BAB II

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam sebagai agama yang sempurna memiliki hukum yang datang dari Yang Maha Sempurna, yang disampaikan melalui Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW, yakni Alquran Al Kariim. Kemudian sumber hukum agama islam selanjutnya adalah Sunnah atau yang kita kenal dengan Hadits. Alquran dan Hadis merupakan dua hal yang menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam menjalankan hidup demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu dari Allah SWT pertama kali pada hari senin tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahirannya, bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M. Semenjak saat itu, Muhammad bin Abdullah mengembangkan amanat nubuwwah dari Allah SWT untuk membawa agama islam ke tengah-tengah manusia, yang ternyata merupakan sebuah ajaran yang merombak seluruh sistem sosial, terutama sistem jahiliyyah. Islam datang ke tengah-tengah masyarakat jahiliyyah dengan membawa syari’ah yang sempurna sehingga mampu mengatur relasi yang adil dan egaliter antar individu manusia dalam masyrakat. Setiap manusia berada di tengah-tengah masyarakatnya dan senantiasa terikat dengan hubungan interpendensi, maka syari’ah dalam hal ini mengeluarkan norma-norma hukum untuk menata hubungan sosial tersebut. Dua hal inilah yang menjadi latar belakang persyari’atan hukum- hukum Islam bagi umat manusia. Oleh sebab itu, norma- norma hukum ini bisa ditegakkan kalau masyarakatnya memiliki kesadaran teologis yang cukup baik atau kekuatan pemimpin yang bisa memaksakan agar hukum 1

Transcript of BAB II

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Islam sebagai agama yang sempurna memiliki hukum yangdatang dari Yang Maha Sempurna, yang disampaikan melaluiRasul-Nya Nabi Muhammad SAW, yakni Alquran Al Kariim.Kemudian sumber hukum agama islam selanjutnya adalahSunnah atau yang kita kenal dengan Hadits. Alquran danHadis merupakan dua hal yang menjadi pedoman utama bagiumat Islam dalam menjalankan hidup demi mencapaikebahagiaan dunia dan akhirat.

Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu dari Allah SWTpertama kali pada hari senin tanggal 17 Ramadhan tahunke-41 dari kelahirannya, bertepatan dengan tanggal 6Agustus 610 M. Semenjak saat itu, Muhammad bin Abdullahmengembangkan amanat nubuwwah dari Allah SWT untukmembawa agama islam ke tengah-tengah manusia, yangternyata merupakan sebuah ajaran yang merombak seluruhsistem sosial, terutama sistem jahiliyyah. Islam datangke tengah-tengah masyarakat jahiliyyah dengan membawasyari’ah yang sempurna sehingga mampu mengatur relasi yangadil dan egaliter antar individu manusia dalammasyrakat.

Setiap manusia berada di tengah-tengah masyarakatnyadan senantiasa terikat dengan hubungan interpendensi,maka syari’ah dalam hal ini mengeluarkan norma-normahukum untuk menata hubungan sosial tersebut. Dua halinilah yang menjadi latar belakang persyari’atan hukum-hukum Islam bagi umat manusia. Oleh sebab itu, norma-norma hukum ini bisa ditegakkan kalau masyarakatnyamemiliki kesadaran teologis yang cukup baik ataukekuatan pemimpin yang bisa memaksakan agar hukum

1

tersebut dapat diterapkan. Namun, untuk yang terakhirini, penerapannya akan semu dn sangat tergantung kepadapenguasa. Oleh sebab itu, secara sosiologis hal ituakan menimbulkan gejolak yang berkepanjangan.

Orang mematuhi hukum sekedar menghindari ancaman yangakan dikenakan terhadap dirinya di dunia atau dilingkungan hukumnya. Seseorang yang melakukan suatujarimah dapat merasa karena tidak tersentuh hukumpositif, maka ia akan melakukannya. Artinya, idak adafaktor lain yang menahan perbuatan seorang untuk tidakmelakukan tindakan jarimah itu kecuali sanksi di duniasemata

Namun, seiring dengan berkembangnya zaman ada sajahal-hal yang tidak terdapat solusinya dalam Alquran danHadis. Oleh karena, itu ada sumber hukum agama islamyang lain, diantaranya Ijma’ dan qiyas. Namun, ijma’ danqiyas tetap merujuk pada Alquran dan Hadits karena ijma’dan qiyas merupakan penjelasan dari keduanya.

B. Rumusan Masalah1. Bagaimana pengertian hukum Islam?2. Apa sajakah sumber-sumber hukum Islam?3. Bagaimanakah pembagian hukum Islam?4. Apakah tujuan dengan adanya hukum Islam?

C. Tujuan 1. Untuk menjelaskan pengertian hukum Islam.2. Untuk mengetahui sumber-sumber hukum Islam.3. Untuk mengetahui pembagian hukum Islam.4. Untuk menjelaskan dan mengetahui tujuan hukum

Islam.

2

BAB II

PEMBAHASANA. Menumbuhkan Kesadaran Hukum untuk Menaati Hukum Allah

1. Konsep Hukum Islama. Kedudukan hukum Islam

Pada dasarnya ketentuan hukum bagi manusia, disyari’atkan Tuhan untuk mengatur tata kehidupan mereka

3

di dunia, baik dalam masalah keagamaan maupunkemasyarakatan. Dengan mengikuti ketentuan-ketentuanhukum tersebut, mereka akan memperoleh ketentraman,kenyamanan, serta kebahagiaan dalam hidup. Fungsihukum di atas telah dinyatakan secara tegas oleh Allahswt. Dalam surah an-Nisa’ ayat 105.

Artinya: “ Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu denganmembawa kebenaran, supaya kamu dapat menetapkan hukum kepadamanusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu.”

Tata kehidupan itu perlu diatur dengan norma-normahukum yang diambil dari ajaran-ajaran Islam. Sebab,setiap manusia selain hidup di dunia juga kn menjalanikehidupan akhirat yang kebahagiaan ataukesengsaraannya ditentukan oleh akumulasi pahala dandosa dari perbuatan-perbuatan baik atau jahat didunia. Sementara ketentuan-ketentuan hukum yangdiambil dari ajaran agama termasuk bagian yangmenyediakan pahala tersebut. Dengan demikian, menaatiketentuan-ketentuannya itu, di samping akan membawaketentraman, kenyamanan, serta kebahagiaan dalamkehidupan dunia ini, juga akan membawa padakebahagiaan kelak.

Secara psikologis setiap manusia senantiasamengakui adanya kekuatan supranatural sehinggamelahirkan berbagai kegiatan ibadah untuk melakukankontak dengan kekuatan tersebut. Islam, lewat ajaran-ajaran syari’ahnya mengajarkan bagaimana berhubungandengan Tuhan dilakukan dan bagaimana segala perbuatanini di pertanggungjawabkan.

b. Ciri Khas Syari’at Islam4

Hukum Islam bersifat menyeluruh dan tidak bisadipisah-pisahkan. Selain karena pemisahan ituberlawanan dengan tujuan Syari’at, juga nash sendirimelarang pengambilan sebagian hukum-hukum syari’atdengan memindahkan bagian yang lain. Dalam hal inilihatlah firman Allah swt. Pada surah an-Nisa’150

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah danrasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagiandan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (denganperkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman ataukafir).”

Karena hukum Islam dibuat untuk kepentingan duniadan akhirat maka keadaan ini menjadi faktor terpentingyang mendorong pemeluknya untuk menaati hukum tersebutsecara publik dan pribadi pada waktu suka atau duka.Setiap Mukmin percaya bahwa ketaatan mengamalkanhukum-hukum tersebut merupakan ibadah dan akanmendapatkan pahala karenanya. Oleh sebab itu, meskipunseseorang bisa melakukan jarimah (tindakan kriminal)dan dapat terhindar dari hukum dunia, namun ia tidakakan lepas dari siksaan akhirat dan laknat Allahterhadapnya.

Ciri lain dari hubungan umat Islam dengan hukumIslam adalah bahwa syari’at Islam mewajibkan kepadapemeluknya mempunyai akhlak yang utama. Orang yangberakhlak demikian akan mengurangi nafsu melakukanjarimah. Sebab seorang Mukmin mengetahui bahwa Allahselalu melihat gerak-geriknya. Meskipun pengawasanmanusia terhadap dirinya dianggap enteng namun tidak

5

demikian sikapnya terhadap pengawasan Tuhan. Keadaanyang demikian akan mengurangi jumlah tindakan jarimahbagi orang yang benar-benar beriman kepada Allah danRasulullah saw.

Lain halnya dengan hukum positif, hukum ini tidakmempunyai daya psikologi yang cukup untuk mendorongmanusia menaatinya. Namun di dalam hukum Islam,pelakunya di kontrol oleh hukuman dunia dan kesadaranatas hukum akhirat. Oleh karena itu jumlah jarimah padanegeri-negeri yang memakai hukum-hukum positif selalubertambah dan nilai akhlak tidak lagi mempunyaiperanan yang efektif. Bahkan, di antara pembuatjarimah banyak yang berasal dari kalangan terpelajardan berada, seiring dengan semakin tersebarnyakemerosotan akhlak pada kalangan tersebut. Hal ini diperburuk lagi karena orang-orang dari kalangantersebut mampu mengelakkan diri dari tuntutan aturanpidana (undang-undang) yang berlaku

c. Tujuan Hukum Islam

Tujuan syari’ dalam mensyari’atkan ketentuan-ketentuanhukum kepada mukallaf adalah untuk mewujudkan kebaikanbagi kehidupan mereka, baik melalui ketentuan-ketentuan yang dharuri (pokok), hajiy(skunder), ataupuntahsini(aksesoris).

Dharuri adalah ketentuan hukum Islam untuk memeliharakepentingan hidup manusia dengan menjaga kemaslahatanmereka. Seandainya norma-norma tersebut tidakdipatuhi, niscaya mereka akan dihadapkan pada mafsadah(kerusakan) dan berbagai kesukaran.ketentuan daridharuri itu secara umum bermuara pada upaya memelihara

6

lima hal, yaitu agama, jiwa, akal, harta, danketurunan.

Hajiy adalah ketentuan hukum yang memberi peluangkepada mukallaf untuk memperoleh kemudahan dalamkeadaan kesukaran guna mewujudkan ketentuan-ketentuandharuri. Sementara tahsini adalah berbagai ketentuan untukmenjalankan ketentuan dharuri dengan cara yang palingbaik. Oleh karena itu, ketentuan tahsini berkaitan eratdengan pembinaan akhlak yang baik, kebiasaan terpuji,dan menjalankan berbagai ketentuan dharuri dengan carayang paling sempurna.

2. Sumber – Sumber dan Dalil – Dalil Hukum Islam

Sumber hukum Islam yang disepakati oleh jumhur ahlifikih ada dua, yaitu Alquran dan Sunnah (hadist).Sementara itu, dalil hukum yang tidak diperselisihkanada 4,yaitu Alquran, Sunnah, ijma’, dan qiyas. Hukum –hukum yang diambil dari sumber-sumber hukum tersebutwajib diikuti sesuai dengan tunjukannya. Jikatunjukkan dalil itu mengindikasikan wajib, maka iawajib dilaksanakan, jika tunjukannya mengindikasikanharam, maka ia haram dilaksanakan, dan begitulahseterusnya. Sebagaian menulis buku usul fikih memasukiijma’ dan qiyas kedalam pembagian sumber hukum Islam,sehingga sumber hukum Islam itu adalah Alquran,Sunnah, Ijma;, dan qiyas. Namun, pembagian ini dipandanglemah sebagaimana yang akan dikemukakan.

Urut penyebutan dalil-dalil di atas, menunjukkantertib kedudukan dan kepentingannya. Yakni jika,ketetapan hukum terhadap suatu kasus atau suatuperistiwa dalam Alquran tidak ditemukan, maka dirujukkedalam kedalam Sunnah, kalau tidak ditemukan didalamSunnah maka dirujuk kedalam ijma’ , dan kalau tidak

7

terdapat ijma , baru dicari atau di tetapkan denganqiyas.

Sesungguhnya, masih ditemukan dalam dalil-dalilhukum yang lain selain dalil-dalil yang disebutkan diatas. Namun kedudukannya masih dipersilihkan paraulama usul fikih. Dalil – dalil yang dimaksud adalahistihsan, istishhab, mashlahah mursalah, ‘urf, mazhab sahabat, dansyari’at sebelum Islam.

Bagi hukum Islam yang formil, maka semua yangdisebutkan di atas dapat dipakai, akan tetapi untukhukum-hukum pidana Islam yang materil, yaitu yangbersifat berisi ketentuan macam-macam jarimah, danhukumnya, ada empat sumber. Tiga di antaranyadisepakati, yaitu Alquran, Sunnah dan ijma’ , sedangqiyas diperselisihkan. Perlu dicatat bahwa ditemukanperbedaan bahwa antara Alquran dan Sunnah. Alquranadalah kalam Allah sedangkan Sunnah adalah perkataan,perbuatan, dan pengakuan Nabi Muhammad saw. Alquranberkedudukan sebagai sumber utama sementara Sunnahadalah sumber kedua sekaligus penjelas dan merincikandungan Alquran yang umumnya bersifat global (kulli).

Dalil-dalil hukum seperti ijma’ dan qiyas tidak dapatdikatakan sebagai sumber. Sebab, ia tidak membawaaturan-aturan yang bersifat umum. Oleh sebab itu, makaia lebih tapat dikatakan sebagai dalil atau carapengambilan hukum dari nas-nas Alquran dan Sunnah.Dalil-dalil tersebut tidak berisi atura-aturan yangberlawanan dengan Alquran dan Sunnah, karena iasendiri bersumber dari Alquran dan Sunnah. Masing-masing dari keempat dalil dan atau sumber hukum Islamtersebut akan dijelaskan pada pembicaraan berikut:

a. Alquran

8

Alquran ialah kitab suci dari Tuhan yang diturunkankepada Nabi Muhammad saw. Dengan perantara malaikatJibril as. dan dituliskan di dalam mushaf dimulai darisurat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas sertaberpahala membacanya.

Alquran diterima dengan riwayat mutawatir(diriwayatkan orang banyak), baik melalui lisan atautulisan. Riwayat yang demikian keadaannya menimbulkankeyakinan atas kebenaran periwayatan alquran. Olehkarena itu, nas-nya (redaksinya) disebut “qath’i al-wurud”, artinya secara pasti dan meyakinkan bahwa iabenar-benar diterima dari Rasul saw. Persis sepertiyang diterimanya dari Allah.

Rasulullah saw.mempunyai para penulis wahyu (kitabalwahi) yang menuliskan Alquran. Kalau periwayatanAlquran bersifat”qath’i al-wurud” , maka tunjukan lafaldan pengertian kata-kata Alquran kadang-kadang bisabersifat qath’i (pasti) dan bisa bersifat zhani(relatif). Kandungan yang bersifat pasti disebut qath’iad-dalalah. Artinya, lafal atau redaksi ayat tersebuthanya mempunyai satu pengertian dan tidak bisaditafsirkan lain. Kandungan yang bersifat relatifdisebut zhani ad-dalalah. Artinya lafal atau redaksi ayattersebut mempunyai dua pengertian atau lebih.

Kedudukan hukum-hukum Alquran dapat dibagi menjadidua bagian. Pertama hukum untuk menegakkan agama yangmeliputi soal-soal kepercayaan (akidah) dan ibadah.Kedua, hukum-hukum untuk mengatur negara danmasyarakat serta hubungan perseorangan dengan lainnya.Hal ini meliputi hukum-hukum keluarga, perdata,pidana, kenegaraan, internasional, dan sebagainya.

b. Sunnah Rasul saw

9

Sunnah ialah seitap yang diriwayatkan Rasulullahsaw berupa kata-kata, perbuatan atau pengakuan. Daripengertian ini kita dapat mengetahui bahwa SunnahRasul dibagi menjadi tiga, yaitu Sunnah qauliyah, Sunnahfi’lyah dan Sunnah taqririyah.

Dari segi banyak sedikitnya orang yangmeriwayatkan, Hadis (Sunnah) dibagi menjadi tigayaitu.

1) Hadis mutawatir, yaitu yang diriwayatkan oleh orangbanyak sejak Rasul saw. Sampai masa ia dibukukan.Karena sangat banyak orang yang meriwayatkannya,maka tidak ada kemungkinan ia dibuat – buat olehorang –orang tertentu. Contoh hadis mutawatir ialahhadis yang berisi tentang cara-cara melakukanshalat, haji, dan sebagainya.

2) Hadis masyhur, yaitu hadis yang diriwayatkan olehbanyak orang, pada permulaan tingkatan tetapi tidaksebanyak orang yang meriwayatkan hadis mutawatir ,namun terkadang ia menyamai tingkatan mutawatir padamasa-masa sesudahnya. Diantara hadis-hadis masyhurialah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sahabatUmar ra. Dan ibnu mas’ud ra.

3) Hadis ahad, yaitu hadis yang diriwayatkan dariRasulullah saw oleh perseorangan sampai pada masakemudian. Kebanyakan hadis termasuk tingkatan ahad,yaitu yang diriwayatkan oleh tiga orang periwayat.

Pembagian hadis diatas memiliki pengaruh terhadapkepastian atau dugaan datangnya hadis dari Rasul.Hadis mutawatir sudah pasti dating dari Rasul saw.Karena banyak orang yang meriwayatkan maka iamenimbulkan keyakinan (qath’i). oleh sebab itu, makasecara otomatis ia menjadi hujah dan dalil yang kuat.Hadis masyhur jika sanadnya sahih maka sudah pasti

10

datang dari sahabat yang meriwayatkannya dari Rasul.Sementara hadis ahad, jika ia sahih, ka ia diduga kuatdatang dan berasal dari Rasul saw. Oleh sebab itu,baikhadis masyhur maupun hadis ahad jika ia sahih maka iamenjadi hujah dan dalil hukum, baik dalam masalahakida, ibadah, maupun mu’amalah dan jinayah..

Dari segi pengertian, kadang-kadang sesuatu hadismempunyai arti yang pasti (qath’I ad-dalalah), apabilatidak bisa ditakwilkan (diartikan lain) dan kadang-kadang mempunyai arti yang relative, (zhanni ad-dalalah),yaitu apabila masi bisa ditakwilkan sebagaimana yangtelah dijelaskan.

Kata-kata,perbuatan dan pengakuan (taqrir) Rasulsaw.yang terkait dengan peristiwa-peristiwahukum(tasyri’) dan diriwayatkan dengan sahih, maka iamengikat bagi kaum Muslim dan wajib dilaksanakan.Sifat Sunnah yang demikian itu didasarkan atasketentuan Alquran, antara lain yang terdapat dalamSurah Al-Ĥashr ayat 7

Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yangdilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”

Jadi Sunnah merupakan sumber hukum yang wajibdilaksanakan berdasarkan dalil dan ketentuan Alquran.Pelaksanaan hukum-hukum tersebut ditaati oleh sahabat-sahabat Nabi saw., baik sewaktu beliau masih hidupatau sesudah meninggal. Ini merupakan prinsip dasaryang harus diterima kaum Muslim dan telah menjadi ijma’.

11

Dalam pada itu, ditemukan pula peristiwa-peristiwayang datang dari Rasul saw. Sebagai kekhususan baginyadan tidak boleh ditiru atau diikuti oleh orang lain,seperti masuk kota Mekkah tanpa ihram, menikah lebihdari empat dan tidak boleh memakan sedekah, wajibmelaksanakan salat qiyam al-lail, dan lainnya. Peristiwa-peristiwa khusus ini tidak menjadi sumber hukum sebabia adalah khushushiyat.

Adalagi peristiwa-peristiwa yang dating dari Rasulsaw. Yang didasarkan atas pengalamannya dalam soal-soal penghidupan dunia, seperti perdagangan, cocoktanam, kemiliteran dan sebagainya. Peristiwa-peristiwaini juga tidak menjadi sumber hukum, karena dasarnyaadala pengalaman perseorangan yang tidak datang dariwahyu. Namun, ketidakwahyuan itu harus diriwayatkanpula dari para sahabat Nabi bukan atas dasar persepsisemata. Sebagaimana ketika Nabi saw. Menempatkanpasukan pada perang Uhud. Akan tetapi kata-kata danperbuatan-perbuatan yang keluar dari Rasul saw. Denganmaksud untuk memberi petunjk dan tuntunan, makaperistiwa-peristiwa itu merupakan sumber hukum yangharus diikuti, seperti kata-kata Nabi. “salatlahkamu,sebagaimana kamu melihat aku salat.” Demikianjuga terhadap kasus potong tangan yang dilakukan Rasulsaw. Terhadap pencuri, yaitu sampai pergelangan tangansaja.

c. Ijma’

Secara Etimologi (Bahasa) ijma’ berasal dari kata“ajma’a”,“yujmi’u”,“ijma'an” dengan isim maf’ul mujma yangmemiliki dua makna yaitu Ijma' secara etimologi bisabermakna tekad yang kuat.

12

Adapun definisi secara istilah, para ulamaberbeda pendapat dalam menetapkan makna ijma’ menurutarti istilah. Ini dikarenakan perbedaan mereka dalammeletakkan kaidah dan syarat ijma’. Namun definisi ijma’yang paling mendekati kebenaran adalah kesepakatanpara ulama ahli ijtihad (mujtahid) dari kalangan umatMuhammad setelah wafatnya Nabi saw. pada masa tertentuakan suatu perkara agama.

d. Qiyas

Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatuyang tidak ada nashnya dalam Alquran dan hadits dengancara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkanhukumnya berdasarkan nash. Ada juga membuat definisilain, qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak adanash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnyakarena adanya persamaan illat hukum. Dengan demikianqiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukumsesuatu yang serupa karena prinsip persamaan illatakan melahirkan hukum yang sama pula.

Qiyas memiliki empat rukun, yaitu:

1) Asal (pokok), yaitu apa yang terdapat dalam hukumnashnya. Disebut dengan al-maqis alaihi.

2) Fara’ (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapatnash hukumnya, disebut pula al-maqîs .

3) Hukmu al-asal , yaitu hukum syar’i yang terdapatdalam nash dalam hukum asalnya. Yang kemudianmenjadi ketetapan hukum untuk fara’ .

4) Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asalatau dasar qiyas yang dibangun atasnya.

B. Pembagian Hukum Islam1. Pembagian Hukum dari Perspektif Usul

13

Ketentuan Syari’ (pembuat hukum) terhadap mukallaf adatiga bentuk, yaitu tuntunan, pilihan, dan wadh’i.ketentuan yang dinyatakan dalam bentuk tuntunandisebut hukum taklifi, yang dalam bentuk pilihan disebuttakhyiri, sedang yang mempengaruhi perbuatan taklifidesebut hukum wadh’i.

Ketentuan Syari’ yang dikemukakan dalam tuntunanterbagi dua, yaitu tuntunan untuk dikerjakan dantuntunan untuk ditinggalkan. Masing-masing dari duatuntunan ini ada yang mengikat dan ada pulauang tidakmengikat. Tuntunan yang mengikat menimbulkan hukumwajib, sedang yang tidak mengikat menimbulkan hukummandub. Adapun tuntunan untuk ditinggalkan dan iamengikat menimbulkan hukum haram dan tidak mengikatmenimbulkan hukum makruh. Sementara ketentuan Syari’yang dinyatakan dalam bentuk pilihan (takhyiri).

Keempat macam hukum, yaitu wajib, mandu, haram danmakhruh disebut sebagai hukum takhlifi untuk mentaatinya.Sedangkan mubah disebut hukum takhyiri kateran Syari’memberi peluang pada mukallaf untuk melakukannya ataytidak melakukannya. Sementara sabab, syarath dan mani’disebut sebagai hukum wadhi’ karena ketiganya menjadipenentu ada atau tidak adanya suatu perbuatan, sertasah atau tidaknyya perbuatan taklif tersebut.

a. Hukum Taklifi

Hukum Taklifi adalah ketentuan-ketentuan hukum yangmenuntut pada mukallaf untuk mengerjakan ataumeninggalkan sesuatu. Hukum Taklifi terbagi menjadiempat bagian sebagai berikut.

1) Wajib Wajib dalam pengertian Islam adalah ketentuan ang

menuntut para mukallaf untuk melakukannya dengan

14

tuntutan yang mengikat, serta dieri pahala bagi yangmelaksanakannya dan ancaman dosa bagi yangmeninggalkannya. Tuntunan biasanya dinyatakan dalamkalimat yang bermakna ajib atau fardhui, adakalanya puladinyatakan dengan bentuk perintah seperti surah al-Baqarah ayat 43

Artinya: “Dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.

Dan masih banyak lagi shighat thalab (lafal yangbermakna tuntunan) yang melahirkan makna wajib, apakahkata-kata perintah atau fi’il mudhari’ (kata kerja) yangdisertai dengan lam al-amri (huruf lam yang bermaknatuntunan). Ketentuan hukum yang dinatakan denganbentuk-bentuk kalimat ini, mempunyai makna hukumsejauh tidak ada karinah yang menunjukkan hukum lain.

2) Mandub

Mandub adalah ketentuan-ketentuan Syari’ tentangberbagai amaliah yang harus dikerjakan mukallaf dengantuntunan yang tidak mengikat. Pelakunya diberi imbalampahala dan tanpa ancaman dosa bagi yangmeninggalkannya.

Mandub terbagi tiga, yaitu sunnah mu’akkadah, za’idah,dan fadhilah. Sunnah mu’akkadah adalah ketentuan syara’yang tidak mengikat tetapi sangat penting, karenaRasulullah saw.senantiasa melakukannya dan hampertidak pernah meninggalkannya. Sunnah za’idah adalahketentuan syara’ yang tidak mengikat dan tidaksepenting sunnah mu’akkadah, Karena Rasulullah saw.biasamelakukannya dan sering juga meninggalkannya. Sedangsunnah fadhilah adalah mengikuti tradisi Rasulullahsaw.dari segi kebiasaan-kebiasaan kulturalnya.

15

3) Haram

Haram adalah tuntunan Syari’ kepada mukallaf untukmeninggalkannya dengan tuntutan yang mengikat, besertaimbalan pahala bagi yang menaatinya dan balasan dosabagi yang melanggarnya.

Haram ada dua, yaitu haram zati dan haram aradhi.Haram zati adalah perbautan-perbuatan yang telahdiharamkan oleh syari’ semenjak perbuatan itu lahir.Sedang yang dimaksud dengan haram ‘aradhi adalahperbuata-perbuatan yang pada awalnya tidak haram,namun menjadi haram. Misalnya, jual beli dengan caramenipu, melakukan pernikahan dengan maksud menyakiti,cerai bidah dan sebagainya.

4) Makruh

Makruh menurut jumhur fuwaha’ adalah ketentuan-ketentuan syara’ yang menuntu mukallaf untukmeninggalkannya dengan tuntunan yang tidak mengikat.Meninggalkan perbuatan makruh memperoleh imbalanpahala, sementara pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut tidak menimbulkan konsekuensiancaman apa-apa.

Jumhur ulama berpendapat bahwa makruh itu hanyasatu, yaitu sebatas perbuatan yang dilarang denganlarangan yang tidak mengikat. Akan tetapi, abu Hanifahmembaginya pada dua bagian, yaitu makruh tarim danmakruh tanzih. Makruh tahrim menurutnya adalah ketentuansyara’ yang menuntut ntuk meninggalkan sesuatu secaramengikat, namun dengan dalil yang zani (dugaan kuat).

b) Hukum Takhyiri

Hukum takhyiri adala ketentuan-ketentuan Tuhan yangmemberi peluang bagi mukallaf untuk memilih antara

16

mengerjakan atau meninggalkannya. Dalam pembahasanilmu ushul, hukum takhyiri biasa disebut mubah. Asy-Syaukani mengatakan awa dalam hal ini melakukanperbautan tersebut tidak memperoleh jaminan pahala dantidak diancam dosa. Seperti terlihat pada ayat 173surah al-Baqarah :

Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut namaselain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pulamelampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.”

Bisa juga dengan tidak ada pernyataan apa-apattentang perbuatan yang dimaksud. Oleh sebab itu,sejauh tidak ada pernyataan apapun dari syari’ tentangperbuatan mukallaf, maka perbuatan tersebut bolehdilakukan atau ditinggalkan

c) Hukum wadh’i

Hukum wadh’i adalah ketentuan-ketentuan yangditetapkan Syari’ untuk menentukan ada atau tidak adanyahukum taklifi. Yakni, ketentuan-ketentuan yang dituntutSyari’ untuk ditaati karena mempengaruhi terwujudnyaperbuatan taklifi lain yang terkait langsung denganketentuan-ketentuan wadh’i tersebut.

Berdasarkan hasil penelaahnya, Abdul al-WahabKhallaf, berpendapat bahwa hukum wadh’i itu ada limayaitu sebagai berikut:

1) Sabab

17

Sabab adalah sesuatu yang tampak dan jelas yangdijadikan oleh Syari’ sebagai penentu adanya hukum.Secara umum, Sabab terbagi dua, yaitu Sabab yang timbulbukan dari perbuatan mukallaf, kemudian keadaan dharurahyang menjadi sebab bolehnya memakan bangkai binatang.Kedua, sebab yang timbul dari perbuatan mukallafsendiri.

2) Syarath Syarath adalah sesuatu itu terwujud atau tidak

tergantung kepadanya. Syarath ada dua macam, yaitusyarath yang menyempurnakan sebab. Kedua, syarath yangmenyempurnakan musabbab.

3) Mani’ Mani’ adalah suatu keadaan atau perbuatan hukum yang

dapat menghalani perbuatan hukum lain. Adanya mani’membuat ketentuan lain menjadi tidak dapat dijalankan.Sebagaimana dengan syarath, maka mani’ terbagi dua,yaitu mani’ yang mempengaruhi sebab adalah sepertipembunuhan yang dilakukan ahli waris terhadap orangyang menurunkan harta warisannya. Kedua, mani’ yangmempengaruhi musabbab adalah seperti seorang ayah yangmembunuh anaknya. Secara hukum, setiap pembunuhanharus diselesaikan dengan qishash. Akan tetapi, karenapembunuhnya itu ayahnya sendiri, maka hukum qishashmenjadi gugur dan diganti dengan hukuman ta’zir. Dengandemikian, posisi sebagai ayah menjadi mani’ terhadappelaksanaan qishash.

C. Hudud, Qishash dan Ta’zir1. Qishash

a. Pengertian dan dasar hukum

Hukuman di dalam pidana Islam dinyatakan denganlafal ‘uqubah atau ‘iqab. Kedua lafal ini berasal dariism mashdar yang kata kerjanya adalah ‘aqaba. Lafal ini

18

secara etimilogi bermakna, ”balasan atas perbuatanjahat.” Dalam kamus al-munjid disebutkan, “uqubah ialahbalasan sebab mempebuat kejahatan.

Sebagian ahli fikih membedakan antara kata ‘uqubahdengan ‘iqab. Uqubah yaitu apabila seseorang divonisdengan hukuman di dunia, sedang ‘iqab ialah seseorangdengan perbuatan jahatnya dibalas di akhirat. Menurutterminology hukum, ia di pahami sebagai “Balasan yangditetapkan oleh Syari’ untuk mencegah melakukanperbuatan yang dilarang dan meninggalkan perbuatanyang diperintahkan.

Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulanbahwa hukuman menurut pidana Islam ialah balasan atautindakan yang dikenakan kepada orang yang melakukanpelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telahdigariskan di dalam syariat Islam untuk mencegah ataumenahan dari melakukan perbautan yang dilarang ataumeninggalkan perbautan yang diperintahkan. Karenalarangan atau perintah tidak cukup sebagai pencegahan(preventif) terhadap perbautan manusia tanpa diberikansanksi hukuman yang tegas maka diterapkan hukuman.Sanksi hukuman adalah salah satu factor untuk menjaminkeamanan social.

Qishash adalah salah satu dari pembagian hukuman yangtergolong jarimah (criminal). Secara definitive, qishashadalah hukuman bagi si pelaku pidana sesuai denganperbuatannya menghilangkan jiwa manusia, atau anggotabadan dari bagian anggota bada mereka.

Dari definisi, qishash ada dua macam, yaitu:1) Qishash jiwa, yaitu hukuman bunuh untuk tindak

pidana pembunuhan.2) Qishash untuk digolongkan badan yang terpotong

ataupun yang terluka.

b. Pelaksanaan Hukuman Qishash dan Permasalahannya

19

Qishash merupakan hukuman pokok terhadap tindakansengaja dalam pembunuhan dan pelukaan. Dengan katalain, jika telah terpenuhi unsur-unsur pidana qishashmaka deberlakukanlah hukuman qishash. Namun demikian ,ditemukan adanya pula unsur-unsur yang mencegahpenerapan hukuman qishash tersebut atau hukuman tidakdiberlakukan.

Ditemukan ada beberapa hadis Nabi saw.yangmenjelaskan bahwa pelaku pidana qishash dapatdigugurkan. “Dari Abi Bakr bin Muhammad bin Amr binHazm dari ayahnya dari kakeknya bahwasannya Nabisaw.menulis kepada ahli Yaman, ia menulis hadis yangbunyinya, “siapa yang melakukan perbuatan yangmenjadikan orang Mukmin terbunuh dengan suatu buktimaka baginya qishash kecuali ada kerelaan dari waliyang terbunuh dan adapun diyat jiwa adalah seratus ekorunta”.

Diyat diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia denganarti pembeyaran ataas tindakan pembunuh kepada ahliwaris terbunuh. Menurut istilah diyat adalah harta yangwajib dengan sebab menghilangkan atau melukai jiwaorang yang merdeka atau selain itu. Dari definisi inidapat dipahami bahwa diyat adalah suatu yang berbentukharta yang merupakan ganti dari jiwa yang dihilangkanatau anggota badan yang dibinasakan atau dicacatkan.

Kedudukan jumlah bilangan atau besarnya jumlah diyatterseut tergantung kepada berat ringannya pidana yangdilakukan. Dalam hal ini ulama membagi kedalam diyatmughallazhah (diyat yang berat) yaitu seratus ekor untadengan perincian sebagai berikut: 1) Tiga puluh ekor unta betina umur tiga masuk empat

tahun (hiqqah)2) Tigapuluh ekor unta betina umur empat masuk lima

tahun (jaza’ah)

20

3) Empat puluh ekor unta betina yang sudah hamil.

Dan adapun diyat mukhaffafah yaitu seratus ekor untadengan perincian sebagai berikut:

1) Dua puluh ekor unta betina berumur saru masuk duatahun

2) Dua puluh ekor unta betina berumur dua masuk tigatahun

3) Dua puluh ekor unta betina berumur tida masuk empattahun

4) Dua puluh ekor unta betina berumur empat masuk limatahun.

Adapun perincian gugurnya hukuman qishash disebabkanadalanya penghalang (imtina’) adalah :

1) Korban adah juzu’ (bagian) dari pelaku2) Tidak sekufu3) Perbuatan syibh al-‘Amd4) Perbuatan yang menjadi penyebab5) Perbuatan pidana yang terjadi di dar al-harb6) Tidak mungkin setara ssecara sempurna

2. Hudud a. Pengertian hudud dan pembagian

Hukuman hudud ialah hukuman-hukuman yang ditetapkanbentuknya. Ia wajib dilaksanakan terhadap sebagianperbuatan maksiat dan dosa-dosa esar terhadap hakAllah Ta’ala. Di dalam Fath al-Qadir lebih jelasdisebutkan tentang definisi hudud adalah hukum yangtela ditentukan seagai hak Allah Ta’ala.

Hudud ditinjau dari bentuk hukuman terbagi kepadatujuh bagian :

21

1) Hukuman Zina Perngertian zina menurut beberapa ahli fikih ialahpersetubuhan di antara seseorang laki-laki denganseseorang perempuan tanpa akad nikah yang sah.Ketentutan bahwa perbuatan zina adalah suatuperbuatan yang diancam dengan hukuman tertentuberdasarkan ayat Alquran dan Hadis Rasulullah saw.Allah berfirman dalam Alquran surat an-Nur ayat 2yaitu :

Artinya: “ perempuan yang berzina atau laki-laki yang berzina makaderalah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.”

Hadis Rasulullah saw.yang diriwayatkan Muslim dari‘Ubadah bin Samit menyebutkan, “Dari ‘Ubadah binSamit ra. Ia berkata, berkata Rasulullah saw.Ambillah dariku, ambillah dariku, sesungguhnyaAllah telah membuat jalan bagi mereka, seorangjejaka dan seorang gadis dicambuk seratus kali dandiasingkan selama satu tahun dan seorang yangpernah kawin dicambuk seratus kali dan rajam.”

2) Hukuman qazaf Qazaf menurut istilah ialah penisbatan tuduhanseseorang kepada orang lain melakukan zina denganperkataan (tuduhan) yang jelas (sharih) atauberdasarkan indikasi tuduhan (dalalah) yangditumbuhkan oleh rasa kebencian atau cercaan Menuduh seseorang berbuat zina tanpa mengemukakanempat orang saksi yang memenuhi syarat, maka orangyang menudo mendapat ancaman hukuman yang sangatberat. Ancaman hukuman terhadap tidak pidana qazafdidasarkan pada Alquran surah an-Nur ayat 4 :

22

Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh wanita yang baik (berbuat zinadan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka yang menuduhitu) didera delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksianmereka selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasiq.”

3) Hukuman Meminum Khamar (keras) Tindak pidana meminum khamar disebut syurb al;khamar.Ayat yang menunjukkan larangan tegas kepada orangMukmin yang meminum khamar terdapat pada surah al-Mai’dah ayat 90 :

Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib denganpanah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilahperbuatan- perbuatan itu agar kamu dapat keberuntungan.”

4) Hukuman Mencuri Sariqah(pencurian) merupakan suatu istilah untukmenjelaskan tentang suatu perbuatan mengambil hartaorang lain secara sembunyi-sembunyi. Harta tersebutmemiliki nilai dan telah mencapai sinisab dan orangyang melakukan pencurian itu adalah orang yangmukallaf.

5) Hukuman HirabahHirabah (gangguan keamanan) dalam syariat islamadalah melakukan pencegatan pada suatu tempat yangsunyi dan hamper tidak mungkin mendapat pertolonganAncaman hukuman bagi pelaku hirabah adalah a) Hukuman mati b) Hukuman mati serta salib

23

c) Hukuman potong tangan serta kakid) Pengasingan

6) Hukuman MurtadMaksud murtad adalah orang yang keluar dari agamaIslam tindak pidana murtad diancam hukuman mati.Hal ini dilakukan sebagai proteksi agar Islamjangan dipermainkan oleh orang yang inginmerusaknya. Nabi saw.menjelaskan bahwa siapapun(orang Islam) yang mengganti agamanya dari Islammaka hukumannya adalah dibunuh.

7) Hukuman Pemberontakan Hukuman bagi pelaku pemberotakan adalah hukumanmati. Perilaku ini merupakan tindakan pidana yangdisebut bughat.

3. Ta’zir Ta’zir adalah suatu hukuman yang bertujuan untuk

memberikan pelajaran agar seseorang tidak meninggalkanyang diwajibkan dan tidak melakukan yang terlarang.Hukum menerapkannya adalah wajib bagi setiap tindakpidana yang tidak termasuk ke dalam hukuman qishash danhudud serta tidak termasuk kedalam kaffarah. Oleh sebabitu, berat-ringan hukuman serta bentuknya diserahkankepada hakim yang memutuskan perkara sesuai denganketentuan yang telah diberlakukan secarayurisprudensial

D. Fungsi Profetik Agama dalam Hukum Islam 1. Keadilan

Keadilan merupakan nilai terpenting dalam hukumIslam. Tidak adala system hukum sebelum Islam yangmenempatkan keadilan sebagai titik sentral dalamseluruh bangunan hukumnya. Alquran dan Sunnahmemberikan isyarat sangat jelas bahwa keadilan adalah

24

suatu konsep yang utuh. Bahkan ayat-ayat yangberkaitan dengan tema keadilan tersebut cukup banyak,di antaranya adalah sejumlah ayat yang disebutkan padasurah an-Nisa’ ayat 58 :

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepadayang berhak menerimnaya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukumdiantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allahmemberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allahadalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

2. Kesejahteraan

Tujuan diterapkannya hukum Islam adalah untukkemaslahatan umat manusia. Manusia, sebagaimana firmanAllah dalam Alquran ketika menukil ungkapan Isaas.adalah bertujuan untuk hidup sejahtera di segalamomentum yang dijelaskan dalam surah al-A’raf ayat 96:

Artinya: “ jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman danbertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah darilangit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, makaKami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan

25

Islam sebagai agama yang sempurna memiliki hukumyang datang dari Yang Maha Sempurna, yang disampaikanmelalui Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW, yakni Alquran AlKariim. Kemudian sumber hukum agama islam selanjutnyaadalah Sunnah atau yang kita kenal dengan Hadits.Alquran dan Hadis merupakan dua hal yang menjadipedoman utama bagi umat Islam dalam menjalankan hidupdemi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. HukumIslam adalah peraturan yang disyari’atkan Tuhan untukmengatur tata kehidupan mereka di dunia, baik dalammasalah keagamaan maupun kemasyarakatan. Sumber-sumberhukum Islam berdasarkan Alquran, Sunah Rasul Saw.,ijma’,qiyas. Berdsarkan sumber tersebut, maka pembagianhukum Islam dilihat dari perspektif usul dibagimenjadi Hukum Taklifi, Hukum Takhyiri, Hukum Wadh’i. dansetiap pelangggar hukum akan mendapat ganjaran ataubalasannya baik didunia maupun diakhirat. Dilam hukumpidana Islam dikenal Hudud, Qishash, dan Ta’zir yang masing-masing mempunyai dasar hukum, permasalahan danpelaksanaannya.

Tujuan adanya hukum dalam mengatur kehidupanmanusia adalah keadilan dan kesejahteraan.

B. Saran

Apabila ada kalimat yang tidak berkenan padatempatnya. Saya sebagai penulis berharap kritik dansaran dari Bapak pembimbing dan rekan mahasiswa/isekalian yang bersifat membangun agar penulis bisamembuat makalah yang lebih baik pada waktu yang akandatang.

26

DAFTAR PUSTAKA

Batubara, Manaon dkk(2014). Al-Islam Pendidikan Agama Islam Untuk

Perguruan Tinggi :BandungAli, Mohammad.(1998). hukum islam. Jakarta: rajawali

press.

Hamka.(1984). Pelajaran Agama Islam. Jakarta :Bulan Bintang.

27