BAB I - Digilib UNS

83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Data Pekerjaan utama dalam penelitian filologi adalah mendapatkan kembali teks yang bersih dari kesalahan yang berarti memberikan pengertian yang sebaik- baiknya dan yang bisa dipertanggungjawabkan, sehingga dapat diketahui naskah yang paling mendekati pada aslinya (Edwar Djamaris, 2006:7). Sedang tujuan utama pada penelitian filologi adalah dapat menentukan teks yang asli (autografi), teks yang mendekati asli (arketip) dan teks yang berwibawa (autoritatif). Tujuan lain yang juga terpenting dalam penelitian filologi adalah transliterasi teks dengan menjaga keaslian atau ciri khusus teks dan menerjemahkan ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami khususnya bahasa Indonesia; menyunting teks yang sebaik-baiknya dengan mempertahankan pedoman ejaan yang berlaku, penggunaan huruf kapital dan tanda-tanda baca; mendeskripsikan kedudukan dan fungsi naskah dan teks (Edwar Djamaris, 2006: 9). Untuk mendapatkan tujuantujuan tersebut diperlukan adanya proses atau tahapan dalam pengerjaan secara filologi. Pengerjaaan Serat Suluk Sangulara secara filologi dijabarkan pada pembahasan berikut ini. 1. Pengumpulan Data (Inventarisasi Naskah) Pembacaan beberapa katalog oleh peneliti, yaitu katalog yang memuat naskah-naskah Jawa adalah 1) Descriptive Catalogus of the Javanese manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet48

Transcript of BAB I - Digilib UNS

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

BAB IV

ANALISIS DATA

A. Analisis Data

Pekerjaan utama dalam penelitian filologi adalah mendapatkan kembali teks

yang bersih dari kesalahan yang berarti memberikan pengertian yang sebaik-

baiknya dan yang bisa dipertanggungjawabkan, sehingga dapat diketahui naskah

yang paling mendekati pada aslinya (Edwar Djamaris, 2006:7). Sedang tujuan

utama pada penelitian filologi adalah dapat menentukan teks yang asli (autografi),

teks yang mendekati asli (arketip) dan teks yang berwibawa (autoritatif).

Tujuan lain yang juga terpenting dalam penelitian filologi adalah transliterasi

teks dengan menjaga keaslian atau ciri khusus teks dan menerjemahkan ke dalam

bahasa yang lebih mudah dipahami khususnya bahasa Indonesia; menyunting teks

yang sebaik-baiknya dengan mempertahankan pedoman ejaan yang berlaku,

penggunaan huruf kapital dan tanda-tanda baca; mendeskripsikan kedudukan dan

fungsi naskah dan teks (Edwar Djamaris, 2006: 9). Untuk mendapatkan tujuan–

tujuan tersebut diperlukan adanya proses atau tahapan dalam pengerjaan secara

filologi. Pengerjaaan Serat Suluk Sangulara secara filologi dijabarkan pada

pembahasan berikut ini.

1. Pengumpulan Data (Inventarisasi Naskah)

Pembacaan beberapa katalog oleh peneliti, yaitu katalog yang memuat

naskah-naskah Jawa adalah 1) Descriptive Catalogus of the Javanese manuscripts

and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet–

48

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Sutanto, 1983); 2) Javanese Language Manuscrips of Surakarta Central Java A

Preliminary Descriptive Catalogus Level I (Nancy K. Florida, 1994); 3) Katalog

Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sanabudaya Yogyakarta

(T.E. Behrend, 1990); 4) Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2

Keraton Yogyakarta (T. E. Behrend); 5) Katalog Induk Naskah-Naskah

Nusantara Jilid 3-B (Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1998); 6) Katalog

Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia (Lindstay, Jennifer, 1994). Dalam penelitian ini ditemukan tiga wujud

Serat Suluk Sangulara yaitu 1) Serat Suluk Sangulara tersimpan di perpustakaan

Widya Budaya Kraton Kasultanan Yogyakarta; 2) Dua naskah Sangulara

tersimpan di perpustakaan Negeri Sanabudaya Yogyakarta.

Naskah A koleksi perpustakaan Widya Budaya berdasarkan katalog Behrend

ditemukan dengan nomor W304 C24, naskah dengan judul Serat Suluk Sangulara.

Naskah B koleksi perpustakaan Sanabudaya dengan judul Sangulara berada

dalam naskah bendel Kempalan Warni–warni urutan ke-10 dengan nomor naskah

B SK 97 yaitu halaman 179–186 dan Naskah C dengan judul Sangulara pada

bendel naskah Serat Warni–Warni urutan ke-24 dengan nomor P162 SK 114 yaitu

halaman 190-193.

2. Deskripsi Naskah

Deskripsi naskah yang diterapkan pada penelitian Serat Suluk Sangulara

adalah teori penelitian filologi untuk naskah jamak dalam Metode Penelitian

Filologi (Edwar Djamaris, 2006:12) yang dimodifikasi dengan teori deskripsi dari

Emuch Herman Sumantri dalam Identifikasi Naskah (Emuch Herman Sumantri,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

1986 : 2). Adapun Deskripsi naskah ketiga Serat Suluk Sangulara meliputi : judul

naskah; nomor naskah; tempat penyimpanan naskah; asal naskah; keadaan

naskah; ukuran naskah; tebal naskah; jumlah baris tiap halaman; huruf, aksara,

dan tulisan; cara penulisan; bahan naskah; bahasa naskah; bentuk teks; tanggal

atau umur naskah; nama pengarang atau penyalin; asal-usul naskah; fungsi sosial

naskah dan ikhtisar teks atau cerita.

a. Naskah A

1) Judul naskah

Judul naskah yang terdapat pada naskah A adalah Serat Suluk

Sangulara. Judul ini terdapat dalam cover dalam naskah yang ditulis

terpisah dengan teks yang lain. Serat Suluk Sangulara (terdapat pada

halaman 22). Adapun alasan pemilihan judul ini adalah berdasarkan

teks pada naskah di halaman pertama. Selain itu, juga berdasarkan

pada teks yang menceritakan Sangulara sebagai tokoh utama.

Penggunaan judul dan tokoh Sangulara terdapat pada bait 1 baris 6,

bait 29 baris 3 dan bait 39 baris 7.

Judul SSS ditulis pada halaman tersendiri sebelum penulisan teks SSS pada naskah A Tabel 4.1 judul utama naskah A

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Pun Sangulara ranipun (bait 1 baris 6) Poma Sangulara kowé (bait 29 baris 3)

Wis Sangulara mangkata (bait 39 baris 7)

Tabel 4.2 judul yang terdapat dalam teks pada naskah A

2) Nomor naskah;

43025 (C24) Katalog Girardet (katalog naskah-naskah Jawa dan

Yogyakarta)

W.304 (C24) dengan rol no. 114.02 dalam katalog Behrend dan

Jennifer Lindsay jilid 2, katalog Perpustakaan Kraton Kasultanan

Yogyakarta.

3) Tempat penyimpanan naskah

Tempat penyimpanan naskah ini adalah di Perpustakaan Widyabudaya,

Kraton Kasultanan Yogyakarta dan rol film terdapat di Perpustakaan

Negeri Republik Indonesia (PNRI).

4) Asal naskah

Koleksi Perpustakaan Widyabudaya Kraton Kasultanan Yogyakarta.

5) Keadaan naskah

Keadaan naskah masih baik dan utuh. Tidak ada lembaran yang

hilang. Naskah berbentuk buku dengan cover hardcover berwarna

coklat tua. Pada halaman 1-20, halaman 22-24 dan halaman 45-70

lembar kosong tanpa teks. Sedangkan teks ditulis pada halaman 25,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

27,29,31,33,35,37,39,41 dan 43 atau pada halaman recto atau, sedang

halaman 26,28,30,32,34,36,38,40,42 dan 44 atau halaman verso tidak

terdapat teks atau tulisan dan judul ditulis pada halaman 21.

6) Ukuran naskah

Ukuran naskah terbagi menjadi ukuran cover dan ukuran teks.

Cover : 33,5 cm X 21,5 cm

Naskah : 32,5 cm X 21 cm.

Teks : 24 cm X 10,8 cm.

margin pada teks kanan : 4,7 cm kiri :5,3 cm

atas : 4,5 cm bawah : 4 cm.

7) Tebal naskah

Tebal naskah A secara keseluruhan adalah 70 halaman atau 35 lembar

dan tebal teks adalah 11 halaman (halaman 21,25,

27,29,31,33,35,37,39,41 dan 43 atau halaman recto).

8) Jumlah baris tiap halaman

Jumlah baris tiap halaman pada teks adalah 22 baris dan halaman

terakhir adalah 17 baris, sedang untuk halaman judul terdapat 2 baris.

9) Huruf, aksara, dan tulisan

Huruf dan aksara yang digunakan pada naskah A adalah aksara Jawa.

Tulisan rapi, jarak spasi dan antarbaris renggang sehingga cukup

mudah dibaca. Saat menulis teks, penulis atau penyalin tidak terlalu

menekan, sehingga tulisan tidak terlihat tebal dan tidak tembus pada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

halaman berikutnya. Tulisan condong ke kanan dan agak kecil.

Penomoran halaman ditulis dengan aksara angka Arab yang ditulis

pada sisi pojok kanan atas.

10) Cara penulisan

Penulisan teks pada satu sisi halaman (recto) yaitu pada sisi kanan

atau halaman ganjil. Judul naskah ditulis terpisah dari teks yaitu

beberapa halaman sebelum halaman teks. Penomoran halaman ditulis

pada halaman teks yaitu pada sisi pojok kanan atas.

11) Bahan naskah

Bahan naskah yang digunakan pada naskah A adalah kertas Eropa,

agak tebal. Penulisan teks menggunakan tinta warna hitam dan

halaman teks menggunakan pensil.

12) Bahasa naskah

Bahasa teks menggunakan bahasa Jawa baru dengan ragam krama dan

ngoko dan terdapat beberapa kata dari bahasa Jawa kuna.

13) Bentuk teks

Teks dalam penelitian ini berupa puisi tradisional tembang macapat

Asmaradana yang terdiri dari 39 bait.

14) Umur naskah

Naskah A tidak terdapat tarikh penulisan, baik dalam manggala

maupun dalam kolofon, sehingga umur naskah tidak dapat diketahui.

15) Pengarang atau penyalin

Anonim.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

16) Asal-usul naskah yang tersimpan di masyarakat

Naskah ini hanya terdapat di perpustakaan Widyabudaya Yogyakarta

dan tidak ditemukan naskah yang terdapat di masyarakat.

17) Fungsi sosial naskah

Naskah ini tidak digunakan secara langsung dalam kehidupan

masyarakat, sehingga keberadaan naskah sendiri kurang begitu

berfungsi. Namun, keberadaan teks yang terkandung dalam SSS yaitu

ajaran mengenai etika dan moral berlaku pada masyarakat Jawa

seperti tata cara berpakaian, berbicara, menuntut ilmu, memperhatikan

hal-hal dalam memilih pasangan hidup, dan sebagainya.

18) Ikhtisar teks atau cerita

Sangulara sebagai tokoh utama dalam SSS adalah seorang anak

keturunan keraton yang sudah tidak lagi memiliki orang tua, namun ia

ingin mengabdi kepada negara dengan berguru kepada Mardengkara.

Mardengkara sebagai guru menjelaskan apa yang disebut mantri

sujana dan bagaimana kriterianya. Naskah SSS yang juga memuat

tentang etika dan moral yang berlaku dalam lingkungan keluarga dan

masyarakat untuk kehidupan sehari-hari disampaikan secara lugas,

seperti, tidak boleh membicarakan orang lain, berpakaian tanpa

memperhatikan tempat dan keadaan, meminjam barang yang terlalu

lama atau sampai barang itu rusak, akibat dari berjudi dan mengangkat

abdi atau pembantu dari keluarga, perihal menghormati dan

memperhatikan orang yang lebih tua atau orang besar atau orang yang

memiliki jabatan, empat hal yang harus diperhatikan dalam memilih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

pasangan hidup, sikap dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain

yang akan kembali pada dirinya dan sikap orang tua yang akan

berakibat pada anak dan keturunannya dan anjuran untuk bersikap dan

berbuat dengan hati-hati karena kehidupan dunia yang hanya bersifat

sementara dan semuanya pasti akan mati, yang diumpamakan seperti

orang yang pergi ke pasar pasti akan kembali pulang.

b. Naskah B

1) Judul naskah

Judul naskah pada naskah B adalah Serat Sangulara dalam bendel

Serat Kempalan Warni–Warni. Serat Sangulara ini diambil dari

halaman pertama, yang pada halaman itu juga menyebutkan judul-

judul naskah yang dimuat pada naskah bendel. Naskah ini merupakan

naskah bendel atau kumpulan dari beberapa naskah yang terdapat

pada satu buku.

Penulisan judul yang kedua terdapat pada teks, yaitu pada awal,

tengah dan akhir teks yaitu terdapat pada bait 1 baris 6, bait 29 baris 3

dan bait 39 baris 7. Sangulara sebagai tokoh utama diceritakan

sebagai orang tidak lagi memiliki orang tua namun ingin belajar untuk

mengabdi kepada negara dan untuk melangsungkan kehidupannya

dalam masyarakat.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Judul Sangulara yang ditulis sebelum teks SSS yang diapit dengan mandrawa pada.

Tabel 4.3 judul utama naskah B

Pun Sangulara ranipun (bait 1 baris 6) Poma Sangulara kowé (bait 29 baris 3)

Wis Sangulara mangkata (bait 39 baris 7)

Tabel 4.4 judul dalam teks pada naskah B

2) Nomor naskah

Nomor naskah untuk naskah B hanya terdapat pada katalog Behrend

jilid 2 (katalog Perpustakaan Museum Sanabudaya Yogyakarta)

dengan nomor P 40 (SK 97) dengan nomor rol 112 no.1 dan terdapat

pada urutan ke-10.

3) Tempat penyimpanan naskah

Perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta, kompleks museum negeri

Sanabudaya Yogyakarta.

4) Asal naskah

Koleksi perpustakaan Museum Negeri Sanabudaya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

5) Keadaan naskah

Keadaan fisik naskah cukup baik dan utuh. Tidak ada lembaran

lembaran naskah yang hilang. Jilidan naskah bendel berwarna coklat

dengan kondisi cukup baik. Secara umum kondisi naskah baik artinya

tidak dalam keadaan kerusakan yang berarti. Pada bagian tepi naskah

terdapat kerusakan namun tidak mengganggu dan mengurangi teks

yang ada. Cover luar berwarna hitam.

6) Ukuran naskah

Naskah ditulis pada halaman recto verso. Adapun ukuran teks dan

margin adalah sebagai berikut.

Ukuran naskah : 31,5 cm X 20,5 cm

Halaman recto. Teks : 25,3cm X 13,5cm.

Margin : kanan : 3,8 cm kiri : 3,2 cm

Atas : 2,7cm bawah :3,5cm

Halaman verso. Teks : 25,3cm X 13,5cm

Margin : kanan : 3,2 cm kiri : 3,8 cm

atas : 2,8cm bawah : 3,5cm

7) Tebal naskah

8 halaman (halaman 179 - 186).

8) Jumlah baris setiap halaman

Jumlah baris tiap halaman adalah 21 baris. Namun pada halaman 179

atau halaman pertama Serat Sangulara terdiri dari 13 baris dan pada

halaman 186 atau halaman terakhir terdapat 16 baris.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

9) Huruf, aksara, dan tulisan

Huruf dan aksara adalah Jawa, tulisan agak rapi, jarak spasi dan

antarbaris tidak renggang dan tidak rapat, sehingga tulisan mudah

dibaca. Tinta yang digunakan pada teks ini tembus pada halaman

berikutnya, namun tidak mengganggu teks pada halaman berikutnya.

Tulisan agak miring ke kanan dan agak besar atau bata sarimbag.

10) Cara penulisan

Penulisan teks pada 2 sisi halaman (recto verso) yaitu halaman sisi kiri

dan kanan. Penomoran halaman menggunakan aksara Jawa, yang

ditulis pada bagian tengah margin atas. Penomoran melanjutkan nomor

halaman naskah pada teks-teks sebelumnya. Penulisan menggunakan

tinta warna hitam.

11) Bahan naskah

Kertas biasa, tipis, seperti kertas HVS.

12) Bahasa naskah

Bahasa teks menggunakan bahasa Jawa baru dengan ragam krama dan

ngoko dan terdapat beberapa kata arkais dari bahasa Jawa kuna.

13) Bentuk teks

Teks dalam penelitian ini berupa puisi tradisional tembang macapat

Asmaradana yang terdiri dari 39 bait.

14) Umur naskah

Usia naskah tidak diketahui, karena tidak dijelaskan dalam teks

(implisit) dan diluar teks (eksplisit). Pada manggala naskah bendel

terdapat keterangan mengenai waktu penulisan, namun sebagian teks

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

pada manggala ini telah hilang karena sobek. Sehingga teks pada

manggala menjadi tidak lengkap. Beberapa teks yang masih dapat

terbaca dan didukung oleh sumber lain yang terdapat dalam katalog

Behrend (katalog Perpustakaan Museum Sanabudaya Yogyakarta)

Naskah mulai ditulis pada hari Kemis Pon, tanggal 10 bulan Jawa

Besar tahun Jimawal. Dan kala atau tahun yang ditulis dengan

sengkalan yaitu jalma nembah manggaleng rat atau 1281 yang dibaca

menjadi tahun 1821 tahun Jawa dalam wuku Kuruwelut. Jika

dialihkan pada penanggalan masehi menjadi tanggal 6 Juli 1892, maka

usia naskah pada tahun 2013 adalah 121 tahun.

15) Pengarang atau penyalin

Pustakawan “kang mangripta pustaka”. Ini terdapat pada naskah

bendel yang terdapat pada halaman depan atau manggala dalam

naskah bendel.

16) Asal-usul naskah

Naskah adalah koleksi perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta.

17) Fungsi sosial naskah

Naskah ini tidak digunakan secara langsung dalam kehidupan

masyarakat, sehingga keberadaan naskah sendiri kurang begitu

berfungsi. Namun, keberadaan teks yang terkandung dalam SSS yaitu

ajaran mengenai etika dan moral berlaku pada masyarakat Jawa

seperti tata cara berpakaian, berbicara, menuntut ilmu, memperhatikan

hal-hal dalam memilih pasangan hidup, dan sebagainya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

18) Ikhtisar teks atau cerita

Sangulara sebagai tokoh utama dalam SSS adalah seorang anak

keturunan keraton yang sudah tidak lagi memiliki orang tua, namun ia

ingin mengabdi kepada negara dengan berguru kepada Mardengkara.

Mardengkara sebagai guru menjelaskan apa yang disebut mantri

sujana dan bagaimana kriterianya. Naskah SSS yang juga memuat

tentang etika dan moral yang berlaku dalam lingkungan keluarga dan

masyarakat untuk kehidupan sehar -hari disampaikan secara lugas,

seperti, tidak boleh membicarakan orang lain, berpakaian tanpa

memperhatikan tempat dan keadaan, meminjam barang yang terlalu

lama atau sampai barang itu rusak, akibat dari berjudi dan mengangkat

pembantu dari keluarga, perihal menghormati dan memperhatikan

orang yang lebih tua atau orang besar atau orang yang memiliki

jabatan, empat hal yang harus diperhatikan dalam memilih pasangan

hidup, sikap dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain yang akan

kembali pada dirinya dan sikap orang tua yang akan berakibat pada

anak dan keturunannya dan anjuran untuk bersikap dan berbuat

dengan hati-hati karena kehidupan dunia yang hanya bersifat

sementara dan semuanya pasti akan mati, yang diumpamakan seperti

orang yang pergi ke pasar pasti akan kembali pulang.

c) Naskah C

1) Judul naskah

Judul naskah pada naskah C adalah Sangulara dalam bendel Serat

Warni–Warni. Judul Sangulara terdapat pada halaman pertama

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

naskah bendel dan pada halaman terdapat judul-judul naskah lain

yang dimuat pada naskah bendel ini. Judul Sangulara juga terdapat

pada halaman pertama teks Sangulara yaitu pada halaman 190 naskah

bendel. Judul ditulis pada margin sisi yang dihiasi dengan iluminasi.

Naskah ini merupakan naskah bendel atau kumpulan dari beberapa

teks yang dijilid menjadi satu buku.

Penulisan judul yang kedua terdapat pada teks, yaitu pada awal,

tengah dan akhir teks yaitu terdapat pada bait 1 baris 6. Sangulara

sebagai tokoh utama diceritakan sebagai orang tidak lagi memiliki

orang tua namun ingin belajar untuk mengabdi kepada negara dan

untuk melangsungkan kehidupannya dalam masyarakat.

Judul teks ditulis pada margin kanan yang disertai nomor urut penulisan teks SSS.

Tabel 4.5 judul utama naskah C

Pun Sangulara ranipun (bait 1 baris 6)

Tabel 4.6 judul dalam teks pada naskah C

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

2) Nomor naskah

Naskah C hanya ditemukan pada katalog Behrend (katalog

Perpustakaan Museum Sanabudaya Yogyakarta) yaitu dengan nomor P

162 (SK 114) dengan nomor rol 153 no.1 dan pada nomor urut naskah

24.

3) Tempat penyimpanan naskah

Naskah C di simpan di perpustakaan Sasanabudaya Yogyakarta dan

Rol film terdapat di Perpustakaan Negeri Republik Indonesia (PNRI).

4) Asal naskah

Naskah ini tidak diketahui asalnya.

5) Keadaan naskah

Keadaan fisik naskah cukup baik dan utuh. Tidak ada lembaran

lembaran naskah yang hilang. Jilidan berwarna merah tua dengan

kondisi cukup baik. Secara umum kondisi naskah baik artinya tidak

dalam keadaan rusak. Pada bagian naskah terdapat lubang-lubang kecil

(pada bagian margin), namun hal itu tidak mengganggu atau

mengurangi teks Sangulara. Cover luar berwarna hitam.

6) Ukuran naskah

Naskah ditulis pada halaman recto verso. Adapun ukuran teks dan

margin adalah sebagai berikut.

Ukuran naskah : 33,1 cm X 20,8 cm.

a) Halaman recto. Teks : 27,3cm X 14,3cm.

Margin: kanan : 4,5cm kiri : 2cm

Atas : 2,8cm bawah : 3cm.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

b) Halaman verso. Teks : 27,3cm X 14,3cm.

Margin: kanan : 2cm kiri : 4,5cm

Atas : 2,8cm bawah : 3cm

7) Tebal naskah

Tebal naskah adalah 4 halaman (halaman 190-193).

8) Jumlah baris setiap halaman

Jumlah baris pada setiap halaman adalah 34 baris. Pada halaman

pertama (halaman 190) terdapat 30 baris dan pada halaman terakhir

(halaman 193) terdapat 3 baris.

9) Huruf, aksara, dan tulisan

Huruf dan aksara adalah Jawa, tulisan agak rapi, jarak spasi dan

antarbaris tidak terlalu dekat dan cukup mudah dibaca, tinta tidak

terlalu tebal sehingga tidak tembus pada halaman berikutnya. Tulisan

cukup tegak dan kecil.

10) Cara penulisan

Penulisan teks pada 2 sisi halaman (recto verso) yaitu halaman sisi kiri

dan kanan. Penomoran halaman menggunakan aksara Jawa, yang

ditulis pada bagian tengah margin atas. Penomoran halaman

melanjutkan nomor pada teks-teks naskah sebelumnya. Teks ditulis

dari kiri ke kanan.

11) Bahan naskah

Kertas Eropa atau Belanda, yang agak tebal dan terdapat watermark

Libertate Propatria yang dibuat sekitar abad 17-18. Sampul berupa

kertas tebal dengan warna hitam.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

12) Bahasa naskah

Bahasa teks menggunakan bahasa Jawa baru dengan ragam krama dan

ngoko dan terdapat beberapa kata arkais atau bahasa Jawa kuna.

13) Bentuk teks

Bentuk teks adalah puisi tradisional tembang macapat yaitu

Asmaradana yang terdiri dari 40 bait.

14) Umur naskah

Berdasarkan bahan naskah (kertas) yang dibuat pada tahun hingga

abad ke-18. Sehingga umur naskah dapat diperkirakan telah mencapai

2 abad.

15) Pengarang atau penyalin

Anonim.

16) Asal-usul naskah

Naskah adalah koleksi perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta.

17) Fungsi sosial naskah

Naskah ini tidak digunakan secara langsung dalam kehidupan

masyarakat, sehingga keberadaan naskah sendiri kurang begitu

berfungsi. Namun, keberadaan teks yang terkandung dalam SSS yaitu

ajaran mengenai etika dan moral berlaku pada masyarakat Jawa

seperti tata cara berpakaian, berbicara, menuntut ilmu, memperhatikan

hal-hal dalam memilih pasangan hidup, dan sebagainya.

18) Ikhtisar teks atau cerita

Sangulara sebagai tokoh utama dalam SSS adalah seorang anak

keturunan keraton yang sudah tidak lagi memiliki orang tua, namun ia

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

ingin mengabdi kepada negara dengan berguru kepada Mardengkara.

Mardengkara sebagai guru menjelaskan apa yang disebut mantri

sujana dan bagaimana kriterianya. Naskah SSS yang juga memuat

tentang etika dan moral yang berlaku dalam lingkungan keluarga dan

masyarakat untuk kehidupan sehari - hari disampaikan secara lugas,

seperti, tidak boleh membicarakan orang lain, berpakaian tanpa

memperhatikan tempat dan keadaan, memijam barang yang terlalu

lama atau sampai barang itu rusak, akibat dari berjudi dan mengangkat

pembantu dari keluarga, perihal menghormati dan memperhatikan

orang yang lebih tua atau orang besar atau orang yang memiliki

jabatan, empat hal yang harus diperhatikan dalam memilih pasangan

hidup, sikap dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain yang akan

kembali pada dirinya dan sikap orang tua yang akan berakibat pada

anak dan keturunannya dan anjuran untuk bersikap dan berbuat dengan

hati-hati karena kehidupan dunia yang hanya bersifat sementara dan

semuanya pasti akan mati, yang diumpamakan seperti orang yang

pergi ke pasar pasti akan kembali pulang.

d) Pertimbangan dan Pengguguran Naskah (Recencio dan Eliminatio)

Deskripsi naskah Serat Suluk Sangulara sebagian besar memiliki unsur yang

sama. Unsur-unsur tersebut dapat dibandingkan sebagai bahan pertimbangan

naskah. Metode yang digunakan untuk melakukan pertimbangan adalah metode

perbandingan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Perbandingan yang dilakukan terhadap naskah Serat Suluk Sangulara adalah

dengan membandingkan : keseluruhan teks, kata yang berbeda, kelompok kata,

susunan kalimat dan isi cerita. Maka dari itu, untuk mempermudah perbandingan

dalam SSS ini disajikan dalam bentuk tabel. Adapun beberapa pedoman untuk

lebih memahami tabel adalah sebagai berikut :

No. : No urut

Brs : baris

Hal. : halaman

# : pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik

@ : pembetulan berdasarkan kebakuan kata atau kelompok kata

* : pembetulan berdasarkan konteks dalam kalimat

% : pembetulan berdasarkan interpretasi peneliti berdasarkan kamus

ê : menunjukkan vokal e seperti pada kata “dhêmên” yang berarti senang,

sedangkan dalam bahasa Indonesia pada kata”benar”.

è : menunjukkan vokal e seperti pada kata yèn yang berarti “bila”,

sedangkan dalam bahasa Indonesia pada kata “lereng”.

é : menunjukkan vokal e seperti pada kata “kowé” yang berarti “kamu”,

sedangkan dalam bahasa Indonesia pada kata “melon”.

√ : menunjukkan tanda keberadaan teks pada naskah.

- : menunjukkan tanda ketidakberadaan teks pada naskah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

a. Perbandingan bait

Serat Suluk Sangulara yang ditemukan sebanyak 3 naskah ini terdapat

perbedaan jumlah bait. Adapun perbedaan jumlah bait disajikan dengan tabel

di bawah ini.

No. Bait Isi Cerita A B C

1 1

Ungkapan seorang anak yang tidak memiliki

orang tua meminta seseorang menjadi guru.

√ √ √

2 2

Anak keturunan kraton yang ingin kembali untuk

mengabdi dan dipercaya banyak orang.

√ √ √

3 3 Perintah memperhatikan perkataan sang guru. √ √ √

4 4 3 ciri-ciri pengabdi yang baik. √ √ √

5 5 Ciri lain sebagai pengabdi yang baik. √ √ √

6 6 Orang yang baik namanya akan dikenang. √ √ √

7 7

Seseorang diharap memperhatikan apa yang

akan ia bicarakan.

√ √ √

8 8 Seseorang diharap memperhatikan apa yang

akan dikenakan (pakaian atau perhiasan). √ √ √

9 9 Sikap seseorang ketika bersama orang lain. - - √

10 10 Larangan membicarakan orang lain. √ √ √

11 11 Larangan dan akibat berjudi. √ √ √

12 12 Berhati-hati dalam memilih pembantu. √ √ √

13 13 Sikap ketika bertamu. √ √ √

14 14 Sikap ketika meminjam sesuatu. √ √ √

15 15 Sikap ketika meminjamkan sesuatu. √ √ √

16 16

Sikap ketika dipanggil oleh orang yang memiliki

jabatan.

√ √ √

17 17

Tatakrama antara orang muda dengan orang

yang lebih tua.

√ √ √

18 18 Tingkatan tatakrama yang lebih tinggi. √ √ √

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

19 19

Sikap ketika duduk atau bersama dengan orang

yang lebih tua.

√ √ √

20 20

Sikap ketika menghadap atasan atau orang yang

memiliki jabatan.

√ √ √

21 21 Pelajaran sang guru tentang berkeluarga. √ √ √

22 22

Ciri-ciri yang harus diperhatikan dalam memilih

pasangan hidup.

√ √ √

23 23

Akibat jika tidak memperhatikan ciri-ciri

tersebut.

√ √ √

24 24

Ciri-ciri lain yang harus diperhatikan dalam

memilih pasangan.

√ √ √

25 25

Ciri-ciri memilih pasangan supaya keluarga

dapat berlangsung dengan baik.

√ √ √

26 26

Orang yang baik akan mendapat balasan yang

baik.

√ √ √

27 27

Jangan memilih teman yang buruk jika tidak

mau ikut menjadi buruk.

√ √ √

28 28 Ciri-ciri orang yang buruk. √ √ √

29 29 Balasan Tuhan bagi orang yang berbuat baik. √ √ √

30 30

Setiap perbuatan orang tua akan ditemui

balasannya oleh keturunan di dunia atau akhirat.

√ √ √

31 31

Anjuran berhati-hati dan berbuat baik bagi setiap

orang.

√ √ √

32 32 Balasan bagi yang berbuat baik. √ √ √

33 33

Perbuatan ibu akan berbalas atau ditiru oleh anak

laki-lakinya.

√ √ √

34 34

Perbuatan bapak akan berbalas atau ditiru oleh

anak perempuannya.

√ √ √

35 35

Belajarlah dengan baik termasuk yang terdapat

dalam karya sastra.

√ √ √

36 36 Perbuatan baik dan buruk akan mendapat √ √ √

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

balasan, maka berhati-hatilah.

37 37

Setiap perbuatan orang tua, anak akan mendapati

balasannya, maka ingatlah pesan-pesan.

√ √ √

38 38

Setiap perbuatan akan mendapati balasan yang

sama sebagaimana yang sudah ditetapkan Tuhan.

√ √ √

39 39

Kehidupan dunia yang sementara, yang

dibaratkan pergi ke pasar akan kembali pulang.

√ √ √

40 40

Pesan berhati-hati dan mengingat akan

keturunannya kelak serta teks telah berakhir.

√ √ √

Tabel 4.7 perbandingan bait naskah SSS

b. Perbandingan kata

No. Bait

/baris

Naskah A Naskah B Naskah C

Edisi hal/

brs Teks

hal/

brs Teks

hal/

brs Teks

1 1/7 2/7 trahing 1/13 trahing 1/7 trahé trahé*#

2 1/5 2/5-6 satunggal 1/12 satunggal 1/6 sajuga sajuga%

3 2/1 2/7-8 sumêdya 1/14 sumêdya 1/7 sumêja sumêdya*#

4 2/2 2/8 kapingin 1/14 kapingin 1/7-8 kêpéngin kêpéngin@

5 2/3 2/9 sêksona 1/15 sêksona 1/8 wusana wusana*

6 4/3 2/19 aywa 2/2 ayya 1/13 ayya ayya%

7 5/1 3/1 kadwiné 2/5 kadyiné 1/15 kadyiné kadwiné#

8 5/2 3/2 lola 2/5-6 lila 1/15 lila lila*

9

5/4;

12/1;

31/2

3/3;

4/11;

9/6

ywa

2/6;

3/8;

6/20

yya

1/16;

1/32;

3/12

ja

yya%

10 5/4 3/3-4 ginuywèng 2/7 ginuyyèng 1/16 ginuyyèng ginuyyèng%

11 6/1 3/6 tinggal 2/9 tinggal 1/17 tilar tinggal#

12 6/4 3/9 bapaknya 2/11 badannya 1/18 badannya badannya#@

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

13 7/1

3/11-

12 janmi 2/13 janmi 1/19 jalmi jalmi%

14 7/3

3/12-

13 bobotên 2/14 babotên 1/20 bobotên bobotên*

15 7/4 3/14 ginuywa 2/15 ginuyya 1/21 ginuyya ginuyya%

16 7/5 3/15 nora 2/16 nora 1/21 tanpa tanpa#*

17 8/3 3/18 duganên 2/18 duganên 1/23 bobotên bobotên*

18 10/6 4/4 krungu 3/3 krungu 1/29 ngrungu krungu*#

19 10/7 4/5 kêsétandya 3/4 kêsétandya

1/29-

30 sêsétanan kêsét tantya*

20 11/2 4/6-7 ngêbotohan 3/5 ngêbotohan 1/30 ngabotohan bêbotohan@

21 11/3 4/7-8 wikan 3/5 wikan 1/31 wikas wikan*

22 12/2 4/11 lan 3/9 lan 1/33 myang myang%

23 12/4 4/14 watak 3/10 watak 1/33 watêk watêk@

24 12/4

4/14-

15 nêgara 3/10 nêgara 1/34 bêndara bêndara*

25 12/5 4/15 saru 3/10 saru 1/34 sampun saru*

26 12/6 4/16 lawan 3/11 lawas 1/34 lawas lawas*

27 12/6 4/16 ngrungu 3/11 ngrungu 1/34 krungu krungu*#

28 13/4 4/20 masanira 3/14 masanira 2/2 mangsanira masanira*#

29 13/7 4/22 kêtlangso 3/16 kêtlangso 2/3 kêtlangson kêtlangso*

30 13/7

4/22-

5/1 têmahira 3/16 têmahira 2/3

têmah

nistha têmah nistha*

31 14/2 5/2 sabukbarang 3/17 sabukbarang 2/4 samubarang samubarang*%

32 14/6 5/5 sumlang 3/20 sumlang 2/5-6 gêla gêla*

33 15/1 5/6 lamun 3/21 lamun 2/6 lan yèn lan yèn*

34 15/7 5/11 kêlawan 4/3 kêlawan 2/9 kalawan kêlawan#@

35 16/3 5/14 sumèh 4/5 sumèh 2/10 saé saé*

36 16/4

5/14-

15 pangucap 4/5-6 pangucap

2/10-

11 wangsulan wangsulan*

37 16/4; 5/15; dêksurèng 4/6; dêgsurèng 2/11; dêgsurèng dêgsurèng*

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

19/6 6/10 4/18

2/18-

19

38 16/5

5/15-

16 kongkonan 4/6 kungkunan 2/11 kongkonan kongkonan@

39 16/6 5/16 cêndhala 4/6 cêndhala 2/11 dêgsura dêgsura*@

40 17/1 5/17

agamaning 4/7 agamaning 2/12

ya

namaning ya namaning*

41 17/6 5/21 têmbungipun 4/10 têmbungipun 2/14 basanipun basanipun*

42 19/1 6/6 kêlawan 4/15 kêlawan 2/17 kêlamun kêlamun #@

43 19/4 6/8 mardana 4/17 mardana 2/18 mardapa mardawa*%

44 19/5 6/9 sêbda 4/17 sêbda 2/18 sabda sabda#@

45 19/7 6/11 ala 4/19 ala 2/19 papa papa@*

46 20/3 6/13 wardayané 4/20 wardayané 2/20 wêrdayané wardayané#@

47 20/5

6/14-

15 singkirêna 4/21 singkirêna 2/21 singkirana singkirana*

48 20/6 6/15 ngrungu 5/1 ngrungu 2/21 muruk muruk*

49 20/7 6/16 sira 5/1 sira 2/21 nuli sira*

50 21/7 6/21 uga 5/5 uga 2/24 iya iya*

51 22/2 6/22 katrinya 5/6 katrinya 2/24 wijining katrinya*

52

23/1;

26/5;

29/5;

38/3

7/5;

8/3;

8/20;

11/2

hyang

ywang

5/9;

6/2;

6/14;

8/6

yyang

2/27;

3/2;

3/8;

3/30

yyang

yyang%

53 25/2 7/18 samya 5/18 samya 2/32 sama samya%

54 25/3 7/18 dadya 5/18 dadya 2/33 dadi dadya%

55 25/4 7/19 malih 5/19 malih 2/33 manèh manèh*#

56 27/4 8/8 kocap 6/5-6 kocap ¾ mungêl mungêl#

57 27/6 8/9-10 nora 6/7 nora ¾ boya boya #%

58

30/1;

39/5

8/22;

11/9

pêsthi

6/16;

8/10-

11

pêsthi 3/9;

3/34

pasthi pêsthi#

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

59 30/2 8/22 ring 6/16 ring 3/10 mring mring%

60 31/7 9/9-10 cintraka 7/2 cintraka 3/14 musibat cintraka%

61

32/4;

34/1

9/13;

9/21-

22

alul

7/4;

7/10

alul

3/16;

3/20

ahli alul %

62 33/3 9/17 bêciking 7/7 bêcik kang 3/18 bêciking bêciking*#

63 33/4

9/18-

19 kênès 7/8 kênès 3/18 calak calak*

64 33/5 9/19 lantap 7 /8 lantap 3/19 patrap patrap*

65 34/1

9/21-

22 martapi 7/10 mêrtapi 3/20 mêrtapi mêrtapi@

66 35/1 10/6 yêkti 7/14 yêkti 3/22 iki yêkti*

67 35/4 10/7 turun

7/15-

16 turun 3/23 nurut nurut*#

68 35/5 10/8 waskitha 7/16 waskitha 3/24 waspada waskitha*

69 36/3 10/13 gèsèh 7/19 gèsèh 3/25 sanès gèsèh*%

70 39/4 11/9 saéngga 8/10 saéngga 3/33 saingga saéngga@#

71 40/6 11/16 darma 8/15 darma 4/2 drêma drêma*

Dari 71 varian kata pada naskah A yang digunakan untuk edisi sebanyak 24 kata

Dari 71 varian kata pada naskah B yang digunakan untuk edisi sebanyak 27 kata

Dari 71 varian kata pada naskah C yang digunakan untuk edisi sebanyak 46 kata

Dari 71 varian kata pada naskah SSS edisi oleh interpretasi peneliti sebanyak 3 kata

Tabel 4.8 perbandingan kata

Perubahan teks yang dilakukan penulis atau penyalin mengakibatkan

kesalahan dan pergeseran makna, sehingga peneliti melakukan pembenaran.

Berdasarkan tabel perbandingan kata per kata (hipercorect) di atas, dan ditemukan

sebanyak 71 variant kata dan ditemukan sebanyak 46 kata dari naskah C yang

mendominasi sebagai edisi teks.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

c. Perbandingan Kelompok Kata (Frasa)

No. Bait

/brs

Naskah A Naskah B Naskah B

Edisi Hal/

Brs

Teks Hal/

Brs

Teks Hal/

Brs

Teks

1 14/5 5/5 nganti lawas 3/19 nganti lawas 2/5 dèn lêlawas nganti lawas*

2 14/7

5/5-

6 olèya pisan 3/20 olèya pisan 2/6 olèh sapisan olèha pisan@#

3 18/2

6/1-

2

mundhub-

mundhuk 4/12

mundhuk-

mundhuk 2/15

mundhuk-

mundhuk

mundhuk-

mundhuk*%

4 22/4 7/2

têdhaking

janma 5/7

têdhak kang

janma 2/25 wijiné jalma wijiné jalma*

5 23/4 7/8

liya wiji kang

papat 5/11

liya wiji kang

papat 2/28

liyané wiji

papat

liya wiji kang

papat*

6 23/7 7/10

ing wong arsa

5/12

-13

ing wong

arsa 2/29 Pamilihing ing wong arsa*

7 24/2 7/12 trahing wirya 5/14 trahing wirya 2/30 atmèng wirya trahing wirya#

8 25/6

7/20

-21

warnané ayu

tulus 5/20

warnané ayu

tulus 2/34

warna kang

ayu mulus

warna kang ayu

mulus*

9 26/1 7/22

pasmon tan

mihalus 5/21

pasmon

janmi alus 2/34

pasêmon

kang alus

pasêmon kang

alus*@

10 28/3 8/13

sing papat

kocap 6/9

sing papat

kocap 3/6

saking catur

ing

saking catur ing

*#

11 30/3 9/1

sangulara

kowé 6/17

sangulara

kowé 3/10

sagung

kawulané

sagung

kawulané#

12 31/3

9/6-

7

gawé laku

ingkang 6/21

gawé laku

ingkang

3/12

-13

karyaa laku

kang

karyaa laku

kang#

13 31/6

9/8-

9

murka iku

kêpaung

7/1-

2

murka iku

kêpaung 3/14

wong murka

lakonipun

murka iku

kêpaung#

14 32/3 9/12

ana sathithik

7/3-

4 ana sathithik 3/15 iya ana ing ana sathithik*

15 35/3 10/7 mung sabênêré 7/15 mung 3/23 ing sanyatané mung sabênêré*

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

sabênêré

16 35/6 10/9

kang wus

luhung 7/17

kang wus

luhung 3/24

kang

linuhung

kang wus luhung

*

17 36/1

10/1

1 lawan bêcik 7/18 lawan bêcik 3/25 apa déning lawan bêcik*

18 39/3 11/8

bêciking

lakuné

8/9-

10

bêciking

lakuné 3/33

lakuné kang

saé

bêciking

lakuné*

19 40/1

11/1

2 pêsthi lawas 8/12 pêsthi lawas 4/1 pasthi lami pêsthi lawas@#

Dari 19 varian frasa pada naskah A yang digunakan untuk edisi sebanyak 12 frasa

Dari 19 varian frasa pada naskah B yang digunakan untuk edisi sebanyak 13 frasa

Dari 19 varian frasa pada naskah C yang digunakan untuk edisi sebanyak 8 frasa

Tabel 4.9 perbandingan kelompok kata (Frasa)

Perubahan teks yang dilakukan penulis atau penyalin mengakibatkan

kesalahan dan pergeseran makna, sehingga peneliti melakukan pembenaran.

Berdasarkan tabel perbandingan kelompok kata diatas, ditemukan sebanyak

19 variant kelompok kata atau frasa. Ditemukan sebanyak 13 kelompok kata

dari naskah B yang mendominasi sebagai edisi teks.

3. Perbandingan Susunan Kalimat

No. Bait

/brs

Naskah A Naskah B Naskah C

Edisi Hal/

brs Teks

hal/

brs Teks

hal/

brs Teks

1 3/6 2/16

-17

sabarang

pituturingsun

1/20

-21

sabarang

pituturingsun

1/11

-12

sêbarangé ing

rèhingsun

sêbarangé ing

rèhingsun*

2 7/7 3/16 têmah ala

ulatira

2/16

-17

têmah ala

ulatira

1/21

-22

ginuyu

têmahan ala

têmah ala

ulatira*

3 10/1 3/22 lan sira aja 3/1 lan sira aja 1/27 lawan sira aja lan sira aja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

tabêri tabêri -28 tabring tabêri*

4 15/5 5/9-

10

mrih ywa

rêngat

tyasira

4/2

mrih yya

rêngat

tyasira

2/8 amrih aja

rêngat tyas

mrih yya

rêngat tyasira*

5 19/2 6/7

ana

ngarsaning

wong tuwa

4/15

-16

ana

ngarsaning

wong tuwa

2/17

nèng ngarsèng

wong tuwa

tuwa

nèng ngarsèng

wong tuwa

tuwa*

6 19/3 6/7-

8

wong gêdhé

miwah

Gustiné

4/16

wong gêdhé

miwah

Gustiné

2/17

-18

miwah wong

agung

ngarsané

miwah wong

agung

ngarsané*

7 21/2 6/17 yèn sira

apalakrama 5/2

yèn sira

apalakrama 2/22

lamun sira

palakrama

lamun sira

palakrama*

8 22/1 6/22 wijining tani

sayêkti

5/5-

6

wijining tani

sayêkti 2/24

wiji tani

kaping katri

wijining tani

sayêkti*

9 22/7 7/4-

5

wuri ana

patuwasnya

5/8-

9

wuri ana

patuwasnya

2/26

-27

ing wuri ana

tuwasnya

ing wuri ana

tuwasnya*

10 23/5 7/8-

9

datan ana

pinanggya

5/11

-12

datan ana

pinanggya 2/28

dadi kurang

utama

dadi kurang

utama*

11 23/6 7/9-

10 tékad lan

pamilihipun

5/12 tékad lan

pamilihipun

2/28

-29

mêksih

puwungan

puniku

mêksih

puwungan

puniku*

12 24/3 7/12

-13

milih sugih

kapindhoné

5/14

-15

milih sugih

kapindhoné 2/30

amilih sugih

kapindho

milih sugih

kapindhoné*

13

24/5

7/14

-15

amilih

kasigihan 5/15

amilih

kasigihan 2/31

kang milih

kasinggiyan

kang milih

kasinggihan

*@

14 25/1 7/17

suprihén

badan

kêkalih

5/17

suprihén

badan

kêkalih

2/32 suprih ayêm

badan galih

suprih ayêm

badan kalih*

15

28/4

8/13

-14

lan aja

dhêmên wong

ala

6/9-

10

lan aja

dhêmên wong

ala

3/6

lan ronggèng

lonthé wus

brantah

lan ronggèng

lonthé wus

brantah*

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

16 28/5 8/14

-15

lawan aja

bédhangdan 6/10

lawan aja

bédhangan 3/6

yèn katularan

bêngang

lawan aja

bédhangan*

17 33/2 9/16

-17

ala bêcik

kang kawula

7/6-

7

ala bêcik

kang kawula

3/17

-18

biyang marang

anak lanang

biyang marang

anak lanang*

18 34/6 10/3

-4

anak wadon

ingkang

nêmu

7/13

anak wadon

ingkang

nêmu

3/21

-22 anaké wadon

kang niru

anaké wadon

kang niru*

19 40/7 11/1

6-17

wis

sangulara

mangkata

8/15

-16

wis

sangulara

mangkata

4/3

ponang

kintaka wus

purna

ponang

kintaka wus

purna *

Dari 19 varian kalimat pada naskah A yang digunakan untuk edisi sebanyak 5 kalimat

Dari 19 varian kalimat pada naskah B yang digunakan untuk edisi sebanyak 6 kalimat

Dari 19 varian kalimat pada naskah C yang digunakan untuk edisi sebanyak 12 kalimat

Dari 19 varian kalimat pada SSS edisi oleh interpretasi peneliti sebanyak 1 kalimat

Tabel 4.10 perbandingan kalimat

Perubahan teks yang dilakukan penulis atau penyalin mengakibatkan

kesalahan dan pergeseran makna, sehingga peneliti melakukan pembenaran.

Berdasarkan tabel perbandingan kalimat di atas, ditemukan sebanyak 19

variant kata. Ditemukan sebanyak 12 kalimat dari naskah C yang

mendominasi sebagai edisi teks.

4. Perbandingan Isi Cerita

Isi cerita yang terdapat pada ketiga naskah SSS terdapat perbedaan. Ini

terlihat pada bait 8 dan 9. Cerita yang terdapat pada naskah A dan B dapat

diketahui bahwa cerita tidak menyeluruh, sebagaimana tabel berikut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

No. Bait

Naskah A Naskah B Naskah C

Edisi Hal/

brs

Teks hal/

brs

Teks hal/

brs

Teks

1 8

yèn anggo-

anggo upami/

aja dumèh

murub

mubyar/

duganên lan

panggonané/

aja winada ing

janma/

angèmbèt kang

sung karya/

mukadarah

aranipun/

cinêngès

wêkasan ala//

yèn anggo-

anggo upami/

aja dumèh

murub

mubyar/

duganên lan

panggonané/

aja winada

ing janma/

angèmbèt

kang sung

karya/

mukadarah

aranipun/

cinêngès

wêkasan ala//

yèn nganggo-

anggo upami/

aja duméh

murub

mubyar/

bobotên lan

panggonané/

yèn tan patut

lan

lungguhnya/

dadi jalma tan

ngrasa/

ingaran uwong

tan urus/

ginuyyèng

wong dadya

nistha//

yèn nganggo-

anggo upami/

aja duméh

murub

mubyar/

bobotên lan

panggonané/

yèn tan patut

lan

lungguhnya/

dadi jalma tan

ngrasa/

ingaran uwong

tan urus/

ginuyyèng

wong dadya

nistha//*

2 9

lamun

lungguhan lan

jalmi/

ayya kusut ing

panganggya/

bobotên lan

lungguhanè/

aja winada

ing jalma/

angèmbèt kang

sung karya/

mukadarah

lamun

lungguhan lan

jalmi/

ayya kusut ing

panganggya/

bobotên lan

lungguhanè/

aja winada ing

jalma/

angèmbèt kang

sung karya/

mukadarah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

aranipun/

cinêngés datan

prayoga//

aranipun/

cinêngés datan

prayoga//*

Dari 2 varian bait pada naskah A yang digunakan untuk edisi sebanyak 0 bait

Dari 2 varian bait pada naskah B yang digunakan untuk edisi sebanyak 0 bait

Dari 2 varian bait pada naskah C yang digunakan untuk edisi sebanyak 2 bait

Tabel 4.11 perbandingan isi cerita

Perubahan teks yang dilakukan penulis atau penyalin mengakibatkan

kesalahan dan pergeseran makna, sehingga peneliti melakukan pembenaran.

Berdasarkan tabel perbandingan bait di atas, ditemukan sebanyak 2 variant

kata. Ditemukan sebanyak 2 bait dari naskah C yang mendominasi sebagai

edisi teks.

e) Penentuan Naskah Asli (Autografi), Naskah yang Mendekati Asli

(Arketip), Penentuan Naskah Berwibawa (Autoritatif);

Penentuan naskah asli pada naskah jamak bukanlah suatu perkara yang

mudah. Apabila naskah asli tidak dapat ditemukan, maka penelitian dapat

dilakukan dengan penentuan naskah yang mendekat asli (arketip) atau dengan

penentuan naskah yang berbibawa (autoritatif).

Ketiga naskah SSS tidak ditemukan penulis asli atau pun penyalinnya, selain

itu tanggal yang terdapat pada naskah juga bukan merupakan satu kepastian

tentang waktu penulisan. Begitu pula dengan tempat penulisan yang kurang jelas,

sehingga sulit dalam menentukan naskah asli pada naskah SSS ini. Apabila naskah

asli tidak dapat ditentukan, maka dapat menentukan naskah yang mendekati asli

atau naskah yang berwibawa. Dalam menentukan naskah yang mendekati asli

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

(arketip) atau naskah yang berwibawa (autoritatif) dapat dillihat pada ciri-cirinya.

Adapun ciri naskah autoritatif yang mengacu pada teori Edwar Djamaris dalam

Metode Penelitian Filologi (Edwar Djamaris, 2006:19) pada naskah SSS yang

adalah :

a. Isinya lengkap, tidak ada kekurangan dan penambahan. Kelengkapan isi

pada naskah SSS terlihat pada naskah C. Ini dapat dilihat pada jumlah

bait pada tiap naskah dan dapat dibaca pada bait delapan dan sembilan.

Pada bait ini menunjukkan kelengkapan isi dan pembahasan yang

lengkap, sehingga tidak menimbulkan keganjilan dalam teks.

b. Aksara dan bahasa yang digunakan pada SSS adalah aksara dan bahasa

Jawa yang merupakan aksara asli. Aksara dan bahasa jawa yang

sekarang asing digunakan merupakan salah satu ciri ketuaan naskah

pada SSS. Meskipun merupakan aksara yang asing, aksara yang

digunakan pada SSS adalah aksara yang dapat dibaca dan dipahami.

c. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang masih

mempertahankan ciri lama dan bahasa belum disesuaikan dengan

bahasa yang berlaku sekarang. Bahasa yang digunakan pada SSS ini

adalah bahasa Jawa dengan adanya ragam bahasa Jawa baru yang

disisipi dengan kata-kata arkhais atau kawi, yaitu dengan adanya kata-

kata yya, sira, jalma, hyang dan tyas pada ketiga naskah SSS.

d. Naskah memiliki umur yang paling tua. Berdesarkan penelitian yang

telah dilakukan pada ketiga naskah SSS, naskah yang memiliki usia

paling adalah naskah C dengan usia yang mencapai 2 abad.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

e. Ketiga naskah SSS dalam keadaan naskah utuh dengan jumlah bait yang

berbeda. Sedangkan, setelah dilakukan perbandingan kelengkapan teks

dapat diketahui. Naskah C memiliki jumlah bait yang berbeda dapat

dikatakan sebagai naskah yang lengkap. Perbedaan ini terlihat pada bait

delapan dan sembilan pada naskah C dan bait delapan pada naskah A

dan B. Hal ini dikarenakan adanya kesambungan cerita atau

kelengkapan cerita yang terlihat pada bait delapan dan sembilan naskah

C.

f. Bacaan naskah yang terdapat pada SSS termasuk pada naskah yang

dapat dipahami.

5. Ringkasan Isi Cerita

Ringkasan cerita pada Sêrat Suluk Sangulara adalah sebagai berikut :

Seorang pandita yang bernama Mardengkara, senang berbuat kebaikan dan ia

mempunyai murid yang bernama Sangulara, keturunan bangsawan yang sudah

tidak memiliki orang tua. Sangulara ingin kembali ke kerajaan dan mengabdi

kepada raja. Ia memohon kepada guru untuk mendapatkan pelajaran dan

bagaimana bisa dipercaya banyak orang. (bait 1-2)

Sang guru Mardengkara menyampaikan pelajaran tentang keselamatan di

dunia dan supaya dapat dipercaya orang banyak. Pelajarilah dengan baik dan

jangan sampai salah mengartikan apa yang disebut dengan mantri sujana. Yang

disebut mantri sujana adalah berhati-hati dalam menerapkan sesuatu, terdapat tiga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

makna. Satu, setia; kedua berani menghadapi kematian; dan ketiga, rela duniawi.

(bait 3-5)

Kriteria dari mantri sujana selain disebut diatas, masih ada kriteria lain, yaitu

jangan sampai ditertawakan orang, yang akan membuat sangat malu besar. Dan

jika seorang pejabat tidak dapat memberikan contoh yang baik, orang hanya

tinggal nama. Orang hanya tinggal nama, memiliki dua keburukan yaitu menemui

kesusahan dan kesulitan atas apa yang telah diperbuatnya, pada akhirnya akan

ditertawakan orang. (bait 5-6)

Apabila membicarakan orang lain, jangan asal membicarakan, tapi perhatikan

dan sesuaikan. Karena hal itu, jika tidak sesuai akan ditertawakan banyak orang

dan pada akhirnya menemui keburukan. Itulah orang yang tidak memiliki

perasaan dan disebut orang yang tidak memiliki tujuan. (bait 7)

Tatacara berpakaian atau berhias, janganlah asal mengenakan yang

gemerlapan, namun disesuaikan dengan situasi dan tempatnya. Bila tidak sesusai

dengan tempatnya menjadi orang tidak merasa dan orang yang tidak menurut,

sehingga ditertawakan orang menjadi buruk. Ketika bersama orang, janganlah

terlihat kusut, sesuaikan pada tempatnya dan jangan mencela orang karena dapat

berkaitan dengan profesi. Itulah disebut mukadarah, dipermalukan berakhir tidak

baik. (bait 8-9)

Menggunjing dan membicarakan orang lain akan membuahkan sesuatu yang

buruk, timbulnya rasa iri dan dengki. Maka jangan suka menggunjing dan jangan

suka berjudi, berjudi apa saja. Orang berjudi akan menghabiskan harta kekayaan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

dan rumahnya, jika itu sudah habis akan mencari- cari yang lain. Jika ia tidak

mendapatkan apapun akan mengganggu ketentraman kerajaan. (bait 10-11)

Jika ingin mencari pembantu (abdi), janganlah sanak saudara atau teman yang

telah mengkhianati majikannya. Orang tersebut akan membicarakan yang tidak

baik, apabila pembicaraannya itu terdengar oleh majikan akan membuat marah

dan lebih marah lagi. Apabila kamu menerima tamu, baik orang besar maupun

orang kecil berilah sajian yang pantas. Dan ketika sudah sampai waktunya, segera

kamu ingatkan supaya mereka segera pulang, bila terlalu lama menjadi hal yang

nistha. (bait 12-13)

Seseorang dalam pinjam meminjam apa saja, misalnya peralatan sehari-hari

atau peralatan rumah tangga. Apabila telah selesai menggunakan segeralah

dikembalikan. Jangan sampai terlalu lama atau menjadi lebih jelek, karena orang

yang punya akan sedih dan hanya boleh meminjam sekali saja. Dan jika kamu

yang meminjami barang-barang itu tidak ikhlas dalam hati, jawablah dengan baik

jangan sampai menyakiti hati supaya tetap terjaga baik dalam persaudaraan

dengan kamu. (bait 14-15)

Tatakrama diutamakan dalam kehidupan dan interaksi sosial, misalnya

dipanggil kepala desa jawablah dengan baik, janganlah menjawab dengan kasar.

Bila kamu diperintah dan jawabanmu kasar, akan menemui keburukan. Yang

disebut tatakrama orang muda kepada orang tua, misalnya apabila berjalan

didepannya mengucapkan kata “kula amit atau amit-amit bapak atau ibu”.

Tingkatan yang lebih tinggi adalah dengan kula nuwun „permisi‟, dan yang lebih

baik adalah dalem prayoga. Tingkatan tatakrama yang lebih tinggi ketika berada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

di kerajaan atau negara yaitu dengan sikap merunduk tuwin anembah „dan

menyembah‟. Apabila kamu meninggalkan itu, pasti rusaklah dirimu. (bait 16-18)

Sikap kita ketika sedang duduk bersamaan dengan orang yang lebih tua dan

pejabat atau orang besar; duduklah dengan sikap yang baik, dengarkan apa saja

yang mereka sampaikan; jika sikapmu kasar kamu akan menemui celaka. Dan

ketika sedang menghadap kepada orang yang pandai, dengarkan apa yang mereka

sampaikan dan catatlah dalam ingatanmu; sikap yang baik jalanilah dan perbuatan

yang buruk jauhilah. Bila pendengaran dan penglihatan telah mengerti, segera

lakukanlah. (bait 19-20)

Ada pelajaran lagi dari sang guru, tentang berkeluarga atau memilih jodoh.

Seseorang dalam memilih pasangan suami atau istri hendaknya memahami dan

memperhatikan 4 (empat) hal utama yaitu (a) memilih benih keluarga yang luhur,

(b) benih keluarga yang benar-benar baik (utama), (c) keluarga yang memiliki

perekonomian baik, dan (d) orang yang ahli ibadah (pertapa). Memilih salah satu

yang baik itu, akan berbuah manis pada akhirnya. Tuhan Maha Adil dan rasakan

bahagia dalam hati. Selain empat kriteria di atas, sepertinya kurang utama. Ada

dua perkara lagi tentang memilih jodoh yaitu keturunan dan kekayaan. Dengan

memilih keturunan atau kedudukan supaya dihargai pada akhirnya dan kekayaan

membuat kesejahteraan dalam keluarga. (bait 21-23)

Hal lain yang dipilih pada orang yang akan menikah adalah karena wajah

cantik dan kulit yang halus. Jika hanya karena itu akan menjadi orang susah. Yang

sesungguhnya baik adalah benih yang baik. Orang yang berbuat baik kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

semua, Tuhan pasti memberi jalan dan menemukan benih yang baik dalam

mencari jodoh. (bait 24-26)

Orang yang ucapannya kejam, tidak akan ditemukan dengan sesamanya.

Benih yang baik adalah yang sudah disampaikan di atas. Sesunguhnya tidak akan

tertukar, janganlah memilih orang yang nista. Orang yang nista, ronggeng, dan

pelacur tidak memiliki salah satu di antara keempat kriteria tersebut. Jika

seseorang tertular (sejenis penyakit sipilis) sudah pasti adalah orang yang boros

dan berakhir buruk pada keturunannya. (bait 27-28)

Perhatikan dan ingatlah perbuatan, semuanya patut dihormati dan berbuat

baik dan benar selama di dunia. Tuhan Maha Kuasa pasti akan memberikan

anugerah kepada hamba-Nya. Anak, cucu, dan cicit pasti akan menemui pada

akhirnya. Perhatikan kalian semua, jangan sampai menyentuh dan menjalankan

yang nista. Orang yang nista pasti tidak akan menemui kebahagiaan di dunia dan

akhirat. Maka orang hidup, baik laki-laki maupun perempuan jangan sampai

terhina, berbuatlah yang baik. Orang yang berbuat baik akan mendapat

kebahagiaan dan kepada keturunannya. Jika orang berbuat murka, beserta

keturunannya akan mendapat musibah (nggundhuh wohing panggawe). (bait 29-

30)

Orang laki-laki dan perempuan yang berbuat baik tidak berbeda, kecuali pada

ahli ibadah. Perempuan yang ahli ibadah dan berbuat kebaikan, anak-anaknya

akan mendapati kebaikan. Begitulah keadilan Tuhan. Ketetapan Tuhan tak akan

tertukar, perlakuan baik dan buruk yang dilakukan ibu ditemui anak laki-lakinya

dan ayah kepada akan ditemui anak perempuannya. Dicontohkan seorang ibu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

yang asal dan mendahului dalam berbicara atau perintah, dengki dan suka

berkelahi yang meniru dan mendapati ganjaran adalah anak laki-laki. Sedang

seorang ayah yang ahli ibadah, berbuat baik dan mulia yang mendapati adalah

anak perempuannya, jika ayah berbuat tidak baik dan jauh dari kebaikan anak

perempuan yang akan meniru apa yang telah dilakukan ayahnya. (bait 31-34)

Orang hidup yang tidak memperhatikan terhadap kebaikan dan kenistaan,

berdasarkan pada cerita masa lalu yang sudah mengetahui maksudnya, dan

pengetahuannya sudah mumpuni akan sempurna menuju kemuliaan. Perbuatan

buruk atau yang lainnya tidak berbeda penemuannya. Baik buruk tidak berbeda,

maka ingat-ingatlah dan pikirkan dengan matang perbuatan baik atau buruk yang

akan menemui anak, cucu dan cicit. Orang tua yang berbuat baik, maka

keturunannya akan mendapati keselamatan. Bila orang tua berbuat buruk, maka

keturunannya akan mendapati kesulitan. Sebaiknya orang hidup memperhatikan

apa yang disampaikan para leluhurnya, yang pada akhirnya akan ditemuinya. (bait

35-37)

Barang siapa yang melakukan perbuatan baik akan mendapati kebaikan dan

sebaliknya perbuatan buruk juga akan mendapati keburukan, itulah ketetapan

Tuhan. Mencegah kesalahan atau kesulitan dengan berbuat kebaikan. Sang guru

berpesan “Ingatlah orang di dunia semuanya, seberapa lama hidup di dunia ini?.

Berbuatlah yang baik. Sebagaimana orang ke pasar akan pulang ke rumah, pasti

kehidupannya lebih lama di rumah. Maka berhati-hatilah dalam menjalani

kehidupan ini. Perilaku orang tua yang akan menjadi sebab kehidupan anak, cucu,

cicit dan keturunannya. Demikian surat atau nasihat telah selesai. (bait 38-40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

6. Transliterasi

Transliterasi adalah penggantian huruf demi huruf, dari abjad yang satu ke

abjad yang lain. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam mentransliterasi

suatu teks, yaitu (a) menjaga kemurnian teks yang menggunakan bahasa lama dan

penulisan kata dan (b) menyajikan teks yang sesuai dengan pedoman ejaan yang

berlaku sekarang. Dengan transliterasi ini, pembaca akan lebih mudah dalam

membaca teks asli SSS dengan keterangan-keterangan teks pada transliterasi

sebagai berikut.

a. Teks dalam naskah A dan B yang diteliti terdapat bebarapa kata yang

menggunakan aksara murda. Aksara murda yang ditemukan pada naskah A

dan B adalah na, ta, pa, dan sa. Dalam transliterasi ini, teks yang

menggunakan aksara murda akan disesuaikan dengan ejaan yang berlaku

sekarang.

paNdiTa

Naskah A

paNdiTa

Naskah B Tabel 4.12 penggunaan aksara murda pada naskah A dan B

Kedua contoh di atas ditransliterasikan menjadi pandhita yang berarti „ahli

agama‟.

b. Teks SSS, selain menggunakan aksara murda, juga menggunakan aksara

swara yaitu huruf vokal. Aksara swara yang digunakan pada naskah SSS ini

adalah huruf E dan A. Terdapat perbedaan pada ketiga naskah SSS dalam

menggunakan aksara swara ini. Naskah A hanya menggunakan aksara swara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

E, dan naskah C hanya menggunakan huruf A. Penggunaan aksara swara

pada teks akan disesuaikan dengan ejaan yang berlaku dalam transliterasi ini.

paEkanne (bait 11 baris 3)

naskah A

paEkanne (bait

11 baris 3)

naskah B

Ahli tapa (bait 32

baris 4)

Naskah C Tabel 4.13 penggunaan aksara swara pada naskah A, B dan C

Ketiga contoh tersebut ditranslterasikan menjadi paékané yang berarti „ditipu

daya‟ dan ahli tapa „ahli pertapa‟.

c. Angka yang ditulis dengan [1], [2], [3] dan seterusnya, menunjukkan

pergantian halaman pada naskah. Sedang, [179/1] adalah pergantian halaman

pada naskah dengan keterangan 179 adalah halaman pada naskah bendel dan

1 adalah halaman pada naskah SSS.

d. Tulisan yang dicetak tebal (bold) merupakan tulisan tambahan yang berada di

atas kata, karena suku kata yang tidak lengkap. Yaitu terdapat pada kata sira

naskah C terjadi keunikan penulisan, yaitu suku kata ra disisipkan di atas

baris teks terdapat pada bait 10 baris 4.

e. Teks yang ditulis dengan huruf dobel konsonan ditransliterasi menjadi satu

huruf konsonan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

ngarsanné, bait 28

baris 3

Naskah A

ngarsanné, bait 28

baris 3

Naskah B

ngarsanné, bait

28 baris 3

Naskah C Tabel 4.14 penggunaan dobel konsonan pada naskah A, B dan C

Contoh di atas ditransliterasi menjadi ngarsané yang berarti „di depannya‟.

f. Penulisan teks yang menggunakan aksara (ô) yang terdapat pada ketiga

naskah. Misalnya pada kata tongga pada bait 10 baris 3 pada pada ketiga

naskah ditransliterasi menjadi tangga „tetangga‟.

Tongga bait 10

baris 3

Naskah A

Tongga bait 10 baris 3

Naskah B Tongga bait 10 baris 3

Naskah C

Tabel 4.15 penulisan kata tangga pada naskah A, B dan C

g. Sastra laku yang terdapat pada teks naskah SSS. Penulisan teks yang

termasuk pada sastra laku ditransliterasikan dengan menyesuaikan ejaan yang

terbaru.

wong ngagung

Bait 2 baris 6

Naskah A

wong ngagung

Bait 2 baris 6

Naskah B

wong ngagung

Bait 2 baris 6

Naskah C Tabel 4.16 sastra laku pada naskah A, B dan C

Kata wong ngagung pada ketiga naskah SSS ditransliterasikan menjadi wong

agung yang berarti „orang besar atau orang yang mempunyai jabatan‟.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

h. Transliterasi bait 9 hingga 39 pada naskah A dan B menjadi bait 10 hingga

bait 40.

i. Pada suku kata yang akhir suku katanya seperti pada kata dunyya atau

dunynya yang berarti „dunia‟ ditransliterasi menjadi dunya.

Dunynya bait 5 baris 2

naskah A

Dunynya bait 5 baris 2

naskah A Dunnya bait 5 baris 2

naskah A Tabel 4.17 penulisan kata dunya pada naskah A, B dan C

j. Pada suku kata yang berakhiran dengan –ha atau mendapat akhiran –a seperti

pada kata gaweya yang berarti berbuatlah atau lakukanlah dan sahe yang

berarti baik ditransliterasikan menjadi gawea dan sae.

Gaweya dan sahe bait 29

baris 3 naskah A

Gaweya dan sahe bait 29

baris 3 naskah B Gaweya dan sahe bait 29

baris 3 naskah C Tabel 4.18 penulisan akhiran dan penggunaan aksara ha pada kata pada naskah A, B dan C

Bait NASKAH A NASKAH B NASKAH C

[1]Sêrat suluk Sangulara

[2]Asmaradana [179/1]Sangulara [190/1] (Sangulara 24)

1 Kasmaran ing rèh basuki/

wontên kandhaning

pandhita/

ing Ngéndrapurna dhépoké/

jêjuluk Sang Mardèngkara/

darbé sabat satunggal/

Kasmaran ing rèh basuki/

wontên kandhaning

pandhita/

ing Ngéndrapurna dhépoké/

jêjuluk Sang Mardèngkara/

darbé sabat satunggal/

Kasmaran ing rèh basuki/

wontên kandhaning

pandhita/

ing Ngéndrapurna dhépoké/

jêjuluk Sang Mardèngkara/

darbé sabat sajuga/

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

pun Sangulara ranipun/

wus lola trahing wong

praja//

pun Sangulara ranipun/

wus lola trahing wong

praja//

pun Sangulara ranipun/

wus lola trahé wong praja//

2 sumêdya wangsul mring

nagri/

kapingin suwitèng nata/

sêksona umatur alon/

mring Sang Muni

Waradibya/

kawula nuwun wulang/

amrih sinihan wong agung/

lan ingandêl janma kathah//

sumêdya wangsul mring

nagri/

kapingin suwitèng nata/

sêksona umatur alon/

mring Sang Muni

Waradibya/

kawula nuwun wulang/

amrih sinihan wong agung/

lan ingandêl janma kathah//

sumêja wangsul mring

nagri/

kêpéngin suwitèng nata/

wusana umatur alon/

mring Sang Muni

Waradibya/

kawula nuwun wulang/

amrih sinihan wong agung/

lan ingandêl jalma kathah//

3 sang wiku ngandika manis/

iya Sangulara sira/

yèn amrih slamêt badané/

lan ingandêl janma kathah/

poma sira èstokna/

sabarang pituturingsun/

iki liré duga-duga//

sang wiku ngandika manis/

iya Sangulara sira/

yèn amrih slamêt badané/

lan ingandêl janma kathah/

poma sira èstokna/

sabarang pituturingsun/

iki liré duga-[180/2] duga//

sang wiku ngandika manis/

iya Sangulara sira/

yèn amrih slamêt badané/

lan ingandêl jalma kathah/

poma sira èstokna/

sêbarangé ing rèhingsun/

iki liré duga-duga//

4 kawruhana kang sayêkti/

têgêsé mantri sujana/

aywa kaliru artiné/

kang aran mantri sujana/

gêmi wadhah wêwéka/

tri têtêlu artènipun/

sapisan sêca wê-[3]cana//

kawruhana kang sayêkti/

têgêsé mantri sujana/

ayya kaliru artiné/

kang aran mantri sujana/

gêmi wadhah wêwéka/

tri têtêlu artènipun/

sapisan sêca wêcana//

kawruhana kang sayêkti/

têgêsé mantri sujana/

ayya kalèru artiné/

kang aran mantri sujana/

gêmi wadhah wêwéka/

tri têtêlu artènipun/

sapisan sêca wêcana//

5 kadwiné sura ing pati/

kaping tri lola ing dunya/

kang têtêp mantri arané/

ywa nganti ginuywèng

janma/

kang agung wirangira/

kadyiné sura ing pati/

kaping tri lila ing dunya/

kang têtêp mantri arané/

yya nganti ginuyyèng

janma/

kang agung wirangira/

kadyiné sura ing pati/

kaping tri lila ing dunya/

kang têtêp mantri arané/

ja nganti ginuyyèng jalma/

kang agung wirangira/

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

yèn mantri atiné nguthuh/

iku wong atinggal nama//

yèn mantri atiné nguthuh/

iku wong atinggal nama//

yèn mantri atiné nguthuh/

iku wong atinggal nama//

6 wong tinggal aran sayêkti/

nisthané kalih prakara/

tan wirang marang ragané/

lan nyuwiyah mring

bapaknya/

sêbarang budènira/

lamun tinggal nama iku/

ginuyu wusana nistha//

wong tinggal aran sayêkti/

nisthané kalih prakara/

tan wirang marang ragané/

lan nyuwiyah mring

badannya/

sêbarang budènira/

lamun tinggal nama iku/

ginuyu wusana nistha//

wong tilar aran sayêkti/

nisthané kalih prakara/

tan wirang marang ragané/

lan nyuwiyah mring

badannya/

sabarang budènira/

lamun tinggal nama iku/

ginuyu wusana nistha//

7 lamun micara lan janmi/

aja sawêtu-wêtunya/

bobotên saprayogané/

yèn tan patut gung ginuywa/

dadi wong nora ngrasa/

ingaran wong clula clulu/

têmah ala ulatira//

lamun micara lan janmi/

aja sawêtu-wêtunya/

babotên saprayogané/

yèn tan patut gung ginuyya/

dadi wong nora ngrasa/

ingaran wong clula clulu/

têmah ala ulatira//

lamun micara lan jalmi/

aja sawêtu-wêtunya/

bobotên saprayogané /

yèn tan patut gung ginuyya/

dadi wong tanpa ngrasa/

ingaran wong clula clulu/

ginuyu têmahan ala//

8 yèn nganggo-anggo upami/

aja dumèh murub mubyar/

duganên lan panggonané/

aja winada ing janma/

angèmbèt kang sung karya/

mukadarah aranipun/

cinêngès wêkasan ala//

yèn nganggo-anggo upami/

aja dumèh murub mubyar/

duganên lan panggonané/

aja winada ing janma/

angèmbèt kang sung karya/

mukadarah aranipun/

cinêngès wêkasan ala//

yèn nganggo-anggo upami/

aja dumèh murub mubyar/

bobotên lan panggonané/

yèn tan patut lan

lungguhnya/

dadi jalma tan ngrasa/

ingaran uwong tan urus/

ginuyyèng wong dadya

nistha//

9 lamun lungguhan lan jalmi/

ayya kusut ing panganggya/

bobotên lan lungguhané/

aja winada ing jalma/

angèmbèt kang sung karya/

mukadarah aranipun/

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

cinêngès datan prayoga//

10 lan sira aja tabêri/

[4]anyênyatur kanca

kadang/

tangga myang sanak

mintrané/

kang sira ajak rêrasan/

pêsthi tutur mring liyan/

lamun krungu kang cinatur/

dadi drêngki kêsétandya//

lan sira a[181/3]ja tabêri/

anyênyatur kanca kadang/

tangga myang sanak

mintrané/

kang sira ajak rêrasan/

pêsthi tutur mring liyan/

lamun krungu kang cinatur/

dadi drêngki kêsét tandya//

lawan sira aja tabbring/

anyênyatur kanca kadang/

tangga myang sanak

mintrané/

kang sira ajak rêrasan/

pêsthi tutur mring liyan/

lamun ngrungu kang

cinatur/

dadi drêngki sêsètanan//

11 lan sira aja ngarêmi/

ngêbotohan samubarang/

yèn tan wikan paékané/

lamun kalah lir punapa/

wisma dunyané sirna/

luru-luru yèn tan antuk/

dursila angrusak praja//

lan sira aja ngarêmi/

ngêbotohan samubarang/

yèn tan wikan paékané/

lamun kalah lir punapa/

wisma dunyané sirna/

luru-luru yèn tan antuk/

dursila angrusak praja//

lan sira aja ngarêmi/

ngabotohan samubarang/

yèn tan wikas paékané /

lamun kalah lir punapa/

wisma dunyané sirna/

luru-luru yèn tan antuk/

dursila angrusak praja//

12 lan ywa sira ngingu dasih/

tilasing kadang lan kanca/

kang mancal Gusti sakèhé/

watak wong ngalih nêgara/

rasan kang saru mêdal/

Gustiné lawan yèn ngrungu/

panas atiné dadya crah//

lan yya sira ngingu dasih/

tilasing kadang lan kanca/

kang mancal Gusti sakèhé/

watak wong ngalih nêgara/

rasan kang saru mêdal/

Gustiné lawas yèn ngrungu/

panas atiné dadya crah//

lan ja sira ngingu dasih/

tilasing kadang myang

kanca/

kang mancal Gusti sakèhé/

watêk wong ngalih

bêndara/

rasan kang sampun mêdal/

Gustiné lawas yèn krungu/

panas a-[191/2]tiné dadya

crah//

13 yèn dhayohan sira iki/

agung alit danakrama/

sugatanên sapantêsé/

yèn wus têkèng masanira/

yèn dhayohan sira iki/

agung alit danakrama/

sugatanên sapantêsé/

yèn wus têkèng masanira/

yèn dhayohan sira iki/

gung alit dananên krama/

sugatanên sapantêsé/

yèn wus têkèng mangsanira/

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

nuli sira tundhunga/

dimèn mulih dhayohipun/

yèn kêtlangso têmahi-[5]ra//

nuli sira tundhunga/

dimèn mulih dhayohipun/

yèn kêtlangso têmahira//

nuli sira tundhunga/

dimèn mulih dhayohipun/

yèn kêtlangson têmah

nistha//

14 lawan sira yèn nyênyilih/

sabukbarang kang

dandanan/

yèn uwis rampung gawéné/

agé nuli ulihêna/

yèn nganti lawas pama/

kang duwé sumlang

kalangkung/

olèya pisan kéwala//

lawan sira yèn nyênyilih/

sabukbarang kang

dandanan/

yèn uwis rampung gawéné/

agé nuli ulihêna/

yèn nganti lawas pama/

kang duwé sumlang

kêlangkung/

olèya pisan kéwala//

lawan sira yèn nyêyilih/

samubarang kang

dandanan/

yèn uwis rampung gawéné/

agé nuli ulihêna/

yèn dèn lêlawas pama/

kang duwé gêla

kêlangkung/

olèh sapisan kéwala//

15 lamun sira dènsilihi/

samubarang kang

dandanan/

yèn tan awèh ing batiné/

wangsulana kang prayoga/

mrih ywa rêngat tyasira/

supaya awèta iku/

kêkadang kêlawan sira//

lamun sira dènsilihi/

samubarang [182/4]kang

dandanan/

yèn tan awèh ing batiné/

wangsulana kang prayoga/

mrih yya rêngat tyasira/

supaya awèta iku/

kêkadang kêlawan sira//

lan yèn sira dènsilihi/

samubarang kang

dandanan/

yèn tan awèh ing batiné/

wangsulana kang prayoga/

amrih aja rêngat tyas/

supaya awèta iku/

kêkadang kalawan sira//

16 kaya laku tatakrami/

wong ingundang mring

lurahnya/

wangsulané ingkang sumèh/

aja dêksurèng pangucap/

bêcik barêng kongkonan/

yèn cêndhala wangsulamu/

dadi sira nêmu papa//

kaya laku tatakrami/

wong ingundang mring

lurahnya/

wangsulané ingkang sumèh/

aja dêgsurèng pangucap/

bêcik barêng kungkunan/

yèn cêndhala wangsulamu/

dadi sira nêmu papa//

kaya laku tatakrami/

wong ingundang mring

lurahnya/

wangsulané ingkang saé/

aja dêgsurèng wangsulan/

bêcik barêng kongkonan/

yèn dêgsura wangsulamu/

dadi sira nêmu papa//

17 agamaning tatakrami/

anom angungkuli tuwa/

pan kula amit basané/

agamaning tatakrami/

anom angungkuli tuwa/

pan kula amit basané/

ya namaning tatakrami/

anom angungkuli tuwa/

pan kula amit basané/

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

munggah malih tatakrama/

kula nuwun basanya/

munggah malih

têmbungipun/

apuntên dalêm prayoga//

munggah malih tatakrama/

kula nuwun basanya/

munggah malih

têmbungipun/

apuntên dalêm prayoga//

munggah malih tatakrama/

kula nuwun basanya/

munggah malih basanipun/

apuntên dalêm prayoga//

18 [6]minggah malih

tatakrami/

mundhub-mundhuk

lakonira/

tuwin anêmbah tatané/

iku antuk tatakrama/

lakuné nèng nêgara/

yèn sira tinggala iku/

pêsthi rusak raganira//

minggah malih tatakrami/

mundhuk-mundhuk

lakonira/

tuwin anêmbah tatané/

iku antuk tatakrama/

lakuné nèng nêgara/

yèn sira tinggala iku/

pêsthi rusak raganira//

minggah malih tatakrami/

mundhuk-mundhuk

lakonira/

tuwin anêmbah tatané/

iku antuk tatakrama/

lakuné nèng nêgara/

yèn sira tinggala iku/

pêsthi rusak raganira//

19 kêlawan yèn sira linggih/

ana ngarsaning wong tuwa/

wong gêdhé miwah Gustiné/

kang mardana lungguhira/

rungunên barang sêbda/

yèn sira dêksurèng tanduk/

dadi sira nêmu ala//

kêlawan yèn sira linggih/

ana ngarsaning wong tuwa/

wong gêdhé miwah Gustiné/

kang mardana lungguhira/

rungunên barang sêbda/

yèn sira dêgsurèng tanduk/

dadi sira nêmu ala//

kêlamun yèn sira linggih/

nèng ngarsèng wong tuwa-

tuwa/

miwah wong agung

ngarsané/

kang mardapa lungguhira/

rungunên barang sabda/

yèn sira dêgsurèng tanduk/

dadi sira nêmu papa//

20 lan yèn ngadhêp mring

wong luwih/

rungunên sagunêmira/

cathêtên ing wardayané/

barang tingkah kang

prayoga/

kang ala singkirêna/

yèn mata kuping wus

lan yèn ngadhêp mring

wong luwih/

rungunên sagunêmira/

cathêtên ing wardayané/

barang tingkah kang

prayoga/

kang ala singkirêna/

yè-[183/5]n mata kuping

lan yèn ngadhêp mring

wong luwih/

rungunên sagunêmira/

cathêtên ing wêrdayané/

barang tingkah kang

prayoga/

kang ala singkirana/

yèn mata kuping wus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

ngrungu/

agé sira lakonana//

wus ngrungu/

agé sira lakonana//

muruk/

agé nuli lakonana//

21 ana wulang ingsun malih/

yèn sira apalakrama/

milih wiji utamané/

kathahé kawan prakara/

déné ingkang sapisan/

wiji kusuma puniku/

déné kapindhoné uga//

ana wulang ingsun malih/

yèn sira apalakrama/

milih wiji utamané/

kathahé kawan prakara/

déné ingkang sapisan/

wiji kusuma puniku/

déné kapindhoné uga//

ana wulangingsun malih/

lamun sira palakrama/

milih wiji utamané/

kathahé kawan prakara/

déné ingkang sapisan/

wiji kusuma puniku/

déné kapindhoné iya//

22 wijining tani sayêkti/

katrinya wong[7] potang

karya/

déné ta kang kaping paté/

têdhaking janma mêrtapa/

puniku dènpiliha/

salah siji bêcik iku/

wuri ana patuwasnya//

wijining tani sayêkti/

katrinya wong potang

karya/

déné ta kang kaping paté/

têdhak kang janma mêrtapa/

puniku dènpiliha /

salah siji bêcik iku/

wuri ana patuwasnya//

wiji tani kaping katri/

wijining wong potang

karya/

déné ta kang kaping paté /

wijiné jalma mêrtapa/

puniku dènpiliha /

salah siji bêcik iku/

ing wuri ana tuwasnya//

23 pêngadilaning Hyang Widi/

pan iku dènrasakêna/

èsmu rasané ing tyasé/

yèn liya wiji kang papat/

datan ana pinanggya/

tékad lan pamilihipun/

ing wong arsa palakrama//

pêngadillaning Yyang Widi/

pan iku dènrasakêna/

èsmu rasané ing tyasé/

yèn liya wiji kang papat/

datan ana pinanggya/

tékat lan pamilihipun/

ing wong arsa palakrama//

pêngadilaning Yyang Widi/

pan iku dènrasakêna/

èsmu rasané ing tyasé/

yèn liyané wiji papat/

dadi kurang utama/

mêksih puwungan puniku/

pamilihing palakrama//

24 ana rong prakara malih/

dhingin milih trahing wirya/

milih sugih kapindhoné/

salah siji apan samya/

amilih kasigihan/

mrih kajèn kèringanipun/

kang milih sugih punika//

ana rong prakara malih/

dhingin milih trahing wirya/

milih sugih kapindhoné/

salah siji apan samya/

amilih kasigihan/

mrih kajèn kèringanipun/

kang milih sugih punika//

ana rong prakara malih/

dhingin milih atmèng wirya/

amilih sugih kapindho/

salah siji apan samya/

kang milih kasinggiyan/

mrih kajèn kèringanipun /

kang milih sugih punika//

25 suprihén badan kêkalih/ suprihén badan kêkalih/ suprih ayêm badan galih/

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

puniku mapan wus samya/

êndi kang dadya sênêngé/

ana malih wong akrama/

milih siji kéwala/

mung warnané ayu tulus/

panggih pada wêdananya//

puniku mapan wus samya/

êndi kang dadya sênêngé/

ana malih wong akrama/

milih siji kéwala/

mung warnané ayu tulus/

panggih pada wêdananya//

puniku mapan wus sama/

êndi kang dadi sênêngé/

ana manèh wong akrama/

milih siji kéwala/

mung warna kang ayu

mulus/

panggih pada wêdananya//

26 pasmon tan mihalus yêkti/

pu-[8]nika wiji prayoga/

pêsthi ana titippané/

wong alus solah myang

warna/

Ywang Suksma paring

marga/

wiji utama tinêmu/

dé tampikaning akrama//

pasmon janmi alus yêkti/

[184/6]punika wiji prayoga/

pêsthi ana titippané/

wong alus solah myang

warna/

Yyang Suksma paring

marga/

wiji utama tinêmu/

dé tampikaning akrama//

pasêmon kang alus yê-

[192/3]kti/

punika wiji prayoga/

pêsthi ana titippanè/

wong alus solah myang

warna/

Yyang Suksma paring

marga/

wiji utama tinêmu/

dé tampikaning akrama//

27 ala pangucapé bêngis/

pada wêdana tan panggya/

déné wiji ingkang saé/

kang sampun kocap ing

ngarsa/

sayêkti nora bakal/

pêsthi yèn nora nêlutuh/

lan aja milih wong kumpra//

ala pangucapé bêngis/

pada wêdana tan panggya/

déné wiji ingkang saé/

kang sampun kocap ing

ngarsa/

sayêkti nora bakal/

pêsthi yèn nora nêlutuh/

lan aja milih wong kumpra//

ala pangucapé bêngis/

pada wêdana tan panggya/

déné wiji ingkang saé/

kang sampun mungêl ing

ngarsa/

sayêkti nora bakal/

pêsthi yèn boya nêlutuh/

lan aja milih wong kumpra//

28 arané wong kumpra iki/

kang sêpi salah satunggal/

sing papat kocap ngarsané/

lan aja dhêmên wong ala/

lawan aja bédhangdan/

pan boros sira wus tamtu/

arané wong kumpra iki/

kang sêpi salah satunggal/

sing papat kocap ngarsané/

lan aja dhêmên wong ala/

lawan aja bédhangan/

pan boros sira wus tamtu/

arané wong kumpra iki/

kang sêpi salah satunggal/

saking catur ing ngarsané/

lan ronggèng lonthé wus

brantah/

yèn katularan bêngang/

lan boros sira wus tamtu/

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

camah marang turunira// camah marang turunira// camah marang turunira//

29 poma dèn èling ing budi/

marmané sagung sujana/

gawéa laku kang saé/

lan kang bênêr anèng

dunya/

amêsthi Ywang Kang

Murba/

maringi nugrahan agung/

dhumatêng kawulanira//

poma dèn èling ing budi/

marmanè sagung sujana/

gawéa laku kang saé/

lan kang bênêr anèng

dunya/

amêsthi Yyang Kang

Murba/

maringi nugrahan agung/

dhumatêng kawulanira//

poma dèn èling ing budi/

marmané sagung sujana/

gawéa laku kang saé/

lan kang bênêr anèng

dunya/

amêsthi Yyang Kang

Murba/

maringi nugrahan agung/

dhumatêng kawulanira//

30 ing wuri pêsthi pinanggih/

ring nak putu buyut

cang[9]gah/

poma Sangulara kowé/

aja angambah kang

kumpra/

wong kumpra têmah nistha/

pêsthine nora tinêmu/

ing dunya dakêratira//

ing wuri pêsthi pinanggih/

ring nak putu buyut

canggah/

poma Sangulara kowé/

aja angambah kang

kumpra/

wong kumpra têmah nistha/

pêsthine nora tinêmu/

ing dunya ngakêratira//

ing wuri pasthi pinanggih/

mring nak putu buyut

canggah/

poma sagung kawulané/

aja angambah kang

kumpra/

wong kumpra têmah nistha/

pêsthiné nora tinêmu/

ing dunya ngakêratira//

31 mila sakèhing wong urip/

lanang wadon ywa kahinan/

gawé laku ingkang saé/

wong bêcik nêmu raharja/

satêdhak turunira/

yèn murka iku kêpaung/

turuné nêmu cintraka//

mila sakèhing wong urip/

lanang wadon yya kahinan/

gawé laku ingkang saé/

wong bêcik nêmu

[185/7]raharja/

satêdhak turunira/

yèn murka iku kêpaung/

turuné nêmu cintraka//

mila sakèhing wong urip/

lanang wadon ja kainan/

karyaa laku kang saé/

wong bêcik nêmu raharja/

satêdhak turunira/

yèn wong murka lakonipun/

turuné nêmu musibat//

32 nanging yèn wong karya

bêcik/

lanang wadon ora béda/

ana sathithik bédané/

yèn wong wadon alul tapa/

nanging yèn wong karya

bêcik/

lanang wadon nora béda/

ana sathithik bédané/

yèn wong wadon alul tapa/

nanging yèn wong karya

bêcik/

lanang wadon nora béda/

iya ana ing bédané /

yèn wong wadon ahli tapa/

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

myang laku kabêcikan/

anak lanang ingkang nêmu/

iku adiling Pangéran//

myang laku kabêcikan/

anak lanang ingkang nêmu/

iku adiling Pangéran//

myang laku kabêcikan/

anak lanang ingkang nêmu/

iku adiling Pangéran//

33 pêsthi jangji nora gingsir/

ala bêcik kang kawula/

ala bêciking lakuné/

brèsèt dhoso kênès lancang/

drêngki lantap bêlasar/

anak lanang ingkang nêmu/

niru klakuwaning biyang//

pêsthi jangji nora gingsir/

ala bêcik kang kawula/

ala bêcik kang lakuné/

brèsèt dhoso kênès lancang/

drêngki lantap bêlasar/

anak lanang ingkang nêmu/

niru klakuwaning biyang//

pêsthi jangji nora gingsir/

biyang marang anak

lanang/

ala bêciking lakuné/

brèsèt dhoso calak lancang/

drêngki patrap bêlasar/

anak lanang ingkang nêmu/

niru klahkuwaning biyang//

34 yèn bapa alul martapi/

barang laku mrih ka-

[10]mulyan/

ingkang manggih anak

wadon/

yèn bapa lakuné muyab/

adoh mring kabêcikan/

anak wadon ingkang nêmu/

barang lagèhaning bapa//

yèn bapa alul mêrtapi/

barang laku mrih kamulyan/

ingkang manggih anak

wadon/

yèn bapa lakuné muyab/

adoh mring kabêcikan/

anak wadon ingkang nêmu/

barang lagèhaning bapa//

yèn bapa ahli mêrtapi/

barang laku mrih

kamulyan/

ingkang manggih anak

wadon/

yèn bapa lakuné muyab/

adoh mring kabêcikan/

anaké wadon kang niru/

barang lagèhaning bapa//

35 wong kang tanpa surup

yêkti/

ngèsêmi candraning sastra/

tur iki mung sabênêré/

turun kojah kuna-kuna/

ingkang sampun waskitha/

pangawruhé kang wus

luhung/

sampurnèng suruping

mulya//

wong kang tanpa surup

yêkti/

ngèsêmi candraning sastra/

tur iki mung sabênêré/

turun kojah kuna-kuna/

ingkang sampun waskitha/

pangawruhé kang wus

luhung/

sampurnéng suruping

mulya//

wong kang tanpa surup iki/

ngèsêmi candraning sastra/

tur iki ing sanyatané/

nurut kojah kuna-kuna/

ingkang sampun waspada/

pangawruhé kang linuhung/

sampurnèng suruping

mulya//

36 laku ala lawan bêcik/

tan bèda pêmanggihira/

laku ala lawan bêcik/

tan béda pêmanggihira/

laku ala apa déning/

tan béda pêmanggihira/

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

ala bêcik nora gèsèh/

padha sira ling-èlinga/

mikira ingkang wuntat/

ala bêcik ingkang nêmu/

anak putu buyut canggah//

ala bêcik nora gèsèh/

padha sira ling-èlinga/

mikira ingkang wuntat/

ala bêcik ingkang nêmu/

anak putu buyut cang-

[186/8]gah//

ala bêcik nora sanès/

padha sira ling-èlinga/

mikira ingkang wuntat/

ala bêcik ingkang nêmu/

anak putu buyut canggah//

37 yèn kang tuwa karya bêcik/

saturuné manggih harja/

yèn kang tuwa karya awon/

turuné kasurang-surang/

pramilané wong gêsang/

dèn èngêt pitutur luhung/

ing wuri tan wurung

panggya//

yèn kang tuwa karya bêcik/

saturuné manggih harja/

yèn kang tuwa karya awon/

turuné kasurang-surang/

pramilané wong gêsang/

dèn èngêt pitutur luhung/

ing wuri tan wurung

panggya//

yèn kang tuwa karya bêcik/

saturuné manggih harja/

yèn kang tuwa karya awon/

turunné kasurang-surang/

pramilané wong gêsang/

dèn èngêt pitutur luhung/

ing wuri tan wurung

manggya//

38 laku [11]bêcik nêmu bêcik/

laku ala nêmu ala/

pan wus adiling Ywang

Manon/

cêgah pakon panunggalnya/

nyêgah mring kaluputan/

pakon mring bênêring laku/

cêgah marang kêsalahan//

laku bêcik nêmu bêcik/

laku ala nêmu ala/

pan wus adiling Yyang

Manon/

cêgah pakon panunggalnya/

nyêgah mring kaluputan/

pakon mring bênêring laku/

cêgah marang kêsalahan/

laku bêcik nêmu bêcik/

laku ala nêmu ala/

pan wus adiling Yyang

Manon/

cêgah pakon panunggalnya/

nyêgah mring kaluputan/

pakon mrih bênêring laku/

cêgah marang kêsalahan//

39 èlinga wong urip sami/

pira lawasé nèng dunya/

lamun bêciking lakuné/

saèngga wong marang

pasar/

pêsthi mulih mring wisma/

lawas êndi pamènipun/

nèng pasar lan anèng

wisma//

èling wong urip sami/

pira lawasé nèng dunya/

lamun bêciking lakuné/

saèngga wong marang

pasar/

pêsthi mulih mring wisma/

lawas êndi paménipun/

nèng pasar lan anèng

wisma//

èlinga wong urip sami/

pira lawasé nèng dunya/

lamun lakuné kang saé/

saingga wong marang

pasar/

pasthi mulih mring wisma/

lawas êndi pamènipun/

nèng pasar lan anèng

[193/4]wisma//

40 pêsthi lawas anèng panti/ pêsthi lawas anèng panti/ pasthi lami anèng panti/

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

mulané dèn ngatya-atya/

janma tinitah sêpuhé/

èlinga dadi jalaran/

nak putu buyut canggah/

saturuné darma nêmu/

wis Sangulara mangkata//

mulané dèn ngatya-atya/

janma tinitah sêpuhé/

èlinga dadi jalaran/

nak putu buyut canggah/

saturuné darma nêmu/

wis Sangulara mangkata//

mulané dèn ngatya-atya/

jalma tinitah sêpuhé/

èlinga dadi jalaran/

nak putu buyut canggah/

saturuné drêma nêmu/

ponang kintaka wus purna//

Tabel 4.19 transliterasi teks naskah SSS

f) Suntingan Teks dan Terjemahan

Penyuntingan teks dalam kerja filologi dilakukan dengan dua metode, yaitu

berdasarkan metode suntingan naskah tunggal dan metode suntingan naskah

jamak. Metode yang digunakan peneliti dalam penyuntingan Serat Suluk

Sangulara ini adalah metode suntingan naskah jamak. Metode suntingan naskah

jamak terdapat dua metode yang dapat digunakan, yaitu metode gabungan dan

metode landasan. Penelitian terhadap SSS ini peneliti menggunakan metode

landasan, karena dari ketiga naskah SSS terdapat satu naskah yang memiliki

kualitas yang menonjol, sehingga didapatkan teks yang autoritatif dan teks

terbebas dari kesalahan. Teks naskah yang terdapat perbedaaan atau variant

ditulis pada aparatus criticus (Edwar Djamaris, 2006:30).

Peneliti setelah mengadakan berbagai perbandingan dapat disimpulkan bahwa

naskah C memiliki kualitas yang lebih menonjol dibandingkan kedua naskah A

dan B pada SSS. Namun jika terdapat kesalahan dan kekurangan pada naskah C,

maka naskah A dan B menjadi teks pembantu untuk membetulkan dan

menambahi atas kesalahan dan kekurangan pada teks dasar. Selain melihat pada

teks naskah A dan B, apabila keduanya tidak terdapat teks yang dapat digunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

untuk penyempurnaan teks, maka jalan yang ditempuh adalah interpretasi dari

peneliti berdasarkan kamus.

Naskah autoritatif yang telah ditemukan dapat digunakan sebagai landasan

suntingan teks. Adapun suntingan teks pada SSS disajikan dalam tabel di bawah.

Sebelum penyajian suntingam teks pada naskah SSS diberikan keterangan guna

memudahkan pembaca dalam memahami teks SSS yaitu. Angka arab 1, 2, 3 dan

seterusnya yang terletak di bawah dipakai untuk nomor kritik teks untuk suku

kata, kata dan kelompok kata.

Bait Edisi Teks Terjemahan

Sêrat Suluk Sangulara1 Serat Suluk Sangulara

1 Kasmaran ing rèh basuki/

wontên kandhaning pandhita/

ing Ngéndrapurna dhépoké/

jêjuluk Sang Mardèngkara/

darbé sabat sajuga/

pun Sangulara ranipun/

wus lola trahé wong praja//

Mendambakan perihal keselamatan.

Ada cerita seorang pandita

di Padepokan Ngendrapurna,

bernama Sang Mardengkara.

Mempunyai satu sahabat

yaitu bernama Sangulara,

keturunan kerajaan yang sudah

yatim piatu.

2 Sumêdya2 wangsul mring nagri/

kêpéngin suwitèng nata/

wusana umatur alon/

mring sang muni waradibya/

kawula nuwun wulang/

amrih sinihan wong agung/

lan ingandêl jalma kathah//

Ingin kembali ke kraton,

ingin mengabdi kepada raja.

akhirnya berkata pelan

kepada Sang Guru yang sakti,

“Saya mohon pelajaran

supaya dikasihi (disayangi) orang

besar (penguasa)

dan dipercaya orang banyak”.

3 Sang wiku ngandika manis/ Sang guru (pandita) berkata dengan

1 Judul Sangulara

2 *# sumêja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

iya Sangulara sira/

yèn amrih slamêt badané/

lan ingandêl janma kathah/

poma sira èstokna/

sêbarangé ing rèhingsun/

iki liré duga-duga//

manis,

“Iya Sangulara, kamu

supaya selamat dirimu

dan dipercaya orang banyak,

kamu perhatikan baik-baik dan

laksanakanlah

apa saja perintahku.

Ini maksudnya berhati-hati”.

4 Kawruhana kang sayêkti/

têgêsé mantri sujana/

ayya kalèru artiné/

kang aran mantri sujana/

gêmi wadhah wêwéka/

tri têtêlu arténipun/

sapisan sêca wêcana//

Pelajarilah dengan sungguh-

sungguh

maksud pejabat yang baik

jangan salah mengartikan.

Yang disebut pejabat yang baik

yaitu

hemat, dapat menyimpan dan

berhati-hati.

Ketiga hal tersebut berarti

pertama menepati janji,

5 kadwiné3 sura ing pati/

kaping tri lila ing dunya/

kang têtêp mantri arané/

yya4 nganti ginuyyèng jalma/

kang agung wirangira/

yèn mantri atiné nguthuh/

iku wong atinggal nama//

kedua berani mati,

ketiga rela di dunia.

Yang disebut seorang pejabat

jangan sampai ditertawakan orang

akan sangat memalukan.

Apabila seorang pejabat tidak

memiliki malu

disebut orang yang tidak dapat

menjaga nama baik.

6 Wong tinggal5 aran sayêkti/

nisthané kalih prakara/

Sesungguhnya orang yang

meninggalkan nama itu

terdapat dua keburukannya,

3 # kadyiné

4 % ja

5 # wong tilar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

tan wirang marang ragané/

lan nyuwiyah mring badannya/

sabarang budènira/

lamun tinggal nama iku/

ginuyu wusana nistha//

menjadi aib bagi dirinya

dan merepotkan badan.

Apa saja yang kamu lakukan

yang hanya meninggalkan nama itu

ditertawakan akhirnya hina.

7 Lamun micara lan jalmi/

aja sawêtu-wêtunya/

bobotên saprayogané/

yèn tan patut gung ginuyya/

dadi wong tanpa ngrasa/

ingaran wong clula clulu/

têmah ala ulatira6//

Bila berbicara dengan seseorang

jangan asal berbicara.

Pertimbangkan sebaik-baiknya,

bila tidak pantas akan ditertawakan

menjadi orang tanpa perasaan atau

merasa.

Disebut orang tidak sopan kesana-

kemari tanpa tujuan

akhirnya buruk pandangannya.

8 yèn nganggo-anggo upami/

aja duméh murub mubyar/

bobotên lan panggonané/

yèn tan patut lan lungguhnya/

dadi jalma tan ngrasa/

ingaran uwong tan urus/

ginuyyèng wong dadya nistha//

Apabila memakai pakaian atau

perhiasan,

jangan asal atau mentang-mentang

karena bersinar gemerlapan.

Pertimbangkan atau sesuaikan

fungsinya.

Bila tidak sesuai dengan

kedudukannya menjadi orang tidak

paham.

Disebut orang yang tidak peduli

ditertawakan orang menjadi hina.

9 lamun lungguhan lan jalmi/

ayya kusut ing panganggya/

bobotên lan lungguhané/

aja winada ing jalma/

angèmbèt kang sung karya/

Bila sedang duduk bersama orang,

jangan menampakkan kusut dalam

berpakaian.

Pertimbangkan dengan kedudukan

jangan dicela oleh manusia

mempengaruhi terhadap yang

6 * ginuyu têmahan ala

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

mukadarah aranipun/

cinêngés datan prayoga//

memberi pekerjaan.

Disebut mukadarah,

ditertawakan tidak baik.

10 lan sira aja tabêri7/

anyênyatur kanca kadang/

tangga myang sanak mitranè/

kang sira ajak rêrasan/

pêsthi tutur mring liyan/

lamun krungu8 kang cinatur/

dadi drêngki kêsèt tantya9//

Dan kamu jangan senang

membicarakan (menggunjing)

teman atau saudara sendiri.

Tetangga dan sanak saudaranya

yang kamu ajak menggunjing

pasti membicarakan terhadap orang

lain.

Apabila terdengar yang dibicarakan,

menjadi iri, benci dan sangat malas.

11 lan sira aja ngarêmi/

bêbotohan10

samubarang/

yèn tan wikan11

paèkané/

lamun kalah lir punapa/

wisma dunyané sirna/

luru-luru yèn tan antuk/

dursila angrusak praja//

Dan kamu jangan menyenangi

main (berjudi) dalam bentuk

apapun.

Bila tidak tahu keburukannya

apabila kalah seperti apa?.

Rumah dan harta kekayaan

(duniawi) hilang atau habis,

mencari – cari apabila tidak

mendapatkan,

kejahatan dapat menghancurkan

(mengacaukan) kerajaan.

12 lan yya12

sira ngingu dasih/

tilasing kadang myang kanca/

kang mancal Gusti sakèhé/

Dan kamu jangan memiliki abdi

(hamba)

bekasnya sanak saudara dan teman

yang meninggalkan (mengkhianati)

banyak tuannya (bendara).

7 * lawan sira aja tabring

8 #* lamun ngrungu

9 * dadi drêngki sêsêtandya

10 @ ngabotohan

11 * yèn tan wikas

12 % lan ja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

watêk wong ngalih bêndara/

rasan kang saru13

mêdal/

Gustiné lawas yèn krungu/

panas atiné dadya crah//

Sikap orang yang ganti

(meninggalkan) tuannya,

membicarakan hal yang tidak baik.

Apabila mantan tuannya

mendengar,

marah hatinya dan menjadi

perpecahan.

13 yèn dhayohan sira iki/

gung alit dananên krama/

sugatanên sapantêsé/

yèn wus têkèng masanira14

/

nuli sira tundhunga/

dimèn mulih dhayohipun/

yèn kêtlangso15

têmah nistha//

Apabila kamu kedatangan tamu

pejabat atau orang biasa

berilah penghormatan, sajian yang

pantas.

Apabila sudah tiba pada waktunya,

segera kamu ingatkan

supaya tamunya segera pulang.

bila terlanjur lama akhirnya hina.

14 lawan sira yèn nyêyilih/

samubarang kang dandanan/

yèn uwis rampung gawéné/

agé nuli ulihêna/

yèn nganti lawas16

pama/

kang duwé gêla kêlangkung/

oléha pisan17

kéwala//

Dan apabila kamu meminjam

apa saja termasuk peralatan rumah

tangga,

apabila sudah selesai pekerjaanmu

atau digunakan

segera kamu kembalikanlah.

Apabila sampai lama (jelek)

yang memiliki menjadi sangat

kecewa,

diperbolehkan hanya sekali saja.

15 lan yèn sira dènsilihi/

samubarang kang dandanan/

Dan apabila kamu dipinjami

apa saja yang peralatan rumah

tangga,

13

* rasan kang sampun 14

*# yèn wus têkèng mangsanira 15

@ yèn kêtlangson 16

* yèn dén lêlawas 17

@# oléh sapisan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

yèn tan awèh ing batiné/

wangsulana kang prayoga/

mrih yya rêngat tyasira18

/

supaya awèta iku/

kêkadang kêlawan19

sira//

apabila hatimu tidak

memperbolehkan (tidak ikhlas)

jawablah dengan baik

supaya tidak menyakiti hatinya.

Supaya tahan lama dalam

persaudaraan denganmu.

16 kaya laku tatakrami/

wong ingundang mring lurahnya/

wangsulané ingkang saé/

aja dêgsurèng wangsulan/

bêcik barêng kongkonan/

yèn dêgsura wangsulamu/

dadi sira nêmu papa//

Seperti aturan tatakrama (etika),

orang yang dipanggil oleh lurah

atau pemimpinnya

jawabnya baik, ramah.

Jangan menjawab dengan sombong.

Jawablah dengan baik kepada yang

diperintah.

Apabila jawabanmu (sikapmu)

congkak atau sombong,

jadi kamu akan menemui celaka.

17 ya namaning tatakrami/

anom angungkuli tuwa/

pan kula amit basané/

munggah malih tatakrama/

kula nuwun basanya/

munggah malih basanipun/

apuntên dalêm prayoga//

Yang disebut tatakrama (sopan

santun),

yang muda menghormati yang tua.

Dengan bahasa “kula amit”

„permisi‟.

Lebih baik lagi tatakramanya

bahasanya “kula nuwun”.

Lebih baik dengan kata-katanya

(tatakrama)

“apunten dalem” „mohon maaf

saya‟ itu lebih baik.

18 minggah malih tatakrami/

mundhuk-mundhuk lakonira/

tuwin anêmbah tatané/

Tatakrama yang semakin baik.

Pelan-pelan jalanmu

sambil menyembah sikapnya.

18

* amrih aja rêngatyas 19

#@ kêkadang kalawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

iku antuk tatakrama/

lakuné nèng nêgara/

yèn sira tinggala iku/

pêsthi rusak raganira//

Begitulah tatakramanya, etika

sikapnya dalam negara (kerajaan).

Bila kamu meninggalkan itu,

pasti akan rusak (celaka) badanmu.

19 kêlamun yèn sira linggih/

nèng ngarsèng wong tuwa-tuwa/

miwah wong agung ngarsané/

kang mardawa20

lungguhira/

rungunên barang sabda/

yèn sira dêgsurèng tanduk/

dadi sira nêmu papa//

Apabila kamu sedang duduk,

di hadapan orang-orang tua

dan di hadapannya orang yang

berpangkat atau pemimpin

duduklah yang halus, baik atau

sopan.

Perhatikan dan dengarkan apa yang

disampaikan (dikatakan).

Apabila sikapmu kasar atau

sombong,

kamu akan menemui celaka.

20 lan yèn ngadhêp mring wong luwih/

rungunên sagunêmira/

cathêtên ing wardayané21

/

barang tingkah kang prayoga/

kang ala singkirana/

yèn mata kuping wus muruk/

agé sira22

lakonana//

Apabila kamu sedang menghadap

orang yang lebih,

dengarkan dan perhatikan apa yang

diucapkannya.

Catatlah dalam hatimu.

Sikap perilaku yang baik,

sedang sikap yang buruk jauhilah.

Apabila mata dan telinga telah

mendengar (mengerti),

segera lakukanlah.

21 ana wulangingsun malih/

lamun sira palakrama/

milih wiji utamané/

kathahé kawan prakara/

Ada pelajaran saya lagi,

apabila kamu menikah

(berkeluarga).

Pilihlah benih yang baik

terdapat empat hal.

20

%* kang mardapa 21

#@ cathêtên ing wêrdayané 22

* agé nuli

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

déné ingkang sapisan/

wiji kusuma puniku/

déné kapindhoné iya//

Adapun yang pertama,

keturunan orang yang baik atau

terhormat.

Adapun yang kedua adalah

22 Wijining tani sayêkti23

/

katrinya24

wong potang karya/

déné ta kang kaping paté /

wijiné jalma mêrtapa/

puniku dènpiliha/

salah siji bêcik iku/

ing wuri ana tuwasnya//

keturunan petani yang utama.

Ketiga orang yang rajin bekerja.

Yang keempatnya

keturunan orang yang senang

bertapa (ahli bertapa).

Yang seperti itu pilihlah.

Salah satu baik (dari 4 benih) itu

akhirnya mendapat bahagia.

23 Pêngadilaning Yyang Widi/

pan iku dènrasakêna/

èsmu rasané ing tyasé/

yèn liya wiji kang papat25

/

dadi kurang utama/

mêksih puwungan puniku/

ing wong arsa26

palakrama//

Keadilan (ketetapan) Tuhan

mengetahui itu yang rasakanlah

enak rasanya dalam hati.

Bila yang lain dari empat benih

menjadi kurang utama,

niat dan kemantapan hatinya

pada orang yang akan berkeluarga.

24 ana rong prakara malih/

dhingin milih trahing wirya27

/

milih sugih kapindhoné28

/

salah siji apan samya/

kang milih kasinggihan/

mrih kajèn kèringanipun/

kang milih sugih punika//

Ada dua perkara lagi,

lebih dulu memilih keturunan yang

berkedudukan,

kedua memilih yang kaya.

Salah satu karena yang sama

memilih yang benar itu,

supaya dihargai.

Yang memilih kaya itu

25 Suprih ayêm badan kalih29

/ supaya sejahtera keduanya.

23

* wiji tani kaping katri 24

* wijining 25

* yèn liyané wiji papat 26

* pamilihing 27

# dhingin milih atmèng wirya 28

* amilih sugih kapindhon

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

puniku mapan wus samya30

/

êndi kang dadya31

sênêngé/

ana manèh wong akrama/

milih siji kéwala/

mung warna kang ayu mulus /

panggih pada wêdananya//

Itu sudah sama cocok.

Yang mana menjadi kesenangannya

ada lagi, pada orang yang

berkeluarga.

Memilih satu celaka,

hanya rupanya cantik tanpa cacat

sama-sama dari golongan priyayi.

26 pasêmon kang alus yêkti/

punika wiji prayoga/

pêsthi ana titikané32

/

wong alus solah myang warna/

Yyang Suksma paring marga/

wiji utama tinêmu/

dé tampikaning akrama//

Perumpamaan yang sungguh baik.

Itu benih baik,

pasti ada cirinya.

Orang yang perilakunya halus atau

baik berbuat,

Tuhan memberi jalan,

ditemukan benih utama

menuju jalan berkeluarga.

27 ala pangucapé bêngis/

pada wêdana tan panggya/

déné wiji ingkang saé/

kang sampun mungêl ing ngarsa/

sayêkti nora bakal/

pêsthi yèn boya nêlutuh/

lan aja milih wong kumpra//

Ucapannya buruk, bengis,

Tidak sama dengan ketampanan.

Adapun benih yang baik

yang sudah dibicarakan di atas

sungguh tidak akan terjadi

bila tidak mengotori

dan jangan memilih orang yang

ceroboh atau nista.

28 arané wong kumpra iki/

kang sêpi salah satunggal/

saking catur ing ngarsané/

lan ronggéng lonthé wus brantah/

lawan aja bédhangan33

/

Yang disebut orang nista ini

yang tidak memiliki salah satu

dari empat yang dibicarakan diatas.

Dan ronggeng lonthe (yang sudah

terjangkit penyakit sipilis)

dan jangan berselingkuh

29

* suprih ayêm badan galih 30

% puniku mapan wus sama 31

% êndi kang dadi 32

* pêsthi ana titipané

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

lan boros sira wus tamtu/

camah marang turunira//

dan boros kamu sudah tentu

hina terhadap keturunanmu.

29 poma dèn éling ing budi/

marmané sagung sujana/

gawéa laku kang saé/

lan kang bênêr anèng dunya/

amêsthi Yyang Kang Murba/

maringi nugrahan agung/

dhumatêng kawulanira//

Perhatikan baik-baik kemudian

ingat dalam perbuatan

maka dari itu semua orang yang

patut dihormati

berbuatlah perilaku yang baik

dan yang benar di dunia

pasti Tuhan Yang Maha Menguasai

memberi anugerah yang besar

kepada hamba-Nya.

30 ing wuri pêsthi34

pinanggih/

mring nak putu buyut canggah/

poma sagung kawulané/

aja angambah kang kumpra/

wong kumpra têmah nistha/

pêsthiné nora tinêmu/

ing dunya ngakêratira//

Pada akhirnya pasti ditemui atau

diterima

kepada anak cucu, buyut, canggah.

Perhatikan semua rakyat,

jangan sampai melakukan yang

ceroboh.

Orang ceroboh akhirnya hina

pastiannya tidak bisa dipercaya

di dunia dan akhiratnya.

31 mila sakèhing wong urip/

lanang wadon yya35

kainan/

karyaa laku kang saé/

wong bêcik nêmu raharja/

satêdhak turunira/

yèn murka iku kêpaung36

/

turuné nêmu cintraka37

//

Maka banyaknya orang hidup

laki-laki perempuan jangan kurang

berhati-hati

berbuatlah perbuatan yang baik

orang baik menemui kebaikan

sampai pada keturunannya

bila ceroboh itu menemui

keturunannya menemui celaka.

33

* yèn katularan bêngang 34

# ing wuri pasthi 35

% lanang wadon ja 36

# yèn wong murka lakonipun 37

% turuné nêmu musibat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

32 nanging yèn wong karya bêcik/

lanang wadon nora béda/

ana sathithik38

bédané/

yèn wong wadon alul39

tapa/

myang laku kabêcikan40

/

anak lanang ingkang nêmu/

iku adiling Pangéran//

Namun bila orang berbuat baik

laki-laki perempuan tidak berbeda

ada sedikit perbedaannya

bila orang perempuan ahli pertapa

dan berbuat kebaikan

anak laki-laki yang mendapati

itu keadilan (ketetapan) Tuhan.

33 pêsthi jangji nora gingsir/

biyang marang anak lanang/

ala bêciking lakuné/

brèsèt dhoso calak lancang/

drêngki patrap bêlasar/

anak lanang ingkang nêmu/

niru klakuwaning biyang//

Pasti janji tidak akan meleset.

Ibu kepada anak laki-laki.

Baik buruk perbuatannya.

Asal berbicara, tingkah lakunya

tidak sesuai (dan) mendahului

perintah,

dengki, suka berkelahi, tidak teratur

dan semaunya sendiri.

Anak laki-laki yang mendapati,

meniru perbuatan ibunya.

34 yèn bapa alul41

mêrtapi/

barang laku mrih kamulyan/

ingkang manggih anak wadon/

yèn bapa lakuné muyab/

adoh mring kabêcikan/

anaké wadon kang niru/

barang lagèhaning bapa//

Bila bapak ahli bertapa,

berbuat kemuliaan,

yang mendapati anak perempuan.

Bila bapak perbuatannya tidak baik,

jauh dari kebaikan,

anaknya perempuan yang akan

meniru

apa saja yang diperbuat ayah.

35 wong kang tanpa surup yêkti42

/

ngèsêmi candraning sastra/

Orang yang tidak masuk sungguh-

sungguh,

tersenyum pada makna yang

38

* iya ana ing 39

% yèn wong wadon ahli 40

* myang laku kang bêcikan 41

% yèn bapa ahli 42

* wong kang tan pasurup iki

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

tur iki mung sabênêré43

/

nurut kojah kuna-kuna/

ingkang sampun waskitha44

/

pangawruhé kang wus luhung45

/

sampurnèng suruping mulya//

tersimpan dalam tulisan (karya

sastra).

Namun ini sebenarnya

menurut yang dibicarakan pada

masa lalu.

Yang sudah mengetahui maksudnya

(apa saja yang tersembunyi),

pengetahuannya yang sudah

mumpuni

sempurna dalam menuju kemuliaan.

36 laku ala lawan becik46

/

tan béda pêmanggihira/

ala bêcik nora gèsèh47

/

padha sira ling-élinga/

mikira ingkang wuntat/

ala bêcik ingkang nêmu/

anak putu buyut canggah//

Berbuatan jahat dan baik

berbeda apa yang akan diterimanya.

Buruk baik tidak tertukar.

Maka, semua ingat-ingatlah

berpikirlah ke belakang.

Baik buruk yang mendapati

anak, cucu, buyut, canggah.

37 yèn kang tuwa karya bêcik/

saturuné manggih harja/

yèn kang tuwa karya awon/

turuné kasurang-surang/

pramilané wong gêsang/

dèn èngêt pitutur luhung/

ing wuri tan wurung manggya//

Bila yang tua berbuat baik,

keturunannya mendapat

keselamatan.

Bila yang tua berbuat keburukan,

keturunannya kesusahan.

Makanya orang hidup,

ingatlah perkataan (pesan) bijak.

Pada akhirnya tidak akan menemui.

38 laku bêcik nêmu bêcik/

laku ala nêmu ala/

Perbuatan baik menemui kebaikan.

Perbuatan buruk menemui

keburukan.

43

* tur iki ing sanyatané 44

* ingkang sampun waspada 45

* pangawruhé kang linuhung 46

* laku ala apa déning 47

*% ala bêcik nora sanès

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

pan wus adiling Yyang Manon/

cêgah pakon panunggalnya/

nyêgah mring kaluputan/

pakon mrih bênêring laku/

cêgah marang kêsalahan//

Sebab menjadi ketetapan Tuhan.

mencegah untuk melakukan

menjadi satu,

mencegah terhadap kesalahan

untuk melakukan perbuatan yang

benar.

mencegah terhadap kesalahan.

39 èlinga wong urip sami/

pira lawasé nèng dunya/

lamun bêciking lakuné48

/

saéngga49

wong marang pasar/

pêsthi50

mulih mring wisma/

lawas êndi pamènipun/

nèng pasar lan anèng wisma//

Ingatlah orang hidup semua,

Berapa lama berada di dunia?.

yang baik dalam perbuatannya,

sehingga orang di pasar

pasti kembali ke rumah.

Lebih lama yang mana umpamanya

di pasar dan di rumah?.

40 pêsthi lawas51

anèng panti/

mulané dèn ngatya-atya/

jalma tinitah sêpuhé/

èlinga dadi jalaran/

nak putu buyut canggah/

saturuné drêma nêmu/

ponang kintaka wus purna//

Pasti lebih lama di rumah!

Makanya saling berhati-hatilah,

manusia dipastikan masa tuanya.

Ingatlah menjadi sebab

anak, cucu, buyut, canggah.

Keturunannya hanya sekedar

mendapati

Surat atau buku Sangulara telah

selesai.

Tabel 4.20 suntingan dan terjemahan naskah SSS

48

* lamun lakuné kang saé 49

@# saingga 50

# pasthi 51

@# pasthi lami

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

B. Pembahasan Isi

Kajian isi merupakan hasil dari mengaji sesuatu yang terkandung. Jika kajian

isi dilakukan terhadap naskah SSS, maka hasil kajian merupakan sesuatu yang

terkandung dalam naskah SSS. Kajian isi terhadap naskah SSS ini diungkapkan

berdasarkan hasil dari analisis ketiga naskah SSS yang berupa suntingan teks,

terjemahan dan ringkasan cerita.

Sêrat Suluk Sangulara adalah salah satu karya sastra Jawa lama yang secara

keseluruhan berisi tentang etika dan moral yang berupa anjuran atau perintah dan

larangan untuk menciptakan pribadi yang baik, kehidupan yang harmonis dan

mendapat anugrah atau kebaikan dari Tuhan baik di dunia maupun di akhirat.

Secara garis besar kandungan isi yang terdapat dalam SSS adalah pelajaran

mengenai sikap atau tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, apa saja

kriteria pemimpin yang baik (mantri sujana), dan kriteria yang harus diperhatikan

dalam memilih pasangan hidup atau jodoh.

Diawali dari kisah seorang keturunan kerajaan yang sudah tidak memiliki

orang tua, yaitu Sangulara. Ia ingin berguru kepada seorang pandita di padepokan

Ngendrapurna. Kisah ini tercermin dalam dalam bait satu.

Kasmaran ingrèh basuki/ wontên kandhaning pandhita/ ing Ngéndrapurna

dhépoké/ jêjuluk Sang Mardèngkara/ darbé sabat sajuga/ pun Sangulara

ranipun/ wus lola trahing wong praja//.

Terjemahan : “mendambakan dalam hal keselamatan, ada cerita seorang

pandita bertempat di padepokan Ngendrapurna, yang bernama Mardengkara.

Mempunyai seorang sahabat (murid) bernama Sangulara keturunan kerajaan yang

sudah yatim piatu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

Ajaran atau isi dalam SSS ini adalah sebagai berikut:

1. Keinginan Sangulara Mengabdi pada Kerajaan

Ilmu pengetahuan sangatlah penting bagi manusia dalam menjalani

kehidupan dan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, sehingga setiap

orang wajib untuk menuntut ilmu atau belajar. Pun dengan orang yang telah

memiliki ilmu, sebaiknya pula dibagikan kepada orang lain untuk mewujudkan

kehidupan yang baik. Keutamaan ini sejalan dengan peribahasa Jawa “darbe

kawruh ora ditangkarake, bareng mati tanpa tilas”. Maksud dari peribahasa

tersebut adalah pentingnya sebuah ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Karena

ilmu dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik dan kepercayaan masyarakat

tradisional akan ilmu yang sesungguhnya milik Allah dan manusia hanya

meminjam atau nggadhuh maka ilmu itu sebaiknya dapat dimanfaatkan untuk

kemaslahatan umat manusia. (Imam Budhi Santosa, 2010:66-67).

Sangulara sebagai tokoh murid, yang berguru kepada Mardengkara, yang

ingin mengetahui dan memahami bagaimana cara untuk mengabdi untuk bangsa.

Sangulara diminta untuk memperhatikan dan menjalankan apa yang disampaikan

oleh Mardengkara. Seseorang apabila ingin mengabdi kepada raja terdapat

beberapa hal yang harus diperhatikan supaya bisa dipercaya oleh banyak orang

dan selamat. Hal itu terdapat dalam SSS tembang Asmaradana bait 2-3 sebagai

berikut:

Sumêdya wangsul mring nagri/ Kêpéngin suwitèng nata/ wusana umatur

alon/ mring sang muni waradibya/ kawula nuwun wulang/ amrih sinihan

wong agung/ lan ingandêl jalma kathah// Sang wiku ngandika manis/ iya

Sangulara sira/ yèn amrih slamêt badané/ lan ingandêl janma kathah/ poma

sira èstokna/ sêbarangé ing rèhingsun/ iki liré duga-duga//.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

Terjemahan : Ingin kembali ke kraton, ingin mengabdi kepada raja. Akhirnya

berkata pelan kepada sang guru yang sakti,“Saya mohon pelajaran supaya dikasihi

(disayangi) orang besar (penguasa) dan dipercaya banyak orang”. Sang guru

pandita berkata dengan manis, “Iya Sangulara, kamu supaya selamat dirimu dan

dipercaya orang banyak, kamu perhatikan baik-baik dan laksanakanlah apa saja

perintahku. Ini maksudnya berhati-hati”.

Keinginan Sangulara untuk kembali ke kraton dan mengabdikan diri haruslah

berbekal ilmu, agar ia dipercaya oleh raja atau masyarakat. Dalam mengabdikan

diri untuk negara seseorang harus memiliki sifat yang ikhlas pantang menyerah,

berani, dan memiliki keteguhan hati dalam membela negara sebagaimana pesan

moral yang terkandung dalam Sêrat Cariyos Aneh-Aneh. (Dewinta Ayu,

2012:233). Tidak jauh berbeda dengan pesan moral yang terkandung dalam Sêrat

Cariyos Aneh-Aneh, Sang Guru Mardengkara berpesan kepada Sangulara perihal

menjadi orang yang baik (mantri sujana) dengan berbekal kesetiaan atau

keteguhan hati seorang hamba kepada negara, berani mati (sura ing pati) yaitu

berani mempertaruhkan nyawa dalam membela negara dan merelakan kesenangan

dunia (lila ing dunya) yaitu mengikhlaskan kesenangan dunia baik yang berupa

kebebasan diri, nafsu maupun harta benda untuk kepentingan negara.

Di dalam SSS ini juga memuat tentang pemimpin yang baik dan kriteria

seorang pemimpin yang baik sebagai bekal Sangulara dalam mengabdikan diri

untuk negara. Pesan moral ini terdapat pada bait 4-5 sebagai berikut :

Kawruhana kang sayêkti/ têgêsé mantri sujana/ ayya kalèru artiné/ kang aran

mantri sujana/ gêmi wadhah wêwéka/ tri têtêlu artènipun/ sapisan sêca

wêcana// Kadwiné sura ing pati/ kaping tri lila ing dunya/ kang têtêp mantri

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

arané/ yya nganti ginuyyèng jalma/ kang agung wirangira/ yèn mantri atiné

nguthuh/ iku wong atinggal nama//.

Terjemahan : Pelajarilah dengan sungguh-sungguh maksud pejabat yang baik

jangan salah mengartikan. Yang disebut pejabat yang baik yaitu hemat, dapat

menyimpan dan berhati-hati. Ketiga hal tersebut berarti pertama menepati janji,

kedua berani mati, ketiga rela di dunia. Yang disebut seorang pejabat jangan

sampai ditertawakan orang, akan sangat memalukan. Apabila seorang pejabat

tidak memiliki malu disebut orang yang tidak dapat menjaga nama baik.

Seorang pemimpin jika tidak dapat bertindak baik akan menemui celaka yang

hanya akan meninggalkan nama, yang terdapat pada bait 6.

Wong tinggal aran sayêkti/ nisthané kalih prakara/ tan wirang marang

ragané/ lan nyuwiyah mring badannya/ sabarang budènira/ lamun tinggal

nama iku/ ginuyu wusana nistha//.

Terjemahan : Sesungguhnya orang yang meninggalkan nama itu terdapat dua

keburukannya, menyusahkan raga (badan) dan merepotkan badan. Apa saja yang

kamu lakukan yang hanya meninggalkan nama itu ditertawakan akhirnya hina..

2. Ajaran Etika dan Moral dalam Kehidupan

Ajaran moral dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat pada SSS adalah

sebagai berikut:

a. Etika dalam Berbicara

1) Berbicara jangan asal berbicara.

Seseorang wajib memperhatikan apa yang akan dibicarakan, dalam

membawa diri serta menunjukkan rasa hormat sebagaimana yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

terdapat pada Etika Jawa “setiap orang dalam cara berbicara dan

membawa diri harus selalu menunjukkan rasa hormat terhadap orang

lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya”. (Frans Magnis Suseno,

2001:60). Selain itu, perihal berbicara merupakan satu hal yang harus

diperhatikan oleh orang Jawa sehingga terdapat peribahasa bahasa Jawa

”aja ngomong waton, nanging ngomonga nganggo waton”. Maksud

peribahasa tersebut adalah ajakan untuk tidak berbicara ngawur,

berbicaralah pembicaraan yang memiliki landasan dan dapat

dipertanggungjawabkan. Kalau asal berbicara saja, bisa jadi disamakan

dengan orang gila. (Imam Budhi Santosa, 2010:9-10).

Hal tersebut diutarakan pada bait 7 (tujuh) sebagai berikut.

Lamun micara lan jalmi/ aja sawêtu-wêtunya/ bobotên

saprayogané/ yèn tan patut gung ginuyya/ dadi wong tanpa ngrasa/

ingaran wong clula clulu/ têmah ala ulatira//.

Terjemahan : Bila berbicara dengan seseorang jangan asal berbicara.

Pertimbangkan sebaik-baiknya, bila tidak pantas akan ditertawakan

menjadi orang tidak berperasaan atau merasa. Disebut orang tidak sopan

kesana-kemari tanpa tujuan akhirnya buruk pandangannya.

2) Jangan membicarakan orang lain.

Membicarakan orang lain atau menggunjing atau dalam bahasa Jawa

Ngrasani merupakan satu budaya Jawa yang buruk atau tidak baik yang

terjadi tak terbatas pada seorang perempuan tetapi juga pada orang laki-

laki asalkan ada kerumunan orang disitulah terjadi pembicaraan, yang

membedakan hanyalah tempatnya saja. Selain itu, karena orang-orang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

yang enggan menyampaikan langsung apa yang dirasakan kepada

seseorang, sehingga diam-diam ia membicarakan kepada orang lain.

(Suwardi Endraswara, 2006:33).

Perilaku menggunjing akan menjadikan rentannya hubungan sesama

atau berakibat buruk pada diri sendiri. Seseorang yang senang

menggunjing orang lain (gibah atau ngrasani) akan menjadikan

seseorang dengki dan malas. Hal tersebut terdapat pada bait 10.

lawan sira aja tabêri/ anyênyatur kanca kadang/ tangga myang

sanak mitranè/ kang sira ajak rêrasan/ pêsthi tutur mring lian/

lamun krungu kang cinatur/ dadi drêngki kêsèt tantya//.

Terjemahan : Dan kamu jangan senang membicarakan

(menggunjing) teman atau saudara sendiri. Tetangga dan sanak

saudaranya yang kamu ajak menggunjing pasti membicarakan terhadap

orang lain. Apabila terdengar yang dibicarakan, menjadi iri, benci dan

sangat malas.

b. Sikap Seseorang terhadap Orang Lain atau Tetangga dalam Kehidupan

Sehari-hari.

1) Bertamu atau menerima tamu.

Ketika seseorang menerima tamu terimalah dengan ramah, penuh

hormat dan berilah sajian yang pantas tanpa membedakan siapa tamu itu

dan ggingatkan ketika sudah lama untuk pulang agar tidak terlarut lama.

Hal itu dilakukan sebagai rasa hormat terhadap tamu, namun apabila

sudah selesai urusannya atau sudah waktunya tamu itu pulang maka

pemilik rumah tidak perlu enggan atau malu untuk mengingatkan segera

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

pulang supaya tidak mengundang keburukan. Pesan ini terdapat pada bait

13.

yèn dhayohan sira iki/ gung alit dananên krama/ sugatanên

sapantêsé/ yèn wus têkèng masanira/ nuli sira tundhunga/ dimèn

mulih dhayohipun/ yèn kêtlangso têmah nistha//.

Terjemahan : Apabila kamu kedatangan tamu pejabat atau orang

biasa berilah penghormatan, sajian yang pantas. Apabila sudah tiba

waktunya, segera kamu ingatkan supaya tamunya segera pulang. bila

terlanjur lama akhirnya hina.

2) Pinjam-meminjam.

Hidup dalam lingkungan masyarakat, terutama masyarakat Jawa

adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai gotong royong dan

tolong menolong untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis dan

selaras. Tolong menolong dan gotong royong tak sekedar ketika

seseorang memiliki gawe (hajatan) atau sedang tertimpa musibah, tetapi

juga dalam pemenuhan keperluan rumah tangga atau dalam bidang

pertanian, misalnya dalam pinjam-meminjam perlengkapan rumah tangga

atau alat-alat bertani. Etika pinjam-meminjam seperti menjaga dengan

baik, jangan samapai barang pinjaman rusak, segera mengembalikan bila

pekerjaan telah selesai terdapat dalam teks SSS.

Pesan tersebit terdapat pada bait 14-15 yang menuliskan tentang

seseorang yang meminjam sesuatu, segera mengembalikanlah jika sudah

selesai digunakan. Jangan sampai terlalu lama, apalagi sampai barang itu

rusak. Hal tersebut supaya tidak menjadikan sakit hati oleh orang yang

meminjami. Dan untuk si peminjam apabila dalam hati tidak ikhlas untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

meminjamkan barang jawablah dengan baik dan jangan sampai

menyakiti hati orang yang akan meminjam supaya persaudaraan itu tetap

terjaga dan selamat.

lawan sira yèn nyêyilih/ samubarang kang dandanan/ yèn uwis

rampung gawéné/ agé nuli ulihêna/ yèn nganti lawas pama/ kang

duwé gêla kêlangkung/olèha pisan kèwala// lan yèn sira dènsilihi/

samubarang kang dandanan/ yèn tan awèh ing batiné/ wangsulana

kang prayoga/ mrih yya rêngat tyasira/ supaya awèta iku/

kêkadang kêlawan sira//

Terjemahan : Dan apabila kamu meminjam apa saja termasuk

peralatan rumah tangga, apabila sudah selesai pekerjaanmu atau

digunakan segera kembalikanlah. Apabila sampai lama (jelek) yang

memiliki menjadi sangat kecewa, diperbolehkan hanya sekali saja. Dan

apabila kamu dipinjami apa saja yang peralatan rumah tangga, apabila

hatimu tidak memperbolehkan (tidak ikhlas) jawablah dengan baik

supaya tidak menyakiti hatinya. Supaya tahan lama dalam persaudaraan

denganmu.

3) Berpakaian.

Jika kamu mengenakan pakaian sesuaikanlah dengan keadaan dan

tempatnya, supaya tidak disebut orang yang tidak sopan dan tidak

terurus. Sebagaimana pesan yang terdapat pada bait 8.

yèn nganggo-anggo upami/ aja duméh murub mubyar/ bobotên lan

panggonané/ yèn tan patut lan lungguhnya/ dadi jalma tan ngrasa/

ingaran uwong tan urus/ ginuyyèng wong dadya nistha//.

Terjemahan : Apabila memakai pakaian atau perhiasan, jangan asal

atau mentang-mentang karena bersinar gemerlapan. Pertimbangkan atau

sesuaikan dan tempatnya. Bila tidak sesuai dengan tempatnya menjadi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

orang tidak merasa. Disebut orang yang tidak peduli ditertawakan orang

menjadi hina.

4) Perbuatan atau Budi Pekerti

Ajaran budi pekerti yang disampaikan dalam SSS ini adalah :

(a) Larangan Berjudi

Berjudi merupakan satu perbuatan yang timbul atas nafsu diri

yang dapat menjerumuskan diri sendiri atau keluarga dalam sebuah

penderitaan hingga diusir dalam suatu negara, sebagaimana yang

tergambar dalam tokoh Yudistira. “Yudistira memang tidak

menguasai diri secara sempurna, tetapi ia tidak dapat menolak

godaan karena nafsu main judi menjerumuskan diri dan adik-adiknya

dalam penderitaan ditundung dari negerinya. (Suwidji, 1995:31).

Selain itu, perbuatan berjudi termasuk salah satu perbuatan yang

buruk atau tercela sehingga harus dijauhi, sebagaimana yang terdapat

dalam Sêrat Wulangreh oleh Mangkunegara IV dalam

Kepemimpinan Jawa. (Wawan Susetya, 2007:53).

Kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa berjudi merupakan

perbuatan yang tidak baik dan melanggar hukum (agama, negara dan

adat istiadat), karena dengan berjudi dapat menghabiskan harta

kekayaan termasuk rumah sebagai tempat tinggal dan dapat

mengganggu ketentraman orang lain terutama keluarga. Hal ini

terdapat dalam SSS, yaitu terdapat pada bait 11, sebagai berikut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

lan sira aja ngarêmi/ bêbotohan samubarang/ yèn tan wikan

paèkané/ lamun kalah lir punapa/ wisma dunyané sirna/ luru-

luru yèn tan antuk/ dursila angrusak praja//.

Terjemahan : Dan kamu jangan menyenangi main (berjudi)

dalam bentuk apapun. Bila tidak tahu keburukannya apabila kalah

seperti apa?. Rumah dan harta kekayaan (duniawi) hilang atau habis,

mencari-cari apabila tidak mendapatkan, kejahatan dapat

menghancurkan (mengacaukan) kerajaan.

(b) Berbuat baik

Orang hidup di dunia dianjurkan untuk selalu berbuat baik

kepada sesama, karena Tuhan yang akan selalu membalasnya. Pesan

ini terdapat pada bait 29, sebagai berikut.

poma dèn éling ing budi/ marmané sagung sujana/ gawéa laku

kang saé/ lan kang bênêr anèng dunya/ amêsthi Yyang Kang

Murba/ maringi nugrahan agung/ dhumatêng kawulanira//.

Terjemahan : Perhatikan baik-baik kemudian ingat dalam

perbuatan maka dari itu semua orang yang patut dihormati

berbuatlah perilaku yang baik dan yang benar di dunia pasti Tuhan

Yang Maha Menguasai memberi anugerah yang besar kepada

hamba-Nya.

5) Sikap Yang Baik Ketika Menghadap Orang Lain.

Sikap seseorang ketika berhadapan atau menghadap dengan orang

lain yang lebih pandai, pejabat atau sedang bersama orang yang lebih tua

hendaklah dapat menyesuaikan diri (empan papan) dan memperhatikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

dengan baik, mencatat yang baik dan menghindari yang buruk untuk

dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terdapat pada bait 19-20,

sebagai berikut.

Kêlamun yèn sira linggih/ nèng ngarsèng wong tuwa-tuwa/ miwah

wong agung ngarsané/ kang mardawa lungguhira/ rungunên

barang sabda/ yèn sira dêgsurèng tanduk/ dadi sira nêmu papa// lan

yèn ngadhêp mring wong luwih/ rungunên sagunêmira/ cathêtên

ing wêrdayané/ barang tingkah kang prayoga/ kang ala

singkirana/ yèn mata kuping wus muruk/ agé sira lakonana//.

Terjemahan : Apabila kamu sedang duduk, di hadapan orang-orang

tua dan di hadapannya orang yang berpangkat atau pemimpin duduklah

yang halus, baik atau sopan. Perhatikan dan dengarkan apa yang

disampaikan (dikatakan). Apabila sikapmu kasar, kamu akan menemui

celaka. Apabila kamu sedang menghadap orang yang lebih, dengarkan

dan perhatikan apa yang diucapkannya. Catatlah dalam hatimu. Sikap

perilaku yang baik, sedang sikap yang buruk jauhilah. Apabila mata dan

telinga telah mendengar (mengerti), segera lakukanlah.

Sikap yang juga harus diperhatikan adalah tentang tatakrama yaitu

ketika ditanya orang lain harus dijawab dengan baik dan sikap merunduk

ketika berada di kerajaan (negara), hal ini terdapat pada bait 16-18,

sebagai berikut.

Kaya laku tatakrami/ wong ingundang mring lurahnya/ wangsulané

ingkang saé/aja dègsurèng wangsulan/ bêcik barêng kongkonan/

yèn dégsura wangsulamu/ dadi sira nêmu papa// ya namaning

tatakrami/ anom angungkuli tuwa/ pan kula amit basané/ munggah

malih tatakrama/ kula nuwun basanya/ munggah malih basanipun/

apuntên dalêm prayoga// minggah malih tatakrami/ mundhuk-

mundhuk lakonira/ tuwin anêmbah tatané/ iku antuk tatakrama/

lakuné nèng nêgara/ yèn sira tinggala iku/ pêsthi rusak raganira//.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

Terjemahan : Seperti adanya tatakrama (etika), orang yang dipanggil

oleh lurah atau pemimpinnya jawabnya baik, ramah. Jangan dengan

jawaban yang kasar, keras. Jawablah dengan baik kepada yang

diperintah. Apabila buruk jawabanmu (sikapmu), jadi kamu akan

menemui celaka. Yang disebut tatakrama (sopan santun), yang muda

menghormati yang tua. Dengan bahasa “kula amit” „permisi‟. Lebih baik

lagi tatakramanya bahasanya “kula nuwun”. Lebih baik dengan kata-

katanya (tatakrama) “apunten dalem” „saya mohon maaf‟ itu lebih baik.

Naik lagi tingkat tatakrama. Pelan-pelan jalanmu sambil menyembah

sikapnya. Begitulah tatakramanya, etika sikapnya dalam negara

(kerajaan). Bila kamu meninggalkan itu, pasti akan rusak (celaka)

badanmu.

Jangan menampakkan wajah kusut yang akan mempengaruhi

pekerjaan, disebut sebagai orang yang mukadarah, dan ditertawakan yang

tidak baik. ini terdapat pada bait 9.

lamun lungguhan lan jalmi/ ayya kusut ing panganggya/ bobotên

lan lungguhané/ aja winada ing jalma/ angèmbèt kang sung

karya/ mukadarah aranipun/ cinêngés datan prayoga//.

Terjemahan : Bila sedang duduk bersama dengan orang, jangan

menampakkan kusut dalam berpakaian. Pertimbangkan dengan

kedudukan jangan dicela oleh manusia mempengaruhi terhadap yang

memberi pekerjaan. Disebut mukadarah, ditertawakan tidak baik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

3. Ajaran memilih pasangan suami atau istri dan perbuatan yang dilakukan

orang tua akan berbuah kepada anaknya.

Pelajaran atau ajaran yang terdapat di dalam SSS mengenai kriteria apa saja

dalam memilih pasangan. Hal tersebut tertulis pada bait 21-22 sebagai berikut.

ana wulangingsun malih/ lamun sira palakrama/ milih wiji utamané/

kathahé kawan prakara/ déné ingkang sapisan/ wiji kusuma puniku/ déné

kapindhoné iya// Wijining tani sayêkti/ katrinya wong potang karya/ déné

ta kang kaping paté/ wijiné jalma mêrtapa/ puniku dènpiliha/ salah siji bêcik

iku/ ing wuri ana tuwasnya//.

Terjemahan : Ada pelajaran saya lagi, apabila kamu menikah (berkeluarga).

Pilihlah benih yang baik terdapat empat hal. Adapun yang pertama, keturunan

orang yang baik atau terhormat. Adapun yang kedua adalah keturunan petani yang

utama. Ketiga orang yang rajin bekerja. Yang keempatnya keturunan orang yang

senang bertapa (ahli bertapa). Yang seperti itu pilihlah. Salah satu baik (dari 4

benih) akhirnya mendapat bahagia.

Ada dua perkara lagi yang harus menjadi pertimbangan, yaitu dalam hal

keturunan berkedudukan dan kekayaan. Pesan ini terdapat pada bait 24 sebagai

berikut.

Ana rong prakara malih/ dhingin milih trahing wirya/ milih sugih

kapindhoné/ salah siji apan samya/ kang milih kasinggihan/ mrih kajèn

kèringanipun/ kang milih sugih punika//

Terjemahan : Ada dua perkara lagi, lebih dulu memilih keturunan yang

berkedudukan, kedua memilih yang kaya. Salah satu karena yang sama memilih

yang benar itu, supaya dihargai. Yang memilih kaya itu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

Alasan kenapa harus memperhatikan hal-hal di atas dan akan menjadi celaka

atau susah jika hanya memilih karena kecantikannya. Pesan ini tertulis pada bait

25 sebagai berikut.

Suprih ayêm badan kalih/ puniku mapan wus samya/ êndi kang dadya

sênêngé/ ana malih wong akrama/ milih siji kéwala/ mung warna kang ayu

mulus/ panggih pada wêdananya//.

Terjemahan : supaya sejahtera keduanya. Itu sudah sama cocok. Yang mana

menjadi kesenangannya ada lagi, pada orang yang berkeluarga. Memilih satu

celaka, hanya rupanya cantik tanpa cacat sama-sama dari golongan priyayi.

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk dihindari ketika akan berkeluarga

adalah jangan memilih orang yang nistha atau disebut kumpra. Orang nistha atau

kumpra adalah orang yang tidak memiliki 4 ciri yang telah disebutkan di atas dan

orang itu adalah orang yang suka ganti pasangan yang disebut lonthe atau

ronggeng (penari yang mengharap kehadiran lelaki) dan juga jangan memilih

orang yang nistha. Semua itu akan menjadi seseorang boros dan keturunan yang

kurang baik. Yang terdapat pada bait 27-28 sebagai berikut.

Ala pangucapé bêngis/ pada wêdana tan panggya/ déné wiji ingkang saé/

kang sampun mungêl ing ngarsa/ sayêkti boya bakal/ pêsthi yèn boya

nêlutuh/ lan aja milih wong kumpra// arané wong kumpra iki/ kang sêpi

salah satunggal/ saking catur ing ngarsané/ lan ronggéng lonthé wus

brantah/ lawan aja bédhangan/ lan boros sira wus tamtu/ camah marang

turunira//

Terjemahan : Ucapannya buruk, bengis, tidak sama dengan ketampanan.

Adapun benih yang baik yang sudah dibicarakan di atas sungguh tidak akan

terjadi bila tidak mengotori dan jangan memilih orang yang ceroboh atau nista.

Yang disebut orang nista ini yang tidak memiliki salah satu dari empat yang

diatasnya. Dan ronggeng lonthe (yang sudah terjangkit penyakit sipilis) dan

jangan berselingkuh dan boros kamu sudah tentu hina terhadap keturunanmu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

Salah satu nasihat orang Jawa dalam bentuk peribahasa yaitu bapa kesulah

anak kapolah, yang bermakna orang tua dapat merepotkan sang anak. Karena,

baik-buruknya orang tua, si anak pun akan ikut terbawa-bawa. (Imam Budhi

Santosa, 2010:22). Peribahasa ini memiliki muatan yang sama tentang anak yang

juga menerima akibat atau balasan atas sikap dan perbuatan orang tua.

Pengaruh yang akan terjadi pada keturunannya yang terdapat pada bait 30

sebagai berikut.

ing wuri pêsthi pinanggih/ mring nak putu buyut canggah/ poma sagung

kawulané/ aja angambah kang kumpra/ wong kumpra têmah nistha/ pêsthiné

nora tinêmu/ ing dunya ngakêratira//.

Terjemahan : Pada akhirnya pasti ditemui atau diterima kepada anak cucu,

buyut, canggah. Perhatikan semua rakyat, jangan sampai melakukan yang

ceroboh. Orang ceroboh akhirnya hina pastinya tidak bisa dipercaya di dunia dan

akhiratnya.

Perbuatan orang tua yang akan menemui balasannya adalah anak.

digambarkan tentang seorang wanita yang ahli bertapa dan bertindak kebaikan

maka yang akan menemui balasannya adalah anak laki-laki. Jika seorang ayah

adalah ahli pertapa dan bertindak mulia yang akan mendapati balasannya adalah

anak perempuan, dan bila ayah bersikap buruk serta jauh dari kebaikan yang akan

menemui adalah anak perempuan. Pesan ini terdapat pada bait 32 dan 34 sebagai

berikut.

“Nanging yèn wong karya bêcik/ lanang wadon nora béda/ ana sathithik

bédané/ yèn wong wadon alul tapa/ myang laku kabêcikan/ anak lanang

ingkang nêmu/ iku adiling pangéran//” dan “yèn bapa alul mêrtapi/ barang

laku mrih kamulyan/ ingkang manggih anak wadon/ yèn bapa lakuné

muyab/ adoh mring kabêcikan/ anakké wadon kang niru/ barang

lagèhaning bapa//”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

Terjemahan : “Namun bila orang berbuat baik laki-laki perempuan tidak

berbeda ada sedikit perbedaannya bila orang perempuan ahli pertapa dan berbuat

kebaikan anak laki-laki yang mendapati, itu keadilan Tuhan.” dan “Bila bapak ahli

bertapa, berbuat kemuliaan, yang mendapati anak perempuan. Bila bapak

perbuatannya tidak baik, jauh dari kebaikan, anak perempuan yang akan meniru

apa saja yang diperbuat ayah.”.

Dari sekian pesan yang disampaikan pada SSS untuk kebaikan dalam

menjalani kehidupan sehari-hari dan dalam bergaul untuk mengabdi kepada

negara, menjadi sangat penting. Hidup di dunia hanyalah sebentar saja, yang

diibaratkan sebagai orang yang pergi ke pasar pasti akan kembali pulang

sebagaimana adanya sikap éling dalam kehidupan. Sikap éling sebagaimana

disebutkan dalam Paham Jawa merupakan satu sikap untuk selalu ingat akan asal

usulnya. Bahwa semua berasal dari Yang Ilahi dan dengan rendah hati tahu siapa

dirinya. (Maria A. Sardjono, 1995:20). Pesan ini terdapat pada bait 39 sebagai

berikut.

“èlinga wong urip sami/ pira lawasé nèng dunya/ lamun bêciking lakuné/

saéngga wong marang pasar/ pêsthi mulih mring wisma/ lawas êndi

pamènipun/ nèng pasar lan anèng wisma//.”

Terjemahan : Ingatlah orang hidup semua, Berapa lama berada di dunia?.

yang baik dalam perbuatannya, sehingga orang di pasar pasti kembali ke rumah.

Lebih lama yang mana umpamanya di pasar dan di rumah?.

Ajaran-ajaran atau etika dan moral yang terdapat naskah Sêrat Suluk

Sangulara masih sangat relevan dan dapat pula diterapkan dengan keadaan zaman

sekarang baik di lingkungan keluarga, masyarakat atau dalam mengabdikan diri

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

pada negara. Mengingat maraknya kasus keretakan dalam berumah-tangga,

maraknya sikap individualis (sikap yang lebih mementingkan diri sendiri),

pemberontakan antar kelompok dan yang paling gencar adalah permasalahan

korupsi di lingkungan pemerintahan karena para abdi pemerintah yang kurang

bisa menahan diri atas nafsu duniawi atau harta.

Sikap saling menghormati seperti yang tercermin dalam etika berbicara, etika

berpakaian, pandai-pandainya seseorang dalam membawa diri, menjauhi hal-hal

buruk dan mengingat bahwa kehidupan dan kenikmatan dunia yang hanya bersifat

sementara. Etika yang seperti itu apabila tetap diterapkan atau digunakan pada

zaman sekarang niscaya kehidupan dapat berjalan selaras dan tetap harmonis di

lingkungan keluarga maupun masyarakat. Dengan pesan-pesan yang terdapat

dalam Sêrat Suluk Sangulara yang telah dikupas ini, dapat menjadi salah satu

inspirasi pembaca atau masyarakat untuk lebih bersikap eling lan waspada (ingat

dan berhati-hati) dalam menjalani kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan

bernegara.