BAB I - Digilib UNS
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of BAB I - Digilib UNS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Analisis Data
Pekerjaan utama dalam penelitian filologi adalah mendapatkan kembali teks
yang bersih dari kesalahan yang berarti memberikan pengertian yang sebaik-
baiknya dan yang bisa dipertanggungjawabkan, sehingga dapat diketahui naskah
yang paling mendekati pada aslinya (Edwar Djamaris, 2006:7). Sedang tujuan
utama pada penelitian filologi adalah dapat menentukan teks yang asli (autografi),
teks yang mendekati asli (arketip) dan teks yang berwibawa (autoritatif).
Tujuan lain yang juga terpenting dalam penelitian filologi adalah transliterasi
teks dengan menjaga keaslian atau ciri khusus teks dan menerjemahkan ke dalam
bahasa yang lebih mudah dipahami khususnya bahasa Indonesia; menyunting teks
yang sebaik-baiknya dengan mempertahankan pedoman ejaan yang berlaku,
penggunaan huruf kapital dan tanda-tanda baca; mendeskripsikan kedudukan dan
fungsi naskah dan teks (Edwar Djamaris, 2006: 9). Untuk mendapatkan tujuan–
tujuan tersebut diperlukan adanya proses atau tahapan dalam pengerjaan secara
filologi. Pengerjaaan Serat Suluk Sangulara secara filologi dijabarkan pada
pembahasan berikut ini.
1. Pengumpulan Data (Inventarisasi Naskah)
Pembacaan beberapa katalog oleh peneliti, yaitu katalog yang memuat
naskah-naskah Jawa adalah 1) Descriptive Catalogus of the Javanese manuscripts
and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet–
48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Sutanto, 1983); 2) Javanese Language Manuscrips of Surakarta Central Java A
Preliminary Descriptive Catalogus Level I (Nancy K. Florida, 1994); 3) Katalog
Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sanabudaya Yogyakarta
(T.E. Behrend, 1990); 4) Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2
Keraton Yogyakarta (T. E. Behrend); 5) Katalog Induk Naskah-Naskah
Nusantara Jilid 3-B (Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1998); 6) Katalog
Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia (Lindstay, Jennifer, 1994). Dalam penelitian ini ditemukan tiga wujud
Serat Suluk Sangulara yaitu 1) Serat Suluk Sangulara tersimpan di perpustakaan
Widya Budaya Kraton Kasultanan Yogyakarta; 2) Dua naskah Sangulara
tersimpan di perpustakaan Negeri Sanabudaya Yogyakarta.
Naskah A koleksi perpustakaan Widya Budaya berdasarkan katalog Behrend
ditemukan dengan nomor W304 C24, naskah dengan judul Serat Suluk Sangulara.
Naskah B koleksi perpustakaan Sanabudaya dengan judul Sangulara berada
dalam naskah bendel Kempalan Warni–warni urutan ke-10 dengan nomor naskah
B SK 97 yaitu halaman 179–186 dan Naskah C dengan judul Sangulara pada
bendel naskah Serat Warni–Warni urutan ke-24 dengan nomor P162 SK 114 yaitu
halaman 190-193.
2. Deskripsi Naskah
Deskripsi naskah yang diterapkan pada penelitian Serat Suluk Sangulara
adalah teori penelitian filologi untuk naskah jamak dalam Metode Penelitian
Filologi (Edwar Djamaris, 2006:12) yang dimodifikasi dengan teori deskripsi dari
Emuch Herman Sumantri dalam Identifikasi Naskah (Emuch Herman Sumantri,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
1986 : 2). Adapun Deskripsi naskah ketiga Serat Suluk Sangulara meliputi : judul
naskah; nomor naskah; tempat penyimpanan naskah; asal naskah; keadaan
naskah; ukuran naskah; tebal naskah; jumlah baris tiap halaman; huruf, aksara,
dan tulisan; cara penulisan; bahan naskah; bahasa naskah; bentuk teks; tanggal
atau umur naskah; nama pengarang atau penyalin; asal-usul naskah; fungsi sosial
naskah dan ikhtisar teks atau cerita.
a. Naskah A
1) Judul naskah
Judul naskah yang terdapat pada naskah A adalah Serat Suluk
Sangulara. Judul ini terdapat dalam cover dalam naskah yang ditulis
terpisah dengan teks yang lain. Serat Suluk Sangulara (terdapat pada
halaman 22). Adapun alasan pemilihan judul ini adalah berdasarkan
teks pada naskah di halaman pertama. Selain itu, juga berdasarkan
pada teks yang menceritakan Sangulara sebagai tokoh utama.
Penggunaan judul dan tokoh Sangulara terdapat pada bait 1 baris 6,
bait 29 baris 3 dan bait 39 baris 7.
Judul SSS ditulis pada halaman tersendiri sebelum penulisan teks SSS pada naskah A Tabel 4.1 judul utama naskah A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Pun Sangulara ranipun (bait 1 baris 6) Poma Sangulara kowé (bait 29 baris 3)
Wis Sangulara mangkata (bait 39 baris 7)
Tabel 4.2 judul yang terdapat dalam teks pada naskah A
2) Nomor naskah;
43025 (C24) Katalog Girardet (katalog naskah-naskah Jawa dan
Yogyakarta)
W.304 (C24) dengan rol no. 114.02 dalam katalog Behrend dan
Jennifer Lindsay jilid 2, katalog Perpustakaan Kraton Kasultanan
Yogyakarta.
3) Tempat penyimpanan naskah
Tempat penyimpanan naskah ini adalah di Perpustakaan Widyabudaya,
Kraton Kasultanan Yogyakarta dan rol film terdapat di Perpustakaan
Negeri Republik Indonesia (PNRI).
4) Asal naskah
Koleksi Perpustakaan Widyabudaya Kraton Kasultanan Yogyakarta.
5) Keadaan naskah
Keadaan naskah masih baik dan utuh. Tidak ada lembaran yang
hilang. Naskah berbentuk buku dengan cover hardcover berwarna
coklat tua. Pada halaman 1-20, halaman 22-24 dan halaman 45-70
lembar kosong tanpa teks. Sedangkan teks ditulis pada halaman 25,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
27,29,31,33,35,37,39,41 dan 43 atau pada halaman recto atau, sedang
halaman 26,28,30,32,34,36,38,40,42 dan 44 atau halaman verso tidak
terdapat teks atau tulisan dan judul ditulis pada halaman 21.
6) Ukuran naskah
Ukuran naskah terbagi menjadi ukuran cover dan ukuran teks.
Cover : 33,5 cm X 21,5 cm
Naskah : 32,5 cm X 21 cm.
Teks : 24 cm X 10,8 cm.
margin pada teks kanan : 4,7 cm kiri :5,3 cm
atas : 4,5 cm bawah : 4 cm.
7) Tebal naskah
Tebal naskah A secara keseluruhan adalah 70 halaman atau 35 lembar
dan tebal teks adalah 11 halaman (halaman 21,25,
27,29,31,33,35,37,39,41 dan 43 atau halaman recto).
8) Jumlah baris tiap halaman
Jumlah baris tiap halaman pada teks adalah 22 baris dan halaman
terakhir adalah 17 baris, sedang untuk halaman judul terdapat 2 baris.
9) Huruf, aksara, dan tulisan
Huruf dan aksara yang digunakan pada naskah A adalah aksara Jawa.
Tulisan rapi, jarak spasi dan antarbaris renggang sehingga cukup
mudah dibaca. Saat menulis teks, penulis atau penyalin tidak terlalu
menekan, sehingga tulisan tidak terlihat tebal dan tidak tembus pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
halaman berikutnya. Tulisan condong ke kanan dan agak kecil.
Penomoran halaman ditulis dengan aksara angka Arab yang ditulis
pada sisi pojok kanan atas.
10) Cara penulisan
Penulisan teks pada satu sisi halaman (recto) yaitu pada sisi kanan
atau halaman ganjil. Judul naskah ditulis terpisah dari teks yaitu
beberapa halaman sebelum halaman teks. Penomoran halaman ditulis
pada halaman teks yaitu pada sisi pojok kanan atas.
11) Bahan naskah
Bahan naskah yang digunakan pada naskah A adalah kertas Eropa,
agak tebal. Penulisan teks menggunakan tinta warna hitam dan
halaman teks menggunakan pensil.
12) Bahasa naskah
Bahasa teks menggunakan bahasa Jawa baru dengan ragam krama dan
ngoko dan terdapat beberapa kata dari bahasa Jawa kuna.
13) Bentuk teks
Teks dalam penelitian ini berupa puisi tradisional tembang macapat
Asmaradana yang terdiri dari 39 bait.
14) Umur naskah
Naskah A tidak terdapat tarikh penulisan, baik dalam manggala
maupun dalam kolofon, sehingga umur naskah tidak dapat diketahui.
15) Pengarang atau penyalin
Anonim.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
16) Asal-usul naskah yang tersimpan di masyarakat
Naskah ini hanya terdapat di perpustakaan Widyabudaya Yogyakarta
dan tidak ditemukan naskah yang terdapat di masyarakat.
17) Fungsi sosial naskah
Naskah ini tidak digunakan secara langsung dalam kehidupan
masyarakat, sehingga keberadaan naskah sendiri kurang begitu
berfungsi. Namun, keberadaan teks yang terkandung dalam SSS yaitu
ajaran mengenai etika dan moral berlaku pada masyarakat Jawa
seperti tata cara berpakaian, berbicara, menuntut ilmu, memperhatikan
hal-hal dalam memilih pasangan hidup, dan sebagainya.
18) Ikhtisar teks atau cerita
Sangulara sebagai tokoh utama dalam SSS adalah seorang anak
keturunan keraton yang sudah tidak lagi memiliki orang tua, namun ia
ingin mengabdi kepada negara dengan berguru kepada Mardengkara.
Mardengkara sebagai guru menjelaskan apa yang disebut mantri
sujana dan bagaimana kriterianya. Naskah SSS yang juga memuat
tentang etika dan moral yang berlaku dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat untuk kehidupan sehari-hari disampaikan secara lugas,
seperti, tidak boleh membicarakan orang lain, berpakaian tanpa
memperhatikan tempat dan keadaan, meminjam barang yang terlalu
lama atau sampai barang itu rusak, akibat dari berjudi dan mengangkat
abdi atau pembantu dari keluarga, perihal menghormati dan
memperhatikan orang yang lebih tua atau orang besar atau orang yang
memiliki jabatan, empat hal yang harus diperhatikan dalam memilih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
pasangan hidup, sikap dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain
yang akan kembali pada dirinya dan sikap orang tua yang akan
berakibat pada anak dan keturunannya dan anjuran untuk bersikap dan
berbuat dengan hati-hati karena kehidupan dunia yang hanya bersifat
sementara dan semuanya pasti akan mati, yang diumpamakan seperti
orang yang pergi ke pasar pasti akan kembali pulang.
b. Naskah B
1) Judul naskah
Judul naskah pada naskah B adalah Serat Sangulara dalam bendel
Serat Kempalan Warni–Warni. Serat Sangulara ini diambil dari
halaman pertama, yang pada halaman itu juga menyebutkan judul-
judul naskah yang dimuat pada naskah bendel. Naskah ini merupakan
naskah bendel atau kumpulan dari beberapa naskah yang terdapat
pada satu buku.
Penulisan judul yang kedua terdapat pada teks, yaitu pada awal,
tengah dan akhir teks yaitu terdapat pada bait 1 baris 6, bait 29 baris 3
dan bait 39 baris 7. Sangulara sebagai tokoh utama diceritakan
sebagai orang tidak lagi memiliki orang tua namun ingin belajar untuk
mengabdi kepada negara dan untuk melangsungkan kehidupannya
dalam masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Judul Sangulara yang ditulis sebelum teks SSS yang diapit dengan mandrawa pada.
Tabel 4.3 judul utama naskah B
Pun Sangulara ranipun (bait 1 baris 6) Poma Sangulara kowé (bait 29 baris 3)
Wis Sangulara mangkata (bait 39 baris 7)
Tabel 4.4 judul dalam teks pada naskah B
2) Nomor naskah
Nomor naskah untuk naskah B hanya terdapat pada katalog Behrend
jilid 2 (katalog Perpustakaan Museum Sanabudaya Yogyakarta)
dengan nomor P 40 (SK 97) dengan nomor rol 112 no.1 dan terdapat
pada urutan ke-10.
3) Tempat penyimpanan naskah
Perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta, kompleks museum negeri
Sanabudaya Yogyakarta.
4) Asal naskah
Koleksi perpustakaan Museum Negeri Sanabudaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
5) Keadaan naskah
Keadaan fisik naskah cukup baik dan utuh. Tidak ada lembaran
lembaran naskah yang hilang. Jilidan naskah bendel berwarna coklat
dengan kondisi cukup baik. Secara umum kondisi naskah baik artinya
tidak dalam keadaan kerusakan yang berarti. Pada bagian tepi naskah
terdapat kerusakan namun tidak mengganggu dan mengurangi teks
yang ada. Cover luar berwarna hitam.
6) Ukuran naskah
Naskah ditulis pada halaman recto verso. Adapun ukuran teks dan
margin adalah sebagai berikut.
Ukuran naskah : 31,5 cm X 20,5 cm
Halaman recto. Teks : 25,3cm X 13,5cm.
Margin : kanan : 3,8 cm kiri : 3,2 cm
Atas : 2,7cm bawah :3,5cm
Halaman verso. Teks : 25,3cm X 13,5cm
Margin : kanan : 3,2 cm kiri : 3,8 cm
atas : 2,8cm bawah : 3,5cm
7) Tebal naskah
8 halaman (halaman 179 - 186).
8) Jumlah baris setiap halaman
Jumlah baris tiap halaman adalah 21 baris. Namun pada halaman 179
atau halaman pertama Serat Sangulara terdiri dari 13 baris dan pada
halaman 186 atau halaman terakhir terdapat 16 baris.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
9) Huruf, aksara, dan tulisan
Huruf dan aksara adalah Jawa, tulisan agak rapi, jarak spasi dan
antarbaris tidak renggang dan tidak rapat, sehingga tulisan mudah
dibaca. Tinta yang digunakan pada teks ini tembus pada halaman
berikutnya, namun tidak mengganggu teks pada halaman berikutnya.
Tulisan agak miring ke kanan dan agak besar atau bata sarimbag.
10) Cara penulisan
Penulisan teks pada 2 sisi halaman (recto verso) yaitu halaman sisi kiri
dan kanan. Penomoran halaman menggunakan aksara Jawa, yang
ditulis pada bagian tengah margin atas. Penomoran melanjutkan nomor
halaman naskah pada teks-teks sebelumnya. Penulisan menggunakan
tinta warna hitam.
11) Bahan naskah
Kertas biasa, tipis, seperti kertas HVS.
12) Bahasa naskah
Bahasa teks menggunakan bahasa Jawa baru dengan ragam krama dan
ngoko dan terdapat beberapa kata arkais dari bahasa Jawa kuna.
13) Bentuk teks
Teks dalam penelitian ini berupa puisi tradisional tembang macapat
Asmaradana yang terdiri dari 39 bait.
14) Umur naskah
Usia naskah tidak diketahui, karena tidak dijelaskan dalam teks
(implisit) dan diluar teks (eksplisit). Pada manggala naskah bendel
terdapat keterangan mengenai waktu penulisan, namun sebagian teks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
pada manggala ini telah hilang karena sobek. Sehingga teks pada
manggala menjadi tidak lengkap. Beberapa teks yang masih dapat
terbaca dan didukung oleh sumber lain yang terdapat dalam katalog
Behrend (katalog Perpustakaan Museum Sanabudaya Yogyakarta)
Naskah mulai ditulis pada hari Kemis Pon, tanggal 10 bulan Jawa
Besar tahun Jimawal. Dan kala atau tahun yang ditulis dengan
sengkalan yaitu jalma nembah manggaleng rat atau 1281 yang dibaca
menjadi tahun 1821 tahun Jawa dalam wuku Kuruwelut. Jika
dialihkan pada penanggalan masehi menjadi tanggal 6 Juli 1892, maka
usia naskah pada tahun 2013 adalah 121 tahun.
15) Pengarang atau penyalin
Pustakawan “kang mangripta pustaka”. Ini terdapat pada naskah
bendel yang terdapat pada halaman depan atau manggala dalam
naskah bendel.
16) Asal-usul naskah
Naskah adalah koleksi perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta.
17) Fungsi sosial naskah
Naskah ini tidak digunakan secara langsung dalam kehidupan
masyarakat, sehingga keberadaan naskah sendiri kurang begitu
berfungsi. Namun, keberadaan teks yang terkandung dalam SSS yaitu
ajaran mengenai etika dan moral berlaku pada masyarakat Jawa
seperti tata cara berpakaian, berbicara, menuntut ilmu, memperhatikan
hal-hal dalam memilih pasangan hidup, dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
18) Ikhtisar teks atau cerita
Sangulara sebagai tokoh utama dalam SSS adalah seorang anak
keturunan keraton yang sudah tidak lagi memiliki orang tua, namun ia
ingin mengabdi kepada negara dengan berguru kepada Mardengkara.
Mardengkara sebagai guru menjelaskan apa yang disebut mantri
sujana dan bagaimana kriterianya. Naskah SSS yang juga memuat
tentang etika dan moral yang berlaku dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat untuk kehidupan sehar -hari disampaikan secara lugas,
seperti, tidak boleh membicarakan orang lain, berpakaian tanpa
memperhatikan tempat dan keadaan, meminjam barang yang terlalu
lama atau sampai barang itu rusak, akibat dari berjudi dan mengangkat
pembantu dari keluarga, perihal menghormati dan memperhatikan
orang yang lebih tua atau orang besar atau orang yang memiliki
jabatan, empat hal yang harus diperhatikan dalam memilih pasangan
hidup, sikap dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain yang akan
kembali pada dirinya dan sikap orang tua yang akan berakibat pada
anak dan keturunannya dan anjuran untuk bersikap dan berbuat
dengan hati-hati karena kehidupan dunia yang hanya bersifat
sementara dan semuanya pasti akan mati, yang diumpamakan seperti
orang yang pergi ke pasar pasti akan kembali pulang.
c) Naskah C
1) Judul naskah
Judul naskah pada naskah C adalah Sangulara dalam bendel Serat
Warni–Warni. Judul Sangulara terdapat pada halaman pertama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
naskah bendel dan pada halaman terdapat judul-judul naskah lain
yang dimuat pada naskah bendel ini. Judul Sangulara juga terdapat
pada halaman pertama teks Sangulara yaitu pada halaman 190 naskah
bendel. Judul ditulis pada margin sisi yang dihiasi dengan iluminasi.
Naskah ini merupakan naskah bendel atau kumpulan dari beberapa
teks yang dijilid menjadi satu buku.
Penulisan judul yang kedua terdapat pada teks, yaitu pada awal,
tengah dan akhir teks yaitu terdapat pada bait 1 baris 6. Sangulara
sebagai tokoh utama diceritakan sebagai orang tidak lagi memiliki
orang tua namun ingin belajar untuk mengabdi kepada negara dan
untuk melangsungkan kehidupannya dalam masyarakat.
Judul teks ditulis pada margin kanan yang disertai nomor urut penulisan teks SSS.
Tabel 4.5 judul utama naskah C
Pun Sangulara ranipun (bait 1 baris 6)
Tabel 4.6 judul dalam teks pada naskah C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
2) Nomor naskah
Naskah C hanya ditemukan pada katalog Behrend (katalog
Perpustakaan Museum Sanabudaya Yogyakarta) yaitu dengan nomor P
162 (SK 114) dengan nomor rol 153 no.1 dan pada nomor urut naskah
24.
3) Tempat penyimpanan naskah
Naskah C di simpan di perpustakaan Sasanabudaya Yogyakarta dan
Rol film terdapat di Perpustakaan Negeri Republik Indonesia (PNRI).
4) Asal naskah
Naskah ini tidak diketahui asalnya.
5) Keadaan naskah
Keadaan fisik naskah cukup baik dan utuh. Tidak ada lembaran
lembaran naskah yang hilang. Jilidan berwarna merah tua dengan
kondisi cukup baik. Secara umum kondisi naskah baik artinya tidak
dalam keadaan rusak. Pada bagian naskah terdapat lubang-lubang kecil
(pada bagian margin), namun hal itu tidak mengganggu atau
mengurangi teks Sangulara. Cover luar berwarna hitam.
6) Ukuran naskah
Naskah ditulis pada halaman recto verso. Adapun ukuran teks dan
margin adalah sebagai berikut.
Ukuran naskah : 33,1 cm X 20,8 cm.
a) Halaman recto. Teks : 27,3cm X 14,3cm.
Margin: kanan : 4,5cm kiri : 2cm
Atas : 2,8cm bawah : 3cm.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
b) Halaman verso. Teks : 27,3cm X 14,3cm.
Margin: kanan : 2cm kiri : 4,5cm
Atas : 2,8cm bawah : 3cm
7) Tebal naskah
Tebal naskah adalah 4 halaman (halaman 190-193).
8) Jumlah baris setiap halaman
Jumlah baris pada setiap halaman adalah 34 baris. Pada halaman
pertama (halaman 190) terdapat 30 baris dan pada halaman terakhir
(halaman 193) terdapat 3 baris.
9) Huruf, aksara, dan tulisan
Huruf dan aksara adalah Jawa, tulisan agak rapi, jarak spasi dan
antarbaris tidak terlalu dekat dan cukup mudah dibaca, tinta tidak
terlalu tebal sehingga tidak tembus pada halaman berikutnya. Tulisan
cukup tegak dan kecil.
10) Cara penulisan
Penulisan teks pada 2 sisi halaman (recto verso) yaitu halaman sisi kiri
dan kanan. Penomoran halaman menggunakan aksara Jawa, yang
ditulis pada bagian tengah margin atas. Penomoran halaman
melanjutkan nomor pada teks-teks naskah sebelumnya. Teks ditulis
dari kiri ke kanan.
11) Bahan naskah
Kertas Eropa atau Belanda, yang agak tebal dan terdapat watermark
Libertate Propatria yang dibuat sekitar abad 17-18. Sampul berupa
kertas tebal dengan warna hitam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
12) Bahasa naskah
Bahasa teks menggunakan bahasa Jawa baru dengan ragam krama dan
ngoko dan terdapat beberapa kata arkais atau bahasa Jawa kuna.
13) Bentuk teks
Bentuk teks adalah puisi tradisional tembang macapat yaitu
Asmaradana yang terdiri dari 40 bait.
14) Umur naskah
Berdasarkan bahan naskah (kertas) yang dibuat pada tahun hingga
abad ke-18. Sehingga umur naskah dapat diperkirakan telah mencapai
2 abad.
15) Pengarang atau penyalin
Anonim.
16) Asal-usul naskah
Naskah adalah koleksi perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta.
17) Fungsi sosial naskah
Naskah ini tidak digunakan secara langsung dalam kehidupan
masyarakat, sehingga keberadaan naskah sendiri kurang begitu
berfungsi. Namun, keberadaan teks yang terkandung dalam SSS yaitu
ajaran mengenai etika dan moral berlaku pada masyarakat Jawa
seperti tata cara berpakaian, berbicara, menuntut ilmu, memperhatikan
hal-hal dalam memilih pasangan hidup, dan sebagainya.
18) Ikhtisar teks atau cerita
Sangulara sebagai tokoh utama dalam SSS adalah seorang anak
keturunan keraton yang sudah tidak lagi memiliki orang tua, namun ia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
ingin mengabdi kepada negara dengan berguru kepada Mardengkara.
Mardengkara sebagai guru menjelaskan apa yang disebut mantri
sujana dan bagaimana kriterianya. Naskah SSS yang juga memuat
tentang etika dan moral yang berlaku dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat untuk kehidupan sehari - hari disampaikan secara lugas,
seperti, tidak boleh membicarakan orang lain, berpakaian tanpa
memperhatikan tempat dan keadaan, memijam barang yang terlalu
lama atau sampai barang itu rusak, akibat dari berjudi dan mengangkat
pembantu dari keluarga, perihal menghormati dan memperhatikan
orang yang lebih tua atau orang besar atau orang yang memiliki
jabatan, empat hal yang harus diperhatikan dalam memilih pasangan
hidup, sikap dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain yang akan
kembali pada dirinya dan sikap orang tua yang akan berakibat pada
anak dan keturunannya dan anjuran untuk bersikap dan berbuat dengan
hati-hati karena kehidupan dunia yang hanya bersifat sementara dan
semuanya pasti akan mati, yang diumpamakan seperti orang yang
pergi ke pasar pasti akan kembali pulang.
d) Pertimbangan dan Pengguguran Naskah (Recencio dan Eliminatio)
Deskripsi naskah Serat Suluk Sangulara sebagian besar memiliki unsur yang
sama. Unsur-unsur tersebut dapat dibandingkan sebagai bahan pertimbangan
naskah. Metode yang digunakan untuk melakukan pertimbangan adalah metode
perbandingan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Perbandingan yang dilakukan terhadap naskah Serat Suluk Sangulara adalah
dengan membandingkan : keseluruhan teks, kata yang berbeda, kelompok kata,
susunan kalimat dan isi cerita. Maka dari itu, untuk mempermudah perbandingan
dalam SSS ini disajikan dalam bentuk tabel. Adapun beberapa pedoman untuk
lebih memahami tabel adalah sebagai berikut :
No. : No urut
Brs : baris
Hal. : halaman
# : pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik
@ : pembetulan berdasarkan kebakuan kata atau kelompok kata
* : pembetulan berdasarkan konteks dalam kalimat
% : pembetulan berdasarkan interpretasi peneliti berdasarkan kamus
ê : menunjukkan vokal e seperti pada kata “dhêmên” yang berarti senang,
sedangkan dalam bahasa Indonesia pada kata”benar”.
è : menunjukkan vokal e seperti pada kata yèn yang berarti “bila”,
sedangkan dalam bahasa Indonesia pada kata “lereng”.
é : menunjukkan vokal e seperti pada kata “kowé” yang berarti “kamu”,
sedangkan dalam bahasa Indonesia pada kata “melon”.
√ : menunjukkan tanda keberadaan teks pada naskah.
- : menunjukkan tanda ketidakberadaan teks pada naskah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
a. Perbandingan bait
Serat Suluk Sangulara yang ditemukan sebanyak 3 naskah ini terdapat
perbedaan jumlah bait. Adapun perbedaan jumlah bait disajikan dengan tabel
di bawah ini.
No. Bait Isi Cerita A B C
1 1
Ungkapan seorang anak yang tidak memiliki
orang tua meminta seseorang menjadi guru.
√ √ √
2 2
Anak keturunan kraton yang ingin kembali untuk
mengabdi dan dipercaya banyak orang.
√ √ √
3 3 Perintah memperhatikan perkataan sang guru. √ √ √
4 4 3 ciri-ciri pengabdi yang baik. √ √ √
5 5 Ciri lain sebagai pengabdi yang baik. √ √ √
6 6 Orang yang baik namanya akan dikenang. √ √ √
7 7
Seseorang diharap memperhatikan apa yang
akan ia bicarakan.
√ √ √
8 8 Seseorang diharap memperhatikan apa yang
akan dikenakan (pakaian atau perhiasan). √ √ √
9 9 Sikap seseorang ketika bersama orang lain. - - √
10 10 Larangan membicarakan orang lain. √ √ √
11 11 Larangan dan akibat berjudi. √ √ √
12 12 Berhati-hati dalam memilih pembantu. √ √ √
13 13 Sikap ketika bertamu. √ √ √
14 14 Sikap ketika meminjam sesuatu. √ √ √
15 15 Sikap ketika meminjamkan sesuatu. √ √ √
16 16
Sikap ketika dipanggil oleh orang yang memiliki
jabatan.
√ √ √
17 17
Tatakrama antara orang muda dengan orang
yang lebih tua.
√ √ √
18 18 Tingkatan tatakrama yang lebih tinggi. √ √ √
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
19 19
Sikap ketika duduk atau bersama dengan orang
yang lebih tua.
√ √ √
20 20
Sikap ketika menghadap atasan atau orang yang
memiliki jabatan.
√ √ √
21 21 Pelajaran sang guru tentang berkeluarga. √ √ √
22 22
Ciri-ciri yang harus diperhatikan dalam memilih
pasangan hidup.
√ √ √
23 23
Akibat jika tidak memperhatikan ciri-ciri
tersebut.
√ √ √
24 24
Ciri-ciri lain yang harus diperhatikan dalam
memilih pasangan.
√ √ √
25 25
Ciri-ciri memilih pasangan supaya keluarga
dapat berlangsung dengan baik.
√ √ √
26 26
Orang yang baik akan mendapat balasan yang
baik.
√ √ √
27 27
Jangan memilih teman yang buruk jika tidak
mau ikut menjadi buruk.
√ √ √
28 28 Ciri-ciri orang yang buruk. √ √ √
29 29 Balasan Tuhan bagi orang yang berbuat baik. √ √ √
30 30
Setiap perbuatan orang tua akan ditemui
balasannya oleh keturunan di dunia atau akhirat.
√ √ √
31 31
Anjuran berhati-hati dan berbuat baik bagi setiap
orang.
√ √ √
32 32 Balasan bagi yang berbuat baik. √ √ √
33 33
Perbuatan ibu akan berbalas atau ditiru oleh anak
laki-lakinya.
√ √ √
34 34
Perbuatan bapak akan berbalas atau ditiru oleh
anak perempuannya.
√ √ √
35 35
Belajarlah dengan baik termasuk yang terdapat
dalam karya sastra.
√ √ √
36 36 Perbuatan baik dan buruk akan mendapat √ √ √
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
balasan, maka berhati-hatilah.
37 37
Setiap perbuatan orang tua, anak akan mendapati
balasannya, maka ingatlah pesan-pesan.
√ √ √
38 38
Setiap perbuatan akan mendapati balasan yang
sama sebagaimana yang sudah ditetapkan Tuhan.
√ √ √
39 39
Kehidupan dunia yang sementara, yang
dibaratkan pergi ke pasar akan kembali pulang.
√ √ √
40 40
Pesan berhati-hati dan mengingat akan
keturunannya kelak serta teks telah berakhir.
√ √ √
Tabel 4.7 perbandingan bait naskah SSS
b. Perbandingan kata
No. Bait
/baris
Naskah A Naskah B Naskah C
Edisi hal/
brs Teks
hal/
brs Teks
hal/
brs Teks
1 1/7 2/7 trahing 1/13 trahing 1/7 trahé trahé*#
2 1/5 2/5-6 satunggal 1/12 satunggal 1/6 sajuga sajuga%
3 2/1 2/7-8 sumêdya 1/14 sumêdya 1/7 sumêja sumêdya*#
4 2/2 2/8 kapingin 1/14 kapingin 1/7-8 kêpéngin kêpéngin@
5 2/3 2/9 sêksona 1/15 sêksona 1/8 wusana wusana*
6 4/3 2/19 aywa 2/2 ayya 1/13 ayya ayya%
7 5/1 3/1 kadwiné 2/5 kadyiné 1/15 kadyiné kadwiné#
8 5/2 3/2 lola 2/5-6 lila 1/15 lila lila*
9
5/4;
12/1;
31/2
3/3;
4/11;
9/6
ywa
2/6;
3/8;
6/20
yya
1/16;
1/32;
3/12
ja
yya%
10 5/4 3/3-4 ginuywèng 2/7 ginuyyèng 1/16 ginuyyèng ginuyyèng%
11 6/1 3/6 tinggal 2/9 tinggal 1/17 tilar tinggal#
12 6/4 3/9 bapaknya 2/11 badannya 1/18 badannya badannya#@
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
13 7/1
3/11-
12 janmi 2/13 janmi 1/19 jalmi jalmi%
14 7/3
3/12-
13 bobotên 2/14 babotên 1/20 bobotên bobotên*
15 7/4 3/14 ginuywa 2/15 ginuyya 1/21 ginuyya ginuyya%
16 7/5 3/15 nora 2/16 nora 1/21 tanpa tanpa#*
17 8/3 3/18 duganên 2/18 duganên 1/23 bobotên bobotên*
18 10/6 4/4 krungu 3/3 krungu 1/29 ngrungu krungu*#
19 10/7 4/5 kêsétandya 3/4 kêsétandya
1/29-
30 sêsétanan kêsét tantya*
20 11/2 4/6-7 ngêbotohan 3/5 ngêbotohan 1/30 ngabotohan bêbotohan@
21 11/3 4/7-8 wikan 3/5 wikan 1/31 wikas wikan*
22 12/2 4/11 lan 3/9 lan 1/33 myang myang%
23 12/4 4/14 watak 3/10 watak 1/33 watêk watêk@
24 12/4
4/14-
15 nêgara 3/10 nêgara 1/34 bêndara bêndara*
25 12/5 4/15 saru 3/10 saru 1/34 sampun saru*
26 12/6 4/16 lawan 3/11 lawas 1/34 lawas lawas*
27 12/6 4/16 ngrungu 3/11 ngrungu 1/34 krungu krungu*#
28 13/4 4/20 masanira 3/14 masanira 2/2 mangsanira masanira*#
29 13/7 4/22 kêtlangso 3/16 kêtlangso 2/3 kêtlangson kêtlangso*
30 13/7
4/22-
5/1 têmahira 3/16 têmahira 2/3
têmah
nistha têmah nistha*
31 14/2 5/2 sabukbarang 3/17 sabukbarang 2/4 samubarang samubarang*%
32 14/6 5/5 sumlang 3/20 sumlang 2/5-6 gêla gêla*
33 15/1 5/6 lamun 3/21 lamun 2/6 lan yèn lan yèn*
34 15/7 5/11 kêlawan 4/3 kêlawan 2/9 kalawan kêlawan#@
35 16/3 5/14 sumèh 4/5 sumèh 2/10 saé saé*
36 16/4
5/14-
15 pangucap 4/5-6 pangucap
2/10-
11 wangsulan wangsulan*
37 16/4; 5/15; dêksurèng 4/6; dêgsurèng 2/11; dêgsurèng dêgsurèng*
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
19/6 6/10 4/18
2/18-
19
38 16/5
5/15-
16 kongkonan 4/6 kungkunan 2/11 kongkonan kongkonan@
39 16/6 5/16 cêndhala 4/6 cêndhala 2/11 dêgsura dêgsura*@
40 17/1 5/17
agamaning 4/7 agamaning 2/12
ya
namaning ya namaning*
41 17/6 5/21 têmbungipun 4/10 têmbungipun 2/14 basanipun basanipun*
42 19/1 6/6 kêlawan 4/15 kêlawan 2/17 kêlamun kêlamun #@
43 19/4 6/8 mardana 4/17 mardana 2/18 mardapa mardawa*%
44 19/5 6/9 sêbda 4/17 sêbda 2/18 sabda sabda#@
45 19/7 6/11 ala 4/19 ala 2/19 papa papa@*
46 20/3 6/13 wardayané 4/20 wardayané 2/20 wêrdayané wardayané#@
47 20/5
6/14-
15 singkirêna 4/21 singkirêna 2/21 singkirana singkirana*
48 20/6 6/15 ngrungu 5/1 ngrungu 2/21 muruk muruk*
49 20/7 6/16 sira 5/1 sira 2/21 nuli sira*
50 21/7 6/21 uga 5/5 uga 2/24 iya iya*
51 22/2 6/22 katrinya 5/6 katrinya 2/24 wijining katrinya*
52
23/1;
26/5;
29/5;
38/3
7/5;
8/3;
8/20;
11/2
hyang
ywang
5/9;
6/2;
6/14;
8/6
yyang
2/27;
3/2;
3/8;
3/30
yyang
yyang%
53 25/2 7/18 samya 5/18 samya 2/32 sama samya%
54 25/3 7/18 dadya 5/18 dadya 2/33 dadi dadya%
55 25/4 7/19 malih 5/19 malih 2/33 manèh manèh*#
56 27/4 8/8 kocap 6/5-6 kocap ¾ mungêl mungêl#
57 27/6 8/9-10 nora 6/7 nora ¾ boya boya #%
58
30/1;
39/5
8/22;
11/9
pêsthi
6/16;
8/10-
11
pêsthi 3/9;
3/34
pasthi pêsthi#
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
59 30/2 8/22 ring 6/16 ring 3/10 mring mring%
60 31/7 9/9-10 cintraka 7/2 cintraka 3/14 musibat cintraka%
61
32/4;
34/1
9/13;
9/21-
22
alul
7/4;
7/10
alul
3/16;
3/20
ahli alul %
62 33/3 9/17 bêciking 7/7 bêcik kang 3/18 bêciking bêciking*#
63 33/4
9/18-
19 kênès 7/8 kênès 3/18 calak calak*
64 33/5 9/19 lantap 7 /8 lantap 3/19 patrap patrap*
65 34/1
9/21-
22 martapi 7/10 mêrtapi 3/20 mêrtapi mêrtapi@
66 35/1 10/6 yêkti 7/14 yêkti 3/22 iki yêkti*
67 35/4 10/7 turun
7/15-
16 turun 3/23 nurut nurut*#
68 35/5 10/8 waskitha 7/16 waskitha 3/24 waspada waskitha*
69 36/3 10/13 gèsèh 7/19 gèsèh 3/25 sanès gèsèh*%
70 39/4 11/9 saéngga 8/10 saéngga 3/33 saingga saéngga@#
71 40/6 11/16 darma 8/15 darma 4/2 drêma drêma*
Dari 71 varian kata pada naskah A yang digunakan untuk edisi sebanyak 24 kata
Dari 71 varian kata pada naskah B yang digunakan untuk edisi sebanyak 27 kata
Dari 71 varian kata pada naskah C yang digunakan untuk edisi sebanyak 46 kata
Dari 71 varian kata pada naskah SSS edisi oleh interpretasi peneliti sebanyak 3 kata
Tabel 4.8 perbandingan kata
Perubahan teks yang dilakukan penulis atau penyalin mengakibatkan
kesalahan dan pergeseran makna, sehingga peneliti melakukan pembenaran.
Berdasarkan tabel perbandingan kata per kata (hipercorect) di atas, dan ditemukan
sebanyak 71 variant kata dan ditemukan sebanyak 46 kata dari naskah C yang
mendominasi sebagai edisi teks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
c. Perbandingan Kelompok Kata (Frasa)
No. Bait
/brs
Naskah A Naskah B Naskah B
Edisi Hal/
Brs
Teks Hal/
Brs
Teks Hal/
Brs
Teks
1 14/5 5/5 nganti lawas 3/19 nganti lawas 2/5 dèn lêlawas nganti lawas*
2 14/7
5/5-
6 olèya pisan 3/20 olèya pisan 2/6 olèh sapisan olèha pisan@#
3 18/2
6/1-
2
mundhub-
mundhuk 4/12
mundhuk-
mundhuk 2/15
mundhuk-
mundhuk
mundhuk-
mundhuk*%
4 22/4 7/2
têdhaking
janma 5/7
têdhak kang
janma 2/25 wijiné jalma wijiné jalma*
5 23/4 7/8
liya wiji kang
papat 5/11
liya wiji kang
papat 2/28
liyané wiji
papat
liya wiji kang
papat*
6 23/7 7/10
ing wong arsa
5/12
-13
ing wong
arsa 2/29 Pamilihing ing wong arsa*
7 24/2 7/12 trahing wirya 5/14 trahing wirya 2/30 atmèng wirya trahing wirya#
8 25/6
7/20
-21
warnané ayu
tulus 5/20
warnané ayu
tulus 2/34
warna kang
ayu mulus
warna kang ayu
mulus*
9 26/1 7/22
pasmon tan
mihalus 5/21
pasmon
janmi alus 2/34
pasêmon
kang alus
pasêmon kang
alus*@
10 28/3 8/13
sing papat
kocap 6/9
sing papat
kocap 3/6
saking catur
ing
saking catur ing
*#
11 30/3 9/1
sangulara
kowé 6/17
sangulara
kowé 3/10
sagung
kawulané
sagung
kawulané#
12 31/3
9/6-
7
gawé laku
ingkang 6/21
gawé laku
ingkang
3/12
-13
karyaa laku
kang
karyaa laku
kang#
13 31/6
9/8-
9
murka iku
kêpaung
7/1-
2
murka iku
kêpaung 3/14
wong murka
lakonipun
murka iku
kêpaung#
14 32/3 9/12
ana sathithik
7/3-
4 ana sathithik 3/15 iya ana ing ana sathithik*
15 35/3 10/7 mung sabênêré 7/15 mung 3/23 ing sanyatané mung sabênêré*
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
sabênêré
16 35/6 10/9
kang wus
luhung 7/17
kang wus
luhung 3/24
kang
linuhung
kang wus luhung
*
17 36/1
10/1
1 lawan bêcik 7/18 lawan bêcik 3/25 apa déning lawan bêcik*
18 39/3 11/8
bêciking
lakuné
8/9-
10
bêciking
lakuné 3/33
lakuné kang
saé
bêciking
lakuné*
19 40/1
11/1
2 pêsthi lawas 8/12 pêsthi lawas 4/1 pasthi lami pêsthi lawas@#
Dari 19 varian frasa pada naskah A yang digunakan untuk edisi sebanyak 12 frasa
Dari 19 varian frasa pada naskah B yang digunakan untuk edisi sebanyak 13 frasa
Dari 19 varian frasa pada naskah C yang digunakan untuk edisi sebanyak 8 frasa
Tabel 4.9 perbandingan kelompok kata (Frasa)
Perubahan teks yang dilakukan penulis atau penyalin mengakibatkan
kesalahan dan pergeseran makna, sehingga peneliti melakukan pembenaran.
Berdasarkan tabel perbandingan kelompok kata diatas, ditemukan sebanyak
19 variant kelompok kata atau frasa. Ditemukan sebanyak 13 kelompok kata
dari naskah B yang mendominasi sebagai edisi teks.
3. Perbandingan Susunan Kalimat
No. Bait
/brs
Naskah A Naskah B Naskah C
Edisi Hal/
brs Teks
hal/
brs Teks
hal/
brs Teks
1 3/6 2/16
-17
sabarang
pituturingsun
1/20
-21
sabarang
pituturingsun
1/11
-12
sêbarangé ing
rèhingsun
sêbarangé ing
rèhingsun*
2 7/7 3/16 têmah ala
ulatira
2/16
-17
têmah ala
ulatira
1/21
-22
ginuyu
têmahan ala
têmah ala
ulatira*
3 10/1 3/22 lan sira aja 3/1 lan sira aja 1/27 lawan sira aja lan sira aja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
tabêri tabêri -28 tabring tabêri*
4 15/5 5/9-
10
mrih ywa
rêngat
tyasira
4/2
mrih yya
rêngat
tyasira
2/8 amrih aja
rêngat tyas
mrih yya
rêngat tyasira*
5 19/2 6/7
ana
ngarsaning
wong tuwa
4/15
-16
ana
ngarsaning
wong tuwa
2/17
nèng ngarsèng
wong tuwa
tuwa
nèng ngarsèng
wong tuwa
tuwa*
6 19/3 6/7-
8
wong gêdhé
miwah
Gustiné
4/16
wong gêdhé
miwah
Gustiné
2/17
-18
miwah wong
agung
ngarsané
miwah wong
agung
ngarsané*
7 21/2 6/17 yèn sira
apalakrama 5/2
yèn sira
apalakrama 2/22
lamun sira
palakrama
lamun sira
palakrama*
8 22/1 6/22 wijining tani
sayêkti
5/5-
6
wijining tani
sayêkti 2/24
wiji tani
kaping katri
wijining tani
sayêkti*
9 22/7 7/4-
5
wuri ana
patuwasnya
5/8-
9
wuri ana
patuwasnya
2/26
-27
ing wuri ana
tuwasnya
ing wuri ana
tuwasnya*
10 23/5 7/8-
9
datan ana
pinanggya
5/11
-12
datan ana
pinanggya 2/28
dadi kurang
utama
dadi kurang
utama*
11 23/6 7/9-
10 tékad lan
pamilihipun
5/12 tékad lan
pamilihipun
2/28
-29
mêksih
puwungan
puniku
mêksih
puwungan
puniku*
12 24/3 7/12
-13
milih sugih
kapindhoné
5/14
-15
milih sugih
kapindhoné 2/30
amilih sugih
kapindho
milih sugih
kapindhoné*
13
24/5
7/14
-15
amilih
kasigihan 5/15
amilih
kasigihan 2/31
kang milih
kasinggiyan
kang milih
kasinggihan
*@
14 25/1 7/17
suprihén
badan
kêkalih
5/17
suprihén
badan
kêkalih
2/32 suprih ayêm
badan galih
suprih ayêm
badan kalih*
15
28/4
8/13
-14
lan aja
dhêmên wong
ala
6/9-
10
lan aja
dhêmên wong
ala
3/6
lan ronggèng
lonthé wus
brantah
lan ronggèng
lonthé wus
brantah*
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
16 28/5 8/14
-15
lawan aja
bédhangdan 6/10
lawan aja
bédhangan 3/6
yèn katularan
bêngang
lawan aja
bédhangan*
17 33/2 9/16
-17
ala bêcik
kang kawula
7/6-
7
ala bêcik
kang kawula
3/17
-18
biyang marang
anak lanang
biyang marang
anak lanang*
18 34/6 10/3
-4
anak wadon
ingkang
nêmu
7/13
anak wadon
ingkang
nêmu
3/21
-22 anaké wadon
kang niru
anaké wadon
kang niru*
19 40/7 11/1
6-17
wis
sangulara
mangkata
8/15
-16
wis
sangulara
mangkata
4/3
ponang
kintaka wus
purna
ponang
kintaka wus
purna *
Dari 19 varian kalimat pada naskah A yang digunakan untuk edisi sebanyak 5 kalimat
Dari 19 varian kalimat pada naskah B yang digunakan untuk edisi sebanyak 6 kalimat
Dari 19 varian kalimat pada naskah C yang digunakan untuk edisi sebanyak 12 kalimat
Dari 19 varian kalimat pada SSS edisi oleh interpretasi peneliti sebanyak 1 kalimat
Tabel 4.10 perbandingan kalimat
Perubahan teks yang dilakukan penulis atau penyalin mengakibatkan
kesalahan dan pergeseran makna, sehingga peneliti melakukan pembenaran.
Berdasarkan tabel perbandingan kalimat di atas, ditemukan sebanyak 19
variant kata. Ditemukan sebanyak 12 kalimat dari naskah C yang
mendominasi sebagai edisi teks.
4. Perbandingan Isi Cerita
Isi cerita yang terdapat pada ketiga naskah SSS terdapat perbedaan. Ini
terlihat pada bait 8 dan 9. Cerita yang terdapat pada naskah A dan B dapat
diketahui bahwa cerita tidak menyeluruh, sebagaimana tabel berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
No. Bait
Naskah A Naskah B Naskah C
Edisi Hal/
brs
Teks hal/
brs
Teks hal/
brs
Teks
1 8
yèn anggo-
anggo upami/
aja dumèh
murub
mubyar/
duganên lan
panggonané/
aja winada ing
janma/
angèmbèt kang
sung karya/
mukadarah
aranipun/
cinêngès
wêkasan ala//
yèn anggo-
anggo upami/
aja dumèh
murub
mubyar/
duganên lan
panggonané/
aja winada
ing janma/
angèmbèt
kang sung
karya/
mukadarah
aranipun/
cinêngès
wêkasan ala//
yèn nganggo-
anggo upami/
aja duméh
murub
mubyar/
bobotên lan
panggonané/
yèn tan patut
lan
lungguhnya/
dadi jalma tan
ngrasa/
ingaran uwong
tan urus/
ginuyyèng
wong dadya
nistha//
yèn nganggo-
anggo upami/
aja duméh
murub
mubyar/
bobotên lan
panggonané/
yèn tan patut
lan
lungguhnya/
dadi jalma tan
ngrasa/
ingaran uwong
tan urus/
ginuyyèng
wong dadya
nistha//*
2 9
lamun
lungguhan lan
jalmi/
ayya kusut ing
panganggya/
bobotên lan
lungguhanè/
aja winada
ing jalma/
angèmbèt kang
sung karya/
mukadarah
lamun
lungguhan lan
jalmi/
ayya kusut ing
panganggya/
bobotên lan
lungguhanè/
aja winada ing
jalma/
angèmbèt kang
sung karya/
mukadarah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
aranipun/
cinêngés datan
prayoga//
aranipun/
cinêngés datan
prayoga//*
Dari 2 varian bait pada naskah A yang digunakan untuk edisi sebanyak 0 bait
Dari 2 varian bait pada naskah B yang digunakan untuk edisi sebanyak 0 bait
Dari 2 varian bait pada naskah C yang digunakan untuk edisi sebanyak 2 bait
Tabel 4.11 perbandingan isi cerita
Perubahan teks yang dilakukan penulis atau penyalin mengakibatkan
kesalahan dan pergeseran makna, sehingga peneliti melakukan pembenaran.
Berdasarkan tabel perbandingan bait di atas, ditemukan sebanyak 2 variant
kata. Ditemukan sebanyak 2 bait dari naskah C yang mendominasi sebagai
edisi teks.
e) Penentuan Naskah Asli (Autografi), Naskah yang Mendekati Asli
(Arketip), Penentuan Naskah Berwibawa (Autoritatif);
Penentuan naskah asli pada naskah jamak bukanlah suatu perkara yang
mudah. Apabila naskah asli tidak dapat ditemukan, maka penelitian dapat
dilakukan dengan penentuan naskah yang mendekat asli (arketip) atau dengan
penentuan naskah yang berbibawa (autoritatif).
Ketiga naskah SSS tidak ditemukan penulis asli atau pun penyalinnya, selain
itu tanggal yang terdapat pada naskah juga bukan merupakan satu kepastian
tentang waktu penulisan. Begitu pula dengan tempat penulisan yang kurang jelas,
sehingga sulit dalam menentukan naskah asli pada naskah SSS ini. Apabila naskah
asli tidak dapat ditentukan, maka dapat menentukan naskah yang mendekati asli
atau naskah yang berwibawa. Dalam menentukan naskah yang mendekati asli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
(arketip) atau naskah yang berwibawa (autoritatif) dapat dillihat pada ciri-cirinya.
Adapun ciri naskah autoritatif yang mengacu pada teori Edwar Djamaris dalam
Metode Penelitian Filologi (Edwar Djamaris, 2006:19) pada naskah SSS yang
adalah :
a. Isinya lengkap, tidak ada kekurangan dan penambahan. Kelengkapan isi
pada naskah SSS terlihat pada naskah C. Ini dapat dilihat pada jumlah
bait pada tiap naskah dan dapat dibaca pada bait delapan dan sembilan.
Pada bait ini menunjukkan kelengkapan isi dan pembahasan yang
lengkap, sehingga tidak menimbulkan keganjilan dalam teks.
b. Aksara dan bahasa yang digunakan pada SSS adalah aksara dan bahasa
Jawa yang merupakan aksara asli. Aksara dan bahasa jawa yang
sekarang asing digunakan merupakan salah satu ciri ketuaan naskah
pada SSS. Meskipun merupakan aksara yang asing, aksara yang
digunakan pada SSS adalah aksara yang dapat dibaca dan dipahami.
c. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang masih
mempertahankan ciri lama dan bahasa belum disesuaikan dengan
bahasa yang berlaku sekarang. Bahasa yang digunakan pada SSS ini
adalah bahasa Jawa dengan adanya ragam bahasa Jawa baru yang
disisipi dengan kata-kata arkhais atau kawi, yaitu dengan adanya kata-
kata yya, sira, jalma, hyang dan tyas pada ketiga naskah SSS.
d. Naskah memiliki umur yang paling tua. Berdesarkan penelitian yang
telah dilakukan pada ketiga naskah SSS, naskah yang memiliki usia
paling adalah naskah C dengan usia yang mencapai 2 abad.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
e. Ketiga naskah SSS dalam keadaan naskah utuh dengan jumlah bait yang
berbeda. Sedangkan, setelah dilakukan perbandingan kelengkapan teks
dapat diketahui. Naskah C memiliki jumlah bait yang berbeda dapat
dikatakan sebagai naskah yang lengkap. Perbedaan ini terlihat pada bait
delapan dan sembilan pada naskah C dan bait delapan pada naskah A
dan B. Hal ini dikarenakan adanya kesambungan cerita atau
kelengkapan cerita yang terlihat pada bait delapan dan sembilan naskah
C.
f. Bacaan naskah yang terdapat pada SSS termasuk pada naskah yang
dapat dipahami.
5. Ringkasan Isi Cerita
Ringkasan cerita pada Sêrat Suluk Sangulara adalah sebagai berikut :
Seorang pandita yang bernama Mardengkara, senang berbuat kebaikan dan ia
mempunyai murid yang bernama Sangulara, keturunan bangsawan yang sudah
tidak memiliki orang tua. Sangulara ingin kembali ke kerajaan dan mengabdi
kepada raja. Ia memohon kepada guru untuk mendapatkan pelajaran dan
bagaimana bisa dipercaya banyak orang. (bait 1-2)
Sang guru Mardengkara menyampaikan pelajaran tentang keselamatan di
dunia dan supaya dapat dipercaya orang banyak. Pelajarilah dengan baik dan
jangan sampai salah mengartikan apa yang disebut dengan mantri sujana. Yang
disebut mantri sujana adalah berhati-hati dalam menerapkan sesuatu, terdapat tiga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
makna. Satu, setia; kedua berani menghadapi kematian; dan ketiga, rela duniawi.
(bait 3-5)
Kriteria dari mantri sujana selain disebut diatas, masih ada kriteria lain, yaitu
jangan sampai ditertawakan orang, yang akan membuat sangat malu besar. Dan
jika seorang pejabat tidak dapat memberikan contoh yang baik, orang hanya
tinggal nama. Orang hanya tinggal nama, memiliki dua keburukan yaitu menemui
kesusahan dan kesulitan atas apa yang telah diperbuatnya, pada akhirnya akan
ditertawakan orang. (bait 5-6)
Apabila membicarakan orang lain, jangan asal membicarakan, tapi perhatikan
dan sesuaikan. Karena hal itu, jika tidak sesuai akan ditertawakan banyak orang
dan pada akhirnya menemui keburukan. Itulah orang yang tidak memiliki
perasaan dan disebut orang yang tidak memiliki tujuan. (bait 7)
Tatacara berpakaian atau berhias, janganlah asal mengenakan yang
gemerlapan, namun disesuaikan dengan situasi dan tempatnya. Bila tidak sesusai
dengan tempatnya menjadi orang tidak merasa dan orang yang tidak menurut,
sehingga ditertawakan orang menjadi buruk. Ketika bersama orang, janganlah
terlihat kusut, sesuaikan pada tempatnya dan jangan mencela orang karena dapat
berkaitan dengan profesi. Itulah disebut mukadarah, dipermalukan berakhir tidak
baik. (bait 8-9)
Menggunjing dan membicarakan orang lain akan membuahkan sesuatu yang
buruk, timbulnya rasa iri dan dengki. Maka jangan suka menggunjing dan jangan
suka berjudi, berjudi apa saja. Orang berjudi akan menghabiskan harta kekayaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
dan rumahnya, jika itu sudah habis akan mencari- cari yang lain. Jika ia tidak
mendapatkan apapun akan mengganggu ketentraman kerajaan. (bait 10-11)
Jika ingin mencari pembantu (abdi), janganlah sanak saudara atau teman yang
telah mengkhianati majikannya. Orang tersebut akan membicarakan yang tidak
baik, apabila pembicaraannya itu terdengar oleh majikan akan membuat marah
dan lebih marah lagi. Apabila kamu menerima tamu, baik orang besar maupun
orang kecil berilah sajian yang pantas. Dan ketika sudah sampai waktunya, segera
kamu ingatkan supaya mereka segera pulang, bila terlalu lama menjadi hal yang
nistha. (bait 12-13)
Seseorang dalam pinjam meminjam apa saja, misalnya peralatan sehari-hari
atau peralatan rumah tangga. Apabila telah selesai menggunakan segeralah
dikembalikan. Jangan sampai terlalu lama atau menjadi lebih jelek, karena orang
yang punya akan sedih dan hanya boleh meminjam sekali saja. Dan jika kamu
yang meminjami barang-barang itu tidak ikhlas dalam hati, jawablah dengan baik
jangan sampai menyakiti hati supaya tetap terjaga baik dalam persaudaraan
dengan kamu. (bait 14-15)
Tatakrama diutamakan dalam kehidupan dan interaksi sosial, misalnya
dipanggil kepala desa jawablah dengan baik, janganlah menjawab dengan kasar.
Bila kamu diperintah dan jawabanmu kasar, akan menemui keburukan. Yang
disebut tatakrama orang muda kepada orang tua, misalnya apabila berjalan
didepannya mengucapkan kata “kula amit atau amit-amit bapak atau ibu”.
Tingkatan yang lebih tinggi adalah dengan kula nuwun „permisi‟, dan yang lebih
baik adalah dalem prayoga. Tingkatan tatakrama yang lebih tinggi ketika berada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
di kerajaan atau negara yaitu dengan sikap merunduk tuwin anembah „dan
menyembah‟. Apabila kamu meninggalkan itu, pasti rusaklah dirimu. (bait 16-18)
Sikap kita ketika sedang duduk bersamaan dengan orang yang lebih tua dan
pejabat atau orang besar; duduklah dengan sikap yang baik, dengarkan apa saja
yang mereka sampaikan; jika sikapmu kasar kamu akan menemui celaka. Dan
ketika sedang menghadap kepada orang yang pandai, dengarkan apa yang mereka
sampaikan dan catatlah dalam ingatanmu; sikap yang baik jalanilah dan perbuatan
yang buruk jauhilah. Bila pendengaran dan penglihatan telah mengerti, segera
lakukanlah. (bait 19-20)
Ada pelajaran lagi dari sang guru, tentang berkeluarga atau memilih jodoh.
Seseorang dalam memilih pasangan suami atau istri hendaknya memahami dan
memperhatikan 4 (empat) hal utama yaitu (a) memilih benih keluarga yang luhur,
(b) benih keluarga yang benar-benar baik (utama), (c) keluarga yang memiliki
perekonomian baik, dan (d) orang yang ahli ibadah (pertapa). Memilih salah satu
yang baik itu, akan berbuah manis pada akhirnya. Tuhan Maha Adil dan rasakan
bahagia dalam hati. Selain empat kriteria di atas, sepertinya kurang utama. Ada
dua perkara lagi tentang memilih jodoh yaitu keturunan dan kekayaan. Dengan
memilih keturunan atau kedudukan supaya dihargai pada akhirnya dan kekayaan
membuat kesejahteraan dalam keluarga. (bait 21-23)
Hal lain yang dipilih pada orang yang akan menikah adalah karena wajah
cantik dan kulit yang halus. Jika hanya karena itu akan menjadi orang susah. Yang
sesungguhnya baik adalah benih yang baik. Orang yang berbuat baik kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
semua, Tuhan pasti memberi jalan dan menemukan benih yang baik dalam
mencari jodoh. (bait 24-26)
Orang yang ucapannya kejam, tidak akan ditemukan dengan sesamanya.
Benih yang baik adalah yang sudah disampaikan di atas. Sesunguhnya tidak akan
tertukar, janganlah memilih orang yang nista. Orang yang nista, ronggeng, dan
pelacur tidak memiliki salah satu di antara keempat kriteria tersebut. Jika
seseorang tertular (sejenis penyakit sipilis) sudah pasti adalah orang yang boros
dan berakhir buruk pada keturunannya. (bait 27-28)
Perhatikan dan ingatlah perbuatan, semuanya patut dihormati dan berbuat
baik dan benar selama di dunia. Tuhan Maha Kuasa pasti akan memberikan
anugerah kepada hamba-Nya. Anak, cucu, dan cicit pasti akan menemui pada
akhirnya. Perhatikan kalian semua, jangan sampai menyentuh dan menjalankan
yang nista. Orang yang nista pasti tidak akan menemui kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Maka orang hidup, baik laki-laki maupun perempuan jangan sampai
terhina, berbuatlah yang baik. Orang yang berbuat baik akan mendapat
kebahagiaan dan kepada keturunannya. Jika orang berbuat murka, beserta
keturunannya akan mendapat musibah (nggundhuh wohing panggawe). (bait 29-
30)
Orang laki-laki dan perempuan yang berbuat baik tidak berbeda, kecuali pada
ahli ibadah. Perempuan yang ahli ibadah dan berbuat kebaikan, anak-anaknya
akan mendapati kebaikan. Begitulah keadilan Tuhan. Ketetapan Tuhan tak akan
tertukar, perlakuan baik dan buruk yang dilakukan ibu ditemui anak laki-lakinya
dan ayah kepada akan ditemui anak perempuannya. Dicontohkan seorang ibu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
yang asal dan mendahului dalam berbicara atau perintah, dengki dan suka
berkelahi yang meniru dan mendapati ganjaran adalah anak laki-laki. Sedang
seorang ayah yang ahli ibadah, berbuat baik dan mulia yang mendapati adalah
anak perempuannya, jika ayah berbuat tidak baik dan jauh dari kebaikan anak
perempuan yang akan meniru apa yang telah dilakukan ayahnya. (bait 31-34)
Orang hidup yang tidak memperhatikan terhadap kebaikan dan kenistaan,
berdasarkan pada cerita masa lalu yang sudah mengetahui maksudnya, dan
pengetahuannya sudah mumpuni akan sempurna menuju kemuliaan. Perbuatan
buruk atau yang lainnya tidak berbeda penemuannya. Baik buruk tidak berbeda,
maka ingat-ingatlah dan pikirkan dengan matang perbuatan baik atau buruk yang
akan menemui anak, cucu dan cicit. Orang tua yang berbuat baik, maka
keturunannya akan mendapati keselamatan. Bila orang tua berbuat buruk, maka
keturunannya akan mendapati kesulitan. Sebaiknya orang hidup memperhatikan
apa yang disampaikan para leluhurnya, yang pada akhirnya akan ditemuinya. (bait
35-37)
Barang siapa yang melakukan perbuatan baik akan mendapati kebaikan dan
sebaliknya perbuatan buruk juga akan mendapati keburukan, itulah ketetapan
Tuhan. Mencegah kesalahan atau kesulitan dengan berbuat kebaikan. Sang guru
berpesan “Ingatlah orang di dunia semuanya, seberapa lama hidup di dunia ini?.
Berbuatlah yang baik. Sebagaimana orang ke pasar akan pulang ke rumah, pasti
kehidupannya lebih lama di rumah. Maka berhati-hatilah dalam menjalani
kehidupan ini. Perilaku orang tua yang akan menjadi sebab kehidupan anak, cucu,
cicit dan keturunannya. Demikian surat atau nasihat telah selesai. (bait 38-40)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
6. Transliterasi
Transliterasi adalah penggantian huruf demi huruf, dari abjad yang satu ke
abjad yang lain. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam mentransliterasi
suatu teks, yaitu (a) menjaga kemurnian teks yang menggunakan bahasa lama dan
penulisan kata dan (b) menyajikan teks yang sesuai dengan pedoman ejaan yang
berlaku sekarang. Dengan transliterasi ini, pembaca akan lebih mudah dalam
membaca teks asli SSS dengan keterangan-keterangan teks pada transliterasi
sebagai berikut.
a. Teks dalam naskah A dan B yang diteliti terdapat bebarapa kata yang
menggunakan aksara murda. Aksara murda yang ditemukan pada naskah A
dan B adalah na, ta, pa, dan sa. Dalam transliterasi ini, teks yang
menggunakan aksara murda akan disesuaikan dengan ejaan yang berlaku
sekarang.
paNdiTa
Naskah A
paNdiTa
Naskah B Tabel 4.12 penggunaan aksara murda pada naskah A dan B
Kedua contoh di atas ditransliterasikan menjadi pandhita yang berarti „ahli
agama‟.
b. Teks SSS, selain menggunakan aksara murda, juga menggunakan aksara
swara yaitu huruf vokal. Aksara swara yang digunakan pada naskah SSS ini
adalah huruf E dan A. Terdapat perbedaan pada ketiga naskah SSS dalam
menggunakan aksara swara ini. Naskah A hanya menggunakan aksara swara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
E, dan naskah C hanya menggunakan huruf A. Penggunaan aksara swara
pada teks akan disesuaikan dengan ejaan yang berlaku dalam transliterasi ini.
paEkanne (bait 11 baris 3)
naskah A
paEkanne (bait
11 baris 3)
naskah B
Ahli tapa (bait 32
baris 4)
Naskah C Tabel 4.13 penggunaan aksara swara pada naskah A, B dan C
Ketiga contoh tersebut ditranslterasikan menjadi paékané yang berarti „ditipu
daya‟ dan ahli tapa „ahli pertapa‟.
c. Angka yang ditulis dengan [1], [2], [3] dan seterusnya, menunjukkan
pergantian halaman pada naskah. Sedang, [179/1] adalah pergantian halaman
pada naskah dengan keterangan 179 adalah halaman pada naskah bendel dan
1 adalah halaman pada naskah SSS.
d. Tulisan yang dicetak tebal (bold) merupakan tulisan tambahan yang berada di
atas kata, karena suku kata yang tidak lengkap. Yaitu terdapat pada kata sira
naskah C terjadi keunikan penulisan, yaitu suku kata ra disisipkan di atas
baris teks terdapat pada bait 10 baris 4.
e. Teks yang ditulis dengan huruf dobel konsonan ditransliterasi menjadi satu
huruf konsonan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
ngarsanné, bait 28
baris 3
Naskah A
ngarsanné, bait 28
baris 3
Naskah B
ngarsanné, bait
28 baris 3
Naskah C Tabel 4.14 penggunaan dobel konsonan pada naskah A, B dan C
Contoh di atas ditransliterasi menjadi ngarsané yang berarti „di depannya‟.
f. Penulisan teks yang menggunakan aksara (ô) yang terdapat pada ketiga
naskah. Misalnya pada kata tongga pada bait 10 baris 3 pada pada ketiga
naskah ditransliterasi menjadi tangga „tetangga‟.
Tongga bait 10
baris 3
Naskah A
Tongga bait 10 baris 3
Naskah B Tongga bait 10 baris 3
Naskah C
Tabel 4.15 penulisan kata tangga pada naskah A, B dan C
g. Sastra laku yang terdapat pada teks naskah SSS. Penulisan teks yang
termasuk pada sastra laku ditransliterasikan dengan menyesuaikan ejaan yang
terbaru.
wong ngagung
Bait 2 baris 6
Naskah A
wong ngagung
Bait 2 baris 6
Naskah B
wong ngagung
Bait 2 baris 6
Naskah C Tabel 4.16 sastra laku pada naskah A, B dan C
Kata wong ngagung pada ketiga naskah SSS ditransliterasikan menjadi wong
agung yang berarti „orang besar atau orang yang mempunyai jabatan‟.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
h. Transliterasi bait 9 hingga 39 pada naskah A dan B menjadi bait 10 hingga
bait 40.
i. Pada suku kata yang akhir suku katanya seperti pada kata dunyya atau
dunynya yang berarti „dunia‟ ditransliterasi menjadi dunya.
Dunynya bait 5 baris 2
naskah A
Dunynya bait 5 baris 2
naskah A Dunnya bait 5 baris 2
naskah A Tabel 4.17 penulisan kata dunya pada naskah A, B dan C
j. Pada suku kata yang berakhiran dengan –ha atau mendapat akhiran –a seperti
pada kata gaweya yang berarti berbuatlah atau lakukanlah dan sahe yang
berarti baik ditransliterasikan menjadi gawea dan sae.
Gaweya dan sahe bait 29
baris 3 naskah A
Gaweya dan sahe bait 29
baris 3 naskah B Gaweya dan sahe bait 29
baris 3 naskah C Tabel 4.18 penulisan akhiran dan penggunaan aksara ha pada kata pada naskah A, B dan C
Bait NASKAH A NASKAH B NASKAH C
[1]Sêrat suluk Sangulara
[2]Asmaradana [179/1]Sangulara [190/1] (Sangulara 24)
1 Kasmaran ing rèh basuki/
wontên kandhaning
pandhita/
ing Ngéndrapurna dhépoké/
jêjuluk Sang Mardèngkara/
darbé sabat satunggal/
Kasmaran ing rèh basuki/
wontên kandhaning
pandhita/
ing Ngéndrapurna dhépoké/
jêjuluk Sang Mardèngkara/
darbé sabat satunggal/
Kasmaran ing rèh basuki/
wontên kandhaning
pandhita/
ing Ngéndrapurna dhépoké/
jêjuluk Sang Mardèngkara/
darbé sabat sajuga/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
pun Sangulara ranipun/
wus lola trahing wong
praja//
pun Sangulara ranipun/
wus lola trahing wong
praja//
pun Sangulara ranipun/
wus lola trahé wong praja//
2 sumêdya wangsul mring
nagri/
kapingin suwitèng nata/
sêksona umatur alon/
mring Sang Muni
Waradibya/
kawula nuwun wulang/
amrih sinihan wong agung/
lan ingandêl janma kathah//
sumêdya wangsul mring
nagri/
kapingin suwitèng nata/
sêksona umatur alon/
mring Sang Muni
Waradibya/
kawula nuwun wulang/
amrih sinihan wong agung/
lan ingandêl janma kathah//
sumêja wangsul mring
nagri/
kêpéngin suwitèng nata/
wusana umatur alon/
mring Sang Muni
Waradibya/
kawula nuwun wulang/
amrih sinihan wong agung/
lan ingandêl jalma kathah//
3 sang wiku ngandika manis/
iya Sangulara sira/
yèn amrih slamêt badané/
lan ingandêl janma kathah/
poma sira èstokna/
sabarang pituturingsun/
iki liré duga-duga//
sang wiku ngandika manis/
iya Sangulara sira/
yèn amrih slamêt badané/
lan ingandêl janma kathah/
poma sira èstokna/
sabarang pituturingsun/
iki liré duga-[180/2] duga//
sang wiku ngandika manis/
iya Sangulara sira/
yèn amrih slamêt badané/
lan ingandêl jalma kathah/
poma sira èstokna/
sêbarangé ing rèhingsun/
iki liré duga-duga//
4 kawruhana kang sayêkti/
têgêsé mantri sujana/
aywa kaliru artiné/
kang aran mantri sujana/
gêmi wadhah wêwéka/
tri têtêlu artènipun/
sapisan sêca wê-[3]cana//
kawruhana kang sayêkti/
têgêsé mantri sujana/
ayya kaliru artiné/
kang aran mantri sujana/
gêmi wadhah wêwéka/
tri têtêlu artènipun/
sapisan sêca wêcana//
kawruhana kang sayêkti/
têgêsé mantri sujana/
ayya kalèru artiné/
kang aran mantri sujana/
gêmi wadhah wêwéka/
tri têtêlu artènipun/
sapisan sêca wêcana//
5 kadwiné sura ing pati/
kaping tri lola ing dunya/
kang têtêp mantri arané/
ywa nganti ginuywèng
janma/
kang agung wirangira/
kadyiné sura ing pati/
kaping tri lila ing dunya/
kang têtêp mantri arané/
yya nganti ginuyyèng
janma/
kang agung wirangira/
kadyiné sura ing pati/
kaping tri lila ing dunya/
kang têtêp mantri arané/
ja nganti ginuyyèng jalma/
kang agung wirangira/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
yèn mantri atiné nguthuh/
iku wong atinggal nama//
yèn mantri atiné nguthuh/
iku wong atinggal nama//
yèn mantri atiné nguthuh/
iku wong atinggal nama//
6 wong tinggal aran sayêkti/
nisthané kalih prakara/
tan wirang marang ragané/
lan nyuwiyah mring
bapaknya/
sêbarang budènira/
lamun tinggal nama iku/
ginuyu wusana nistha//
wong tinggal aran sayêkti/
nisthané kalih prakara/
tan wirang marang ragané/
lan nyuwiyah mring
badannya/
sêbarang budènira/
lamun tinggal nama iku/
ginuyu wusana nistha//
wong tilar aran sayêkti/
nisthané kalih prakara/
tan wirang marang ragané/
lan nyuwiyah mring
badannya/
sabarang budènira/
lamun tinggal nama iku/
ginuyu wusana nistha//
7 lamun micara lan janmi/
aja sawêtu-wêtunya/
bobotên saprayogané/
yèn tan patut gung ginuywa/
dadi wong nora ngrasa/
ingaran wong clula clulu/
têmah ala ulatira//
lamun micara lan janmi/
aja sawêtu-wêtunya/
babotên saprayogané/
yèn tan patut gung ginuyya/
dadi wong nora ngrasa/
ingaran wong clula clulu/
têmah ala ulatira//
lamun micara lan jalmi/
aja sawêtu-wêtunya/
bobotên saprayogané /
yèn tan patut gung ginuyya/
dadi wong tanpa ngrasa/
ingaran wong clula clulu/
ginuyu têmahan ala//
8 yèn nganggo-anggo upami/
aja dumèh murub mubyar/
duganên lan panggonané/
aja winada ing janma/
angèmbèt kang sung karya/
mukadarah aranipun/
cinêngès wêkasan ala//
yèn nganggo-anggo upami/
aja dumèh murub mubyar/
duganên lan panggonané/
aja winada ing janma/
angèmbèt kang sung karya/
mukadarah aranipun/
cinêngès wêkasan ala//
yèn nganggo-anggo upami/
aja dumèh murub mubyar/
bobotên lan panggonané/
yèn tan patut lan
lungguhnya/
dadi jalma tan ngrasa/
ingaran uwong tan urus/
ginuyyèng wong dadya
nistha//
9 lamun lungguhan lan jalmi/
ayya kusut ing panganggya/
bobotên lan lungguhané/
aja winada ing jalma/
angèmbèt kang sung karya/
mukadarah aranipun/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
cinêngès datan prayoga//
10 lan sira aja tabêri/
[4]anyênyatur kanca
kadang/
tangga myang sanak
mintrané/
kang sira ajak rêrasan/
pêsthi tutur mring liyan/
lamun krungu kang cinatur/
dadi drêngki kêsétandya//
lan sira a[181/3]ja tabêri/
anyênyatur kanca kadang/
tangga myang sanak
mintrané/
kang sira ajak rêrasan/
pêsthi tutur mring liyan/
lamun krungu kang cinatur/
dadi drêngki kêsét tandya//
lawan sira aja tabbring/
anyênyatur kanca kadang/
tangga myang sanak
mintrané/
kang sira ajak rêrasan/
pêsthi tutur mring liyan/
lamun ngrungu kang
cinatur/
dadi drêngki sêsètanan//
11 lan sira aja ngarêmi/
ngêbotohan samubarang/
yèn tan wikan paékané/
lamun kalah lir punapa/
wisma dunyané sirna/
luru-luru yèn tan antuk/
dursila angrusak praja//
lan sira aja ngarêmi/
ngêbotohan samubarang/
yèn tan wikan paékané/
lamun kalah lir punapa/
wisma dunyané sirna/
luru-luru yèn tan antuk/
dursila angrusak praja//
lan sira aja ngarêmi/
ngabotohan samubarang/
yèn tan wikas paékané /
lamun kalah lir punapa/
wisma dunyané sirna/
luru-luru yèn tan antuk/
dursila angrusak praja//
12 lan ywa sira ngingu dasih/
tilasing kadang lan kanca/
kang mancal Gusti sakèhé/
watak wong ngalih nêgara/
rasan kang saru mêdal/
Gustiné lawan yèn ngrungu/
panas atiné dadya crah//
lan yya sira ngingu dasih/
tilasing kadang lan kanca/
kang mancal Gusti sakèhé/
watak wong ngalih nêgara/
rasan kang saru mêdal/
Gustiné lawas yèn ngrungu/
panas atiné dadya crah//
lan ja sira ngingu dasih/
tilasing kadang myang
kanca/
kang mancal Gusti sakèhé/
watêk wong ngalih
bêndara/
rasan kang sampun mêdal/
Gustiné lawas yèn krungu/
panas a-[191/2]tiné dadya
crah//
13 yèn dhayohan sira iki/
agung alit danakrama/
sugatanên sapantêsé/
yèn wus têkèng masanira/
yèn dhayohan sira iki/
agung alit danakrama/
sugatanên sapantêsé/
yèn wus têkèng masanira/
yèn dhayohan sira iki/
gung alit dananên krama/
sugatanên sapantêsé/
yèn wus têkèng mangsanira/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
nuli sira tundhunga/
dimèn mulih dhayohipun/
yèn kêtlangso têmahi-[5]ra//
nuli sira tundhunga/
dimèn mulih dhayohipun/
yèn kêtlangso têmahira//
nuli sira tundhunga/
dimèn mulih dhayohipun/
yèn kêtlangson têmah
nistha//
14 lawan sira yèn nyênyilih/
sabukbarang kang
dandanan/
yèn uwis rampung gawéné/
agé nuli ulihêna/
yèn nganti lawas pama/
kang duwé sumlang
kalangkung/
olèya pisan kéwala//
lawan sira yèn nyênyilih/
sabukbarang kang
dandanan/
yèn uwis rampung gawéné/
agé nuli ulihêna/
yèn nganti lawas pama/
kang duwé sumlang
kêlangkung/
olèya pisan kéwala//
lawan sira yèn nyêyilih/
samubarang kang
dandanan/
yèn uwis rampung gawéné/
agé nuli ulihêna/
yèn dèn lêlawas pama/
kang duwé gêla
kêlangkung/
olèh sapisan kéwala//
15 lamun sira dènsilihi/
samubarang kang
dandanan/
yèn tan awèh ing batiné/
wangsulana kang prayoga/
mrih ywa rêngat tyasira/
supaya awèta iku/
kêkadang kêlawan sira//
lamun sira dènsilihi/
samubarang [182/4]kang
dandanan/
yèn tan awèh ing batiné/
wangsulana kang prayoga/
mrih yya rêngat tyasira/
supaya awèta iku/
kêkadang kêlawan sira//
lan yèn sira dènsilihi/
samubarang kang
dandanan/
yèn tan awèh ing batiné/
wangsulana kang prayoga/
amrih aja rêngat tyas/
supaya awèta iku/
kêkadang kalawan sira//
16 kaya laku tatakrami/
wong ingundang mring
lurahnya/
wangsulané ingkang sumèh/
aja dêksurèng pangucap/
bêcik barêng kongkonan/
yèn cêndhala wangsulamu/
dadi sira nêmu papa//
kaya laku tatakrami/
wong ingundang mring
lurahnya/
wangsulané ingkang sumèh/
aja dêgsurèng pangucap/
bêcik barêng kungkunan/
yèn cêndhala wangsulamu/
dadi sira nêmu papa//
kaya laku tatakrami/
wong ingundang mring
lurahnya/
wangsulané ingkang saé/
aja dêgsurèng wangsulan/
bêcik barêng kongkonan/
yèn dêgsura wangsulamu/
dadi sira nêmu papa//
17 agamaning tatakrami/
anom angungkuli tuwa/
pan kula amit basané/
agamaning tatakrami/
anom angungkuli tuwa/
pan kula amit basané/
ya namaning tatakrami/
anom angungkuli tuwa/
pan kula amit basané/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
munggah malih tatakrama/
kula nuwun basanya/
munggah malih
têmbungipun/
apuntên dalêm prayoga//
munggah malih tatakrama/
kula nuwun basanya/
munggah malih
têmbungipun/
apuntên dalêm prayoga//
munggah malih tatakrama/
kula nuwun basanya/
munggah malih basanipun/
apuntên dalêm prayoga//
18 [6]minggah malih
tatakrami/
mundhub-mundhuk
lakonira/
tuwin anêmbah tatané/
iku antuk tatakrama/
lakuné nèng nêgara/
yèn sira tinggala iku/
pêsthi rusak raganira//
minggah malih tatakrami/
mundhuk-mundhuk
lakonira/
tuwin anêmbah tatané/
iku antuk tatakrama/
lakuné nèng nêgara/
yèn sira tinggala iku/
pêsthi rusak raganira//
minggah malih tatakrami/
mundhuk-mundhuk
lakonira/
tuwin anêmbah tatané/
iku antuk tatakrama/
lakuné nèng nêgara/
yèn sira tinggala iku/
pêsthi rusak raganira//
19 kêlawan yèn sira linggih/
ana ngarsaning wong tuwa/
wong gêdhé miwah Gustiné/
kang mardana lungguhira/
rungunên barang sêbda/
yèn sira dêksurèng tanduk/
dadi sira nêmu ala//
kêlawan yèn sira linggih/
ana ngarsaning wong tuwa/
wong gêdhé miwah Gustiné/
kang mardana lungguhira/
rungunên barang sêbda/
yèn sira dêgsurèng tanduk/
dadi sira nêmu ala//
kêlamun yèn sira linggih/
nèng ngarsèng wong tuwa-
tuwa/
miwah wong agung
ngarsané/
kang mardapa lungguhira/
rungunên barang sabda/
yèn sira dêgsurèng tanduk/
dadi sira nêmu papa//
20 lan yèn ngadhêp mring
wong luwih/
rungunên sagunêmira/
cathêtên ing wardayané/
barang tingkah kang
prayoga/
kang ala singkirêna/
yèn mata kuping wus
lan yèn ngadhêp mring
wong luwih/
rungunên sagunêmira/
cathêtên ing wardayané/
barang tingkah kang
prayoga/
kang ala singkirêna/
yè-[183/5]n mata kuping
lan yèn ngadhêp mring
wong luwih/
rungunên sagunêmira/
cathêtên ing wêrdayané/
barang tingkah kang
prayoga/
kang ala singkirana/
yèn mata kuping wus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
ngrungu/
agé sira lakonana//
wus ngrungu/
agé sira lakonana//
muruk/
agé nuli lakonana//
21 ana wulang ingsun malih/
yèn sira apalakrama/
milih wiji utamané/
kathahé kawan prakara/
déné ingkang sapisan/
wiji kusuma puniku/
déné kapindhoné uga//
ana wulang ingsun malih/
yèn sira apalakrama/
milih wiji utamané/
kathahé kawan prakara/
déné ingkang sapisan/
wiji kusuma puniku/
déné kapindhoné uga//
ana wulangingsun malih/
lamun sira palakrama/
milih wiji utamané/
kathahé kawan prakara/
déné ingkang sapisan/
wiji kusuma puniku/
déné kapindhoné iya//
22 wijining tani sayêkti/
katrinya wong[7] potang
karya/
déné ta kang kaping paté/
têdhaking janma mêrtapa/
puniku dènpiliha/
salah siji bêcik iku/
wuri ana patuwasnya//
wijining tani sayêkti/
katrinya wong potang
karya/
déné ta kang kaping paté/
têdhak kang janma mêrtapa/
puniku dènpiliha /
salah siji bêcik iku/
wuri ana patuwasnya//
wiji tani kaping katri/
wijining wong potang
karya/
déné ta kang kaping paté /
wijiné jalma mêrtapa/
puniku dènpiliha /
salah siji bêcik iku/
ing wuri ana tuwasnya//
23 pêngadilaning Hyang Widi/
pan iku dènrasakêna/
èsmu rasané ing tyasé/
yèn liya wiji kang papat/
datan ana pinanggya/
tékad lan pamilihipun/
ing wong arsa palakrama//
pêngadillaning Yyang Widi/
pan iku dènrasakêna/
èsmu rasané ing tyasé/
yèn liya wiji kang papat/
datan ana pinanggya/
tékat lan pamilihipun/
ing wong arsa palakrama//
pêngadilaning Yyang Widi/
pan iku dènrasakêna/
èsmu rasané ing tyasé/
yèn liyané wiji papat/
dadi kurang utama/
mêksih puwungan puniku/
pamilihing palakrama//
24 ana rong prakara malih/
dhingin milih trahing wirya/
milih sugih kapindhoné/
salah siji apan samya/
amilih kasigihan/
mrih kajèn kèringanipun/
kang milih sugih punika//
ana rong prakara malih/
dhingin milih trahing wirya/
milih sugih kapindhoné/
salah siji apan samya/
amilih kasigihan/
mrih kajèn kèringanipun/
kang milih sugih punika//
ana rong prakara malih/
dhingin milih atmèng wirya/
amilih sugih kapindho/
salah siji apan samya/
kang milih kasinggiyan/
mrih kajèn kèringanipun /
kang milih sugih punika//
25 suprihén badan kêkalih/ suprihén badan kêkalih/ suprih ayêm badan galih/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
puniku mapan wus samya/
êndi kang dadya sênêngé/
ana malih wong akrama/
milih siji kéwala/
mung warnané ayu tulus/
panggih pada wêdananya//
puniku mapan wus samya/
êndi kang dadya sênêngé/
ana malih wong akrama/
milih siji kéwala/
mung warnané ayu tulus/
panggih pada wêdananya//
puniku mapan wus sama/
êndi kang dadi sênêngé/
ana manèh wong akrama/
milih siji kéwala/
mung warna kang ayu
mulus/
panggih pada wêdananya//
26 pasmon tan mihalus yêkti/
pu-[8]nika wiji prayoga/
pêsthi ana titippané/
wong alus solah myang
warna/
Ywang Suksma paring
marga/
wiji utama tinêmu/
dé tampikaning akrama//
pasmon janmi alus yêkti/
[184/6]punika wiji prayoga/
pêsthi ana titippané/
wong alus solah myang
warna/
Yyang Suksma paring
marga/
wiji utama tinêmu/
dé tampikaning akrama//
pasêmon kang alus yê-
[192/3]kti/
punika wiji prayoga/
pêsthi ana titippanè/
wong alus solah myang
warna/
Yyang Suksma paring
marga/
wiji utama tinêmu/
dé tampikaning akrama//
27 ala pangucapé bêngis/
pada wêdana tan panggya/
déné wiji ingkang saé/
kang sampun kocap ing
ngarsa/
sayêkti nora bakal/
pêsthi yèn nora nêlutuh/
lan aja milih wong kumpra//
ala pangucapé bêngis/
pada wêdana tan panggya/
déné wiji ingkang saé/
kang sampun kocap ing
ngarsa/
sayêkti nora bakal/
pêsthi yèn nora nêlutuh/
lan aja milih wong kumpra//
ala pangucapé bêngis/
pada wêdana tan panggya/
déné wiji ingkang saé/
kang sampun mungêl ing
ngarsa/
sayêkti nora bakal/
pêsthi yèn boya nêlutuh/
lan aja milih wong kumpra//
28 arané wong kumpra iki/
kang sêpi salah satunggal/
sing papat kocap ngarsané/
lan aja dhêmên wong ala/
lawan aja bédhangdan/
pan boros sira wus tamtu/
arané wong kumpra iki/
kang sêpi salah satunggal/
sing papat kocap ngarsané/
lan aja dhêmên wong ala/
lawan aja bédhangan/
pan boros sira wus tamtu/
arané wong kumpra iki/
kang sêpi salah satunggal/
saking catur ing ngarsané/
lan ronggèng lonthé wus
brantah/
yèn katularan bêngang/
lan boros sira wus tamtu/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
camah marang turunira// camah marang turunira// camah marang turunira//
29 poma dèn èling ing budi/
marmané sagung sujana/
gawéa laku kang saé/
lan kang bênêr anèng
dunya/
amêsthi Ywang Kang
Murba/
maringi nugrahan agung/
dhumatêng kawulanira//
poma dèn èling ing budi/
marmanè sagung sujana/
gawéa laku kang saé/
lan kang bênêr anèng
dunya/
amêsthi Yyang Kang
Murba/
maringi nugrahan agung/
dhumatêng kawulanira//
poma dèn èling ing budi/
marmané sagung sujana/
gawéa laku kang saé/
lan kang bênêr anèng
dunya/
amêsthi Yyang Kang
Murba/
maringi nugrahan agung/
dhumatêng kawulanira//
30 ing wuri pêsthi pinanggih/
ring nak putu buyut
cang[9]gah/
poma Sangulara kowé/
aja angambah kang
kumpra/
wong kumpra têmah nistha/
pêsthine nora tinêmu/
ing dunya dakêratira//
ing wuri pêsthi pinanggih/
ring nak putu buyut
canggah/
poma Sangulara kowé/
aja angambah kang
kumpra/
wong kumpra têmah nistha/
pêsthine nora tinêmu/
ing dunya ngakêratira//
ing wuri pasthi pinanggih/
mring nak putu buyut
canggah/
poma sagung kawulané/
aja angambah kang
kumpra/
wong kumpra têmah nistha/
pêsthiné nora tinêmu/
ing dunya ngakêratira//
31 mila sakèhing wong urip/
lanang wadon ywa kahinan/
gawé laku ingkang saé/
wong bêcik nêmu raharja/
satêdhak turunira/
yèn murka iku kêpaung/
turuné nêmu cintraka//
mila sakèhing wong urip/
lanang wadon yya kahinan/
gawé laku ingkang saé/
wong bêcik nêmu
[185/7]raharja/
satêdhak turunira/
yèn murka iku kêpaung/
turuné nêmu cintraka//
mila sakèhing wong urip/
lanang wadon ja kainan/
karyaa laku kang saé/
wong bêcik nêmu raharja/
satêdhak turunira/
yèn wong murka lakonipun/
turuné nêmu musibat//
32 nanging yèn wong karya
bêcik/
lanang wadon ora béda/
ana sathithik bédané/
yèn wong wadon alul tapa/
nanging yèn wong karya
bêcik/
lanang wadon nora béda/
ana sathithik bédané/
yèn wong wadon alul tapa/
nanging yèn wong karya
bêcik/
lanang wadon nora béda/
iya ana ing bédané /
yèn wong wadon ahli tapa/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
myang laku kabêcikan/
anak lanang ingkang nêmu/
iku adiling Pangéran//
myang laku kabêcikan/
anak lanang ingkang nêmu/
iku adiling Pangéran//
myang laku kabêcikan/
anak lanang ingkang nêmu/
iku adiling Pangéran//
33 pêsthi jangji nora gingsir/
ala bêcik kang kawula/
ala bêciking lakuné/
brèsèt dhoso kênès lancang/
drêngki lantap bêlasar/
anak lanang ingkang nêmu/
niru klakuwaning biyang//
pêsthi jangji nora gingsir/
ala bêcik kang kawula/
ala bêcik kang lakuné/
brèsèt dhoso kênès lancang/
drêngki lantap bêlasar/
anak lanang ingkang nêmu/
niru klakuwaning biyang//
pêsthi jangji nora gingsir/
biyang marang anak
lanang/
ala bêciking lakuné/
brèsèt dhoso calak lancang/
drêngki patrap bêlasar/
anak lanang ingkang nêmu/
niru klahkuwaning biyang//
34 yèn bapa alul martapi/
barang laku mrih ka-
[10]mulyan/
ingkang manggih anak
wadon/
yèn bapa lakuné muyab/
adoh mring kabêcikan/
anak wadon ingkang nêmu/
barang lagèhaning bapa//
yèn bapa alul mêrtapi/
barang laku mrih kamulyan/
ingkang manggih anak
wadon/
yèn bapa lakuné muyab/
adoh mring kabêcikan/
anak wadon ingkang nêmu/
barang lagèhaning bapa//
yèn bapa ahli mêrtapi/
barang laku mrih
kamulyan/
ingkang manggih anak
wadon/
yèn bapa lakuné muyab/
adoh mring kabêcikan/
anaké wadon kang niru/
barang lagèhaning bapa//
35 wong kang tanpa surup
yêkti/
ngèsêmi candraning sastra/
tur iki mung sabênêré/
turun kojah kuna-kuna/
ingkang sampun waskitha/
pangawruhé kang wus
luhung/
sampurnèng suruping
mulya//
wong kang tanpa surup
yêkti/
ngèsêmi candraning sastra/
tur iki mung sabênêré/
turun kojah kuna-kuna/
ingkang sampun waskitha/
pangawruhé kang wus
luhung/
sampurnéng suruping
mulya//
wong kang tanpa surup iki/
ngèsêmi candraning sastra/
tur iki ing sanyatané/
nurut kojah kuna-kuna/
ingkang sampun waspada/
pangawruhé kang linuhung/
sampurnèng suruping
mulya//
36 laku ala lawan bêcik/
tan bèda pêmanggihira/
laku ala lawan bêcik/
tan béda pêmanggihira/
laku ala apa déning/
tan béda pêmanggihira/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
ala bêcik nora gèsèh/
padha sira ling-èlinga/
mikira ingkang wuntat/
ala bêcik ingkang nêmu/
anak putu buyut canggah//
ala bêcik nora gèsèh/
padha sira ling-èlinga/
mikira ingkang wuntat/
ala bêcik ingkang nêmu/
anak putu buyut cang-
[186/8]gah//
ala bêcik nora sanès/
padha sira ling-èlinga/
mikira ingkang wuntat/
ala bêcik ingkang nêmu/
anak putu buyut canggah//
37 yèn kang tuwa karya bêcik/
saturuné manggih harja/
yèn kang tuwa karya awon/
turuné kasurang-surang/
pramilané wong gêsang/
dèn èngêt pitutur luhung/
ing wuri tan wurung
panggya//
yèn kang tuwa karya bêcik/
saturuné manggih harja/
yèn kang tuwa karya awon/
turuné kasurang-surang/
pramilané wong gêsang/
dèn èngêt pitutur luhung/
ing wuri tan wurung
panggya//
yèn kang tuwa karya bêcik/
saturuné manggih harja/
yèn kang tuwa karya awon/
turunné kasurang-surang/
pramilané wong gêsang/
dèn èngêt pitutur luhung/
ing wuri tan wurung
manggya//
38 laku [11]bêcik nêmu bêcik/
laku ala nêmu ala/
pan wus adiling Ywang
Manon/
cêgah pakon panunggalnya/
nyêgah mring kaluputan/
pakon mring bênêring laku/
cêgah marang kêsalahan//
laku bêcik nêmu bêcik/
laku ala nêmu ala/
pan wus adiling Yyang
Manon/
cêgah pakon panunggalnya/
nyêgah mring kaluputan/
pakon mring bênêring laku/
cêgah marang kêsalahan/
laku bêcik nêmu bêcik/
laku ala nêmu ala/
pan wus adiling Yyang
Manon/
cêgah pakon panunggalnya/
nyêgah mring kaluputan/
pakon mrih bênêring laku/
cêgah marang kêsalahan//
39 èlinga wong urip sami/
pira lawasé nèng dunya/
lamun bêciking lakuné/
saèngga wong marang
pasar/
pêsthi mulih mring wisma/
lawas êndi pamènipun/
nèng pasar lan anèng
wisma//
èling wong urip sami/
pira lawasé nèng dunya/
lamun bêciking lakuné/
saèngga wong marang
pasar/
pêsthi mulih mring wisma/
lawas êndi paménipun/
nèng pasar lan anèng
wisma//
èlinga wong urip sami/
pira lawasé nèng dunya/
lamun lakuné kang saé/
saingga wong marang
pasar/
pasthi mulih mring wisma/
lawas êndi pamènipun/
nèng pasar lan anèng
[193/4]wisma//
40 pêsthi lawas anèng panti/ pêsthi lawas anèng panti/ pasthi lami anèng panti/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
mulané dèn ngatya-atya/
janma tinitah sêpuhé/
èlinga dadi jalaran/
nak putu buyut canggah/
saturuné darma nêmu/
wis Sangulara mangkata//
mulané dèn ngatya-atya/
janma tinitah sêpuhé/
èlinga dadi jalaran/
nak putu buyut canggah/
saturuné darma nêmu/
wis Sangulara mangkata//
mulané dèn ngatya-atya/
jalma tinitah sêpuhé/
èlinga dadi jalaran/
nak putu buyut canggah/
saturuné drêma nêmu/
ponang kintaka wus purna//
Tabel 4.19 transliterasi teks naskah SSS
f) Suntingan Teks dan Terjemahan
Penyuntingan teks dalam kerja filologi dilakukan dengan dua metode, yaitu
berdasarkan metode suntingan naskah tunggal dan metode suntingan naskah
jamak. Metode yang digunakan peneliti dalam penyuntingan Serat Suluk
Sangulara ini adalah metode suntingan naskah jamak. Metode suntingan naskah
jamak terdapat dua metode yang dapat digunakan, yaitu metode gabungan dan
metode landasan. Penelitian terhadap SSS ini peneliti menggunakan metode
landasan, karena dari ketiga naskah SSS terdapat satu naskah yang memiliki
kualitas yang menonjol, sehingga didapatkan teks yang autoritatif dan teks
terbebas dari kesalahan. Teks naskah yang terdapat perbedaaan atau variant
ditulis pada aparatus criticus (Edwar Djamaris, 2006:30).
Peneliti setelah mengadakan berbagai perbandingan dapat disimpulkan bahwa
naskah C memiliki kualitas yang lebih menonjol dibandingkan kedua naskah A
dan B pada SSS. Namun jika terdapat kesalahan dan kekurangan pada naskah C,
maka naskah A dan B menjadi teks pembantu untuk membetulkan dan
menambahi atas kesalahan dan kekurangan pada teks dasar. Selain melihat pada
teks naskah A dan B, apabila keduanya tidak terdapat teks yang dapat digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
untuk penyempurnaan teks, maka jalan yang ditempuh adalah interpretasi dari
peneliti berdasarkan kamus.
Naskah autoritatif yang telah ditemukan dapat digunakan sebagai landasan
suntingan teks. Adapun suntingan teks pada SSS disajikan dalam tabel di bawah.
Sebelum penyajian suntingam teks pada naskah SSS diberikan keterangan guna
memudahkan pembaca dalam memahami teks SSS yaitu. Angka arab 1, 2, 3 dan
seterusnya yang terletak di bawah dipakai untuk nomor kritik teks untuk suku
kata, kata dan kelompok kata.
Bait Edisi Teks Terjemahan
Sêrat Suluk Sangulara1 Serat Suluk Sangulara
1 Kasmaran ing rèh basuki/
wontên kandhaning pandhita/
ing Ngéndrapurna dhépoké/
jêjuluk Sang Mardèngkara/
darbé sabat sajuga/
pun Sangulara ranipun/
wus lola trahé wong praja//
Mendambakan perihal keselamatan.
Ada cerita seorang pandita
di Padepokan Ngendrapurna,
bernama Sang Mardengkara.
Mempunyai satu sahabat
yaitu bernama Sangulara,
keturunan kerajaan yang sudah
yatim piatu.
2 Sumêdya2 wangsul mring nagri/
kêpéngin suwitèng nata/
wusana umatur alon/
mring sang muni waradibya/
kawula nuwun wulang/
amrih sinihan wong agung/
lan ingandêl jalma kathah//
Ingin kembali ke kraton,
ingin mengabdi kepada raja.
akhirnya berkata pelan
kepada Sang Guru yang sakti,
“Saya mohon pelajaran
supaya dikasihi (disayangi) orang
besar (penguasa)
dan dipercaya orang banyak”.
3 Sang wiku ngandika manis/ Sang guru (pandita) berkata dengan
1 Judul Sangulara
2 *# sumêja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
iya Sangulara sira/
yèn amrih slamêt badané/
lan ingandêl janma kathah/
poma sira èstokna/
sêbarangé ing rèhingsun/
iki liré duga-duga//
manis,
“Iya Sangulara, kamu
supaya selamat dirimu
dan dipercaya orang banyak,
kamu perhatikan baik-baik dan
laksanakanlah
apa saja perintahku.
Ini maksudnya berhati-hati”.
4 Kawruhana kang sayêkti/
têgêsé mantri sujana/
ayya kalèru artiné/
kang aran mantri sujana/
gêmi wadhah wêwéka/
tri têtêlu arténipun/
sapisan sêca wêcana//
Pelajarilah dengan sungguh-
sungguh
maksud pejabat yang baik
jangan salah mengartikan.
Yang disebut pejabat yang baik
yaitu
hemat, dapat menyimpan dan
berhati-hati.
Ketiga hal tersebut berarti
pertama menepati janji,
5 kadwiné3 sura ing pati/
kaping tri lila ing dunya/
kang têtêp mantri arané/
yya4 nganti ginuyyèng jalma/
kang agung wirangira/
yèn mantri atiné nguthuh/
iku wong atinggal nama//
kedua berani mati,
ketiga rela di dunia.
Yang disebut seorang pejabat
jangan sampai ditertawakan orang
akan sangat memalukan.
Apabila seorang pejabat tidak
memiliki malu
disebut orang yang tidak dapat
menjaga nama baik.
6 Wong tinggal5 aran sayêkti/
nisthané kalih prakara/
Sesungguhnya orang yang
meninggalkan nama itu
terdapat dua keburukannya,
3 # kadyiné
4 % ja
5 # wong tilar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
tan wirang marang ragané/
lan nyuwiyah mring badannya/
sabarang budènira/
lamun tinggal nama iku/
ginuyu wusana nistha//
menjadi aib bagi dirinya
dan merepotkan badan.
Apa saja yang kamu lakukan
yang hanya meninggalkan nama itu
ditertawakan akhirnya hina.
7 Lamun micara lan jalmi/
aja sawêtu-wêtunya/
bobotên saprayogané/
yèn tan patut gung ginuyya/
dadi wong tanpa ngrasa/
ingaran wong clula clulu/
têmah ala ulatira6//
Bila berbicara dengan seseorang
jangan asal berbicara.
Pertimbangkan sebaik-baiknya,
bila tidak pantas akan ditertawakan
menjadi orang tanpa perasaan atau
merasa.
Disebut orang tidak sopan kesana-
kemari tanpa tujuan
akhirnya buruk pandangannya.
8 yèn nganggo-anggo upami/
aja duméh murub mubyar/
bobotên lan panggonané/
yèn tan patut lan lungguhnya/
dadi jalma tan ngrasa/
ingaran uwong tan urus/
ginuyyèng wong dadya nistha//
Apabila memakai pakaian atau
perhiasan,
jangan asal atau mentang-mentang
karena bersinar gemerlapan.
Pertimbangkan atau sesuaikan
fungsinya.
Bila tidak sesuai dengan
kedudukannya menjadi orang tidak
paham.
Disebut orang yang tidak peduli
ditertawakan orang menjadi hina.
9 lamun lungguhan lan jalmi/
ayya kusut ing panganggya/
bobotên lan lungguhané/
aja winada ing jalma/
angèmbèt kang sung karya/
Bila sedang duduk bersama orang,
jangan menampakkan kusut dalam
berpakaian.
Pertimbangkan dengan kedudukan
jangan dicela oleh manusia
mempengaruhi terhadap yang
6 * ginuyu têmahan ala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
mukadarah aranipun/
cinêngés datan prayoga//
memberi pekerjaan.
Disebut mukadarah,
ditertawakan tidak baik.
10 lan sira aja tabêri7/
anyênyatur kanca kadang/
tangga myang sanak mitranè/
kang sira ajak rêrasan/
pêsthi tutur mring liyan/
lamun krungu8 kang cinatur/
dadi drêngki kêsèt tantya9//
Dan kamu jangan senang
membicarakan (menggunjing)
teman atau saudara sendiri.
Tetangga dan sanak saudaranya
yang kamu ajak menggunjing
pasti membicarakan terhadap orang
lain.
Apabila terdengar yang dibicarakan,
menjadi iri, benci dan sangat malas.
11 lan sira aja ngarêmi/
bêbotohan10
samubarang/
yèn tan wikan11
paèkané/
lamun kalah lir punapa/
wisma dunyané sirna/
luru-luru yèn tan antuk/
dursila angrusak praja//
Dan kamu jangan menyenangi
main (berjudi) dalam bentuk
apapun.
Bila tidak tahu keburukannya
apabila kalah seperti apa?.
Rumah dan harta kekayaan
(duniawi) hilang atau habis,
mencari – cari apabila tidak
mendapatkan,
kejahatan dapat menghancurkan
(mengacaukan) kerajaan.
12 lan yya12
sira ngingu dasih/
tilasing kadang myang kanca/
kang mancal Gusti sakèhé/
Dan kamu jangan memiliki abdi
(hamba)
bekasnya sanak saudara dan teman
yang meninggalkan (mengkhianati)
banyak tuannya (bendara).
7 * lawan sira aja tabring
8 #* lamun ngrungu
9 * dadi drêngki sêsêtandya
10 @ ngabotohan
11 * yèn tan wikas
12 % lan ja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
watêk wong ngalih bêndara/
rasan kang saru13
mêdal/
Gustiné lawas yèn krungu/
panas atiné dadya crah//
Sikap orang yang ganti
(meninggalkan) tuannya,
membicarakan hal yang tidak baik.
Apabila mantan tuannya
mendengar,
marah hatinya dan menjadi
perpecahan.
13 yèn dhayohan sira iki/
gung alit dananên krama/
sugatanên sapantêsé/
yèn wus têkèng masanira14
/
nuli sira tundhunga/
dimèn mulih dhayohipun/
yèn kêtlangso15
têmah nistha//
Apabila kamu kedatangan tamu
pejabat atau orang biasa
berilah penghormatan, sajian yang
pantas.
Apabila sudah tiba pada waktunya,
segera kamu ingatkan
supaya tamunya segera pulang.
bila terlanjur lama akhirnya hina.
14 lawan sira yèn nyêyilih/
samubarang kang dandanan/
yèn uwis rampung gawéné/
agé nuli ulihêna/
yèn nganti lawas16
pama/
kang duwé gêla kêlangkung/
oléha pisan17
kéwala//
Dan apabila kamu meminjam
apa saja termasuk peralatan rumah
tangga,
apabila sudah selesai pekerjaanmu
atau digunakan
segera kamu kembalikanlah.
Apabila sampai lama (jelek)
yang memiliki menjadi sangat
kecewa,
diperbolehkan hanya sekali saja.
15 lan yèn sira dènsilihi/
samubarang kang dandanan/
Dan apabila kamu dipinjami
apa saja yang peralatan rumah
tangga,
13
* rasan kang sampun 14
*# yèn wus têkèng mangsanira 15
@ yèn kêtlangson 16
* yèn dén lêlawas 17
@# oléh sapisan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
yèn tan awèh ing batiné/
wangsulana kang prayoga/
mrih yya rêngat tyasira18
/
supaya awèta iku/
kêkadang kêlawan19
sira//
apabila hatimu tidak
memperbolehkan (tidak ikhlas)
jawablah dengan baik
supaya tidak menyakiti hatinya.
Supaya tahan lama dalam
persaudaraan denganmu.
16 kaya laku tatakrami/
wong ingundang mring lurahnya/
wangsulané ingkang saé/
aja dêgsurèng wangsulan/
bêcik barêng kongkonan/
yèn dêgsura wangsulamu/
dadi sira nêmu papa//
Seperti aturan tatakrama (etika),
orang yang dipanggil oleh lurah
atau pemimpinnya
jawabnya baik, ramah.
Jangan menjawab dengan sombong.
Jawablah dengan baik kepada yang
diperintah.
Apabila jawabanmu (sikapmu)
congkak atau sombong,
jadi kamu akan menemui celaka.
17 ya namaning tatakrami/
anom angungkuli tuwa/
pan kula amit basané/
munggah malih tatakrama/
kula nuwun basanya/
munggah malih basanipun/
apuntên dalêm prayoga//
Yang disebut tatakrama (sopan
santun),
yang muda menghormati yang tua.
Dengan bahasa “kula amit”
„permisi‟.
Lebih baik lagi tatakramanya
bahasanya “kula nuwun”.
Lebih baik dengan kata-katanya
(tatakrama)
“apunten dalem” „mohon maaf
saya‟ itu lebih baik.
18 minggah malih tatakrami/
mundhuk-mundhuk lakonira/
tuwin anêmbah tatané/
Tatakrama yang semakin baik.
Pelan-pelan jalanmu
sambil menyembah sikapnya.
18
* amrih aja rêngatyas 19
#@ kêkadang kalawan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
iku antuk tatakrama/
lakuné nèng nêgara/
yèn sira tinggala iku/
pêsthi rusak raganira//
Begitulah tatakramanya, etika
sikapnya dalam negara (kerajaan).
Bila kamu meninggalkan itu,
pasti akan rusak (celaka) badanmu.
19 kêlamun yèn sira linggih/
nèng ngarsèng wong tuwa-tuwa/
miwah wong agung ngarsané/
kang mardawa20
lungguhira/
rungunên barang sabda/
yèn sira dêgsurèng tanduk/
dadi sira nêmu papa//
Apabila kamu sedang duduk,
di hadapan orang-orang tua
dan di hadapannya orang yang
berpangkat atau pemimpin
duduklah yang halus, baik atau
sopan.
Perhatikan dan dengarkan apa yang
disampaikan (dikatakan).
Apabila sikapmu kasar atau
sombong,
kamu akan menemui celaka.
20 lan yèn ngadhêp mring wong luwih/
rungunên sagunêmira/
cathêtên ing wardayané21
/
barang tingkah kang prayoga/
kang ala singkirana/
yèn mata kuping wus muruk/
agé sira22
lakonana//
Apabila kamu sedang menghadap
orang yang lebih,
dengarkan dan perhatikan apa yang
diucapkannya.
Catatlah dalam hatimu.
Sikap perilaku yang baik,
sedang sikap yang buruk jauhilah.
Apabila mata dan telinga telah
mendengar (mengerti),
segera lakukanlah.
21 ana wulangingsun malih/
lamun sira palakrama/
milih wiji utamané/
kathahé kawan prakara/
Ada pelajaran saya lagi,
apabila kamu menikah
(berkeluarga).
Pilihlah benih yang baik
terdapat empat hal.
20
%* kang mardapa 21
#@ cathêtên ing wêrdayané 22
* agé nuli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
déné ingkang sapisan/
wiji kusuma puniku/
déné kapindhoné iya//
Adapun yang pertama,
keturunan orang yang baik atau
terhormat.
Adapun yang kedua adalah
22 Wijining tani sayêkti23
/
katrinya24
wong potang karya/
déné ta kang kaping paté /
wijiné jalma mêrtapa/
puniku dènpiliha/
salah siji bêcik iku/
ing wuri ana tuwasnya//
keturunan petani yang utama.
Ketiga orang yang rajin bekerja.
Yang keempatnya
keturunan orang yang senang
bertapa (ahli bertapa).
Yang seperti itu pilihlah.
Salah satu baik (dari 4 benih) itu
akhirnya mendapat bahagia.
23 Pêngadilaning Yyang Widi/
pan iku dènrasakêna/
èsmu rasané ing tyasé/
yèn liya wiji kang papat25
/
dadi kurang utama/
mêksih puwungan puniku/
ing wong arsa26
palakrama//
Keadilan (ketetapan) Tuhan
mengetahui itu yang rasakanlah
enak rasanya dalam hati.
Bila yang lain dari empat benih
menjadi kurang utama,
niat dan kemantapan hatinya
pada orang yang akan berkeluarga.
24 ana rong prakara malih/
dhingin milih trahing wirya27
/
milih sugih kapindhoné28
/
salah siji apan samya/
kang milih kasinggihan/
mrih kajèn kèringanipun/
kang milih sugih punika//
Ada dua perkara lagi,
lebih dulu memilih keturunan yang
berkedudukan,
kedua memilih yang kaya.
Salah satu karena yang sama
memilih yang benar itu,
supaya dihargai.
Yang memilih kaya itu
25 Suprih ayêm badan kalih29
/ supaya sejahtera keduanya.
23
* wiji tani kaping katri 24
* wijining 25
* yèn liyané wiji papat 26
* pamilihing 27
# dhingin milih atmèng wirya 28
* amilih sugih kapindhon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
puniku mapan wus samya30
/
êndi kang dadya31
sênêngé/
ana manèh wong akrama/
milih siji kéwala/
mung warna kang ayu mulus /
panggih pada wêdananya//
Itu sudah sama cocok.
Yang mana menjadi kesenangannya
ada lagi, pada orang yang
berkeluarga.
Memilih satu celaka,
hanya rupanya cantik tanpa cacat
sama-sama dari golongan priyayi.
26 pasêmon kang alus yêkti/
punika wiji prayoga/
pêsthi ana titikané32
/
wong alus solah myang warna/
Yyang Suksma paring marga/
wiji utama tinêmu/
dé tampikaning akrama//
Perumpamaan yang sungguh baik.
Itu benih baik,
pasti ada cirinya.
Orang yang perilakunya halus atau
baik berbuat,
Tuhan memberi jalan,
ditemukan benih utama
menuju jalan berkeluarga.
27 ala pangucapé bêngis/
pada wêdana tan panggya/
déné wiji ingkang saé/
kang sampun mungêl ing ngarsa/
sayêkti nora bakal/
pêsthi yèn boya nêlutuh/
lan aja milih wong kumpra//
Ucapannya buruk, bengis,
Tidak sama dengan ketampanan.
Adapun benih yang baik
yang sudah dibicarakan di atas
sungguh tidak akan terjadi
bila tidak mengotori
dan jangan memilih orang yang
ceroboh atau nista.
28 arané wong kumpra iki/
kang sêpi salah satunggal/
saking catur ing ngarsané/
lan ronggéng lonthé wus brantah/
lawan aja bédhangan33
/
Yang disebut orang nista ini
yang tidak memiliki salah satu
dari empat yang dibicarakan diatas.
Dan ronggeng lonthe (yang sudah
terjangkit penyakit sipilis)
dan jangan berselingkuh
29
* suprih ayêm badan galih 30
% puniku mapan wus sama 31
% êndi kang dadi 32
* pêsthi ana titipané
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
lan boros sira wus tamtu/
camah marang turunira//
dan boros kamu sudah tentu
hina terhadap keturunanmu.
29 poma dèn éling ing budi/
marmané sagung sujana/
gawéa laku kang saé/
lan kang bênêr anèng dunya/
amêsthi Yyang Kang Murba/
maringi nugrahan agung/
dhumatêng kawulanira//
Perhatikan baik-baik kemudian
ingat dalam perbuatan
maka dari itu semua orang yang
patut dihormati
berbuatlah perilaku yang baik
dan yang benar di dunia
pasti Tuhan Yang Maha Menguasai
memberi anugerah yang besar
kepada hamba-Nya.
30 ing wuri pêsthi34
pinanggih/
mring nak putu buyut canggah/
poma sagung kawulané/
aja angambah kang kumpra/
wong kumpra têmah nistha/
pêsthiné nora tinêmu/
ing dunya ngakêratira//
Pada akhirnya pasti ditemui atau
diterima
kepada anak cucu, buyut, canggah.
Perhatikan semua rakyat,
jangan sampai melakukan yang
ceroboh.
Orang ceroboh akhirnya hina
pastiannya tidak bisa dipercaya
di dunia dan akhiratnya.
31 mila sakèhing wong urip/
lanang wadon yya35
kainan/
karyaa laku kang saé/
wong bêcik nêmu raharja/
satêdhak turunira/
yèn murka iku kêpaung36
/
turuné nêmu cintraka37
//
Maka banyaknya orang hidup
laki-laki perempuan jangan kurang
berhati-hati
berbuatlah perbuatan yang baik
orang baik menemui kebaikan
sampai pada keturunannya
bila ceroboh itu menemui
keturunannya menemui celaka.
33
* yèn katularan bêngang 34
# ing wuri pasthi 35
% lanang wadon ja 36
# yèn wong murka lakonipun 37
% turuné nêmu musibat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
32 nanging yèn wong karya bêcik/
lanang wadon nora béda/
ana sathithik38
bédané/
yèn wong wadon alul39
tapa/
myang laku kabêcikan40
/
anak lanang ingkang nêmu/
iku adiling Pangéran//
Namun bila orang berbuat baik
laki-laki perempuan tidak berbeda
ada sedikit perbedaannya
bila orang perempuan ahli pertapa
dan berbuat kebaikan
anak laki-laki yang mendapati
itu keadilan (ketetapan) Tuhan.
33 pêsthi jangji nora gingsir/
biyang marang anak lanang/
ala bêciking lakuné/
brèsèt dhoso calak lancang/
drêngki patrap bêlasar/
anak lanang ingkang nêmu/
niru klakuwaning biyang//
Pasti janji tidak akan meleset.
Ibu kepada anak laki-laki.
Baik buruk perbuatannya.
Asal berbicara, tingkah lakunya
tidak sesuai (dan) mendahului
perintah,
dengki, suka berkelahi, tidak teratur
dan semaunya sendiri.
Anak laki-laki yang mendapati,
meniru perbuatan ibunya.
34 yèn bapa alul41
mêrtapi/
barang laku mrih kamulyan/
ingkang manggih anak wadon/
yèn bapa lakuné muyab/
adoh mring kabêcikan/
anaké wadon kang niru/
barang lagèhaning bapa//
Bila bapak ahli bertapa,
berbuat kemuliaan,
yang mendapati anak perempuan.
Bila bapak perbuatannya tidak baik,
jauh dari kebaikan,
anaknya perempuan yang akan
meniru
apa saja yang diperbuat ayah.
35 wong kang tanpa surup yêkti42
/
ngèsêmi candraning sastra/
Orang yang tidak masuk sungguh-
sungguh,
tersenyum pada makna yang
38
* iya ana ing 39
% yèn wong wadon ahli 40
* myang laku kang bêcikan 41
% yèn bapa ahli 42
* wong kang tan pasurup iki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
tur iki mung sabênêré43
/
nurut kojah kuna-kuna/
ingkang sampun waskitha44
/
pangawruhé kang wus luhung45
/
sampurnèng suruping mulya//
tersimpan dalam tulisan (karya
sastra).
Namun ini sebenarnya
menurut yang dibicarakan pada
masa lalu.
Yang sudah mengetahui maksudnya
(apa saja yang tersembunyi),
pengetahuannya yang sudah
mumpuni
sempurna dalam menuju kemuliaan.
36 laku ala lawan becik46
/
tan béda pêmanggihira/
ala bêcik nora gèsèh47
/
padha sira ling-élinga/
mikira ingkang wuntat/
ala bêcik ingkang nêmu/
anak putu buyut canggah//
Berbuatan jahat dan baik
berbeda apa yang akan diterimanya.
Buruk baik tidak tertukar.
Maka, semua ingat-ingatlah
berpikirlah ke belakang.
Baik buruk yang mendapati
anak, cucu, buyut, canggah.
37 yèn kang tuwa karya bêcik/
saturuné manggih harja/
yèn kang tuwa karya awon/
turuné kasurang-surang/
pramilané wong gêsang/
dèn èngêt pitutur luhung/
ing wuri tan wurung manggya//
Bila yang tua berbuat baik,
keturunannya mendapat
keselamatan.
Bila yang tua berbuat keburukan,
keturunannya kesusahan.
Makanya orang hidup,
ingatlah perkataan (pesan) bijak.
Pada akhirnya tidak akan menemui.
38 laku bêcik nêmu bêcik/
laku ala nêmu ala/
Perbuatan baik menemui kebaikan.
Perbuatan buruk menemui
keburukan.
43
* tur iki ing sanyatané 44
* ingkang sampun waspada 45
* pangawruhé kang linuhung 46
* laku ala apa déning 47
*% ala bêcik nora sanès
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
pan wus adiling Yyang Manon/
cêgah pakon panunggalnya/
nyêgah mring kaluputan/
pakon mrih bênêring laku/
cêgah marang kêsalahan//
Sebab menjadi ketetapan Tuhan.
mencegah untuk melakukan
menjadi satu,
mencegah terhadap kesalahan
untuk melakukan perbuatan yang
benar.
mencegah terhadap kesalahan.
39 èlinga wong urip sami/
pira lawasé nèng dunya/
lamun bêciking lakuné48
/
saéngga49
wong marang pasar/
pêsthi50
mulih mring wisma/
lawas êndi pamènipun/
nèng pasar lan anèng wisma//
Ingatlah orang hidup semua,
Berapa lama berada di dunia?.
yang baik dalam perbuatannya,
sehingga orang di pasar
pasti kembali ke rumah.
Lebih lama yang mana umpamanya
di pasar dan di rumah?.
40 pêsthi lawas51
anèng panti/
mulané dèn ngatya-atya/
jalma tinitah sêpuhé/
èlinga dadi jalaran/
nak putu buyut canggah/
saturuné drêma nêmu/
ponang kintaka wus purna//
Pasti lebih lama di rumah!
Makanya saling berhati-hatilah,
manusia dipastikan masa tuanya.
Ingatlah menjadi sebab
anak, cucu, buyut, canggah.
Keturunannya hanya sekedar
mendapati
Surat atau buku Sangulara telah
selesai.
Tabel 4.20 suntingan dan terjemahan naskah SSS
48
* lamun lakuné kang saé 49
@# saingga 50
# pasthi 51
@# pasthi lami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
B. Pembahasan Isi
Kajian isi merupakan hasil dari mengaji sesuatu yang terkandung. Jika kajian
isi dilakukan terhadap naskah SSS, maka hasil kajian merupakan sesuatu yang
terkandung dalam naskah SSS. Kajian isi terhadap naskah SSS ini diungkapkan
berdasarkan hasil dari analisis ketiga naskah SSS yang berupa suntingan teks,
terjemahan dan ringkasan cerita.
Sêrat Suluk Sangulara adalah salah satu karya sastra Jawa lama yang secara
keseluruhan berisi tentang etika dan moral yang berupa anjuran atau perintah dan
larangan untuk menciptakan pribadi yang baik, kehidupan yang harmonis dan
mendapat anugrah atau kebaikan dari Tuhan baik di dunia maupun di akhirat.
Secara garis besar kandungan isi yang terdapat dalam SSS adalah pelajaran
mengenai sikap atau tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, apa saja
kriteria pemimpin yang baik (mantri sujana), dan kriteria yang harus diperhatikan
dalam memilih pasangan hidup atau jodoh.
Diawali dari kisah seorang keturunan kerajaan yang sudah tidak memiliki
orang tua, yaitu Sangulara. Ia ingin berguru kepada seorang pandita di padepokan
Ngendrapurna. Kisah ini tercermin dalam dalam bait satu.
Kasmaran ingrèh basuki/ wontên kandhaning pandhita/ ing Ngéndrapurna
dhépoké/ jêjuluk Sang Mardèngkara/ darbé sabat sajuga/ pun Sangulara
ranipun/ wus lola trahing wong praja//.
Terjemahan : “mendambakan dalam hal keselamatan, ada cerita seorang
pandita bertempat di padepokan Ngendrapurna, yang bernama Mardengkara.
Mempunyai seorang sahabat (murid) bernama Sangulara keturunan kerajaan yang
sudah yatim piatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Ajaran atau isi dalam SSS ini adalah sebagai berikut:
1. Keinginan Sangulara Mengabdi pada Kerajaan
Ilmu pengetahuan sangatlah penting bagi manusia dalam menjalani
kehidupan dan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, sehingga setiap
orang wajib untuk menuntut ilmu atau belajar. Pun dengan orang yang telah
memiliki ilmu, sebaiknya pula dibagikan kepada orang lain untuk mewujudkan
kehidupan yang baik. Keutamaan ini sejalan dengan peribahasa Jawa “darbe
kawruh ora ditangkarake, bareng mati tanpa tilas”. Maksud dari peribahasa
tersebut adalah pentingnya sebuah ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Karena
ilmu dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik dan kepercayaan masyarakat
tradisional akan ilmu yang sesungguhnya milik Allah dan manusia hanya
meminjam atau nggadhuh maka ilmu itu sebaiknya dapat dimanfaatkan untuk
kemaslahatan umat manusia. (Imam Budhi Santosa, 2010:66-67).
Sangulara sebagai tokoh murid, yang berguru kepada Mardengkara, yang
ingin mengetahui dan memahami bagaimana cara untuk mengabdi untuk bangsa.
Sangulara diminta untuk memperhatikan dan menjalankan apa yang disampaikan
oleh Mardengkara. Seseorang apabila ingin mengabdi kepada raja terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan supaya bisa dipercaya oleh banyak orang
dan selamat. Hal itu terdapat dalam SSS tembang Asmaradana bait 2-3 sebagai
berikut:
Sumêdya wangsul mring nagri/ Kêpéngin suwitèng nata/ wusana umatur
alon/ mring sang muni waradibya/ kawula nuwun wulang/ amrih sinihan
wong agung/ lan ingandêl jalma kathah// Sang wiku ngandika manis/ iya
Sangulara sira/ yèn amrih slamêt badané/ lan ingandêl janma kathah/ poma
sira èstokna/ sêbarangé ing rèhingsun/ iki liré duga-duga//.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Terjemahan : Ingin kembali ke kraton, ingin mengabdi kepada raja. Akhirnya
berkata pelan kepada sang guru yang sakti,“Saya mohon pelajaran supaya dikasihi
(disayangi) orang besar (penguasa) dan dipercaya banyak orang”. Sang guru
pandita berkata dengan manis, “Iya Sangulara, kamu supaya selamat dirimu dan
dipercaya orang banyak, kamu perhatikan baik-baik dan laksanakanlah apa saja
perintahku. Ini maksudnya berhati-hati”.
Keinginan Sangulara untuk kembali ke kraton dan mengabdikan diri haruslah
berbekal ilmu, agar ia dipercaya oleh raja atau masyarakat. Dalam mengabdikan
diri untuk negara seseorang harus memiliki sifat yang ikhlas pantang menyerah,
berani, dan memiliki keteguhan hati dalam membela negara sebagaimana pesan
moral yang terkandung dalam Sêrat Cariyos Aneh-Aneh. (Dewinta Ayu,
2012:233). Tidak jauh berbeda dengan pesan moral yang terkandung dalam Sêrat
Cariyos Aneh-Aneh, Sang Guru Mardengkara berpesan kepada Sangulara perihal
menjadi orang yang baik (mantri sujana) dengan berbekal kesetiaan atau
keteguhan hati seorang hamba kepada negara, berani mati (sura ing pati) yaitu
berani mempertaruhkan nyawa dalam membela negara dan merelakan kesenangan
dunia (lila ing dunya) yaitu mengikhlaskan kesenangan dunia baik yang berupa
kebebasan diri, nafsu maupun harta benda untuk kepentingan negara.
Di dalam SSS ini juga memuat tentang pemimpin yang baik dan kriteria
seorang pemimpin yang baik sebagai bekal Sangulara dalam mengabdikan diri
untuk negara. Pesan moral ini terdapat pada bait 4-5 sebagai berikut :
Kawruhana kang sayêkti/ têgêsé mantri sujana/ ayya kalèru artiné/ kang aran
mantri sujana/ gêmi wadhah wêwéka/ tri têtêlu artènipun/ sapisan sêca
wêcana// Kadwiné sura ing pati/ kaping tri lila ing dunya/ kang têtêp mantri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
arané/ yya nganti ginuyyèng jalma/ kang agung wirangira/ yèn mantri atiné
nguthuh/ iku wong atinggal nama//.
Terjemahan : Pelajarilah dengan sungguh-sungguh maksud pejabat yang baik
jangan salah mengartikan. Yang disebut pejabat yang baik yaitu hemat, dapat
menyimpan dan berhati-hati. Ketiga hal tersebut berarti pertama menepati janji,
kedua berani mati, ketiga rela di dunia. Yang disebut seorang pejabat jangan
sampai ditertawakan orang, akan sangat memalukan. Apabila seorang pejabat
tidak memiliki malu disebut orang yang tidak dapat menjaga nama baik.
Seorang pemimpin jika tidak dapat bertindak baik akan menemui celaka yang
hanya akan meninggalkan nama, yang terdapat pada bait 6.
Wong tinggal aran sayêkti/ nisthané kalih prakara/ tan wirang marang
ragané/ lan nyuwiyah mring badannya/ sabarang budènira/ lamun tinggal
nama iku/ ginuyu wusana nistha//.
Terjemahan : Sesungguhnya orang yang meninggalkan nama itu terdapat dua
keburukannya, menyusahkan raga (badan) dan merepotkan badan. Apa saja yang
kamu lakukan yang hanya meninggalkan nama itu ditertawakan akhirnya hina..
2. Ajaran Etika dan Moral dalam Kehidupan
Ajaran moral dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat pada SSS adalah
sebagai berikut:
a. Etika dalam Berbicara
1) Berbicara jangan asal berbicara.
Seseorang wajib memperhatikan apa yang akan dibicarakan, dalam
membawa diri serta menunjukkan rasa hormat sebagaimana yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
terdapat pada Etika Jawa “setiap orang dalam cara berbicara dan
membawa diri harus selalu menunjukkan rasa hormat terhadap orang
lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya”. (Frans Magnis Suseno,
2001:60). Selain itu, perihal berbicara merupakan satu hal yang harus
diperhatikan oleh orang Jawa sehingga terdapat peribahasa bahasa Jawa
”aja ngomong waton, nanging ngomonga nganggo waton”. Maksud
peribahasa tersebut adalah ajakan untuk tidak berbicara ngawur,
berbicaralah pembicaraan yang memiliki landasan dan dapat
dipertanggungjawabkan. Kalau asal berbicara saja, bisa jadi disamakan
dengan orang gila. (Imam Budhi Santosa, 2010:9-10).
Hal tersebut diutarakan pada bait 7 (tujuh) sebagai berikut.
Lamun micara lan jalmi/ aja sawêtu-wêtunya/ bobotên
saprayogané/ yèn tan patut gung ginuyya/ dadi wong tanpa ngrasa/
ingaran wong clula clulu/ têmah ala ulatira//.
Terjemahan : Bila berbicara dengan seseorang jangan asal berbicara.
Pertimbangkan sebaik-baiknya, bila tidak pantas akan ditertawakan
menjadi orang tidak berperasaan atau merasa. Disebut orang tidak sopan
kesana-kemari tanpa tujuan akhirnya buruk pandangannya.
2) Jangan membicarakan orang lain.
Membicarakan orang lain atau menggunjing atau dalam bahasa Jawa
Ngrasani merupakan satu budaya Jawa yang buruk atau tidak baik yang
terjadi tak terbatas pada seorang perempuan tetapi juga pada orang laki-
laki asalkan ada kerumunan orang disitulah terjadi pembicaraan, yang
membedakan hanyalah tempatnya saja. Selain itu, karena orang-orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
yang enggan menyampaikan langsung apa yang dirasakan kepada
seseorang, sehingga diam-diam ia membicarakan kepada orang lain.
(Suwardi Endraswara, 2006:33).
Perilaku menggunjing akan menjadikan rentannya hubungan sesama
atau berakibat buruk pada diri sendiri. Seseorang yang senang
menggunjing orang lain (gibah atau ngrasani) akan menjadikan
seseorang dengki dan malas. Hal tersebut terdapat pada bait 10.
lawan sira aja tabêri/ anyênyatur kanca kadang/ tangga myang
sanak mitranè/ kang sira ajak rêrasan/ pêsthi tutur mring lian/
lamun krungu kang cinatur/ dadi drêngki kêsèt tantya//.
Terjemahan : Dan kamu jangan senang membicarakan
(menggunjing) teman atau saudara sendiri. Tetangga dan sanak
saudaranya yang kamu ajak menggunjing pasti membicarakan terhadap
orang lain. Apabila terdengar yang dibicarakan, menjadi iri, benci dan
sangat malas.
b. Sikap Seseorang terhadap Orang Lain atau Tetangga dalam Kehidupan
Sehari-hari.
1) Bertamu atau menerima tamu.
Ketika seseorang menerima tamu terimalah dengan ramah, penuh
hormat dan berilah sajian yang pantas tanpa membedakan siapa tamu itu
dan ggingatkan ketika sudah lama untuk pulang agar tidak terlarut lama.
Hal itu dilakukan sebagai rasa hormat terhadap tamu, namun apabila
sudah selesai urusannya atau sudah waktunya tamu itu pulang maka
pemilik rumah tidak perlu enggan atau malu untuk mengingatkan segera
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
pulang supaya tidak mengundang keburukan. Pesan ini terdapat pada bait
13.
yèn dhayohan sira iki/ gung alit dananên krama/ sugatanên
sapantêsé/ yèn wus têkèng masanira/ nuli sira tundhunga/ dimèn
mulih dhayohipun/ yèn kêtlangso têmah nistha//.
Terjemahan : Apabila kamu kedatangan tamu pejabat atau orang
biasa berilah penghormatan, sajian yang pantas. Apabila sudah tiba
waktunya, segera kamu ingatkan supaya tamunya segera pulang. bila
terlanjur lama akhirnya hina.
2) Pinjam-meminjam.
Hidup dalam lingkungan masyarakat, terutama masyarakat Jawa
adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai gotong royong dan
tolong menolong untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis dan
selaras. Tolong menolong dan gotong royong tak sekedar ketika
seseorang memiliki gawe (hajatan) atau sedang tertimpa musibah, tetapi
juga dalam pemenuhan keperluan rumah tangga atau dalam bidang
pertanian, misalnya dalam pinjam-meminjam perlengkapan rumah tangga
atau alat-alat bertani. Etika pinjam-meminjam seperti menjaga dengan
baik, jangan samapai barang pinjaman rusak, segera mengembalikan bila
pekerjaan telah selesai terdapat dalam teks SSS.
Pesan tersebit terdapat pada bait 14-15 yang menuliskan tentang
seseorang yang meminjam sesuatu, segera mengembalikanlah jika sudah
selesai digunakan. Jangan sampai terlalu lama, apalagi sampai barang itu
rusak. Hal tersebut supaya tidak menjadikan sakit hati oleh orang yang
meminjami. Dan untuk si peminjam apabila dalam hati tidak ikhlas untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
meminjamkan barang jawablah dengan baik dan jangan sampai
menyakiti hati orang yang akan meminjam supaya persaudaraan itu tetap
terjaga dan selamat.
lawan sira yèn nyêyilih/ samubarang kang dandanan/ yèn uwis
rampung gawéné/ agé nuli ulihêna/ yèn nganti lawas pama/ kang
duwé gêla kêlangkung/olèha pisan kèwala// lan yèn sira dènsilihi/
samubarang kang dandanan/ yèn tan awèh ing batiné/ wangsulana
kang prayoga/ mrih yya rêngat tyasira/ supaya awèta iku/
kêkadang kêlawan sira//
Terjemahan : Dan apabila kamu meminjam apa saja termasuk
peralatan rumah tangga, apabila sudah selesai pekerjaanmu atau
digunakan segera kembalikanlah. Apabila sampai lama (jelek) yang
memiliki menjadi sangat kecewa, diperbolehkan hanya sekali saja. Dan
apabila kamu dipinjami apa saja yang peralatan rumah tangga, apabila
hatimu tidak memperbolehkan (tidak ikhlas) jawablah dengan baik
supaya tidak menyakiti hatinya. Supaya tahan lama dalam persaudaraan
denganmu.
3) Berpakaian.
Jika kamu mengenakan pakaian sesuaikanlah dengan keadaan dan
tempatnya, supaya tidak disebut orang yang tidak sopan dan tidak
terurus. Sebagaimana pesan yang terdapat pada bait 8.
yèn nganggo-anggo upami/ aja duméh murub mubyar/ bobotên lan
panggonané/ yèn tan patut lan lungguhnya/ dadi jalma tan ngrasa/
ingaran uwong tan urus/ ginuyyèng wong dadya nistha//.
Terjemahan : Apabila memakai pakaian atau perhiasan, jangan asal
atau mentang-mentang karena bersinar gemerlapan. Pertimbangkan atau
sesuaikan dan tempatnya. Bila tidak sesuai dengan tempatnya menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
orang tidak merasa. Disebut orang yang tidak peduli ditertawakan orang
menjadi hina.
4) Perbuatan atau Budi Pekerti
Ajaran budi pekerti yang disampaikan dalam SSS ini adalah :
(a) Larangan Berjudi
Berjudi merupakan satu perbuatan yang timbul atas nafsu diri
yang dapat menjerumuskan diri sendiri atau keluarga dalam sebuah
penderitaan hingga diusir dalam suatu negara, sebagaimana yang
tergambar dalam tokoh Yudistira. “Yudistira memang tidak
menguasai diri secara sempurna, tetapi ia tidak dapat menolak
godaan karena nafsu main judi menjerumuskan diri dan adik-adiknya
dalam penderitaan ditundung dari negerinya. (Suwidji, 1995:31).
Selain itu, perbuatan berjudi termasuk salah satu perbuatan yang
buruk atau tercela sehingga harus dijauhi, sebagaimana yang terdapat
dalam Sêrat Wulangreh oleh Mangkunegara IV dalam
Kepemimpinan Jawa. (Wawan Susetya, 2007:53).
Kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa berjudi merupakan
perbuatan yang tidak baik dan melanggar hukum (agama, negara dan
adat istiadat), karena dengan berjudi dapat menghabiskan harta
kekayaan termasuk rumah sebagai tempat tinggal dan dapat
mengganggu ketentraman orang lain terutama keluarga. Hal ini
terdapat dalam SSS, yaitu terdapat pada bait 11, sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
lan sira aja ngarêmi/ bêbotohan samubarang/ yèn tan wikan
paèkané/ lamun kalah lir punapa/ wisma dunyané sirna/ luru-
luru yèn tan antuk/ dursila angrusak praja//.
Terjemahan : Dan kamu jangan menyenangi main (berjudi)
dalam bentuk apapun. Bila tidak tahu keburukannya apabila kalah
seperti apa?. Rumah dan harta kekayaan (duniawi) hilang atau habis,
mencari-cari apabila tidak mendapatkan, kejahatan dapat
menghancurkan (mengacaukan) kerajaan.
(b) Berbuat baik
Orang hidup di dunia dianjurkan untuk selalu berbuat baik
kepada sesama, karena Tuhan yang akan selalu membalasnya. Pesan
ini terdapat pada bait 29, sebagai berikut.
poma dèn éling ing budi/ marmané sagung sujana/ gawéa laku
kang saé/ lan kang bênêr anèng dunya/ amêsthi Yyang Kang
Murba/ maringi nugrahan agung/ dhumatêng kawulanira//.
Terjemahan : Perhatikan baik-baik kemudian ingat dalam
perbuatan maka dari itu semua orang yang patut dihormati
berbuatlah perilaku yang baik dan yang benar di dunia pasti Tuhan
Yang Maha Menguasai memberi anugerah yang besar kepada
hamba-Nya.
5) Sikap Yang Baik Ketika Menghadap Orang Lain.
Sikap seseorang ketika berhadapan atau menghadap dengan orang
lain yang lebih pandai, pejabat atau sedang bersama orang yang lebih tua
hendaklah dapat menyesuaikan diri (empan papan) dan memperhatikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
dengan baik, mencatat yang baik dan menghindari yang buruk untuk
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terdapat pada bait 19-20,
sebagai berikut.
Kêlamun yèn sira linggih/ nèng ngarsèng wong tuwa-tuwa/ miwah
wong agung ngarsané/ kang mardawa lungguhira/ rungunên
barang sabda/ yèn sira dêgsurèng tanduk/ dadi sira nêmu papa// lan
yèn ngadhêp mring wong luwih/ rungunên sagunêmira/ cathêtên
ing wêrdayané/ barang tingkah kang prayoga/ kang ala
singkirana/ yèn mata kuping wus muruk/ agé sira lakonana//.
Terjemahan : Apabila kamu sedang duduk, di hadapan orang-orang
tua dan di hadapannya orang yang berpangkat atau pemimpin duduklah
yang halus, baik atau sopan. Perhatikan dan dengarkan apa yang
disampaikan (dikatakan). Apabila sikapmu kasar, kamu akan menemui
celaka. Apabila kamu sedang menghadap orang yang lebih, dengarkan
dan perhatikan apa yang diucapkannya. Catatlah dalam hatimu. Sikap
perilaku yang baik, sedang sikap yang buruk jauhilah. Apabila mata dan
telinga telah mendengar (mengerti), segera lakukanlah.
Sikap yang juga harus diperhatikan adalah tentang tatakrama yaitu
ketika ditanya orang lain harus dijawab dengan baik dan sikap merunduk
ketika berada di kerajaan (negara), hal ini terdapat pada bait 16-18,
sebagai berikut.
Kaya laku tatakrami/ wong ingundang mring lurahnya/ wangsulané
ingkang saé/aja dègsurèng wangsulan/ bêcik barêng kongkonan/
yèn dégsura wangsulamu/ dadi sira nêmu papa// ya namaning
tatakrami/ anom angungkuli tuwa/ pan kula amit basané/ munggah
malih tatakrama/ kula nuwun basanya/ munggah malih basanipun/
apuntên dalêm prayoga// minggah malih tatakrami/ mundhuk-
mundhuk lakonira/ tuwin anêmbah tatané/ iku antuk tatakrama/
lakuné nèng nêgara/ yèn sira tinggala iku/ pêsthi rusak raganira//.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Terjemahan : Seperti adanya tatakrama (etika), orang yang dipanggil
oleh lurah atau pemimpinnya jawabnya baik, ramah. Jangan dengan
jawaban yang kasar, keras. Jawablah dengan baik kepada yang
diperintah. Apabila buruk jawabanmu (sikapmu), jadi kamu akan
menemui celaka. Yang disebut tatakrama (sopan santun), yang muda
menghormati yang tua. Dengan bahasa “kula amit” „permisi‟. Lebih baik
lagi tatakramanya bahasanya “kula nuwun”. Lebih baik dengan kata-
katanya (tatakrama) “apunten dalem” „saya mohon maaf‟ itu lebih baik.
Naik lagi tingkat tatakrama. Pelan-pelan jalanmu sambil menyembah
sikapnya. Begitulah tatakramanya, etika sikapnya dalam negara
(kerajaan). Bila kamu meninggalkan itu, pasti akan rusak (celaka)
badanmu.
Jangan menampakkan wajah kusut yang akan mempengaruhi
pekerjaan, disebut sebagai orang yang mukadarah, dan ditertawakan yang
tidak baik. ini terdapat pada bait 9.
lamun lungguhan lan jalmi/ ayya kusut ing panganggya/ bobotên
lan lungguhané/ aja winada ing jalma/ angèmbèt kang sung
karya/ mukadarah aranipun/ cinêngés datan prayoga//.
Terjemahan : Bila sedang duduk bersama dengan orang, jangan
menampakkan kusut dalam berpakaian. Pertimbangkan dengan
kedudukan jangan dicela oleh manusia mempengaruhi terhadap yang
memberi pekerjaan. Disebut mukadarah, ditertawakan tidak baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
3. Ajaran memilih pasangan suami atau istri dan perbuatan yang dilakukan
orang tua akan berbuah kepada anaknya.
Pelajaran atau ajaran yang terdapat di dalam SSS mengenai kriteria apa saja
dalam memilih pasangan. Hal tersebut tertulis pada bait 21-22 sebagai berikut.
ana wulangingsun malih/ lamun sira palakrama/ milih wiji utamané/
kathahé kawan prakara/ déné ingkang sapisan/ wiji kusuma puniku/ déné
kapindhoné iya// Wijining tani sayêkti/ katrinya wong potang karya/ déné
ta kang kaping paté/ wijiné jalma mêrtapa/ puniku dènpiliha/ salah siji bêcik
iku/ ing wuri ana tuwasnya//.
Terjemahan : Ada pelajaran saya lagi, apabila kamu menikah (berkeluarga).
Pilihlah benih yang baik terdapat empat hal. Adapun yang pertama, keturunan
orang yang baik atau terhormat. Adapun yang kedua adalah keturunan petani yang
utama. Ketiga orang yang rajin bekerja. Yang keempatnya keturunan orang yang
senang bertapa (ahli bertapa). Yang seperti itu pilihlah. Salah satu baik (dari 4
benih) akhirnya mendapat bahagia.
Ada dua perkara lagi yang harus menjadi pertimbangan, yaitu dalam hal
keturunan berkedudukan dan kekayaan. Pesan ini terdapat pada bait 24 sebagai
berikut.
Ana rong prakara malih/ dhingin milih trahing wirya/ milih sugih
kapindhoné/ salah siji apan samya/ kang milih kasinggihan/ mrih kajèn
kèringanipun/ kang milih sugih punika//
Terjemahan : Ada dua perkara lagi, lebih dulu memilih keturunan yang
berkedudukan, kedua memilih yang kaya. Salah satu karena yang sama memilih
yang benar itu, supaya dihargai. Yang memilih kaya itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Alasan kenapa harus memperhatikan hal-hal di atas dan akan menjadi celaka
atau susah jika hanya memilih karena kecantikannya. Pesan ini tertulis pada bait
25 sebagai berikut.
Suprih ayêm badan kalih/ puniku mapan wus samya/ êndi kang dadya
sênêngé/ ana malih wong akrama/ milih siji kéwala/ mung warna kang ayu
mulus/ panggih pada wêdananya//.
Terjemahan : supaya sejahtera keduanya. Itu sudah sama cocok. Yang mana
menjadi kesenangannya ada lagi, pada orang yang berkeluarga. Memilih satu
celaka, hanya rupanya cantik tanpa cacat sama-sama dari golongan priyayi.
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk dihindari ketika akan berkeluarga
adalah jangan memilih orang yang nistha atau disebut kumpra. Orang nistha atau
kumpra adalah orang yang tidak memiliki 4 ciri yang telah disebutkan di atas dan
orang itu adalah orang yang suka ganti pasangan yang disebut lonthe atau
ronggeng (penari yang mengharap kehadiran lelaki) dan juga jangan memilih
orang yang nistha. Semua itu akan menjadi seseorang boros dan keturunan yang
kurang baik. Yang terdapat pada bait 27-28 sebagai berikut.
Ala pangucapé bêngis/ pada wêdana tan panggya/ déné wiji ingkang saé/
kang sampun mungêl ing ngarsa/ sayêkti boya bakal/ pêsthi yèn boya
nêlutuh/ lan aja milih wong kumpra// arané wong kumpra iki/ kang sêpi
salah satunggal/ saking catur ing ngarsané/ lan ronggéng lonthé wus
brantah/ lawan aja bédhangan/ lan boros sira wus tamtu/ camah marang
turunira//
Terjemahan : Ucapannya buruk, bengis, tidak sama dengan ketampanan.
Adapun benih yang baik yang sudah dibicarakan di atas sungguh tidak akan
terjadi bila tidak mengotori dan jangan memilih orang yang ceroboh atau nista.
Yang disebut orang nista ini yang tidak memiliki salah satu dari empat yang
diatasnya. Dan ronggeng lonthe (yang sudah terjangkit penyakit sipilis) dan
jangan berselingkuh dan boros kamu sudah tentu hina terhadap keturunanmu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Salah satu nasihat orang Jawa dalam bentuk peribahasa yaitu bapa kesulah
anak kapolah, yang bermakna orang tua dapat merepotkan sang anak. Karena,
baik-buruknya orang tua, si anak pun akan ikut terbawa-bawa. (Imam Budhi
Santosa, 2010:22). Peribahasa ini memiliki muatan yang sama tentang anak yang
juga menerima akibat atau balasan atas sikap dan perbuatan orang tua.
Pengaruh yang akan terjadi pada keturunannya yang terdapat pada bait 30
sebagai berikut.
ing wuri pêsthi pinanggih/ mring nak putu buyut canggah/ poma sagung
kawulané/ aja angambah kang kumpra/ wong kumpra têmah nistha/ pêsthiné
nora tinêmu/ ing dunya ngakêratira//.
Terjemahan : Pada akhirnya pasti ditemui atau diterima kepada anak cucu,
buyut, canggah. Perhatikan semua rakyat, jangan sampai melakukan yang
ceroboh. Orang ceroboh akhirnya hina pastinya tidak bisa dipercaya di dunia dan
akhiratnya.
Perbuatan orang tua yang akan menemui balasannya adalah anak.
digambarkan tentang seorang wanita yang ahli bertapa dan bertindak kebaikan
maka yang akan menemui balasannya adalah anak laki-laki. Jika seorang ayah
adalah ahli pertapa dan bertindak mulia yang akan mendapati balasannya adalah
anak perempuan, dan bila ayah bersikap buruk serta jauh dari kebaikan yang akan
menemui adalah anak perempuan. Pesan ini terdapat pada bait 32 dan 34 sebagai
berikut.
“Nanging yèn wong karya bêcik/ lanang wadon nora béda/ ana sathithik
bédané/ yèn wong wadon alul tapa/ myang laku kabêcikan/ anak lanang
ingkang nêmu/ iku adiling pangéran//” dan “yèn bapa alul mêrtapi/ barang
laku mrih kamulyan/ ingkang manggih anak wadon/ yèn bapa lakuné
muyab/ adoh mring kabêcikan/ anakké wadon kang niru/ barang
lagèhaning bapa//”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Terjemahan : “Namun bila orang berbuat baik laki-laki perempuan tidak
berbeda ada sedikit perbedaannya bila orang perempuan ahli pertapa dan berbuat
kebaikan anak laki-laki yang mendapati, itu keadilan Tuhan.” dan “Bila bapak ahli
bertapa, berbuat kemuliaan, yang mendapati anak perempuan. Bila bapak
perbuatannya tidak baik, jauh dari kebaikan, anak perempuan yang akan meniru
apa saja yang diperbuat ayah.”.
Dari sekian pesan yang disampaikan pada SSS untuk kebaikan dalam
menjalani kehidupan sehari-hari dan dalam bergaul untuk mengabdi kepada
negara, menjadi sangat penting. Hidup di dunia hanyalah sebentar saja, yang
diibaratkan sebagai orang yang pergi ke pasar pasti akan kembali pulang
sebagaimana adanya sikap éling dalam kehidupan. Sikap éling sebagaimana
disebutkan dalam Paham Jawa merupakan satu sikap untuk selalu ingat akan asal
usulnya. Bahwa semua berasal dari Yang Ilahi dan dengan rendah hati tahu siapa
dirinya. (Maria A. Sardjono, 1995:20). Pesan ini terdapat pada bait 39 sebagai
berikut.
“èlinga wong urip sami/ pira lawasé nèng dunya/ lamun bêciking lakuné/
saéngga wong marang pasar/ pêsthi mulih mring wisma/ lawas êndi
pamènipun/ nèng pasar lan anèng wisma//.”
Terjemahan : Ingatlah orang hidup semua, Berapa lama berada di dunia?.
yang baik dalam perbuatannya, sehingga orang di pasar pasti kembali ke rumah.
Lebih lama yang mana umpamanya di pasar dan di rumah?.
Ajaran-ajaran atau etika dan moral yang terdapat naskah Sêrat Suluk
Sangulara masih sangat relevan dan dapat pula diterapkan dengan keadaan zaman
sekarang baik di lingkungan keluarga, masyarakat atau dalam mengabdikan diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
pada negara. Mengingat maraknya kasus keretakan dalam berumah-tangga,
maraknya sikap individualis (sikap yang lebih mementingkan diri sendiri),
pemberontakan antar kelompok dan yang paling gencar adalah permasalahan
korupsi di lingkungan pemerintahan karena para abdi pemerintah yang kurang
bisa menahan diri atas nafsu duniawi atau harta.
Sikap saling menghormati seperti yang tercermin dalam etika berbicara, etika
berpakaian, pandai-pandainya seseorang dalam membawa diri, menjauhi hal-hal
buruk dan mengingat bahwa kehidupan dan kenikmatan dunia yang hanya bersifat
sementara. Etika yang seperti itu apabila tetap diterapkan atau digunakan pada
zaman sekarang niscaya kehidupan dapat berjalan selaras dan tetap harmonis di
lingkungan keluarga maupun masyarakat. Dengan pesan-pesan yang terdapat
dalam Sêrat Suluk Sangulara yang telah dikupas ini, dapat menjadi salah satu
inspirasi pembaca atau masyarakat untuk lebih bersikap eling lan waspada (ingat
dan berhati-hati) dalam menjalani kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan
bernegara.