BAB II - Digital Library UNS

15
commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Indeks Glikemik dan Beban Glikemik a. Indeks Glikemik Menurut Arif dkk (2013) pengaturan diet dengan konsep indeks glikemik (IG) mulai diperkenalkan dengan cara pengelompokan bahan makanan berdasar pada efek fisiologisnya terhadap kadar glukosa darah setelah makanan dikonsumsi. Setiap individu mencerna makanan dengan kecepatan berbeda-beda, sehingga respon makanan terhadap kadar glukosa darah juga berbeda. Konsep IG dapat memberikan informasi tentang efek fisiologis makanan terhadap kadar glukosa darah dan respon insulin. Konsep IG juga secara mudah dan efektif dapat mengendalikan fluktuasi glukosa darah. Umumnya, makanan yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat memiliki IG tinggi, sedangkan makanan yang meningkatkan kadar glukosa darah dengan lambat memiliki IG rendah (Atkinson et al., 2008). Karbohidrat dikelompokkan berdasar struktur utama yang ada di dalamnya menjadi karbohidrat yang mengandung sebagian besar mono atau disakarida dan karbohidrat kompleks yang mengandung polisakarida, Pengelompokan ini menyebabkan salah persepsi dimana beberapa orang percaya bahwa semua karbohidrat sederhana akan memiliki respon glukosa yang cepat dalam tubuh manusia dan tidak dapat dikonsumsi oleh penderita DM, sementara karbohidrat kompleks yang di percaya memiliki respon glukosa yang lebih kecil dalam darah cocok untuk penderita DM (Gibson, 2010). Proses metabolisme di dalam tubuh setelah makan karbohidrat erat hubungannya dengan kemampuan penyerapan glukosa di usus kecil. Penurunan penyerapan glukosa setelah mengkonsumsi karbohidrat dengan IG rendah akan menghambat naiknya konsentrasi glukosa darah setelah makan (postprandial) pada hormon di usus misalnya, inkretin (hormon yang disekresi oleh saluran usus ketika memasukkan makanan, mempunyai fungsi mengatur dan mengontrol glukosa darah) dan insulin. Hormon inkretin terdiri dari GLP-1 (Glucagon-Like Peptide-1) dan GIP (Glucose-Dependent Insulinotropic Polypeptide). Hormon inkretin berfungsi untuk mengatur glukosa darah

Transcript of BAB II - Digital Library UNS

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Indeks Glikemik dan Beban Glikemik

a. Indeks Glikemik

Menurut Arif dkk (2013) pengaturan diet dengan konsep indeks glikemik (IG)

mulai diperkenalkan dengan cara pengelompokan bahan makanan berdasar pada efek

fisiologisnya terhadap kadar glukosa darah setelah makanan dikonsumsi. Setiap

individu mencerna makanan dengan kecepatan berbeda-beda, sehingga respon makanan

terhadap kadar glukosa darah juga berbeda. Konsep IG dapat memberikan informasi

tentang efek fisiologis makanan terhadap kadar glukosa darah dan respon insulin.

Konsep IG juga secara mudah dan efektif dapat mengendalikan fluktuasi glukosa darah.

Umumnya, makanan yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat

memiliki IG tinggi, sedangkan makanan yang meningkatkan kadar glukosa darah

dengan lambat memiliki IG rendah (Atkinson et al., 2008).

Karbohidrat dikelompokkan berdasar struktur utama yang ada di dalamnya

menjadi karbohidrat yang mengandung sebagian besar mono atau disakarida dan

karbohidrat kompleks yang mengandung polisakarida, Pengelompokan ini

menyebabkan salah persepsi dimana beberapa orang percaya bahwa semua karbohidrat

sederhana akan memiliki respon glukosa yang cepat dalam tubuh manusia dan tidak

dapat dikonsumsi oleh penderita DM, sementara karbohidrat kompleks yang di percaya

memiliki respon glukosa yang lebih kecil dalam darah cocok untuk penderita DM

(Gibson, 2010).

Proses metabolisme di dalam tubuh setelah makan karbohidrat erat hubungannya

dengan kemampuan penyerapan glukosa di usus kecil. Penurunan penyerapan glukosa

setelah mengkonsumsi karbohidrat dengan IG rendah akan menghambat naiknya

konsentrasi glukosa darah setelah makan (postprandial) pada hormon di usus misalnya,

inkretin (hormon yang disekresi oleh saluran usus ketika memasukkan makanan,

mempunyai fungsi mengatur dan mengontrol glukosa darah) dan insulin. Hormon

inkretin terdiri dari GLP-1 (Glucagon-Like Peptide-1) dan GIP (Glucose-Dependent

Insulinotropic Polypeptide). Hormon inkretin berfungsi untuk mengatur glukosa darah

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6

dan memperbaiki keseimbangan antara glukagon dan insulin dengan cara

Glucose-Dependent Manner (Suryono, 2008)

Karbohidrat dalam makanan yang dapat dipecah dengan cepat selama pencernaan,

masuk dalam kategori ber-IG tinggi. Pada akhirnya respon glukosa darah terhadap jenis

makanan ini juga menjadi cepat dan tinggi. Dengan kata lain, glukosa dalam aliran

darah akan meningkat dengan cepat. Sebaliknya, karbohidrat yang dipecah dengan

lambat masuk dalam kategori ber-IG rendah sehingga makanan akan melepaskan

glukosa ke dalam darah dengan lambat. Indeks glukosa murni ditetapkan 100 dan

digunakan sebagai acuan untuk IG makanan lain. Baik roti tawar maupun glukosa murni

dapat digunakan sebagai makanan kontrol dalam menghitung nilai IG makanan uji

(Mendosa, 2006).

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor HK.03.1.23.11.11.09909 Tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim

Dalam Label Dan Iklan Makanan Olahan Pasal 15, pengelompokan IG adalah sebagai

berikut:

1) IG tinggi adalah IG lebih dari 70;

2) IG sedang adalah IG antara 55-70;

3) IG rendah adalah IG kurang dari 55.

Prosedur penentuan IG makanan adalah sebagai berikut (Rakhmawati,

Rimbawan, dan Amalia, 2011):

1) Makanan tunggal yang akan ditentukan IG-nya (mengandung 50 g karbohidrat)

diberikan kepada subjek yang telah melakukan puasa penuh (kecuali air) selama

semalam.

2) Selama dua jam pasca pemberian, sampel darah sebanyak 50 µL–finger-prick

cappilary blood samples method-diambil setiap 15 menit pada jam pertama

kemudian setiap 30 menit pada jam kedua untuk diukur kadar glukosanya.

3) Pada waktu berlainan hal yang sama dilakukan dengan memberikan 50 g glukosa

murni kepada subjek. Kadar glukosa darah ditebar pada dua sumbu yaitu sumbu

waktu dan kadar glukosa darah

4) IG ditentukan dengan membandingkan luas daerah dibawah kurva antaran makanan

yang diukur IG-nya dengan makanan acuan.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7

Glukosa darah (mmol/L)

Waktu (menit)

Gambar 1. Kurva fluktuasi glukosa darah. Area di bawah kurva respons glukosa darah

merupakan jumlah A, B, C, D, E, F. Area di bawah garis dasar tidak diperhitungkan

(Hoerudin, 2012).

Kurva respon glukosa darah yang dibuat digunakan untuk menghitung luas area

bawah kurva (Area Under Curve). Luas daerah di bawah kurva dapat dihitung dengan

beberapa cara, seperti intergral dari persamaan polinom dan menghitung luas bangun.

Gambaran luas area dibawah kurva glukosa darah di ilustrasikan pada Gambar 1 di atas.

Nilai IG didapatkan setelah menghitung luas area dibawah kurva glukosa darah

makanan uji dibandingkan dengan luas area dibawah kurva makanan standard dikalikan

dengan 100% (Laurale, 2010).

b. Beban Glikemik

Beban glikemik (BG) merupakan metode yang lebih tepat dan akurat untuk

melakukan perhitungan terhadap asupan karbohidrat. BG dapat memberikan pandangan

mengenai respon sebuah makanan dibandingkan IG karena meliputi jumlah asupan

karbohidrat yang dihidangkan pada setiap porsinya. Dilihat dari definisi, IG lebih

membicarakan tentang kualitas karbohidrat pada suatu jenis makanan bukan

kuantitasnya. Pada tahun 1997, konsep BG mulai diperkenalkan oleh salah seorang

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8

peneliti dari University of Harvard untuk menghitung glycemic effect dari satu

porsi makanan. Semakin tinggi nilai BG maka akan semakin tinggi peningkatan

kadar glukosa darah dan efek insulinogenik dari sebuah makanan.(Gangwisch et

al., 2015)

Menurut Brown (2008), BG didefinisikan sebagai nilai yang dapat

menunjukkan respon glukosa darah setelah mengkonsumsi satu porsi makanan

yang mengandung sejumlah karbohidrat. BG dihitung dengan mengalikan nilai IG

makanan dengan jumlah karbohidrat yang terkandung dalam satu porsi makanan

tersebut kemudian dibagi 100.

Menurut Barclay et al. (2008), BG dapat digunakan sebagai indikator dari

respon glukosa darah dan respon insulin yang dihasilkan oleh satu porsi makanan

Suatu makanan dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai BG-nya. Klasifikasi

makanan berdasarkan nilai BG dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Klasifikasi bahan makanan berdasarkan nilai BG

Kategori Rentang Beban Glikemik

BG Tinggi ≥20

BG Sedang 11-19

BG rendah ≤10

Sumber: (Thompson, 2007)

2. Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah adalah istilah untuk mendefinisikan tingkat glukosa di

dalam darah baik dari segi konsentrasi glukosa darah hingga tingkat glukosa

dalam serum, hal ini diatur dengan ketat di dalam fisiologis tubuh manusia. Pada

umumnya tingkat glukosa darah dalam tubuh ada pada batas-batas yang sempit

selama 24 jamnya (70-150 mg/dl). Batas-batas ini akan meningkat setelah makan

dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan

(Henrikson et al., 2009).

Menurut Adilfo (2010), glukosa adalah sumber energi utama bagi sel-sel

dalam tubuh manusia. Glukosa terbentuk dari karbohidrat yang masuk ke dalam

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9

tubuh melalui makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot. Pada penderita

DM, kadar glukosa darah setelah makan akan meningkat ≥140 mg/dl (Guyton dan Hall,

2014). Berikut adalah kurva hasil perbandingan toleransi glukosa darah pada orang

sehat dan pada penderita DM:

Gambar 2. Perbandingan kurva toleransi glukosa darah pada orang normal

dan penderita DM (Guyton dan Hall, 2014)

Menurut Dewi (2008), kadar glukosa darah dapat dipengaruhi oleh faktor endogen

dan eksogen. Faktor endogen atau faktor humoral contohnya seperti hormon insulin,

glukagon dan kortisol yang berfungsi sebagai sistem reseptor di otot dan sel hati. Faktor

eksogen diantaranya meliputi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi dan juga

aktivitas fisik (Dorland, 2010).

Kadar glukosa darah dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit DM.

Untuk penegakan diagnosis, pemeriksaan yang disarankan adalah pemeriksaan secara

enzimatik dengan bahan plasma darah dari vena sedangkan untuk tujuan monitoring

hasil pengobatan dapat menggunakan pengambilan sampel darah kapiler dengan

glukometer (PERKENI, 2015).

Di dalam tubuh, kadar glukosa darah dikendalikan oleh insulin yang memiliki

efek penting pada metabolisme, terutama metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

Insulin dapat menurunkan kadar glukosa, asam lemak dan asam amino dalam darah

serta mendorong penyimpanan nutrient-nutrient tersebut. Kadar glukosa darah akan

meningkat karena proses metabolisme di dalam tubuh setelah memakan makanan yang

mengandung karbohidrat. Sebagian glukosa di dalam makanan akan disimpan di dalam

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10

hati dalam bentuk glikogen. Setelah dua atau tiga jam puasa, glikogen akan diuraikan

dengan proses

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10

glikogenolisis dan glukosa yang terbentuk kemudian akan mengalir ke sirkulasi darah.

Setelah puasa selama satu malam, kadar glukosa darah dipertahankan baik oleh

glikogenolisis maupun glukoneogenesis. Namun, setelah sekitar 30 jam puasa,

simpanan glikogen di dalam hati habis, sehingga glukoneogenesis menjadi sumber satu-

satunya glukosa darah (Sherwood, 2014).

Perubahan metabolisme glukosa yang berlangsung selama perpindahan kadar

glukosa darah sepanjang hari bervariasi dimana glukosa darah akan meningkat setelah

makan dan kembali normal dalam waktu dua jam. Kadar glukosa darah yang normal

pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar

glukosa darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau

minum cairan yang mengandung glukosa maupun karbohidrat lainnya (Price dan

Wilson, 2012).

Kadar glukosa darah normal cenderung akan sedikit meningkat tetapi bertahap

setelah usia 50 tahun, terutama pada individu yang jarang melakukan aktivitas fisik.

Kadar glukosa darah yang meningkat setelah makan atau minum merangsang pankreas

untuk menghasilkan hormon insulin sehingga mencegah naiknya kadar glukosa darah

dan menyebabkan kadar glukosa darah menurun secara perlahan (Guyton, 2014).

Patokan-patokan yang dipakai di Indonesia adalah (PERKENI, 2015):

a. Kriteria diagnosis untuk gangguan kadar glukosa darah.

Pada ketetapan terakhir yang dikeluarkan oleh WHO dalam petemuan tahun

2005 disepakati bahwa angkanya tidak berubah dari ketetapan sebelumnya yang

dikeluarkan pada tahun 1999, yaitu:

Tabel 1. Kriteria diagnosis untuk gangguan kadar glukosa darah

Metode

Pengukuran

Kadar Gluksoa Darah

Normal DM IGT IFG

Glukosa darah

puasa (fasting

blood glucose)

< 6,1 mmol/L

(<110 mg/dL)

≥7,0 mmol/L

(≥126 mg/dL)

<7,0 mmol/L

(<126 mg/dL)

<6,1

mmol/L(<110

mg/dL)

Glukosa darah

2 jam setelah

makan (2h

glucose)

Nilai yang dpakai

tidak spesifik < 7,8

mmol/L (<140

mg/dL)

≥11,1 mmol/L

(≥200 mg/dL)

≤ 11,1 mmol/L

(≤200 mg/dL)

<7,8

mmol/L(<140

mg/dL) Jika

diukur

Sumber: (PERKENI, 2015)

b. Kadar glukosa darah normal (Normoglycaemia)

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11

Normoglycaemia adalah kondisi yang terjadi saat kadar glukosa darah

menimbulkan risiko yang kecil untuk menjadi DM atau menyebabkan munculnya

penyakit kardiovaskuler.

c. IGT (Impairing Glucose Tolerance)

Menurut WHO, IGT adalah kondisi dimana individu mempunyai risiko

tinggi menderita diabetes walaupun pada beberapa kasus kadar glukosa darah

dapat dapat kembali normal. Individu yang kadar glukosa darahnya termasuk

dalam kategori IGT juga mempunyai risiko terkena penyakit kardiovaskuler.

Kondisi ini menurut para ahli terjadi karena adanya kerusakan dari produksi

hormon insulin dan terjadinya kekebalan jaringan otot terhadap insulin yang

diproduksi.

d. IFG (Impairing Fasting Glucose)

Batas bawah untuk pengukuran glukosa darah puasa yaitu 6.1 mmol/L atau

110 mg/dL. IFG sendiri mempunyai peran yang hampir sama dengan IGT. IGT

adalah sebuah kondisi dimana tubuh tidak dapat memproduksi insulin secara

maksimal dan ada gangguan mekanisme penekanan pengeluaran glukosa dari hati

ke dalam darah.

Ada beberapa tipe pemeriksaan glukosa darah, yaitu pemeriksaan glukosa

darah puasa dengan cara mengukur kadar glukosa darah setelah tidak makan ±8

jam dan pemeriksaan glukosa darah postprandial dengan cara mengukur kadar

glukosa darah tepat 2 jam setelah makan. Pemeriksaan glukosa darah acak dengan

cara mengukur kadar glukosa darah tanpa memperhatikan waktu makan

terakhir (Henrikson et al., 2009)

Dulu pengukuran glukosa darah yang dilakukan adalah pemeriksaan darah

lengkap, tetapi sekarang sebagian besar laboratorium melakukan pengukuran

kadar glukosa dalam serum. Hal ini disebabkan karena eritrosit memiliki kadar

protein (yaitu hemoglobin) yang lebih tinggi dari pada serum, sedangkan serum

memiliki kadar air yang lebih tinggi sehingga bila dibandingkan dengan

pemeriksaan darah lengkap serum dapat melarutkan lebih banyak glukosa (Sacher

and McPherson, 2011).

3. Lingkar pinggang

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12

Lingkar pinggang merupakan salah satu indikator terjadinya obesitas sentral.

Pengukuran terhadap lingkar pinggang dapat menunjukkan adanya perlemakan pada

organ-organ di rongga perut. Secara anatomi, rongga perut terletak tepat dibawah

tulang rusuk paling bawah dan berdekatan dengan hati, pankreas, jantung, kantung

empedu, dan organ-organ lainnya. Bila organ tersebut diselimuti lemak, maka dapat

meningkatkan faktor risiko terjadinya sindrom metabolik. Lingkar pinggang juga

merupakan area pengukuran yang efektif untuk mengetahui adanya penumpukan

lemak viseral dalam tubuh (Bisharat, et al., 2013)

Obesitas sentral adalah kondisi yang dapat menunjukkan adaya lemak viseral

dalam jumlah banyak yang tertimbun di area perut. Adanya penimbunan lemak

viseral dapat dilihat secara langsung. Penampakan fisik individu yang mengalami

obesitas sentral terlihat dari pertambahnya lingkar pinggang. Dapat dikatakan

obesitas sentral apabila ukuran lingkar pinggang diatas 80 cm untuk wanita dan

diatas 90 cm untuk laki-laki (WHO, 2015)

4. Diet

PERKENI merekomendasikan konsumsi serat sekitar 25 gram setiap 1000 kkal

dalam 24 jam. Untuk usia ≥51 tahun, disarankan untuk mengkonsumsi 30 gram bagi

laki-laki dan 21 gram bagi wanita setiap hari. Konsumsi yang dianjurkan oleh WHO

adalah 24 gram atau 10-13 kalori per 1000 kalori. Bagi penderita DM, The Canadian

Diabetes Association merekomendasikan konsumsi serat sebanyak 25-30 gram

sehari. Sedangkan The Diabetes of Australia dan The European Association for the

Study of Diabetes mengatakan bahwa diet tinggi serat baik bagi penderita DM

(Prihaningtyas, 2013).

The American Cancer Society, The American Heart Association dan The

American Diabetic Association menyarankan 25-35 g serat/hari dari berbagai bahan

makanan seperti sayur dan buah. Berdasarkan konsensus nasional yang dilakukan

oleh Bidang Pengelolaan Universitas Sumatera Utara individu dengan faktor risiko

DM disarankan untuk mengkonsumsi 20 - 25 g/hari. Food and Drug Administration

(FDA) Amerika Serikat membatasi konsumsi gula maksimal 10 sendok teh atau 40

gram per hari sedangkan WHO maksimal 12 sendok teh atau 48 gram perhari

(Soegondo dkk, 2011; Kemenkes RI, 2013).

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13

Konsumsi makanan yang tidak seimbang, tinggi gula dan rendah serat juga

dapat menjadi faktor risiko DM, diet yang dianjurkan adalah makanan seimbang

dengan komposisi energi yang dihasilkan oleh karbohidrat, protein, dan lemak;

45-65% : 10-20% : 20-25%. Setiap gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori,

satu porsi nasi setara dengan ¾ gelas atau 100 gram, 1 gram karbohidrat

menghasilkan 4 kkal, kebutuhan kalori berbeda dilihat dari jenis kelamin dan

usia, untuk wanita usia 40-45 tahun 2200 kkal dan usia 46-59 tahun 2100 kkal,

sedangkan untuk jenis kelamin pria usia 40-45 tahun sebanyak 2800 kkal dan

usia 46-59 tahun 2500 kkal, sedangkan kebutuhan karbohidrat adalah 60-70%

dari energi total (Almatsier, 2011).

5. Buah dan Sayur

Sebuah penelitian di China menunjukkan bahwa konsumsi buah-buahan

secara rutin dapat mengurangi risiko terjadinya diabetes pada responden sehat

tanpa diabetes dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian responden yang

sudah terdiagnosa diabetes (Du et al., 2017).

Buah merupakan salah sumber zat gizi yang diperlukan oleh tubuh karena

banyak mengandung vitamin dan mineral. Menurut Chen et al., (2011),

karbohidrat sederhana yang terkandung di dalam buah adalah monosakarida

(glukosa dan fruktosa) dan disakarida (sukrosa). Oligosakarida dan polisakarida

yang merupakan bentuk karbohidrat komplek juga dapat ditemukan di dalam

buah. Jenis karbohidrat komplek dalam buah dibagi menjadi 2 yaitu serat mudah

cerna/digestible starch dan serat tidak mudah cerna/non digestible starch

(Clemens et al., 2016).

Adanya serat dalam bahan makanan dapat menghasilkan SCFA (Asam

Lemak Rantai Pendek) dari aktifitas mikrobiota usus dan dapat menurunkan IG

makanan tersebut. Penelitian yang dilakukan pada hewan coba dengan DM

menunjukkan adanya efek dari pemberian serat terhadap sekresi hormon GLP-1

dan peptida YY. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa serat dapat

meningkatkan sekresi hormon GLP-1 dan peptida YY (Zhou et al., 2008).

Penggunaan buah-buahan lokal sebagai upaya pencegahan dan terapi diet

pada diabetes masih sulit dilakukan karena terbatasnya penelitian dan publikasi

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14

terkait IG bahan makanan khususnya buah-buahan lokal di Indonesia, Beberapa hasil

penelitian tentang nilai IG buah-buahan di negara Asia seperti Taiwan, Filipina dan

Malaysia menunjukkan ada beberapa buah yang termasuk dalam kategori IG rendah

yang telah diujikan pada orang sehat maupun pasien diabetes. Menurut Robert et al.,

(2008) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa uji coba yang dilakukan pada orang

sehat menunjukkan bahwa nanas termasuk buah dengan nilai IG tinggi sedangkan

durian termasuk dalam kategori IG rendah dan semangka serta pepaya termasuk

dalam kategori IG sedang. Selain itu pisang, anggur, pir (Cina), melon, semangka,

belimbing, mangga dan jambu biji juga masuk dalam kelompok buah-buahan dengan

IG rendah. Buah-buahan yang termasuk kategori IG sedang dalam penelitian ini

pisang (Lakatan), nanas dan kismis (Trinidad et al., 2010).

Salah satu jenis sayuran yang merupakan sumber serat dan ber-IG rendah adalah

brokoli (Brassica oleracea). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012)

menunjukkan bahwa brokoli mempunyai aktivitas antihiperglikemik dan memiliki

IG yang rendah, yaitu 15. Brokoli banyak memiliki kandungan mineral seperti

kalsium, magnesium, kalium, besi, dan zinc, serta folat dan juga serat. Brokoli juga

merupak sumber antioksidan (vitamin C dan vitamin E) serta fitokimia, karoteoid,

klorofil, sulforafan, isotiosianat, dan glukosinolat. Kadar serat dalam brokoli sebesar

3,3 gram/100 gram, dimana kandungan serat pada brokoli lebih tinggi dibandingkan

wortel, selada, dan jagung (Handayani, 2014)

6. Rasa Lapar dan Nafsu Makan

Rasa lapar adalah suatu keinginan intrinsik seseorang untuk mendapatkan

jumlah makanan tertentu untuk dikonsumsi. Sedangkan nafsu makan adalah

preferensi seseorang terhadap jenis makanan tertentu yang ingin dikonsumsi. Nafsu

makan dan rasa lapar adalah akibat dari perangsangan beberapa area di hipotalamus

yang menimbulkan persepsi rasa lapar dan keinginan untuk mencari dan

mendapatkan makanan. Nukleus ventromedial pada hipotalamus berperan sebagai

pusat rasa kenyang yang berfungsi memberi sinyal kepuasan nutrisional, kemudian

akan menghambat pusat nafsu makan. Stimulasi elektrik pada daerah ini akan

menyebabkan rasa kenyang dan puas, yang dengan keberadaan makanan pun akan

menyebabkan individu menolak makanan (aphagia). Sedangkan kerusakan pada

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15

daerah ini menyebabkan individu makan secara berlebihan dan terus menerus

sehingga menyebabkan keadaan obesitas (Guyton dan Hall, 2014).

Pusat rasa lapar dan kenyang pada hipotalamus tersebut terdiri dari reseptor

untuk neurotransmitter dan hormon yang mempengaruhi perilaku makan.

Hormon dan neurotransmitter tersebut terbagi atas substansi orexigenic yang

menstimulasi nafsu makan dan anorexigenic yang menghambat nafsu makan.

Sinyal yang menuju hipotalamus dapat berupa sinyal neural, hormon, dan

metabolit. Informasi dari organ viseral, seperti distensi abdomen, akan

dihantarkan melalui nervus vagus ke sistem saraf pusat. Sinyal hormonal seperti

leptin, insulin, dan beberapa peptida usus seperti peptida YY dan kolesistokinin

akan menekan nafsu makan (senyawa anorexigenic), sedangkan kortisol dan

peptida usus ghrelin akan merangsang nafsu makan (senyawa orexigenic).

Kolesistokinin, adalah peptida yang dihasilkan oleh usus halus dan memberi

sinyal ke otak secara langsung melalui pusat kontrol hipotalamus atau melalui

nervus vagus Selain sinyal neural dan hormonal, metabolit-metabolit juga dapat

mempengaruhi nafsu makan, seperti efek hipoglikemia akan menimbulkan rasa

lapar. Namun, metabolit-metabolit tersebut bukanlah regulator nafsu makan

utama karena melepaskan sinyal-sinyal hormonal, metabolik, dan neural tidak

secara langsung, namun dengan mempengaruhi pelepasan berbagai macam

peptida-peptida pada hipotalamus (Neuropeptide Y, Agoutirelated Peptide,

Melanocyte Stimulating Hormone, Melanin Concentrating Hormone). Peptida-

peptida tersebut terintegrasi dengan jalur sinyal daripada sistem serotonergik,

katekolaminergik, endocannabinoid, dan opioid. (Fauci, 2008)

B. Penelitian Relevan

Ada beberapan penelitian tentang IG dan pengaruhnya terhadap orang sehat

serta orang yang telah terdiagnosa diebetes. Pembaharuan tentang perubahan pola

makan (diet) untuk pencegahaan diabetes juga selalu dikembangkan. Penelitian

terbaru tentang IG dan pemgaruhnya terhadap kadar glukosa orang sehat dapat kita

temui dalam penelitian yang dilakukan oleh Matthan et al. (2016) yang melakukan

penelitian mengenai variasi respon glikemik dari beberapa orang dengan variasi

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16

faktor biologis yang memungkinkan mereka memiliki respon glikemik berbeda terhadap

satu jenis makanan yang diberikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada variabilitas

yang besar dalam respon individu untuk penentuan nilai IG, yang berarti bahwa

penggunaan indeks IG bisa jadi kurang bisa dijadikan acuanuntuk membimbing pilihan

makanan. Selain itu, bahkan pada orang sehat, status glikemik secara signifikan

berkontribusi pada variabilitas perkiraan nilai IG.

Sementara itu penelitian yang dilakukan Hui et al. (2015) yang bertujuan untuk

menganalisis hubungan antara diet beban glikemik (Glicemic Load/GL) dengan tingkat

gula darah serta risiko Penyakit Dislipidemia pada pasien rawat inap dewasa di Cina.

Analisis data dilakukan dengan metode regresi logistik, hasilnya semakin tinggi diet

beban glikemik maka semakin rendah risiko penyakit dislipidemia (p<0,01), semakin

rendah juga risiko hiperkolesterolemia dan kadar LDL-C (p<0,01). Sementara itu diet

beban glikemik tetap berhubungan negatif dan signifikan dengan trigliserida darah dan

kadar HDL-C (p<0,01), namun diet beban glikemik tidak menunjukkan pengaruh yang

signifikan terhadap risiko hipergliseridemia dan rendahnya HDL-C darah (p>0,05). Diet

BG tinggi, sebagaimana dilakukan oleh masyarakat Cina ternyata berkontribusi

terhadap penurunan risiko dislipidemia pada orang-orang dewasa di Cina.

Galgani et al. (2006) melakukan penelitian mengenai efek akut dari IG dan BG

makanan terhadap kadar glukosa darah dan respon insulin pada manusia. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian makanan dengan IG yang berbeda

berpengaruh terhadap respon serum insulin. Hal yang sama juga terjadi pada respon

glukosa darah terhadap pemberian makanan dengan IG dan BG yang berbeda. Hal ini

menunjkkan bahwa IG dan BG sangat berguna untuk memprediksikan efek akutnya

terhadap glukosa darah dan respon insulin pada manusia.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17

C. Kerangka Berpikir

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak diteliti

: Mempengaruhi

: Mencegah

Gambar 3. Kerangka Berpikir Pengaruh Pisang Dan Atau Brokoli Sebelum Makan

Karbohidrat Terhadap Kadar Glukosa Darah, Lingkar

Pinggang, Dan Rasa Kenyang Pada Guru

Pola makan

Asupan karbohidrat

yang tinggi

Peningkatan resistensi

insulin pada jaringan dan

otot

Peningkatan kadar glukosa

darah

Risiko penyakit DM

meningkat

Perubahan urutan makan

Buah dan sayur sebelum

makan karbohidrat

Pengosongan lambung

menurun

Pelepasan hormon GIP,

GLP-1 meningkat

Fermentasi bakteri usus

(SCFA) meningkat Nafsu makan menurun

Asupan gizi meningkat

Kadar glukosa darah stabil

Peningkatan sekresi insulin

Penurunan kerja kelenjar

pankreas

Lingkar pinggang

turun

Rasa kenyang meningkat

Faktor internal:

1. Kebutuhan

gizi

2. Psikologis

3. Gaya hidup

Faktor eksternal:

1. Lingkungan

2. Aktifitas fisik

3. Ketersediaan

bahan

makanan

4. Daya beli

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18

D. Hipotesis

1. Ada pengaruh pisang sebelum makan karbohidrat terhadap kadar glukosa

darah. Makan pisang sebelum makan karbohidrat menurunkan kadar glukosa

darah.

2. Ada pengaruh pisang dan brokoli sebelum makan karbohidrat terhadap kadar

glukosa darah.

3. Ada pengaruh pisang sebelum makan karbohidrat terhadap lingkar pinggang

4. Ada pengaruh pisang dan brokoli sebelum makan karbohidrat terhadap lingkar

pinggang

5. Ada pengaruh pisang sebelum makan karbohidrat terhadap rasa kenyang

6. Ada pengaruh pisang dan brokoli sebelum makan karbohidrat terhadap rasa

kenyang