BAB II - Digital Library UNS
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of BAB II - Digital Library UNS
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Indeks Glikemik dan Beban Glikemik
a. Indeks Glikemik
Menurut Arif dkk (2013) pengaturan diet dengan konsep indeks glikemik (IG)
mulai diperkenalkan dengan cara pengelompokan bahan makanan berdasar pada efek
fisiologisnya terhadap kadar glukosa darah setelah makanan dikonsumsi. Setiap
individu mencerna makanan dengan kecepatan berbeda-beda, sehingga respon makanan
terhadap kadar glukosa darah juga berbeda. Konsep IG dapat memberikan informasi
tentang efek fisiologis makanan terhadap kadar glukosa darah dan respon insulin.
Konsep IG juga secara mudah dan efektif dapat mengendalikan fluktuasi glukosa darah.
Umumnya, makanan yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat
memiliki IG tinggi, sedangkan makanan yang meningkatkan kadar glukosa darah
dengan lambat memiliki IG rendah (Atkinson et al., 2008).
Karbohidrat dikelompokkan berdasar struktur utama yang ada di dalamnya
menjadi karbohidrat yang mengandung sebagian besar mono atau disakarida dan
karbohidrat kompleks yang mengandung polisakarida, Pengelompokan ini
menyebabkan salah persepsi dimana beberapa orang percaya bahwa semua karbohidrat
sederhana akan memiliki respon glukosa yang cepat dalam tubuh manusia dan tidak
dapat dikonsumsi oleh penderita DM, sementara karbohidrat kompleks yang di percaya
memiliki respon glukosa yang lebih kecil dalam darah cocok untuk penderita DM
(Gibson, 2010).
Proses metabolisme di dalam tubuh setelah makan karbohidrat erat hubungannya
dengan kemampuan penyerapan glukosa di usus kecil. Penurunan penyerapan glukosa
setelah mengkonsumsi karbohidrat dengan IG rendah akan menghambat naiknya
konsentrasi glukosa darah setelah makan (postprandial) pada hormon di usus misalnya,
inkretin (hormon yang disekresi oleh saluran usus ketika memasukkan makanan,
mempunyai fungsi mengatur dan mengontrol glukosa darah) dan insulin. Hormon
inkretin terdiri dari GLP-1 (Glucagon-Like Peptide-1) dan GIP (Glucose-Dependent
Insulinotropic Polypeptide). Hormon inkretin berfungsi untuk mengatur glukosa darah
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6
dan memperbaiki keseimbangan antara glukagon dan insulin dengan cara
Glucose-Dependent Manner (Suryono, 2008)
Karbohidrat dalam makanan yang dapat dipecah dengan cepat selama pencernaan,
masuk dalam kategori ber-IG tinggi. Pada akhirnya respon glukosa darah terhadap jenis
makanan ini juga menjadi cepat dan tinggi. Dengan kata lain, glukosa dalam aliran
darah akan meningkat dengan cepat. Sebaliknya, karbohidrat yang dipecah dengan
lambat masuk dalam kategori ber-IG rendah sehingga makanan akan melepaskan
glukosa ke dalam darah dengan lambat. Indeks glukosa murni ditetapkan 100 dan
digunakan sebagai acuan untuk IG makanan lain. Baik roti tawar maupun glukosa murni
dapat digunakan sebagai makanan kontrol dalam menghitung nilai IG makanan uji
(Mendosa, 2006).
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.23.11.11.09909 Tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim
Dalam Label Dan Iklan Makanan Olahan Pasal 15, pengelompokan IG adalah sebagai
berikut:
1) IG tinggi adalah IG lebih dari 70;
2) IG sedang adalah IG antara 55-70;
3) IG rendah adalah IG kurang dari 55.
Prosedur penentuan IG makanan adalah sebagai berikut (Rakhmawati,
Rimbawan, dan Amalia, 2011):
1) Makanan tunggal yang akan ditentukan IG-nya (mengandung 50 g karbohidrat)
diberikan kepada subjek yang telah melakukan puasa penuh (kecuali air) selama
semalam.
2) Selama dua jam pasca pemberian, sampel darah sebanyak 50 µL–finger-prick
cappilary blood samples method-diambil setiap 15 menit pada jam pertama
kemudian setiap 30 menit pada jam kedua untuk diukur kadar glukosanya.
3) Pada waktu berlainan hal yang sama dilakukan dengan memberikan 50 g glukosa
murni kepada subjek. Kadar glukosa darah ditebar pada dua sumbu yaitu sumbu
waktu dan kadar glukosa darah
4) IG ditentukan dengan membandingkan luas daerah dibawah kurva antaran makanan
yang diukur IG-nya dengan makanan acuan.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7
Glukosa darah (mmol/L)
Waktu (menit)
Gambar 1. Kurva fluktuasi glukosa darah. Area di bawah kurva respons glukosa darah
merupakan jumlah A, B, C, D, E, F. Area di bawah garis dasar tidak diperhitungkan
(Hoerudin, 2012).
Kurva respon glukosa darah yang dibuat digunakan untuk menghitung luas area
bawah kurva (Area Under Curve). Luas daerah di bawah kurva dapat dihitung dengan
beberapa cara, seperti intergral dari persamaan polinom dan menghitung luas bangun.
Gambaran luas area dibawah kurva glukosa darah di ilustrasikan pada Gambar 1 di atas.
Nilai IG didapatkan setelah menghitung luas area dibawah kurva glukosa darah
makanan uji dibandingkan dengan luas area dibawah kurva makanan standard dikalikan
dengan 100% (Laurale, 2010).
b. Beban Glikemik
Beban glikemik (BG) merupakan metode yang lebih tepat dan akurat untuk
melakukan perhitungan terhadap asupan karbohidrat. BG dapat memberikan pandangan
mengenai respon sebuah makanan dibandingkan IG karena meliputi jumlah asupan
karbohidrat yang dihidangkan pada setiap porsinya. Dilihat dari definisi, IG lebih
membicarakan tentang kualitas karbohidrat pada suatu jenis makanan bukan
kuantitasnya. Pada tahun 1997, konsep BG mulai diperkenalkan oleh salah seorang
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8
peneliti dari University of Harvard untuk menghitung glycemic effect dari satu
porsi makanan. Semakin tinggi nilai BG maka akan semakin tinggi peningkatan
kadar glukosa darah dan efek insulinogenik dari sebuah makanan.(Gangwisch et
al., 2015)
Menurut Brown (2008), BG didefinisikan sebagai nilai yang dapat
menunjukkan respon glukosa darah setelah mengkonsumsi satu porsi makanan
yang mengandung sejumlah karbohidrat. BG dihitung dengan mengalikan nilai IG
makanan dengan jumlah karbohidrat yang terkandung dalam satu porsi makanan
tersebut kemudian dibagi 100.
Menurut Barclay et al. (2008), BG dapat digunakan sebagai indikator dari
respon glukosa darah dan respon insulin yang dihasilkan oleh satu porsi makanan
Suatu makanan dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai BG-nya. Klasifikasi
makanan berdasarkan nilai BG dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Klasifikasi bahan makanan berdasarkan nilai BG
Kategori Rentang Beban Glikemik
BG Tinggi ≥20
BG Sedang 11-19
BG rendah ≤10
Sumber: (Thompson, 2007)
2. Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah adalah istilah untuk mendefinisikan tingkat glukosa di
dalam darah baik dari segi konsentrasi glukosa darah hingga tingkat glukosa
dalam serum, hal ini diatur dengan ketat di dalam fisiologis tubuh manusia. Pada
umumnya tingkat glukosa darah dalam tubuh ada pada batas-batas yang sempit
selama 24 jamnya (70-150 mg/dl). Batas-batas ini akan meningkat setelah makan
dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan
(Henrikson et al., 2009).
Menurut Adilfo (2010), glukosa adalah sumber energi utama bagi sel-sel
dalam tubuh manusia. Glukosa terbentuk dari karbohidrat yang masuk ke dalam
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9
tubuh melalui makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot. Pada penderita
DM, kadar glukosa darah setelah makan akan meningkat ≥140 mg/dl (Guyton dan Hall,
2014). Berikut adalah kurva hasil perbandingan toleransi glukosa darah pada orang
sehat dan pada penderita DM:
Gambar 2. Perbandingan kurva toleransi glukosa darah pada orang normal
dan penderita DM (Guyton dan Hall, 2014)
Menurut Dewi (2008), kadar glukosa darah dapat dipengaruhi oleh faktor endogen
dan eksogen. Faktor endogen atau faktor humoral contohnya seperti hormon insulin,
glukagon dan kortisol yang berfungsi sebagai sistem reseptor di otot dan sel hati. Faktor
eksogen diantaranya meliputi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi dan juga
aktivitas fisik (Dorland, 2010).
Kadar glukosa darah dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit DM.
Untuk penegakan diagnosis, pemeriksaan yang disarankan adalah pemeriksaan secara
enzimatik dengan bahan plasma darah dari vena sedangkan untuk tujuan monitoring
hasil pengobatan dapat menggunakan pengambilan sampel darah kapiler dengan
glukometer (PERKENI, 2015).
Di dalam tubuh, kadar glukosa darah dikendalikan oleh insulin yang memiliki
efek penting pada metabolisme, terutama metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Insulin dapat menurunkan kadar glukosa, asam lemak dan asam amino dalam darah
serta mendorong penyimpanan nutrient-nutrient tersebut. Kadar glukosa darah akan
meningkat karena proses metabolisme di dalam tubuh setelah memakan makanan yang
mengandung karbohidrat. Sebagian glukosa di dalam makanan akan disimpan di dalam
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10
hati dalam bentuk glikogen. Setelah dua atau tiga jam puasa, glikogen akan diuraikan
dengan proses
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10
glikogenolisis dan glukosa yang terbentuk kemudian akan mengalir ke sirkulasi darah.
Setelah puasa selama satu malam, kadar glukosa darah dipertahankan baik oleh
glikogenolisis maupun glukoneogenesis. Namun, setelah sekitar 30 jam puasa,
simpanan glikogen di dalam hati habis, sehingga glukoneogenesis menjadi sumber satu-
satunya glukosa darah (Sherwood, 2014).
Perubahan metabolisme glukosa yang berlangsung selama perpindahan kadar
glukosa darah sepanjang hari bervariasi dimana glukosa darah akan meningkat setelah
makan dan kembali normal dalam waktu dua jam. Kadar glukosa darah yang normal
pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar
glukosa darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau
minum cairan yang mengandung glukosa maupun karbohidrat lainnya (Price dan
Wilson, 2012).
Kadar glukosa darah normal cenderung akan sedikit meningkat tetapi bertahap
setelah usia 50 tahun, terutama pada individu yang jarang melakukan aktivitas fisik.
Kadar glukosa darah yang meningkat setelah makan atau minum merangsang pankreas
untuk menghasilkan hormon insulin sehingga mencegah naiknya kadar glukosa darah
dan menyebabkan kadar glukosa darah menurun secara perlahan (Guyton, 2014).
Patokan-patokan yang dipakai di Indonesia adalah (PERKENI, 2015):
a. Kriteria diagnosis untuk gangguan kadar glukosa darah.
Pada ketetapan terakhir yang dikeluarkan oleh WHO dalam petemuan tahun
2005 disepakati bahwa angkanya tidak berubah dari ketetapan sebelumnya yang
dikeluarkan pada tahun 1999, yaitu:
Tabel 1. Kriteria diagnosis untuk gangguan kadar glukosa darah
Metode
Pengukuran
Kadar Gluksoa Darah
Normal DM IGT IFG
Glukosa darah
puasa (fasting
blood glucose)
< 6,1 mmol/L
(<110 mg/dL)
≥7,0 mmol/L
(≥126 mg/dL)
<7,0 mmol/L
(<126 mg/dL)
<6,1
mmol/L(<110
mg/dL)
Glukosa darah
2 jam setelah
makan (2h
glucose)
Nilai yang dpakai
tidak spesifik < 7,8
mmol/L (<140
mg/dL)
≥11,1 mmol/L
(≥200 mg/dL)
≤ 11,1 mmol/L
(≤200 mg/dL)
<7,8
mmol/L(<140
mg/dL) Jika
diukur
Sumber: (PERKENI, 2015)
b. Kadar glukosa darah normal (Normoglycaemia)
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11
Normoglycaemia adalah kondisi yang terjadi saat kadar glukosa darah
menimbulkan risiko yang kecil untuk menjadi DM atau menyebabkan munculnya
penyakit kardiovaskuler.
c. IGT (Impairing Glucose Tolerance)
Menurut WHO, IGT adalah kondisi dimana individu mempunyai risiko
tinggi menderita diabetes walaupun pada beberapa kasus kadar glukosa darah
dapat dapat kembali normal. Individu yang kadar glukosa darahnya termasuk
dalam kategori IGT juga mempunyai risiko terkena penyakit kardiovaskuler.
Kondisi ini menurut para ahli terjadi karena adanya kerusakan dari produksi
hormon insulin dan terjadinya kekebalan jaringan otot terhadap insulin yang
diproduksi.
d. IFG (Impairing Fasting Glucose)
Batas bawah untuk pengukuran glukosa darah puasa yaitu 6.1 mmol/L atau
110 mg/dL. IFG sendiri mempunyai peran yang hampir sama dengan IGT. IGT
adalah sebuah kondisi dimana tubuh tidak dapat memproduksi insulin secara
maksimal dan ada gangguan mekanisme penekanan pengeluaran glukosa dari hati
ke dalam darah.
Ada beberapa tipe pemeriksaan glukosa darah, yaitu pemeriksaan glukosa
darah puasa dengan cara mengukur kadar glukosa darah setelah tidak makan ±8
jam dan pemeriksaan glukosa darah postprandial dengan cara mengukur kadar
glukosa darah tepat 2 jam setelah makan. Pemeriksaan glukosa darah acak dengan
cara mengukur kadar glukosa darah tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir (Henrikson et al., 2009)
Dulu pengukuran glukosa darah yang dilakukan adalah pemeriksaan darah
lengkap, tetapi sekarang sebagian besar laboratorium melakukan pengukuran
kadar glukosa dalam serum. Hal ini disebabkan karena eritrosit memiliki kadar
protein (yaitu hemoglobin) yang lebih tinggi dari pada serum, sedangkan serum
memiliki kadar air yang lebih tinggi sehingga bila dibandingkan dengan
pemeriksaan darah lengkap serum dapat melarutkan lebih banyak glukosa (Sacher
and McPherson, 2011).
3. Lingkar pinggang
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12
Lingkar pinggang merupakan salah satu indikator terjadinya obesitas sentral.
Pengukuran terhadap lingkar pinggang dapat menunjukkan adanya perlemakan pada
organ-organ di rongga perut. Secara anatomi, rongga perut terletak tepat dibawah
tulang rusuk paling bawah dan berdekatan dengan hati, pankreas, jantung, kantung
empedu, dan organ-organ lainnya. Bila organ tersebut diselimuti lemak, maka dapat
meningkatkan faktor risiko terjadinya sindrom metabolik. Lingkar pinggang juga
merupakan area pengukuran yang efektif untuk mengetahui adanya penumpukan
lemak viseral dalam tubuh (Bisharat, et al., 2013)
Obesitas sentral adalah kondisi yang dapat menunjukkan adaya lemak viseral
dalam jumlah banyak yang tertimbun di area perut. Adanya penimbunan lemak
viseral dapat dilihat secara langsung. Penampakan fisik individu yang mengalami
obesitas sentral terlihat dari pertambahnya lingkar pinggang. Dapat dikatakan
obesitas sentral apabila ukuran lingkar pinggang diatas 80 cm untuk wanita dan
diatas 90 cm untuk laki-laki (WHO, 2015)
4. Diet
PERKENI merekomendasikan konsumsi serat sekitar 25 gram setiap 1000 kkal
dalam 24 jam. Untuk usia ≥51 tahun, disarankan untuk mengkonsumsi 30 gram bagi
laki-laki dan 21 gram bagi wanita setiap hari. Konsumsi yang dianjurkan oleh WHO
adalah 24 gram atau 10-13 kalori per 1000 kalori. Bagi penderita DM, The Canadian
Diabetes Association merekomendasikan konsumsi serat sebanyak 25-30 gram
sehari. Sedangkan The Diabetes of Australia dan The European Association for the
Study of Diabetes mengatakan bahwa diet tinggi serat baik bagi penderita DM
(Prihaningtyas, 2013).
The American Cancer Society, The American Heart Association dan The
American Diabetic Association menyarankan 25-35 g serat/hari dari berbagai bahan
makanan seperti sayur dan buah. Berdasarkan konsensus nasional yang dilakukan
oleh Bidang Pengelolaan Universitas Sumatera Utara individu dengan faktor risiko
DM disarankan untuk mengkonsumsi 20 - 25 g/hari. Food and Drug Administration
(FDA) Amerika Serikat membatasi konsumsi gula maksimal 10 sendok teh atau 40
gram per hari sedangkan WHO maksimal 12 sendok teh atau 48 gram perhari
(Soegondo dkk, 2011; Kemenkes RI, 2013).
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13
Konsumsi makanan yang tidak seimbang, tinggi gula dan rendah serat juga
dapat menjadi faktor risiko DM, diet yang dianjurkan adalah makanan seimbang
dengan komposisi energi yang dihasilkan oleh karbohidrat, protein, dan lemak;
45-65% : 10-20% : 20-25%. Setiap gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori,
satu porsi nasi setara dengan ¾ gelas atau 100 gram, 1 gram karbohidrat
menghasilkan 4 kkal, kebutuhan kalori berbeda dilihat dari jenis kelamin dan
usia, untuk wanita usia 40-45 tahun 2200 kkal dan usia 46-59 tahun 2100 kkal,
sedangkan untuk jenis kelamin pria usia 40-45 tahun sebanyak 2800 kkal dan
usia 46-59 tahun 2500 kkal, sedangkan kebutuhan karbohidrat adalah 60-70%
dari energi total (Almatsier, 2011).
5. Buah dan Sayur
Sebuah penelitian di China menunjukkan bahwa konsumsi buah-buahan
secara rutin dapat mengurangi risiko terjadinya diabetes pada responden sehat
tanpa diabetes dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian responden yang
sudah terdiagnosa diabetes (Du et al., 2017).
Buah merupakan salah sumber zat gizi yang diperlukan oleh tubuh karena
banyak mengandung vitamin dan mineral. Menurut Chen et al., (2011),
karbohidrat sederhana yang terkandung di dalam buah adalah monosakarida
(glukosa dan fruktosa) dan disakarida (sukrosa). Oligosakarida dan polisakarida
yang merupakan bentuk karbohidrat komplek juga dapat ditemukan di dalam
buah. Jenis karbohidrat komplek dalam buah dibagi menjadi 2 yaitu serat mudah
cerna/digestible starch dan serat tidak mudah cerna/non digestible starch
(Clemens et al., 2016).
Adanya serat dalam bahan makanan dapat menghasilkan SCFA (Asam
Lemak Rantai Pendek) dari aktifitas mikrobiota usus dan dapat menurunkan IG
makanan tersebut. Penelitian yang dilakukan pada hewan coba dengan DM
menunjukkan adanya efek dari pemberian serat terhadap sekresi hormon GLP-1
dan peptida YY. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa serat dapat
meningkatkan sekresi hormon GLP-1 dan peptida YY (Zhou et al., 2008).
Penggunaan buah-buahan lokal sebagai upaya pencegahan dan terapi diet
pada diabetes masih sulit dilakukan karena terbatasnya penelitian dan publikasi
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14
terkait IG bahan makanan khususnya buah-buahan lokal di Indonesia, Beberapa hasil
penelitian tentang nilai IG buah-buahan di negara Asia seperti Taiwan, Filipina dan
Malaysia menunjukkan ada beberapa buah yang termasuk dalam kategori IG rendah
yang telah diujikan pada orang sehat maupun pasien diabetes. Menurut Robert et al.,
(2008) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa uji coba yang dilakukan pada orang
sehat menunjukkan bahwa nanas termasuk buah dengan nilai IG tinggi sedangkan
durian termasuk dalam kategori IG rendah dan semangka serta pepaya termasuk
dalam kategori IG sedang. Selain itu pisang, anggur, pir (Cina), melon, semangka,
belimbing, mangga dan jambu biji juga masuk dalam kelompok buah-buahan dengan
IG rendah. Buah-buahan yang termasuk kategori IG sedang dalam penelitian ini
pisang (Lakatan), nanas dan kismis (Trinidad et al., 2010).
Salah satu jenis sayuran yang merupakan sumber serat dan ber-IG rendah adalah
brokoli (Brassica oleracea). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012)
menunjukkan bahwa brokoli mempunyai aktivitas antihiperglikemik dan memiliki
IG yang rendah, yaitu 15. Brokoli banyak memiliki kandungan mineral seperti
kalsium, magnesium, kalium, besi, dan zinc, serta folat dan juga serat. Brokoli juga
merupak sumber antioksidan (vitamin C dan vitamin E) serta fitokimia, karoteoid,
klorofil, sulforafan, isotiosianat, dan glukosinolat. Kadar serat dalam brokoli sebesar
3,3 gram/100 gram, dimana kandungan serat pada brokoli lebih tinggi dibandingkan
wortel, selada, dan jagung (Handayani, 2014)
6. Rasa Lapar dan Nafsu Makan
Rasa lapar adalah suatu keinginan intrinsik seseorang untuk mendapatkan
jumlah makanan tertentu untuk dikonsumsi. Sedangkan nafsu makan adalah
preferensi seseorang terhadap jenis makanan tertentu yang ingin dikonsumsi. Nafsu
makan dan rasa lapar adalah akibat dari perangsangan beberapa area di hipotalamus
yang menimbulkan persepsi rasa lapar dan keinginan untuk mencari dan
mendapatkan makanan. Nukleus ventromedial pada hipotalamus berperan sebagai
pusat rasa kenyang yang berfungsi memberi sinyal kepuasan nutrisional, kemudian
akan menghambat pusat nafsu makan. Stimulasi elektrik pada daerah ini akan
menyebabkan rasa kenyang dan puas, yang dengan keberadaan makanan pun akan
menyebabkan individu menolak makanan (aphagia). Sedangkan kerusakan pada
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15
daerah ini menyebabkan individu makan secara berlebihan dan terus menerus
sehingga menyebabkan keadaan obesitas (Guyton dan Hall, 2014).
Pusat rasa lapar dan kenyang pada hipotalamus tersebut terdiri dari reseptor
untuk neurotransmitter dan hormon yang mempengaruhi perilaku makan.
Hormon dan neurotransmitter tersebut terbagi atas substansi orexigenic yang
menstimulasi nafsu makan dan anorexigenic yang menghambat nafsu makan.
Sinyal yang menuju hipotalamus dapat berupa sinyal neural, hormon, dan
metabolit. Informasi dari organ viseral, seperti distensi abdomen, akan
dihantarkan melalui nervus vagus ke sistem saraf pusat. Sinyal hormonal seperti
leptin, insulin, dan beberapa peptida usus seperti peptida YY dan kolesistokinin
akan menekan nafsu makan (senyawa anorexigenic), sedangkan kortisol dan
peptida usus ghrelin akan merangsang nafsu makan (senyawa orexigenic).
Kolesistokinin, adalah peptida yang dihasilkan oleh usus halus dan memberi
sinyal ke otak secara langsung melalui pusat kontrol hipotalamus atau melalui
nervus vagus Selain sinyal neural dan hormonal, metabolit-metabolit juga dapat
mempengaruhi nafsu makan, seperti efek hipoglikemia akan menimbulkan rasa
lapar. Namun, metabolit-metabolit tersebut bukanlah regulator nafsu makan
utama karena melepaskan sinyal-sinyal hormonal, metabolik, dan neural tidak
secara langsung, namun dengan mempengaruhi pelepasan berbagai macam
peptida-peptida pada hipotalamus (Neuropeptide Y, Agoutirelated Peptide,
Melanocyte Stimulating Hormone, Melanin Concentrating Hormone). Peptida-
peptida tersebut terintegrasi dengan jalur sinyal daripada sistem serotonergik,
katekolaminergik, endocannabinoid, dan opioid. (Fauci, 2008)
B. Penelitian Relevan
Ada beberapan penelitian tentang IG dan pengaruhnya terhadap orang sehat
serta orang yang telah terdiagnosa diebetes. Pembaharuan tentang perubahan pola
makan (diet) untuk pencegahaan diabetes juga selalu dikembangkan. Penelitian
terbaru tentang IG dan pemgaruhnya terhadap kadar glukosa orang sehat dapat kita
temui dalam penelitian yang dilakukan oleh Matthan et al. (2016) yang melakukan
penelitian mengenai variasi respon glikemik dari beberapa orang dengan variasi
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16
faktor biologis yang memungkinkan mereka memiliki respon glikemik berbeda terhadap
satu jenis makanan yang diberikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada variabilitas
yang besar dalam respon individu untuk penentuan nilai IG, yang berarti bahwa
penggunaan indeks IG bisa jadi kurang bisa dijadikan acuanuntuk membimbing pilihan
makanan. Selain itu, bahkan pada orang sehat, status glikemik secara signifikan
berkontribusi pada variabilitas perkiraan nilai IG.
Sementara itu penelitian yang dilakukan Hui et al. (2015) yang bertujuan untuk
menganalisis hubungan antara diet beban glikemik (Glicemic Load/GL) dengan tingkat
gula darah serta risiko Penyakit Dislipidemia pada pasien rawat inap dewasa di Cina.
Analisis data dilakukan dengan metode regresi logistik, hasilnya semakin tinggi diet
beban glikemik maka semakin rendah risiko penyakit dislipidemia (p<0,01), semakin
rendah juga risiko hiperkolesterolemia dan kadar LDL-C (p<0,01). Sementara itu diet
beban glikemik tetap berhubungan negatif dan signifikan dengan trigliserida darah dan
kadar HDL-C (p<0,01), namun diet beban glikemik tidak menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap risiko hipergliseridemia dan rendahnya HDL-C darah (p>0,05). Diet
BG tinggi, sebagaimana dilakukan oleh masyarakat Cina ternyata berkontribusi
terhadap penurunan risiko dislipidemia pada orang-orang dewasa di Cina.
Galgani et al. (2006) melakukan penelitian mengenai efek akut dari IG dan BG
makanan terhadap kadar glukosa darah dan respon insulin pada manusia. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian makanan dengan IG yang berbeda
berpengaruh terhadap respon serum insulin. Hal yang sama juga terjadi pada respon
glukosa darah terhadap pemberian makanan dengan IG dan BG yang berbeda. Hal ini
menunjkkan bahwa IG dan BG sangat berguna untuk memprediksikan efek akutnya
terhadap glukosa darah dan respon insulin pada manusia.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17
C. Kerangka Berpikir
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Mempengaruhi
: Mencegah
Gambar 3. Kerangka Berpikir Pengaruh Pisang Dan Atau Brokoli Sebelum Makan
Karbohidrat Terhadap Kadar Glukosa Darah, Lingkar
Pinggang, Dan Rasa Kenyang Pada Guru
Pola makan
Asupan karbohidrat
yang tinggi
Peningkatan resistensi
insulin pada jaringan dan
otot
Peningkatan kadar glukosa
darah
Risiko penyakit DM
meningkat
Perubahan urutan makan
Buah dan sayur sebelum
makan karbohidrat
Pengosongan lambung
menurun
Pelepasan hormon GIP,
GLP-1 meningkat
Fermentasi bakteri usus
(SCFA) meningkat Nafsu makan menurun
Asupan gizi meningkat
Kadar glukosa darah stabil
Peningkatan sekresi insulin
Penurunan kerja kelenjar
pankreas
Lingkar pinggang
turun
Rasa kenyang meningkat
Faktor internal:
1. Kebutuhan
gizi
2. Psikologis
3. Gaya hidup
Faktor eksternal:
1. Lingkungan
2. Aktifitas fisik
3. Ketersediaan
bahan
makanan
4. Daya beli
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18
D. Hipotesis
1. Ada pengaruh pisang sebelum makan karbohidrat terhadap kadar glukosa
darah. Makan pisang sebelum makan karbohidrat menurunkan kadar glukosa
darah.
2. Ada pengaruh pisang dan brokoli sebelum makan karbohidrat terhadap kadar
glukosa darah.
3. Ada pengaruh pisang sebelum makan karbohidrat terhadap lingkar pinggang
4. Ada pengaruh pisang dan brokoli sebelum makan karbohidrat terhadap lingkar
pinggang
5. Ada pengaruh pisang sebelum makan karbohidrat terhadap rasa kenyang
6. Ada pengaruh pisang dan brokoli sebelum makan karbohidrat terhadap rasa
kenyang