BAB II Ahsin

44
7 BAB II PEMBAHASAN A. Proses Pendinginan pada Mesin Pendingin Proses pendinginan merupakan proses pengambilan kalor/panas suatu ruang atau benda untuk menurunkan suhunya dengan jalan memindahkan kalor yang terkandung dalam ruangan atau benda tersebut. Sehingga, proses pendinginan merupakan rangkaian proses pindah panas. Proses pindah panas dapat terjadi secara konveksi, konduksi maupun radiasi. Konveksi adalah pindah panas yang terjadi karena adanya gaya gerak dari luar yang dinamakan dengan konveksi bebas. Konduksi adalah pertukaran melalui kontak langsung antara molekul yang berbeda temperaturnya. Radiasi merupakan perpindahan panas melalui gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh getaran atom dan sub atom pada permukaan suatu benda. Semua sistem pendingin melakukan pertukaran kalor dengan cara melepaskan ke udara melalui kontak langsung dengan air. Dalam proses ini berlangsung kombinasi antara perpindahan kalor dengan massa dengan konsep perbedaan potensial entalpi (Stoecker WF dan Jones JW, 1992). Perkembangan teknologi pendinginan sangat dipengaruhi oleh dua permasalahan besar pada pemakaian refrigerant yang berdampak pada lingkungan yaitu

Transcript of BAB II Ahsin

7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Pendinginan pada Mesin Pendingin

Proses pendinginan merupakan proses pengambilan

kalor/panas suatu ruang atau benda untuk menurunkan

suhunya dengan jalan memindahkan kalor yang terkandung

dalam ruangan atau benda tersebut. Sehingga, proses

pendinginan merupakan rangkaian proses pindah panas.

Proses pindah panas dapat terjadi secara konveksi,

konduksi maupun radiasi. Konveksi adalah pindah panas

yang terjadi karena adanya gaya gerak dari luar yang

dinamakan dengan konveksi bebas. Konduksi adalah

pertukaran melalui kontak langsung antara molekul yang

berbeda temperaturnya. Radiasi merupakan perpindahan

panas melalui gelombang elektromagnetik yang

dipancarkan oleh getaran atom dan sub atom pada

permukaan suatu benda. Semua sistem pendingin melakukan

pertukaran kalor dengan cara melepaskan ke udara

melalui kontak langsung dengan air. Dalam proses ini

berlangsung kombinasi antara perpindahan kalor dengan

massa dengan konsep perbedaan potensial entalpi

(Stoecker WF dan Jones JW, 1992).

Perkembangan teknologi pendinginan sangat

dipengaruhi oleh dua permasalahan besar pada pemakaian

refrigerant yang berdampak pada lingkungan yaitu

8

menipisnya lapisan ozon dan pemanasan global. Sifat

merusak ozon yang dimiliki oleh refrigerant CFCs (Chloro

Fluoro Carbons) dan HCFCs (Hydro Chloro Fluoro Carbons)

merupakan jenis refrigerant yang pada tahun 2030 harus

dihapuskan sesuai dengan kesepakatan Protokol Montreal

tahun 1987 dan Protokol Kyoto tahun 1997. Pemakaian

refrigerant yang tidak ramah lingkungan ini mendorong

peneliti untuk mencari beberapa refrigerant alternatif

yaitu melakukan pergantian refrigerant dengan karbon aktif

dan methanol. Beberapa kendala didalam pemakaian

refrigerant ini karena methanol bersifat toxic dan mudah

terbakar. (Bayu, 2008)

Perkembangan lain dari sistem pendingin selain

permasalahan pemakaian refrigerant adalah penggunaan

energi. Sehingga para peneliti berusaha memunculkan

sistem pendingin alternatif yang tidak mengandung

permasalahan serupa di atas. Teknologi pendingin

alternatif diantaranya adalah refrigerasi sistem

absorpsi dan adsorpsi padatan (solid adsorption).

Keunggulan dari sistem absorpsi dan adsorpsi padatan

adalah tidak menggunakan refigeran yang merusak lapisan

ozon dan menimbukan pemanasan global serta untuk

pelepasan refrigerant dapat menggunakan panas buangan

sinar matahari, dan juga bisa menggunakan biomassa

(Bayu, 2008).

1. Prinsip Kerja Sistem Pendingin Adsorpsi

9

Pendingin adsorpsi merupakan pendingin yang

menggunakan sistem adsorpsi pada prosesnya di dalam

generator. Adsorpsi adalah peristiwa fisik atau

kimia pada permukaan yang dipengaruhi oleh suatu

reaksi kimia antara adsorben dan adsorbat. Adsorben

adalah padatan atau cairan yang mengadsorpsi. Jadi

proses adsorpsi dapat terjadi antar padatan dengan

padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan dan

cairan dengan padatan (Ketaren, 1986).

Sedangkan menurut Setyaningsih (1995),

adsorpsi adalah proses terjadinya perpindahan massa

adsorbat dari fasa gerak (fluida pembawa adsorbat)

ke permukaan adsorben. Adsorpsi terjadi karena

adanya gaya tarik menarik antara molekul adsorbat

dengan tempat-tempat aktif di permukaan adsorben.

Adsorpsi merupakan peristiwa terjadinya perubahan

kepekatan dari molekul, ion, atau atom antara

permukaan dua fase (padat dan cair).

Cheremisinoff dan Ellerburch (1978) menyatakan

bahwa ada dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi secara

fisik (phyisisorption) dan adsorpsi secara kimia

(chemisorptions). Adsorpsi secara fisik terjadi karena

perbedaan energi atau gaya tarik menarik elektrik

(gaya Van der Waals) sehingga molekul-molekul

adsorbat secara fisik terikat pda molekul adsorben.

Jenis adsorpsi ini umumnya adalah lapisan ganda

10

(multilayer) dalam hal ini tiap lapisan molekul

terbentuk di atas lapisan-lapisan yang proporsional

dengan konsentrasi kontaminan. Makin besar

konsentrasi kontaminan dalam suatu larutan, maka

makin banyak lapisan molekul yang terbentuk pada

adsorben. Adsorpsi fisik ini dapat bersifat balik

(irreversible) karena pada pembentukannya diperlukan

energi pengaktifan sehingga untuk melepaskannya

diperlukan pula energi yang besarnya relative sama

dengan energi pembentukannya.

Prinsip kerja sistem pendingin adsorpsi dapat

dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Skema Sistem Pendinginan Adsorpsi

(Oerthel, 1997)

Komponen pendingin sistem adsorpsi terdiri

dari kondensor, katup, evaporator, dan ruang

penyerapan (generator) sebagai kompresor termal.

11

Kompresor termal bekerja dalam dua fase yaitu fase

satu siklus operasi dan refrigerant diuapkan pada

tekanan dan suhu rendah di evaporator, sehingga

menyebabkan kondensat refrigerant dalam evaporator

berekspansi dan menguap dengan mengambil panas

sekelilingnya sehingga menghasilkan efek

refregerasi. Uap refregerasi yang terjadi mengalir

ke dalam unit generator – adsorben untuk diadsoprsi

dengan mengeluarkan panas sekelilingnya sambil

didinginkan di generator untuk diserap oleh adsorben

pada generator dibawah kondisi isobarik.

Setelah proses adsorpsi selesai, kemudian

diikuti dengan pemanasan secara isoterik dan

desorpsi secara isobarik dalam generator. Proses ini

terjadi karena pemanasan dilakukan di unit generator

menyebabkan refrigerant yang ada didalamnya terpisah

dari zat penyerapnya dan mengalir menuju kondensor.

Uap refrigerant tersebut kemudian terkondensasi di unit

kondensor karena pendinginan dari sekelilingnya yang

suhunya rendah. Dengan dua proses ini adsorpsi dan

desorpsi refrigerant telah mengalami kompresi. Tekanan

akhir dari siklus kedua bagian ini ditandai dengan

penguapan pada kondensor yang ditentukan dengan

menggunakan suhu air dingin.

Fungsi dari bagian-bagian mesin pendingin

adsorbsi adalah sebagai berikut :

12

a. Generator

Generator berfungsi ganda, yaitu tempat

terjadinya proses desorpsi dan adsorpsi, dimana

pada saat proses desorpsi terjadi pemisahan

refrigerant (methanol) dengan adsrober (karbon

aktif) dan pada proses adsorbsi terjadi

pengikatan kembali refrigerant (methanol) oleh

adsorben (karbon aktif).

b. Katup

Katup ini berfungsi untuk pemisah antar beberapa

unit. Pada mesin pendingin ini terdapat empat

katup yang saling menghubungkan antara unit satu

dengan yang lain. Katup 1 menghubungkan antara

generator dengan kondensor, katup 2 menghubungkan

kondensor dan receiver, katup 3 menghubungkan

receiver dengan evaporator untuk menyalurkan

methanol hasil kondensasi ke ruang evaporator.

Katup 4 menghubungkan antara evaporator dan

generator. Selain itu dengan adanya katup ini

dapat mencegah refrigerant yang telah

terkondensasi di kondensor kembali lagi ke

generator

c. Kondensor

Kondensor ini berfungsi sebagai tempat kondensasi

refrigeran pada saat proses desorpsi. Kondensor

dibuat miring untuk memudahkan methanol mengembun

13

jatuh tertampung ke receiver karena pengaruh gaya

gravitasi. Pada kondensor terdapat koil pendingin

yang digunakan untuk membantu mengembunkan

refrigerant

d. Evaporator

Evaporator berfungsi untuk tempat penampungan

dari kondensat yang terbentuk, setelah sebelumnya

ditampung dalam receiver. Pada unit ini terjadi

proses evaporasi dimana refrigerant akan menyerap

panas dari heat exchanger agar dapat berekspansi

kembali ke generator.

2. Siklus Ideal Sistem Pendingin Adsorpsi

Media kerja dari sistem refrigerasi adsorpsi

terdiri dari dua zat yaitu adsorbent, penyerap yang

berbentuk padat, dan refrigerant yang diserap adsorbent

dalam fasa uap. Siklus refrigerasi dari sistem ini

terdiri dari dua proses utama, yaitu proses

refrigerasi (adsorpsi) dan proses regenerasi. Pada

saat proses refrigerasi uap refrigerant digenerator

diserap oleh adsorben, karena generator terhubung

dengan evaporator, uap yang ada di evaporator akan

bergerak ke generator karena konsentrasinya lebih

tinggi daripada uap di generator. Pengurangan

konsentrasi uap di evaporator menyebabkan refrigerant

14

cair di evaporator menguap dengan menarik kalor dari

lingkungannya, yang mengakibatkan terjadi

pendinginan. Sedangkan pada proses regenerasi kalor

diberikan pada adsorben (generator) sehingga

temperaturnya naik dan mengakibatkan uap refrigeran

yang telah diserap dilepaskan kembali dari adsorben-

adsorben tersebut, uap refrigeran ini selanjutnya

didinginkan supaya mencair, kemudian refrigeran cair

ditampung di evaporator. Pasangan media kerja bisa

bermacammacam, diantaranya Karbon aktif – Metanol,

karbon aktif – amonia, CaCl – amonia, atau Silicagel

– Air. Sistem adsorpsi dengan menggunakan pasangan

media kerja karbon aktif – metanol dan CaCl – amonia

dapat digunakan untuk pembuatan es, karena

temperatur kerjanya bisa berada di bawah 0 oC. Untuk

pembuatan es pasangan karbon aktif – metanol lebih

banyak digunakan. Pasangan silicagel–air digunakan

untuk pengkondisian udara yang mempunyai temperature

kerja di atas 0oC (Pridasawas, 2006).

Menurut Ibrahim dkk, 2009, penggambaran siklus

ideal pendinginan sistem adsorpsi dapat dijelaskan

dengan menggunakan konsep kalor laten pada proses

pendinginan yang memenuhi persamaan (1).

qlaten=qst ∫Wmax

Wmin

dW(1)

15

Dengan qst adalah panas adsorbsi Clausius-

Clapeyron yang ditunjukkan oleh persamaan (2).

qst(W)=−R∂¿¿ (2)

Berdasarkan persamaan (1) dan persamaan (2),

siklus pendinginan juga dapat digambarkan dalam

Diagram Clapeyron seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Diagram Clapeyron IdealGaris isotherm 6-3 menunjukkan proses adsorpsi

dengan kapasitas penyerapan q meningkat dari kanan

ke kiri pada adsorben. Bersamaan tahap ini terjadi

efek refrigerasi yang terjadi di evaporator dengan

temperature air pendingin adsorben T3. Garis 1-2

menunjukkan tekanan uap jenuh untuk adsorbat murni.

Lalu adsorben yang ada di dalam adsorben dipanaskan

16

(pre-heated) sehingga tekanannya meningkat dari

tekanan evaporator ke tekanan kondensor (titik 4).

Kemudian pada tekanan kondensasi konstan adsorben

terus dipanaskan sampai pada titik 5 dengan

temperature T5, selama tahap ini adsorbat dalam

adsorben menguap/terdesorpsi. Kapasitas adsorbat

dalam adsorben berkurang dari kiri ke kanan (4-5)

dan adsorbat yang terdesorpsi akan menjadi cair

melalui proses kondensasi di kondensor. Garis 5-6

adalah proses pendinginan (pre-cooled) adsorben

sehingga tekanan adsorben turun dari tekanan

kondensasi ke tekanan evaporasi pada temperature T6.

Dari titik 6 adsorben terus didinginkan sampai

mencapai temperature T3. Garis 6-3 menunjukkan

proses adsorpsi pada tekanan konstan.

Rasio antara efek refrigerasi yang dihasilkan

pada saat adsorpsi terhadap kalor yang diberikan

untuk menaikkan temperature dan desorpsi adsorbat

pada adsorben adalah coefficient of performance (COP).

17

Gambar 2.3. Pengaruh Perbedaan Temperatur pada Diagram Clapeyron Ideal

Untuk variasi temperatur pada saat terjadi

desorpsi dapat dilihat seperti pada gambar 2.3 bahwa

apabila temperature yang digunakan untuk memanaskan

adsorben ditingkatkan dari Tdes1 menjadi Tdes12 maka

terdapat perubahan yaitu terjadinya peningkatan

kapastas adsorpsi ∆q, dan apabila temperature Tdes13

diturunkan menjadi Tdes1 maka ∆q mengecil.

Peningkatan ∆q dengan meningkatnya temperature yang

masuk menunjukkan penigkatan kapasitas pendinginan.

Sedangkan COP akan ikut meningkat seiring

dengan meningkatnya termperatur inlet (suhu ketika

adsorbat masuk dalan adsorben) pada adsorben

kemudian pada saat temperatur mencapai puncak

tertentu COP akan mencapai nilai tertinggi dan

18

kemudian mengalami penurunan kembali walaupun

temperatur inlet terus meningkat.

B. Pemilihan Fluida Kerja Mesin Pendingin Adsorpsi

(solid adsorption)

Mesin pendingin tipe adsorpsi, fluida kerja yang

digunakan merupakan kombinasi dari dua macam zat yang

berfungsi sebagai adsorbat dan adsorben. Proses

adsorpsi melibatkan pemisahan suatu zat dari cairan dan

pengakumulasiannya pada permukaan zat padat. Zat yang

menguap dari fasa cair disebut adsorbat, sedangkan yang

menyerap adsorbat disebut adsorben.

Saat ini, tiga jenis kerja adsorabate dan

adsorben, masing-masing, yang dipilih berpasangan untuk

digunakan dalam teknologi pendinginan tenaga surya

dengan adsorpsi berbentuk padat: Amonia, Methanol dan

Air untuk adsorbat dan karbon aktif, silika gel dan

zeolit-untuk adsorben. Pemilihan setiap pasang adsorbat

adsorben / tergantung pada karakteristik yang

diinginkan, termasuk afinitas satu sama lain.

Karakteristik ini berkisar dari sifat termodinamika dan

kimia dari sifat fisiknya dan bahkan untuk biaya atau

ketersediaannya.

Untuk aplikasi pendingin, adsorben harus memiliki

kapasitas serap tinggi pada suhu kamar dan tekanan

rendah dan kapasitas kecil adsorpsi pada suhu dan

19

tekanan tinggi. Efek pendinginan atau suhu yang dicapai

dalam evaporator, tergantung pada kapasitas serap pada

tekanan kecil. Ini adalah sifat yang memungkinkan

adsorben, pada suhu yang diberikan, untuk

mempertahankan uap dari cairan pada suhu yang lebih

rendah.

Aspek penting dalam memilih adsorben adalah dari

katalisis reaksi yang memisahkan adsorbat itu. Sebagai

contoh, adsorpsi metanol dengan zeolit di dibatasi

untuk temperatur maksimum 100 οC. Pada jumlah yang

lebih tinggi, zeolit merupakan katalis untuk metanol,

air dan reaksi dimetil eter, menghasilkan proses

penyumbatan adsorpsi. Untuk pasangan karbon aktif-

metanol, reaksi katalis hanya akan terjadi di atas 150οC, yang sangat cocok untuk aplikasi pendingin tenaga

matahari. Dengan demikian kita dapat meringkas

pertimbangan yang mempengaruhi pilihan dari adsorben

yang cocok sebagai berikut:

a. Pori-pori Bahan yang harus menyerap adsorbat

dalam jumlah besar dalam kondisi suhu rendah

untuk menghasilkan COP (Coefficient of Performance)

yang baik.

b. Desorpsi sebagian besar adsorbat bila terkena

energi panas.

c. Memiliki panas laten yang tinggi di bandingkan

dengan panas biasanya

20

d. Tidak ada penurunan umur atau penggunaan,

sehingga proses reversibilitas adsorpsi untuk

siklus mampu berlangsung lama.

e. Tidak beracun dan non-korosif.

f. Biaya rendah dan tersedia secara luas.

g. Konduktivitas termal yang baik.

Pilihan dari adsorbat, atau fluida kerja, akan

tergantung pada kondisi utama :

a. Panas laten penguapan, yang harus tinggi ;

b. Dimensi molekul, yang harus cukup kecil untuk

mempermudah adsorpsi.

c. Tidak beracun, non-korosif dan tidak mudah

terbakar.

d. Tekanan saturasi rendah (sedikit di atas

atmosfer) di suhu operasi normal.

Sebuah survei dari adsorbate yang banyak dipilih

menunjukkan bahwa metanol dan air beroperasi pada

tekanan saturasi subatmospheric di operasi suhu yang

dibutuhkan, tapi masuknya udara segera menghasilkan

kerusakan sistem. Amonia tidak memiliki masalah ini

karena kebocoran dapat ditoleransi selama beberapa

waktu, tetapi tekanan jenuhnya dari 13 bar pada

temperatur 35 οC dengan proses kondensasi yang cukup

tinggi. Dalam penggunaan metanol, dengan titik didih

normal 65 οC, tekanan saturasi rendah dapat diguanakan

untuk mendeteksi kebocoran. Amonia, metanol dan air,

21

semua memiliki panas laten yang relatif tinggi dengan

nilai masing-masing 1368 kJ/kg, 1.102 kJ/kg dan 2.258

kJ/kg dan volumenya rendah (E.E. Anyanwu, 2001). Amonia

bersifat racun dan korosif, sedangkan air dan metanol

tidak, tapi masalah dengan alkohol adalah bahwa metanol

mudah terbakar. Air memiliki panas yang paling stabil

dengan adsorben, diikuti oleh metanol dan amonia dalam

urutan itu. Namun, air tidak dapat digunakan untuk

pembekuan karena suhu air beku adalah 0 οC. Hal ini

membuat metanol baik sebagai adsorbat untuk dipasangkan

dengan adsorben yang stabil seperti karbon aktif.

1. Karbon Aktif

Karbon aktif adalah karbon yang telah

mengalami proses aktivasi untuk meningkatkan luas

permukaan melalui pembukaan pori-pori sehingga daya

adsorpsinya dapat ditingkatkan (Roy, 2008). Definisi

lain mengatakan karbon aktif adalah karbon yang

sudah diaktifkan, sehingga pori-porinya terbuka dan

permukaannya bertambah luas sekitar 300 s/d 2000

m2/g. Permukaan karbon aktif yang semakin luas ini

menyebabkan daya adsorpsinya terhadap gas atau

cairan semakin tinggi (Kirk dan Othmer, 1964).

Sedangkan menurut Sudrajat dan Salim (1994), arang

aktif adalah arang yang konfigurasi atom karbonnya

dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain, serta

rongga atau pori dibersihkan dari senyawa lain atau

22

kotoran sehingga permukaan dan pusat aktif menjadi

luas atau daya adsorpsi terhadap cairan gas akan

meningkat.

Guerrero, dkk (1970) menyatakan bahwa

pembuatan karbon aktif dilakukan dua tahap. Tahap

pertama adalah pembentukan karbon yang bersifat

amorfporous pada suhu rendah. Tahap kedua adalah

proses pengaktifan karbon untuk menghilangkan

hidrokarbon yang melapisis permukaan karbon sehingga

meningkatkan porositas karbon. Menurut Cheremisinoff

dan Ellerburch (1978), pada kedua proses tersebut

terjadi tahap-tahap sebagai berikut :

a. Dehidrasi yaitu proses menghilangkan air

b. Karbonisasi yaitu proses penguraian selulosa

organic menjadi unsur karbon, serta

mengeluarkan senyawa-senyawa non-karbon

c. Aktivasi yaitu proses pembentukan dan

penyusunan karbon sehingga pori-porinya

menjadi lebih besar

Karbon aktif adalah padatan amorf yang

mempunyai luas permukaan dan jumlah pori yang

sangat banyak (Baker dkk, 1997). Karbon aktif

berbentuk Kristal mikro, karbon non grafit, yang

pori-porinya telah mengalami proses pengembangan

kemampuan untuk menyerap gas dan uap dari campuran

23

gas dan zat-zat yang tidak terlarut atau

terdispersi dalam cairan (Roy, 1985). Tiap-tiap

Kristal, biasanya terdiri dari 3 atau lapisan atom

karbon dengan sekitar 20 – 30 atom karbon

heksagonal pada tiap lapisannya (Jankowska dkk,

1991).

Hartoyo (1974) mengemukakan bahwa sifat fisik

karbon aktif dibagi dua macam :

a. Sifatnya keras dan massa jenis tinggi, sesuai

untuk bahan adsorpsi gas

b. Sifatnya lunak dan massa jenis rendah, sesuai

untuk bahan adsorpsi cairan

Karbon aktif adalah karbon/arang halus yang

berwarna hitam, tidak berbau, tidak mempunyai rasa,

higroskopis, tidak terlarut dalam air, basa, asam,

dan pelarut organik. Karbon aktif tidak

terdekomposisi atau bereaksi setelah digunakan.

Karbon aktif berbentuk amorf, yang terdiri dari

unsure karbon. Karbon ini terdiri dari pelat-pelat

dasar yang atom karbonnya terikat secara kovalen

dalam suatu kisi heksagonal mirip dengan grafit.

Pelat-pelat ini terkumpul satu sama lain membentuk

Kristal-kristal dengan susunan tidak beraturan dan

jarak antar pelatnya acak (Hasler, 1974).

Distribusi ukuran pori merupakan parameter

yang penting dalam hal kemampuan daya serap arang

24

aktif terhadap molekul yang ukurannya bervariasi.

Disamping distribusi pori, bentuk pori merupakan

parameter yang khusus untuk daya serap karbon atif

yang terjadi. Pengaruh dan ukuran pori-pori untuk

penyerapan fasa cair dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Pengaruh Ukuran Pori pada Penyerapan Fasa Cair (Beukens dkk, 1985)

Keterangan :

1) Daerah yang memungkinkan pelarut dan

bahan yang akan diserap dapat masuk

2) Daerah yang memungkinkan pelarut dan

bahan yang lebih kecil yang akan diserap

dapat masuk

25

3) Daerah yang hanya dimasuki pelarut2. Metanol

Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol,

wood alcohol atau spiritus, adalah senyawa kimia

dengan rumus kimia CH3OH. Ia merupakan bentuk

alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer"

ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap,

tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan

bau yang khas (berbau lebih ringan daripada

etanol). metanol digunakan sebagai bahan pendingin

anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan

additif bagi etanol industri. Metanol diproduksi

secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh

bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol

(dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa

hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh

oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi

karbon dioksida dan air. Reaksi kimia metanol yang

terbakar di udara dan membentuk karbon dioksida dan

air adalah sebagai berikut:

2 CH3OH + 3 O2 → 2 CO2 + 4 H2O

(3)

Dalam mesin pendingin berbasis adsorpsi,

terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan

26

suatu bahan yang mudah dirubah bentuknya dari gas

menjadi cair atau sebaliknya untuk mengambil panas

dari evaporator dan membuangnya di kondensor.

Karakteristik termodinamika refrigerant antara lain

meliputi temperature penguapan, tekanan penguapan,

temperatur pengembunan. Untuk keperluan suatu jenis

pendinginan (misal untuk pendinginan udara atau

pengawet beku) diperlukan refrigeran dengan

karakteristik termodinamika yang tepat. Adapun

syarat-syarat untuk refrigerant adalah :

a. Tidak dapat terbakar atau meledak bila

tercampur dengan udara, pelumas dan

sebagainya.

b. Tidak menyebabkan korosi terhadap bahan logam

yang dipakai pada sistem mesin pendingin.

c. Mempunyai titik didih dan kondensasi yang

rendah.

d. Perbedaan antara tekanan penguapan dan

tekanan penguapan (kondensasi) harus sekecil

mungkin.

e. Mempunyai panas laten penguapan yang besar,

agar panas yang diserap evaporator yang

sebesar-besarnya.

f. Konduktivitas thermal yang tinggi.

27

Metanol dipilih karena memiliki

karakteristik termodinamika yang tepat dan memiliki

beberapa kelebihan sebagai berikut :

a. Pada tekanan atmosfir metanol berbentuk

cairan yang ringan, mudah menguap

dibandingkan dengan air meskipun pada tekanan

1 atm.

b. Sangat efisien.

c. Tidak korosif terhadap besi atau baja.

d. Dapat digunakan sistem absorpsi dan kompresi.

C. Proses Pendinginan pada Mesin Pendingin Tenaga Surya

dengan Karbon Aktif-Metanol sebagai Adsorbent Pair

Proses pendinginan pada mesin pendingin tenaga

surya terjadi dalam dua fase, yaitu pada siang hari dan

malam hari.

28

Gambar 2.5. Skema Proses Pendinginan pada Sistem Pendingin tenaga Surya (Nolwenn Le Pierre dkk, 2005)

Saat siang hari, pada generator terjadi

penguapan, uap tersebut menuju kondensor (mengembun)

lalu terkumpul di evaporator. Produksi es terjadi saat

malam hari (Li dan Sumathy, 1999; Dieng dan Wang,

2001). Karena tekanan dan suhu di generator lebih

rendah dari evaporator, metanol di evaporator mengambil

kalor dari lingkungannya untuk menguap menuju adsorben

yang terletak pada Generator. Karena penyerapan kalor

lingkungan oleh Metanol di evaporator, terjadilah es

dari air yang berada di lingkungan evaporator.

Unjuk kerja mesin pendingin adsorpsi sangat

dipengaruhi oleh besarnya perpindahan kalor maupun

perpindahan massa. Dalam merancang sebuah adsorben

sangatlah penting untuk memilih konfigurasinya karena

adanya pertimbangan-pertimbangan batas dari perpindahan

massa. Secara umum peningkatan perpindahan massa akan

mengakibatkan menurunnya kemampuan transfer kalor.

Sehingga perlu dicari sebuah nilai optimum dari

keduanya yang merupakan kompromi antara kedua faktor

tersebut agar diperoleh unjuk kerja terbaik.

Berbagai perbaikan unjuk kerja mesin adsorpsi

telah dilakukan dalam skala laboratorium, misalnya

mesin adsorbsi dalam skala besar yang menghasilkan es

29

serta dikembalikan melalui proses mass recovery akan

meningkatkan kapasitas pendinginannya sebesar 7% s/d

11% serta melalui proses heat recovery akan menurunkan

input energi sebesar 20% s/d 30%. Penggunaan multi

adsorben juga telah dilakukan yang dilaporkan dapat

meningkatkan COP sebesar 35% dari sistem standar.

Dalam pemanfaatan pasangan Karbon aktif dengan

Methanol untuk pendingin tenaga surya, karbon aktif

mengalami proses adsorpsi dan desorpsi. Oleh karena

adsorben yang digunakan adalah adsorben tunggal, maka

proses adsorpsi dan desorpsi berjalan secara bergantian

/ intermitten (Nurkholis, 2008). Maksudnya, siklusnya

tidak bersambung melainkan terputus dimana setengah

siklus pertama adalah proses desorpsi dan setengah

siklus berikutnya adalah proses adsorpsi yang

menghasilkan efek pendinginan. Proses adsorpsi terjadi

ketika adsorben didinginkan oleh temperatur lingkungan

sehingga adsorben melepas kalor ke lingkungan. Proses

adsorpsi terjadi di adsorben sedangkan proses evaporasi

adsorbat berlangsung di evaporator, efek pendinginan

berlangsung keetika kalor yang diperlukan untuk

evaporasi adsorbat diambil dari ruang yang akan

didinginkan (Khalif, 2008).

30

Gambar 2.6. Proses AdsorpsiPada proses adsorpsi ini metanol yang terdapat

dalam evaporator akan diserap oleh karbon aktif. Pada

kondisi awal, sistem memiliki tekanan dan temperatur

rendah dan adsorben memiliki konsentrasi yang tinggi.

Sehingga refrigeran akan mengalir ke dalam adsorben,

pada saat mengalirnya refrigeran maka tekanan dan

temperaturnya akan turun seiring dengan waktu yang ada.

Menurunnya tekanan dan temperatur dalam evaporator

inilah nantinya yang akan membuat lingkungan sistem

menjadi dingin (Nurkholis, 2008).

31

Gambar 2.7. Proses Desorpsi

Ketika proses adsorpsi sudah mengalami titik

jenuh, maka proses berikutnya adalah proses desorpsi

yakni mengalirnya air panas ke dalam adsorben yang

mengakibatkan naiknya tekanan sistem. Refrigeran yang

keluar dari adsorben akan terkondensasi masuk ke dalam

kondenser. Pada kondenser, refrigeran akan didinginkan

kembali menggunakan air dingin dan kemudian akan

dialirkan kembai ke evaporator untuk digunakan kembali

(Nurkholis, 2008). Pada siklus regenerasi atau

desorpsi, adsorben dipanaskan dengan memberi panas yang

bersumber dari panas matahari atau gas buang kendaraan

bermotor sehingga temperatur adsorben naik, yang

menyebabkan adsorbat dalam adsorben terdesorpsi/menguap

yang kemudian oleh kondensor adsorbat dikondensasikan

menjadi cair. Adsorbat yang terkondensasi di kondensor

dialirkan ke evaporator yang kemudian diikuti kembali

dengan siklus adsorpsi (Khalif, 2008).

D. COP (Coefficient Of Performance)

Parameter-parameter yang sering digunakan untuk

menggambarkan performa kerja dari Solar Ice Maker adalah

COP, SCP (specific cooling performance) dan efisiensi

termodinamika yang merupakan rasio dari COP dengan

Carnot COP (Dieng dan Wang, 2001). Menurut Li dkk.

W Q1

Q2

Q1

Q2

T2

T1

T1

Tg

32

(2004a), performa dari Solar Ice Maker diwakili oleh Qref

(massa es yang diperoleh) dan COP.

COP merupakan perbandingan antara panas

lingkungan yang diserap oleh evaporator (Qevp) dengan

panas yang dihasilkan dari generator (Qgen). COP akan

meningkat jika konduktifitas termal dari adsorbent

meningkat karena penyebaran panas semakin merata pada

adsorbent. Hal itu juga berefek pada singkatnya waktu

yang diperlukan pada tiap siklusnya. Selain itu

peningkatan kapasitas serap adsorbent juga dapat

meningkatkan kapasitas refrigerasi (proses pendinginan)

sehingga es yang terbentuk akan semakin banyak

(Sumathy, 2008).

ξpanas mesin carnot COPcarnot

Gambar 2.8. Efisiensi Sistem Carnot

Mesin pendingin yang efektif adalah mesin

pendingin yang memindahkan energi dalam jumlah besar

dari reservoir yang dingin dengan usaha sekecil mungkin

(Serway, 2003). Jadi COP mesin pendingin dapat

dirumuskan dalam persamaan (7) berikut :

33

COPcarnot=|Qcarnot|

W

(4)

COPcarnot=Q2

Q1−Q2

(5)

COPcarnot=T2

T1−T2

(6)ξpanas mesin carnot=

Tg−T1Tg

(7) ηcarnot=ξpanas mesin carnot⋅COPcarnot (8)

T2 adalah suhu dari evaporator, T1 adalah suhu

lingkungan, Tg adalah suhu generator, ηcarnot adalah

efisiensi mesin carnot. Ekspansi isothermal berlangsung

pada suhu T1. Selama ekspansi berlangsung gas menyerap

energi sebesar Q2 dari generator. Kemudian pada suhu

sebesar T2, energi sebesar Q2 dilepaskan kembali menuju

generator yang bersuhu T1. Besar usaha yang dilakukan

pada proses transfer panas dari proses irreversible

generator ke evaporator adalah sebesar W.

Karbon aktif-metanol merupakan salah satu

pasangan adsorben yang sering digunakan karena jumlah

adsorpsi yang besar dan panas adsorpsinya rendah

sekitar 1800-2000kJ/kg. Karakteristik dari pasangan

adsorben itulah yang sangat menguntungkan untuk

34

meningkatkan COP dari mesin pendingin. Temperatur

desorpsi untuk karbon aktif-metanol sekitar 100 oC.

Menurut Hu (1998), temperatur lebih dari 120 oC harus

dihindari karena metanol akan terdekomposisi menjadi

bentuk lain.

Selain itu, pasangan ini memiliki kerugian jika

dioperasikan di bawah tekanan 1 atm. Keadaan vakum

membutuhkan pembangunan mesin yang kompleks dan

mengurangi reliabilitas dari sistem, selain itu udara

yang masuk ke dalam sistem dapat menurunkan performa

dari mesin.

E. Analisis Efisiensi Mesin Pendingin Tenaga Surya

dengan Karbon Aktif – Metanol sebagai Adsorbent Pair

1. Pengaruh Desain Generator (Adsorbent Bed) Terhadap

Efisiensi Sistem Mesin Pendingin

Generator adalah bagian paling penting dalam

mesin pendingin adsorpsi. Karakteristik dari

generator sangat berpengaruh dalam efisiensi mesin

pendingin. Posisi dari generator juga harus

diperhatikan. Generator harus diletakkan dekat

dengan evaporator agar uap methanol tetap dalam

tekanan yang tinggi. Selain itu, posisi generator

yang dekat dengan evaporator juga akan mempengaruhi

kecepatan distribusi uap dari methanol (Watheq,

2008)

35

Terdapat dua macam generator yang dapat

diaplikasikan pada sistem pendingin tenaga surya

yaitu generator dengan Flat Plate Collector dan generator

dengan Evacuated Tube Collector (Santo, 2010)

a. Generator dengan Flat Plate Collector

Gambar 2.9. Generator dengan Flat Plate Collector (Santo, 2010)

Generator ini terdiri dari kotak yang

terbuat dari kaca dan sekat dalam kotak yang

terbuat dari logam untuk mempercepat transfer

panas panas dari radiasi sinar matahari ke

adsorben dan adsorbate. Adsorben (Karbon Aktif)

dan Adsorbate (Methanol) terletak di bawah pelat

logam. Pelat logam yang berwarna gelap dalam

generator ini digunakan agar dapat menyerap

radiasi panas dari sinar matahari. Radiasi panas

diserap oleh pelat logam sehingga proses

penguapan methanol dapat berlangsung dengan baik.

b. Generator dengan Evacuated Tube Collector

36

Gambar 2.10. Generator dengan Evacuated Tube Collector (Santo, 2010)

Generator ini terdiri dari tabung yang

terbuat dari kaca. Di dalam tabung terdapat

adsorben (Karbon Aktif) dan adsorbat (Metanol).

Ruang vakum yang ada di dalam tabung mengurangi

kemungkinan hilangnya panas dari proses konveksi

dan konduksi dan memberikan suhu yang tinggi

sehingga tabung ini mampu mentransfer panas lebih

banyak dibandingkan dengan desain pada generator

dengan Flat Plate Collector.

Perbedaan dari generator dengan flat plate

collector dan generator evacuated tube collector disajikan

dalam tabel 2.1.

37

Tabel 2.1. Perbedaan Generator dengan Flat PlateCollector dan Generator dengan EvacuatedTube Collector

Faktor

Pembeda

Generator

dengan Flat Plate

Collector

Generator dengan

Evacuated Tube

Collector

Harga Murah Mahal Suhu yang

dihasilkan

selama

proses

radiasi

Rendah Tinggi

Kebutuhan

permukaan

kolektor

untuk

dipasangka

n pada

mesin

pendingin

yang

memiliki

tenaga

yang sama

COP

Membutuhkan

permukaan

kolektor yang

lebih banyak

daripada

Generator

dengan Evacuated

Tube Collector

Lebih rendah

daripada

Evacuated Tube

Membutuhkan

permukaan

kolektor yang

lebih sedikit

daripada

Generator dengan

Flat Plate Collector

(Santo, 2010)

Lebih tinggi

daripada Flat Plate

Collector (Li dkk,

38

Collector (Zhou

dkk, 2012)

2002)

Dari penelitian Santo (2010) dapat disimpulkan

bahwa Generator dengan Evacuated Tube Collector akan

menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi daripada

Generator dengan Flat Plate Collector karena generator

dengan Evacuated Tube Collector mampu menghasilkan suhu

yang tinggi selama proses radiasi, sehingga proses

evaporasi/penguapan methanol dari karbon aktif

berlangsung lebih baik dan efisiensi mesin pendingin

semakin baik. Hasil penelitian Zhou dkk, 2012, telah

membuktikan bahwa COP yang dapat dihasilkan dari

Generator dengan Evacuated Tube Collector adalah sebesar

0,215. Dalam penelitiannya, Zhou dkk menggunakan

vacuum emptying method dengan menggunakan pompa vakum

untuk mengosongkan udara yang berada pada tabung

solar cooling (generator). Hal ini menyebakan COP yang

dihasilkan lebih tinggi daripada COP yang dihasilkan

dalam hasil penelitian Li dkk, 2002, yang

menggunakan Generator dengan Flat Plate Colector yang

menghasilkan COP sebesar 0,113.

2. Pengaruh Kepadatan Adsorben (Karbon Aktif) terhadap

Penyerapan Adsorbate (Metanol)

39

Khattab dkk (2012), dalam penelitiannya

tentang tabung mesin pendingin adsorbsi dengan

karbon aktif dan methanol sebagai pasangan adsorbent

pair membuktikan bahwa karbon aktif yang lebih padat

dapat menyerap methanol lebih banyak.Hal ini

dibuktikan dengan percobaan yang sudah dilakukan

Khattab. Sistem pendingin yang dirancang terdiri

dari empat tabung berisi karbon aktif dan methanol

sebagai generator yang disambungkan dengan kondensor

dan evaporator. Generator diletakkan pada sebuah

kotak yang terbuat dari kayu yang terisolasi

(vakum). Percobaan dilakukan sebanyak dua kali yaitu

dengan menggunakan tabung A dan Tabung B. Tabung B

mengandung karbon aktif yang lebih padat daripada

tabung B. Masing-masing tabung diisi dengan methanol

dengan jumlah yang sama. Ketika proses adsorbsi

terjadi, methanol teradsorbsi ke dalam karbon aktif.

Hasilnya menunjukkan bahwa suhu dalam evaporator

yang menggunakan tabung B besarnya dibawah 0oC. Hal

ini terjadi karena porositas karbon aktif pada

tabung B yang lebih padat lebih baik daripada

porositas karbon aktif di tabung A. Kesimpulan dari

percobaan Khattab yang pertama dalah bahwa porositas

karbon aktif mempengaruhi banyaknya methanol yang

masuk ke dalam kabon aktif (adsorben). Pada Tabel

40

2.1 perbedaan sifat fisis antara adsorben (karbon

aktif) yang berupa padatan dan taburan.

Tabel 2.2. Perbedaan Sifat Fisis antaraPadatan Adsorben (Karbon Aktif) danButiran Adsorben (Karbon Aktif),(Watheq, 2008)

Sifat Fisis Butiran

Karbon

Aktif

Padatan

Karbon

Aktif Kepadatan 460 kg/m3 600 kg/m3

Konduktivitas

Panas Rata-

rata

0,11 W/m K 0,30 W/m K

Kapasitas

Kalor jenis

0,93 kJ/kg

K

0,93 kJ/kg K

Dari Tabel 2.2 dapat disimpulkan bahwa

kepadatan karbon aktif dapat mempengaruhi

konduktivitas panas karbon aktif. Semakin padat

karbon aktif, maka konduktivitas panasnya juga akan

semakin baik.

Wang (2002) dalam penelitiannya juga

membuktikan bahwa kepadatan Karbon Aktif juga akan

memepengaruhi performa suatu mesin pendingin. Hal

ini dapat dibuktikan dari Gambar 2.11.

41

Gambar 2.11. Pengaruh Kepadatan Karbon AktifTerhadap COP Solar Cooling (Wang dkk,2002)

Gambar 2.11 diatas menunjukkan bahwa semakin

padat Karbon Aktif sebagai, maka COP (Coefficient Of

Performance) yang dihasilkan akan semakin baik

(semikin tinggi COP mesin pendingin, semakin baik

pula kemampuannya/performanya).

3. Pengaruh Waktu Pendinginan Terhadap Es yang

Dihasilkan

Karbon aktif pada tabung B pada hasil

percobaan Khattab dkk, 2012, selanjutnya digunakan

untuk sistem pendingin tenaga surya yang

dioperasikan selama tiga hari pada siang hari dan

malam hari di musim yang berbeda-beda. Gambar 2.12

di bawah ini menunjukkan performa mesin pendingin

pada musim dingin di yang dihasilkan ketika siang

hari dan malam hari berturut-turut :

42

Gambar 2.12. Suhu Adsorben dan Suhu Air Dingin Selama Proses Desorpsi (Khattab, 2012)

Gambar 2.12 di atas menunjukkan bahwa suhu

penyerapaan (adsorbsi) maksimal terjadi pada siang

hari.

Gambar 2.13. Suhu Adsorben dan Suhu AirDingin Selama Proses Desorpsi(Musim Dingin, Cuaca Berawan),(Khattab, 2012)

Gambar 2.13 menunjukkan bahwa suhu penyerapan

maksimal (adsorbsi) maksimal terjadi pada siang hari

juga namun cuacanya berawan. Air dingin yang

dihasilkan sebanyak 4 kg/m2 dan es sudah terbentuk

dalam evaporator.

43

Gambar 2.14. Suhu Adsorben dan Suhu Air Dingin Selama Proses Desorpsi (Musim Dingin, Cuaca Panas), (Khattab, 2012)

Gambar 2.14 menunjukkan bahwa suhu penyerapan

maksimal (adsorbsi) maksimal terjadi pada siang hari

juga, namun saat cuacanya panas. Air dingin yang

dihasilkan sebanyak 9 kg/m2 dan es tidak terbentuk

dalam evaporator.

Dari ketiga gambar di atas, dapat disimpulkan

bahwa performa mesin pendingin ketika musim dingin

antara lain :

a. Pada saat cuaca panas di musim dingin, jumlah

methanol yang terserap akan maksimum dan akan

memenuhi evaporator

b. Pada saat cuaca berawan di musim dingin,

jumlah methanol yang terserap hanya sebagian

c. Suhu air mencapai di bawah nol derajat dan es

terbentuk ketika cuaca berawan maupun cuaca

panas. Tetapi jumlah es yang terbentuk

berbeda, yaitu 7 kg/m2 dan 4 kg/m2)

44

d. Kenikan jumlah air dingin sebanyak 9 kg/m2

terjadi ketika suhu 3-4 oC, namun es tidak

terbentuk.

e. Ketika musim dingin, operasi sistem tergantung

pada jumlah panas yang terdesorpsi

Hasil percobaan selama musim semi ditunjukkan

pada Gambar 2.13. Musim semi di Mesir ditandai

dengan adanya gelombang udara panas dan gelombang

udara dingin. Hasil percobaan pada cuaca yang panas

ditunjukkan pada Gambar 2.13. Air yang dingin

ditempatkan di sekeliling evaporator ketika akhir

proses desorpsi (ketika absorber masih panas). Dari

percobaan yang dilakukan, dihasilkan 7 kg/m2 air

dingin, namun es tidak terbentuk. Meskipun proses

desorpsi efisien pada siang hari, proses adsorpsi

tidak dapat menghasilkan es. Dapat disimpulkan bahwa

pendinginan selama malam hari dalam cuaca yang panas

sensitive untuk suhu kamar dan suhu absorber selama

malam hari.

45

Gambar 2.15. Suhu Adsorben dan Suhu Air DinginSelama Proses Desorpsi (Musim Semi,Cuaca Panas, Es Tidak Terbentuk),(Khattab, 2012)

Dari percobaan selanjutnya masih di Musim Semi

dan cuacanya panas. Proses pendinginan lebih baik

dimulai ketika tengah malam setelah penampang

adsorbsi mencapai suhu kamar. Saat musim panas,

pendinginan dimulai ketika tengah malam agar proses

desorpsi efisien. Gambar 2.14 menunjukkan proses

pendinginan pada jumlah air yang berbeda-beda selama

musim panas. Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar

2.13, jumlah air menurun, suhu air juga menurun.

Pada kondisi ini, es mulai terbentuk.

Gambar 2.16. Suhu Air Dingin Selama ProsesAdsorpsi Pada Musim Panas denganJumlah Air yang Berbeda-beda (Khattab,2012)

Kesimpulan dari percobaan Khattab dkk (2012)

adalah performa tabung yang berisi karbon-aktif dan

methanol sebagai adsorbent pair akan menghasilkan

46

proses pendinginan yang efektif ketika proses

dilakukan di cuaca yang cerah ketika musim semi dan

musim musim panas, sebanyak 7 kg/m2 es bisa

terbentuk. Sedangkan proses pendinginan yang

dilakukan ketika cuaca berawan di Musim Semi, hanya

akan menghasilkan 4 kg/m2 es.

4. Pengaruh Hambatan Penghantar Panas terhadap COP Solar

Cooling

Generator yang berisi methanol dan karbon

aktif dapat dibuat dari logam. Logam akan menerima

radiasi panas dari sinar matahari untuk memanaskan

adsorbent pair (karbon aktif dan methanol). Ketika

adsorbent pair mulai dipanaskan, maka adsorbate berupa

methanol akan lepas dari adsorben. Dalam hal ini,

hambatan panas suatu penghantar (dalam hal ini

berupa logam) akan berpengaruh pada pemanasan karbon

aktif dan methanol. Gambar 2.17 berikut menjelaskan

pengaruh hambatan panas suatu penghantar pada

generator dan COP (Coefficient Of Performance) yang

dihasilkan pada mesin pendingin (Wang, 2002).

47

Gambar 2.17. Grafik Pengaruh Hambatan PanasPenghantar terhadap COP SolarCooling (Wang dkk, 2002)

Gambar 2.17 menunjukkan bahwa semakin besar

hambatan panas suatu penghantar, maka COP yang

dihasilkan akan semakin sedikit. Dari Gambar 2.17

ini juga dapat disimpulkan bahwa semakin besar

hambatan panas suatu penghantar, maka

performa/kemampuan mesin pendingin tenaga surya

(solar cooling) akan semakin menurun karena COP solar

cooling juga semakin menurun.

5. Pengaruh Konduktivitas Termal dari Adsorben (Karbon

Aktif)

Adsorben yang tepat untuk proses adsorpsi

adalah adsorben yang memiliki pori-pori yang dapat

menyerap refrigeran. Di lain sisi, konduktivitas

termal dari adsorben sangat rendah. Karbon aktif

memiliki konduktivitas termal kurang dari 1 W/m K.

48

Pengaruh konduktivitas termal beberapa adsorban

terhadap COP solar cooling ditunjukkan pada Gambar

2.16.

Gambar 2.18. Grafik Pengaruh KonduktiitasTermal Beberapa Adsorben terhadapCOP Solar Cooling (Wang dkk, 2002)

Gambar 2.18 menunjukkan bahwa semakin besar

konduktivitas termal suatu adsorben maka COP Solar

Cooling semakin besar. Dari Gambar 2.18 juga dapat

disimpulkan bahwa semakin besar konduktivitas termal

suatu adsorben maka semakin baik performa/kemampuan

solar cooling.

F. Kelebihan dan kekurangan pemanfaatan Karbon Aktif

– Metanol sebagai Adsorbent Pair pada Mesin

Pendingin Tenaga Surya

Kelebihan dan kekurangan pemanfaatan Karbon

Aktif – Metanol sebagai Adsorbent Pair pada Mesin

49

Pendingin Tenaga Surya dapat dilihat dalam Tabel

2.3.

Tabel 2.3. Kelebihan dan Kekurangan PemanfaatanKarbon Aktif – Metanol sebagai AdsorbentPair pada Mesin Pendingin Tenaga Surya(Watheq, 2008)

Kelebihan Kekurangan Membutuhkan sedikit

perawatan

Tingginya berat

adsorben tidak cocok

untuk digunakan pada

kapasitas generator

yang besar Tidak ada bagian

adsorben yang

bergerak

Kondiktivitas termal

adsorben yang rendah

mengakibatkan masalah

jangka panjang,

karena konduktivitas

termal adsorben akan

menurun dari hari ke

50

hari COP tidak terlalu

rendah

Sangat sensitif dalam

suhu yang rendah

terutama ketika

temperature menurun

selama malam hari Kolektor panas surya

yang digunakan lebih

murah dibandingkan

sel photovoltaic

Sistem ini intermiten

/ berselang, artinya

waktu yang baik untuk

mendapatkan COP yang

tinggi adalah siang

hari, pada malam hari

COP yang didapatkan

rendah Biaya perawatan mesin

mahal Tidak mengakibatkan

efek rum ah kaca yang

berpengaruh pada

global warming

Mesin belum bisa

digunakan secara

maksimal dalam skala

kecil (skala

laboratorium)