Islam dan Politik

33
Islam dan Politik Print Download Send Sabtu, 15/03/2014 14:01 Berita Terkait Seruan Syuriyah PBNU Terkait Bencana Alam di Indonesia Islam untuk Perdamaian dan Peradaban Posisi Umat Islam Indonesia dalam Era Demokratisasi Dicari: Keunggulan Budaya Aktualisasi Nilai-nilai Aswaja Oleh KH MA Sahal Mahfudh Islam sebagai agama samawi yang komponen dasarnya 'aqidah dan syari'ah, punya korelasi erat dengan politik dalam arti yang luas. Sebagai sumber motivasi masyarakat, Islam berperan penting menumbuhkan sikap dan perilaku sosialpolitik. Implementasinya kemudian diatur dalam syari'at, sebagai katalog-lengkap dari perintah dan larangan Allah, pembimbing manusia dan pengatur lalu lintas aspek-aspek kehidupan manusia yang kompleks.

Transcript of Islam dan Politik

Islam dan Politik  Print

  Download

  Send

Sabtu, 15/03/2014 14:01

Berita Terkait

Seruan Syuriyah PBNU Terkait Bencana Alam di Indonesia Islam untuk Perdamaian dan Peradaban Posisi Umat Islam Indonesia dalam Era Demokratisasi Dicari: Keunggulan Budaya Aktualisasi Nilai-nilai Aswaja

Oleh KH MA Sahal MahfudhIslam sebagai agama samawi yang komponen dasarnya 'aqidah dan syari'ah, punya korelasi erat dengan politik dalam arti yang luas. Sebagai sumber motivasi masyarakat, Islam berperan penting menumbuhkan sikap dan perilaku sosialpolitik. Implementasinya kemudian diatur dalam syari'at, sebagai katalog-lengkap dari perintah dan larangan Allah, pembimbing manusia dan pengatur lalu lintas aspek-aspekkehidupan manusia yang kompleks.

Islam dan politik mempunyai titik singgung erat, bila keduanyadipahami sebagai sarana menata kebutuhan hidup rnanusia secaramenyeluruh. Islam tidak hanya dijadikan kedok untuk mencapai kepercayaan dan pengaruh dari masyarakat semata. Politik juga tidak hanya dipahami sekadar sebagai sarana menduduki posisi dan otoritas formal dalam struktur kekuasaan.

Politik yang hanya dipahami sebagai perjuangan mencapai kekuasaan atau pemerintahan, hanya akan mengaburkan maknanya secara luas dan menutup kontribusi Islam terhadap politik secara umum. Sering dilupakan bahwa Islam dapat menjadi sumberinspirasi kultural dan politik. Pemahaman terhadap term politik secara luas, akan memperjelas korelasinya dengan Islam.

Dalam konteks Indonesia, korelasi Islam dan politik juga menjadi jelas dalam penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Ini bukan berarti menghapus cita-cita Islam dan melenyapkan unsur Islam dalam percaturan politik di Tanah Air.Sejauh mana unsur Islam mampu memberikan inspirasi dalam percaturan politik, bergantung pada sejauh mana kalangan muslimin mampu tampil dengan gaya baru yang dapat mengembangkan kekayaan pengetahuan sosial dan politik untuk memetakan dan menganalisis transformasi sosial.

***

Syari'ah Islam mencakup juga tatanan mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehidupan berbangsa, misalnya tergambar dalam tatanan syari'at tentang berkomunitas (mu’asyarah) antar sesama manusia. Sedangkan mengenai kehidupan bernegara, banyak disinggung dalam ajaran fiqih siyasah dan sejarah Khilafah al-Rasyidah, misalnya dalam kitab al-Ahkam al-Sulthaniyah karya al-Mawardi atau Abi Ya’la al-Hanbali.

Pada zaman Rasulullah dan Khulafa' al-Rasyidin dapat dipastikan, beliau-beliau itu di samping pimpinan agama sekaligus juga pimpinan negara. Konsep imamah yang mempunyai fungsi ganda—memelihara agama sekaligus mengatur dunia—dengan sasaran pencapaian kemaslahatan umum, menunjukkan betapa eratnya interaksi antara Islam dan politik. Tentu saja dalam hal inipolitik dimengerti secara mendasar, meliputi

serangkaian hubungan aktif antar masyarakat sipil dan dengan lembaga kekuasann.

Dalam teori politik sekuler, agama tidak dipandang sebagai kekuatan. Agama hanya dilihat sebagai sesuatu yang berkaitan dengan persoalan individual. Padahal secara fungsional, ternyata kekuatan agama dan politik saling mempengaruhi. Memang dalam arti sempit ada diferensiasi, misalnya seperti diisyaratkan oleh interpretasi sahabat Ibnu Mas'ud terhadap ungkapan uli al-amr sebagai umara’ (pemimpin formal pemerintahan), yang dibedakan dengan ulama sebagai pemimpin agama.

Pengertian politik (al-siyasah) dalam fiqih Islam menurut ulama Hanbali, adalah sikap, perilaku dan kebijakan kemasyarakatan yang mendekatkan pada kemaslahatan, sekaligus menjauhkan dari kemafsadahan, rneskipun belum pernah ditentukan oleh Rasulullah SAW. Ulama Hanafiyah memberikan pengertian lain, yaitu mendorong kemaslahatan makhluk dengan rnemberikan petunjuk dan jalan yang menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat. Bagi para Nabi terhadap kaumnya, menurut pendapat ini, tugas itu meliputi keselamatan batin dan lahir. Bagi para ulama pewaris Nabi, tugas itu hanya meliputi urusan lahiriyah saja.

Sedangkan menurut ulama Syafi'iyah mengatakan, politik harus sesuai dengan syari'at Islam, yaitu setiap upaya, sikap dan kebijakan untuk mencapai tujuan umum prinsip syari'at. Tujuan itu ialah: (1) Memelihara, mengembangkan dan mengamalkan agamaIslam. (2) Memelihara rasio dan mengembangkan cakrawalanya untuk kepentingan ummat. (3) Memelihara jiwa raga dari bahaya dan memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang primer, sekunder mau pun suplementer. (4) Memelihara harta kekayaan dengan pengembangan usaha komoditasnya dan menggunakannya tanpa melampaui batas maksimal dan mengurangi batas minimal. (5) Memelihara keturunan dengan memenuhi kebutuhan fisik mau pun rohani.

Dari pengertian itu, Islam memahami politik bukan hanya soal yang berurusan dengan pemerintahan saja, terbatas pada politikstruktural formal belaka, namun menyangkut juga kulturisasi politik secara luas. Politik bukan berarti perjuangan

menduduki posisi eksekutif, legislatif mau pun yudikatif. Lebih dari itu, ia meliputi serangkaian kegiatan yang menyangkut kemaslahatan umat dalam kehidupan jasmani mau pun rohani, dalam hubungan kemasyarakatan secara umum dan hubunganmasyarakat sipil dengan lembaga kekuasaan.

Bangunan politik semacam ini, harus didasarkan pada kaidah fiqih yang berbunyi, tasharruf al-imam manuthun bi al-mashlahah (kebijakan pemimpin harus berorientasi pada kemaslahatan rakyat atau masyarakat). Ini berarti, bahwa kedudukan kelompok masyarakat sipil dan lembaga kekuasaan tidak mungkin berdiri sendiri.

***

Penyebaran Islam di Indonesia dapat disimak melalui pendekatanpolitik kultural dengan bantuan -atau sekurang-kurangnya toleransi- penguasa. Proses Islamisasi yang relatif cepat di Indonesia dengan jumlah penganut paling besar di seluruh duniaIslam, tidak lepas dari bantuan dan perlindungan yang diberikan penguasa. Dalam sejarah kontemporer, perkembangan politik Islam melalui pemimpin-pemimpinnya menegaskan, negara atau kekuatan politik struktural hanya diperlukan sebagai instrumen untuk menjamin pelaksanaan ajaran-ajarannya dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

Memang dari sudut pandangan ajaran formalnya, Islam sering -tidak selalu- mendapati dirinya dalam keadaan ambivalen di negeri. Di satu pihak ajaran formal Islam tidak menjadi sumber tunggal dalam penetapan kebijakan kehidupan negara, karena memang negara ini bukan negara Islam. Tetapi negara inijuga bukan negara sekuler, yang memisahkan antara urusan pemerintahan dan keagamaan.

Dalam keadaan demikian, ajaran formal Islam berfungsi dalam kehidupan ini melalui jalur kultural (pendidikan, komunikasi massa, kesenian dan seterusnya). Dapat juga melalui jalur yangtidak langsung, melalui politik struktural. Jalur ini memungkinkan, karena kekayaan Islam yang hendak ditampilkan dalam kehidupan bernegara tidak semata-mata ditawarkan sebagaisesuatu yang Islami saja, melainkan sesuatu yang berwatak nasional.

Nilai-nilai Islam sebagai sumber budaya yang penting di Indonesia, sudah sewajarnya menjadi faktor menentukan dalam membentuk budaya politik, tata nilai, keyakinan, persepsi dan sikap yang mempengaruhi perilaku individu dan kelompok dalam suatu aktivitas dan sistem politik. Indikasi yang paling menonjol dalam hal ini adalah, bahwa ke lima sila dari Pancasila yang telah disepakati menjadi ideologi politik, semuanya bernafaskan nilai-nilai Islami.

Bagaimana implementasi nilai Islam dalam budaya politik yang Pancasilais, bergantung pada kekuatan nilai-nilai itu mempengaruhi proses politik itu sendiri. Bila terjadi kemerosotan pengaruh nilai-nilai keagamaan Islam dalam budaya politik, sesungguhnya yang terjadi adalah sekularisasikultur politik. Ini lebih membahayakan dan lebih ruwet masalahnya, ketimbang pemisahan secara formal struktur pemerintahan dan keagamaan.

Meskipun di Indonesia tidak akan terjadi sekularisasi fungsional struktur pemerintahan dan keagamann secara tegas, namun sekularisasi kultur politik tidak mustahil dapat terjadi. Kemungkinan terjadinya hal ini cukup besar, seiring dengan perubahan sistem nilai, akibat kemajuan ilmu peangetahuan, teknologi dan industrialisasi. Ini pada gilirannya juga akan mempengaruhi perilaku politik formal-struktural.

Di sinilah pentingnya upaya kulturisasi politik, tanpa menimbulkan kerawanan-kerawanan tertentu terhadap proses perkembangan politik struktural. Bahkan perlu diupayakan adanya keseimbangan antara proses kulturisasi politik dengan proses politik struktural, agar tidak ada kesenjangan antara dua proseitu. Hal ini mungkin juga penting, untuk menghindarkan kecurigaan yang sering muncul dari kalangan elitpolitik formal terhadap aktivitas politik melalui jalur kultural.

***

Dalam ajaran Islam, pemenuhan keadilan dan kesejahteraan merupakan keharusan bagi suatu pemerintahan -tak perlu

berlabel Islam- yang didukung oleh masyarakat. Rasulullah sendiri sebenarnya memberikan syarat, bahwa kekuasaan rnemang bukan tujuan dari politik kaum muslimin. Rasulullah sendiri mencanangkan usaha perbaikan budaya politik atau pelurusan pengelolaan kekuasaan dan menghimbau kaum muslimin terutama ulama dan para elite politiknya untuk menjadi moralis politik.

Hal ini memerlukan kesadaran tinggi dari kalangan politisi Islam, untuk dapat menumbuhkan semangat baru yang relevan dengan perkembangan kontemporer dalam corak dan format yang tidak berlawanan dengan moralitas Islam. Cara-cara tradisionaldengan mengeksploitasi emosi massa pada simbol-simbol Islam, harus ditinggalkan. Yang lebih penting justru adalah mengorganisir kader politik muslim yang lebih lentur dan punyacakrawala luas, serta punya kejelian menganalisis masalah sosial dan politik, agar pada gilirannya kelompok politisi Muslim tidak selalu berada di pinggiran.

Peran ini sangat bergantung pada keluasan pandangan para eliteIslam sendiri, kedalaman memahami Islam secara utuh, sekaliguskeluasan cakrawala orang di luar kekuatan politik Islam dalam melihat potensi dan kekuatan moral Islam dalam mengarahkan proses kehidupan bangsa untuk mencapai keadilan dan kemakmuranyang dicita-citakan. Memang upaya ini tidak begitu mudah dan mulus, karena masih cukup banyak kendala di kalangan kaum muslimin sendiri.

Wawasan politik kaum awam yang masih bercorak paternalistik disatu pihak, serta kepentingan melihat politik sebagai pemenuhan kebutuhan sesaat di pihak lain, merupakan kendala yang tidak kecil. Soal politik bukan sekadar soal menyalurkan aspirasi untuk menegakkan kepemimpinan negara (imamah) semata,tapi soal menata kehidupan secara lebih maslahat bagi umat. Karena itu, yang penting bukanlah penguasaan kekuasaan struktur politik formal dengan mengabaikan proses kulturisasi politik dengan warna yang lebih Islami. Bila ini yang terjadi,maka kenyataan sekulerlah yang akan terwujud, dan hanya akan menjauhkan umat dari tujuan utamanya,sa’adatud darain.

Politik IslamDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar WikipediaMerapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf

atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.

Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha(mengurusinya, melatihnya,dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara).

Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam

pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amrimengurusi (yasûsu) rakyatnya saat mengurusi urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula dalam perkataan orang Arab dikatakan : ‘Bagaimana mungkin rakyatnya terpelihara (masûsah) bila pemeliharanya ngengat (sûsah)’, artinya bagaimana mungkin kondisi rakyat akan baik bila pemimpinnya rusak seperti ngengat yang menghancurkan kayu. Dengan demikian, politikmerupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib).

Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya : "Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim). Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaummuslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan) seperti ditegaskan dalam banyak hadits terkenal. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda :

"Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim)

Rasulullah ditanya oleh sahabat tentang jihad apa yang paling utama.Ia menjawab : "Kalimat haq yang disampaikan pada penguasa" (HR. Ahmad).

Berarti secara ringkas Politik Islam memberikan pengurusan atas urusan seluruh umat Muslim.

Namun, realitas politik demikian menjadi pudar saat terjadi kebiasaan umum masyarakat dewasa ini baik perkataan maupun perbuatannya menyimpang dari kebenaran Islam yang dilakukan oleh mereka yang beraqidahkan sekularisme, baik dari kalangan

non muslim atau dari kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati dengan kedustaan, tipu daya, dan penyesatan yang dilakukan oleh parapolitisi maupun penguasa. Penyelewengan para politisi dari kebenaranIslam, kezhaliman mereka kepada masyarakat, sikap dan tindakan sembrono mereka dalam mengurusi masyarakat memalingkan makna lurus politik tadi. Bahkan, dengan pandangan seperti itu jadilah penguasa memusuhi rakyatnya bukan sebagai pemerintahan yang shalih dan berbuat baik. Hal ini memicu propaganda kaum sekularis bahwa politikitu harus dijauhkan dari agama (Islam). Sebab, orang yang paham akanagama itu takut kepada Allah SWT sehingga tidak cocok berkecimpung dalam politik yang merupakan dusta, kezhaliman, pengkhianatan, dan tipu daya. Cara pandang demikian, sayangnya, sadar atau tidak memengaruhi sebagian kaum muslimin yang juga sebenarnya ikhlas dalammemperjuangkan Islam. Padahal propaganda tadi merupakan kebenaran yang digunakan untuk kebathilan (Samih ‘Athief Az Zain, As Siyasah wa As Siyasah Ad Dauliyyah, hal. 31-33). Jadi secara ringkas Islam tidak bisa dipisahkan dari politik.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Islam Dan PolitikFiled under: Dari Inboxku,Fiqh,HOT NEWS,Lain-lain,Politik,Tarbiyah — Tausiyah275 @ 6:14 am 

Bismillah,

Artikel ini sebenarnya sudah cukup lama tercetus dan hendak dipublikasikan,

namun karena banyak hal mengakibatkan tertunda. Saat ini saya pikir adalah

waktu yg tepat untuk menyelesaikan artikel ini dan memuatnya.

Politik.

Kata tersebut seringkali diidentikkan dengan kecurangan, keculasan, kelicikan,

dan berbagai tindakan buruk lainnya. Akibatnya umat Islam seringkali ‘ditakut-

takuti’ dan menjadi phobia untuk ikut serta dan berkecimpung dalam dunia

politik. Padahal dengan menjauh dari dunia politik maka umat Islam akan kian

terpinggirkan dan malah memberikan ‘panggung’ kepada musuh-musuh Islam untuk

mengambil alih kekuasaan dan mengontrol semua kegiatan kaum muslim.

Padahal, sebenarnya apa yg dimaksud dengan (ber)politik?

Jika kita merujuk pada wikipedia, politik identik dengan kekuasaan dan rakyat

(atau warga negara). Saya sendiri punya definisi sendiri tentang politik.

Menurut saya, yg dimaksud dengan politik adalah suatu tujuan yg hendak dan

mesti dicapai. Tujuan di sini sangat luas maknanya. Namun intinya butuh usaha

untuk mewujudkannya dan waktu yg mesti dikorbankan.

Well, saya pribadi bebas saja dengan pendapat/definisi anda sendiri. Tidak

masalah. :-)

Kembali ke topik mengenai politik.

Islam dan politik sebenarnya tidak ada pertentangan selama umat Islam

berpolitik dengan cara-cara yg baik. Sangat banyak contoh mengenai cara

berpolitik yg Islami. Saya tuliskan beberapa di antaranya.

Pertama, Nabi Yusuf as saat dipenjara karena difitnah dengan dituduh merayu

istri pejabat. Lalu apa tindakan Nabi Yusuf as? Beliau tetap sabar dan tawakal

serta ikhtiar untuk memperjuangkan kebebasannya. Kita ketahui bersama beliau

pernah mentakwilkan mimpi tukang roti dan tukang anggur serta minta bantuan

mereka untuk membebaskan dirinya jika salah satu dari mereka selamat.

Kenyataannya, beliau malah dilupakan dan terus dipenjara.

Lalu ketika beliau akhirnya bebas, apakah lantas beliau balas dendam kepada

tukang anggur yg melupakannya? Jawabnya tidak!

Kedua, ketika Nabi Yusuf as ‘minta’ dijadikan menteri ekonomi di pemerintahan

Mesir. Beliau berhasil meyakinkan bahwa dirinya merupakan pribadi yg baik dan

bisa dipercaya karena mempunyai pengetahuan di bidang itu.

Ini bisa dikatakan politik juga, termasuk kategori lobi, saya pikir. Hasilnya

beliau dipercaya menjadi menteri ekonomi dan akhirnya menjadi pemimpin Mesir.

Ketiga, Nabi Musa as dan Nabi Harun as saat bertemu dg Firaun, memintanya agar

mengakui adanya ALLOH SWT dan tidak lagi meninggikan dan memperlakukan dirinya

layaknya Tuhan. Di akhir perdebatan terjadi clash antara Nabi Musa as dengan

para penyihir Firaun yg diakhiri dengan berimannya para tukang sihir Firaun.

Keempat, Nabi Sulaiman as mengutus burung Hud Hud untuk mengirim surat kepada

Ratu Bilqis (atau Ratu Balqis). Ini jelas merupakan pergerakan politik berupa

diplomasi.

Kelima, perjanjian Hudaibiyah antara kaum Muslim dengan kaum kafir Quraisy. Ini

merupakan taktik politik tingkat tinggi yg tidak pernah terpikirkan oleh para

sahabat.

Dari kelima contoh (ber)politik di atas nampak jelas bahwa Islam mempunyai

cara-cara yg elegan dan ‘keren’ untuk berpolitik. Bisa dikatakan saat itu umat

Islam (yg dipandu para Rasul-Nya) selalu beberapa langkah di depan lawan-lawan

politik mereka.

Namun semua ini berubah sejak peristiwa pembunuhan Usman bin Affan, Ali bin Abi

Thalib yg akhirnya membuat citra politik menjadi identik dengan pertumpahan

darah ataupun, seperti saya sebut di awal artikel, hal-hal negatif lainnya.

Bagaimana di Indonesia?

Ternyata kaum muslim di Indonesia terbagi menjadi beberapa kelompok:

1. Kelompok yg anti politik. Mereka beranggapan politik itu kotor sehingga

tidak mau ikut campur.

2. Kelompok yg berpolitik dengan santun. Kelompok ini berusaha menerapkan cara

berpolitik yg berlaku di negara seraya perlahan-lahan berusaha memberikan dan

menjadi contoh bagaimana cara berpolitik yg baik.

3. Kelompok yg berusaha berkuasa dengan cara apapun. Jika mau jujur, kaum

muslim di Indonesia (masih) banyak yg termasuk dalam kelompok ini.

Mari kita telaah lebih lanjut.

Efek menjadi kelompok pertama adalah mesti mau menerima segala konsekuensinya,

termasuk menerima jika ada kebijakan2 yg merugikan umat Islam. Mau menyuarakan

pendapatnya, tidak ada cara/wakil di pemerintahan atau di lembaga2 lain.

Akhirnya umat Islam lebih banyak menjadi ‘penonton’ daripada menjadi ‘pemain’

Sementara untuk yg kedua, jumlahnya bisa dikatakan sedikit (sekali). Banyak

orang2 Islam yg baik justru tersingkir. Saya malah heran, cara kedua ini justru

(‘lebih mudah’) ditemukan di negara-negara Barat. Jika anda googling, anda akan

temukan banyak walikota dan pemimpin kota yg sekarang dijabat oleh kaum Muslim.

Apabila anda teliti lagi kehidupan para politikus Islam(i) ini, anda akan

menemukan bahwa mereka tidak melabrak aturan yg ada dan semena-mena (berusaha) mengganti dengan khilafah. Bahkan mereka pun tidak membuat ‘perda syariah’,

peraturan yg menggunakan label agama. Hal ini dilakukan karena masyarakat di

sana masih phobia dg hal2 yg berkaitan dg agama. Dan sebenarnya peraturan2

masyarakat di sana (meski dicap liberal) sudah mengakomodir kebutuhan

masyarakat, termasuk masalah keamanan.

Yang repot adalah kelompok ketiga. Jika anda perhatikan, berapa banyak partai

Islam yg ada di Indonesia? Jika memang sama2 memperjuangkan Islam, kenapa mesti

ada banyak partai Islam? Bahkan saat usai pileg dan hendak masuk proses

pilpres, ada wacana koalisi partai Islam.

Sistem Politik Dalam Islam - WAJIB DIBACA! kepada sesiapayang bernama ISLAM!!!pada 6hb September 2010 pukul 12.21 ptg

1.0     Pengertian Politik Menurut Islam Politik adalah 'ilmu pemerintahan' atau 'ilmu siyasah', iaitu 'ilmu tata negara'. Pengertian dan konsep politik atau siasah dalam Islam sangat berbeza dengan pengertian dan konsep yang digunakan oleh orangorang yang bukan Islam. Politik dalam Islam menjuruskan kegiatan ummah kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syari'at Allah melalui sistem kenegaraan danpemerintahan. la bertujuan untuk menyimpulkan segala sudut Islam yang syumul melalui satu institusi yang mempunyai syahksiyyah untuk menerajui dan melaksanakan undang undang. Pengertian ini bertepatan dengan firman Allah yang mafhumnya: "Dan katakanlah: Ya Tuhan ku, masukkanlah aku dengan cara yang baik dan keluarkanlah aku dengan cara yang baik dan berikanlah kepadaku daripada sisi Mu kekuasaan yang menolong." (AI Isra': 80) Di atas landasan inilah para 'ulama' menyatakan bahawa: "Allah menghapuskan sesuatu perkara melalui kekuasaan negara apa yang tidak dihapuskan Nya meIaiui al Qur'an"  2.0     Asas asas Sistem Politik Islam Asas asas sistem politik Islam ialah: 2.1    Hakimiyyah Ilahiyyah Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilandan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah. Tidak mungkin ianya menjadi milik sesiapa pun selain Allah dan tidak ada sesiapa pun yang memiliki suatu bahagian daripadanya. Fir man Allah yang mafhumnya: "Dan tidak ada sekutu bagi Nya dalam kekuasaan Nya." (Al Furqan: 2)

 "Bagi Nya segaIa puji di dunia dan di akhirat dan bagi Nya segata penentuan (hokum) dan kepada Nya kamu dikembalikan."   (A1 Qasas: 70) "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah."   (A1 An'am: 57) - Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian pengertian yang berikut: -Bahawasanya Allah adalah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalah Tuhan yang menjadi Pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh dan tunduk kepada sifat Ilahiyyah Nya Yang Maha Esa    -Bahawasanya hak untuk menghakimi dan mengadili tidak dimiliki oleh sesiapa kecuali Allah. Oleh kerana itu, manusia wajib ta'at kepada Nya dan ber'ibadat kepada Nya    -Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hak mengeluarkan hukum sebab Dialah satu satu Nya Pencipta    -Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hak mengeluarkan peraturan peraturan, sebab Dialah satu satu Nya Pemilik    -Bahawasanya hukum Allah adalah sesuatu yang benar sebab hanya Dia sahaja Yang Mengetahui hakikat segala sesuatu, dan di tangan Nyalah sahaja penentuan hidayah dan penentuan jalan yang selamat dan lurus. Hakimiyyah Ilahiyyah membawa erti bahawa teras utama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi rububiyyah dan uluhiyyah Nya. 2.2    Risalah Jalan kehidupan para rasul diiktiraf oleh Islam sebagai sunan al huda atau jalan jalan hidayah. Jalan kehidupan mereka berlandaskan kepada segala wahyu yang diturunkandaripada Allah untuk diri mereka dan juga untuk umat umat mereka. Para rasul sendiri yang menyampaikan hukum hukum Allah dan syari'at syari'at Nya kepada manusia. Risalah bererti bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w adalah satu asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah di dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul menyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan mereka. Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah s.a.w. 

Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah perintah Rasulullah s.a.w dantidak mengambil selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka. Firman Allah yang mafhumnya: "Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagi kamu, maka tinggatkanlah."   (Al Hasyr: 7) "Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk dita'ati dengan seizin Allah." (An Nisa': 64) "Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang orang mu'min, akan Kami biarkan mereka bergelimang daiam kesesatan yang telah mereka datangi, dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam dan jahannam itu adalah seburuk buruk tempat kembali." (An Nisa: 115) "Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An Nisa': 65)  2.3    Khalifah Khalifah bererti perwakilan. Dengan pengertian ini, ia bermaksud bahawa kedudukan manusia di atas muka bumi ialah sebagai wakil Allah. Ini juga bermaksud bahawa di atas kekuasaan yang telah diamanahkan kepadanya oleh Allah, maka manusia dikehendaki melaksanakan undang undang Allah dalam batas batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik, tetapi ia hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenarnya. Firman Allah yang mafhumnya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi... " (Al Baqarah: 30) "Kemudian Kami jadikan kamu khalifah khalifah di muka bumi sesudah mereka supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat." (Yunus: 14) Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benarbenar mengikuti hukum hukum Allah. - Oleh itu khilafah sebagai asas ketiga dalam sistem politik Islam menuntut agar tugas tersebut dipegang oleh orang orang yang memenuhi syarat syarat berikut: -Mereka mestilah terdiri daripada orang orang yang benar benarmenerima dan mendukung prinsip prinsip tanggungjawab yang terangkum di dalam

pengertian khilafah    -Mereka tidak terdiri daripada orang orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas batas yang ditetapkan oleh Nya    -Mereka mestilah terdiri daripada orang orang yang ber'ilmu, berakal sihat, memiliki kecerdasan, kea'rifan serta kemampuan intelek dan fizikal    -Mereka mestilah terdiri daripada orang orang yang amanah sehingga dapat dipikulkan tanggungjawab kepada mereka dengan aman dan tanpa keraguan  3.0     Prinsip prinsip Utama Sistem Politik Islam Prinsip prinsip sistem politik Islam terdiri daripada beberapa perkara di antaranya: 3.1     Musyawarah - Prinsip pertama dalam sistem politik Islam ialah musyawarah. -Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan orang orang yang akan menjawat tugas tugas utama dalam pentadbiran ummah.<p> </p>-Asas musyawarah yang kedua pula adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara perlaksanaan undangundang yang telah dimaktubkan di dalam al gur'an dan al Sunnah.<p> </p>-Asas musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan dengan jalan jalan menentukan perkara perkara baru yang timbul di kalangan ummah melalui proses ijtihad. 3.2     Ke'adilan Prinsip kedua dalam sistem politik Islam ialah keadilan. Ini adalah menyangkut dengan ke'adilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Ke'adilan di dalam bidang bidang sosioekonomi tidak mungkin terlaksana tanpa wujudnya kuasa politik yang melindungi dan mengembangkannya. Di dalam perlaksanaannya yang luas, prinsip ke'adilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan menguasai segala jenis perhubungan yang berlaku di dalam kehidupan manusia, termasuk ke'adilandi antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang bersengketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antaxa ibu bapa dan anak anaknya. Oleh sebab kewajiban berlaku 'adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah merupakan di antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut. Pemeliharaan terhadap ke'adilan merupakan prinsip nilai nilai sosial yang utama kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya. 3.3     Kebebasan Prinsip ketiga dalam sistem politik Islam ialah kebebasan. Kebebasan yang dipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang berteraskan kepada ma'ruf dan kebajikan. 

Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenar adalah di antara tujuan tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta asasasas bagi undang undang perlembagaan negara Islam. 3.4     Persamaan Prinsip keempat dalam sistem politik Islam ialah persamaan atau musawah. Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapat dan menuntut hak hak, persamaan dalam memikul tanggungjawab menurut peringkat peringkat yang ditetapkan oleh undang undang perlembagaan danpersamaan berada di bawah taklukan kekuasaan undang undang. 3.5     Hak Menghisab Pihak Pemerintah Prinsip kelima dalam sistem politik Islam ialah hak rakyat untuk menghisab pihak pemeriritah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada kewajiban pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan ummah. Hak rakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota di dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Hak ini dalam pengertian yang luas juga bererti hak untuk mengawasi danmenghisab tindak tanduk dan keputusankeputusan pihak pemerintah. Prinsip ini berdasarkan kepada firman Allah yang mafhumnya: "Dan apabila iaberpaling (daripada kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerosakan padanya, dan merosak tanaman tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan." (Al-Baqarah: 205) "..maka berilah keputusan di antara manusia dengan 'adil dan janganlah kamu mengikut hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu daripada jalan Allah. Sesungguhnya orang orang yang sesat daripada jalan Allah akan mendapat 'azab yang berat, kerana mereka melupakan hari perhitungan." (Sad: 26)  4.0     Tujuan Politik Menurut Islam Tujuan sistem politik Islam ialah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegakdi atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syari'at Islam. Tujuan utamanya ialah untuk menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam. 

Dengan adanya pemerintahan yang mendukung syari'ah, maka akan tertegaklah al Din dan berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan tuntutan al Din tersebut. - Para fuqaha Islam telah menggariskan sepuluh perkara penting sebagai tujuan kepada sistem politik dan pemerintahan Islam. -Memelihara keimanan menurut prinsip prinsip yang telah disepakati oleh 'ulama' salaf daripada kalangan umat Islam-Melaksanakan proses pengadilan di kalangan rakyat dan menyelesaikan masalah di kalangan orang orang yang berselisih    -Menjaga keamanan daerah daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan aman dan damai    -Melaksanakan hukuman hukuman yang ditetapkan syara' demi melindungi hak hak manusia    -Menjaga perbatasan negara dengan pelbagai persenjataan bagi menghadapi kemungkinan serangan daripada pihak luar    -Melancarkan jihad terhadap golongan yang menentang Islam    -Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat dan sedekah sebagai mana yang ditetapkan oleh syara'    -Mengatur anggaran belanjawan dan perbelanjaan daripada perbendaharaan negara agar tidak digunakan secara boros ataupun secara kikir    -Mengangkat pegawai pegawai yang cekap dan jujur bagi mengawal kekayaan negara dan menguruskan hal ehwal pentadbiran negara    -Menjalankan pengaulan dan pemeriksaan yang rapi di dalam hal ehwal amam demi untuk memimpin

negara dan melindungi al Din.  Diharapkan tulisan saya ini memberi kesedaran kepada seluruh yang bergelar Islma untuk lebih mendalami diri mereka dengan ilmu 'ALLAH' ini yangberkaitan dengan diri mereka sendiri!!!

Politik dalam Islamoleh Redaksi

Diperlukan ekstra kehatian-hatian untuk membangun pandangan yang bersahabat antara Islamdan kehidupan politik. Hal itu, menurut Samuel P.Huntington, akan dapat tumbuh dan berkembang jika mendapat dukungan sikap, nilai, kepercayaan, dan pola-pola tingkah laku berkaitan dengan perkembangan peradaban yang kondusif. Hal itu juga disebabkan oleh kenyataan yang tak terbantahkan -meminjam istilah Sdr Ulil- bahwa umat Islam tidak bisa menghindar dari kenyataan baru yang sama sekali berbeda.

SEDIKIT pandangan tentang politik dalam Islam telah dikemukakan Sdr Ulil Abshar-Abdalla dalam Kajian di Jawa Pos, 1 Juni 2003, yang berjudul Fahmi Huwaidi dan Dzimmah. Di sana ada beberapa hal yang perlu dipahami bersama bahwa sampai saat ini ada tiga pendapat yang berkembang dalam lingkungan kaum muslim tentang politik. 

Pertama, aliran yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan serba lengkap yang mengatur segala aspek kehidupan, termasuk bernegara. Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa Alquran tidak mengatur masalah politik atau ketatanegaraan. Ketiga, pendapat yang mengambil jalan tengah bahwa dalam Alquran tidak

terdapat sistemketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. 

Mengamati berbagai persoalan yang berkembang akhir-akhir ini, khususnya dalam bidang politik Islam, dan jika kita mau merenung lebih mendalam, jelas tergambar bahwa sebuah pemahaman yang benar, evaluatif, kritis, dan rasional akan menunjukkan Islam bukanlah agama politik semata. Bahkan, porsi politik dalam ajaran Islam sangatlah kecil. Itu pun berkaitan langsung dengan kepentingan banyak orang yang berarti kepentingan rakyat kecil(kelas bawah di masyarakat), bukan pada tataran model-model politik. 

Karena itu, jelas pulalah bahwa politik dan agama adalah sesuatu yang terpisah. Dan, sesungguhnya pembentukan pemerintahan dan kenegaraan adalah atas dasar manfaat-manfaat amaliah, bukan atas dasar sesuatu yang lain. Jadi, pembentukan negara modern didasarkan pada kepentingan-kepentingan praktis, bukan atas dasar agama. 

Pemerintahan yang berlaku pada masa Rasulullah dan khalifah bukanlah diturunkan Allah dari langit. Wahyu Allah hanya mengarahkan Rasul dankaum muslimin untuk menjamin kemaslahatan umum, tanpa merenggut kebebasan mereka untuk memikirkan usaha-usaha menegakkan kebenaran, kebajikan, dan keadilan. 

Alquran sendiri tidak mengatur urusan politik secara khusus, tetapi hanya memerintahkan untuk menegakkan keadilan, kebajikan, membantu kaum lemah, dan melarang perbuatan yang tidak senonoh, tercela, serta durhaka. Alquran hanya meletakkan garis besar pada kaum muslimin, kemudian memberikan kebebasan untuk memikirkan hal-hal yang diinginkan dengan ketentuan tidak sampai melanggar batas-batas yang telah ditetapkan. 

Rasulullah sendiri belum pernah menentukan sistem politik dan kekuasaan tertentu melaluisunah dan kebijaksanaannya. Hal ini yang semestinya harus kita sadari bersama agar politik tidak menjadi "panglima" gerakan Islam yang mempunyai keterkaitan dengan sebuah institusi yang bernama kekuasaan. Selain itu, Islam lebih mengutamakan fungsi pertolongan pada kaum miskin dan menderita serta tidak lebih memperhatikan secara khusustentang bentuk negara. 

Hal-hal seperti itulah yang seharusnya menjadi tekanan bagi gerakan-gerakan Islam dalam membangun sebuah bangsa, bukan mementingkan formalisasi ajaran-ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab, persoalan formalisasi ideologi Islam dalam kehidupan bernegara tidak menjadi kebutuhan utama dalam bernegara. 

Justru penampilan nonformal agama dalam kehidupan bernegara harus terwujud tanpa formalisasi dirinya. Dengan demikian, agama Islam menjadi sumber inspirasi bagi gerakan-gerakan Islam dalam kehidupan bernegara. Inti pandangan seperti itu terletak pada kesadaran bahwa agama harus lebih berfungsi nyata dalam kehidupan daripada membuat dirinya menjadi wahana bagi formalisasi agama yang bersangkutan dalam kehidupan bernegara. 

Merujuk uraian di atas, diperlukan ekstra kehatian-hatian untuk membangun pandangan yangbersahabat antara Islam dan kehidupan politik. Hal itu, menurut Samuel P. Huntington, akan dapat tumbuh dan berkembang jika mendapat dukungan sikap, nilai, kepercayaan, dan pola-pola tingkah laku berkaitan dengan perkembangan peradaban yang kondusif. Hal itu juga disebabkan oleh kenyataan yang tak terbantahkan -meminjam istilah Sdr Ulil- bahwa umat Islam tidak bisa menghindar dari kenyataan baru yang sama sekali berbeda. 

Ini menunjukkan bahwa dalam memandang sesuatu persoalan, Islam lebih mementingkan pendekatan profesional, bukan politis. Kalau saja dimengerti dengan baik, hal itu akan menjadi jelas mengapa Islam lebih mementingkan masyarakat adil dan makmur atau dengan kata lain masyarakat sejahtera, yang lebih diutamakan kitab suci tersebut, daripada masalah bentuk negara. 

Jika hal ini disadari sepenuhnya oleh kaum muslimin, tentu salah satu sumber keruwetan dalam hubungan antarsesama umat, khususnya umat Islam, dapat dihindari. Artinya, ketidakmampuan dalam memahami hal itulah yang menjadi sebab kemelut luar biasa dalam lingkungan gerakan Islam dewasa ini.

POLITIK DALAM ISLAM, SUATU KEHARUSAN

oleh : Shofia M. Abdullah

Dari hp Ummu Itqon

" Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah "(Ali Imran : 110).

Allah SWT telah menetapkan bahwa kaum muslimin adalah umat yang terbaik diantara manusia. Status ini diberikan kepada kaum mulimin agar mereka menjadi pemimpin dan penuntun bagi umat-umat lain. Sayyid Qutb dalam Fii Zhilalil Qur’an menafsirkan bahwa yang layak menjadi pemimpin umat manusia hanyalah "orang-orang yang berpredikat terbaik". Karena ingin meraih predikat umat terbaik itulah, umat Islam terdahulu tidak pernah berhenti ataupun lemah semangatnya dalam perjuangan menyebarkan risalah Islam ke seluruh permukaan bumi. Mereka yakin bahwa metode untuk mewujudkan kebangkitan Islam hanyalah dengan menjadikan Islam sebagai pedoman hidup yang lengkap. Islam dijadikan sebagai pola kehidupan yang menyeluruh. Umat Islam percaya dan yakin bahwa hanya Islam yang mampu memecahkan seluruh urusan manusia secara sempurna, menyeluruh, praktis dan sesuai dengan fitrah kemanusiaan.

Namun saat ini umat Islam berada dalam kondisi dan situasi yang lemah serta paling rendah dalam memahami Islam. Kondisi ini telah terbukti menyebabkan segala bentuk pemikiran-pemikiran yang merusak menyusup kedalam tubuh umat Islam. Hal inilah yang mengakibatkan munculnya berbagai gangguan dan keresahan. Umat Islam cenderung mudah mengabaikan hukum-hukum Islam. Akhirnya kehidupan mereka merosot sampai ke taraf rendah. Dalam kondisi ini, umat Islam tidak memiliki peranan lagi dalam percaturan politik internasional.

Sebenarnya tidak ada cara lain untuk menyelamatkan umat dan membangkitkannya kembali menempati kedudukan mulia, selain dari mengembalikan umat pada sifat yang menjadikannya umat terbaik, yakni beriman kepada Allah SWT, melaksanakan amar

ma’ruf dan mencegah kemungkaran (nahi mungkar), sebagaimana yang diungkapkan dalam ayat diatas.

Umat yang beriman kepada Allah SWT, konsekuensinya adalah menjadi umat yang tunduk hanya kepada Allah SWT. Yakni tunduk kepada ketentuan-Nya. Demikian pula umat yang melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar berarti umat yang menegakkan tolok ukur segala sesuatu berdasarkan ridlo dan murka Allah atau baik dan buruk menurut Allah. Hal ini berarti kedudukan mulia sebagai umat terbaik akan bisa diraih kembali oleh umat Islam, bila mereka mendasarkan pengaturan segala urusannya, bahkan urusan umat manusia (lainnya) diatas perintah dan larangan Allah SWT, yang termaktub di dalam kitabbullah dan sunah Rasul-Nya.

Berpolitik Hukumnya Fardlu

Politik senantiasa diperlukan oleh masyarakat manapun. Ia merupakan upaya untuk memelihara urusan umat di dalam dan di luar negeri. Kalau kita memandang seseorang dalam sosoknya sebagai manusia (sifat manusiawinya), ataupun sebagai individuyang hidup dalam komunitas tertentu, maka sebenarnya ia bisa disebut sebagai seorang politikus. Di dalam hidupnya manusia tidak pernah berhenti dan mengurusi urusannya sendiri, urusan orang lain yang menjadi tanggung jawabnya, urusan bangsanya, ideologi dan pemikiran-pemikirannya. Oleh karena itu setiap individu, kelompok, organisasi ataupun negara yang memperhatikan urusan umat (dalam lingkup negara dan wilayah-wilayah mereka) bisa disebut sebagai politikus. Kita bisa mengenali hal ini dari tabiat aktivitasnya, kehidupan yang mereka hadapi serta tanggung jawabnya.

Islam sebagai agama yang juga dianut oleh mayoritas umat di Indonesia selain sebagai aqidah ruhiyah (yang mengatur hubungan manusia dengan Rabb-nya), juga merupakan aqidah siyasiyah (yang mengatur hubungan antara sesama manusia dan dirinya sendiri). Oleh karena itu Islam tidak bisa dilepaskan dari aturan yang mengatur urusan masyarakat dan negara. Islam bukanlah agama yang mengurusi ibadah mahdloh individu saja.

Berpolitik adalah hal yang sangat penting bagi kaum muslimin. Ini kalau kita memahami betapa pentingnya mengurusi urusan umat agar tetap berjalan sesuai dengan syari’at Islam.

Terlebih lagi ‘memikirkan/memperhatikan urusan umat Islam’ hukumnya fardlu (wajib)sebagaimana Rasulullah bersabda :

"Barangsiapa di pagi hari perhatiannya kepada selain Allah, maka Allah akan berlepas dari orang itu. Dan barangsiapa di pagi hari tidak memperhatikan kepentingan kaum muslimin maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum muslimin)".

Oleh karena itu setiap saat kaum muslimin harus senantiasa memikirkan urusan umat, termasuk menjaga agar seluruh urusan ini terlaksana sesuai dengan hukum syari’at Islam. Sebab umat Islam telah diperintahkan untuk berhukum (dalam urusan apapun)kepada apa yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, yakni Risalah Islam yang dibawa oleh

Nabi Muhammad SAW.

Firman Allah SWT:

"….maka putuskanlah (perkara) mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu….." (Al-Maidah : 48)

"…Barangsiapa yang tidak memutuskan (perkara) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir ". (Al-Maidah :44)

Dua ayat di atas dan beberapa ayat lain yang senada, seperti surat Al-Maidah ayat 44,45, 47 dan 49 serta An-Nisaa’ ayat 65 menjelaskan bahwa kaum muslimin harus (wajib) mendasarkan segala keputusan tentang urusan apapun kepada ketentuan Allah,yakni hukum syari’at Islam.

Terlaksananya urusan umat sesuai dengan hukum syari’at Islam tidak hanya meliputi urusan dalam negerinya saja, melainkan juga urusan luar negeri. Hal ini karena kaum muslimin juga melakukan interaksi dengan negara-negara lain, yang dalam setiap pelaksanaannya harus selalu terikat dengan syari’at Islam.

Bentuk kepedulian kaum muslimin dengan segala urusan umat ini bisa berarti mengurusi kepentingan dan kemaslahatan mereka, mengetahui apa yang diberlakukan penguasa terhadap rakyat, mengingkari kejahatan dan kezholiman penguasa, peduli terhadap

kepentingan dan persoalan umat, menasehati pemimpin yang lalim, mendongkrak otoritas penguasa yang melanggar syari’at Islam, serta membeberkan makar-makar jahat negara-negara musuhserta hal-hal lain yang berkenaan dengan urusan umat.

Berpolitik Untuk Urusan Dalam dan Luar Negeri

Banyak urusan rakyat yang harus diperhatikan oleh kaum muslimin. Baik urusan pelaksanaan syariat Islam di dalam negeri ataupun yang menyangkut urusan luar negeri.

Di dalam negeri, kaum muslimin harus memperhatikan, apakah urusan umat dapat terpelihara dengan baik oleh negara. Mulai dari penerapan hukum pemerintahan, ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan, aturan interaksi antar individu pria danwanita serta seluruh kepentingan umat lainnya. Dengan demikianmemperhatikan politik dalam negeri ini berarti menyibukkan diri dengan urusan-urusan kaum muslimin secara umum. Yaitu memperhatikan kondisi kaum muslimin dari segi peranan pemerintah dan penguasa terhadap mereka. Sudahkah pemimpin kaum muslimin (penguasa) melaksanakan langsung tanggung jawab terhadap rakyatnya, yang telah dibebankan Allah? Apakah seluruh urusan rakyat telah terpenuhi sesuai dengan hukum syara?

Aktivitas-aktivitas ini merupakan persoalan yang penting dan telah diwajibkan Allah SWT kepada umat Islam. Dengan demikian haram hukumnya bila kaum muslimun meninggalkannya.

Selain dari aktivitas politik dalam negeri, umat Islam juga harus menyibukkan diri dalam politik luar negeri. Hal ini dilakukan dalam rangka mengetahui strategi makar (tipu daya) negara-negara kafir terhadap kaum muslimin. Tindakan selanjutnya adalah membeberkan makar tersebut agar kaum muslimin waspada dan mampu menolak ancamannya. Di samping itu politik luar negeri ditegakkan dalam rangka menyebarkan da’wahIslam kepada seluruh umat manusia di bumi ini. Ini sudah menjadi kewajiban kaum muslimin. Sebab Islam diturunkan untuk seluruh manusia.

Oleh karena itu kewajiban berpolitik bersifat mutlak, baik berupa politik dalam negeri ataupun luar negeri. Pentingnya politik luar negeri ini karena aktivitas penguasa bersama

negar-negara lain adalah bagian dari politik. Maka salah satu aktivitas politik luar negeri adalah mengoreksi aktivitas penguasa yang berkaitan dengan negara-negara lain.

Bila kita telaah secara mendalam aktivitas-aktivitas kenegaraan, maka pemeliharaan kepentingan umat yang dilakukan oleh negara (pemerintahan serta hubungan luar negeri) hukumnyawajib. Namun di sisi lain kaum muslimin harus pula mengetahui kebijakan-kebijakan negara ini. Karena bagaimana mungkin kaum muslimin bisa menyibukkan diri dalam berpolitik di dalam negeri yaitu mengoreksi tindakan-tindakan yang dilakukan penguasa, tanpa mengetahui berbagai kebijakan yang mereka lakukan. Bila kaum muslimin tidak mengetahui esensi tindakan penguasa ini, mereka akan menemui kesulitan dalam mengoreksi tindakan-tindakannya, dengan demikian menelaah secara mendalamaktivitas-aktivitas kenegaraan termasuk suatu hal yang wajib, sebagaimana wajibnya berpolitik itu sendiri.

Aktivitas menasehati dan mengoreksi tindakan penguasa (bila penguasa lalai dari penerapan hukum Islam) merupakan aktivitaspenting yang harus dilakukan umat. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata :

"Aku mendatangi Nabi SAW, lalu aku berkata : "Aku membai’atmu berdasarkan Islam Maka beliau mensyaratkan agar aku memberi nasehat kepada semua muslim"

lafazh (nasehat), berbentuk umum, termasuk di dalamnya adalah menolak tindakan lalim penguasa dan kelaliman musuh Islam terhadap kaum muslimin. Hal ini diartikan dengan menyibukkan diri dengan berpolitik di dalam negeri, dalam rangka mengetahui kebijakan yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya dan juga dalam rangka mengoreksi tindakan-tindakan mereka.

Sebagai contoh, ketika kaum pemimpin muslimin (penguasa DaulahIslamiyah) lalai dalam menerapkan hukum Islam atau mengeluarkan kebijakan negara yang bertentangan dengan syari’at Islam, maka rakyat berkewajiban untuk menasehatinya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda :

" Penghulu syuhada’ adalah Hamzah dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang lalim lalu menasehatinya, kemudian Ia di bunuh".

Dari Abi Umamah, ia berkata :

" Ada seseorang yang datang menghadap kepada Rasulullah, jihad apakah yang paling baik? Beliau mendiamkannya. Ketika beliau melempar jumrah kedua, dia bertanya kembali kepada beliau, namun beliau pun tetap tidak menjawabnya. Makapada saat melempar jumrah aqabah, dimana beliau (ketika itu) sudah memasukan kaki beliau keatas pelana (kuda) untuk menaikinya, beliau saw bertanya :’Mana orang yang bertanya tadi ?’ Dia menjawab : ‘Saya, Ya Rasulullah.’ Beliau kemudian bersabda : ‘ Adalah kata-kata yang hak (kalimatu haqqin), yang diucapkan dihadapkan seorang penguasa yang zalim." (Ibnu Majah)

Menasehati penguasa yang lalim memang membutuhkan keberanian dan pengorbanan yang tinggi. Namun imbalan yang dijanjikan Allah SWT sangatlah besar. Bagi seorang muslim yang meyakini sepenuhnya bahwa hanya Allahlah satu-satunya tempat kembali, maka ia pun akan senantiasa berusaha dan berjuang untuk meraihkemuliaan ini.

Da’wah dan Politik

Bila kemudian kita kembalikan kepada tanggung jawab umat yang harus mengemban da’wah Islam keseluruh dunia, maka aktivitas da’wah ini tidak akan bisa dilakukan dengan mudah kecuali bilaumat memahami politik pemerintahan negeri-negeri tersebut, yaitu politik pemerintahan negara yang berkuasa (yang rakyatnya mereka da’wahi). Mengemban da’wah adalah fardlu. Dalam hal ini seseorang tidak akan berhasil kecuali dengan memahami masalah politik secara keseluruhan (dalam dan luar negeri), maka memahami masalah politik adalah fardlu pula bagikaum muslimin. Sebagaimana kaidah sya’ra menyebutkan :

"apabila suatu kewajiban tidak terlaksana dengan sempurna kecuali dengan suatu perbuatan, maka perbuatan tersebut hukumnya adalah wajib"

Dengan demikian ketika kaum muslimin mendapat tanggung jawab mengemban da’wah Islam kepada seluruh manusia, maka menjadi kewajiban bagi kaum muslimin untuk selalu mengikuti perkembangan dunia dengan kesadaran penuh, memahami masalah-masalah dan berbagai kondisinya, mengenali kecenderungan negara dan rakyatnya, mengikuti aktivitas perpolitikan yang terjadi di dunia (internasional), memperhatikan rencana politik negara-negara mengenai strategi penerapan politik dan tata car hubungan antara sebagian negara dengan negara

lainnya, termasuk manuver-manuver politik yang akan dilakukan suatu negara. Mereka (kaum muslimin) harus memahami percaturanpolitik dunia Islam dalam konstalasi percaturan politik internasional. Semua ini dilakukan agar kaum muslimin mudah untuk menetapkan cara-cara menegakkan, memapankan dan mempertahankan eksistensi negara mereka di tengah-tengah posisi internasional di dunia ini. Dengan demikian kaum muslimin akan dapat mengemban da’wah keseluruh penjuru bumi.

Bagaimana Dengan Kaum Muslimin Saat Ini ?

Pada kondisi seperti sekarang ini, kaum muslimin masih belum menyandarkan seluruh pengaturan kehidupannya dengan hukum-hukum yang diturunkan oleh allah SWT kepada mereka. Secara umum umat Islam (termasuk di Indonesia) belum menjadikan Islamsebagai pandangan hidupnya. Yaitu menjadikan aqidah Islam sebagai landasan seluruh pengaturan urusan kehidupannya. Pandangan hidup yang diajarkan aqidah Islam adalah halal dan haram. Sedangkan metode operasional (untuk merealisasikan pandangan halal-haram tersebut) adalah dengan membangun keterikatan terhada um syara’. Maka pandangan tersebut selalu memandang kehidupan dengan standar halal dan haram. Apa saja yang yang halal, baik persoalan tersebut wajib, mandub (sunah), maupun mubah, akan diambil tanpa ragu-ragu. Sesuatu yang makruh, akan diambil dengan rasa khawatir. Sedangkan yangharam, tidak akan diambil sama sekali.

Bila kita perhatikan saat ini aqidah Islam belum diambil dan dimiliki oleh kaum muslimin sebagai aqidah siyasiyah meskipun tetap dimiliki sebagai aqidah ruhuyah. Sehingga pandangan hidup yang dibentuk oleh aqidah tersebut tidak pernah diwujudkan dalam realitas kehidupan, sekalipun masih ada pada individu-individu muslim.

Upaya untuk membangkitkan umat dan mengembalikan kaum musliminsehingga mampu meraih kemuliaannya kembali sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah SWT., tidak lain hanyalah dengan menyadarkan kaum muslimin bahwa Islam adalah aqidah ruhiyah dan siyasiyah. Kesadaran ini harus ditanamkan sampai benar-benar membekas dalam arti berpengaruh langsung terhadap kehidupannya. Mereka harus senantiasa mengkaitkan aqidah tersebut dengan pemikiran-pemikiran tentang keduniaan, termasuk pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan

pemeliharaan persoalan dunia. Mereka harus mengkaitkan keimanan kepada Allah dengan keimanan kepada Al Qur’an dan segala isinya. Mereka pun harus memperdalam makna keimanan kepada Al-qur’an yang diturunkan Allah SWT bagi seluruh umat manusia diakhir zaman ini.

Mereka harus mengkaitkan keimanan kepada Al-Qur’an dengan keimanan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa Al-Qur’an. Demikian pula keimanan kepada sunnahnya. Kemudian setelah itu,beralih kepada upaya untuk merubah pandangan hidup mereka dengan suatu pandangan hidup yang dibangun di atas aqidah tersebut. Hal ini berarti beralihnya standar kehidupan kepada halal dan haram, bukan azas manfaat ataupun yang lainnya. Selanjutnya berupaya untuk mengatur seluruh aspek kehidupannyadi dunia ini sesuai dengan standar halal haram tersebut.

Demikian kerangka pandang politik didalam Islam. Standar ini bersifat tetap dan pasti yang berlaku bagi kaum muslimin sampai hari kiamat nanti. Oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi suatu kaum muslimin untuk menjadikan aqidah Islam sebagi cara pandang untuk memelihara dan mengurusi segala urusan hidupnya. Kesadaran inilah yang harus ditumbuhkan pada kaum muslimin saat ini. Bahkan menjadi suatu hal yang ‘amat penting’, mengingat bila kaum muslimin meninggalkan persoalan ini, maka mereka akan berdosa. Sebagaimana dosa-dosa mereka karena meninggalkan kewajiban yang lain.

Selain kewajiban bagi setiap individu muslim untuk memili adaran politik yang berlandaskan Islam, secara syar’I kaum mulimin juga diperintahkan untuk mewujudkan kelompok (dalam hal ini adalah Kutlah Siyasi) yang mengemban dakwah Islam dan beraktivitas untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam.

Allah SWT berfirman :

"Dan hendaklah ada diantara kalian sekelompok umat yang mengajak kepada kebaikan dan menyeru kepada kema’rufan serta mencegah dari kemungkaran,. Danmerekalah orang-orang yang beruntung". (QS : Ali Iran :104)

Dengan dalil ini berarti Allah SWT telah memfardlukan kaum muslimin agar bergabung dalam Kutlah siyasi yang mengemban dakwah Islam, dan beraktivitas untuk melangsungkan kembali

kehidupan Islam (isti’nafil hayah al Islamiyah). Di dalam ayattersebut,Allah SWT telah menjelaskan metode yang seharusnya dilakukan oleh kaum muslimin dalam mengemban dakwah Islam, yaitu amar ma’ruf nahi mungkar.

Mengambil pengaturan urusan kaum muslimin dengan selain aturanyang diturunkan Allah merupakan kemungkaran yang telah jelas. Sedangkan mewujudkan pengaturan urusan kaum muslimin dengan aturan yang diturunkan Allah SWT merupakan amar ma’ruf yang lebih agung. Oleh karena itu menjadi suatu kewajiban bagi kaummuslimin agar mereka melaksanakan kaum muslimin.

Apa lagi, yang bisa dilakukan kaum muslimin kini selain dari kembali kepada kesadaran politik dengan perspektif (kerangka pandang) yang sesungguhnya kemudian berupaya mewujudkan kelompok-kelompok (ahjab siyasiyah) yang mengemban dakwah Islam dan beraktivitas untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam ? Demikian bila kaum muslimin mau kembali pada makna politik yang sesungguhnnya.

Wallahu a’lam bisshowab

POLITIK DALAM PANDANGAN ISLAM BY : HASAN Al-BANNA

"Kebangkitan suatu bangsa di dunia selalu bermula dari kelemahan. Sesuatu yang seringmembuat orang percaya bahwa kemajuan yang mereka capai kemudian adalah sebentukkemustahilan. Tapi, di balik anggapan kemustahilan itu, sejarah sesungguhnya telahmengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, keteguhan, kearifan, dan ketenangan dalammelangkah telah mengantarkan bangsa-bangsa lemah itu merangkak dariketidakberdayaan menuju kejayaan." (Hasan Al-Banna; Risalah Ila Ayyu Syain Nad u An-Naas.)

Dalam sejarah kehidupan bangsa-bangsa, kebangkitan dan kemajuanadalah sebuah keniscayaan yang mesti diyakini. Namun, kelemahan yangsedang mengungkung suatu bangsa seringkali memicu keputusasaansehingga bayang-bayang ketidakpastian dan kemustahilan menjadibegitu kuat. Realitas kejiwaan masyarakat inilah yang ingin didobrakoleh Hasan Al-Banna, dengan salah satu ungkapannya: "Inna haqaiqa al-yaumi hiya ahlamu al-amsi, wa ahlama al-yaumi haqaiqu al-ghadi (Sesungguhnyakenyataan hari ini adalah mimpi kemarin, dan mimpi hari ini akanmenjadi kenyataan esok hari)."

Sementara akar penyebab kelemahan yang sebenarnya ada padakehancuran jiwa masyarakatnya. Ini yang secara kuat dicemaskan olehAbul Hasan An-Nadwi dengan ucapannya, "Kemanusiaan sedang ada dalamsakratul maut.”. Bahkan, kecemasan dunia modern yang digjaya sepertiAmerika misalnya, juga terletak di sini. Laurence Gould pernahmengingatkan publik Amerika, "Saya tidak yakin bahaya terbesar yangmengancam masa depan kita adalah bom nuklir. Peradaban AS hancur

ketika tekad mempertahankan kehormatan dan nilai-nilai moral dalamhati nurani warga kita telah mati." (HamiltonHowze, The Tragic Descent: America in 2020 , 1992).

Dari pemahaman inilah, Hasan Al-Banna menyimpulkanbahwa pilar kekuatan utama membangun kembali umat adalah kesabaran(ash-shabru), keteguhan (ats-tsabat), kearifan (al-hikmah), dan ketenangan(al-anat) yang kesemuanya menggambarkan kekuatan kejiwaan (al-quwwah an-nafsiyah) suatu bangsa. Dan Hasan Al-Banna menyimpulkan adanya limababak yang akan dilalui. Kesimpulan ini berangkat dari analisasejarah perjalanan bangsa-bangsa dan upaya memahami arahan-arahanRabbani

Berikut Seri Pemikiran Politik Hasan Al-Banna: Lima BabakKebangkitan Umat

1. Kelemahan (adh-dho fu).

Faktor utama kelemahan adalah terjadinya kesewenang-wenangan rezimkekuasaan yang tiranik. Kekuasaan inilah yang memporak-porandakansendi-sendi kehidupan masyarakat dan memberangus potensi-potensikebaikannya dengan dalih kepentingan kekuasaan. "Sesungguhnya Firauntelah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikanpenduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari mereka,membunuh anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anakperempuan mereka. Sesungguhnya Firaun termasuk orang yang membuatkerusakan." (QS. 28:4) Itulah sebabnya tujuan pertama transisipolitik menurut Al-Banna adalah membebaskan umat dari belenggupenindasan dalam kehidupan politik.

2. Kepemimpinan (az-zuaamah).

Sejarah perubahan menunjukkan bahwa upaya bangkit kembali darikehancuran membutuhkan seorang pemimpin yang kuat. Kepemimpinan inimesti muncul pada dua wilayah, yaitu pemimpin di tengah-tengahmasyarakat (az-zuaamah ad-da wiyah) yang menyeru kepada kebaikan danpemimpin pemerintahan (az-zuaamah as-siyasiyah) yang sejatinya munculatau menjadi bagian dari mata rantai barisan penyeru kebaikan itu."Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman danmengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akanmenjadikan mereka berkuasa di muka bumi(QS. 24:55). Ini artinya

kekuatan-kekuatan Islam mesti mempersiapkan diri secara sistematis,sehingga masa transisi politik menjadi kesempatan untuk meneguhkankepemimpinan dakwah dan untuk meraih kepemimpinan politik. Inilahtantangan sekaligus rintangan terberat kaum muslimin pada hari ini.

3. Pertarungan (ash-shiraa u)

Ketika suatu bangsa memasuki masa transisi politik, Al-Bannamengingatkan akan muncul dan maraknya berbagai kekuatan ideologisyang lengkap dengan tawaran sistem dan para penyerunya. Akan terjadikompetisi terbuka untuk menanamkan pengaruh, meraih dukungan danmemperebutkan kekuasaan. Ada dua karakter dasar ideologi-ideologikuffar. Pertama, secara hakiki ia berlawanan dengan ideologi Islam.Dan kedua, untuk menjamin eksistensinya di muka bumi, ideologi-ideologi kuffar itu akan berupaya menghancurkan ideologi Islam.Pertarungan terberat adalah pada upaya untuk membebaskan diri darimentalitas, sikap, perilaku dan budaya yang sudah terkooptasi olehideologi materialisme-sekuler. Pertarungan ini tidak bisadimenangkan dengan kekuatan senjata, tetapi dengan bangunan keimananbaru yang memantulkan izzah (harga diri) umat di hadapan peradaban-peradaban kuffar.

4. Iman (Al-Iman)

Pertarungan ideologi di fase transisi menuju kebangkitan adalahmasa-masa ujian berat bagi umat. Pertarungan akan memunculkan duagolongan manusia. Pertama, mereka yang tidak istiqamah dengancita-cita Islam dan menggadaikan perjuangannya demi keuntungan-keuntunganmaterial. Perjuangan bagi mereka adalah bagaimana mengumpulkansebanyak-banyaknya perhiasan dunia sesuatu yang tidak mereka milikisebelumnya. Golongan kedua, adalah mereka yang istiqamah dan iltizamdengan garis dan cita-cita perjuangan. Besarnya kekuatan musuhjustru menambah keimanan mereka dan semakin mendekatkan diri merekakepada Allah. Inilah golongan yang sedikit, tapi dijanjikankemenangan oleh Allah. Proses kebangkitan umat tidak akan berjalantanpa keberadaan mereka; orang-orang yang akan menorehkan garissejarah panjang perjuangan yang diliputi berbagai keistimewaan dankeajaiban.

5. Pertolongan Allah (Al-Intishar)

Inilah hakikat kemenangan bagi umat, yaitu ketika Allah swt. telahmenurunkan pertolongannya untuk mencapai kemenangan sejati.

Kemenangan tidak semata diukur oleh terkalahkannya musuh. Tetapi,kemenangan adalah ketika tangan-tangan Allah ikut bersama kitamenghancurkan seluruh kekuatan musuh. Inilah awal tumbuhnyakehidupan baru di mana Allah akan menerangi dengan cahayaNya danAllah akan menaungi kehidupan umat dengan Keperkasaan dan Kasih-sayangNya. Di sinilah pembalikan keadaan (tabdil) dalam kehidupan akanterjadi. Kemakmuran, keamanan, kedamaian dan keadilan akan menjadinikmat yang bisa dimiliki setiap makhluk yang mendiami negeri itu."Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata,supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telahlalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmatNya atasmu danmemimpin kamu kepada jalan yang lurus dan supaya Allah menolongmudengan pertolongan yang besar." (QS. Al-Fath: 1-3)