Hormon Endokrin pada Pankreas (Endocrine Hormones of Pancreas)

26
HORMON ENDOKRIN PADA PANKREAS Oleh : Putri Agung Purnamasari (12308141006), Anisa Anggraeni (12308141020), Ekky Yudha Pratomo (12308141036) Pendahuluan Pankreas merupakan salah satu organ dari sistem pencernaan yang memiliki fungsi eksokrin yaitu menyekresikan enzim dan ion-ion yang digunakan untuk proses pencernaan ke dalam lumen duodenum serta fungsi endokrin yang terdiri dari pulau-pulau langerhans. Terletak di dibawah lengkung lambung, berbatasan dengan usus halus, muaranya menuju ke lengkung duodenum. Untuk sekresi getah pankreas yang menandung enzim-enzim pencernaan. Berlobus-lobus warna kunig pucat. Pulau langerhans membentuk 1-2% dari berat pankrean dan merupakan kumpulan dari sel dengan tipe A, B, D dan F. Pulau langerhans menyekresikan 4 macam hormon yaitu hormon insulin, glukagon, somatostatin dan polipeptida pankreas. Keempat macam hormon tersebut akan disekresikan ke dalam vena pankreatika

Transcript of Hormon Endokrin pada Pankreas (Endocrine Hormones of Pancreas)

HORMON ENDOKRIN PADA PANKREAS

Oleh :

Putri Agung Purnamasari (12308141006), Anisa Anggraeni

(12308141020), Ekky Yudha Pratomo (12308141036)

Pendahuluan

Pankreas merupakan salah satu organ dari sistem pencernaan

yang memiliki fungsi eksokrin yaitu menyekresikan enzim dan

ion-ion yang digunakan untuk proses pencernaan ke dalam lumen

duodenum serta fungsi endokrin yang terdiri dari pulau-pulau

langerhans. Terletak di dibawah lengkung lambung, berbatasan

dengan usus halus, muaranya menuju ke lengkung duodenum. Untuk

sekresi getah pankreas yang menandung enzim-enzim pencernaan.

Berlobus-lobus warna kunig pucat.

Pulau langerhans membentuk 1-2% dari berat pankrean dan

merupakan kumpulan dari sel dengan tipe A, B, D dan F. Pulau

langerhans menyekresikan 4 macam hormon yaitu hormon insulin,

glukagon, somatostatin dan polipeptida pankreas. Keempat macam

hormon tersebut akan disekresikan ke dalam vena pankreatika

lalu menuju vena porta. Hormon insulin dan glukagon terlibat

dalam berbagai macam pengaturan metabolisme karbohidrat.

Hormon somatostatin diidentifikasi di dalam hipotalamus

sebagai hormon yang menghambat sekresi hormon pertumbuhan dan

terdapat dengan konsentrasi yang lebih tinggi dalam pulau

langerhans daripada di hipotalamus. Polipetida pankreas

mempengaruhi gastrointestinal.

Traktus gastrointestinal menyekresikan banyak hormon dan

berfungsi untuk mendorong makanan ke saluran pencernaan,

menimbulkan miliue (garam, pH, enzim dll), menggerakan produk

yang sudah dicerna menuju saluran digesti selanjutnya lewat

sirkulasi darah dan membuang berbagai produk limbah.

Tabel. Jenis sel dalam pulau langerhans

Tipe sel Jumlah relatif Hormon yangdiproduksi

A atau alfa -25% Glukagon

B atau beta -70% Insulin

D atau gama <5% Somatostatin

F Sangat kecil Polipeptidapankreas

Hormon Insulin

Hormon insulin merupakan hormon yang berperan dalam proses

hiperglikemia yang meningkatkan ambilan glukosa ke hati atau

ke jaringan perifer dan berperan sentral dalam mengatur

glukosa darah. Sel-sel pulau langerhans yang merupakan

penghasil hormon insulin dapat dilewati dengan bebas oleh

glukosa lewat pengangkut GLUT 2 dan glukosa akan mengalami

fosforilasi oleh enzim glukokinase. Oleh karena itu,

konsentrasi glukosa darah menentukan aliran lewat glikolisis,

siklus asam sitrat dan pembentukan ATP. Peningkatan ATP akan

menghambat aliran K yang sensitif terhadp ATP sehingga

menyebabkan depolarisasi membran sel B. Keadaan depolarisasi

sel ini akan meningkatkan aliran Ca yang dapat menstimulus

eksositosis insulin. Jadi konsentrasi insulin di dalam darah

sepadan dengan konsentrasi glukosa darah. Pemberian ini akan

mengakibatkan hipoglikemia. Zat-zat lain yang menyebabkan

pelepasan insulin adalah asam amino, asam lemak bebas, badan

keton, glukagon, dan sekretin.

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor

hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan

bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan

sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam

gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di

sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai

menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah

siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

Proinsulin mempunyai panjang yang bervariasi dari 78 hingga 86

asam amino dengan variasi yang terdapat pada panjang regio

peptida C. Proinsulin memiliki daya kelarutan dan titik

isoelektrik yang sama seperti insulin. Prekursor ini membentuk

heksamer dengan kristal seng dan bereaksi kuat dengan

antiserum insulin. Proinsulin memiliki bioaktivitas insulin

sehingga menunjukkan bahwa sebaian besar tapak aktif pada

insulin terhalang di dalam molekul prekursornya. Sebagian

proinsuin dilepas bersama insulin dan pada keadaan tertentu

dengan jumlah yang lebih besar daripada biasanya. Proinsulin

memiliki usia paruh yang lebih panjang daripada insulin bisa

bereaksi silang secara kuat dengan antiserum insulin maka

pemeriksaan radioimmunoassay untuk insulin terkadang

memperkirakan secara berlebihan bioaktivitas insulin di dalam

plasma.

Peptida C tidak mempunyai aktivitas metabolik yang jelas.

Unsur ini merupakan molekul yang berbeda jika dilihat dari

segi antigeniknya karena itu pemeriksaan immunoassay terhadap

peptida C dapat membedakan insulin yang disekresikan dari

dalam dengan insulin yang diberikan dari luar dan dapat

mengukur jumlah insulin endogen jika antibodi antiinsulin

menghalangi pengukuran langsung kadar insulin. Peptida C pada

berbagai spesies yang berlainan mempunyai aju subtitusi asam

amino yang tinggi. Hasil pengamatan ini menegaskan kembali

hasil pengamatan bahwa fragmen ini kemungkinan tidak memiliki

akttivitas metabolik. Penyusunan struktural molekul prekursor

tidak bersifat unik bagi insulin, hormon peptida yang

hubungannya sangat erat memperlihatkan penyusumna yang umum.

Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses

metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat

dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam

darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen

utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam

memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam

amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama

dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana

mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin

setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup

rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.

Pankreas menyekresikan 40-50 unit insulin per hari yang

mewakili sekitar 20-50% dari hormon yang disimpan di dalam

kelenjar. Sekresi insulin merupakn proses yang memerlukan

energi dengan melibatkan sistem mirkotubulus dan mikrofilamen

daam sel B pulau Langerhans Diketahui ada beberapa tahapan

dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh

molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati

membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan

bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa

asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan

dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai

“kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel

jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam

sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa

dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini

penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan

mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan

kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk,

dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan

penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat

terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan

terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti

kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang

memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan

kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses

sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum

seutuhnya dapat dijelaskan.

Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K

channel tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses

fosforilasi glukosa intrasel, tetapi juga dapat oleh pengaruh

beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-

obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea,

bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang

sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada

membran sel beta.

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan

kebutuhan tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga

sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi

insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya

rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau

minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur

regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-batas

fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban.

Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang berlangsung

secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu

dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme glukosa

yang fisiologis.

Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi

insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap

sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat. Sekresi fase 1

(AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena

hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa

darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan.

Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi

regulasi glukosa yang normal karena pasa gilirannya

berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah

postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal

diperlukan untuk mempertahankan berlangsungnya proses

metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung

normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia

akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial

(postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya

termasuk hiperinsulinemia kompensatif.

Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi

fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin

kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu

relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas

pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi

fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih

lama, seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan

ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir

fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi

semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap

kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak

adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan

sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin

tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh

agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas

batas normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2

sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1. Dinamika

sekresi insulin pada keadaan normal, Toleransi Glukosa

Terganggu ( Impaired Glucose Tolerance = IGT ), dan Diabetes

Mellitus Tipe 2.

Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula

oleh aksi insulin yang juga normal di jaringan ( tanpa

resistensi insulin ), sekresi fase 2 juga akan berlangsung

normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan ( ekstra )

sintesis maupun sekresi insulin pada fase 2 diatas normal

untuk dapat mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini adalah

keadaan fisiologis yang memang ideal karena tanpa peninggian

kadar glukosa darah yang dapat memberikan dampak glucotoxicity,

juga tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai dampak

negatifnya.

Insu

lin

Secret

ion

Intravenous glucose stimulation

First-Phase

SecondPhase

IGT

Normal

Type 2DM

Basal

Faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi insulin adalah sebagai

berikut.

1. Glukosa

Peningkatan glukosa di dalam plasma merupakan faktor

fisiologik pengatur sekresi insulin. Metabolisme glukosa yang

diawali oleh enzim glukokinase dan mengubah glukosa menjadi

glukosa 6 fosfat berhubungan erat dengan sekresi insulin.

Dengan peningkatan jumlah energi maka K yang sensitif terhadap

insulin akan keluar sehingga terjadi depolarisasi di sel B dan

mengaktivasi saluran Ca sehingga terjadi sekresi insulin.

2. Faktor hormonal

Sejumlah hormon mempengaruhi pelepasan insulin. Preparat

agonis alfa andregenik menghambat pelepasan insulin sementara

preparat agonis beta andregenik meningkatkan pelepasan insulin

dengan meningkatkan cAMP intrasel. Hormon pertumbuha,

0 5 10 15 20 25 30 inute )

Gb. Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa

kortisol, laktogen plasenta, estrogen juga meningkatkan

sekresi insulin.

3. Preparat farmakologik

Salah satu senyawa yang paling sering digunakan untuk terapi

diabetes pada manusia adalah senyawa sulfonilurea yang

merangsang pelepasan insulin.

Akibat defisensi Insulin

1. Penurunan ambilan glukosa dan peningkatan produksi

glukosa akibat peningkatan asam amino plasma sehingga

menyebabkan hiperglikemia, glikosuria, diuresis osmotik dan

deplesi elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan asidosis

2. Peningkatan lipolisis yang menyebabkan peningkatan asam

lemak, beban plasma, ketogenesis, ketonuria dan ketonemia

yang akan berujung pada timbulnya dehidrasi dan asidosis.

Mekanisme kerja insulin

Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses

metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat.

Kerja insulin dimulai ketika hormon tersebut terikat dengan

sebuah reseptor glikoprotein yang spesifik pada permukaan sel

target Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses

utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama

pada otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer seperti

jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis

reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran

sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan

menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi

atau metabolisme glukosa di dalam sel otot dan lemak meskipun

mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah

berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan

kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada

mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan

translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari

ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism.

Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain

diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal,

dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal.

Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan

tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi

terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya

berkaitan dengan metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi

juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai

kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam

sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam

mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa

darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi

glukosa secara endogen yang berasal dari proses

glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua

proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena

dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan ( hepar )

resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut

terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan

menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi

insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses

glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat

produksi glukosa dari hepar.

1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel,

3. transportasi glukosa meningkat, 4.disosiasi insulin dari

reseptor, 5. GLUT 4 kembali menjauhi membran, 6. kembali

kesuasana semula. Gambar. Mekanisme normal dari aksi insulin

dalam transport glukosa di jaringan perifer

Efek Metabolisme dari Insulin

Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan

gangguan pada metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang

ditimbulkannya. Pada dasarnya ini bermula dari hambatan dalam

utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar

glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal

sebagai gejala diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2

(DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan,

gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama

yakni tidak adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin)

dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin

(resistensi insulin), disertai oleh faktor lingkungan (

environment ). Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan

tersebut murni disebabkan defisiensi insulin secara absolut.

Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh

kelainan pada dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada

fase 1 sekresi insulin yang tidak sesuai kebutuhan

(inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung

menimbulkan dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah.

Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial

(HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30

menit) setelah beban glukosa (makan atau minum).

Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin

merupakan faktor etiologi yang bersifat bawaan (genetik).

Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progressif dan

cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun

protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi

yang tidak berlangsung sempurna pada gilirannya secara klinis

sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk

mendapatkan kadar glukosa yang normal dalam darah diperlukan

obat-obatan yang dapat merangsang sel beta untuk peningkatan

sekresi insulin ( insulin secretagogue ) atau bila diperlukan

secara substitusi insulin, disamping obat-obatan yang

berkhasiat menurunkan resistensi insulin ( insulin sensitizer ).

Tidak adekuatnya fase 1, yang kemudian diikuti peningkatan

kinerja fase 2 sekresi insulin, pada tahap awal belum akan

menimbulkan gangguan terhadap kadar glukosa darah. Secara

klinis, barulah pada tahap dekompensasi, dapat terdeteksi

keadaan yang dinamakan Toleransi Glukosa Terganggu yang

disebut juga sebagai prediabetic state. Pada tahap ini mekanisme

kompensasi sudah mulai tidak adekuat lagi, tubuh mengalami

defisiensi yang mungkin secara relatif, terjadi peningkatan

kadar glukosa darah postprandial. Pada toleransi glukosa

terganggu (TGT) didapatkan kadar glukosa darah postprandial,

atau setelah diberi beban larutan 75 g glukosa dengan Test

Toleransi Glukosa Oral ( TTGO ), berkisar diantara 140-200

mg/dl. Juga dinamakan sebagai prediabetes, bila kadar glukosa

darah puasa antara 100 – 126 mg/dl, yang disebut juga sebagai

Glukosa Darah Puasa Terganggu ( GDPT ).

Keadaan hiperglikemia yang terjadi, baik secara kronis pada

tahap diabetes, atau hiperglikemia akut postprandial yang

terjadi ber-ulangkali setiap hari sejak tahap TGT, memberi

dampak buruk terhadap jaringan yang secara jangka panjang

menimbulkan komplikasi kronis dari diabetes.Tingginya kadar

glukosa darah (glucotoxicity) yang diikuti pula oleh dislipidemia

(lipotoxicity) bertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan baik

secara langsung melalui stres oksidatif, dan proses

glikosilasi yang meluas.

Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak

perubahan atau konversi fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa

pada saat tersebut faktor resistensi insulin mulai dominan

sebagai penyebab hiperglikemia maupun berbagai kerusakan

jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap awal

DMT2, meskipun dengan kadar insulin serum yang cukup tinggi,

namun hiperglikemia masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan

yang terjadi, terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam

pada tahap diabetes, sedangkan gangguan makrovaskular telah

muncul semenjak prediabetes. Semakin tingginya tingkat

resistensi insulin dapat terlihat pula dari peningkatan kadar

glukosa darah puasa maupun postprandial. Sejalan dengan itu,

pada hepar semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin

rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis

dan glukoneogenesis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat

produksi glukosa dari hepar.

Jadi, dapat disimpulkan perjalanan penyakit DMT2, pada awalnya

ditentukan oleh kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak

negatif terhadap kinerja fase 2, dan berakibat langsung

terhadap peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia).

Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan

sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan

juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin

(resistensi insulin). Gangguan atau pengaruh lingkungan

seperti gaya hidup atau obesitas akan mempercepat

progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme

glukosa akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan

protein serta proses kerusakan berbagai jaringan tubuh.

Rangkaian kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi

insulin, selain daripada intoleransi terhadap glukosa beserta

berbagai akibatnya, sering menimbulkan kumpulan gejala yang

dinamakan sindroma metabolik.

Hormon Glukagon

Glukagon merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel A pada

pulau langerhans. Sekresi ini dihasilkan pada keadaan

hipoglikemia. Saat melewati hati, hormon glukagon menimbulkan

glukogenolisis dengan mengaktifkan enzim fosforilase tetapi

tidak berpengaruh terhadap enzim tersebut. Glukagon merupakan

polipeptid rantai tunggal yang terdiri dari 29 asam amino.

Glukagon disintesis sebagai molekul prekursor proglukagon yang

berukuran lebih besar. Glukagon bersifat immunologik dan

biologik dan beredar pada plasma dalam bentuk bebas karena

tidak terikat dengan protein pengangkut. Glukagon berperan

sebagai faktor hiperglikemik artinya sebagai faktor yang

menyebabkan meningkatnya kadar glukosa darah karena glukagon

berperan merangsang proses glikogenolisis dan glukoneogenesis.

Glukagon bersifat lebih poten daripada epineprin (adrenalin).

Penurunan kadar glukosa darah dikenali oleh sel α pankreas

yang berperan menghasilkan hormon glukagon. Hormon glukagon

berperan merangsang pembebasan glukosa dari glikogen (terutama

di sel hati) sehingga kadar gula darah kembali normal.

Sementara insulin meningkatkan penyimpanan energi dengan

merangsang glikogenesis, lipogenesis dan sintesis protein,

glukagon menimbulkan mobilisasi cepat sumber energi yang

potensial ke dalam glukosa yang merangsang glikogenolisis dan

ke dalam asam lemak yang merangsang lipolisis. Glukagon juga

merupakan hormon yang bersifat ketogenik.

Terjadinya peristiwa meningkatnya kadar glukosa plasma, akibat

adanya suatu hormon peptida yang mencemari, yaitu Glukagon,

merupakan hormon kedua dari sel pulau Langerhans pankreas yang

ditemukan. Hormon ini disintesis di dalam sel A pulau

Langerhans pankreas, merupakan polipeptida rantai-tunggal yang

tersusun atas 29 asam amino. Glukagon memiliki sifat

imunologik dan biologik tertentu. Glukagon beredar di dalam

plasma dalam bentuk bebas. Karena tidak terikat dengan protein

pengangkut. Hormon ini diinaktifkan di hati.

Insulin atau IGF-1, hormon ini menghambat langsung pelepasan

glukagon dan banyak zat lain yang mempengaruhi sekresi

glukagon. Glukagon juga merupakan hormon glukoneogenik yang

paling poten dan bersifat ketogenik. Melawan kerja hormon

insulin.

Hati merupakan sasaran utama kerja glukagon. Glukagon terikat

dengan reseptor spesifi dalam membran plasma sel hati dan

peristiwa ini mengaktifkan enzim adenilil siklase melalui

mekanisme yang berikatan dengan protein G. Molekul cAMP yang

dihasilkan mengaktifkan enzim fosforilasi yang meningkatkan

laju penguraian seraya menghambat kerja enzim glikogen sintase

sehingga pembentukan glikogen terhalangi.

Kenaikan kadar cAMP merangsang konversi asam amino menjadi

glukosa dengan menginduksi sejumlah enzim yang terlibat dalam

lintasan glukoneogenik. Yang paling utama di antara enzim ini

adalah PEPCK. Glukagon lewat cAMP meningkatkan laju

transkripsi mrna dari gen PEPCK dan hal ini merangsang

sintesis PEPCK lebih banyak lagi. Efek ini berlawanan dengan

efek yang ditimbulkan oleh insulin yang mengurangi produksi

PEPCK.

Hormon Somatostatin

Somatostatin adalah hormon yang menghambat sekresi hormon

pertumbuhan (GH). Somatotatin merupakan peptida siklik yang

disintesis di dalam sel D pulau Langerhans pankreas. Hormon

ini dapat ditemukan pada hipotalamus, pulau Langerhans dan

jaringan gastrointestinal. Somatostatin menghambat pelepasan

hormon dari sel pulau Langerhans. Hormon ini juga mengurangi

pengangkutan nutrien dari traktus gastrointestinal ke dalam

sirkulasi darah, karena somatostatin memperpanjang waktu

pengosongan lambung, mengurangi sekresi gastrin dan dengan

demikian menurunkan produksi asam lambung, mengurangi sekresi

kelenjar eksokrin pankreas, mengurangi aliran darah

splanknikus dan memperlambat absorpsi gula.

Hormon Polipeptida

Polipeptida pankreas (PP), merupakan suatu peptida 36 asam

amino yang dihasilkan oleh sel F pankreas. Sekresinya dalam

tubuh manusia ditingkatkan oleh konsumsi protein, puasa dan

olahraga. Fungsi PP masih belum diketahui, tetapi efek hormon

tersebut terhadap kadar glikogen hati dan sekresi

gastrointestinal sudah pernah dikemukakan.

Hormon Gastrointestinal

Diantara hormon-hormon gastrointestinal utama, hanya sekretin

yang terdapat dalam bentuk tunggal. Adanya bentuk multipel

hormon peptida gastrointestinal di dalam jaringan

gastrointestinal dan sirkulasi darah, menghalangi penetepan

jumlah dan sifat molekul ini.

Hormon gastrointestinal memiliki ciri khusus, yaitu bahwa

banyak di antaranya yang sesuai dengan definisi klasik suatu

hormon, sebagian memiliki kerja parakrin dan beberapa lainnya

bekerja secara neurokrin. Sistem endokrin gastrointestinal

adalah bahwa sel tersebut tidak berkumpul dalam organ yang

terpisah sebagaimana terlihat pada kelenjar endokrin yang

lebih tipikal, melainkan tersebar di seluruh traktus

gastrointestinal.

Terdapat sejumlah famili hormon gastrointestinal, dibagi 2

macam. Yaitu famili gastrin yang terdiri atas gastrin serta

kolesistokinin dan famili sekretin yang mencakup sekretin,

glukagon, polipeptida penghambat sekresi lambung, polipeptida

intestinal vasoaktif serta glisentin dan peptida neurokrin

neurotensin.

Mekanisme kerja hormon gastrointestinal telah tertinggal di

belakang hormon-hormon lainnya. Pengecualian yang perlu

diperhatikan dalam pernyataan ini mencakupi pengaturan sekresi

enzim oleh sel asinar pankreas.

Glukogenolisis

Glikogenesis adalah proses pemecahan glikogen. Glikogen adalah

bentuk karbohidrat yang tersimpan dalam sel hewan.

Glikogenolisis terjadi jika asupan makanan tidak cukup

memenuhi energi yang dibutuhkan tubuh sehingga untuk

mendapatkan energi tubuh mengambil alternatif lain yaitu

dengan menggunakan simpanan glikogen yang terdapat dalam hati

atau otot.

Enzim utama yang berperan dalam glikogenolisis ini adalah

glikogen fosforilase. Proses glikogenolisis terkadang

menyebabkan meningkatnya kadar gula dalam darah yang dapat

menyebabkan penyakit diabetes. Glikogen dalam hati akan di

glikogenolisis setelah 12-18 jam puasa. Glikogen dalam otot

hanya akan mengalami glikogenolisis setelah seseorang

melakukan olahraga yang berat dan lama.  Proses glikogenolisis

yang terjadi secara terus- menerus akan dapat menyebabkan

kerusakan pada liver. Kerusakan pada fungsi liver akan

menyebabkan penyakit yang sebagian besar tidak dapat diobati

dan berakhir dengan kematian.

Pada saat seseorang berpuasa atau sedang melakukan aktivitas

berat (latihan, olahraga, bekerja) yang berlebihan akan

menyebabkan turunnya kadar gula darah dalam darah menjadi 60

mg /100 ml darah keadaan ini (kadar gula darah turun) akan

memacu hati untuk membebaskan glukosa dari pemecahan glikogen

yang disebut proses glikogenolisis. Glikogenolisis dirangsang

oleh hormon glukagon dan aderenalin. Glukagon (glucagon)

adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh pankreas yang

berguna untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Sedangkan

hormon adrenalin adalah hormon yang merangsang glukagon untuk

bekerja

Pemecahan glikogen menjadi Glukosa 1 p

Tahap pertama penguraian glikogen adalah pembentukan glukosa

1-fosfat. Berbeda dengan reaksi pembentukan glikogen, reaksi

ini tidak melibatkan UDP-glukosa, dan enzimnya adalah glikogen

fosforilase. Selanjutnya glukosa 1- fosfat diubah menjadi

glukosa 6-fosfat oleh enzim yang sama seperti pada reaksi

kebalikannya (glikogenesis) yaitu fosfoglukomutase.

Tahap reaksi berikutnya adalah pembentukan glukosa dari

glukosa 6-fosfat. Berbeda dengan reaksi kebalikannya dengan

glukokinase, dalam reaksi ini enzim lain, glukosa 6-fosfatase,

melepaskan gugus fosfat sehigga terbentuk glukosa. Reaksi ini

tidak menghasilkan ATP dari ADP dan fosfat.

Glukosa yang terbentuk inilah nantinya akan digunakan oleh sel

untuk respirasi sehingga menghasilkan energy , yang energy itu

terekam / tersimpan dalam bentuk ATP

Penyakit yang ditmbulkan akibat glikogenolisis adalah

Hipoglikemia (Kadar Gula Darah Rendah). Hipoglikemia adalah

suatu keadaan dimana kadar gula darah hingga dibawah 60 mg/dl.

Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah

antara 70-110 mg/dL. Sementara pada penderita diabetes

(diabetes memiliki beberapa type, jadi silahkan merujuk kepada

jenis diabetes yang ada), kadar gula darahnya tersebut berada

pada tingkat terlalu tinggi dan pada penderita hipoglikemia,

kadar gula darahnya berada pada tingkat terlalu rendah.

Hal ini sangat membahayakan bagi tubuh, terutama otak dan

sistem syaraf, yang membutuhkan glukosa dalam darah yang

berasal dari makanan berkarbohidrat dalam kadar yang cukup.

Kadar gula darah normal adalah 80-120 mg/dl pada kondisi

puasa, atau 100-180 mg/dl pada kondisi setelah makan.

Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ

tubuh mengalami kelainan fungsi. Otak sebagai organ yang

sangat peka terhadap kadar gula darah yang rendah, akan

memberikan respon melalui sistem saraf, merangsang kelenjar

adrenal untuk melepaskan epinefrin (adrenalin). Hal ini akan

selanjutnya merangsang hati untuk melepaskan gula agar

kadarnya dalam darah tetap terjaga. Dan parahnya jika kadar

gula turun, maka akan terjadi gangguan fungsi otak.

Glukoneogenesis

Pada dasarnya glukoneogenesis adalah sintesis glukosa dari

senyawa bukan karbohidrat, misalnya asam laktat dan beberapa

asam amino. Proses glukoneogenesis berlangsung terutama dalam

hati. Asam laktat yang terjadi pada proses glikolisis dapat

dibawa oleh darah ke hati. Di sini asam laktat diubah menjadi

glukosa kembali melalui serangkaian reaksi dalam suatu proses

yaitu glukoneogenesis (pembentukan gula baru).

Glukoneogenesis yang dilakukan oleh hati atau ginjal,

menyediakan suplai glukosa yang tetap. Kebanyakan karbon yang

digunakan untuk sintesis glukosa akhirnya berasal dari

katabolisme asam amino. Laktat yang dihasilkan dalam sel darah

merah dan otot dalam keadaan anaerobik juga dapat berperan

sebagai substrat untuk glukoneogenesis. Glukoneogenesis

mempunyai banyak enzim yang sama dengan glikolisis, tetapi

demi alasan termodinamika dan pengaturan, glukoneogenesis

bukan kebalikan dari proses glikolisis karena ada tiga tahap

reaksi dalam glikolisis yang tidak reversibel, artinya

diperlukan enzim lain untuk reaksi kebalikannya.

Pengaturan Kadar Gula Darah

Kadar gula darah dipengaruhi oleh hormon dan mekanisme

metabolik. Konsentrasi glukosa dalam darah normal orang dewasa

adalah 3,9-5,8 mmol/L (70-105 mg/100mL). Saat makan kadar gula

darah dapat meningkat hingga 6,5-7,2 mmol/L dan selama puasa

dapat turun hingga 3,3-3,9 mmol/L. Alasan utama pengaturan

gula darah dilakukan secara ketat adalah karena otak secara

normal tergantung pada glukosa. Walaupun otak dapat

menggunakan keton dari hasil perombakkan lemak sebagai sumber

energinya sebagai mekanisme adaptasi. Glukosa di dalam aliran

darah berkisar 16 gram dimana kecepatan peningkatan gula darah

adalah 8-10 gram tiap jamnya setelah absorbsi dan

pergantiannya dilakukan setiap 2 jam. Hati merupakan produsen

glukosa utama untuk menjaga stabilitas kadar gula darah.

Insulin berperan menurunkan kadar glukosa dengan memfasilitasi

proses pemasukannya pada jaringan yang sensitif terhadap

insulin. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kadar

transporter dalam jaringan seperti otot. Pada hati, insulin

merangsang penyimpanan glukosa sebagai glikogen atau

meningkatkan metabolismenya melalui jalur glikolitik. Namun

pemasukkan glukosa ke dalam sel hati tidak disebabkan oleh

perubahan fungsi transporter glukosa. Hepatosit memiliki

transporter tersendiri yaitu GLUT 1 dan GLUT 2. Glukosa

memiliki efek pada sekresi insulin dan insulin memiliki

pengaruh pada penyimpanan glukosa normal dan pertumbuhan sel

serta diferensiasinya. Sehingga, secara tidak langsung glukosa

memiliki pengaruh pada kejadian-kejadian di tingkat seluler

(Levin, 1998).

Glukagon bekerja pada sel hati dengan menyebabkan

glikogenolisis yang oleh keadaan hipoglikemia. Saat glukosa

plasma mengalami peningkatan hingga dua kali, maka sekresi

glukagon akan terhambat dan digantikan oleh insulin. Glukagon

bekerja pada resptor spesifik pada membran sel untuk

mengaktifkan respon seluler. Reseptor yang memiliki relasi

dengan glukosa adalah GLP-1 (glukagon-like peptide-1), GIP (gastric

inhibitory peptide), VIP (vasoactive intestinal peptide), secretin, GRF (

growth hormon releasing factor) dan PACAP (pituitaryadenylate cyclase-

activating polypeptide). Epinefrin bekerja dengan meningkatkan

glikogenolisis dengan menstimulasi fosforilase yang akan

melepaskan glukosa untuk metabolisme otot (Levin, 1998).

Sebagai transporter glukosa yang tergantung pada insulin, GLUT

4 memiliki peran dalam respon peningkatan glukosa darah. Pada

jaringan otot skelet, otot jantung dan sel adiposa, insulin

merangsang translokasi GLUT 4 dari vesikel intraseluler ke

permukaan membran plasma dari sel. Peningkatan translokasi ini

akan meningkatkan transporter glukosa pada permukaan sel yang

akan meningkatkan kapasitas ambilan glukosa. Di sisi lain,

insulin akan menyebabkan percepatan dari redistribusi GLUT 4

ke membran plasma dari vesikel intraseluler. Sehingga kondisi

puasa dan makan akan mempengaruhi ekspresi dari gen GLUT

(Stipanuk, 2000).

DAFTAR PUSTAKA

Graner, D.K. 2003. Hormon pankreas dan traktus gastrointestinal, dalam

Biokimia harper. Murray, R.K.m Granner, D.K., Mayes, P.A.,

Rodwell, V.W. (diterjemahkan oleh Andry Hartono).

Jakarta : EGC.

Guyton, A.C. & Hall, J.E. 1997. Fisiologi kedokteran (diterjemahkan

oleh Irawati setiawan, LMA Ken Ariata Tengadi dan Alex

Santoso). Jakarta : EGC.

Hill, J.O., Kriketos, A.D., Peters, J.C. 2000. Disturbances of

Energy Balance dalam Biochemical and Physiological Aspect of Human

Nutrition. Philadelphia: Saunders.

Levin, R.J. 1998. Carbohyrates dalam Modern Nutrition in Health

and Disease Ninth Edition. Philadelphia : Lippincott

Williams & Wilkins.