CATATAN PERJALANAN KE KABUPATEN LINGGA (Kep. Riau) (gusmailina & sri k.)

10
CATATAN PERJALANAN KE PULAU LINGGA, DALAM RANGKA EKSPLORASI Dryobalanops aromatica Oleh : Gusmailina dan Sri Komarayati (FORPRO Majalah Ilmiah Populer Bidang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Vol. 2, No.2, Edisi Desember 2013) I. Kondisi umum Pulau Lingga merupakan salah satu pulau yang berada di Kabupaten Lingga, termasuk wilayah Propinsi Kepulauan Riau (Kepri). Untuk mencapai pulau Lingga hanya bisa dicapai dengan menggunakan kapal motor (ferry) selama kurang lebih 5-6 jam melalui pelabuhan Sekupang di Pulau Batam, atau pelabuhan Tanjung Pinang di Pulau Bintan. Pelabuhan Tanjung Pinang dicapai selama 40 menit dengan kapal motor dari pulau Batam. Perjalanan laut dengan kapal motor selama 6 jam cukup mengasyikkan, karena bebas hambatan (tanpa macet dan lampu merah). Untuk mencapai pelabuhan Tanjung Buton di Pulau Lingga, secara rutin kapal motor akan berhenti di lima dermaga kecil di beberapa pulau antara lain : pulau Benan, Tanjung Kelid, Pulon, pelabuhan Jagoh di Dabo Singkep, dan berakhir di Tanjung Buton di Pulau Lingga. Berbagai informasi menyebutkan bahwa Kabupaten Lingga disebut juga Bunda Tanah Melayu karena banyak menyimpan peninggalan sejarah yang tidak bisa diukur dengan materi, salah satu 1

Transcript of CATATAN PERJALANAN KE KABUPATEN LINGGA (Kep. Riau) (gusmailina & sri k.)

CATATAN PERJALANAN KE PULAU LINGGA, DALAM RANGKA EKSPLORASI Dryobalanops aromatica

Oleh :

Gusmailina dan Sri Komarayati(FORPRO Majalah Ilmiah Populer Bidang Keteknikan Kehutanan dan

Pengolahan Hasil Hutan. Vol. 2, No.2, Edisi Desember 2013)

I. Kondisi umum

Pulau Lingga merupakan salah satu pulau yang berada di

Kabupaten Lingga, termasuk wilayah Propinsi Kepulauan Riau

(Kepri). Untuk mencapai pulau Lingga hanya bisa dicapai dengan

menggunakan kapal motor (ferry) selama kurang lebih 5-6 jam

melalui pelabuhan Sekupang di Pulau Batam, atau pelabuhan

Tanjung Pinang di Pulau Bintan. Pelabuhan Tanjung Pinang

dicapai selama 40 menit dengan kapal motor dari pulau Batam.

Perjalanan laut dengan kapal motor selama 6 jam cukup

mengasyikkan, karena bebas hambatan (tanpa macet dan lampu

merah). Untuk mencapai pelabuhan Tanjung Buton di Pulau

Lingga, secara rutin kapal motor akan berhenti di lima dermaga

kecil di beberapa pulau antara lain : pulau Benan, Tanjung

Kelid, Pulon, pelabuhan Jagoh di Dabo Singkep, dan berakhir di

Tanjung Buton di Pulau Lingga.

Berbagai informasi menyebutkan bahwa Kabupaten Lingga disebut

juga Bunda Tanah Melayu karena banyak menyimpan peninggalan

sejarah yang tidak bisa diukur dengan materi, salah satu

1

peninggalan yang masih banyak didapati adalah tempayan yang

terdapat di Daik, Kecamatan Lingga yang dahulu merupakan pusat

pemerintahan Kesultanan Lingga. Secara geografis Kabupaten

Lingga terletak pada 0 °20 LU 0 °40 LS dan diantara 104° BB dan

105° BT, dengan batas wilayahnya: sebelah barat Laut Indragiri,

sebelah timur Laut Cina Selatan, sebelah utara Kecamatan Galang

Kota Batam dan Laut Cina Selatan, dan sebelah selatan laut

Bangka dan selat Berhala. Kabupaten Lingga terdiri dari 531

buah pulau besar dan kecil, 95 buah sudah dihuni, sedangkan

sisanya 436 buah belum berpenghuni, namun sebagian sudah

dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas kegiatan pertanian,

khususnya usaha perkebunan.

Kabupaten Lingga dengan ibu kota Daik memiliki luas 1.117,72 km2

yang terbagi dalam 57 desa/kelurahan dan 5 kecamatan,

diantaranya Kecamatan Singkep Barat, Kecamatan Singkep,

Kecamatan Lingga, Kecamatan Lingga Utara, dan Kecamatan

Senayang. Di Pulau Lingga terdapat Gunung Daik yang memiliki 3

cabang puncak, yaitu Gunung Daik (tertinggi), Pejantan atau

Pinjam Pinjaman (menengah) dan Cindai Menangis (terendah).

Gunung Daik memiliki ketinggian 1165 mdpl dan puncaknya sulit

dipanjat.

2

A B CGambar 1. Dermaga Tg. Buton di Pulau Lingga (A), Puncak Gunung

Daik Lingga yang unik (lingkaran)dilihat dari laut Lingga (B) dan dari kota Daik Lingga(C)

II. Potensi Hutan di Pulau Lingga

Berdasarkan analisis citra satelit, kondisi umum kawasan hutan

Pulau Lingga masih sangat baik, sebagian besar berupa hutan

dataran rendah. Hutan primer masih cukup luas di beberapa

daerah pegunungan. Data luasan tiap tipe pemanfaatan lahan

(land use) menunjukkan dominasi hutan dataran rendah terjadi di

seluruh kawasan. Pulau Lingga memiliki luas 85.517 ha yang

terbagi menjadi beberapa tipe penutupan lahan, antara lain;

hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi, hutan mangrove,

lahan terbuka, pemukiman, perkebunan, semak belukar, dan

tegalan.

3

Tabel 1 : Pemanfaatan lahan berdasarkan Citra Satelit di PulauLingga

No Pemanfaatan lahan Luas (Ha)1 Hutan dataran tinggi (hutan

primer)7.361

2 Hutan dataran rendah 73.2503 Hutan mangrove 2.3344 Tegalan 4925 Semak belukar 1.4036 Pemukiman 3857 Lahan terbuka 1038 Perkebunan 189

Luas Pulau Lingga 85.517

III. Hutan Lindung

Hutan Lindung Gunung Daik di Pulau Lingga telah ditetapkan

berdasarkan SK Kepala Daerah Tingkat I Riau No. Kpts.

96/III/1998/tanggal 23 Maret 1998, dengan luas 14.557,54 Ha.

Namun sebelumnya, SK Penunjukan No. 671/XII/78, hutan Lindung

Gunung Daik tertulis 49.000 ha. Data spasial yang ada adalah

TGHK 1985 yang membagi hutan menjadi hutan lindung, hutan

produksi terbatas, dan mangrove, sehingga data spasial tentang

Hutan Lindung Gunung Daik belum dapat ditampilkan. Kawasan

hutan ini terletak di daerah Gunung Daik, yang merupakan Gunung

tertinggi di Pulau Lingga. Permasalahan yang ada pada hutan

ini adalah tata-batas kawasan belum jelas, ada kebun-kebun

4

penduduk di dalam hutan dan pembalakan liar/illegal logging

(Aswandi, 2013).

Potensi obyek wisata alam yang menonjol adalah air terjun

Sungai Resun yang juga sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk

sumber air minum. Potensi hasil hutan non kayu seperti jernang,

rotan, tumbuhan obat, bakau dan arang bakau, buah-buahan dan

getah merah juga sangat tinggi, akan tetapi informasi lengkap

mengenai potensi HHBK ini belum tersedia dalam angka. Hal ini

diterangkan oleh Kepala Kantor Seksi Konservasi BKSDA Wilayah

II Batam, di Sekupang, Batam bahwa inventarisasi potensi hutan

baik kayu maupun non kayu baru akan dilaksanakan tahun 2013

ini.

IV. Penjelajahan Dryobalanops

5

Gambar 2. Distribusi tipe hutanlindung di Pulau Lingga

Sesuai dengan tujuan perjalanan ini adalah untuk memperoleh

minyak/getah pohon Dryobalanops dimana informasi tentang

keberadaan pohon ini sudah diperoleh sebelumnya. Bersama staf

Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kabupaten Lingga, penjelajahan

pencarian pohon Dryobalanops dilakukan mulai tanggal 20–26 Mei

2013. Masyarakat setempat telah mengenal pohon ini dengan nama

pohon kapur, dikenal sejak lama, karena selalu dimanfaatkan

untuk konstruksi rumah sejak dahulu sebab kayunya sangat kuat

dan awet (komunikasi langsung dengan Kepala Dinas Pertanian dan

Kehutanan, Kabupaten Lingga, 2013). Kayu yang digunakan

umumnya diperoleh dari areal hutan milik sendiri.

Tegakan Dryobalanops aromatica terdapat di Hutan Lindung Gunung

Daik yang membentang sepanjang Pulau Lingga dari utara ke

selatan. Sepanjang Gunung Daik ditemukan Pohon Dryobalanops

aromatica merupakan pohon yang mendominasi hutan lindung ini,

dengan diameter berkisar antara 20 hingga 80 cm. Anakan maupun

pancang pohon ini sangat banyak ditemukan, sehingga bisa

disimpulkan bahwa Hutan Lindung Gunung Daik Lingga merupakan

habitat yang sangat cocok bagi pertumbuhan Dryobalanops aromatica.

6

Gambar 3. Kondisi sebagian Hutan Lindung Gunung Daik, anakandan sapling/anakan tingkat pancang di dominasi oleh D. Aromatica

yang tumbuh pada kemiringan 10-45 o

Tegakan D.aromatica tumbuh berasosiasi dengan berbagai jenis

pohon lainnya dari kelompok Dipterocarpaceae seperti Shorea dan

Dipterocarpus. Tegakannya cukup rapat dengan permudaan yang

sangat baik yang terlihat dari banyaknya anakan/semai, tiang

dan pancang Dryobalanops aromatica. Dari beberapa pohon terpilih

yang disadap, diperoleh minyak sekitar 700 ml, karena tidak

semua pohon kapur menghasilkan minyak. Selain minyak juga

diperoleh getah/damar kapur sekitar 500 gr sebagai bahan untuk

pengujian selanjutnya di laboratorium.

Gambar 4. Pengambilan getah/damar kapur D. aromatica

7

Selain di Hutan Lindung, pohon kapur juga banyak dijumpai di

lahan hutan milik masyarakat, sehingga sampai sekarang

masyarakat masih menebang pohon kapur untuk kebutuhan sendiri,

dan minyak yang diperoleh sewaktu penebangan dikumpulkan

kemudian dibagikan kepada kerabat hanya digunakan sekedar untuk

pengobatan (obat sakit perut/masuk angin dan obat luka yang

mujarab). Masyarakat setempat sama sekali belum mengetahui

bahwa minyak tersebut sangat berharga dan mempunyai nilai jual.

V. Mitos pengambilan minyak kapur

Gambar 5. Menampung minyak kapur setelah pohon dikoak.

“Believe it or not” percaya atau tidak, demikian ungkapan yang paling

tepat untuk menyatakan suatu mitos dalam pengambilan minyak

kapur (Dryobalanops aromatica). Sama halnya dengan kepercayaan

masyarakat di Subulussalam, sebagian besar masyarakat di Daik

Lingga juga mempercayai bahwa untuk mengambil minyak kapur ini

banyak hal yang harus diperhatikan. Pertama, untuk mengambil

minyak kapur kaum hawa (perempuan) dilarang ikut ke hutan

karena banyak “peri-peri”, demikian masyarakat menyebutnya.

8

Untuk mengambil minyak kapur, tidak dianjurkan beramai-ramai,

karena kalau ramai dan banyak suara, minyak kapur tidak akan

keluar. Yang lebih penting adalah, jika seorang suami ke hutan

untuk mencari minyak kapur, maka sang isteri, tidak boleh

menyapu rumah, mandi, serta bersolek termasuk menyisir rambut

hingga suami kembali ke rumah. Wallahu ‘alam..

Percaya atau tidak, hal tersebut penulis alami, sewaktu ikut ke

hutan beberapa pohon yang di koak sama sekali tidak

mengeluarkan minyak. Namun keesokan harinya sewaktu penulis

tidak ikut ke hutan, minyak kapur banyak diperoleh. Pengalaman

ini mungkin bisa jadi rujukan apabila hendak mencari minyak

kapur, kaum hawa tidak dianjurkan untuk ikut ke hutan.

Demikian laporan singkat ini dibuat, semoga bermanfaat.

VI. Sumber Informasi

Aryanto. 2013. Staf Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam.Batam.

Aswandi. 2013. Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan.Kabupaten Lingga

Maidi, H.C. 2013. Staf Dinas Pertanian dan KehutananKabupaten Lingga

9

Kurniawan, N.P. 2013. Kepala Seksi Konservasi Wilayah IIBatam. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam. Batam.

Kesuma, W. 2013. Ahli Botani. Kabupaten Lingga

10