi net importer minyak

bumi. Dengan cadangan sebesar 8,6 miliar barel dan tingkat

produksi sekitar 400 juta barel per tahun maka rasio antara

cadangan dan produksi atau dengan kata lain cadangan minyak

bumi akan habis dalam waktu sekitar 22 tahun

(http://www.endonesia.com, 28/10/2009).

2.2.  Cangkang Kakao

Pada perkebunan kakao masyarakat, limbah kulit kakao

selalu tersedia mengingat buah kakao pada perkebunan

rakyat dapat dipanen sepanjang tahun. Kini, daya serap

industri kakao domestik baru 27 persen. Terutama untuk

industri bahan makanan dan kosmetika. Kandungan gizi

kulit buah kakao terutama kandungan protein kasar yaitu

8,5 %.

 

(a)                                                                   

(b)

Gambar 2.1. (a) buah kakao, (b) cangkang kakao

Salah satu pengolahan cangkang kakao yang telah

dilakukan yaitu membuat untuk makanan ternak. Kulit buah

kakao merupakan unsur pokok yang menjadi system pokok

pakan ternak (Roesmanto, 1991). Adapun kandungan gizi

kulit buak kakao dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1.  Kandungan Gizi Kulit Buah Kakao

Komponen

Smith dan

Adegbola

(1982)

Amirroenas(19

90)

Roesmanto(19

91)

• Bahan kering

(%)

• Protein kasar

84,00 –

90,00

6,00 –

91,33

6,00

0,90

90,40

6,00

0,90

(%)

• Lemak (%)

• Serat kasar

(%)

• Abu (%)

• BETN (%)

• Kalsium (%)

• Pospor (%)

10,00

0,50 – 1,50

19,00 –

28,00

10,00 –

13,80

50,00 –

55,60

-

-

40,33

14,80

34,26

-

-

31,50

16,40

-

0,67

0,10

Tabel 2.2. Kandungan Theobromin dalam Bagian Buah KakaoBagian Buah Kakao Kandungan theobromin (%)

- Kulit buah

- Kulit biji

- Biji

0,17 – 0,20

1,80 – 2,10

1,90 – 2,0

Sumber : Wong, dkk (1988) Dari buah kakao yang sering dimanfaatkan adalah biji

kakao, dan apabila pengolahannya kurang baik maka

harganya pun akan rendah, dengan memanfaatkam limbah

kulit buah kakao disamping dapat mengurangi limbah,

petani dapat meraih keuntungan yang lebih besar.

2.3. Sampah Organik

Murtadho dan Said (1997) mengklasifikasikan sampah

organik menjadi 2 (dua) kelompok yaitu :

1.      Sampah organik yang mudah membusuk (garbage) yaitu

limbah padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang

berasal dari sektor pertanian dan pangan termasuk dari

sampah pasar. Sampah ini mempunyai ciri mudah terurai

oleh mikroorganisme dan mudah membusuk, karena mempunyai

rantai kimia yang relatif pendek. Sampah ini akan

menjijikkan jika sudah membusuk apalagi bila terkena

genangan air sehingga masyarakat enggan menanganinya.

2.      Sampah organik yang tak mudah membusuk (rubish) yaitu

limbah padat organik kerinyang sulit terurai oleh

mikroorganisme sehingga sulit membusuk. Hal ini karena

rantai kimia panjang dan kompleks yang dimilikinya,

contoh dari sampah ini adalah kertas dan selulosa.

Penggunaan sampah sebagai bahan untuk membuat

biobriket berangkat dari keprihatinan bahwa, semakin hari

jumlah produksi sampah semakin banyak, bahkan di kota

besar malah menimbulkan permasalahan yang berat dan

berkepanjangan, dan tentunya semua kota yang berkembang

akan menghadapi permasalahan ini. Upaya penggunaan sampah

sebagai briket tidak akan dapat menyelesaikan

permasalahan sampah secara keseluruhan dimana

penyelesaian permasalahan sampah harus diselesaikan

secara integralistik dari beberapa faktor, namun upaya

ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi produksi

sampah organik.

2.4.  Perekat

Perekat adalah suatu bahan yang ditambahkan  pada

komposisi zat utama untuk memperoleh sifat-sifat

tertentu, misalnya kekentalan (viskositas), ketahanan

(stabilitas) dan sebagainya. Beberapa jenis perekat yang

berfungsi menaikkan viskositas adalah Carboxy Menthyl

Cellulosa (CMC), gypsum, kanji, gliseral, clay, biji jarak/jatropha dan

sebagainya. Adapun penambahan perekat pada campuran

briket biomassa adalah selain bahan yang didapat itu

mudah dan terbarukan, juga bisa berfungsi untuk membantu

penyulutan awal dan sekaligus perekat terhadap

pembriketan biomassa.

Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang

tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar atau

tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan

oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai

produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Amilum juga

tersimpan dalam bahan makanan cadangan yang permanen

untuk tanaman, dalam biji, jari – jari teras, kulit

batang dan akar tanaman menahun dan umbi. Amilum

merupakan 50 – 65 % berat kering biji gandum dan 80 %

bahan kering umbi kentang (Gunawan, 2004).

Banyak sekali bahan yang biasa digunakan untuk

perekat. Asalkan bahan tersebut memiliki sifat lengket

atau mampu merekatkan bahan lainnya. Tetapi perlu diingat

bahwa bahan yang digunakan sebagai perekat tersebut tidak

berbahaya untuk produksi. Beberapa bahan yang dapat dan

biasa digunakan sebagai perekat antara lain adalah :

a.       Bahan organik : molasses dan tepung tapioca

b.      Bahan mineral : bentonit, kaoline, kalsium untuk

semen, dan gypsum

c.       Tanah liat juga bisa digunakan sebagai perekat

(Gunawan, 2004).

2.4.1. Tepung Tapioka

Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai

banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam

berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung,

kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi

tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan

tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih.

Ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran

makanan ternak. Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua

jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus.

Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi

kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan

hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung

gumpalan lagi.

Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Warna Tepung; tepung tapioka yang baik berwarna

putih.

2. Kandungan Air; tepung harus dijemur sampai kering

benar sehingga kandungan airnya rendah.

3.      Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya

serat dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang

dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit

dan zat patinya masih banyak (Margono dkk, 1993).

2.5. Biobriket

Biobriket merupakan salah satu sumber energi

alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan

sebagian dari kegunaan minyak tanah. Biobriket merupakan

bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-

sisa bahan organik. Bahan baku pembuatan arang biobriket

pada umumnya berasal dari, tempurung kelapa, serbuk

gergaji, dan bungkil sisa pengepresan biji-bijian.

2.5.1.       Jenis dan bentuk briket biomassa

Jenis briket yang dimasyarakatkan sampai saat ini

ada dua bentuk briket, yaitu:

a.         bentuk bantal, jengkol dan telur; untuk mendapatkan

briket dalam bentuk ini diperlukan semacam mesin

pengepresan double roll.

b.        bentuk sarang tawon; bentuknya bervariasi mulai dari

silinder, segi lima atau segi empat dan berlubang-lubang

untuk memudahkan sirkulasi udara pada saat pembakarannya

(Basyuni dkk, 1993, Indra, 1999, Najib, 1998).

2.5.2.       Kriteria briket biomassa

Sebagai bahan bakar untuk rumah tangga dan industri

kecil, briket biomassa harus dapat memenuhi kriteria

sebagai berikut :

1.      Mudah dinyalakan

2.      Tidak mengeluarkan asap yang berlebihan (smokeless)

3.      Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun

secara fisik harus kuat atau tidak mudah pecah untuk

memudahkan dalam penanganan dan pengangkutan sampai

radius maksimum 200 km

4.      Kedap air dan tidak berjamur atau tidak mengalami

degradasi jika disimpan dalam kurun waktu yang lama

5.      Menunjukkan unjuk kerja pembakaran (waktu, laju

pembakaran dan suhu puncak pembakaran) yang baik

6.      tidak berbau (oderless)

7.      efisiensi pancaran panasnya tinggi,

8.      teksturnya sebaiknya seragam,

9.      kadar abu sebaiknya dibawah 8 %,

10.  kadar zat terbang tidak kurang dari 3 % dan tidak lebih

besar dari 20 % (Indra, 1999;  Najib, 1998;  Stefano,

1993).

2.6.  Proses Pembuatan Briket

a.      Proses penggerusan

Ukuran yang dikehendaki dalam pembuatan briket adalah

lolos saringan dengan ukuran < 3 mm (Indra, 1999). Untuk

menghasilkan biomassa dengan ukuran yang dimaksud,

digunakan mesin penggerus dengan kapasitas dan distribusi

ukuran yang tepat seperti terlihat pada Gambar 2.2

 

Gambar 2.2. Alat penggerusan

b.      Proses pencampuran dan pembuatan adonan

Proses pencampuran bahan baku biomassa ukuran < 3 mm

dengan bahan pengikat (suspensi biji jarak yang telah

digrinding dengan ukuran yang sama) dilakukan dengan

menggunakan mixer (Gambar 2.3) agar diperoleh kondisi

adonan yang homogen.

           

            Gambar 2.3. Alat pengaduk (mixer)

c.   Pembuatan briket dan pengepresan

            Campuran biomassa yang telah diaduk sampai

homogen kemudian dibriket berbentuk selinder atau kubus. 

Karena adanya perekat dalam campuran biomassa tersebut,

maka pembriketan hanya dibutuhkan tekanan pengepresan

yang rendah, yaitu 200 kg/cm3 (Suprapto, 2006). Meskipun

demikian, mengingat biomassa bersifat mudah meregang

(plastisitas tinggi), maka pada proses pembriketannya

tidak cukup hanya dengan menambahkan bahan pengikat,

namun juga memerlukan tekanan pengepresan yang tinggi,

sekitar 2 ton/cm2 (Permen ESDM, 2006). Selanjutnya tinggi

rendahnya kadar air dan kehalusan penggerusan biomassa

sangat berpengaruh terhadap tingkat pengepresan (Yaman

dkk, 2001). Bentuk alat pembriketan ditunjukkan oleh

Gambar 2.4

           

            Gambar 2.4. Alat pembriketan

d.   Pengeringan

Produk briket biomassa yang keluar dari mesin

pencetak masih mempunyai kandungan air yang tinggi. Untuk

mengurangi kandungan air tersebut sampai < 7,5 %, maka

cukup dikeringkan di udara terbuka untuk menguapkan

sebagian kandungan airnya. Pada proses pengeringan

biasanya digunakan alat pengering dengan sistem aliran

udara panas yang dihasilkan dari pembakaran biomassa yang

dialirkan ke dalam ruang pengering/oven dengan bantuan

blower  (Najib dkk, 2005).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

            Penelitian akan ini dilakukan di Laboratorium

Sumber  Daya dan Energi Jurusan Teknik Kimia dan

Laboratorium Produksi Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Teknik. Penelitian ini akan dilakukan selama enam bulan

termasuk penyusunan laporan.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1. Alat

a. Crusherb. Ayakan (test sieve, ukuran 15, 25, 35, dan 50 mesh)c. Mixer

d. Alat pembriketan spesifikasi: elektrik punching press (capacity 0,5- 400 kN)

e. Tox Pressotechnikf. Termometerg. Stopwatchh. Timbangan digital Explorer Pro maksimum: 110 gram,

Pancii. Stop watchj. Gelas ukur.

3.2.2. Bahan

            Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah cangkang kakao (diambil dari limbah perkebunan

Saree-Aceh Besar), tepung tapioka (komersial).

3.3. Variabel Penelitian

3.3.1. Variabel Tetap

            - Ukuran partikel- Bentuk briket- Tekanan pengepresan3.3.2. Variabel Berubah

            - Komposisi bahan baku (cangkang kakao dan sampah)            - Komposisi perekat

3.4. Rancangan Percobaan

Variable yang ingin diteliti yaitu perbandingan

komposisi campuran biomassa terdiri dari 3 perbandingan

yaitu A1 = 50:50 %; A2 = 75:25%; A3 = 90:10%, sedangkan

untuk perbandingan campuran biomassa dengan perekat yaitu

B1 = 90:10 %; B2 = 80:20 %; dan B3 = 70:30 % kombinasi

perlakuan adalah 3 x 3 = 9 dengan ulangan 2 kali sehingga

diperoleh 18 satuan percobaan.

Tabel 3.1.  Rancangan Percobaan PenelitianKomposisi Campuran

Biomassa (%) Komposisi Perekat (%)

CangkangKakao (%)

SampahOrganik(%)

10(B1)

20(B2)

30(B3)

50(A1)

50(A1)

A1 B1

A1 B1

A1 B2

A1 B2

A1 B3

A1 B3

75(A2)

25(A2)

A2 B1

A2 B1

A2 B2

A2 B2

A2 B3

A2 B3

90(A3)

10(A3)

A3 B1

A3 B1

A3 B2

A3 B2

A3 B3

A3 B3

3.5. Prosedur Penelitian3.5.1. Persiapan bahan baku            Bahan baku yang digunakan untuk penelitian

diambil berupa cangkang kakao dan sampah organik. Untuk

mempermudah proses pengayakan bahan baku terlebih dahulu

dikeringkan dan sebagian dikarbonisasi seterusnya

dihancurkan dengan menggunakan crusher/mill. Hasil gilingan

diayak dengan menggunakan sieve vibrator sampai mencapai

ukuran yang telah ditentukan.

3.4.2.  Prosedur Percobaan

Biomassa yang telah diayak sesuai dengan ukuran yang

ditentukan dicampurkan dengan tepung tapioka sebagai

perekat ukurannya juga disesuaikan dengan biomassa.

Campuran biomassa dan tepung tapioka yang telah

dihaluskan tersebut di campur secara merata dengan

menggunakan mixer. Campuran dari biomassa dan tepung

tapioka tersebut dimasukkan ke dalam alat pencetak dengan

tekanan pengepresan yang ditentukan. Secara skematis

prosedur percobaan ditunjukkan pada gambar 3.1.

Gambar 3.1.  Proses Pembuatan Briket

3.5.  Pengujian Biomassa3.5.1. Uji Kalor

Pengukuran nilai kalor pembakaran dilakukan pada

akir penelitian guna melihat nilai kalor yang terbaik

dari berbagai variasi yang dilakukan. Abu hasil

pembakaran briket tersebut digunakan untuk analisa kalor

menggunakan alat DSC – 60. Saat dilakukan uji nilai kalor

digunakan sampel reference berupa alumina silika.

3.5.2. Uji Kuat Tekan

Uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan

dari biobriket yang dihasilkan untuk menahan beban

tertentu.

3.5.3. Uji Index Shatter

                Pada percobaan uji index shatter digunakan

media air untuk merendam briket dengan volume sebesar 500

ml. Digunakan air dengan suhu kamar, selanjutnya ditunggu

sampai struktur briket perlahan – lahan hancur (Yaman,

2000).

3.6. Jadwal Kegiatan

            Adapun jadwal pelaksanaan penelitian

pembuatan briket biomassa dilakukan ditunjukkan pada

tabel 3.2.

Tabel 3.2.  Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan ke-1 2 3 4 5

1 Pengadaan peralatan dan bahan

2 Setup alat penelitian/ Analisa sampel

3 Eksperimen4 Pengumpulan data

5 Pengolahan data/analisispenelitian

6 Pembuatan/penyusunan laporan