Makalah Lembaga Catatan Sipil, Domicili, dan Afwezigheid
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Makalah Lembaga Catatan Sipil, Domicili, dan Afwezigheid
Makalah Hukum Perdata
PENTINGNYA LEMBAGA CATATAN SIPIL,TEMPATKEDIAMAN DAN KEADAAN TIDAK HADIR UNTUK
DIBICARAKAN DALAM HUKUM
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas
berkat,rahamat dan Hidayah-Nya sehingga saya bisa
menyelesaikan Makalah ini dengan segala kemampuan yang
saya punya. Makalah ini disusun agar pembaca dapat
memperluas ilmu dan pengetahuan, kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah
ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan.
Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah
ini dapat terselesaikan.
Penyusunan makalah ini juga dapat berlangsung dan
selesai semata-mata berkat bantuan, bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak.
Akhir kata,semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca dan semoga segala bantuan
yang diberikan kepada kami mendapatkan balasan lebih
dari maha pencipta. Amin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. Ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………..2
1.3 Tujuan …………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Lembaga Catatan Sipil …................................. 3
2.2 Tempat Kediaman ……................................….. 4
2.3 Keadaan Tidak Hadir…...........................………. 5
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN …………………………………………… 8
3.2 SARAN ……………………………………………………. 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada mulanya semua kejadian yang menyangkut manusia,seperti kelahiran,perkawinan, dan kematian dicatat olehgereja. Namun karena pencatatan yang dilakukan oleh gerejatidak lengkap dan tidak mudah untuk diperiksa, maka padamasa Revolusi Prancis, unruk pertama kalinya di Eropadiadakan Lembaga Catatan Sipil. Di Indonesia lembagapencatatan pertama kali berlaku bagi golongan Eropa padatahun 1848 melalui asa konkordansi, namun baru diundangkanpada tahun 1949. Adapun tujuan dari Lembaga Catatan Sipiladalah untuk mencatat selengkap dan sejelas-jelasnyasehingga memberikan kepastian yang sebenar-benarnya mengenaisemua kejadian.
Selain itu,seluruh peristiwa penting yang terjadidalam keluarga (yang memiliki aspek hukum), perludidaftarkan dan dibukukan, sehingga baik yang bersangkutanmaupun orang lain yang berkepentingan mempunyai bukti yangoutentik tentang peristiwa-peristiwa tersebut, dengandemikian maka kedudukan hukum seseorang menjadi tegas danjelas. Untuk melakukan pencatatan, dibentuknya lembagakhusus yang disebut Lembaga Catatan Sipil (BurgerlijkeStand).
Dan bilamana seseorang untuk waktu yang pendek maupunwaktu yang lama meninggalkan tempat tinggalnya, tetapisebelum pergi ia memberikan kuasa kepada orang lain untukmewakili dirinya dan mengurus harta kekayaannya, makakeadaan tidak ditempat orang itu tidak menimbulkanpersoalan. Akan tetapi bilamana orang yang pergimeninggalkan tempat tinggal tersebut sebelumnya tidakmemeberikan kuasa apapun kepada orang lain untuk mewakilidirinya maupun untuk mengurus harta kekayaannya dan segala
kepentingannya, maka keadaan tidak ditempatnya orang itumenimbulkan persoalan, siapa yang mewakili dirinya danbagaimana mengurus harta kekayaannya. Oleh Karena itu,Keadaan tidak hadir (Afwezigheid) diatur dalam Bab ke-delapan bela Burgelijk Wetboek (Kitab Undang-Undang HukumPerdata). Dari Pasal 463 tentang beberapa unsur tentangkeadaan tidak hadir.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pentingnya Lembaga Catatan Sipil dalam hukum?
2. Apakah pentingnya Tempat Kediaman dalam hukum?
3. Apakah pentingnya Keadaan tidak hadir dalam hukum?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pentingnya Lembaga Catatan Sipil,
Tempat kediaman, dan Keadaan Tidak Hadir dalam hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 LEMBAGA CATATAN SIPIL
Definisi Lembaga Catatan Sipil
KUHPerdata tidak memberikan pengertian dari apa
yang dimaksud dengan pencatatan sipil itu. Padahal
Lembaga Pencatatan Sipil ini sudah dikenal sejak zaman
Hindia Belanda,namun di dalam Art.16 NBW Baru negeri
Belanda disebutkan bahwa catatan sipil merupakan
intuisi untuk meregistrasi kedudukan hukum mengenai
pribadi seseorang terhadap kelahirannya,
perkawinannya, perceraiannya, orang tuanya, dan
kematiannya. Adapun beberapa unsur penting dalam
Lembaga Catatan Sipil, yaitu :
Di bentuk oleh pemerintah.
Betugas mencatat, mendaftarkan, dan membukukan
peristiwa penting bagi status keperdataann.
Bertujuan mendapatkan data yang lengkap, agar
status warga dapat diketahui dan dibuktikan.
Adapun pengaturan catatan sipil atau pencatatan
sipil diatur dalam Bab kedua Pasal 4 sampai dengan
Pasal 16 Buku Kesatu KUHPerdata. Ketentuan-ketentuan
dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 KHUPerdata
tersebut mengatur mengenai akta-akta catatan sipil
bagi golongan penduduk Eropa dan mereka yang
dipersamakan dengan itu. Namun,dengan keluarnya
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1961 tentang Perubahan
atau Penambahan Nama Kelauarga, ketentuan-ketentuan
dalam Pasal 6 sampai Pasal 10 KUHPerdata dinyatakan
tidak berlaku dan diganti dengann yang baru
sebagaimana termuat dalam pasal-pasal Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1961.
Tujuan Lembaga Catatan Sipil
Untuk memperoleh kepastian hukum tentang status
perdata seseorang yang mengalami peristiwa hukum
tersebut. Kepastian hukum sangat penting dalam
setiap perbuatan hukum.
Kepastian hukum itu menentukan apakah ada hak dan
kewajiban hukum yang sah antara pihak-pihak yang
berhubungan dengan hukum itu.
Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan
status perdata seseorang itu dewasa atau belum
dewasa.
Kepastian hukum mengenai perkawinan menentukan
status perdata mengenai boleh atau tidak boleh
melangsungkan perkawinan dengan pihak lain lagi.
Kepastian hukum mengenai perceraian menentukan
status perdata untuk bebas mencari pasangan lain.
Kepastian hukum mengenai kematian menentukan status
perdata sebagai ahli waris dan keterbukaan waris.
Fungsi Lembaga Catatan Sipil
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983
telah ditentukan, bahwa kantor Catatan Sipil mempunyai
fungsi menyelenggarakan:
1. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Kelahiran;
diberikan oleh dokter atau bidan rumah sakit/klinik
mengenai peristiwa kelahiran itu
2. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Perkawinan;
dibuat petugas pencatat nikah (PPN) yang menyaksikan
peristiwa pernikahan itu.
3. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Perceraian;
putusan pengadilan yang diberikan oleh Pengadilan
Negeri bagi beragama non islam dan Pengadilan Agama
bagi beragama islam.
4. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Pengakuan dan
Pengesahan Anak;
5. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta
Kematian;diberikan oleh dokter rumah sakit yang
merawatnya atau oleh kepala kelurahan/desa tempat
tinggal yang bersangkutan.
6. Penyimpanan dan pemeliharaan Akta Kelahiran, Akta
Perkawinan, Akta Perceraian, Akta Pengakuan dan
Pengesahan Anak dan Akta Kematian;
7. Penyelidikan bahan dalam rangka perumusan
kebijaksanaan bidang kependudukan/kewarganegaraan.
Macam-Macam Akta Catatan Sipil
1. Akta Kelahiran
Akta kelahiran adalah akta/catatan otentik yang dibuat
oleh pegawai catatan sipil berupa catatan resmi tentang
tempat dan waktu kelahiran anak, nama anak dan nama orang
tua anak secara lengkap dan jelas, serta status
kewarganegaraan anak.
Akta Kelahiran adalah sebuah catatan administratif
Pada prinsipnya, akta kelahiran hanyalah sebuah
catatan administratif. Dianggap penting karena data yang
ada dalam akta kelahiran dapat digunakan sebagai bukti
jati diri bagi si anak, sehubungan dengan hak waris atau
klaim asuransi dan pengurusan hal-hal administratif
lainnya seperti tunjangan keluarga, paspor, KTP, SIM,
pengurusan perkawinan, perijinan, mengurus beasiswa dan
lain-lain.
Dengan adanya data di KCS, secara administratif negara
berkewajiban memberi perlindungan terhadap anak dari segala
bentuk kekerasan fisik, mental, penyanderaan, penganiayaan,
penelantaran, eksploitasi termasuk penganiayaan seksual dan
perdagangan anak (pasal 19 ayat 1 Konvensi Hak Anak). Untuk
itu pihak berwenang dapat menjerat pelaku dengan ketentuan
kejahatan terhadap anak di bawah umur.
2. Akta Perkawinan
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang
berlaku (pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1
tahun 1974). Bagi mereka yang melakukan perkawinan
menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor
Urusan Agama (KUA). Sedang bagi yang beragama Katholik,
Kristen, Budha, Hindu, pencatatan itu dilakukan di Kantor
Catatan Sipil (KCS).
Sahnya Perkawinan
Sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu (pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan). Ini berarti bahwa
jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun
nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan (bagi umat
Islam) atau pendeta/pastur telah melaksanakan pemberkatan
atau ritual lainnya (bagi yang non muslim), maka
perkawinan tersebut adalah sah, terutama di mata agama
dan kepercayaan masyarakat.
Karena sudah dianggap sah, akibatnya banyak
perkawinan yang tidak dicatatkan. Bisa dengan alasan
biaya yang mahal, prosedur berbelit-belit atau untuk
menghilangkan jejak dan bebas dari tuntutan hukum dan
hukuman adiministrasi dari atasan, terutama untuk
perkawinan kedua dan seterusnya (bagi pegawai negeri dan
ABRI). Perkawinan tak dicatatkan ini dikenal dengan
istilah Perkawinan Bawah Tangan (Nikah Syiri’).
Akibat Hukum Tidak dicatatkannya Perkawinan
a. Perkawinan Dianggap tidak Sah
Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan
kepercayaan, namun di mata negara perkawinan Anda
dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan
Agama atau Kantor Catatan Sipil.
b. Anak Hanya Mempunyai Hubungan Perdata dengan Ibu dan
Keluarga Ibu
Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau
perkawinan yang tidak tercatat, selain dianggap anak
tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan
ibu atau keluarga ibu (Pasal 42 dan 43 Undang-Undang
Perkawinan). Sedang hubungan perdata dengan ayahnya
tidak ada.
c. Anak dan Ibunya tidak Berhak atas Nafkah dan Warisan
Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat
adalah, baik isteri maupun anak-anak yang dilahirkan
dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah
ataupun warisan dari ayahnya. Namun demikian, Mahkamah
Agung RI dalam perkara Nugraha Besoes melawan Desrina
dan putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara
Heria Mulyani dan Robby Kusuma Harta, saat itu
mengabulkan gugatan nafkah bagi anak hasil hubungan
kedua pasangan tersebut.
3. Akta Perceraian
Perceraian yang secara sah menurut hukum negara (sesuai
dengan UU no 1 Tahun 1974) adalah melalui Pengadilan.
Perceraian yang demikian wajib dicatat dan memperoleh akta
cerai. Perceraian merupakan salah satu peristiwa penting
yang mengubah status catatan sipil seseorang. Perceraian
mengubah status kawin menjadi status janda atau duda, dan
membawa akibat-akibat hukum lain seperti pembagian harta
bersama (gono-gini), serta hak dan kewajiban terhadap anak.
Pengadilan hanya memutuskan mengadakan sidang pengadilan
untuk menyaksikan perceraian apabila memang terdapat alasan-
alasan dan pengadilan ber- pendapat bahwa antara suami
isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk
hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Sesaat setelah
dilakukan sidang untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud
maka Ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang
terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu
dikirimkan kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu
terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.
Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-
akibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar
pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali
bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya
putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap. Sehingga jika putusan perceraian di pengadilan
tidak segera dicatatkan, maka belum mempunyai kekuatan hukum
dan akan menyulitkan suami/isteri dalam mengambil tindakan
hukum lainnya. Misalkan untuk menikah kembali.
4. Akta Kematian
Kematian adalah menghilangnya secara permanen semua
tanda-tanda kehidupan setiap saat setelah kelahiran hidup
terjadi.Pencatatan kematian memberikan kepastian hukum atas
hak dan kewajiban perdata seseorang yg meninggal dunia,
termasuk pada pihak yg mempunyai hubungan garis keturunan
atau hubungan darah.
Akta kematian merupakan bukti pengakuan negara atas
meninggalnya seseorang dgn berbagai implikasi keperdataan yg
wajib diselesaikan. Bagi pemerintah, pencatatan kematian yg
dilaksanakan secara benar, hasilnya merupakan sumber data
statistik yg akurat sekaligus mengakomodasi kepentingan dlm
perencanaan pembangunan di bidang kesehatan.
Tujuan Pencatatan Kematian
1 Memberikan status dan kepastian hukum atas peristiwa
kematian seseorang.
2 Memberikan perlindungan data pribadi penduduk yg
berkaitan dgn kematian.
3 Fasilitasi pelayanan publik sebagai implikasi penc.
kematian.
Manfaat Pencatatan Kematian
Dengan diperoleh bukti dan dokumen autentik atas
kematian seseorang maka hal ini memberikan manfaat
diantaranya yakni Pembuktian kematian secara hukum,
Pengurusan warisan/hubungan hutang-piutang/ asuransi;
Pengurusan pensiun bagi pegawai (janda/duda); Pemberian
tunjangan keluarga; Pengurusan Taspen; Pencairan
dana/tabungan di bank; Persyaratan perkawinan bagi pasangan
yg ditinggal mati; Penghapusan data pribadi. Selain itu juga
dengan pencatatan kematian akan didapatkan data statistik
vital kematian dan bagi penyelenggara pencatatan akan
memberikan konstribusi dlm pemeliharaan database
kependudukan yg akurat, muktahir dan realible.
4. Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak
Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak adalah catatan pinggir
yang dibuat bagi anak lahir diluar perkawinan orang tuanya
yang kemudian diakui dan disahkan dalam pencatatan
perkawinan orang tuanya yang sah.
Pengakuan Anak
Dalam Penjelasan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, bahwa yang
dimaksud dengan Pengakuan Anak adalah :
Pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir di luar perkawinan
sah atas persetujuan ibu kandung anak tersebut..
Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan menentukan bahwa
Pengakuan Anak tersebut wajib dilaporkan oleh orangtua
pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sejak tanggal Surat Pengakuan Anak oleh ayahnya dan
disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan. Dalam
kaitan ini mengenai Surat Pengakuan Anak oleh ayahnya
yang disetujui oleh ibu kandung anak yang bersangkutan,
lebih baik dibuat dalam bentuk akta Notaris, untuk
kesempurnaan Pengakuan Anak tersebut, dan dapat menjadi
bukti yang kuat bagi para pihak.
Pengesahan anak
Dalam Penjelasan Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor
23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, bahwa yang
dimaksud dengan Pengesahan Anak adalah :
pengesahan status seorang anak yang lahir di luar ikatan
perkawinan sah pada saat pencatatan perkawinan kedua tua anak
tersebut.
Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan menentukan bahwa
Pengesahan Anak tersebut wajib dilaporkan oleh orang tua
pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan
perkawinan da mendapatkan akta perkawinan terhadap anak yang
dilahirkan diluar perkawinan yang sah, dapat dilakukan
Pengakuan Anak atau Pengesahan Anak. Kalau Pengakuan anak
hanya sebatas pengakuan dari ayah kandungnya yang disetujui
oleh ibu kandungnya,tanpa diikuti dengan perkawinan ibu-
bapaknya, tapi dalam Pengesahan Anak ibu danbapak si anak
tersebut melangsungkan pernikahan dan pada saat pencatatan
perkawinan si anak diakui sebagai anak kandung mereka.
Akta Pergantian Nama
Nama biasanya diberikan kepada seseorang sejak ia
dilahirkan ke dunia. Akan tetapi, nama juga bisa dirubah.
Seiring dengan perkembangan jaman, banyak masyarakat kita
yang melakukan perubahan nama dengan berbagai alasan. Di
antaranya karena alasan profesi, nama lama kurang membawa
hoki, nama lama kurang bagus sehingga pemiliknya merasa malu
jika memperkenalkan diri dan berbagai alasan lainnya.
Tanpa kita sadari, mengganti atau merubah nama ini tidak
serta merta berubah begitu saja, karena perubahan nama ini
berpengaruh terhadap seluruh administrasi yang dilakukan. Di
antaranya, dalam bidang administrasi kependudukan
berpengaruh terhadap KTP, KK dan akta kelahiran yang
bersangkutan. Selain itu, dalam administrasi pendidikan
berpengaruh terhadap data pendidikan dan ijazah.
Perlu diketahui, bahwa penetapan perubahan nama ini telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan Pasal 52 yang menyatakan:
1. Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan
penetapan pengadilan negeri tempat pemohon.
2. Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi
Pelaksana yang menerbitkan akta Pencatatan Sipil paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan
penetapan pengadilan negeri oleh Penduduk.
3. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada
register akta Pencatatan Sipil dan kutipan akta
Pencatatan Sipil.
Dalam hal perubahan nama ini, akta kelahiran kita
nantinya akan tetap sama dengan akta kelahiran yang lama.
Hanya saja dalam akta tersebut ditambahkan catatan pinggir
oleh petugas catatan sipil mengenai perubahan nama.
Selanjutnya, kita dapat mengurus perubahan nama pada surat-
surat, seperti KTP, sertifikat tanah, surat-surat yang
berhubungan dengan perbankan, dan lain sebagainya dengan
akta tersebut.
2.2 TEMPAT KEDIAMAN (DOMICILIE)
Definisi Tempat Kediaman
Tempat kediaman (domicilie) adalah tempat seseorang
harus dianggap selalu hadir dalam hubungannya dengan
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban, juga apabila pada
suatu waktuia benar-benar tidak dapat hadir di tempat
tersebut. Bukan hanya manusia alami yang memiliki tempat
tinggal, Badan Hukum juga memiliki tempat inggal. Namun
istilah yang digunakan bukanlah tempat tinggal, melainkan
tempat kedudukan yakni tempat kedudukan (kantor)
pengurusnya.
Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata tempat
kediaman itu seringkali ialah rumahnya, kadang-kadang
kotanya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa setiap
orang dianggap selalu mempunyai tempat tinggal di mana ia
sehari-harinya melakukan kegiatannya atau di mana ia
berkediaman pokok. Kadang-kadang menetapkan tempat
kediaman seseorang itu sulit, karena selalu berpindah-
pindah (banyak rumahnya). Untuk memudahkan hal tersebut
dibedakan antara tempat kediaman hukum (secara yuridis)
dan tempat kediaman yang sesungguhnya.
Macam-Macam Tempat Kediaman
Menurut KUHPerdata domisili/tempat tinggal itu ada dua
jenis, yaitu:
1. Tempat tinggal sesungguhnya yaitu tempat yang
bertalian dengan hak-hak melakukan wewenang seumumnya.
Tempat tinggal sesungguhnya dibedakan antara lain :
Tempat tinggal sukarela/bebas yang tidak
terikat/tergantung hubungannya dengan orang lain.
Pasal 17 KUHPdt menyatakan bahwa setiap orang dianggap
mempunyai tempat tinggal di mana ia menempatkan
kediaman utamanya. Dalam hal seseorang tidak mempunyai
tempat kediaman utama maka tempat tinggal dimana ia
benar-benar berdiam adalah tempat tinggal nya.
Tempat tinggal yang wajib/tidak bebas yaitu yang
ditentukan oleh hubungan yang ada antara seseorang
dengan orang lain.
Misalnya :
- wanita bersuami mengikuti suaminya
- anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal orang
tuanya/walinya .
- orang dewasa yang ada di bawah pengampuan
mengikuti curatornya.
- pekerja /buruh mengikuti tempat tinggal
majikannya .
2. Tempat tinggal yang dipilih, yaitu tempat tinggal
yang berhubungan dengan hal-hal melakukan perbuatan
hukum tertentu saja. Tempat tinggal yang dipilih ini
untuk memudahkan pihak lain atau untuk kepentingan
pihak yang memilih tempat tinggal tersebut. Tempat
tinggal yang dipilih ada dua macam, yaitu :
Tempat tinggal yang terpaksa dipilih ditentukan
undang-undang (pasal 106:2 KUHPdt)
Tempat kediaman yang dipilih secara bebas misalnya
tempat tinggal yang dipilih secara sukarela harus
dilakukan secara tertulis artinya harus dengan akta
(pasal 24:1 KUHPdt), bila ia pindah maka untuk
tindakan hukum yang dilakukannya ia tetap bertempat
tinggal di tempat yang lama.
Hak dan Kewajiban
Tempat tinggal menentukan hak dan kewajiban seseorang
menurut hukum. Hak dan kewajiban ini dapat timbul dalam
bidang hukum perdata. Hak dan kewajiban dalam bidang hukum
pubik, misalnya :
a. Hak mengikuti pemilihan umum, hak suara hanya dapat
diberikan di TPS di mana yang bersangkutan
tinggal/beralamat.
b. Kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan hanya
dapat dipenuhi ditempat dimana yang bersangkutan
tinggal/beralamat.
c. Kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor hanya
dapat dipenuhi dimana yang bersangkutan
tinggal/beralamat, karena kendaraan bermotor di
daftarkan mengikuti alamat pemiliknya.
Hak dan kewajiban dalam hukum perdata misalnya :
a. Jika dalam perjanjian tidak ditentukan tempat
pembayaran, debitur wajib membayar di tempat tinggalnya
(pasal 1393 ayat 2 KUHPdt).
b. Debitur wajib membayar wesel/cek kepada pemegangnya
(kreditur) di tempat tinggal/alamat debitur (pasa 137
KUHD). Ini berarti kreditur (bank) untuk memperoleh
pembayaran. Debitur (bank) hanya akan membayar di
kantornya, bukan di tempat lain.
c. Debitur berhak menerima kredit dari kreditur (bank)
di kantor kreditur (bank), demikian juga kewajiban
membayar kredit dilakukan di kantor kreditur.
Status hukum
Status hukum seseorang juga menentukan tempat
tinggalnya, sehingga akan menentukan pula hak dan
kewajiban menurut hukum. Tempat tinggal seorang istri
ditentukan oeh pemufakatan dengan suaminya. Dengan
demikian hak dan kewajiban hukum mengikuti tempat tingga
yang ditentukan itu. Tempat tinggal anak dibawah umur di
tentukan ileh tempat tinggal orangtuanya. Dengan demikian
hak dan kewajiban anak tersebut ditentukan oleh tempat
tinggal kedua orang tuanya itu. Perjanjian juga
menentukan tempat tinggal atau tempat kedudukan. Dengan
demikian hak dan kewajiban mengikuti tempat
tinggal/alamat yang dipilih sesuai perjanjian.
Arti pentingnya domisili
Arti penting (relevansi) tempat tinggal bagi seseorang
atau badan hukum ialah dalam hal pemenuhan hak dan
kewajiban, penentuan status hukum seseorang dalam lalu
lintas hukum, dan berusaha dengan pengadilan.
Tempat tingggal menentukan apakah seseorang itu
terikat untuk memenuhi hak dan kewajibannya dalam setiap
peristiwa hukum. Tempat tinggal juga menentukan status
hukum seseorang apakah ia dalam ikatan perkawinan, apakah
ia dalam keadaan belum dewasa, apakah ia dalam keadaan
tidak wenang berbuat. Tempat tinggal juga menentukan
apabila seseorang berurusan/berperkara di muka
pengadilan. Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama
berwenang menyelesaikan perkara perdata adalah yang
daerah hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat (pasal
118 HIR).
Domisili penting untuk seseorang dalam hal sebagai
berikut :
Untuk menentukan atau menunjukan suatu tempat di mana
berbagai perbuatan hukum harus dilakukan, misalnya
mengajukan gugatan, pengadilan mana yang berwenang
mengadili (menurut Sri Soedewi M.Sofwan).
Untuk mengetahui dengan siapakah seseorang itu
melakukan hubungan hukum serta apa yang menjadi hak
dan kewajiban masing-masing (Riduan Syahrani).
Untuk membatasi kewenangan berhak seseorang.
2.3 KEADAAN TIDAK HADIR (AFWEZIGHEID)
Definisi Keadaan Tidak Hadir
Keadaan tidak hadir diatur dalam Buku I Bab 18 pasal 463-
495 KUHPdt yang merumuskan secara definitif tentang keadaan
tidak hadir.
Keadaan tidak hadir adalah suatu keadaan tidak adanya
seseorang di tempat kediamannya karena bepergian atau
meninggalkan tempat kediamannya, baik dengan izin maupun
tanpa izin dan tidak diketahui di mana tempat ia berada.
Pengaruh Keadaan Tidak Hadir
Keadaan tidak hadir yang berlangsung lama dapat
menimbulkan persoalan, yaitu dugaan telah meninggal
dunia. Dugaan ini timbul apabila pencarian telah
dilakukan dengan segala upaya, dengan perantaraan orang
lain, dengan bantuan pejabat negara, atau dengan bantuan
media massa, tetapi tidak juga diketahui keberadaan ang
bersangkutan. Berlangsung lama, menurut KUHPdt Indonesia,
tidak ada kabar beritanya sekurang-kurangnya 5 tahun
(pasal 467 KUHPdt) dan sampai 10 tahun (pasal 470
KUHPdt). Menurut bahasa sehari-hari, orang itu dikatakan
orang hilan.
Persoalan lain adalah apabila bepergian yang
bersangkutan itu tidak meninggalkan pesan atau kuasa pada
keluarga yang ditinggalkan, siapa dan bagaimana cara
mengurus kepentingannya (hak dan kewajiban), sebenarnya
yang bersangkutan diharapkan akan kembali, tetapi setelah
lampau tenggang waktu lama tidak juga muncul di tempat,
timbul kesangsian apakah ia masih hidup atau sudah
meninggal dunia. Keadaan tidak hadir memengaruhi dan
memberi akibat hukum kepada yang bersangkutan sendiri dan
kepada pihak keluarga yang ditinggalkan. Pengaruh keadaan
tidak hadir itu adalah pada:
Penyelenggaraan kepentingan yang bersangkutan
Status hukum yang bersangkutan sendiri, atau status
hukum anggota keluarga yang ditinggalkan mengenai
perkawinan dan pewarisan.
Tahap Penyelesaian Keadaan Tidak Hadir
Menurut Tan Thong Kie, Keadaan tidak hadir dapat
dibagi ke dalam 3 masa, yaitu masa pengambilan tindakan
sementara, masa ada dugaan hukum mungkin telah meninggal dan
masa pewarisan definitif.
Pengambilan Tindakan Sementara
Masa ini diambil jika ada alas an-alasan yang mendesak
untuk mengurus seluruh atau sebagian harta kekayaannya.
Tindakan sementara ini dimintakan kepada Pengadilan
Negeri oleh orangyang mempunyai kepentingan terhadap
harta kekayaannya. Dalam tindakan sementara ini hakim
memerintahkan BPH (Balai Harta Peninggalan) untuk
mengurus seluruh harta kekyaan serta kepentingan dari
orang tak hadir.
Adapun kewajiban BHP adalah:
Membuat pencatatan harta yang diurusnya
Membuat daftar pencatatan harta, surat-surat lain uang
kontan, kertas berharga dibawa ke kantor BHP
Memperhatikan segala ketentuan untuk sesorang wali
mengenai pengurusan harta seorang anak (Pasal 464
KUHPerdata)
Tiap tahun memberi pertanggung jawaban pada jaksa
dengan memperlihatkan surat-surat pengurusan dan efek-
efek (Pasal 465 KUHPerdata)
BHP berhak atasa upah yang besarnya sama dengan seorang
wali (Pasal 411 KUHPerdata).
Masa ada dugaan hukum mungkin telah meninggal
Seseorang dapat diputuskan “kemungkinan” sudah meninggal
jika:
Tidak hadir 5 tahun, bila tidak meninggalkan surat
kuasa (Pasal 467 KUHPerdata), dimulai pada hari ia pergi
tidak ada kabar yang diterima dari orang tersebut atau
sejak kabar terakhir diterima.
Tidak hadir 10 tahun, bila surat kuasa ada tetapi sudah
habis berlakunya (pasal 470 KUHPerdata), dimulai pada
hari ia pergi tidak ada kabar yang diterima dari orang
tersebut atau sejak kabar terakhir diterima.
Tidak hadir 1 tahun, bila orangnya termasuk awak atau
penumpang kapal laut atau pesawat udara (S. 1922 No.
455), dimulai sejak adanya kabar terakhir dan jika
tidak ada kabar sejak hari berangkatnya.
Tidak hadir 1 tahun, jika orangnya hilang pada suatu
peristiwa fatal yang menimpa sebuah kapal laut atau
pesawat udara (S. 1922 No. 455), di mulai sejak tanggal
terjadinya peristiwa.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 9/1975, dikatakan bahwa
apabila salah satu pihak meninggalkannya 2 tahun
berturut-turut, pihak yang ditinggalkan boleh mengajukan
perceraian.
Akibat-akibat dari masa kemungkinan sudah meninggal bagi
para ahli waris dan penerima hibah wasiat/legataris adalah:
Menuntut pembukaan surat wasiat
Mengambil (menerima) harta orang yang tak hadir dengan
kewajiban membuat pencatatan harta yang dimbil serta
memberi jaminan yang harus disetujui oleh hakim (pasal
472 KUHPerdata)
Meminta pertanggung jawab oleh BHP bila BHP dahulu
mengurusnya
Mengoper segala kewajiban dan gugatan orang tak hadir
(asal 488 KUHPerdata). Para ahli waris yang
diperkirakan demi hokum menerima harta warisan secraa
terbatas (Pasal 277 KUHPerdata)
Pada umumnya mereka bertindak sebagai orang yang
mempunyai hak pakai hasil (Pasal 474 KUHPerdata)
Berhak mengadakan pemisahan dan pembagian dengan
ketentuan harta tetap tidak dapat dijual kecuali dengan
ijin hakim (Pasal 478 dan 481 KUHPerdata)
Keadaan “mungkin sudah meninggal” berakhir:
Jika orang yang tidak hadir kembali atau ada kabar baru
tentang hidupnya
Jika si tak hadir meninggal dunia
Jika masa “pewarisan definitive” termaksud dalam Pasal 484
KUHPerdata dimulai.
Masa Pewarisan definitive
Masa ini terjadi apabila lewat 30 tahun sejak tanggal
tentang “mungkin sudah meninggal” atas keputusan hakim, atau
setelah lewat 100 tahun setelah lahirnya si tak hadir.
Akibat-akibat permulaan masa pewarisan definitive:
Semua jaminan dibebaskan
Para ahli waris dapat mempertahankan pembagian harta
warisan sebagaimana telah dilakukan atau membuat
pemisahan dan pembagian definitive.
Hak menerima warisan secara terbatas berhenti dan para
ahli waris dapat diwajibkan menerima warisan atau
menolaknya.
Seandainya orang yang tidak hadir kembali setelah masa
pewarisan definitive, ia ada hak untuk meminta kembali
hartanya dalam keadaan sebagaimana adanya berikut harga
dari harta yang tidak dipindatangankan, semuanya tanpa
hasil dan pendapatannya (Pasal 486 KUHPerdata).
Akibat-akibat keadaan tidak hadir terhadap istri adalah:
Jika suami atau istri tak hadir 10 tahun tanpa ada
kabar tentang hidupnya, maka istri/suami yang
ditinggal dapat menikah lagi dengan ijin Pengadilan
Negeri (Pasal 493 KUHPerdata). Sebelumnya pengadilan
harus mengadakan dulu pemanggilan 3X berturut-turut.
Waktu 10 tahun dapat diperpendek jadi satu tahun dalam
masa “mungkin sudah meninggal” (S. 1922 No. 455).
Dalam PP No. 9/1975 boleh kawin lagi apabila ditinggal
2 tahun berturut-turut.
Jika ijin pengadilan sudah diberikan tapi perkawinan
baru belum dilangsungkan sedang orang yang tak hadir
kembali/member kabar masih hidup, ijin untuk menikah
dari pengadilan gugur demi hokum.
Setelah suami/istri yang ditinggal menikah lagi dan
kemudian orang yang tak hadir, maka orang yang tak
hadir boleh menikah lagi dengan orang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Lembaga Catatan Sipil ini mengurusi pencatatan peristiwa
hukum seseorang seperti
kelahiran,perkawinan,kematian,perceraian,pengakuan dan
pengesahan anak serta pergantian nama yang menyangkut
hal-hal keperdataan yang dimiliki, baik untuk kejelasan
status, atau penyelesaian masalah-masalah keperdataan
yang akan atau sedang terjadi.
Tempat tinggal ini terkait hak dan kewajiban dalam
peristiwa hukum seseorang serta menentukan status
hukumnya.
Keadaan tidak hadir ini dapat menimbulkan ketidak pastian
hukum yang terkait dengan orang lain.
3.2 SARAN
Untuk Lembaga Catatan Sipil agar dapat bekerja lebih
baik dalam melakukan pencatatan dan terkait dengan tempat
tinggal dan keadaan tidak hadir seseorang agar status
DAFTAR PUSTAKA
R.Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan. Hukum Orangdan Keluarga (Personen en Familie-Recht). Surabaya. AirlanggaUniversity Press, 1991 Hlm.5.
Salim,HS.,Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),Jakarta. SinarGrafika,Cet IV,2006),Hlm.42.
Muhammad,Prof. Abdulkadir S.H. Hukum Perdata Indonesia. PenerbitPT Citra Aditya Bakti. Bandung.2014
Rachmadi, Usman. Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan diIndonesia.Jakarta.Sinar Grafika.2006 Hlm.189.
Kie,Tan Thong . Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris. Jakarta.Inchtiar Baru Van Hoeve. 2007, Hlm 44.
Salim, Pengantar hukum Perdata Tertulis. Jakarta. Sinar Grafika.2008 hal 37-40
Soleh Hasan. ''Pencatatan Sipil di Indoneisa''. 15 Maret 2015. http://soleh-com.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Egi Septiannjari. ''Makalah Hukum Perdata''. 16 Maret 2015.http://makalahhukumperdata.blogspot.com/
Andrycko, Muhammad. ''Materi kuliah Pengetahuan dasar Hukum Perdata Lengkap''. 16 Maret 2015. http://andrycko.blogspot.com/2011/12/pengetahuan-dasar-hukum-perdata.html
Hasbi Hasadiqi.''Domisili Hukum Perdata''. 16 Maret 2015. http://artikelfakta.blogspot.com/2013/07/domisili-hukum-perdata.html