LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN Nomor: KEP

37
LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN Nomor: KEP- /1.01/PPATK/04/09 Tanggal 17 April 2009 PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM)

Transcript of LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN Nomor: KEP

LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN Nomor: KEP- /1.01/PPATK/04/09 Tanggal 17 April 2009

PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN

(WHISTLEBLOWING SYSTEM)

1

DAFTAR ISI

halaman

Bab I. PENDAHULUAN ………………….. 2 A. Latar Belakang ………………….. 2 B. Maksud, Tujuan Dan Manfaat ………………….. 4

Bab II. PRINSIP-PRINSIP PELAPORAN PELANGGARAN ………………….. 6 A. Pengertian ………………….. 6 B. Asas Pelaporan Pelanggaran ………………….. 8 C. Pengungkapan Identitas Pelapor ………………….. 10 Bab III. ORGANISASI ………………….. 11 A. Media Pelaporan Pelanggaran ………………….. 11 B Organisasi Pelaporan Pelanggaran ………………….. 11 1. Komitmen ………………….. 11 2. Unit Responsibilitas ………………….. 12 3. Aspek Operasional ………………….. 12 4. Aspek Pemeliharaan ………………….. 13 C. Mekanisme Pelaporan Pelanggaran ………………….. 14 D. Pelaporan Eksternal ………………….. 15 Bab IV. STANDAR PROSEDUR OPERASI ………………….. 16 A. Pengendalian ………………….. 16 B. Penerimaan Dan Analisis Laporan ………………….. 17 C. Pemeriksaan Dan Investigasi ………………….. 23 D. Permintaan Perlindungan ………………….. 27 Bab V. IMPLEMENTASI ………………….. 30

A. Sosialisasi dan Penerapan ………………….. 30 B. Evaluasi ………………….. 31

Gambar Ihtisar Prosedur Pelaporan Pelanggaran ………………….. 32

Contoh Formulir Laporan Pelanggaran ………………….. 33 Contoh Reviu Benturan Kepentingan ………………….. 36

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pelaksanaan good governance suatu entitas baik entitas publik maupun

swasta, transparansi merupakan sebagai salah satu faktor penting untuk mendorong

pimpinan atau pengelola atau pegawai suatu organisasi dalam memberikan

kontribusi yang bermanfaat dan bernilai tambah (added value) baik bagi organisasi

maupun pemangku kepentingan. Terdapat berbagai metode atau cara dalam

implementasi transparansi untuk mendukung efektivitas pelaksanaan good

governance, salah satu metode dimaksud adalah Sistem Pelaporan Pelanggaran

(SPP) atau whistleblowing system (WBS). Menurut sejarahnya, SPP/WBS berawal

dari jaman Romawi yang disebut sebagai “Qui Tam” yaitu suatu mekanisme

penegakan hukum dimana warga sipil dapat menuntut atas nama pemerintah dalam

hal terdapat kasus kecurangan dan korupsi serta menerima penghargaan dalam

pelaksanaan penuntutan tersebut.

Dalam perkembangannya, SPP/WBS dikodifikasikan dalam bentuk undang-undang

dimana salah satu undang-undang tertua tentang WBS terdapat di Amerika Serikat

yaitu US False Claim Act pada 1863. Undang-undang dimaksud disahkan setelah

ditemukannya perusahaan yang menjual perlengkapan palsu ke angkatan darat

selama masa perang saudara. Perkembangan SPP/WBS yang lebih modern terjadi

mulai tahun 1960-an di Amerika Serikat selanjutnya berkembang di negara-negara

maju. Terdapat 7 (tujuh) negara yaitu Kanada, Jepang, Selandia Baru, Inggris,

Rumania, Afrika Selatan dan Amerika Serikat yang melakukan pengaturan SPP/WBS

dalam bentuk undang-undang secara komprehensif. Sedangkan sejumlah negara

melakukan pengaturan secara parsial untuk SPP/WBS, termasuk Indonesia.

Implementasi SPP di Indonesia relatif baru yaitu pada awal tahun 2000. Kewajiban

melaksanakan whistleblowing system (WBS) belum merupakan suatu persyaratan

dalam pelaksanaan operasional suatu organisasi atau institusi. Namun demikian,

3

pengaturan tentang SPP secara parsial terdapat pada antara lain UU No. 28 Tahun

1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi

Dan Nepotisme, UU No. 15 Tahun 2002 juncto UU No. 25 Tahun 2005 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang dan UU No. 7 Tahun 2006 tentang Ratifikasi United

Nations Convention Against Corruption.

Meningkatnya pelanggaran, penyalahgunaan wewenang dan atau penyimpangan

yang terjadi baik dalam pelaksanaan tugas kepemerintahan maupun di sektor

swasta seperti korupsi, suap maupun praktik kecurangan lainnya mendorong

diperlukannya suatu sistem yang efektif untuk lebih dini mencegah terjadinya

pelanggaran dan atau penyimpangan dimaksud. Pencegahan lebih dini sebagai

bagian dari early warning system dimaksudkan agar organisasi dapat memecahkan

persoalannya secara mandiri sebelum permasalahan yang timbul diketahui oleh

publik sehingga berdampak pada reputasi organisasi dan lainnya. Menurut hasil

penelitian beberapa institusi seperti Organization for Economic Co-operation and

Development (OECD), Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) dan Global

Economic Crime Survey (GECS), salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah

dan memberantas praktik pelanggaran, penyimpangan dan atau praktik yang

bertentangan dengan good governance adalah melalui implementasi SPP/ WBS.

Kultur budaya yang relatif permisif merupakan salah satu tantangan bagi

keberhasilan implementasi SPP/WBS. Ketersediaan personel yang kompeten,

goodwill dari Pimpinan serta ketersediaan anggaran yang memadai juga merupakan

faktor-faktor pendukung keberhasilan SPP/WBS. PPATK memiliki dan mengutamakan

komitmen terhadap transparansi, integritas dan akuntabilitas. Namun demikian,

dalam pelaksanaan operasional sehari-hari PPATK mengantisipasi kemungkinan

adanya pelanggaran, penyalahgunaan, dan atau malapraktik yang dapat

berpengaruh secara signifikan terhadap reputasi PPATK. Melalui SPP/WBS

diharapkan sebagai salah satu metoda deteksi dini atas terjadinya pelanggaran

dimaksud. Dengan adanya implementasi SPP/WBS ini diharapkan budaya

keterbukaan semakin meningkat dan mendorong kinerja organisasi, melindungi para

pemangku kepentingan serta menjadi salah satu budaya organisasi. Dengan

4

demikian pada gilirannya efektivitas fungsi dan tugas pokok dapat tercapai baik

dalam rentang waktu pendek maupun panjang serta meningkatnya reputasi PPATK

baik di dalam maupun luar negeri.

B. Maksud , Tujuan dan Manfaat

Pedoman SPP/WBS ini disusun dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi Pimpinan

dan seluruh pegawai PPATK dalam berprilaku terhadap hal-hal yang terkait dengan

pelanggaran dan atau penyimpangan kode etik, hukum, standar prosedur operasi

dan kebijakan manajemen serta hal-hal lainnya yang dipandang perlu dapat

merugikan dan/atau membahayakan organisasi seperti lingkungan, gedung kantor,

kondisi kerja, reputasi organisasi, pemangku kepentingan dan lainnya.

Tujuan SPP bagi internal organisasi PPATK adalah:

1. Mendorong setiap Pimpinan dan pegawai PPATK untuk menyampaikan kepada

pihak internal PPATK yang berwenang tentang pelanggaran dan atau

penyimpangan kode etik, hukum, standar prosedur operasi, kebijakan

manajemen serta hal-hal lainnya yang dipandang perlu dapat merugikan

dan/atau membahayakan organisasi seperti lingkungan, gedung kantor, kondisi

kerja, reputasi organisasi dan lainnya. Tujuan penyampaian pelanggaran dan

atau penyimpangan tersebut dimaksud agar Pimpinan dapat mengambil

tindakan yang sesuai secara tepat waktu untuk menyelesaikan permasalahan

yang menjadi penyebab terjadinya pelanggaran dan atau penyimpangan.

2. Meminimalisasikan kemungkinan terjadinya risiko yang merugikan PPATK

apabila mekanisme internal sebagiamana ditentukan tidak dapat dilaksanakan

atau diberlakukan dan atau disalahgunakan oleh Pimpinan atau pegawai

PPATK.

3. Memberikan pemahaman edukasi kepada pegawai bahwa PPATK memberikan

perhatian utama pada ketaatan terhadap kode etik.

4. Meyakinkan kembali kepada setiap insan PPATK terhadap perlindungan dari

hukuman, tindakan balasan atau perlakuan yang tidak wajar dan adil apabila

mengungkapkan pelanggaran dengan itikad baik.

5

5. Mendukung budaya keterbukaan (openness), akuntabilitas dan integritas.

6. Meningkatkan efektivitas good governance, pengendalian internal dan kinerja

pegawai maupun organisasi.

Secara umum manfaat dari penyelenggaraan SPP/WBS yang baik dan efektif antara

lain adalah:

1. Tersedianya cara penyampaian informasi penting dan kritis secara lebih dini

tentang pelanggaran bagi Pimpinan PPATK dalam rangka memberikan

penugasan kepada pihak yang harus segera menangani permasalahan yang

terjadi secara tepat waktu dan efektif.

2. Menumbuhkan kondisi keengganan untuk melakukan pelanggaran dengan

semakin meningkatnya kesediaan untuk melaporkan terjadinya pelanggaran

karena kepercayaan terhadap sistem pelaporan yang efektif.

3. Menyediakan mekanisme deteksi dini (early warning system) atas

kemungkinan terjadinya masalah akibat suatu pelanggaran.

4. Menyediakan mekanisme penyampaian suatu permasalahan pelanggaran

apabila menurut pelapor tidak memungkinkan atau tidak tepat untuk

menyelesaikan permasalahan dengan cara lain bila disampaikan kepada atau

mendiskusikan dengan atasan langsung.

5. Menyediakan kesempatan untuk menangani masalah pelanggaran secara

internal terlebih dahulu, sebelum meluas menjadi masalah pelanggaran yang

bersifat publik.

6. Memitigasi risiko yang dihadapi organisasi akibat dari pelanggaran baik dari

segi keuangan, operasi, hukum, keselamatan kerja dan reputasi.

7. Mengurangi biaya dalam menangani akibat dari terjadinya pelanggaran.

8. Meningkatnya reputasi PPATK dari sudut pandang pemangku kepentingan

(stakeholders), regulator dan masyarakat umum.

9. Memberikan masukan kepada organisasi untuk melihat lebih komprehensif dan

menyeluruh area kritikal dan proses kerja yang memiliki kelemahan

pengendalian internal, serta untuk merancang tindakan perbaikan yang

diperlukan.

6

BAB II

PRINSIP-PRINSIP PELAPORAN PELANGGARAN

A. Pengertian

Dalam Sistem Pelaporan Pelanggaran (SPP) ini yang dimaksud dengan:

1. Pelanggaran (wrongdoing) adalah perbuatan yang melanggar peraturan

perundang-undangan, standar prosedur operasi, kebijakan, kode etik dan

lainnya, serta dapat dilaporkan. Termasuk dalam aktivitas pelanggaran antara

lain, tetapi tidak terbatas pada :

a. Melanggar peraturan perundang-undangan, misalnya pemalsuan tanda

tangan, korupsi, penggelapan, mark up, penggunaan narkoba, perusakan

barang.

b. Melanggar pedoman kode etik, misalnya benturan kepentingan, pelecehan,

terlibat dalam kegiatan masyarakat yang dilarang.

c. Melanggar prinsip Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku.

d. Melanggar kebijakan dan prosedur operasional, ataupun kebijakan,

prosedur, peraturan lain yang dianggap perlu oleh PPATK.

e. Menyalahgunakan wewenang atau jabatan untuk kepentingan pribadi dan

atau golongan/kelompok;

f. Melakukan iregularitas seperti pemalsuan dokumen, kesalahan apropriasi

(misappropriation) sumberdaya (aset, dana, perlengkapan kantor dan

lainnya), serta penggunaan yang tak berdasarkan otorisasi atau

penyalahgunaan aset tetap, mesin dan peralatan kantor atau

catatan/pembukuan administrasi kantor.

g. Tindakan kecurangan lainnya yang dapat menimbulkan kerugian financial

ataupun non-finansial.

h. Tindakan yang membahayakan keselamatan kerja.

2. Pelaporan pelanggaran “(whistle-blowing)” adalah pengungkapan tindakan

pelanggaran atau pengungkapan perbuatan yang melawan hukum, perbuatan

tidak etis/tidak bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi

maupun pemangku kepentingan, yang dilakukan oleh pegawai atau pimpinan

7

organisasi kepada pimpinan organisasi atau lembaga lain yang dapat

mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut. Pengungkapan ini umumnya

dilakukan secara rahasia (confidential).

3. Pelapor pelanggaran (whistleblower) adalah pegawai dari organisasi itu sendiri

(pihak internal), akan tetapi tidak tertutup adanya pelapor berasal dari pihak

eksternal (kontraktor, pemasok, masyarakat). Pelapor seyogyanya memberikan

bukti, informasi atau indikasi yang jelas atas terjadinya pelanggaran yang

dilaporkan, sehingga dapat ditelusuri atau ditindaklanjuti. Ketiadaan informasi

yang memadai, laporan akan sulit untuk ditindaklanjuti.

4. Saksi adalah seseorang yang melihat dan mendengar atau mengalami sendiri

tindak pelanggaran yang dilakukan oleh terlapor dan bersedia memberikan

keterangannya di depan sidang pengadilan. Seorang pelapor mungkin saja

menjadi saksi, tetapi tidak semua pelapor dapat menjadi saksi.

5. Pelapor adalah orang yang melaporkan adanya tindak pelanggaran, tetapi

mungkin yang bersangkutan tidak melihat dan mendengar sendiri pelaksanaan

tindak pelanggaran tersebut, tetapi mempunyai bukti- bukti surat atau alat

bukti petunjuk ( rekaman, gambar, dll) bahwa telah terjadi tindak pelanggaran.

6. Investigasi adalah kegiatan untuk menemukan bukti-bukti terkait dengan

pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai atau organisasi yang telah

dilaporkan melalui SPP.

7. Pegawai adalah pegawai PPATK sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur tentang pegawai

PPATK.

8. Imunitas administratif adalah perlindungan yang diberikan oleh PPATK kepada

pelapor pelanggaran (whistleblower) terhadap status administratif seperti

status kepegawaian, sanksi administratif dan lainnya sebagai akibat

keterlibatan tindakan pelanggaran yang dilaporkan.

8

B. Asas Pelaporan Pelanggaran

Secara umum asas-asas dalam pengelolaan SPP adalah rahasia (confidential), tidak

memihak (impartial), independen dan perlindungan terhadap pelapor.

1. Rahasia.

Setiap identitas pelapor wajib dirahasiakan oleh pengelola SPP. Dalam rangka

menjaga kerahasiaan pelapor, pengelola SPP wajib memberikan perlindungan

atas kerahasiaan identitas pelapor sesuai dengan mekanisme perlindungan

kerahasiaan seperti perahasiaan dan penyamaran identitas pelapor. Kewajiban

merahasiakan identitas pelapor tidak berlaku apabila proses peradilan yang perlu

menyatakan identitas atas pelaporan pelanggaran.

Dalam rangka perlindungan identitas pelapor, Pengelola SPP wajib

menyamarkan, termasuk memberi kode atau metoda lainnya, identitas pelapor

untuk menghindarkan adanya subyektivitas, kecurigaan serta menghindarkan

sikap memihak.

2. Tidak memihak

Setiap laporan pelanggaran dan atau penyimpangan kepada pengelola SPP wajib

memenuhi sifat tidak memihak (impartial) suku, ras, agama dan golongan serta

tidak bersifat fitnah dan atau laporan palsu.

3. Independen

Pengelola SPP wajib bersikap independen atas laporan yang diterima. Dalam hal

laporan yang diterima terkait dengan pengelola SPP maka petugas pengelola

yang bersangkutan wajib mengajukan pengunduran diri dari penugasan

menangani kasus dimaksud secara tertulis kepada Pimpinan atau pejabat yang

berwenang di PPATK dalam rangka untuk menghindarkan adanya benturan

kepentingan.

4. Perlindungan Terhadap Pelapor

Pimpinan instansi/organisasi, termasuk pengelola SPP/WBS, wajib memberikan

perlindungan, termasuk imunitas administrasi, kepada pelapor pelanggaran

9

terhadap pembalasan, tekanan atau ancaman baik secara fisik, psikologis,

administrasi maupun penuntutan hukum.

Perlindungan terhadap pelapor terhadap perlakuan yang merugikan antara lain

seperti:

a. Penurunan jabatan atau pangkat;

b. Penundaan kenaikan pangkat;

c. Penundaan kenaikan gaji berkala dan atau tunjangan;

d. Pemutasian yang tidak adil;

e. Pemecatan yang tidak adil;

f. Pengenaan sanksi baik langsung maupun tak langsung;

g. Pelecehan atau diskriminasi dalam segala bentuknya;

h. Intimidasi, pemaksaan atau menjadikan korban;

i. Catatan yang merugikan dalam arsip/file data pribadi atau kepegawaian

pelapor.

Perlindungan terhadap pelapor pelanggaran dilaksanakan apabila pelaporan

pelanggaran menyampaikan pengungkapan dengan memenuhi kriteria berikut:

a. beritikad baik berdasarkan dorongan moral dan etika serta tidak

mengharapkan imbalan materi dan atau popularitas;

b. Informasi dan atau pelanggaran yang disampaikan yang telah terjadi dan

dapat dipercaya (reasonable belief);

c. Hal-hal yang terjadi sesuai dengan informasi dan atau pelanggaran yang

disampaikan/dilaporkan dan dapat dipercaya.

Kriteria asas perlindungan terhadap pelapor pelanggaran wajib dipenuhi dalam

rangka menghindarkan adanya laporan palsu, fitnah, bersifat mengada-ada atau

tidak beritikad baik. Dalam hal laporan pelanggaran tidak memenuhi kriteria

pelaporan pelanggaran, maka pelapor wajib dikenakan sanksi. Usulan pengenaan

sanksi disampaikan oleh Pengelola SPP/WBS kepada Pimpinan PPATK.

Dalam hal pelapor memandang perlu membutuhkan perlindungan selain

perlindungan dari PPATK, maka pelapor dapat meminta bantuan pada Lembaga

10

Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagaimana dimaksud dalam pasal 13

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

C. Pengungkapan Identitas Pelapor

Pengungkapan identitas pelapor kepada pihak lain atau eksternal wajib memenuhi

kriteria berikut:

1. Pengelola SPP/WBS dilarang mengungkapkan identitas pelapor tanpa

persetujuan, baik secara lisan atau tertulis, dari pelapor kecuali dalam hal:

a. Dipersyaratkan oleh undang-undang atau proses peradilan;

b. Laporan yang disampaikan berisikan hal-hal malapraktik, penyalahgunaan

wewenang atau pelanggaran;

c. Hal-hal yang dilaporkan terkait dengan kepentingan publik atau

masyarakat.

2. Apabila dalam faktanya bahwa identitas pelapor perlu diungkapkan atau tidak

disembunyikan sebagaimana diperlukan investigasi atau dalam rangka

diperlukannya pengambilan tindakan yang sesuai, maka pengeloa SPP/WBS

atau investigator wajib meminta persetujuan terlebih dahulu kepada pihak

pelapor.

3. Dalam hal informasi identitas pelapor diungkapkan maka pengungkapan

identitas pelapor hanya dapat disampaikan kepada pihak yang meminta

identitas pelapor. Pengelola SPP/WBS wajib mendapat persetujuan terlebih

dahulu dari Kepala PPATK atau pejabat yang dikuasakan sebelum

menyampaikan identitas pelapor

11

BAB III

ORGANISASI PELAPORAN

A. Media Komunikasi

Efektivitas implementasi SPP/WBS memerlukan suatu saran atau media komunikasi

yang dapat diakses oleh pelapor. Media dimaksud digunakan oleh pelapor untuk

mengkomunikasikan pelanggaran yang akan dilaporkan ke pengelola SPP/WBS.

Media komunikasi yang digunakan oleh pelapor dapat berbentuk:

- komunikasi secara fisik atau tatap muka,

- tertulis,

- telepon,

- e-mail,

- kotak pos atau

- bentuk lainnya.

Pengelola SPP/WBS wajib melakukan penatausahaan laporan yang diterima dari para

pelapor serta merahasiakan identitas pelapor. Pengelola SPP/WBS wajib mendorong

pelapor untuk mengungkapkan dan menyampaikan hal-hal yang berbentuk

pelanggaran, penyalahgunaan wewenang dan atau kecurangan secara tertulis dalam

rangka dokumentasi terhadap penerimaan pelaporan pelanggaran.

B. Organisasi

Organisasi SPP/WBS mencakup pengaturan, tetapi tidak terbatas pada komitmen,

unit responsibilitas, aspek operasional dan aspek pemeliharaan.

1. Komitmen

Pengelolaan SPP/WBS memerlukan komitmen dari Pimpinan dan seluruh pegawai

PPATK untuk melaksanakan SPP/WBS serta berpartisipasi aktif dalam

melaporkan pelanggaran, penyalahgunaan wewenang dan malapraktik apabila

menemukannnya. Pernyataan komitmen secara tertulis dapat disusun secara

tersendiri atau disatukan menjadi satu bagian dari pernyataan ketaatan terhadap

kode etik PPATK dan good governance. Asli dari pernyataan komitmen disimpan

12

atau diarsipkan oleh Direktorat Sumber Daya Manusia sedangkan tembusan atau

copy dari pernyataan komitmen dimaksud disimpan oleh Pengelola SPP/WBS.

2. Unit Responsibilitas

Dalam implementasi SPP/WBS, PPATK wajib menetapkan unit responsibilitas

yang bertanggungjawab atas pengelolaan SPP/WBS. Unit dimaksud bersifat

non-struktural dan independen dari operasional PPATK sehari-hari, serta

bertanggungjawab langsung kepada Kepala PPATK.

Pengelola SPP/WBS wajib memiliki integritas, independen dan obyektif atau tidak

memihak, dapat dipercaya, mampu berkomunikasi dan melaksanakan interviu,

serta kompenetnsi yang memadai, termasuk pelatihan yang memadai. Selain itu

sumber daya manusia yang mengelola SPP harus didukung dengan jumlah dan

pendanaan yang memadai, termasuk penyediaan sarana dan prasarana.

Fungsi dan tugas unit responsibilitas SPP/WBS sekurangnya melaksanakan fungsi

dan tugas penerimaan dan analisis laporan, pemeriksaan dan atau investigasi

sebagai tindak lanjut atas analisis laporan pelanggaran, serta perlindungan

terhadap pelapor.

3. Aspek Operasional

Implementasi SPP/WBS secara operasional sangat tergantung terhadap

kesadaran dan pemahaman setiap insan PPATK atas pentingnya mekanisme

penyampaian pelaporan pelanggaran. Melaporkan suatu pelanggaran pada

dasarnya merupakan hak bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal

1 butir 21 KUHAP dan pasal 41 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun pemahaman dan kesadaran

perlunya menyampaikan pelanggaran demi kepentingan dan maslahat bersama

serta mencegah dampak praktik yang tidak diinginkan menyebar luas, seperti

kebiasaan menerima atau pemberian gratifikasi, merupakan faktor-faktor penting

keberhasilan implementasi SPP/WBS.

Sesuai dengan amanahnya, Pimpinan dan pejabat PPATK memiliki fungsi

pengawasan. Dengan kata lain kewajiban pengawasan melekat pada setiap

13

pejabat PPATK terhadap para staf. Pengawasan dimaksud termasuk penegakan

kepatuhan (compliance) dan kode etik dalam lingkup tugasnya. Para pejabat

PPATK sebagai atasan langsung atau pimpinan unit organisasi wajib terlibat

secara aktif, mengingat pendeteksian permasalahan secara lebih dini sedapat

mungkin dilaksanakan oleh unit organisasi dimana permasalahan pelanggaran

terjadi. Dengan demikian peranan atasan langsung atau pimpinan unit organisasi

merupakan salah satu faktor penting atas keberhasilan implementasi SPP/WBS.

4. Aspek Pemeliharaan

Aspek pemeliharaan mencakup sosialisasi dan reviu berkala. Keberhasilan

implementasi SPP/WBS bergantung pada tingkat pemahaman semua insan

PPATK terhadap pengertian, maksud, tujuan dan manfaat SPP/WBS. Dalam

rangka memberikan tingkat pemahaman dan kesamaan persepsi yang memadai

terhadap SPP/WBS maka diperlukan sosialisasi yang berkesinambungan sehingga

kesamaan persepsi terhadap SPP/WBS dapat tercipta atau terbentuk sesuai

dengan visi dan misi PPATK.

Reviu merupakan salah satu faktor penting dalam aspek pemeliharaan selain

sosialisasi. Pembahasan tentang reviu lebih lanjut disajikan pada bab terkahir

pedoman ini. Aspek pemeliharaan penting lainnya adalah penyimpanan dan

pengarsipan dokumen. Pada umumnya penyimpanan dokumen terkait dengan

SPP/WBS selama 7 tahun. Namun apabila terdapat pengaturan penyimpanan

dokumen menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku maka Pengelola

SPP/WBS wajib mematuhi dan melaksanakannya.

14

C. Mekanisme Pelaporan

Pada dasarnya diberlakukannya SPP/WBS antara lain bertujuan untuk meningkatkan

transparansi dan keterlibatan setiap insan PPATK untuk memberikan kontribusi yang

bernilai tambah terhadap PPATK. Mekanisme pelaporan pelanggaran dalam rangka

transparansi secara umum dapat dilaksanakan melalui mekanisme tidak langsung

(MTL), dan mekanisme langsung (ML).

1. Mekanisme Tidak Langsung (MTL).

a. Pengungkapan adanya pelanggaran, penyalahgunaan atau malapraktik yang

timbul atau terjadi pada suatu unit organisasi di lingkungan PPATK oleh

pelapor sedapat mungkin disampaikan oleh pelapor kepada atasan langsung

atau pejabat yang berwenang pada unit organisasi yang bersangkutan.

b. Hal ini dimaksudkan agar unit organisasi dimaksud dapat mengetahui sedini

mungkin permasalahan yang terjadi dan melakukan tindakan perbaikan

untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi sebelum permasalahan

dimaksud meluas ke seluruh unit organisasi PPATK atau menjadi perhatian

masyarakat (public concern). Dengan demikian diharapkan bahwa pejabat

yang berwenang pada unit organisasi dimana permasalahan terjadi dapat

mengambil tindakan yang sesuai dengan penyebab terjadinya masalah.

c. Dalam hal pelapor berpendapat bahwa pelaporan pelanggaran kepada atasan

langsung belum mendapat tindak lanjut yang memadai, pelapor dapat

menyampaikannya ke Direktur Sumber Daya Manusia.

d. Atasan Langsung atau Direktur atau Direktur Sumber Daya Manusia dapat

memutuskan menyampaikan laporan pelanggaran ke Auditor Internal.

e. Dalam hal pelapor berpendapat bahwa pelaporan pelanggaran kepada

Direktur Sumber Daya Manusia belum mendapat tindak lanjut yang memadai,

pelapor dapat menyampaikannya melalui mekanisme langsung (ML) dengan

pertimbangan sebagaimana diuraikan pada bagian selanjutnya.

15

2. Mekanisme Langsung (ML)

Pelapor dalam menyampaikan laporan pelanggaran melalui ML wajib

mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. pelapor berpendapat penyelesaian atas pelanggaran belum memadai, atau

b. terdapat alasan yang mendasar bahwa terlapor akan menjadikan pelapor

sebagai korban (victim) atau intimidasi atau pemaksaan (coerced) jika

permasalahan yang terjadi diungkapkan secara internal, atau

c. terdapat keyakinan bahwa pengungkapan melalui mekanisme MTL

mengakibatkan penghilangan/perusakan barang bukti (evidence), atau

d. pelapor berpendapat bahwa permasalahan yang dilaporkan merupakan suatu

hal yang serius dan pelapor tidak dapat mendiskusikan dengan atasan

langsung, Direktur atau Direktur Sumber Daya Manusia, atau

e. pelapor berpendapat bahwa pelaporan melalui mekanisme MTL tidak sesuai

(pelapor misalnya seorang vendor, kontraktor PPATK atau warga

masyarakat).

Dalam hal pelapor telah mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas maka

pelapor dapat menghubungi atau menyampaikan permasalahan pelanggaran

kepada alamat surat, e-mail, telepon atau tatap muka berikut ini:

Audit Internal PPATK

Whistleblowing System

Jl. Ir. H. Juanda 35 - Jakarta 10120

Telp. +6221- 385-3922 ext 4046

e-mail: [email protected]

D. Pelaporan Eksternal

Dalam hal pelapor menginginkan melaporkan terjadinya maladministrasi terhadap

pelayanan publik yang dilaksanakan oleh PPATK kepada pihak institusi yang

berwenang, pelapor dapat menyampaikan kepada:

KANTOR OMBUDSMAN RI

JLN. ADITYAWARMAN 43, KEBAYORAN BARU - JAKARTA 12160

TELP. 021-725 8574 – 77 FAX. 021 – 725 8579

www.Ombudsman.go.id

16

BAB IV

STANDAR PROSEDUR OPERASI

Dalam rangka pengelolaan SPP/WBS yang baik diperlukan pengaturan tentang standar

prosedur operasi pelaporan pelanggaran. Standar prosedur operasi dimaksud mencakup

antara lain pengendalian, penerimaan dan analisis laporan, pemeriksaan dan atau

investigasi sebagai tindak lanjut analisis serta pelaksanaan perlindungan terhadap

pelapor.

A. Pengendalian

Secara umum pengendalian terhadap pelaksanaan SPP/WBS mencakup antara lain

hal-hal berikut:

1. Setiap pelaporan pelanggaran yang diterima wajib didokumentasikan.

2. Pelapor diharapkan dan atau dipersuasi untuk mengungkapkan identitasnya.

3. Identitas pelapor wajib dirahasiakan, dilindungi dan disamarkan.

4. Pengelola SPP/WBS wajib menyampaikan pemberitahuan jika pelaporan

pelanggaran yang disampaikan tidak memerlukan tindak lanjut berupa

pemeriksaan/investigasi.

5. Setiap laporan pelanggaran yang diterima wajib dilakukan analisis dengan

pemberian peringkat yaitu merah, kuning atau hijau dan hasil analisis

disampaikan ke Direktur Auditor (Internal).

6. Status atau progres dari penanganan pelaporan pelanggaran wajib

disampaikan secara berkala atau sewaktu-waktu bila diperlukan kepada Kepala

PPATK.

7. Pelaksanaan pemeriksaan atau investigasi sebagai tindak lanjut hasil analisis

harus didasarkan atas surat tugas yang diterbitkan oleh Kepala PPATK.

8. Perlindungan kepada pelapor secara internal wajib didasarkan atas

pertimbangan yang wajar dan didasarkan atas penugasan Kepala PPATK.

9. Perlindungan kepada pelapor dengan meminta bantuan dari institusi yang

berwenang seperti kepolisian atau LPSK didasarkan atas pertimbangan yang

wajar, pendapat hukum dari direktorat yang menangani hukum dan surat

permintaan perlindungan Kepala PPATK kepada institusi yang berwenang.

17

10. Pelaksanaan perlindungan untuk pelapor harus menentukan tenggat atau

periode perlindungan yang dapat diberikan.

11. Penyampaian hasil pemeriksaan/investigasi kepada institusi yang berwenang

dalam rangka proses peradilan didasarkan atas pertimbangan yang wajar,

pendapat hukum dari direktorat yang menangani hukum dan surat Kepala

PPATK.

B. Sistem Prosedur Operasi Penerimaan Dan Analisis Laporan

Pengelola SPP/WBS wajib menyelenggarakan fungsi penerimaan dan analisis

laporan. Dalam pelaksanaan fungsi dan tugas penerimaan dan analisis laporan,

Pengelola SPP/WBS wajib melaksanakan standar prosedur operasi (SPO) sebagai

berikut:

No Prosedur Pelaksana Output

1 Menerima setiap laporan baik dalam bentuk komunikasi secara fisik atau tatap muka, tertulis, telepon, e-mail, kotak pos atau bentuk lainnya. Semua laporan wajib ditatausahakan dan didokumentasikan

Direktur Laporan Pelanggaran

2 Dalam hal laporan dilakukan secara lisan melalui tatap muka dan atau telepon, pelaporan pelanggaran wajib dibuatkan ihtisarnya secara tertulis.

Laporan Pelanggaran

3 Menyampaikan kepada Auditor Senior/Auditor/Asisten Auditor laporan pelanggaran yang diterima dan menugaskan untuk melaksanakan analisis.

Disposisi

4 Menerima dari Direktur Auditor laporan pelanggaran, mencatat dan meng-input ke pangkalan data.

Auditor Senior/Auditor/Asisten Auditor

Pencatatan dan data inputan tentang pelaporan pelanggaran

5 Melaksanakan penyamaran dan atau perahasiaan identitas pelapor untuk melindungi identitas pelapor serta memberikan kode terhadap permasalahan yang dilaporkan sesuai dengan klasifikasinya

penyamaran dan atau perahasiaan identitas pelapor; pengkodean permasalahan

6 Melaksanakan analisis terhadap laporan yang diterima untuk menentukan

Pelaksanaan analisis

18

apakah laporan yang diterima memerlukan tindak lanjut dalam bentuk pemeriksaan dan atau investigasi. Hasil analisis diberikan peringkat merah, kuning dan hijau

6a Peringkat merah Hasil analisis berperingkat merah menggambarkan bahwa permasalahan yang dilaporkan mengindikasikan: 1) Dampak yang sangat signifikan

terhadap reputasi, sistem prosedur operasi dan pelaksanaan operasional PPATK.

2) Permasalahan yang dilaporkan juga bersifat sistemik.

3) Permasalahan bersifat berulang 4) Memerlukan tindak lanjut dalam

waktu segera dalam bentuk pemeriksaan /investigasi

Hasil Analisis Peringkat Merah

6 b. Peringkat kuning Hasil analisis berperingkat kuning menggambarkan bahwa: 1) Permasalahan yang dilaporkan

mengindikasikan dampak yang cukup signifikan terhadap reputasi, sistem prosedur operasi dan pelaksanaan operasional PPATK.

2) Permasalahan yang dilaporkan tidak bersifat sistemik dan atau berulang

3) Belum memerlukan prioritas dalam pelaksanaan tindak lanjut dalam waktu segera dalam bentuk pemeriksaan /investigasi

Hasil Analisis Peringkat Kuning

6 c Peringkat hijau Hasil analisis berperingkat hijau menggambarkan bahwa: 1) Permasalahan yang dilaporkan

mengindikasikan dampak yang kurang signifikan terhadap reputasi, sistem prosedur operasi dan pelaksanaan operasional PPATK.

2) Permasalahan yang dilaporkan tidak bersifat sistemik dan atau berulang.

3) Tidak memerlukan tindak lanjut

Hasil Analisis Peringkat Hijau

19

dalam waktu segera dalam bentuk pemeriksaan /investigasi.

7 Menyampaikan laporan analisis ke Direktur serta mendokumentasi dan meng-input data/informasi hasil analisis ke pangkalan data.

Laporan analisis dan data inputan pada database

8 Dalam hal pelaksanaan analisis menghasilkan peringkat merah, menyusun dan menyampaikan ke Direktur: 1) Konsep memo Direktur kepada

Kepala PPATK tentang permintaan untuk melakukan pemeriksaan/investigasi.

2) Konsep surat tugas Kepala PPATK.

konsep memo Direktur Konsep surat tugas Kepala PPATK

9 Dalam hal direkomendasikan perlunya perlindungan terhadap pelapor yang dilaksanakan secara internal oleh PPATK, menyusun dan menyampaikan ke Direktur; 1) Konsep memo Direktur kepada

Kepala PPATK tentang permintaan untuk melakukan perlindungan terhadap pelapor.

2) Konsep surat tugas Kepala PPATK untuk melakukan perlindungan.

Konsep memo Direktur Konsep surat tugas Kepala PPATK

10 Dalam hal direkomendasikan perlunya perlindungan terhadap pelapor yang memerlukan bantuan otoritas yang berwenang seperti kepolisian atau LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban), menyusun dan menyampaikan ke Direktur : 1) Konsep memo Direktur kepada

Kepala PPATK tentang permintaan untuk melakukan perlindungan terhadap pelapor.

2) Konsep surat Kepala PPATK kepada instansi yang berwenang tentang permintaan perlindungan.

3) Konsep memo Direktur kepada Direktur Hukum & Regulasi tentang permintaan pendapat hukum dengan tembusan kepada Kepala PPATK dan Wakil Kepala PPATK

Konsep memo Direktur Konsep surat Kepala PPATK tentang permin-taan perlindungan Konsep memo Direktur kepada Direktur Hukum & Regulasi tentang

20

Bidang Hukum & Kepatuhan. 4) Laporan perkembangan status

kasus pelanggaran secara berkala

permintaan pendapat hukum

11 Menerima dari Auditor Senior/ Auditor/ Asisten Auditor dokumen: 1) Hasil analisis atas pelaporan

pelanggaran dengan pemberian peringkat.

2) Konsep memo Direktur kepada Kepala PPATK tentang permintaan penugasan pemeriksaan/investigasi.

3) Konsep surat tugas Kepala PPATK untuk melaksanakan pemeriksaan/investigasi, jika diperlukan.

4) Konsep memo Direktur kepada Kepala PPATK tentang permintaan untuk melakukan perlindungan terhadap pelapor.

5) Konsep surat tugas Kepala PPATK untuk melakukan perlindungan.

6) Konsep memo Direktur tentang permintaan pendapat hukum kepada Direktur Hukum & Regulasi dengan tembusan Kepala PPATK dan Wakil Kepala PPATK tentang permintaan pendapat hukum atas permintaan perlindungan terhadap pelapor ke instansi yang berwenang.

7) Konsep surat Kepala PPATK kepada instansi berwenang tentang permintaan perlindungan, jika diperlukan.

8) Konsep Laporan status kasus pelanggaran

Menelaah dokumen, melakukan pembahasan dengan Auditor Senior/Auditor/Asisten Auditor terkait dengan hasil analisis pelaporan pelanggaran, menandatangani memo-memo dan laporan status, serta memparaf konsep surat tugas dan konsep surat Kepala PPATK serta menyampaikan memo ke Direktur Hukum & Regulasi.

Direktur Hasil Reviu Memo Direktur Konsep surat tugas pemeriksan yang telah diparaf Memo Konsep surat tu-gas perlindungan Memo Konsep surat Kepala PPATK yang telah diparaf Laporan status

21

12 Melakukan pembahasan dengan Direktur Hukum & Regulasi tentang pendapat hukum dan penyusunan notulensi pembahasan.

Notulen pembahasan

13 Menyampaikan laporan hasil analisis berperingkat merah, memo, notulen pembahasan, konsep surat tugas dan konsep surat Kepala PPATK yang telah diparaf kepada Kepala PPATK.

Disposisi

14 Menerima dari Direktur dokumen: 1) Laporan Hasil Analisis Berperingkat

Merah 2) Memo Direktur kepada Kepala

PPATK tentang permintaan penugasan pemeriksaan/investigasi.

3) Notulen pembahasan 4) Konsep surat tugas Kepala PPATK

untuk melaksanakan pemeriksaan/investigasi yang telah diparaf.

5) Konsep surat Kepala PPATK tentang permintaan perlindungan yang telah diparaf.

6) Memo Direktur kepada Kepala tentang permintaan untuk melakukan perlindungan terhadap pelapor kepada institusi yang berwenang .

7) Konsep surat tugas Kepala PPATK untuk melakukan perlindungan internal yang telah diparaf.

8) Laporan Status kasus pelanggaran Menelaah dokumen yang diterima, melakukan pembahasan dengan Direktur, jika perlu, menandatangani surat tugas dan menyampaikan ke Direktur serta menugaskan kepada Penata Usaha untuk menyampaikan surat ke instansi terkait.

KEPALA PPATK Disposisi Disposisi Disposisi Surat Tugas Pemeriksaan Surat tentang permintaan perlindungan Disposisi Surat Tugas Disposisi

22

Gambar Arus Dokumen SPO Penerimaan Dan Analisis Laporan

Standar Prosedur Operasi - WBS.01

Penerimaan dan Analisis Laporan Pelanggaran

Auditor

Laporan Analisis

DirekturPelapor Kepala PPATKDirektur

DHR

Mulai Menatausaha dan

mendokumentasi

LP

Laporan Pelanggaran

(LP)

Melaporkan

Pelanggaran

Media

Pelaporan?

Ikhtisar LP

Membuat

ikhtisar tertulis

Menyampaikan LP

dan menugaskan

analisis

lisan

tertulis

Mencatat dan

meng-input LP

Melakukan

pengkodean

permasalahan

Melakukan

Analisis terhadap

Laporan

pelanggaran

Peringkat?

Database

Menyusun Konsep

memo pemeriksaan

dan ST

Proteksi?

Menyusun Konsep

memo dan ST

perlindungan

internal

Menyusun

laporan, konsep

surat dan memo

perlindungan

eksternal

internaleksternal

Menelaah,

menandatangani,

dan memparaf

Konsep ST

Pemeriksaan

Konsep Memo

Pemeriksaan

Menyampaikan

laporan analisis,

mendokumentasi

dan meng-input

Laporan Analisis

Peringkat Merah

yang telah di TTD

Memo kpd DHR

yg telah di TTD

Laporan Analisis

Peringkat

Kuning & Hijau

yang telah di TTD

Melakukan

pembahasan,

memberi pendapat

hukum dan

menyusun notulensi

Notulen

Pembahasan

Laporan Analisis

Peringkat

Kuning & Hijau

Laporan Analisis

Peringkat Merah

Kuning / Hijau

Merah

Menelaah,

membahas, dan

menandatangani

ST, S-Ka.PPATK

Konsep ST

Pemeriksaan

Memo

Pemeriksaan

yang di TTD

Laporan Analisis

Peringkat Merah

Konsep ST

Perlindungan

Konsep Memo

Perlindungan

Internal

Laporan Berkala

Konsep S-Ka.

PPATKKonsep Memo

kpd DHR

Konsep Memo

Perlindungan

Eksternal

Konsep ST

Perlindungan

Memo

Perlindungan

Internal yang di

TTD

Laporan Berkala

Konsep S-Ka.

PPATK

Memo

Perlindungan

Eksternal yang di

TTD

ST Pemeriksaan

Memo

Pemeriksaan

02

03

ST Perlindungan

Memo

Perlindungan

Internal

Laporan Berkala

S-Ka. PPATK

Memo

Perlindungan

Eksternal

Mengirim S-

Ka.PPATK ke

Penegak Hukum

melalui Penata

Usaha

Laporan Analisis

Peringkat Merah

Laporan Analisis

Peringkat Merah

23

C. Standar Prosedur Operasi Pemeriksaan/ Investigasi Pelanggaran

Prosedur pelaksanaan pemeriksaan/investigasi sebagai tindak lanjut hasil analisis

laporan adalah sebagai berikut:

No Prosedur Pelaksana Output

1 Menerima dari Kepala PPATK surat tugas pemeriksaan, melakukan pembahasan dengan dan memberikan arahan kepada anggota tim pemeriksa/investigasi serta menyerahkan surat tugas kepada Tim Pemeriksa/Investigasi

Direktur arahan

2 Melaksanakan supervisi dan reviu kertas kerja pemeriksaan/ investigasi. Pelaksanaan interviu dalam rangka pemeriksaan/ investigasi wajib memberitahukan kepada pihak yang diinterviu tentang tujuan interviu.

Supervisi reviu dan paraf pada kertas kerja

3 Menerima surat tugas, melakukan pembahasan dan koordinasi internal serta pembagian tugas serta melaksanakan tugas

Tim Pemeriksa/ Investigasi

Pembagian tugas

4 Menyusun dan menyampaikan kepada Direktur dokumen: 1) Menyusun kertas kerja

pemeriksaan/investigasi 2) Laporan hasil

pemeriksaan/investigasi; 3) Konsep memo Direktur kepada

Kepala PPATK tentang Laporan Hasil Pemeriksaan/Investigasi.

Kertas kerja pemeriksaan Laporan hasil pemeriksaan Konsep memo

5 Dalam hal direkomendasikan perlunya permintaan perlindungan kepada intansi yang berwenang dan atau penyampaian hasil pemeriksaan/investigasi dalam bentuk penyelesaian proses peradilan sebagai tindak lanjut kepada instnasi yang berwenang, maka diperlukan pendapat hukum dari Direktorat Hukum & Regulasi dan Tim Pemeriksa/Investigasi menyampaikan kepada Direktur dokumen: 1) Konsep Memo Direktur kepada

Direktur Hukum & Regulasi dengan

Konsep memo

24

tembusan Kepala PPATK dan Wakil Kepala PPATK tentang permintaan pendapat hukum atas hasil pemeriksaan/investigasi pelanggaran.

6 Menerima dari Tim Pemeriksa/Investigasi dokumen: 1) Kertas kerja pemeriksaan/

investigasi. 2) Laporan hasil pemeriksaan/

investigasi atas pelanggaran. 3) Konsep memo Direktur kepada

Kepala PPATK tentang Laporan Hasil Pemeriksaan/Investigasi.

4) Konsep memo Direktur Ke Direktur Hukum & Regulasi tentang permintaan pendapat hukum untuk penyampaian hasil pemeriksaan/investigasi ke pengadilan

Menelaah dokumen yang diterima, melakukan pembahasan dengan Tim Pemeriksa, jika perlu, menandatangani memo-memo dan laporan, serta memparaf konsep surat Kepala PPATK.

Direktur KKKP yang tereviu Disposisi Memo Memo

7 Melakukan pembahasan dengan Direktur Hukum & Regulasi tentang pendapat hukum penyampaian hasil pemeriksaan ke penegak hukum dan penyusunan notulensi pembahasan

Notulen pembahasan

8 Menyampaikan laporan hasil analisis berperingkat merah, memo, notulen pembahasan, konsep surat tugas dan konsep surat Kepala PPATK yang telah diparaf kepada Kepala PPATK.

Disposisi

9 Menerima dari Direktur dokumen: 1) Laporan Hasil Pemeriksaan

terhadap pelanggaran 2) Memo Direktur kepada Kepala

PPATK tentang permintaan penugasan pemeriksaan/ investigasi.

3) Notulen pembahasan 4) Konsep surat Kepala PPATK

tentang permintaan perlindungan yang telah diparaf.

Menelaah dokumen yang diterima, melakukan pembahasan dengan

KEPALA PPATK Disposisi Disposisi Disposisi Surat penyampaian hasil pemeriksaan ke penegak hukum.

25

Direktur, jika perlu, menandatangani surat serta menugaskan kepada Penata Usaha untuk menyampaikan surat ke instansi terkait.

26

Gambar Arus Dokumen SPO Pemeriksaan/Investigasi Pelanggaran

Standar Prosedur Operasi - WBS.02

Pemeriksaan / Investigasi Pelanggaran

Direktur DHRTim Pemeriksa / Investigasi Kepala PPATKDirektur

Membahas, mengarahkan

dan menugaskan Tim

Pemeriksa/Investigasi

ST - Pemeriksaan

Menelaah, membahas dan

menandatangani KKP,

Laporan serta Memo

Membahas,

berkoordinasi, dan

melaksanakan

pemeriksaan

Menyusun Kertas

Kerja, Laporan Hasil

Pemeriksaan, dan

Konsep Memo

Perlu permintaan

perlindungan/proses

peradilan

Ya

Tidak

Mensupervisi dan mereviu

kertas kerja pemeriksaan/

investigasi

Meminta pendapat hukum

kepada DHR dan

menandatangani konsep

memo

Konsep Memo

kepada DHR

Menelaah, membahas dan membuat pendapat hukum

bersama antara Direktur dengan DHR

Memo kepada DHR

Konsep Memo

Laporan

Kertas Kerja

Pemeriksaan

Notulen

Pembahasan

Menyiapkan dan

Memparaf konsep ST dan

Surat Kepala PPATK

Konsep Memo

Laporan

KKP

Konsep ST

Konsep S-

Kep.PPATK yg telah

diparaf

Menerima memo

dan menelaah

kasus

Menelaah dan

membahas

Menandatangani

S-Kep.PPATK

S-Kep.PPATK

Laporan

Pemeriksaan

Selesai

Mendisposisikan

pengiriman surat

beserta laporan

kepada Penata

Usaha

01

27

D. Standar Prosedur Operasi Perlindungan Terhadap Pelapor

Dalam Pengelola SPP/WBS memandang perlu dilaksanakan perlindungan terhadap

pelapor dan atau pelapor meminta perlindungan kepada Pengelola SPP/WBS,

standar prosedur operasi pelaksanaan perlindungan pelaporan adalah sebagai

berikut:

No Prosedur Pelaksana Output

1 Menerima dari Kepala PPATK surat tugas pemberian perlindungan secara internal, melakukan pembahasan dengan dan memberikan arahan kepada Pengelola SPP/WBS, serta menyerahkan surat tugas kepada Pengelola SPP/WBS yang melakukan perlindungan.

Direktur Arahan

2 Melakukan koordinasi dengan petugas pemberi perlindungan dalam hal perlindungan dilaksanakan oleh petugas penegak hukum.

Koordinasi

3 Melaksanakan perlindungan untuk pelapor pelanggaran, menyusun dan menyampaikan ke Direktur: 1) Laporan pelaksanaan perlindungan. 2) Konsep memo Direktur ke Kepala

PPATK tentang pelaksanaan perlindungan.

Pengelola SPP/WBS

Laporan Konsep memo

4 Menerima dari Pengelola SPP dokumen: 1) Laporan pelaksanaan perlindungan. 2) Konsep memo Direktur ke Kepala

PPATK tentang pelaksanaan perlindungan.

Menelaah dokumen, melakukan pembahasan dengan Tim Auditor yang melakukan tugas perlindungan, jika perlu, menandatangani memo dan menyampaikan ke Kepala PPATK.

Direktur Disposisi Memo

5 Menerima dari Direktur dokumen 1) Laporan pelaksanaan perlindungan. 2) Memo Direktur tentang

pelaksanaan perlindungan. Menelaah dokumen yang diterima, melakukan pembahasan dengan Direktur, jika perlu, membuat disposisi pada memo dan laporan pelaksanaan

Kepala PPATK Disposisi Disposisi

28

perlindungan dan menyampaikan kembali ke Direktur.

Menerima dari Kepala PPATK Direktur dokumen yang telah diberi disposisi: 1) Laporan pelaksanaan perlindungan. 2) Memo Direktur tentang

pelaksanaan perlindungan. Menelaah dokumen yang diterima, melakukan pembahasan dengan Tim Auditor, jika perlu, dan menugaskan Penata Usaha untuk mengarsipkan dokumen dimaksud.

Direktur Disposisi Disposisi

29

Gambar Arus Dokumen SPO Perlindungan Terhadap Pelapor Pelanggaran

Standar Prosedur Operasi - WBS.03

Perlindungan terhadap Pelapor

Kepala PPATKPenegak HukumDirekturPengelola SPP/

WBSPenata Usaha

Menelaah dan membahas disposisi

memo dan laporan

Konsep Memo

Laporan

Pelaksanaan

Perlindungan

ST - Perlindungan

Internal

Menyusun Laporan

dan konsep Memo

Menugaskan

pengarsipan kepada

Penata usaha

Menelaah,

membahas, dan

membuat disposisi

Menelaah,

membahas dan

menandatangani

memo

ST - Perlindungan

Internal

Berkordinasi dengan petugas penegak hukum

Disposisi Memo

Disposisi LPP

Membahas dan

memberi arahan

Melaksanaan

Perlindungan

terhadap Pelapor

Konsep Memo

yang di TTD

Laporan

Pelaksanaan

Perlindungan

Disposisi Memo

Disposisi LPP

Mengarsipkan

dokumen

Selesai

01

30

BAB V IMPLEMENTASI

A. Sosialisasi dan Penerapan

Keberhasilan implementasi yang berkesinambungan pedoman SPP/WBS ini melalui

beberapa tahapan implementasi yaitu sosialisasi dan penerapannya. Kegiatan

sosialisasi diperlukan dalam rangka mendapatkan pemahaman yang memadai dan

kesamaan persepsi terhadap konsepsi filosofi dan manfaat implementasi SPP/WBS.

Pelaksanaan sosialisasi pedoman SPP/WBS baik kepada Pimpinan dan pegawai

PPATK harus mampu menjadi pemicu atas kepeduilian dan komitmen yang konsisten

untuk melaksanakan SPP/WBS. Selain itu diharapkan bahwa secara bertahap

terbentuk rasa memiliki dari semua pihak dalam PPATK terhadap keberadaan dan

implementasi SPP/WBS dalam kegiatan operasional sehari-hari. Materi pedoman

SPP/WBS dapat juga digunakan sebagai bahan pembahasan pada kegiatan capacity

building bagi pegawai baru. Dengan pelaksanaan sosialisasi yang berkesinambungan

diharapkan multi tafsir atas penerapan SPP/WBS dapat dimitigasikan sehingga

efektivitas SPP/WBS sebagai salah satu sub sistem good governance bermanfaat

untuk meningkatkan kinerja dan reputasi PPATK.

Penerapan pedoman SPP/WBS perlu disinerjikan dalam pelaksanaan operasional

sehari-hari antara lain disiplin pegawai, kode etik, pelaksanaan fungsi dan tugas

operasional kegiatan seperti pengadaan barang dan jasa dan lainnya. Penayangan

SPP/WBS pada situs atau website PPATK juga merupakan salah satu bentuk

penerapan dan pemberitahuan kepada pemangku kepentingan bahwa pelaporan

pelanggaran merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari implementasi

good governance di PPATK.

31

B. Evaluasi

Pemutakhiran terhadap pedoman SPP/WBS perlu dilaksanakan dalam rangka

menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi serta antisipasi atas peristiwa

kemudian. Pelaksanaan pemutakhiran pedoman melalui reviu dan evaluasi

diperlukan dalam rangka untuk mengetahui tingkat efektivitas implementasi

SPP/WBS. Selain itu hasil reviu juga dapat digunakan untuk pemutakhiran (updated)

SPP/WBS dalam rangka mengakomodasikan perubahan yang terjadi serta

penyesuaian dengan praktik-praktik yang baik yang berlaku. Pada tahapan ini

diharapkan gambaran atas penerapan SPP/WBS dapat diperoleh sehingga identifikasi

kelemahan maupun kebaikan sistem dapat dijadikan dasar sebagai bahan

penyempurnaan atas pedoman SPP/WBS. Pelaksanaan evaluasi perlu dilakukan

secara berkala dengan rentang waktu yang memadai sehingga diperoleh gambaran

nyata atas penerapan SPP/WBS serta bahan rekomendasi penyempurnaan atas

pedoman SPP/WBS. Hasil evaluasi dimaksud perlu disampaikan kepada Kepala

PPATK dalam rangka legitimasi pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi yang

telah disampaikan.

ooOOOoo

32

Dengan berlandaskan itikad baik (good faith) pelapor melaporkan ‘wrong doing’

Opsi Pelaporan

Pelanggaran

Opsi Opsi

Melaporkan

pelanggaran pada

Direktur Auditor

Melaporkan pelanggaran

pada Ketua Kelompok

Melaporkan pelanggaran

pada Direktur atau Wakil

Kepala

Opsi

- Surat Biasa

- Email

- Telepon

- Tatap muka

Direktur Auditor - DAI menerima semua

laporan dan menugaskan untuk

menganalisis kepada Pengelola SPP

Ketua Kelompok

meneruskan semua

pelanggaran yang dilaporkan

kepada Audit Internal

Direktur meneruskan semua

pelanggaran yang dilaporkan

pada Direktur Auditor

(Internal)

Melakukan analisis terhadap pelaporan pelanggaran dengan memberikan peringkat merah, kuning, hijau

Audit

Investigasi

Status laporan dan

rincian investigasi

dilaporkan kepada

Kepala PPATK

Tim Audit Internal ditugaskan untuk melakukan investigasi

(Dapat meminta pendapat hukum dari DHR, bila perlu)

Kepala PPATK akan diinformasikan bahwa perlu melakukan investigasi

(Kepala PPATK menerbitkan surat tugas investigasi)

Penjelasan akan

disediakan jika keputusan

yang dibuat adalah untuk

tidak melakukan

investigasi

Semua laporan pelanggaran akan

dicatat dan status penanganan

laporan dipantau dan dilaporkan

ke Kepala PPATK

Peringkat hasil

analisis dan status

merah

databasekuning/hijau

MTL (Metode Tidak

Langsung)ML (Metode Langsung)

MTL (Metode Tidak

Langsung)

IKHTISAR PROSEDUR PELAPORAN PELANGGARANPusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

33

CONTOH FORMULIR LAPORAN PELANGGARAN (WHISTLE-BLOWING REPORT)

I. Umum 1. Saya telah membaca prosedur pelaporan pelanggaran

/whistle blowing dan setuju untuk terikat prosedur ini. 2. Apakah anda menghendaki tanpa nama di………..

II. Informasi Institusi /Lembaga

1. Nama Institusi/ Lembaga ………………………………......

2. Lokasi …………………………………..

3. Kota …………………………………..

4. Negara …………………………………..

III. Informasi Perseorangan

1. Nama Anda ………………………………......

2. No Telepon

………………………………….. 3. Alamat Email

………………………………….. 4. Waktu yang paling tepat untuk berkomunikasi dengan anda.

...................................................... 5. Cara paling tepat berkomunikasi dengan anda:

Telepon e-mail

Surat Kotak pos

Tatap muka Lainnya

mohon diperhatikan bahwa penerima

laporan ini (petugas) akan selalu

mengetahui data pribadi anda. Jika anda

tidak menghendaki silahkan gunakan

jalur eksternal.

disi dengan alamat lengkap

disi nama depan dan belakang, no telepon

pribadi dan email anda.

34

IV. Laporan Pelanggaran

1. Pelanggaran apa yang hendak anda laporkan

Kode Etik

Standar Prosedur Operasi

Personalia

Pangadaan Barang/ Jasa

Kondisi Lingkungan Gedung kantor dan Peralatan

Perlakuan oleh Atasan atau Rekan Sejawat

Lain-lain

2. Apakah anda memiliki kecurigaan yang serius atau kepastian

Kecurigaan kepastian

3. Kapan hal tersebut terjadi

………………………………….. 4. Dimana hal tersebut terjadi.

...................................................... 5. Menurut pendapat anda siapa sajakah yang terlibat :

No. Nama Depan Nama Belankang Jabatan 1 2 3

Tidak diketahui

Menurut pendapat anda , kerusakan/ kerugian potensial ( keuangan atau yang lainnya ) terhadap Institusi ............................................................................................................

Menurut anda hal tersebut akan berulang kembali ?

tidak Ya, kapan

.................................................................................. V. Tindakan Perseorangan

1. Bagaimana anda menyadari atau memahami adanya kondisi/situasi tersebut? ………………………………......

Diisi dengan gambaran umum, anda

dapat menuliskan lebih detail di no 6.

Diisi lokasi, dokumen, kejadian atau

transaksi yang anda maksud

Diisi nama lengkap dan jabatan

35

2. Sudahkah anda melaporkan hal ini kepada atasan langsung pada unit Anda bekerja ?

Tidak, kenapa

Ya, dan akibatnya

………………………………….. 3. Apakah anda mengetahui ada orang lain yang mengetahui hali ini, tetapi

tidak terlibat?

Tidak Ya

………………………………….. 4. Apakah anda memiliki bukti fisik yang dapat diserahkan?

Tidak Ya

...................................................... VI. Informasi Tambahan

…………………………………………….......................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... Tanggal :…………………..

Tanggal:…………………………

Nama Pelapor Nama Petugas

Sebutkan dengan nama jelas

rekan kerja, teman atau relasi

suadara.,

Deskripsikan sesuai dengan

bukti yang anda serahkan

Disi bila anda memiliki

informasi tambahan.

36

CONTOH : REVIU BENTURAN KEPENTINGAN

Paraf Tanggal

Dibuat oleh :

Direview oleh :

Apakah anda pernah, sedang, atau akankah anda terlibat dalam kondisi tersebut dibawah ini : 1. Salah satu mitra dekat anda, anda sendiri, baik itu pegawai, pejabat setingkat Ketua

Kelompok, Direktur atau Pimpinan atau Tenaga Ahli, Konsultan yang : Menyuplai barang atau jasa untuk PPATK

Ya Tidak

Merupakan instansi anda berasal

Ya Tidak

2. Salah satu mitra dekat anda, atau anda sendiri, yang langsung atau tidak langsung

memiliki kepentingan keuangan dalam suatu entitas (sebagai tambahan terhadap tempat anda bekerja : PPATK ) bahwa: Menyuplai barang atau jasa untuk PPATK

Ya Tidak

Merupakan institusi anda berasal

Ya Tidak

Melaksanakan suatu kegiatan yang sangat mirip dengan kegiatan yang dilakukan

secara pribadi di dalam kelompok/bagian/direktorat anda

Ya Tidak

3. Salah satu mitra dekat anda, atau anda sendiri, kadang-kadang berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan atau membuat rekomendasi mengenai hubungan antara PPATK dengan pihak-pihak yang diidentifikasi dalam pertanyaan no 1 dan 2.

Ya Tidak

4. Salah satu mitra dekat anda, atau anda sendiri, dalam kaitannya dengan politik atau

non profit asosiasi, kadang-kadang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan atau membuat rekomendasi tentang sebuah institusi/ kelompok perusahaan.

Ya Tidak

5. Salah satu mitra dekat anda, atau anda sendiri, telah menerima atau menerima (atau telah menawarkan untuk menerima) hadiah, tip, atau bahan lain dari keuntungan keuangan oleh pemasok, pelanggan, vendor barang/jasa.

ya Tidak