beberapa komponen fisikokimia kakao fermentasi dan non

15
Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 048 BEBERAPA KOMPONEN FISIKOKIMIA KAKAO FERMENTASI DAN NON FERMENTASI SOME PHYSICOCHEMICAL COCOA FERMENTATION AND NON FERMENTATION Elsera Br Tarigan a , Tajul Iflah a a Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar; Jl. Raya Pakuwon-Parungkuda Km. 2. Sukabumi, 43357 Korespondensi : [email protected] ABSTRACT Cocoa beans is one state crop that generate foreign exchange, because Indonesia is the worlds third largest producer. Indonesia cocoa beans have a lower quality, because skip fermentation process. Fermentation is a chemical change in organic matter resulting from microbial enzymes. The important microbes when fermented cocoa beans such as Bacillus bacteria and filamenteus fungi will decompose the pulp to get a good cocoa flavor. The fermentation process can be performed by a variety of methods, such as make a heap or container box. Ordinary fermentation process takes about 5-6 days. Physical quality of fermented cocoa beans are already regulated in ISO 2323-2008. Several studies have been studies the quality distinction between fermented and not fermented in color, aroma and texture of the beans split. Butter in cocoa fermentation is higher and more acidic than not fermented. Volatile compounds of cocoa consists of aldehydes, ketones, esters, alcohols, acids, pyrazine and other compounds. Aldehyde such as 2-methylbutanal give flavor of chocolate which increased during fermentation. The mean content of volatile compounds that give aroma favored increasing time increased during fermentation. Keywords: cocoa beans, fermentation, physicochemical, volatile compounds ABSTRAK Kakao salah satu tanaman perkebunan penghasil devisa negara, karena Indonesia merupakan produsen terbesar ketiga dunia. Kakao Indonesia umumnya memiliki mutu lebih rendah, salah satunya disebabkan oleh tidak dilakukannya proses fermentasi. Fermentasi merupakan perubahan kimia pada zat organik yang timbul akibat enzim mikroba. Mikroba jenis Bacillus dan jamur filamenteus akan menguraikan pulpa sehingga terbentuk aroma cokelat. Proses fermentasi dapat dilakukan dengan beragam metode, seperti ditumpuk atau menggunakan wadah kotak. Rata-rata proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 5-6 hari. Mutu fisik biji kakao fermentasi sudah diatur dalam SNI 2323-2008. Beberapa penelitian yang terkait perbedaan mutu fisik biji kakao hasil fermentasi dan tidak fermentasi terlihat jelas pada warna, aroma dan tekstur biji pada saat dilakukan uji belah. Selain itu, kandungan lemak dan nilai pH pada biji kakao hasil fermentasi lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa fermentasi. Senyawa volatil yang lazim ditemukan pada kakao merupakan golongan aldehid, keton, ester, alkohol, asam, pirazin dan senyawa lainnya. Senyawa golongan aldehid yang memberikan flavor cokelat seperti 2-methylbutanal meningkat selama fermentasi. Rerata kandungan senyawa volatil yang memberikan aroma yang disukai meningkat selama bertambahnya waktu fermentasi. Kata kunci: biji kakao, fermentasi, fisikokimia, senyawa volatil Tarigan, EB.Tajul I. 2017. Beberapa Komponen Fisikokimia Kakao Fermentasi dan Non Fermentasi. Jurnal Agroindustri Halal3(1):048 – 062.

Transcript of beberapa komponen fisikokimia kakao fermentasi dan non

Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 048

BEBERAPA KOMPONEN FISIKOKIMIA KAKAO FERMENTASI DAN NON FERMENTASI

SOME PHYSICOCHEMICAL COCOA FERMENTATION AND NON FERMENTATION

Elsera Br Tarigana, Tajul Iflaha

aBalai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar; Jl. Raya Pakuwon-Parungkuda Km. 2. Sukabumi, 43357 Korespondensi : [email protected]

ABSTRACT

Cocoa beans is one state crop that generate foreign exchange, because Indonesia is the worlds third largest producer. Indonesia cocoa beans have a lower quality, because skip fermentation process. Fermentation is a chemical change in organic matter resulting from microbial enzymes. The important microbes when fermented cocoa beans such as Bacillus bacteria and filamenteus fungi will decompose the pulp to get a good cocoa flavor. The fermentation process can be performed by a variety of methods, such as make a heap or container box. Ordinary fermentation process takes about 5-6 days. Physical quality of fermented cocoa beans are already regulated in ISO 2323-2008. Several studies have been studies the quality distinction between fermented and not fermented in color, aroma and texture of the beans split. Butter in cocoa fermentation is higher and more acidic than not fermented. Volatile compounds of cocoa consists of aldehydes, ketones, esters, alcohols, acids, pyrazine and other compounds. Aldehyde such as 2-methylbutanal give flavor of chocolate which increased during fermentation. The mean content of volatile compounds that give aroma favored increasing time increased during fermentation.

Keywords: cocoa beans, fermentation, physicochemical, volatile compounds

ABSTRAK

Kakao salah satu tanaman perkebunan penghasil devisa negara, karena Indonesia merupakan produsen terbesar ketiga dunia. Kakao Indonesia umumnya memiliki mutu lebih rendah, salah satunya disebabkan oleh tidak dilakukannya proses fermentasi. Fermentasi merupakan perubahan kimia pada zat organik yang timbul akibat enzim mikroba. Mikroba jenis Bacillus dan jamur filamenteus akan menguraikan pulpa sehingga terbentuk aroma cokelat. Proses fermentasi dapat dilakukan dengan beragam metode, seperti ditumpuk atau menggunakan wadah kotak. Rata-rata proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 5-6 hari. Mutu fisik biji kakao fermentasi sudah diatur dalam SNI 2323-2008. Beberapa penelitian yang terkait perbedaan mutu fisik biji kakao hasil fermentasi dan tidak fermentasi terlihat jelas pada warna, aroma dan tekstur biji pada saat dilakukan uji belah. Selain itu, kandungan lemak dan nilai pH pada biji kakao hasil fermentasi lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa fermentasi. Senyawa volatil yang lazim ditemukan pada kakao merupakan golongan aldehid, keton, ester, alkohol, asam, pirazin dan senyawa lainnya. Senyawa golongan aldehid yang memberikan flavor cokelat seperti 2-methylbutanal meningkat selama fermentasi. Rerata kandungan senyawa volatil yang memberikan aroma yang disukai meningkat selama bertambahnya waktu fermentasi.

Kata kunci: biji kakao, fermentasi, fisikokimia, senyawa volatil

Tarigan, EB.Tajul I. 2017. Beberapa Komponen Fisikokimia Kakao Fermentasi dan Non Fermentasi. Jurnal Agroindustri Halal3(1):048 – 062.

049 Elsera dan Tajul Beberapa Komponen Fisiko Kimia Kakao

PENDAHULUAN

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memegang peranan penting dalam mendukung kegiatan ekonomi nasional antara lain sebagai sumber devisa negara dan penyediaan lapangan kerja (Mulato, Suharyanto, Firmanto, 2012) dengan jumlah petani kakao Indonesia sebanyak 1.662.272 kepala keluarga (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013). Peningkatan produksi kakao dari tahun 2002 sampai dengan 2011 mencapai 3,30% setiap tahunnya kecuali pada tahun 2006/2007. Rata-rata tahun 2010-2012, produksi kakao dunia berkisar 4,3 juta ton sedangkan Indonesia sendiri menyumbang berkisar 445 ribu ton (15% dari total kakao di dunia). Jumlah kakao yang diekspor pada tahun 2010/2011 adalah 419,50 ribu ton, dan hanya berkisar 22,9 ribu ton buah kakao yang dikonsumsi dalam negeri (ICCO, 2012). Terdapat tiga varietas kakao yang umum dijumpai yaitu Forastero, Criollo dan Trinitario. Forestero merupakan yang paling banyak ditanam, yaitu 95% dari total produksi di dunia. Sedangkan jenis Criollo merupakan kakao yang memiliki mutu yang lebih unggul daripada yang lain, karena dari segi citarasa yang sangat baik.

Peningkatan produksi kakao Indonesia ternyata tidak beriringan dengan peningkatan mutu. Harga pasaran kakao Indonesia di pasaran Internasional dibawah rata-rata dan dinilai berada di tingkat 3 dan 4. Padahal kakao Indonesia memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh produksi kakao negara lain yaitu memiliki titik leleh yang tinggi (Hatmi dan Rustijarno, 2012). Rendahnya mutu kakao disebabkan sebagian besar atau sekitar 85% kakao produksi nasional tidak difermentasi (Davit et al. 2013 dalam Suryani, 2007).

Standar persyaratan mutu biji kakao Indonesia diatur dalam SNI 2323-2008 dengan menitikberatkan pada mutu fisik,

kimia dan mikroba. Persyaratan tentang mutu citarasa dan penampilan fisik belum diuraikan secara jelas dalam acuan tersebut. Padahal mutu produk akhir kakao sangat ditentukan oleh citarasa dan penampilan fisik yang dihasilkan. Citarasa dan penampilan yang baik sangat ditentukan oleh tahapan fermentasi.

FERMENTASI

Fermentasi berasal dari bahasa latin yaitu fervere yang artinya merebus, istilah ini sering digunakan oleh ahli mikrobiologi dalam memproduksi suatu produk melalui pengembangbiakan mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Mikroorganisme ini berperan merubah padatan dan cairan menjadi beberapa macam produk. Substrat yang digunakan bisa bermacam-macam yang mampu mendukung pertumbuhan mikroorganisme (Chisti, 1999). Proses fermentasi menjadi penting karena bisa mempertahankan mutu makanan ataupun minuman dibawah kondisi ambient.

Fermentasi awalnya dilakukan untuk mengawetkan makanan, tetapi saat ini pengawet bahan makanan sudah berkembang sehingga fungsi fermentasi berubah kearah menjadi peningkatan citarasa, aroma, dan tekstur yang spesifik dari suatu bahan makanan ataupun minuman seiring dengan berkembangnya atribut sensorik ditengah-tengah masyarakat (Sahlin, 1999). Proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, pH, lingkungan dan komposisi media, kelarutan dalam O2, kelarutan dalam CO2, sistem operasi (seperti batch, fed-batch, dan sebagainya), pemberian makanan dengan prekursor, pencampuran dan proses pengadukan selama fermentasi (Chisti, 1999). FERMENTASI KAKAO

Citarasa produk kakao yang baik akan dihasilkan jika proses fermentasinya

Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 050

Buah Kakao

Pemanenan

Sortasi

Pemeraman 5-12 hari

Pemecahan

Sortasi

Fermentasi 6 – 8 hari

Perendaman dan Pencucian

Pengeringan

Buah Kakao

Pemanenan

Sortasi

Pemeraman

Pemecahan

Sortasi

Pengeringan

sempurna. Selama proses fermentasi, pulpa di sekeliling biji kakao akan hilang dan terbentuk prekursor flavor cokelat. Saat buah kakao dipecah, pulpa akan terkontaminasi dengan mikroba, sehingga proses fermentasi pulpa terjadi dengan memanfaatkan gula yang terkandung sebagai substrat metabolisme (Widyotomo, 2008; Kresnowati et al. 2013). Jenis mikroorganisme yang berkembang pada saat fementasi sangatlah banyak tetapi yang berperan adalah ragi, bakteri asam laktat, bakteri asam asetat (Ardhana dan Fleet. 2003; Schwan dan Wheals. 2004; Camu et al.

2007), bakteri jenis Bacillus dan jamur filamenteus.

Berbeda dengan kakao yang tidak difermentasi umumnya langsung mengalami proses pengeringan dan citarasa yang dihasilkan kurang baik. Sebagian besar petani kakao Indonesia biasanya melakukan pemanenan tanpa fermentasi. Umumnya buah kakao dipanen, dihilangkan pulpanya, dijemur, selanjutnya dijual. Sedangkan standar operasional pemanenan kakao yang baik dan benar cenderung lebih panjang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan Proses Pascapanen Kakao Fermentasi (kiri) dan Non Fermentasi (kanan) (Sumber: Karmawati et al, 2010)

049 Elsera dan Tajul Beberapa Komponen Fisiko Kimia Kakao

Tidak hanya berperan dalam memberikan efek citarasa, fermentasi juga berperan dalam memberikan warna yang lebih baik. Fermentasi dapat dilakukan dengan beragam metode, yaitu dengan cara menumpuk biji dan menyimpan dalam kotak, keranjang ataupun dalam suatu tampan. Di beberapa negara Hindia Barat, Amerika Latin dan Malaysia melakukan fermentasi kakao di dalam kotak (Gambar 2). Kotak yang digunakan berasal dari kayu yang dilubangi untuk aerasi. Proses fermentasi berlangsung selama 6-8 hari dan diaduk setiap dua hari sekali (Anonim, 2015).

Gambar 2. Proses fermentasi menggunakan kotak bertingkat

Hal yang sama juga telah telah

dilakukan di Papua New Guinea (Laup, 2004). Sedangkan negara Ghana sebagai penghasil kakao terbesar ke-2 dunia setelah Pantai Gading melakukan proses fermentasi dengan cara menumpuk biji kakao sekitar 50 kg kemudian ditutup dengan daun pisang (Gambar 3). Proses fermentasi di Ghana dilakukan selama enam hari, dan diaduk setiap dua hari sekali (Emmanuel et al. 2012). Berdasarkan penelitian Guehi (2010), metode fermentasi terbaik adalah dengan menumpuk biji kakao, karena akan menghasilkan mutu kakao lebih baik dan seragam. Sedangkan metode fermentasi dengan menggunakan kotak akan sangat berpengaruh terhadap nilai pH, tannin, gula dan juga timbulnya warna ungu pada biji.

Kendala proses fermentasi di Indonesia terletak pada jumlah produksi biji kakao segar dimana pengusahaan kakao didominasi oleh perkebunan rakyat sehingga tidak bisa memenuhi persyaratan minimal volume untuk fermentasi biji kakao sebanyak 40 kg adalah tidak luasnya pertanaman kakao yang dimiliki oleh petani. Walaupun areal pertanaman kakao Indonesia tinggi, tetapi sekitar 80% areal merupakan pertanaman kakao rakyat. Hasil panen masing-masing petani sangat sedikit sehingga tidak cukup untuk melakukan fermentasi yang biasanya membutuhkan sekitar 40 kg biji kakao segar. Mengingat hasil panen yang sedikit dan harga yang tidak terlalu kompetitif antara kakao fermentasi dan tidak fermentasi membuat para petani enggan melakukannya.

Gambar 3. Proses fermentasi dengan menumpuk biji (Anonim, akses 2017)

MEKANISME REAKSI PROSES FERMENTASI

Fermentasi kakao bermanfaat untuk menghancurkan lapisan pulpa dan menonaktifkan kotiledon. Reaksi biokimia dalam biji akan otomatis berubah, sehingga rasa pahit dan sepat pada kakao akan berkurang. Terdapat dua fase pada proses fermentasi biji kakao yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Fase pertama fermentasi dalam kondisi anaerob diawali dengan tumbuhnya mikroorganisme yaitu ragi. Ragi selanjutnya tumbuh di sekeliling

051

Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 050

pulpa biji kakao. Ragi bermanfaat untuk membuat suasana lingkungan menjadi asam, memperbanyak fermentasi karbohidrat, dan menurunkan kandungan oksigen. Metabolisme ragi pada saat

fermentasi sangat cepat yang menyebabkan konsumsi gula sederhana sehingga dihasilkan etanol dan karbondioksida.

Gambar 4. Perkembangan mikroba dan proses biokimia selama proses fermentasi Sumber: Kadow et al. (2015)

Fermentasi alkohol diawal merupakan reaksi yang cukup eksotermis dengan energi 93.3 kJ dengan peningkatan suhu hingga mencapai 25-45˚C. Pada hari ke dua, pulpa sudah mulai terurai akibat ragi pektinolitik. Fase kedua berada dalam kondisi aerob dimana bakteri asam asetat aktif mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat, sehingga menghentikan aktivitas bakteri asam laktat. Empat hari fermentasi suhu tumpukan biji kakao mencapai 42-52˚C. Terbentuknya asam asetat dan temperatur yang tinggi pada hari kedua akan mengakibatkan kematian biji sehingga dinding sel terbuka. Perubahan kimia yang kompleks terjadi di dalam biji, seperti aktivitas enzim, oksidasi dan pemecahan protein menjadi asam amino. Hasil degradasi merupakan peptide, asam

amino bebas dan gula reduksi yang merupakan senyawa prekursor dari citarasa dan warna cokelat. Reaksi kimia ini menyebabkan timbulnya aroma dan warna cokelat (ICCO, 1998; Jespersen, 2005; Kadow et al. 2015) . Biji kakao jenis Criollo umumnya membutuhkan waktu fermentasi yang lebih rendah yaitu 2-3 hari dibandingkan Forastero yang membutuhkan waktu 5-8 hari. MUTU KAKAO FERMENTASI DAN NON FERMENTASI a. Mutu fisik biji kakao fermentasi dan non fermentasi Mutu fisik biji kakao kering sangat berpengaruh terhadap mutu produk. Mutu fisik biji kakao fermentasi telah diatur dalam SNI 2323-2008 yang dibagi menjadi

052

049 Elsera dan Tajul Beberapa Komponen Fisiko Kimia Kakao

mutu umum dan khusus, seperti terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Davit et al., (2013) telah melakukan penelitian terkait fermentasi biji kakao dan biji kakao non fermentasi di Tabanan, Bali yang hasilnya seperti tersaji pada Tabel 3. Perbedaan mendasar antara biji kakao fermentasi dan non fermentasi

terletak pada warna, aroma dan tekstur biji pada saat uji belah. Indikator biji kakao terfermentasi dengan sempurna adalah warnanya yang cokelat kehitam-hitaman (Emanuel et al. 2012). Sedangkan biji kakao yang tidak fermentasi berwarna abu-abu pekat, dengan rasa yang lebih sepat (Caligani et al. 2010).

Tabel 1. Persyaratan umum biji kakao fermentasi (SNI 01-2323-2008)

Jenis Uji Satuan Persyaratan Serangga hidup - Tidak ada Kadar air % fraksi massa Maks.7,5 Biji berbau asap dan atau hammy dan atau berbau asing

- Tidak ada

Kadar benda asing - Tidak ada Tabel 2. Persyaratan mutu khusus kakao fermentasi (SNI 01-2323-2008)

Jenis mutu Persyaratan (%) Kakao

Mulia (Fine Cocoa)

Kakao Lindak (Bulk

Cocoa)

Kadar biji

berjamur (biji/biji)

Kadar biji slaty (biji/biji)

Kadar biji berserangga

(biji/biji)

Kadar kotoran

(biji/biji)

Kadar biji berkecambah

(biji/biji)

I – F I – B Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5 Maks. 2 II – F II – B Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2,0 Maks. 3 III – F III – B Maks. 4 Maks. 20 Maks. 2 Maks. 3,0 Maks. 3

b. Mutu Kimia Kakao Fermentasi dan Non Fermentasi

Waktu yang dibutuhkan untuk berlangsungnya fermentasi berkaitan dengan pH dan temperatur selama fermentasi. Perbedaan komponen kimia biji kakao, pasta dan bubuk fermentasi dan non fermentasi ditampilkan dengan Tabel 4. Biji kakao, pasta dan bubuk kakao yang telah mengalami fermentasi memiliki kandungan lemak kakao yang lebih tinggi daripada kakao non fermentasi. Kandungan lemak paling tinggi diperoleh setelah biji kakao dikempa menjadi pasta. Kandungan lemak dari biji kakao hasil fermentasi lebih tinggi dipengaruhi oleh proses fermentasi yang dapat menurunkan kadar bahan lainnya selain kadar lemak, sehingga berat lemak secara relatif akan meningkat. Lemak kakao memiliki sifat fisik dan kimia yang spesifik,

sehingga sangat dibutuhkan dalam industri pengolahan makanan, kosmetik dan farmasi. Pada produk cokelat, lemak berperan dalam memberikan citarasa, tekstur, viskositas dan performa glossy (Liendo et al. 1997).

Kandungan protein pada pasta kakao selama fermentasi juga berkurang sebanyak 8%. Tidak hanya pada pasta kakao, penurunan protein selama fermentasi juga terjadi dalam bentuk biji kakao. Penurunan kandungan protein disebabkan oleh terjadinya reaksi Maillard, yang merupakan reaksi antara asam amino (protein) dengan gula pereduksi (Jumnongpon et al. 2012). Hasil reaksi Maillard tidak hanya menimbulkan warna dan citarasa tetapi juga tekstur produk melalui timbulnya ikatan silang protein (Gerrard, 2002).

053

Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 050

Begitu juga dengan pH, pH bubuk kakao fermentasi lebih rendah dibandingkan dengan bubuk kakao non fermentasi. Hal ini disebabkan selama fermentasi diproduksi asam seperti asam sitrat. Kondisi asam ini sangat baik untuk

aktivitas protease endogenus untuk mengurai protein sehingga diperoleh prekursor cokelat. pH internal biji kakao sebelum fermentasi sekitar 7 (Hensen 1998 dalam Thuy-Ho et al. 2014).

Tabel 3. Mutu fisik kakao fermenassi dan non fermentasi

Parameter Fermentasi Non Fermentasi Jumlah Biji Kakao Fermentasi/100g (butir)

120 118

Warna Coklat kehitam-hitaman

Coklat Terang

Jamur (%) Maks. 5 Maks. 5 Aroma

Khas Coklat Tidak ada aroma khas coklat

Waste (%) Maks. 2 Maks. 2 Kadar Biji Slaty (%) Maks. 3-5 Tidak ada Tekstur kakao dibelah Berongga Padat Kadar air (%) 7 7.5 Harga Jual/kg (Rp.) 19.500 17.000

Sumber: Davit et al., (2010) Tabel 4. Mutu kimia biji dan produk primer kakao fermentasi dan non fermentasi

Parameter Biji Kakao Pasta Kakao Bubuk Kakao F NF F NF F NF

Lemak (%) 51.28 42.43 57.87 52.77 37.87 27.95 Kadar Air (%) --- --- 1.57 1.35 4.38 7.94 Protein (%) --- --- 7.52 16.42 16.62 19.57 Karbohidrat (%) --- --- 29.82 26.06 36.62 40.27 pH 5.15 6.35 --- --- 5.35 6.30 Abu (%) --- --- 3.22 3.40 4.60 4.23 Total Asam (%) 1.98 0.94 --- --- --- --- Kandungan gula reduksi (%) 0.84 0.55 --- --- --- ---

Keterangan: F = Fermentasi; NF = Non-Fermentasi Sumber: Towaha et al., (2012)

SENYAWA VOLATIL PADA KAKAO FERMENTASI

Senyawa volatil yang menyebabkan aroma pada cokelat terjadi karena reaksi Maillard dan degradasi Stecker (Afokwa et al. 2008). Komponen flavor cokelat sekitar 600 senyawa volatil dengan susunan sangat kompleks (Ziegleder, 2009). Secara garis

besar, komponen volatil tersebut merupakan golongan aldehid, keton, ester, alkohol, asam, pirazin, quinoxalines, furans, pyrones, lakton, pirol, dan diketopirazin. Perbedaan jenis kakao bisa menghasilkan perbedaan komponen flavor (Aprotosoaie et al. 2015).

054

049 Elsera dan Tajul Beberapa Komponen Fisiko Kimia Kakao

Tabel 5. Komponen volatil dan aroma biji kakao fermentasi

Compound Odor quality Sensory perception Reference

Alcohols and phenols

1-Propanol Sweet, candy Sweet chocolate Rodriguez-Campos and others (2012)

2-Methyl-1-butanol Fruity, grape Fruity Ramos and others (2014)

2,3-Butanediol Natural odor of cocoa butter Sweet chocolate Ramos and others (2014)

2-Pentanol Green, mild green Vegetal Rodriguez-Campos and others (2011)

1-Hexanol Fruity, green Fruity, herbal Bonvechi (2005)

2-Hexanol Fruity, green Fruity, herbal Bonvechi (2005)

Trans-3-hexen-1-ol Grassy, green Vegetal Ramos and others (2014)

2-Heptanol Citrusy Fruity Rodriguez-Campos and others (2012)

1-Phenylethanol Honey, floral Floral Rodriguez-Campos and others (2012)

2-Phenylethanol Honey, floral Floral Rodriguez-Campos and others (2012)

Benzyl alcohol Sweet, floral Floral Rodriguez-Campos and others (2012)

Aldehydes and ketones

2-Phenyl acetaldehyde Honey, floral Floral Rodriguez-Campos and others (2011)

2-Methylpropanal Chocolate Sweet chocolate Rodriguez-Campos and others (2011)

2-Phenylpropanal Floral Floral Bonvechi (2005)

2-Methylbutanal Chocolate Sweet chocolate Rodriguez-Campos and others (2012)

3-Methylbutanal Chocolate Sweet chocolate Rodriguez-Campos and others (2012)

2-Phenyl-2-butenal Sweet Sweet chocolate Rodriguez-Campos and others (2012)

4-Methyl-2-phenyl-2-pentenal Cocoa Sweet chocolate Bonvechi (2005)

n-Hexanal Green Herbal Afoakwa (2012)

5-Methyl-2-phenyl-2-hexenal Cocoa Sweet chocolate Bonvechi (2005)

2-Nonenal Green Herbal Afoakwa (2012)

Vanillin Chocolate, sweet, vanilla Sweet chocolate Bonvechi (2005)

2-Pentanone Fruity Fruity Rodriguez-Campos and others (2011)

056

055

Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 050

2-Heptanone Fruity, floral Fruity, floral Rodriguez-Campos and others (2012)

Acetophenone Floral Floral Rodriguez-Campos and others (2012)

2-Hydroxy acetophenone Heavy floral, herbaceous Floral, herbal Bonvechi (2005)

4-Methyl acetophenone Fruity, floral Fruity, floral Bonvechi (2005)

Acids

2-Methylpropionic acid Floral Floral Krings and others (2006)

3-Phenylpropionic acid Sweet, rose Floral Bonvechi (2005)

Cinnamic acid Honey, floral Floral Bonvechi (2005)

Esters

Ethyl acetate Pineapple Fruity Rodriguez-Campos and others (2012)

Isobutyl acetate Fruity Fruity Rodriguez-Campos and others (2012)

Isoamyl acetate Fruity, banana Fruity Ramos and others (2014)

Benzyl acetate Floral, jasmine Floral Rodriguez-Campos and others (2012)

Methylphenyl acetate Sweet, honey, jasmine Floral Bonvechi (2005)

Ethylphenyl acetate Fruity, sweet Floral Rodriguez-Campos and others (2012)

2-Phenylethyl acetate Honey, floral Floral Rodriguez-Campos and others (2012)

Ethyl butyrate Pineapple Fruity Ramos and others (2014)

Ethyl lactate Fruity Fruity Rodriguez-Campos and others (2012)

Diethyl succinate Pleasant aroma Floral Ramos and others (2014)

Ethyl 2-methylbutanoate Fruity Fruity Rodriguez-Campos and others (2012)

Ethyl 3-methylbutanoate Fruity Fruity Rodriguez-Campos and others (2012)

Ethyl valerate Fruity, apple Fruity Bonvechi (2005)

Ethyl hexanoate Fruity Fruity Rodriguez-Campos and others (2012)

Ethyl octanoate Fruity, floral Fruity Rodriguez-Campos and others (2012)

Ethyl decanoate Pear, grape Fruity Rodriguez-Campos and others (2012)

Ethyl laurate Fruity, floral Fruity, floral Bonvechi (2005)

Isoamyl benzoate Balsam, sweet Floral Rodriguez-Campos and others (2012)

Methyl salicylate Bitter-almond Nutty Bonvechi (2005)

Methyl cinnamate Balsamic, strawberry Fruity Bonvechi (2005)

057

056

049 Elsera dan Tajul Beberapa Komponen Fisiko Kimia Kakao

Ethyl cinnamate Sweet, cinnamon-like Sweet chocolate Rodriguez-Campos and others (2012)

Amines, amides, nitriles, purines

Benzonitrile Almond Nutty Bonvechi (2005)

N-(2-phenethyl) formamide Essences Floral Bonvechi (2005)

Lactones

δ-Octenolactone Coconut Nutty Afoakwa (2012)

γ-Decalactone Peach Fruity Afoakwa (2012)

Terpenoids

Geraniol Floral, rose, fruity Floral, fruity Bonvechi (2005)

Geranyl acetate Rose, lavender Floral Bonvechi (2005)

α-Terpenyl formate Herbaceous, citrus Herbal, fruity Bonvechi (2005)

Linalool (cis-pyranoid) Floral, green Floral, herbal Bonvechi (2005)

Linalool (trans-pyranoid) Floral Floral Bonvechi (2005)

Linalool oxide (cis-furanoid) Nutty Nutty Bonvechi (2005)

Linalool oxide (trans-furanoid) Floral, citrus Fruity, floral Bonvechi (2005)

Furans, furanones, pyrans, pyrones

2-Furfural Almond Nutty Bonvechi (2005)

5-Methyl-2-furfural Sweet, caramel Sweet chocolate Bonvechi (2005)

2-Furfuryl acetate Fruity, banana Fruity Ramos and others (2014)

2-Acetylfuran Sweet, balsamic, slightly coffee Sweet chocolate Bonvechi (2005)

2-Acetyl-5-methylfuran Strong nutty Nutty Bonvechi (2005)

2-Furfuryl propionate Spicy, floral Floral Bonvechi (2005)

5-(1-Hydrohyethyl)-2-furanone Red fruit, jam, green notes Fruity, herbal Krings and others (2006)

Dihydro-3-hydroxy-4,4-dimethyl-2-furanone

Coconut Nutty Krings and others (2006)

4-Hydroxy-2,5-dimethyl-3-furanone (furaneol)

Fruity, strawberry, hot sugar Fruity, nutty Bonvechi (2005)

3-Hydroxy-2-methyl-4-pyrone (maltol) Roasted nuts Nutty Bonvechi (2005)

5,6-Dihydro-6-pentyl-2-pyrone Coconut Nutty Krings and others (2006)

057

Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 050

Pyrroles

Pyrrole Nutty Nutty Bonvechi (2005)

2-Acetylpyrrole Chocolate, hazelnut Sweet chocolate Rodriguez-Campos and others (2012)

Pyrrole-2-carboxaldehyde Nutty Nutty Krings and others (2006)

Pyrazines

2-Methylpyrazine Nutty, chocolate, cocoa, roasted-nuts

Sweet chocolate, nutty Bonvechi (2005)

2-Ethylpyrazine Peanut butter, musty nutty Nutty Bonvechi (2005)

2,5-Dimethylpyrazine Cocoa, rusted nuts Sweet chocolate, nutty Bonvechi (2005)

2,6-Dimethylpyrazine Nutty, coffee, green Nutty, herbal Bonvechi (2005)

2-Ethyl-5-methylpyrazine Nutty, raw potato Nutty, hernal Bonvechi (2005)

2,3-Diethylpyrazine Nutty, hazelnut, cereal Nutty Bonvechi (2005)

2,3-Dimethylpyrazine Caramel, cocoa Sweet chocolate Bonvechi (2005)

2,3,5-Trimethylpyrazine Cocoa, rusted nuts, peanut Sweet chocolate, nutty Bonvechi (2005)

2,3,5,6-Tetramethylpyrazine Chocolate, cocoa, coffee Sweet chocolate Bonvechi (2005)

2,3,5-Trimethyl-6-ethylpyrazine Candy, sweet Sweet chocolate Rodriguez-Campos and others (2012)

058

049 Elsera dan Tajul Beberapa Komponen Fisiko Kimia Kakao

Senyawa golongan alkohol berasal dari hasil aktivitas mikroba dan degradasi asam amino. Golongan alkohol akan mengalami peningkatan selama fermentasi dan penurunan pada saat proses pengeringan dan penyangraian. Beberapa kandungan alkohol menyebabkan aroma yang diinginkan seperti senyawa 2-heptanol (citrusy) dan 2-phenylethanol (madu/floral) (Campos, 2012). Senyawa golongan aldehid memiliki peranan penting dalam memberikan aroma khas.

Kandungan aldehid dan keton tinggi merupakan hal yang diinginkan karena dapat dijadikan sebagai indikator mutu kakao. Peningkatan kandungan aldehid selama fermentasi lebih besar terjadi apabila suhu pada saat fermentasi 60˚C. Konsentrasi aldehid yang tinggi juga disukai seperti 2-methylbutanal yang merupakan penciri untuk flavor cokelat. Golongan ester berkaitan dengan flavor buah, kandungannya menurun dengan bertambahnya waktu fermentasi. Seperti senyawa ethyl acetate dan 3-methyl-1-butanol acetate yang signifikan menurun selama 6 hari waktu fermentasi (Campos et al. 2012).

Kandungan asam juga meningkat seiring bertambahnya waktu fermentasi. Senyawa golongan asam yang dapat dijadikan sebagai indikator biji kakao yang belum disangrai adalah asam karboksilat. Senyawa asam lainnya yang berperan penting adalah asam asetat yang merupakan hasil sintesis dari oksidasi etanol pada tahap pertama fermentasi (Scwan & Wheals, 2004). Senyawa golongan pyrazines merupakan senyawa volatil terpenting pada kakao sangrai. Kandungan senyawa pyrazine meningkat seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi. Umumnya senyawa pyrazine berasal dari degradasi Stecker pada reaksi Maillard. Prekursor dari pyrazine adalah a-aminoketon. Lebih jauh lagi tinggi rendahnya kandungan pyrazine dipengaruhi oleh panas dan peningkatan

temperature pada saat pengeringan (Campos et al. 2012). Selain aroma kakao yang ditimbulkan, terdapat juga aroma kacang-kacangan (nutty), tanah (earthy), roasty dan green (Czerny et al. 2008). Kakao yang terfermentasi dengan baik mengandung pyrazine yang tinggi (Afokwa et al. 2008).

Penutup

Biji kakao yang melalui proses fermentasi bermanfaat dalam menghasilkan biji kakao yang bermutu dan citarasa yang baik. Namun sekarang ini biji kakao Indonesia masih jarang difermentasi, salah satunya dikarenakan harganya yang tidak berbeda jauh. Untuk itu perlu ada kebijakan terkait harga pasar antara biji kakao yang difermentasi dan tidak fermentasi. Selain harga, jumlah biji kakao petani yang terbatas untuk fermentasi. Biji kakao yang dibutuhkan jika melalui proses fermentasi ±40kg, yang tentunya cukup sulit terkumpul bagi petani dengan lahan yang terbatas. Dengan adanya kelompok-kelompok tani di setiap kawasan diharapkan permasalahan keterbatasan biji kakao untuk fermentasi dapat teratasi.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. Cocoa and Chocolate.

http://www.worldagroforestry.org. Akses 31 Maret 2017.

Afoakwa EO. 2008. Cocoa and chocolate consumption: Are there aphrodisiac and other benefits for human health?. South African Journal of Clinical Nutrition 21 (3): 107-113.

Aprotosoaie AC, Luca SV, Miron A. 2015. Flavor Chemistry of Cocoa and Cocoa Products-An Onreview. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 15 (1): 73-91.

Ardhana MM, Fleet GH. 2003. The microbial ecology of cocoa bean fermentations in Indonesia.

059

Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 050

International Journal of FoodMicrobiology, 86, 87–99.

Campos JR, Buendia H BE, Avila IO, Cervantes EL, and Flores MEJ. 2011. Dynamic of volatile and non-volatile compounds in cocoa(Theobroma cacao L.) during fermentation and drying process using principalbcomponent analysis. J. Food Research International. 44 (2011). 250-258

Camu N, Winter DT, Verbrugghe K, Cleenwerck I, Vandamme P, Takrama JS, Vancanney M, Vuyst LD. 2007. Dynamics and biodiversity of populations of lactic acid bacteria and acetic acid bacteria involved in spontaneous heap fermentation of cocoa beans in Ghana. Appl. Environ. Microbiol. 73:1809–1824.

Caligiani A, Acquotti D, Cirlini M, & Palla G. 2010. 1H NMR study of fermented cocoa (Theobroma Cacao L.) beans. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 58, 12105–12111.

Chisti Y. 1999. Encyclopedia of Food Microbiology 663-674. London: Academic Press.

Campos JR, Buendia HBE,Ramos SMC, Avila IO, Flores MEJ., and Cervantes EL. 2012. Effect of fermentation time and drying temperature on volatile compounds in cocoa. Food Chemistry. 132 (20122). 277-288

Davit J, Yusuf RP, Yudari DAS. 2013. Pengaruh Cara Pengolahan Kakao Fermentasi dan Non Fermentasi Terhadap Kualitas, Harga Jual Produk pada Unit Usaha Produktif (UUP) Tanjung Sari, Kabupaten Tabanan. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. 2 (4), 191-203

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Statistik Perkebunan Indonesia (Kakao). Kementrian Pertanian, Jakarta, 14 pp.

Emmanuel OA, Jeniffer Q, Agnes SB, Jemmy S T, and Firibu KS. 2012. Influence of Pulp-Preconditioning and

Fermentation Fermentative Quality and Apperance of Ghanaian Cocoa (Theobroma Cacao) Beans. International Food Research Journal. 19 (1): 127-133

Gerrard JA. Brown PK , Fayle SE. 2002. Maillard crosslinking of food proteins I: The reaction of glutaraldehyde, formaldehyde and glyceraldehyde with ribonuclease. Food Chemistry, 79: pp. 343–349

Guehi TS, Zahouli IB, Ban-Koffi L, Fae MK, Nemlin JG. 2010. Performance of different drying methods and their effects on the chemical quality attributes of raw cocoa material. International Journal of Food Science & Technology, 45 1564-1571.

Hansen CE, del Olmo M, Burri C, 1998. Enzyme activities in cocoa beans during fermentation. J. Sci. Food Agric. 77, 273–281.

Haryadi, Supriyanto M. 1991. Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Hatmi RU, Rustijarno S. 2012. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Menuju SNI Biji Kakao 01-2323-2008. Yogyakarta, BPTP Yogyakarta.

ICCO. 2012. International Cocoa Organization Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics, Vol. XXXVIII, No. 4, Cocoa year 2011/2012. http://www.icco.org/ (19 Januari 2017).

ICCO. 1998. How does the fermentation process work on the cocoa bean and how long does it take?. https://www.icco.org/faq/59-fermentation-a-drying. Akses 19 Januari 2017.

Jespersen L, Nielsen DS, Honholt S, Jakobsen M. 2005. Occurrence and diversity of Yeast involved in fermentation of West African cocoa beans. FEMS Yeast Research 5, 441–453.

060

060

049 Elsera dan Tajul Beberapa Komponen Fisiko Kimia Kakao

Jumnongpon RS, Jumnongpon P, Chaiseri JP, Hongsprabhas, S.J. Healy, J.A. Meade & Gerrard. 2012. Cocoa protein crosslinking using Maillard chemistry. Food Chemistry. Vol 134. 375-380.

Kadow D, Niemenak N, Rohn S & Lieberei R. 2015. Fermentation-like incubation of cocoa seeds (Theobroma cacao L.) Reconstruction and Guidence of the Fermentation Process. LWT-Food Science and Technology.1:5.

Karmawati E, Mahmud Z. Syakir M, Munarso J, Ardana K, & Rubiyo. 2010. Budidaya dan Pasca Panen. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.

Kresnowati MTAP, L.Suryani, Affifah M. 2013. Improvement of Cocoa Beans Fermentation by LAB Starter Addition. Journal of Medical and Bioengineering, Vol. 2, No. 4.

Kuswartini. 2011. Aplikasi Bubuk dan Lemak Kakao Fermentasi Dan Non Fermentasi (Dari Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia) pada Brownies Kukus. Jurnal Belian. 10 (1). 84-89.

Laup S. 2004. Cocoa Fermentation and Drying and genotype Quality Assessment in Papua New Guinea. Australia:Departement of Employment, Economic Development and Innovation (DEEDI), Queensland; University of New South Wales (UNSW)

Liendo R, Padilla FC .& Quintana A. 1997. Characterization of cocoa butter extracted from Criollo cultivars of Theobroma cacao L. Food Research International. Vol 30 (9): 727-731.

Loppies JE, Yumas M. 2006. Model Perubahan Kadar Lemak Biji kakao selama penyimpanan. Majalah Kimia. 34 (1). 18-24

Misnawi S, Jinap S, Nazmid, Jamilah B. 2002. Activation of remaining key enzymes in dried under-fermented cocoa beans and its effect on aroma

precursor information. J of Food Chemistry (78): 407-417

Mulato S, Suharyanto E, Firmanto S, 2012. Kawasan Tekno Agro Pengembangan Produk Berbasisi Kopi dan Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember. 3 pp.

Nijssen LM, Visscher CA, Maarse H, Willemsens LC, Boe-lens MH. 1996. Volatile Compounds in Foods. Qualitative and Quantitative Data, 7th edition. TNO Nutrition and Food Research Institute, Zeist

Sahlin P. 1999. Fermentation as a Method of Food Processing production of organic acids, pH-development and microbial growth in fermentation cereal. Lund Insitute of Technology, Lund Univ.

Schwan RF, Wheals AE. 2004. The microbiology of cocoa fermentation and its role in chocolate quality. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 44 (2004), pp. 205–221

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Jakarta:Unesa Press.

Suryani, 2007. Komoditas Kakao: Potret dan Peluang Pembiayaan. Economic Review: 210. Desember 2007.

Thompson SS, Miller KB, Lopez A, Camu N. 2013. Cocoa and coffee. In: Doyle, M.P., Beuchat, L.R., Montville, T.J. (Eds.), Food Microbiology: Fundamentals and Frontiers, 4th ed. ASM Press, Washington DC, USA, pp. 881–899

Thuy-Ho V T, Zhao J, Fleet G. 2014. Yeasts are essential for cocoa bean fermentation. International Journal of Food Microbiolog, 174. 72-87.

Towaha J, Anggraini DA, Rubiyo. 2012. Keragaman mutu biji kakao dan produk turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali. Pelita Perkebunan, 28 (3), 166-183.

Widyotomo S. (2008). Teknologi fermentasi dan diversifikasi pulpa kakao menjadi produk yang bermutu

061

061

Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 1, April 2017 050

dan bernilai tambah. Warta Review Penelitian Kopi dan Kakao, 24, 65-82.

Ziegleder G. 2009. Flavour development in cocoa and chocolate. In: Beckett ST, editor. Industrial chocolate manufacture and use. 4th ed. Oxford: Blackwell Publishing. p 169–91.

062