Globalisasi Sosial dan Budaya

42
MAKALAH PENGANTAR GLOBALISASI DIMENSI SOSIAL BUDAYA Oleh : Tria Anggita Umayana 105120401111016 Wisnu Ady Septian 125120401111010 Muhammad Fajar Shiddiq Adjam 125120400111008 Agustina Eka Candra 125120401111032 Pandu Gito H S 125120400111024 Kirana Pritasoeari 125120406111001 Agus Andy Kariswan 125120407111027 Wimbo Adi N 125120400111055 Ernes Gusti P 125120407111001 PROGAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

Transcript of Globalisasi Sosial dan Budaya

MAKALAH

PENGANTAR GLOBALISASI

DIMENSI SOSIAL BUDAYA

Oleh :

Tria Anggita Umayana 105120401111016 Wisnu Ady Septian

125120401111010

Muhammad Fajar Shiddiq Adjam 125120400111008 Agustina Eka Candra

125120401111032

Pandu Gito H S 125120400111024 Kirana Pritasoeari

125120406111001

Agus Andy Kariswan 125120407111027 Wimbo Adi N

125120400111055

Ernes Gusti P 125120407111001

PROGAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

DAFTAR ISI

Halaman

Judul........................................................

.............................................................

.iv

Daftar

Isi..........................................................

.............................................................

.........v

BAB I :

I.1

Abstrak......................................................

..........................................................1

BAB II :

II.1 Definisi Budaya dan

Faktornya...............................................

..........................2

II.2 Homogenisasi dan Heterogenisasi Budaya : Perbedaan

Perspektif

Memandang Dampak

Globalisasi.............................................

.........................9

II.3

Globalisasi.............................................

........................................................

....12

II.4 Konsumerisme dan Dampaknya Pada Keanekaragaman

Hayati......................14

II.5 Studi

Kasus........................................................

...............................................19

II.6 Kaitan dengan Pergeseran

Budaya.......................................................

............21

BAB III

Daftar Pustaka

........................................................

..................................................vi

v

Abstrak

Konsep Globalisasi pada saat ini yang paling terlihat pada saat ini yaitu

pada dimensi budaya. Namun meneliti konsep budaya akan sangat luas apabila

tidak ada indicator yang membatasinya. Oleh karena itu konsep budaya yang

akan digunakan pada makalah ini adalah pada gaya hidup masyarakat diseluruh

dunia yang berusaha mengikuti “gaya hidup modern” yang terpengaruh oleh

globalisasi itu sendiri. Globalisasi mempengaruhi aspek kehidupan, mulai dari

kebiasaan, norma, tata krama dan segala hal yang tanpa disadari aspek-aspek

tadi merupakan hasil dari produk globalisasi yang tidak hanya sekedar

menyebarkannya saja tetapi juga membuat standar baru kepada masyarakat

dunia. Tanpa ragu, rerkembangan media dan komunikasi sangat membantu

dalam menyebarkan pengaruh globalisasi keseluruh dunia, meningkatnya

interaksi masyarakat antar negara atau antar latar belakang budaya yang secara

langsung atau tidak langsung membuat suatu produk baru dimana dalam

interaksi tersebut masyarakat akan melihat bahwa suatu budaya akan di anggap

lebih modern jika budaya tersebut dianggap lebih bagus daripada budaya lama

yang mereka miliki. Makalah ini akan berfokus pada empat hal. Pertama, penulis

akan memaparkan analisa dampak globalisasi dalam sektor kebudayaan, tentang

keseragaman atau keberagaman budaya. Lalu berlanjut ke perkembangan

bahasa sebagai salah satu produk globalisasi. Diiukuti dengan konsep

konsumerisme yang terbentuk karena gaya hidup dan pola kebiasaan yang

diajarkan dalam satu masyarakat. Dan yang terakhir adalah studi kasus.

Keywords : Globalisasi, Kesamaan, Keberagaman, Bahasa,

Kebiasaan.

1

Definisi Budaya :

Iris Varner dan Linda Beamer, dalam inter – cultural communication in

the global workplace, mengartikan kebudayaan sebagai pandangan

yang koheren tentang sesuatu yang dipelajari, yang dibagi,

atau yang dipertukarkan oleh sekelompok orang. Pandangan itu

berisi apa yang mendasari kehidupan, apa yang menjadi derajat

kepentingan, tentang sikap mereka yang tepat terhadap

sesuatu, gambaran suatu perilaku yang harus diterima oleh

sesama atau yang berkaitan dengan orang lain (dikutip dari

Norhayati Ismail, 2001) 1

Secara luas, kebudayaan adalah perilaku yang telah tertanam,

ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia,

akumulasi dari pengalaman yang dialihkan secara sosial

(disosialisasikan), tidak sekedar sebuah catatan ringkas,

tetapi dalam bentuk perilaku melalui pembelajaran sosial

(social learning)

Kebudayaan merupakan pandangan hidup dari sekelompok orang

yng dalam bentuk perilaku, kepercayaan, nilai, dan simbol –

simbol yang mereka terima tanpa sadar / tanpa dipikirkan yang

semuanya diwariskan melalui proses komunikasi dan penirun

dari satu generasi berikutnya.

Kebudayaan adalah komunikasi simbolis, simbolisme itu adalah

ketrampilan kelompok, pengetahuan, sikap, nilai dan motif.1 Liliweri, Alo. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya. Hal 7. Dalamhttp://books.google.co.id/books?

hl=id&lr=&id=U1ckHCx7nYC&oi=fnd&pg=PA1&dq=budaya&ots=K8C6EoqmBA&sig=Wej74

mksS33QaT8z9jnUfg8AXHM&redir_esc=y#v=onepage&q=budaya&f=false diakses

pada tanggal 21 Mei 2014, pukul 16.48 WIB

2

Makna dari simbol – simbol itu dipelajari dan disebar luaskan

dalam masyarakat melalui institusi.

Kebudayaan adalah jumlah keseluruhan perilaku yang dipelajari

oleh sekelompok orang yang secara umum menerangkan sebuah

tradisi kehidupan yang diwariskan oleh sebuah generasi kepada

generasi lain.

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengungkapkan

kebudayaan dapat berarti simpanan akumulatif dari

pengetahuan, pegelaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna,

hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep

yang luas dan objek material atau kepemilikan yang dimiliki

dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau generasi.

Demikian pula kebudayaan bisa berarti sistem pengetahuan yang

dipertukarkan oleh sejumlah orang dalam sebuah sekelompok

yang besar (Gudykunst dan Kim, 1992) 2.

Adler (1997, hlm 15) kebudayaan itu sebenarnya segala sesuatu

yang dimiliki bersama oleh seluruh atau sebagian anggota

kelompok sosial. Segala sesuatu yang coba dialihkan oleh

anggota tertua dari sebuah kelompok kepada anggota yang muda.

Segala sessuatu (dalam kasus ini misalnya moral, hukum, dan

adat istiadat) yang mempengaruhi perilaku atau membentuk

struktur persepsi kita tentang dunia.

2 Ibid. Hal 9

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial budaya

pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

A. Faktor Internal

Yang dimaksud faktor internal adalah faktor yang

berasal dari dalam masyarakat itu sendiri, antara lain:3

1) Bertambah dan berkurang penduduk

Pertambahan penduduk yang sangat cepat menyebabkan

terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama yang

menyangkut lembaga-lembaga kemasyarakatan. Lembaga system

hak milik atas tanah mengalami perubahan-perubahan, orang

mengenal hak milik individual atas tanah, sewa tanah, gadai

tanah, bagi hasil dan sebagainya, yang sebelumnya tidak

dikenal oleh masyarakat.

2) Penemuan-penemuan baru

Inovasi atau innovation merupakan suatu proses sosial

dan budaya yang besar, tetapi dalam jangka waktu yang tidak

terlalu lama. Proses tersebut meliputi suatu penemuan

unsur baru budaya, unsur kebudayaan baru tersebut

disebarkan ke masyarakat, lalu diterima, dipelajari dan

akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan.

3 Mujinem, Konsep Waktu, Perubahan, dan Kebudayaan, (Jakarta: Dikti), hlm. 123

Penemuan-penemuan baru dapat dibedakan menjadi dua yaitu

discovery dan invention.

Discovery adalah penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang

baru, baik yang berupa alat baru atau ide baru, yang

diciptakan oleh individu atau suatu rangkaian ciptaan

individu-individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Discovery

baru menjadi invention jika masyarakat sudah mengakui,

menerima, dan menerapkan penemuan baru tersebut dalam hidup

dan kehidupannya.

Misalnya, adanya penemuan tentang mobil, yang diawali

dengan penemuan S. Marcus dari Austria pada tahun 1875

tentang motor gas yang pertama. Kemudian motor gas

tersebut diujicobakan pada kereta kuda, sehingga kereta

tersebut dapat berjalan tanpa kuda. Pada saat itulah mobil

menjadi suatu discovery.

Setelah penemuan Marcus kemudian mengalami perbaikan dan

percobaan dari pencipta lain dan sekitar tahun

1911 oleh Amerika Serikat menjadi bentuk mobil yang patent

dan menjadi alat pengangkutan manusia yang cukup

aman dan praktis. Dengan tercapainya bentuk itu, maka

kendaraan mobil menjadi invention.4

4 Ibid, hlm. 134

Adapun faktor-faktor yang mendorong timbulnya

penemuan-penemuan baru dalam masyarakat adalah sebagai

berikut:

a. adanya kesadaran masyarakat akan kekurangan kebudayaannya;

b. adanya kualitas para ahli dari suatu kebudayaan;

c. adanya perangsang bagi kegiatan-kegiatan

penciptaan dalam masyarakat;

d. pengaruh unsur-unsur budaya luar yang lebih

bermanfaat bagi kehidupan masyarakat;

e. adanya lembaga atau organisasi sosial yang mendorong ke

arah penemuan baru tersebut.

B. Pertentangan (konflik) dalam masyarakat

Pertentangan (konflik) dalam nilai-nilai dan norma-

norma, politik, etnis, dan agama dapat menimbulkan perubahan

sosial budaya yang luas. Pertentangan individu terhadap

nilai-nilai dan norma-norma, serta adapt- istiadat yang telah

berjalan lama akan menimbulkan perubahan apabila individu-

individu tersebut beralih dari nilai, norma, dan adat-

istiadat yang telah diikuti selama ini.5

Misalnya, adanya anggapan masyarakat bahwa “makin

banyak anak makin banyak rejeki” artinya setiap anak

5 Ibid, hlm. 145

mempunyai rejeki sendiri-sendiri, sehingga tidak

menimbulkan kecemasan setiap kali anaknya lahir. Di era

sekarang ini pandangan itu mengalami perubahan, bahwa “makin

banyak anak makin besar beban ekonomi”.

Adanya perubahan pandangan tersebut akan mengurangi

angka pertumbuhan penduduk dan kesejahteraan meningkat,

karena adanya keseimbanggan antara kemampuan ekonomi dengan

tanggung jawab membiayai anak.

Contoh lain, adanya pandangan masyarakat Batak

bahwa di dalam keluarga harus ada anak laki-laki untuk

meneruskan garis keturunan keluarga. Pandangan tersebut

mendorong keluarga yang belum mempunyai anak laki-laki

untuk terus mendapatkannya, meskipun jumlah anaknya telah

banyak. Akan tetapi perkembangan selanjutnya berkat

adanya pengalaman, terutama bagi masyarakat Batak yang telah

banyak merantau pikiran tersebut berubah menjadi

lebih longgar. Mereka dapat berpandangan bahwa anak

menantu adalah anak laki-laki mereka juga.

Selain itu juga dapat dicontohkan dalam sejarah

pertentangan antara kelompok konservatif dengan kelompok

liberal dalam parlemen Belanda yang dimenangkan oleh kelompok

liberal, telah menyebabkan terjadinya perubahan sosial

budaya bagi masyarakat Indonesia. Seperti

dihapuskannya tanam paksa, masuknya modal swasta ke

Indonesia dan dilaksanakannya politik etis yang

menimbulkan berbagai perubahan dalam struktur

masyarakat dan berbagai aspek kehidupan bangsa

Indonesia.

C. Faktor eksternal

Perubahan sosial budaya dapat pula disebabkan oleh

faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat, yaitu:

1) Lingkungan fisik

Adanya bencana alam, seperti gempa bumi, angin taufan,

banjir besar, tanah longsor, dan lain-lain memungkinkan

masyarakat pindah dari daerah asal ke daerah pemukiman baru.

Berubahnya lingkungan fisik dapat juga diartikan

berubahnya lahan penduduk lama demi kepentingan yang

baru.6

Misalnya pembuatan waduk, jalan tol dan sebagainya,

yang menyebabkan penduduk lama harus berpindah ke pemukiman

baru. Perpindahan ini tidak jarang harus mengubah pola

hidup sebelumnya atau bidang pekerjaannya.

Contoh, nenek moyang kita dahulu mula-mula hidup dari

berburu dan meramu harus pindah tempat tinggalnya karena

6 Ibid, hlm. 156

banjir besar dan kemudian mereka menetap di suatu tempat yang

baru memberi kemungkinan mereka untuk bertani, beternak,

terus akhirnya menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan

baru. Contoh lain, akibat dari pekerjaan manusia itu

sendiri. Penebangan hutan yang semena-mena dapat menyebabkan

banjir, tanah longsor dan sebagainya.

2) Peperangan

Peperangan yang terjadi antara satu masyarakat atau negara

dengan masyarakat lain menimbulkan berbagai dampak,

sepertinya dampak yang ditimbulkan oleh adanya pemberontakan

dan pertentangan- pertentangan. Negara yang menang

biasanya akan memaksakan negara yang takluk untuk

menerima kebudayaannya yang dianggap kebudayaannya lebih

tinggi tarafnya.

3) Pengaruh kebudayaan masyarakat lain

Adanya interaksi langsung antara satu masyarakat dengan

masyarakat lain akan menyebabkan saling pengaruh. Selain itu,

pengaruh budaya dapat berlangsung pula melalui

komunikasi satu arah yaitu komunikasi masyarakat

dengan media massa.

Interaksi budaya tidak menjamin timbulnya pengaruh satu

budaya terhadap budaya lainnya. Suatu masyarakat dapat saja

menolak atau menyeleksinya terlebih dahulu baru kemudian

menyerap unsur-unsur budaya yang sesuai.

Respon psikologis individu terhadap cross-cultural contact

ada empat kemungkinan, yaitu:

a) type passing yaitu individu menolak kebudayaannya yang asli

dan mengadopsi kebudayaan yang baru;

b) type chauvinist yaitu individu menolak sama sekali

pengaruh- pengaruh budaya asing, mereka kembali kepada

kebudayaan asli mereka dan biasanya mereka menjadi

nasionalis yang militant dan pejuang kuat untuk menolak

pengaruh-pengaruh budaya asing tersebut;

7

c) type marginal yaitu respon yang terombang-ambing di

antara kebudayaan asli

sendiri dengan kebudayaan masyarakat alain yang

asing tersebut.; dan

d) type mediating di mana individu dapat menyatukan

bermacam- macam identitas budayanya, mempunyai

keseimbangan integrasi, dan memperoleh personality

dua atau beberapa kebudayaan. Respon individu bersifat

selektif, kombinasi, dan mensintesiskan, tanpa melupakan

inti budayanya sendiri.7

Masuknya budaya asing ke dalam lapisan masyarakat memang

menimbulkan dampak positf seperti semakin berkembangnya

pemikiran masyarakat tentang dunia luar, kemajuan teknologi

yang memudahkan masyarakat dalam melaksanakan kegiatannya.

Tapi di sisi lain, terdapat dampak negatif seperti pudarnya

rasa gotong royong menjadi sikap individualis, masyarakat

cenderung tak acuh dengan lingkungannya.

Tetapi semua itu tergantung dari bagaimana masyarakat

menyikapi kemajuan, pergeseran ini. Masyarakat sewajarnya

lebih bijak dalam memilih mana yang pantas untuk diterapkan

di lingkungannya, atau tidak. Pemerintah serta segenap

masyarakat juga sebaiknya berperan untuk menjaga keuutuhan

budaya bangsa, mengambil sisi positif dari budaya lain tanpa

meninggalkan budaya sendiri, dan tidak mengambil apa yang

buruk atau tidak pantas diterpakan di bangsa ini.

7 Ibid, hlm. 168

Homogenisasi dan Heterogenisasi Budaya : Perbedaan Perspektif Memandang Dampak Globalisasi

Perdebatan yang paling sering muncul dalam diskusi

mengenai globalisasi, khususnya ruang lingkup sosial budaya

adalah apakah globalisasi menciptakan adanya keseragaman

budaya dan kebiasaan, ataukah justru malah memperkuat adanya

perbedaan dan keanekaragaman dalam interaksi masyarakat

global. Munculah beberapa pendapat yang berbeda dari beberapa

perspektif dalam memandang fenomena tersebut. Pendapat

pertama yang paling terkenal adalah pendapat dari para

pengamat globalisasi yang memiliki persperktif pessimistic

hyperglobalize.8 Dimana para penganut perspektif ini memandang

bahwa adanya globalisasi justru malah membuat keberagaman

budaya yang ada di seluruh dunia ini menjadi bersifat

homocultural. Mereka berargumentasi bahwa apa yang disebut

dengan popular culture yang disebarkan oleh New York, Hollywood,

London , Milan dan kota-kota besar dan berpengaruh di dunia

adalah contoh nyata bagaimana suatu standar gaya hidup dapat

tersebar dengan globalisasi dan menyebabkan indikator

identitas yang identik antara satu bagian dunia dan yang

lainnya. Itulah mengapa anak-anak di Palestina bagian

8 B.Steger, Manfred, Globalization : A very short introduction, Oxford Univ, Press. 2003. Chapter 5 : 70

Ramallah dengan bangga menggunakan jersey kebanggaan Chicago

Bulls, orang-orang pedalaman amazon biasa menggunakan sepatu

sport bermerek Nike, dan orang-orang gurun di Sahara

menggunakan topi baseball yang berlambangkan Texaco. Hal-hal

semacam ini, menurut pessimistic hyperglobalize, dianggap sebagai

sebuah imperialisasi budaya yang bersifat mematikan identitas

budaya tertentu.9

Contoh parallel lain dari imperialisasi budaya dan gaya

hidup dapat dilihat dari contoh yang dicetuskan oleh George

Ritzer. George Ritzer adalah penstudi globalisasi yang

pertama kali mencetuskan terminologi Mc Donaldization dalam

mengartikan fenomena menjamurnya salah satu restoran fast

food asli Amerika ini dan hubungannya dengan globalisasi.10

Ritzer berpendapat bahwa pada dasarnya Mc Donalisasi ini

adalah suatu istilah yang merepresentasi sebuah fenomena

dimana restoran bermerek Mc Donalds yang berasal

dari Amerika, mulai mengekspansi pemasarannya ke seluruh

dunia dengan menggunakan jargon program bernama Mc World.

Program ini pertama ali diperkenalkan pada tahun 1950 – 1960

an. Dengan berlandaskan semangat komersialiasi yang bersifat

ekspansionis, khas bangsa barat. Ritzer, mengesampingkan

adanya ekspansi pasar yang bermotif ekonomi, lebih berfokus

9 Ibid10 Ritzer, George. The McDonaldization of Society , Pine Forge Press, 1993

9

pada bagaimana studi globalisasi memandang hal ini sebagai

suatu proses penyebaran nilai-nilai sosio-kultural yang

secara massif ditularkan ke seluruh dunia. Mc Donald,

menciptakan standar pemasaran bagi suatu restoran di seluruh

dunia, bahwa penyajian menu makanan restoran ala amerika

adalah yang mengandalkan kecepatan dan spesialisasi pekerjaan

di setiap sektor yang dapat menjaga tingkat kebersihan dan

selera pelanggan. Karena itulah standar ini dengan cepat

tersebar ke seluruh penjuru dunia. Dengan demikian setiap

orang akan cenderung mengikuti standar yang telah dibentuk

oleh Mc Donald.

Terkait hal ini, penstudi globalisasi lainnya yaitu

Benjamin Barber juga berpendapat bahwa adanya imperialisasi

kebudayaan semacam ini dapat menyebabkan 3 hal.11 Sikap

konsumtif yang berlebihan, penurunan kreatifitas manusia dan

berkurangnya hubungan sosial antar masyarakat. Setiap dampak

negatif yang dikeluarkan oleh globalisasi ini memunculkan

counter-idea lain untuk melawan adanya globalisasi. Yang mana

dalam kasus mc donalisasi, counter idea yang ada adalah Jihad

yang identik dengan islam.12 Dimana jihad ini bermaksud

melawan norma-norma sosial khas Amerika Serikat yang berusaha

disebarkan secara halus dengan menggunakan alatnya yaitu mc

11 B.Steger, Manfred. Globalization : A very short introduction, Oxford Univ, Press. 200312 Barber,Benjamin. Jihad vs. McWorld. Ballantine, 1996

10

Donald dan seluruh faktor pendukungnya, seperti iklan,

jargon, dan sistem pemasaran.

Disisi lain, ketika ada yang memandang globalisasi

secara pesimis, pasti ada juga kelompok yang memandang

globalisasi secara optimis. Sebagai kelompok yang optimis

terhadap fenomena globalisasi dan dampaknya pada perubahan

kebudayaan dunia, optimist globalizers masih mengakui bahwa

memang fenomena globalisasi saat ini menyebabkan adanya

kesamaan dan bukan menyebabkan keberagaman di dunia global.

Namun demikian, mereka menganggap bahwa pada dasarnya

keseragaman budaya ini merupakan sesuatu yang baik dan memang

harus terjadi. Mereka mengatakan bahwa keseragaman budaya

adalah memang karena budaya yang ditularkan oleh suatu bangsa

kepada dunia memang memiliki derajat kebenaran yang membuat

beberapa konsep di dalamnya bisa diterima. Dalam hal politik

misalnya, Amerika menyebarkan nilai-nilai demokrasi yang mana

nilai tersebut memang dianggap sebagai sebuah nilai yang baik

dan dapat mengakomodir kepentingan seluruh elemen masyarakat.

Dalam segi politik, Free Market dianggap sebagai sebuah

konsep perdagangan yang wajib menjadi standar perdagangan

internasional karena konsepnya yang dapat menciptakan

keuntungan bagi negara-negara yang mengaplikasikannya.

Hal tersebut juga terjadi dalam hal sosial budaya,

penyebaran nilai yang ada saat ini membuat standar gaya hidup

dan standar kesadaran masyarakat akan efektifitas penggunaan

waktu dalam makan dan tingkat higienis dalam penyajian juga

meningkat seiring peradaban manusia yang mengalamu

transformasi dari waktu ke waktu. Apabila suatu kebudayaan

atau kearifan lokal sampai hilang sama sekali karena adanya

nilai-nilai baru yang diadaptasi dan diterapkan di suatu

masyarakat, maka optimist globalizers menganggap bahwa pada

dasarnya hal tersebut memang seharusnya terjadi dan lumrah

terjadi. Lagipula, semua kebudayaan dan kearifan lokal yang

ada tidak akan hilang begitu saja. Karena kearifan lokal

memiliki tingkat resistensi terhadap adanya pengaruh dari

luar. Semakin gencar pengaruh kebudayaan asing yang masuk

kedalam suatu masyarakat, maka akan selalu ada bagian

masyarakat yang juga akan semakin gencar untuk tetap

melestarikan budaya lokal. Kelebihan-kelebihan yang

membedakan budaya lokal dan budaya nonlokal juga akan semakin

gencar diekspos untuk menunjukkan keunikan yang dapat menjadi

alasan mengapa budaya tersebut harus tetap ada.

11

Dengan demikian, pada dasarnya homogenisasi budaya

justru malah menambah efek baik bagi kekayaan budaya itu,

karena budaya lokal akan terpicu pula untuk menemukan inovasi

baru dalam cara mengekspresikan dan penyebarannya.13 Perlu

13 Friedman Thomas, The Lexus and the Olive Tree . Anchor, 2000

diingat pula bahwa setiap masyarakat memiliki kriteria

sendiri-sendiri, akan selalu ada kriteria kelompok masyarakat

yang sangat pro terhadap budaya luar yang masuk kedalam

negaranya, namun adapula kriteria kelompok yang kedua dimana

saat ini masyarakat akan selalu mencari suatu produk yang

bersifat otentik dan original dari suatu budaya. Itulah

alasan mengapa saat ini masih banyak orang yang memilih untuk

mendengarkan musik-musik khas China sebagai refreshment, atau

berlibur ke Raja Ampat dan menikmati pantai yang masih sangat

asri tanpa campur tangan investasi, dan sarapan dengan menu-

menu asli mexico sebagai hidangannya. Secara singkat,

kearifan lokal tidak akan pernah kehilangan market dan

pelanggannya karena tekanan kebudayaan luar akan terus

menuntut budaya lokal untuk berinovasi yang pada akhirnya

juga baik bagi budaya itu sendiri.

Globalisasi Bahasa

Jika berbicara tentang budaya, bahasa merupakan salah satu

kajian yang menjadi fokus penting dari pembahasan tersebut,

karena bahasa merupakan produk dari kebudayaan. Oleh sebab

itu, bahasa juga dapat digunakan sebagai alat ukur atau

metode untuk melihat perubahan budaya yang terjadi karena

globalisasi. Globalisasi bahasa sendiri bisa diartikan

sebagai munculnya salah satu bahasa yang kemudian digunakan

sebagai bahasa internasional, dan intensitas penggunaannya

semakin hari semakin bertambah, sementara sebagai dampaknya,

penggunaan bahasa lainpun berkurang atau bahkan tidak ada

sama sekali. Menurut para peneliti yang berasal dari

Globalization Research Center Universitas Hawaii, adanya

globalisasi bahasa disebabkan oleh beberapa variabel yaitu14:

1. Number of Languanges: adanya homogenisasi budaya bisa

dilihat dari berkurangnya variasi jumlah bahasa yang ada

di dunia. Berkurangnya jumlah bahasa ini terjadi karena

adanya penyempitan bahasa, maksudnya adalah beberapa

bahasa hilang karena suatu kelompok masyarakat (dengan

stimulus fenomena globalisasi) lebih ingin menggunakan

bahasa non lokalnya daripada bahasanya sendiri. Karena

dianggap bahwa dengan menstandarkan ke satu bahasa dalam

berkomunikasi akan lebih mudah untuk mencapai

kesepahaman. Sehingga yang awalnya individu-individu

tersebut menggunakan bahasa yang berbeda, dan agak

kesulitan dalam berkomunikasi bisa dipermudah dengan

menggunakan satu bahasa yang bisa dimengerti oleh setiap

individu. Akan tetapi, hal tersebut juga berdampak pada

bahasa awal yang digunakan oleh individu, yaitu karena

adanya penggunaan bahasa baru dan semakin tinggi

intensitanya, maka bahasa awal individu tersebut bisa

terancam hilang , karena berkurangnya penutur dan dengan

14 Globalization Research Center at the University of Hawai'i- Manoa, www.globalhawaii.org.

12

hilangnya bahasa tersebut, maka jumlah bahasa di dunia

juga terancam berkurang. Adanya globalisasi budaya

dibuktikan dengan menurunnya jumlah bahasa yang ada di

dunia, yang menurut riset diperkirakan pada abad 1500an

terdapat 14.500 variasi bahasa di seluruh dunia, akan

tetapi pada tahun 2000an bahasa yang ada di dunia

jumlahnya hanya mencapai kurang dari 7000 bahasa saja.

2. Movements of people: faktor ini banyak terjadi dalam

kasus migrasi antar negara. Karena dalam melakukan

perpindahan, setiap individu akan membawa bahasanya ke

tempat tinggalnya yang baru, dan hal tersebut secara

tidak langsung akan memengaruhi penyebaran bahasa.

3. Foreign languange learning and tourism: persebaran

bahasa juga didukung karena adanya pembelajaran bahasa

asing. Adanya perbedaan bahasa di berbagai belahan

dunia, menuntut kita agar kita bisa mengerti atau

memahami bahasa tersebut jika kita memiliki suatu

kepentingan baik pendidikan, bisnis, dan lain-lain.

Selain itu, jika kita ingin berwisata ke salah satu

negara atau wilayah, alangkah baiknya jika kita juga

memahami bahasa yang digunakan di wilayah tersebut, agar

kita lebih mudah dalam melakukan komunikasi dengan

penduduk sekitar. Oleh sebab itu maka diadakan

pembelajaran bahasa asing, dan hal tersebut juga bisa

13

dikatakan sebagai proses penyebaran bahasa.

4. Internet languange: Saat ini internet merupakan alat

untuk berkomunikasi secara instan dan sangat membantu

dalam mengakses informasi secara cepat, dan dalam

internet terdapat satu bahasa yang digunakan sebagai

patokan dalam mengakses. Kemudian dengan adanya salah

satu bahasa yang digunakan dalam internet tersebut,

dapat menunjukkan bahwa bahasa tersebutlah yang

intensitas penggunaannya paling banyak, dan dianggap

paling banyak dimengerti oleh khalayak umum. Penggunaan

satu bahasa sebagai patokan dalam pengaksesan internet

ini juga bisa merupakan suatu cara yang digunakan untuk

membantu atau mendorong persebaran bahasa tersebut.

5. International scientific publications: Buku-buku dan

literatur-literatur yang digunakan juga bisa menjadi

salah satu faktor yang mempengaruhi adanya globalisasi

budaya, seperti kita ketahui kebanyakan besar

pengetahuan yang kita miliki saat ini merupakan

pengetahuan yang awalnya berkembang di negara-negara

barat. Secara otomatis, buku-buku dan sumber pengetahuan

yang kita miliki juga berasal dari negara barat dan buku

tersebut pastilah menggunakan bahasa yang digunakan oleh

negara barat. Dengan kata lain, mau tidak mau jika kita

ingin mendapatkan pengetahuan-pengetahuan tersebut, maka

kita harus memahami atau menguasai bahasa yang digunakan

oleh buku atau literatur tersebut.

Konsumerisme dan Dampaknya Pada Keanekaragaman

Hayati

Salah kajian yang masih sangat relevan ketika kita

membahas globalisasi dan pengaruh budaya adalah konsep

munculnya nilai perilaku konsumptif dan akibatnya, seperti

hilangnya keanekaragaman hayati, dan degradasi lingkungan.

Degradasi lingkungan merupakan suatu fenomena dimana adanya

perubahan penurunan terhadap kualitas lingkungan. Hal ini

dipengaruhi karena adanya kebutuhan akan ketergantungan

manusia terhadap hal – hal yang dibutuhkan manusia dalam

menjalankan hidupnya. Adanya agama dan kepercayaan manusia

terhadap sesuatu hal memunculkan pandangan tertentu dalam

14

memandang suatu hal. Aliran Taoism-Buddha dan beberapa

kepercayaan animism lain misalnya, merupakan salah satu

bentuk kepercayaan dimana manusia memandang bahwa mereka

memerlukan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan

ketersediaan alam untuk menyediakan kebutuhan manusia

sehingga dengan adanya keyakinan tersebut, manusia harus

membutuhkan hal – hal yang berkaitan dengan alam untuk

berkomunikasi dengan Tuhan. Sehingga kepercayaan ini terkesan

tidak menerapkan nilai konsumtif, karena alam dipandang

sebagai sarana manusia untuk berkomunikasi dengan

penciptanya, dengan demikian maka alampun wajib dijaga oleh

umat manusia.

Namun demikian, dalam kepercayaan Judasime dan

Kristiani, mengajarkan bahwa manusia merupakan pusat dan

penggerak dari peradaban. Kepercayaan ini menganggap bahwa

segala apa yang ada di alam merupakan sesuatu yang bersifat

menyejahterakan manusia itu sendiri hingga memunculkan

persepsi bahwa ketersediaan alam dapat dieksploitasi dengan

bebas tanpa harus memiliki rasa khawatir yang berlebihan.

Dari kedua pemikiran dari kepercayaan tersebut, menjelaskan

bahwa manusia merasa akan membutuhkan apa yang dia butuh dan

bersifat secara kontinu yang memunculkan sifat ketergantungan

yang berlebihan terhadap sesuatu khusunya alam hingga

terbentuknya sifat konsumenrisme dan orientasi manusia yang

cenderung pada kebutuhan materi menyebabkan segala hal

dihitung berdasarkan pada perhitungan materi yang dibutuhkan

oleh manusia yang memunculkan pada bentuk dari materialisme,

Kedua sifat ini muncul yang mulai menjadi sebuah bentuk

kebiasaan yang dilakukan tidak hanya seorang namun juga

banyak orang lain yang melakukan hal yang sama hingga lama –

lama kelamaan menjadi sebuah kultur.

Kultur dari Nilai Konsumenrisme dan Materialisme ini

sejatinya sudah terjadi ribuan tahun lalu, namun dampak nyata

akan hal tersebut mulai terlihat ketika terjadinya revolusi

Industri dimana saat itu terjadi beberapa fenomena yang

menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, salah satunya

adalah Pertumbuhan Populasi, dalam hal ini

15

pertumbuhan populasi yang meningkat menyebabkan semakin

padatnya lahan yang digunakan sebagai tempat tinggal dimana

terkadang mengindahkan akan kondisi lingkungan sebelumnya.

Kemudian karena perubahan lingkungan yang disebabkan manusia,

menyebabkan keragaman hayati yang sebelumnya berada pada

lingkungan tersebut menjadi terdesak hingga akhirnya

berkurangnya siklus keragaman hayati yang sesuai dengan

kapasitas sebelumnya. Kemudian limbah berbahaya kecelakaan

industry perang, adanya perbedaan kepentingan manusia yang

melingkup pada suatu Negara menyebabkan seringkali terjadinya

kesalahpahaman yang membuat permasalahan lebih cenderung

diselesaikan dengan cara berperang, beberapa negara memiliki

kapasitas yang mampu dalam menciptakan senjata perang sendiri

hingga terbentuknya industri pembuatan senjata. Namun, adanya

bahan sisa dalam pembuatan senjata seringkali diabaikan dalam

penanganan secara intensif yang menyebabkan mulai rusaknya

lingkungan akibat dari sampah industri perang yang

dihasilkan. Perubahan Iklim yang disebabkan oleh pemanasan

global menjadikan adanya perubahan atmosfer dalam bumi, hal

ini dikarenakan karena adanya jumlah karbondioksida yang

meningkat dalam bumi yang menyebabkan tingginya permukaan air

laut hingga dimungkinkan terjadinya bencana lingkungan yang

disebabkan oleh manusia. Hal – hal diatas merupakan bentuk

dari dampak kultur sosial manusia yang berasal dari nilai

materialisme dan konsumenrisme.

Dengan adanya beberapa penyebab serta dampak yang

dirasakan setelah adanya degradasi lingkungan tersebut

membuat mausia atau masyarakat internasional berinisiatip

untuk melakukan usaha untuk menanggulangi degradasi

lingkungan tersebut. Usaha tersebut tidak hanya dilakukan di

level nasional saja namun melainkan melalui level

internasional juga. Seperti adanya konferensi – konferensi

yang membahas mengenai degradasi lingkungan. Dari adanya

degradasi lingkungan banyak masyarakat internasional yang

mengartikan bahwa degradasi lingkungna merupakan suatu bentuk

dari adanya penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan

oleh kegiatan pembangunan yang dicirikan oleh tidak

berfungsinya secara baik komponen-komponen lingkungan

16

sebagaimana mestinya. Degradasi lingkungan pada dasarnya

disebabkan oleh adanya intervensi atau campur tangan manusia

yang berlebihan terhadap keberadaan lingkungan secara

alamiah. Sehingga dari adanya keikut campuran tangan manusia

sebagai ulah daria danya degradasi lingkungan menyebabkan

masyarakat internasional yang merupakan gabungan manusia –

manusia yang berasal dari berbagai negara untuk

menginisiasikan membentuk suatu perjanjian internasional yang

dapat mengikat warga internasional untuk bisa mencegah dan

menghindari kegiatan yang dapat menimbulkan degradasi

lingkungan. Dan salah satu bukti adanya upaya untuk

menanggulangi degradasi lingkungan tersebut yaitu dengan

diadakannya Konperensi Tingkat Tinggi Bumi atau Earth Summit

yang berlangsung di kota Rio De Janerio, Brazil pada bulan

Juni 1992. Dimana KTT Bumi ini dihadiri oleh berbagai

kalangan dan merupakan konferensi yang dijadikan sebagai

kelanjutan dari Konperensi PBB mengenai Lingkungan hidup

Manusia 1972 yang diadakan di kota Stockhlom 1972, KTT Rio

1992 ini bertujuan untuk menghasilkan beberapa kesepakatan

global dalam menghadapi abad 21, tentunya dalam menghadapi

kerusakan lingkungan yang terjadi diberbagai negara. Selain

itu di Indonesia pun juga terdapat suatu upaya dalam

menanggulangi dari adanya degradasi lingkungan, yaitu ini

berupa suatu pembentukan suatu perjanjian yang disepakati

antara Indonesia dengan negara – negara ASEAN. Dimana dari

adanya berbagai kejadian mengenai kebakaran hutan yang

asapnya mengganggu negara lain yang asapnya hingga sampai

negara tetangga seperti Singapura serta negara tetangga

lainnya menyebabkan perlunya adanya suatu kesepakan bersama

untuk menanggulangi fenomena tersebut. Perjanjian ini

merupakan salah satu bentuk dari Hanoi Plan of Action 1997

yang mencakupi upaya mengatasi masalah pencemaran asap lintas

batas sebagai akibat kebakaran hutan dan/atau lahan. Dan guna

mengefektifkan Hanoi Plan of Action, para Negara anggota

ASEAN menilai perlunya membuat “ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution” (Persetujuan ASEAN tentang

Pencemaran Asap Lintas Batas/AATHP) sebagai komitmen

bersama15.

Selain itu terdapat beberapa perjanjian internasional

lainnya yang dilakukan sebagai bnetuk untuk penanggulangan

degradasi llingkungan. Diantaranya : Ramser Convention, UNESCO –

World Heritage, UNEP Conference, CITES, Marine Pollution Treaty dan lain

sebagainya. Dan ini merupakan salah satu diantaranya yaitu

Protokol Kyoto. Dimana Protokol Kyoto adalah sebuah

persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan

mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif

sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 16. Serta Protokol

15 Komisi VII DPR-RI Bahas RUU Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Polution Dengan KLH. Dalam http://www.menlh.go.id/komisi-vii-dpr-ri-bahas-ruu-pengesahan-asean-agreement-on-transboundary-haze-polution/ diakses pada tanggal 7Mei 2014, pukul 20.02 WIB

1716 Tinjauan Umum Tentang Protokol Kyoto. Dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25539/3/Chapter%20II.pdf diakses pada tanggal 7 Mei 2014, pukul 20.15 WIB

Kyoto (sebagaimana Konvensi) bertujuan menjaga kestabilan

konsentrasi GRK di atmosfer agar berada pada tingkat yang

dapat mencegah perbuatan manusia yang membahayakan sistem

iklim bumi. Melalui Protokol Kyoto diharapkan target

penurunan emisi GRK oleh negara industri dapat dijadwalkan

dan dilaksanakan melalui tiga mekanisme yang fleksibel yaitu:

mekanisme implementasi bersama atau joint implementation,

perdagangan emisi atau emission trading dan mekanisme

pembangunan bersih atau clean development mechanism 17.

Sehingga dari berbagai bentuk perjanjian internasional

tersebut sebagai salah satu upaya untuk penanggulangan

degradasi lingkungan.

STUDI KASUS :

17 Pengesahan Protokol Kyoto Sebagai Wujud dari Komitmen Bersama DalamMenjaga Kestabilan Konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di Atmosfer. Dalamhttp://www.menlh.go.id/pengesahan-protokol-kyoto-sebagai-wujud-dari-komitmen-bersama-dalam-menjaga-kestabilan-konsentrasi-gas-rumah-kaca-grk-di-atmosfer/ diakses pada tanggal 7 Mei 2014, pukul 20.36 WIB

18

FENOMENA SELFIE

Selfi seringkali dikatakan sebagai tingkah sebagian orang

di dunia dimana ia tidak merasa percaya diri dengan keadaan

dirinya. Dulu, orang cenderung untuk berada di depan cermin

untuk meneliti dirinya, tetapi dengan kemajuan teknologi

sekarang, orang cenderung untuk menggunakan gadget untuk

melihat serta mengabadikan gambaran diri sendiri.

Menurut sejarah, mengabadikan diri sendiri dengan

perangkat elektronik atau dalam bahasa Inggris dinamakan

self-portrait atau disingkat selfie dilakukan pertama kali

oleh seseorang bernama Robert Cornelius pada tahun 1839.

Ketika era kamera polaroid sedang menjadi salah satu tren

di tahun 70an, seorang bernama Andy Warhol juga pernah

melakukan selfie dan hal tersebut tercatat sebagai selfie

kedua dalam sejarah. Kini, di era teknologi serba maju,

perangkat hi-tech beredar di mana-mana sekaligus portable

device dengan fitur kamera seperti smartphone, phablet dan

tablet menjadi satu hal yang umum, aksi selfie ini amat

sering dijumpai.

Bahkan ketika internet dan jejaring sosial meraih

popularitasnya dalam beberapa tahun terakhir ini, foto-foto

selfie juga sering beredar luas serta dijadikan cover atau

profile picture seseorang dalam account jejaring sosial

mereka.

Dengan mengambil angle agak tinggi sekitar 45 derajat,

mata sedikit dibuat sayu, (terkadang) mengambil pose duck face,

mengambil fotonya dengan menggunakan aplikasi seperti

Instagram untuk menambah kesan dramatis dan lainnya, membuat

aksi selfie menjadi sangat mudah dilakukan, kapan dan di

manapun juga. "Selfie adalah salah satu revolusi bagaimana

seorang manusia ingin diakui oleh orang lain dengan memajang

atau sengaja memamerkan foto tersebut ke jejaring sosial atau

media lainnya," ujar

19

Dr Mariann Hardey, seorang pengajar di Durham University

dengan spesialisasi digital social media, seperti dikutip

oleh Guardian (14/07).

Hardey juga mengatakan bahwa dengan memamerkan foto-foto

selfie tersebut, maka orang yang bersangkutan ingin terlihat

'bernilai' lebih-lebih apabila ada yang berkomentar bagus

tentang foto tersebut.

Walaupun tidak hanya Hardey yang mengatakan bahwa selfie

merupakan bentuk dari ingin diakui atau dapat disebut sebagai

tanda kurang percaya terhadap diri sendiri karena banyak

peneliti lain yang juga mengatakan hal serupa, namun tidak

sedikit orang yang membantah bahwa selfie dilakukan hanya

sekadar ingin tenar dan tidak percaya diri.

Menurut salah seorang wanita bernama Rebecca Brown, ia

mengatakan bahwa dia melakukan selfie hanya karena untuk

mengeksplorasi diri sendiri dan melihat tubuhnya sendiri

bukan dengan maksud ingin narsis atau sejenisnya.18 Menurut

penelitian yang dikutip dari Huffington Post, Kamis

(3/4/2014), selfie pertama dilakukan pada Oktober 1839 oleh

pria bernama Robert Cornelius. Robert adalah pria asal

Amerika Serikat yang termasuk sosok pionir di bidang

fotografi.

Suatu ketika, ia berniat mengambil foto diri sendiri

dengan teknik fotografi awal bernama Daguerreotype. Teknik

ini diciptakan Louis Daguerre, seorang pria asal Perancis.

Jadilah Robert menjepret foto dirinya sendiri yang disebut-

sebut sebagai selfie pertama di dunia. Karena masih rumitnya

proses fotografi kala itu, Cornelius perlu waktu 3 sampai 15

menit dalam posisi diam agar kamera menangkap gambar dengan

baik.

Sudah tentu gaya selfie Cornelius biasa saja, cenderung

formal. Tidak seperti tren selfie masa kini dengan bermacam-

macam gaya. Cornelius sendiri kemudian cukup serius mendalami

fotografi, bahkan sempat membuka studio foto. Selain foto

Cornelius, ada lagi foto selfie masa lalu yang juga dianggap

18 Dwi Andi, “Selfie adalah tanda orang narsis dan kurang percaya diri?” diakses dari http://m.merdeka.com/teknologi/selfie-adalah-tanda-orang-narsis-dan-kurang-percaya-diri.html pada 6 Mei 2014

20

salah satu yang tertua. Yakni foto Grand Duchess Anastasia

Nikolaevna di tahun 1914, di mana dia menjepret diri sendiri

di depan kaca. Fenomena Selfie inilah kemudian, membuat Kamus

Oxford memasukan istilah kata “Selfie” ke dalam

pembendaharaan kata Bahasa Inggris. Menurut definisi kamus

tersebut, selfie ialah “sebuah foto yang telah diambil dari

diri sendiri, biasanya melalui smartphone atau webcam dan

diunggah ke website media sosial.”19

Menurut kami, fenomena ini juga merupakan salah satu bentuk

persebaran budaya barat keseluruh dunia. Indikatornya adalah

dengan adanya standar tertentu yang ,walaupun secara

normative, dapat menjadi tolak ukur bagaimana untuk melakukan

selfie yang menarik. Kebiasaan selfie ini pertama kali muncul

di dunia barat, dan kembali popular tahun lalu karena adanya

pejabat negara yang melakukan foto selfie ini ditengah proses

pemakaman tokoh dunia. Kini, seluruh kalangan masyarakat baik

remaja, anak-anak, orang dewasa, dari yang kalangan menengah

kebawah ataupun menengah keatas sangat terbiasa dengan

melakukan selfie disetiap acara yang mereka lakukan.

Pergeseran Budaya ataukah sikap reaktif masyarakat

Seperti yang kita ketahui, bahwa secara alamiah, sesuatu yang

dikatakan budaya adalah sesuatu yang terbentuk berdasarkan19 “selfi kuno ditemukan di skotlandia” diakses dari http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2013/12/131214_majalahlain_selfie_skotlandia.shtml pada 6 Mei 2014

21

kebiasaan dari sekelompok masyarakat. Kebiasaan tersebut

harus mendapatkan sebuah justifikasi komunal bahwa hal

tersebut memang benar sehingga dapat bertahan dan terus

dipraktekkan oleh generasi-generasi setelahnya. Dengan

demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya budaya

adalah sesuatu yang sulit untuk dibentuk, karena harus

memiliki derajat kebenaran yang tinggi sehingga kebiasaan

tersebut dapat bertahan dan terus dipraktekkan oleh

masyarakat. Apabila sebuah budaya sangat susah terbentuk,

berarti susah pula bagi budaya tersebut untuk secara cepat

bergeser atau bahkan hilang dari masyarakat.

Penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya ada beberapa

indikator yang dapat diteliti untuk menilai apakah suatu

budaya bergeser akibat pengaruh globalisasi dan ekspansi

budaya dari negara lain. Yaitu adanya pergeseran norma dan

kebiasaan dari masyarakat satu dan masyarakat yang lainnya.

Terkadang dapat dikatakan bahwa suatu budaya dengan adanya

pengaruh budaya lain, tidaklah bergeser dalam artian yang

sesungghnya. Karena pergeseran itu hanyalah semacam reaksi

temporal yang keluar dari masyarakat menanggapi sebuah trend

yang sedang booming pada saat itu.

Dalam kasus Gangnam style dan selfie misalnya, dimana banyak

sekali para muda dan mudi ataupun bahkan seluruh lapisan

masyarakat yang cenderung atau bahkan selalu melakukannya di

kondisi apapun yang sedang mereka lakukan. Menurut kami, hal

ini masih tetap tergolong dalam pergeseran budaya. Karena

apabila kembali ke pembahasan budaya sebelumnya, bahwa budaya

mencakup seluruh kebiasaan dan tindakan masyarakat. Seluruh

norma dan nilai yang ada di masyarakat juga berarti sebuah

kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.

Gangnam style , selfie atau fenomena pop culture lainnya

memenuhi seluruh kriteria yang menjadi indikator perubahan

budaya. Secara sekilas mungkin memang ini hanyalah sebuah

bentuk reaksi aktif dari masyarakat terhadap trend baru di

dunia. Namun setiap trend ini memiliki nilai tersendiri yang

ingin dibawa. Contohnya seperti Gangnam style, adanya trend

tarian ini membawa nilai-nilai budaya hura-hura dan pesta

pora yang sangat sering dilakukan oleh masyarakat Korea

Selatan. Selfie, membawa nilai-nilai multitasking dan

individualism dari bangsa barat. Nilai-nilai inilah yang

sebenarnya dibawa dan ingin ditanamkan dengan kedok trend pop

culture saat ini.

22

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini adalah

bahwa globalisasi mempengaruhi berbagai hal di dalam aspek

sosial budaya di seluruh dunia.

Aspek-aspek yang dipengaruhi oleh luasnya globalisasi di

era modern ini adalah aspek konsumerisme, dimana dari luasnya

publikasi terhadap suatu produk tertentu yang ditunjang oleh

globalisasi menghasilkan suatu sikap yang menuntut masyarakat

untuk up to date terhadap produk-produk terbaru dan akhirnya

sikap konsumerisme akan terus meningkat seiring berjalanya

teknologi.Akibat yang lebih buruk dari konsumerisme adalah

perilaku hedonisme yang jauh lebih kuat daripada

konsumerisme, dampak langsung dari perilaku konsumerisme ini

dapat dicerminkan ketika berbagai keanekaragaman hayati

perlahan juga mulai menjadi langka dikarenakan kebutuhan yang

terus meningkat.

Selain itu globalisasi mempengaruhi homogenisasi budaya

di berbagai negara. Semisal suatu negara yang menguasai media

seperti Amerika Serikat, Korea Selatan,dsb, negara-negara

tersebut dapat mempengaruhi gaya hidup dari negara lain yang

kerap membuat negara-negara adidaya tersebut sebagai patokan

negaranya. Fenomena menyebarnya gaya hidup inilah yang

dimaksus homogenisasi.

Berbagai fenomena globalisasi di bidang sosial budaya

merupakan pisau bermata dua yang dapayt meningkatkan tingkat

kemajuan negara tertentu, atau hal tersebut dapat membuat

negara tertentu kehilangan budaya asli mereka.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

B.Steger, Manfred, Globalization : A very short

introduction, Oxford Univ, Press. 2003.

Ritzer, George. The McDonaldization of Society , Pine Forge

Press, 1993

Barber,Benjamin. Jihad vs. McWorld. Ballantine, 1996

Friedman Thomas, The Lexus and the Olive Tree . Anchor, 2000

Mujinem, Konsep Waktu, Perubahan, dan Kebudayaan, Jakarta:

Dikti,1990

WEBSITES

Komisi VII DPR-RI Bahas RUU Pengesahan ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Polution Dengan KLH. Dalam

http://www.menlh.go.id/komisi-vii-dpr-ri-bahas-ruu-

pengesahan-asean-agreement-on-transboundary-haze-polution/

diakses pada tanggal 7 Mei 2014, pukul 20.02 WIB

Tinjauan Umum Tentang Protokol Kyoto. Dalam

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25539/3/Chapt

er%20II.pdf diakses pada tanggal 7 Mei 2014, pukul 20.15 WIB

Pengesahan Protokol Kyoto Sebagai Wujud dari Komitmen Bersama

Dalam Menjaga Kestabilan Konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di

Atmosfer. Dalam http://www.menlh.go.id/pengesahan-protokol-

kyoto-sebagai-wujud-dari-komitmen-bersama-dalam-menjaga-

kestabilan-konsentrasi-gas-rumah-kaca-grk-di-atmosfer/

diakses pada tanggal 7 Mei 2014, pukul 20.36 WIB

Dwi Andi, “Selfie adalah tanda orang narsis dan kurang

percaya diri?” diakses dari

http://m.merdeka.com/teknologi/selfie-adalah-tanda-orang-

narsis-dan-kurang-percaya-diri.html pada 6 Mei 2014

“selfi kuno ditemukan di skotlandia” diakses dari

http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2013/12/131214_majalah

lain_selfie_skotlandia.shtml pada 6 Mei 2014

Liliweri, Alo. Makna Budaya Dalam Komunikasi

Antarbudaya. Hal 7. Dalam

http://books.google.co.id/books?

hl=id&lr=&id=U1ckHCx7nYC&oi=fnd&pg=PA1&dq=budaya&ots=K8C

6EoqmBA&sig=Wej74mksS33QaT8z9jnUfg8AXHM&redir_esc=y#v=on

epage&q=budaya&f=false diakses pada tanggal 21 Mei 2014,

pukul 16.48 WIB

vi