DAFTAR ISI ………………… 8

37
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………. i KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. ii DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….. iii BAB I PENDAHULUAN ………..……………………………………………………… 1 1. Latar Belakang ………………..…………………………………………………. 1 2. Rumusan Masalah……………….……………………………………………….. 1 3. Tujuan……………………………….……………………………………………. 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS ………………………………………………………….. 2 1. Konsep Medis…………………………………………………………………….. 2 1. Pengertian ………………………………………….…………………….. 2 2. Etiologi ………………………………………………………….……….. 2 3. Manifestasi klinik ………………….…………………………….………….. 3 4. Patofisiologi ………………………………………………………..……. 5 5. Penyimpangan KDM…………………………………………………….. 6 6. Klasifikasi ………………………………………………………………. 7 7. Pemeriksaan diagnostik …………………………………………………. 7 8. Komplikasi …………….………………………………………………… 8 9. Penatalaksanaan medis ………………………………..………………… 8 2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien TB Paru ……………………………. 10 1. Pengkajian ………………………………………………………………. 10

Transcript of DAFTAR ISI ………………… 8

DAFTAR ISI

 

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………….          i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………..          ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..          iii

BAB I PENDAHULUAN ………..………………………………………………………         1

1. Latar Belakang ………………..………………………………………………….    12. Rumusan Masalah……………….………………………………………………..    1

3. Tujuan……………………………….…………………………………………….   1

BAB II TINJAUAN TEORITIS …………………………………………………………..      2

1. Konsep Medis……………………………………………………………………..   2 1. Pengertian ………………………………………….……………………..   2

2. Etiologi ………………………………………………………….………..   2

3. Manifestasi klinik ………………….…………………………….…………..3

4. Patofisiologi ………………………………………………………..…….    5

5. Penyimpangan KDM……………………………………………………..    6

6. Klasifikasi ……………………………………………………………….     7

7. Pemeriksaan diagnostik ………………………………………………….7

8. Komplikasi …………….…………………………………………………     8

9. Penatalaksanaan medis ………………………………..…………………8

2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien TB Paru …………………………….     10

1. Pengkajian ……………………………………………………………….     10

2. Diagnose Intervensi NANDA-I 2012-2014 …………………….……….    11

3. Intervensi……………………………………………… …………………………….12

4. Implementasi ……………………………………………….……………      16

5. Evaluasi ………………………………………………………………….      16

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………         17

1. Kesimpulan ……………………………………………………………………..      172. Saran  ………………………………………………………………………….…    17

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….        18

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1         Latar belakang

 

Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-orang yang berusia antara 15 – 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang giziatau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TBC. Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit TBC.

Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan. Namun akibat dari kurangnya informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian akibat penyakit ini memiliki prevalensi yang besar. Indonesia berada dalam peringkatketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB.

Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal.

 

1.2         Rumusan masalah

 

Berdasarkan uraian latar belakang yang ada diatas maka kami akan mengangkat beberapa pokok permasalahan sesuaiyang telah dipaparkan diatas adalah asuhan keperawatan pada klien TB Paru.

 

1.3         Tujuan

 

1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Sistitis.

1. Tujuan Khusus 1. Mengetahui dan memahami pengertian TB Paru

2. Mengetahui dan memahami etiologi TB Paru

3. Mengetahui dan memahami klasifikasi TB Paru

4. Mengetahui dan mamahami tanda dan gejala TB Paru

5. Mengetahui dan mamahami patofisiologi TB Paru

6. Mengetahui dan memahami manifestasi klinik TBParu

7. Mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan pada klien TB Paru.

 

 

 

 

BAB II

KONSEP DASAR

2.1 Pengertian

Tuberkulosis (TBC) adalah  penyakit akibat kuman mycobacterium tubercolosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.

Tuberkulosis  paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks mycobacterium tuberculosis.

Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman  Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.

2.2 Etiologi

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan

ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam danlebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik

Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemaries). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masukkedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat  dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan.

Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosispost primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basiltersebut.

2.3  Manifestasi klinik TB paru

2.3.1 Gejala respiratorik

1. 1.      Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Prosesyang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari.

1. 2.      Dahak

Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi purulen/kuning atau kuning hijau sampai purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi perlunakan.

1. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.

1. Nyeri dada

Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula atau di tempat-tempat lain)

1. Wheezing

Wheezing terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan oleh sekret, bronkostenosis, peradangan, jaringan granula, ulserasi dan lain-lain (pada tuberkulosis lanjut).

1. Dispneu

Dispneu merupakan late symptom dari proses lanjut tuberkulosis paru akibat adanya restriksi dan obstruksisaluran pernapasan serta loss of vascular bed / thrombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi pulmonal dan korpulmonal.

 

2.3.2         Gejala sistemik

 

1. Panas badan

Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari.

1. Menggigil

Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatanyang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.

1. Keringat malam

Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya barutimbul bila proses telah lanjut. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.

1. Gangguan menstruasi

Gangguan menstruasi sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah menjadi lanjut.

1. Anoreksia

Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.

1. Lemah badan

Gejala-gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan, karena itu harus dianalisa dengan baik dan harus lebih berhati-hati apabila dijumpai

perubahan sikap dan temperamen (misalnya penderita yangmudah tersinggung), perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan, anak yang tidak suka bermain, atau penyakit yang kelihatan neurotik.

2.3.3 Gejala klinis Haemoptoe

Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Batuk darah 1. Darah dibatukkan dengan rasa panas di

tenggorokan

2. Darah berbuih bercampur udara

3. Darah segar berwarna merah muda

4. Darah bersifat alkalis

5. Anemia kadang-kadang terjadi

6. Benzidin test negatif

7. Muntah darah

1. Darah dimuntahkan dengan rasa mual

2. Darah bercampur sisa makanan

3. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung

4. Darah bersifat asam

5. Anemia seriang terjadi

6. Benzidin test positif

7. Epistaksis

1. Darah menetes dari hidung

2. Batuk pelan kadang keluar

3. Darah berwarna merah segar

4. Darah bersifat alkalis

5. Anemia jarang terjadi

2.4 Patofisiologi

Kuman micobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru,atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag.

Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus,dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

 

 

 

2.5         Web of Caution (Patofisiologi dan Penyimpangan KDM) TB Paru

Patofisiologi Berdasarkan

Penyimpangan Kebutuhan Dasar Manusia ( TB Paru)

M. Tuberculosis

Inhalasi droplet

Reaksi Jaringan

Bakteri mencapai Alviolus

Invasi daerah infeksi

Terjadi reaksi Antigen-antibody

Terbentuk jaringan Tuberkel

Oleh jaringan ikat

Muncul reaksi Radang

Fibrosis

Terjadi pengeluaran secret/ mucus

Dinding tuberkel gagal terbentuk

Akumulasi secret dijalan nafas

Basil masuk ke dalam Getah bening.

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Respon batuk-batuk

Transit ke aliran darah

Dalam jumlah kecil

penggunaan otot-otot abdomen

Penyebaran limfa hematogen, Refluk fagal

Jaringan tulang, ginjal, hati dan jantung-Mual, muntah

 

2.6  Klasifikasi TB

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.

Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Parudibagi sebagai berikut:

2.6.1        TB Paru BTA Positif dengan kriteria:

1)      Dengan atau tanpa gejala klinik

2)      BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.

3)      Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

2.6.2        TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:

1)      Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif

2)      BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

Bekas TB Paru dengan kriteria:

1)      Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative

2)       Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.

3)      Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.

4)      Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

 

2.7         Pemeriksaan diagnostic

 

Pemeriksaan Diagnostik terdiri dari :

2.7.1        Kultur sputum: Positif unutk mycobakteriumtuberkulosis pada tahap aktif penyakit

2.7.2        Zhiel Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah): Positif untuk basil asam cepat.

2.7.3        Tes kulit (PPD, Mantoux, potongan vollmer): Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-78 jam setelah injeksi intradermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkanpenyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secaraklinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobakterium yang berbeda.

2.7.4        ELISA/Western Bolt: dapat menyatakan adanya HIV

2.7.5        Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster, urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit): positif untuk mycobakterium tuberkulosis

2.7.6        Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis

2.7.7        Elektrosit: dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi: contoh

hiponatremiadisebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.

2.7.8        GDA: dapat normal tergantung lokasi dan berat kerusakan sisa pada paru

2.7.9        Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, penigkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen skunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru, dan penyakit pleural (TB paru kronis luas)

2.7.10    Foto torak: dapat menunjukkan infiltrasi lesiawal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau efusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luasTB dapat termasuk rongga area fibrosa.

 

2.8         Komplikasi

Menurut Depkes RI (2002), komplikasi yang  terjadi padastadium lanjut

2.8.1        Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.

2.8.2        Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.

2.8.3        Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat)dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

2.8.4        Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

 

2.9         Penatalaksanaan medis

Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kometrapi (agens antituberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan. 5 medikasi garis depan digunakan : isoniasid (INH), rifampin (RIF) stretomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirasinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin, eteonamid, natrium-para-aminosalisilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.

M. Tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu yang berkembang di seluruh dunia, meski TB yang resisten terhada obattelah teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden dari resistenbanyak obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat harus dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif:

2.9.1        Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agensantituberkulosis garis depanpada individu yang sebelumnyabelum mendapatkan pengobatan.

2.9.2        Resisten obat didapat atau skunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens antituberkulosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.

2.9.3        Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja , INH dan RIF

Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru yang baru didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan duabulan (totalnya 6 bulan). Sekarang ini setiap agens dibuat dalam pil yang terpisah. Pil anti-tuberkulosis baru three in oneyang terdiri atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan memberikan dampak besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan.

Pada awalnya etambutol dan streptomisin mungkin disertakan dalam terapi awal sampai pemeriksaan resisten obat didapatkan. Regimen pengobatan bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12 bulan. Individu akan dipertimbangkan noninfeksius setelah menjalani 2 sampai 3 minggu terapi obat kontinu.

Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi mereka yang diketahui beresiko terhadap penyakit ignifikan, sebagai contoh, anggota keluarga dari pasien yang berpenyakit aktif. Regimen pengobatan profilatik ini mencakup penggunaan dosis harian INH selama 6 sampai 12 bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan piridoksin (vitamin B6). Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin dipantau setip bulan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1         Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru  ialah sebagai berikut :

3.1.1   Riwayat Perjalanan Penyakit

Keluhan utama        :  Batuk produkif dan non produktif

3.1.2   Riwayat Penyakit Sebelumnya:

1)    Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.

2)    Pernah berobat tetapi tidak sembuh.

3)    Pernah berobat tetapi tidak teratur.

4)    Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.

5)    Daya tahan tubuh yang menurun.

6)    Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.

3.1.3   Riwayat Pengobatan Sebelumnya:

1)    Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.

2)    Jenis, warna, dosis obat yang diminum.

3)    Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.

4)    Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

3.1.4   Riwayat Sosial Ekonomi:

1)   Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.

2)   Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya padakeluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengankondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama danbiaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaanpasien, tidak bersemangat dan putus harapan.

3)    Faktor Pendukung yaitu riwayat lingkungan dan pola hidup.

3.1.5   Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, polaistirahat dan tidur, kebersihan diri.

1)   Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluargatentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

2)   Pola aktivitas dan istirahat

Subjektif       : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam,menggigil, berkeringat pada malam hari.

Objektif        : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 –410C) hilang timbul.

3)   Pola nutrisi

Subjektif       : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.

Objektif        :   Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.

4)   Respirasi

Subjektif       :   Batuk produktif/non produktif sesaknapas, sakit dada.

Objektif        :   Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercakdarah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

5)   Rasa nyaman/nyeriS

Subjektif       :   Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Objektif         :   Berhati-hati pada area yang sakit,prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa                timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehinggatimbul pleuritis.

6)   Integritas ego

Subjektif       :   Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.

Objektif        :   Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.

7)   Pemeriksaan Diagnostik:

1. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.

2. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam.

3. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada

kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.

4. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus ataukerusakan paru karena TB paru.

5. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).

6. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitasvital menurun.

3.2         Diagnosa Keperawatan Tb Paru NANDA-I 2012-2014

 

3.2.1 Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivasi ulang ) B.d

 

1)      Pertahanan primer tak adekuat , penurunan kerjasilia

2)      Kerusakan jaringan

3)      Penurunan ketahanan

4)      Malnutrisi

5)      Terpapar lngkungan

6)      Kurang pengetahuan untuk menghindari pemaparan patogen

7)      Kriteria hasil :

- Pasien menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu– mengidentifkasi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi– Menunjukkan teknik , perubahan pola hidup untuk peningkatan lingkungan yang aman

 

3.2.2         Bersihan jalan nafas tak efektif B.d

1)      adanya secret

2)      Kelemahan , upaya batuk buruk

3)      Edema tracheal

4)      Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat

 

3.2.3   Resiko tinggi / gangguan pertukaran gas B.d

1)        Penurunan permukaan efektif paru , atelektasis

2)         Kerusakan membran alveolar – kapiler

3)        Sekret kental , tebal

4)        Edema bronchial

5)        Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan venilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan

 

3.2.4    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan B.d

1)        Kelemahan

2)        Sering batuk / produksi sputum

3)        Anorexia

4)        Ketidakcukupan sumber keuangan

5)        Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan BB, menunjukkan perubahan perilaku / pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan BB yang tepat

 

3.2.5   Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan B.d:

1)        Keterbatasan kognitif

2)        Tak akurat/lengkap informasi yang ada salah interpretasi informasi

3)        Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit dan pengobatan serta melakukan perubahan pola hidup dan berpartispasi dalam program pengobatan

3.3  Intervensi :

3.3.1    Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivasi ulang )

1)        Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi

Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.

2)         Identifikasi orang lain yang beresiko

Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.

3)         Anjurkan pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindari meludah

Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.

4)        Kaji tindakan kontrol infeksi sementara

Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.

5)        Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulan

Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.

6)         Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat

Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

7)         Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum

Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

8)         Kolaborasi pemberian antibiotic

Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.

 

3.3.2 Bersihan jalan nafas tak efektif

 

1)        Kaji fungsi pernafasan , kecepatan , irama , dan kedalaman serta penggunaan otot asesoris

Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.

2)        Catat kemampuan unttuk mengeluarkan mukosa / batuk efekttif

Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yangmemerlukan evaluasi/intervensi lanjut.

3)        Beri posisi semi/fowler

Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan

4)        Bersihkan sekret dari mulut dan trachea

Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.

5)        Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 mlper hari

Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan

6)        Kolaboras pemberian oksigen dan obat – obatansesuai dengan indikasi

Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.

 

 

 

3.3.3   Resiko tinggi / gangguan pertukaran gas

 

1)        Kaji Dipsnea,Takhipnea, menurunnya bunyi nafas ,peningkatan upaya pernafasan , terbatasnya ekspansi dinding dada , dan kelemahan

Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.

2)        Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan atau perubahan pada warna kulit

Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.

3)         Anjurkan bernafas bibr selama ekshalasi

Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.

4)        Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan atau Bantu aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan

Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.

5)         Kolaborasi oksigen

Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolarparu.

 

3.3.4   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

 

1)        Catat status nutrisi pasien pada penerimaan ,catat turgor kulit , BB, Integrtas mukosa oral , kemampuan menelan , riwayat mual / muntah atau diare

Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.

2)        Pastikan pola diet biasa pasien

Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.

3)        Awasi masukan dan pengeluaran dan BB secara periodic

Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.

4)        Selidiki anorexia , mual , muntah dan catat kemungkinan hhubungan dengan obat

Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.

5)         Dorong dan berikan periode stirahat sering.

Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.

6)        Berikan perwatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan

Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.

7)        Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.

Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.

8)        Kolaborasi ahli diet untuk menentukan komposisi diet,pemeriksaan laboratorium, dan kolaborasiantipiretik.

Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.

Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.

Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.

3.3.5  Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan

1)        Kaji kemampuan psen untuk belajar

Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.

2)         Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawat

Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.

3)        Tekankan pentingnya mempertahankan proten tinggi dan det karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.

Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.

4)        Berikan interuksi dan informasi tertuls khusus pada pasien untuk rujukan.

Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.

5)        Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama.

Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.

6)         Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah

Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.

7)        Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alcohol sementara minum INH

Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis

8)         Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memula dan kemudian tiap bulan selama minum etambutol

Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.

9)        Dorongan pasien/ atau orang terdekat untuk menyatakan takut / masalah. Jawab pertanyaan dengan benar.

Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.

10)    Dorong untuk tidak merokok

Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.

11)    Kaji bagaimana TB ditularkan dan bahaya reaktivasi

Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak,

fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

 

3.4         Implementasi

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi / pelakasanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan seta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.

3.5         Evaluasi

Pada tahap ini yang perlu dievaluasi pada klien dengan TB Paru adalah, mengacu pada tujuan yang hendak dicapaiyakni apakah terdapat :

3.5.1   Keefektifan bersihan jalan napas.

3.5.2   Intoleran aktivitas teratasi

3.5.3   Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.

3.5.4   Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.

3.5.5   Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis danprogram pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

http://ap2w1a.wordpress.com/2013/09/20/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-tb-paru/

II. TINJAUAN KEPERAWATAN

A.      Pengkajian :

1. Aktifitas/istirahat

Kelelahan : Tachicardia

Nafas pendek : Tachipnea

Sulit tidur pada malam hari : Kelelahan otot,

nyeri dan sesak.

2.      Integritas Ego

     Faktor stress : Menyangkal

     Masalah keuangan : Ansietas

     Perasaan tak berdaya.

3.       Makanan/Cairan

     Anoreksia

     Tidak dapat mencerna makanan

     Penurunan berat badan

4.       Nyeri/kenyamanan

     Nyeri dada meningkat : Gelisah, prilaku

distraksi

5.         Pernapasan

     Batuk : Peningkatan frekuensi pernafasan

     Nafas pendek : Bunyi nafas menurun.

     Riwayat TB : Karakteristik sputum : Hijau atau

bercak darah

6.       Interaksi sosial

     Perasaan isolasi

     Perubahan perasaan peran

7.       Penyuluhan

     Riwayat keluarga TB

     Status kesehatan buruk

     Gagal untuk membaik/kambuhnya TB

     Tidak berpartisipasi dalam therapy

 

B.  Diagnosa Keperawatan

1.      Tidak efektif  jalan nafas berhubungan dengan

peningkatan produksi sekret dan sekresi kental

ditandai dengan batuk dengan mengeluarkan sputum.

2.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan

gangguan suplai oksigen ditandai dengan dispnea.

3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan BB

menurun.

4.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan

dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh ditandai

dengan nyeri.

5.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi tindakan

berhubungan dengan kurang informasi/ tidak

mengenal informasi ditandai denagan pertanyaan

tentang informasi penyakitnya.

 

C.  Intervensi

     Diagnosa 1 : Kebersihan jalan nafas tidak efektif

berhubungan dengan peningkatan produksi sekret dan

sekresi kental ditandai dengan mengeluarkan sputum.

 -     Catat adanya bunyi nafas.

      -     Kaji / pantau  frekuensi pernafasan ,cacat

inspirasi /ekspirasi

      -     Catat adanya derajat dispnea ,misal:

keluhan lapar,ansietas dan gelisah 

      -     Dorong /bantu latihan nafas abdomen atau

bibir

      -     Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal:

peninggian kepala tempat tidur

Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan

dengan gangguan suplai oksigen ditandai dengan

dispnea.

-     Kaji frekuensi pernapasan

-   Tinggikan kepala tempat tidur,bantu pasien untuk

memilih posisi yang mudah untuk bernafas.

      -     Dorong  mengeluarkan sputum,pengisapan bila

di indikasikan.

      -     Catat adanya bunyi nafas

-     Awasi tingkat kesadaran/status mental

     Diagnosa 3 : Perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia ditandai

dengan BB menurun.

-       Kaji kebiasan diet,masukan saat ini

-       Auskultasi bunyi usus

-         Berikan perawatan oral,sering buang secret.

-       Hindari makan sangat panas /sangat dingin.

-       Hindari makanan penghasil gas

-       Timbang berat badan sesuai indikasi

Diagnosa 4 : Resiko tinggi terhadap infeksi

berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh

ditandai dengan nyeri.

-       Awasi suhu,kaji pentingnya latihan nafas,batuk

efektif,perubahan posisi sering dan masukkan cairan

adekuat.

-       Observasi warna,karakter dan  sputum.

-       Tunjukkan dan bantu pasien tentang  pembuangan

tisu dan sputum.

-       Dorong antara aktivaitas dan istirahat.

-       Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

Diagnosa 5 : Kurang pengetahuan mengenai kondisi

tindakan berhubungan dengan kurang informasi/ tidak

mengenal informasi ditandai dengan pertanyaan

tentang informasi penyakitnya.

-          Jelaskan proses penyakit individu.

-          Instruksikan latihan nafas.

-          Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan

reaksi yang tak diinginkan.

-          Kaji kebutuhan / dosis oksigen untuk pasien

yang kurang oksigen. 

D. Implementasi

     Diagnosa 1 :

 -     Mencatat adanya bunyi nafas,

      -     Mengkaji / pantau  frekuensi

pernafasan ,cacat inspirasi /ekspirasi

      -     Mencatat adanya derajat

dispnea ,misalnya :keluhan lapar,ansietas dan

gelisah 

      -     Mendorong /bantu latihan nafas abdomen atau

bibir

 -     Mengkaji pasien untuk posisi yang nyaman

misal: peninggian kepala tempat tidur.

Diagnosa 2 :

-       Mengkaji frekuensi pernapasan

-     Meninggikan kepala tempat tidur,bantu pasien

untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.

-       Mendorong  mengeluarkan sputum,pengisapan bila

di indikasikan.

-          Mencatat adanya bunyi nafas

-          Mengawasi tingkat kesadaran/status mental

Diagnosa 3 :

-       Mengkaji kebiasan diet,masukan saat ini

-       Auskultasi bunyi usus

-         Memberikan perawatan oral,sering buang secret.

-       Menghindari makan sangat panas /sangat dingin.

-       Menghindari makanan penghasil gas

-       Menimbang berat badan sesuai indikasi

Diagnosa 4 :

-       Mengawasi suhu,kaji pentingnya latihan nafas,batuk

efektif,perubahan posisi sering dan masukkan cairan

adekuat.

-       Mengobservasi warna,karakter dan  sputum.

-       Menunjukkan dan bantu pasien tentang 

pembuangan tisu dan sputum.

-       Mendorong antara aktivaitas dan istirahat.

-       Mendiskusikan kebutuhan masukan nutrisi

adekuat.

Diagnosa 5 :

-          Menjelaskan proses penyakit individu.

-          Menginstruksikan latihan nafas.

-          Mendiskusikan obat pernafasan, efek samping

dan reaksi yang tak diinginkan.

-          Mengkaji kebutuhan / dosis oksigen untuk

pasien yang kurang oksigen.     

  E. Evaluasi

- Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi

nafas bersih/jelas.

- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki kebersihan

jalan nafas.

- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi

jaringan adakuat dengan GDA dalam rentang normal.

- Berpartipasi dalam program dalam tingkat

kemampuan/situasi

- Menyatakan pemahaman penyebab / resiko individu

- Mengidentifikasi intervensi untuk mencengah /untuk

menurunkan resiko infeksi

http://dahman.heck.in/makalah-askep-tb-paru.xhtml