BAB II

59
BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori Saat proses pembelajaran di kelas wajar bila ditemukan berbagai macam permasalahan. Setiap siswa memiliki kepribadian, tingkah laku, dan kemampuan berpikir yang berbeda-beda. Hal inilah menjadi faktor- faktor penyebab munculnya beberapa permasalahan yang dihadapi guru selama proses pembelajaran berlang-sung. Permasalahan yang sedang dihadapi oleh guru Pendidikan Kewarga-negaraan, khususnya kelas VIII G SMP Negeri 2 Kartasura Kabupaten Sukoharjo, yaitu kurangnya konsentrasi belajar dalam proses pembelajaran Pendidikan ke-warganegaraan. Oleh karena itu penelitian ini mencoba mengajukan strategi pem-belajaran aktif Reading Guide kolaborasi Talking Stick. Berikut ini dikemukakan mengenai teori atau konsep yang berkaitan dengan strategi Reading Guide kolaborasi Talking Stick sebagai upaya meningkatkan konsentrasi belajar dalam 9

Transcript of BAB II

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

Saat proses pembelajaran di kelas wajar bila

ditemukan berbagai macam permasalahan. Setiap siswa

memiliki kepribadian, tingkah laku, dan kemampuan

berpikir yang berbeda-beda. Hal inilah menjadi faktor-

faktor penyebab munculnya beberapa permasalahan yang

dihadapi guru selama proses pembelajaran berlang-sung.

Permasalahan yang sedang dihadapi oleh guru Pendidikan

Kewarga-negaraan, khususnya kelas VIII G SMP Negeri 2

Kartasura Kabupaten Sukoharjo, yaitu kurangnya

konsentrasi belajar dalam proses pembelajaran

Pendidikan ke-warganegaraan. Oleh karena itu penelitian

ini mencoba mengajukan strategi pem-belajaran aktif

Reading Guide kolaborasi Talking Stick. Berikut ini

dikemukakan mengenai teori atau konsep yang berkaitan

dengan strategi Reading Guide kolaborasi Talking Stick

sebagai upaya meningkatkan konsentrasi belajar dalam

9

10

proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Hal-hal

tersebut secara rinci dipaparkan sebagai berikut.

1. Dinamika Paradigma Pembelajaran

a. Pengertian dinamika. Menurut Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional (2005:265), dinamika

diartikan sebagai gerak (dari dalam), tenaga yang

menggerakkan dan semangat. Menurut Yulia (2010),

dinamika sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan,

selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri

secara memadai terhadap keadaan. Jadi dinamika

merupakan gerakan, kekuatan, perkembangan dan

menyesuaikan diri terhadap suatu keadaan.

b. Pengertian paradigma. Menurut Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional (2005:828), paradigma

adalah kerangka pikir. Menurut Ratna (2010:38),

paradigma merupakan seperangkat keyakinan mendasar,

semacam pandangan dunia yang berfungsi untuk menuntun

tindakan-tindakan manusia, baik dalam kehidupan sehari-

hari maupun karya ilmiah. Menurut Bogdan dan Bliken

sebagaimana dikutip oleh Moelong (1989:33), paradigma

11

merupakan kumpulan yang longgar dari sejumlah asumsi

yang dipegang bersama, dimana konsep atau proposisi

mengarahkan pada cara berfikir dan penelitian. Menurut

Nurlaela (2011), paradigma adalah kumpulan tata nilai

yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak

pandangannya sehingga akan membentuk citra subjektif

seseorang mengenai realita dan akhirnya akan menentukan

bagaimana seseorang menanggapi realita itu. Jadi

paradigma merupakan cara berfikir sebagai pandangan

kehidupan secara realita dari sejumlah asumsi bersama.

c. Pengertian paradigma pembelajaran. Berdasarkan

uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa paradigma

pembelajaran merupakan perubahan gerakan, kekuatan,

perkembangan, dan penyesuaian diri pada cara berfikir

sebagai pandangan hidup secara realita dari sejumlah

asumsi bersama.

d. Dinamika paradigma pembelajaran. Menurut

Aunurrahman (2009:2-15), perubahan paradigma dan sistem

pembelajaran merupakan suatu upaya dalam membangun

masyarakat terdidik dan cerdas. Sistem pendidikan telah

12

ditata dengan menggunakan paradigma yang baru, dimana

formalitas dan legalitas merupakan sesuatu yang tidak

dapat diabaikan untuk mengejar formalitas. Adanya

tuntutan terhadap proses pemberdayaan diri dan

pengembangan potensi peserta didik secara holistik

melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh seorang

guru mengalami perubahan paradigma dan pandangan

terhadap pendidikan. Pergeseran paradigma yang

sebelumnya lebih menitikberatkan pada peran

guru/instruktur/fasilitator, sekarang semakin bergeser

pada pemberdayaan peserta didik dalam mengambil

inisiatif dan berpartisipatif aktif dalam kegiatan

belajar.

Menurut Nasar (2006:31), paradigma pembelajaran

berkembang menjadi pendekatan belajar yang mutakhir dan

menggeser kebiasaan sekolah tradisional dimana guru

cenderung lebih aktif dibandingkan siswanya. Guru

sebagai subjek yang dominan, sementara siswa bersifat

pasif. Padahal dalam kegiatan pem-belajaran siswa

sebagai pusat belajar harus lebih aktif untuk membangun

13

pema-haman, keterampilan, dan sikap. Oleh karena itu

sebagai fasilitator seorang guru harus mampu memberikan

apa yang diinginkan siswa dengan menggunakan strategi

pembelajaran bervariasi, sehingga anak mampu berkreasi

sesuai dengan kemampuan masing-masing dan diyakini

menghasilkan pengetahuan yang ter-simpan kuat dalam

ingatan peserta didik.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa dinamika paradigma pembelajaran bermula dari

kebiasaan tradisional, dimana guru lebih dominan atau

berperan aktif dalam proses pembelajaran dibandingkan

dengan siswa. Seiring berjalannya waktu sistem

pendidikan telah ditata secara optimal dan berkembang

sehingga muncullah strategi pembelajaran yang

bervariasi guna melibatkan siswa untuk mengambil

inisiatif dan berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat berkreasi sesuai

dengan kemampuannya masing-masing dan diyakini

menghasilkan pengetahuan yang tersimpan kuat dalam

14

ingatan anak serta dapat membangun pemahaman,

keterampilan dan sikap pada peserta didik.

2. Kajian mengenai Strategi Reading Guide

a. Pengertian strategi. Menurut Mulyasana (2011:217),

strategi adalah rencana besar yang bersifat mengikat,

efisiensi, dan produktif guna mengefektifkan

tercapainya tujuan. Strategi berupa tindakan tentang

apa yang seharusnya dilakukan, bukan tindakan tentang

apa yang dilakukan, apa yang seharusnya dicapai dan

bukan apa yang dicapai. Menurut Reber (1988)

sebagaimana dikutip oleh Uaksena (2012), strategi dalam

perspektif psikologi berasal dari bahasa Yunani yang

berarti rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat

langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan.

Jadi dapat disimpulkan strategi adalah rencana tindakan

yang terdiri dari seperangkat langkah bersifat

mengikat, efisiensi, dan produktif untuk mencapai

tujuan.

15

b. Pengertian strategi Reading Guide. Menurut Bariroh

(2010), pengertian strategi Reading Guide (Panduan

Membaca) adalah:

Strategi yang memandu peserta didik untuk membacapanduan yang disiapkan oleh guru sesuai denganmateri yang akan diajarkan dengan waktu yang sudahditentukan, disisi lain guru juga akan memberipertanyaan yang membahas seputar materi yang telahdibaca oleh peserta didik setelah kegiatan membacatersebut dengan panduan bacaan yang telah diberikanguru tersebut.

c. Kelebihan strategi Reading Guide. Penggunaan strategi

Reading Guide memiliki beberapa kelebihan. Menurut

Bariroh (2010) dalam menggunakan metode Reading Guide

terdapat beberapa kelebihan yaitu:

1) Peserta didik lebih berperan aktif.

2) Materi dapat lebih cepat diselesaikan dalam kelas.

3) Memotivasi peserta didik untuk senang membaca.

4) Membangkitkan minat baca peserta didik.

5) Mengerti peserta didik yang serius dan tidak

serius dalam mengikuti pelajaran.

6) Peserta didik dituntun untuk teliti dalam menjawab

soal (tidak asal-asalan).

16

7) Guru mudah mengetahui kelemahan dan kelebihan

siswa dalam membaca.

8) Adanya keseimbangan dalam mengembangkan ranah

kognitif, afektif, dan psikomotor.

9) Guru mudah mengetahui peserta didik yang malas dan

tidak malas.

d. Kelemahan strategi Reading Guide. Penggunaan

strategi pembelajaran memiliki beberapa kelemahan.

Menurut Bariroh (2010) dalam menggunakan strategi

Reading Guide terdapat beberapa kelemahan diantaranya

adalah:

1) Kurang efektif dalam membaca karena singkatnya

waktu.

2) Kadang membuat jenuh peserta didik.

e. Langkah-langkah penerapan strategi Reading Guide.

Menurut Zaini dkk. (2008:8-9), langkah-langkah

pelaksanaan strategi Reading Guide antara lain:

1) Tentukan bacaan yang dipelajari.2) Buat pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawaboleh peserta didik atau kisi-kisi dan boleh jugabagan atau skema yang dapat diisi oleh merekadari bahan bacaan yang telah dipilih tadi.

17

3) Bagikan bahan bacaan dengan pertanyaan ataukisi-kisinya kepada peserta didik.

4) Tugas peserta didik adalah mempelajari bahanbacaan dengan menggunakan pertanyaan atau kisi-kisi yang ada. Batasi aktivitas ini sehinggatidak memakan waktu yang berlebihan.

5) Bahas pertanyaan atau kisi-kisi tersebutdengan menanyakan jawabannnya kepada pesertadidik.

6) Pada akhir pelajaran beri ulasan secukupnya.3. Kajian mengenai Strategi Talking Stick

a. Pengertian strategi Talking Stick. Menurut Carol Locust

sebagaimana dikutip oleh Sugiharto (2011), Talking Stick

atau kata lainnya “Tongkat Berbicara” adalah metode

yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika

untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan

pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku).

Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad

oleh suku-suku Indian sebagai alat menyimak secara adil

dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan

kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai

hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai

berdiskusi dan membahas masalah, maka harus memegang

tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang A

apabila ingin berbicara, kemudian akan pindah lagi pada

18

orang B apabila ingin menanggapinya, dengan cara ini

tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke

orang lain jika ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila

semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu

dikembalikan lagi ke ketua atau pimpinan rapat.

Menurut Natalia (2012), Talking Stick merupakan sebuah

model pembelajaran yang beriorientasi pada penciptaan

kondisi belajar aktif dari siswa karena adanya unsur

permainan dalam proses pembelajaran. Menurut Tarmizi

(2010), strategi Talking Stick adalah strategi

pembelajaran yang dipergunakan guru dalam mencapai

tujuan pembelajaran yang diinginkan. Dalam proses

pembelajaran di kelas beriorientasi pada terciptanya

kondisi belajar melalui permainan tongkat yang

diberikan dari satu siswa kepada peserta didik yang

lain pada saat guru menjelaskan materi pelajaran dan

selanjutnya mengajukan pertanyaan, maka anak yang

sedang memegang tongkat itulah yang memperoleh

kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini

dilakukan hingga semua siswa berkesempatan mendapat

19

giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Dari

penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi

Talking Stick atau kata lainnya “Tongkat Berbicara”

merupakan metode pada mulanya digunakan oleh penduduk

asli Amerika untuk mengajak semua orang menyampaikan

pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku) namun

saat ini Talking Stick merupakan model pembelajaran

melalui permainan tongkat yang berorientasi pada

penciptaan kondisi yang menyenangkan dan situasi

belajar aktif dari siswa.

b. Kelebihan strategi Talking Stick. Menurut Maudin

(2010), kelebihan strategi Talking Stick yaitu:

1) Menguji kesiapan siswa dengan memberikan

pertanyaan.

2) Menguji penguasaan materi siswa dalam

pembelajaran.

3) Melatih kemampuan membaca dan memahami dengan

cepat.

4) Memberi dorongan pada siswa untuk lebih giat

belajar dengan mempelajari materi lebih dahulu.

20

5) Mengurangi kejenuhan dengan belajar sambil

bermain.

6) Menarik perhatian siswa.

7) Siswa berani mengemukakan pendapat.

c. Kelemahan strategi Talking Stick. Menurut Deden

(2010), adapun kelemahan dalam strategi Talking Stick

adalah membuat siswa senam jantung.

d. Langkah-langkah penerapan strategi Talking Stick. Menurut

Suprijono (2009:109) sebagaimana dikutip oleh Suarni

(2012), adapun langkah-langkah pembelajaran menggunakan

strategi Talking Stick adalah sebagai berikut:

1) Guru menyiapkan tongkat.

2) Guru menjelaskan materi pokok yang akan

dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada

siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada

LKS/buku paket.

3) Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya

guru mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya.

4) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah

satu siswa, setelah itu memberi pertanyaan dan

21

peserta didik yang memegang tongkat tersebut harus

menjawab pertanyaan dari pendidik, demikian

seterusnya hingga seluruh anak mendapat bagian untuk

menjawab pertanyaan yang diajukan pengajar.

5) Ketika tongkat bergulir dari siswa sebaiknya

disertai dengan lagu.

6) Guru memberikan ulasan terhadap seluruh jawaban

yang diberikan siswa.

7) Merumuskan kesimpulan.

8) Penutup.

4. Kajian mengenai Strategi Reading Guide Kolaborasi

Talking Stick

a. Pengertian kolaborasi. Pengertian mengenai

kolaborasi dapat diperoleh dari berbagai sumber salah

satunya dari Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2005:580), “kolaborasi (perbuatan) adalah kerjasama

dengan musuh”. Menurut Madya (2007:51), “penelitian

tindakan yang sejati adalah penelitian tindakan

kolaboratif, yaitu yang dilakukan oleh sekelompok

peneliti melalui kerjasama dan bekerja sama”. Jadi

22

kolaborasi adalah suatu bentuk kerjasama bila dalam

penelitian dilakukan secara bersama-sama.

b. Pengertian strategi Reading Guide kolaborasi Talking Stick.

Pengertian mengenai strategi Reading Guide kolaborasi

Talking Stick adalah strategi pembelajaran aktif yang

dilakukan dalam waktu dan tempat bersamaan dimana siswa

dituntut untuk berpikir cepat serta berkonsentrasi

dalam mengerjakan kisi-kisi pertanyaan dengan panduan

bacaan kemudian peserta didik menjawab pertanyaan

melalui permainan tongkat diiringi dengan lagu sehingga

tercipta pembelajaran aktif sehingga membuat siswa

senang.

c. Kelebihan strategi Reading Guide kolaborasi Talking Stick.

Dalam penggunaan strategi pembelajaran terdapat

kelebihan-kelebihan. Beberapa kelebihan Reading Guide

kolaborasi Talking Stick yaitu:

1) Siswa lebih berperan aktif dan membangkitkan

semangat untuk belajar.

2) Memotivasi dan membangkitkan siswa untuk senang

membaca.

23

3) Adanya keseimbangan dalam mengembangkan ranah

kognitif, afektif, dan psikomotor.

4) Guru mudah mengetahui siswa yang malas dan rajin.

5) Penilaiannya mudah.

6) Sangat cocok untuk mata pelajaran ilmu sosial.

7) Memberikan dorongan kepada siswa untuk berani

mengemukakan pendapat.

8) Melatih konsentrasi siswa dengan berpikir cepat dan

tanggap.

9) Guru mudah mengetahui kemampuan berpikir pada siswa.

10) Menarik perhatian siswa.

11) Mengurangi kejenuhan pada siswa dalam proses

pembelajaran.

d. Kelemahan strategi Reading Guide kolaborasi Talking Stick.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

kelemahan pada penggunaan strategi Reading Guide

kolaborasi Talking Stick yaitu:

1) Kurang efektif dalam membaca karena singkatnya

waktu.

24

2) Kadang membuat jenuh siswa bila waktunya terlalu

lama.

3) Tidak bisa untuk mengukur kemampuan analisa.

4) Situasi kelas menjadi gaduh.

5) Siswa bermain sendiri bila tidak bisa menguasai

kelas.

6) Siswa terkadang tidak mau menjawab karena kemampuan

berpikirnya lambat.

7) Kisi-kisi tidak mencakup keseluruhan materi dan

hanya berisi pertanyaan-pertanyaan tertentu saja.

8) Membuat siswa senam jantung sehingga takut memegang

tongkat (stick).

9) Bila ada siswa yang jahil, tongkat (stick) tidak

dijalankan sebagaimana mestinya.

10) Membuat siswa cepat lelah karena energinya banyak

terbuang karena tertawa dan bersorak sorai.

e. Langkah-langkah penerapan strategi Reading Guide

kolaborasi Talking Stick. Langkah-langkah pelaksanaan strategi

Reading Guide kolaborasi Talking Stick antara lain:

1) Tentukan bacaan yang dipelajari.

25

2) Buat kisi-kisi yang akan digunakan untuk menjawab

pertanyaan.

3) Bagikan bahan bacaan dengan kisi-kisinya kepada

siswa.

4) Tugas siswa adalah mempelajari bahan bacaan dengan

menggunakan kisi-kisi pertanyaan yang ada. Batasi

aktivitas ini sehingga tidak memakan waktu yang

berlebihan.

5) Siapkan sebuah tongkat.

6) Setelah dirasa cukup dalam menjawab kisi-kisi

pertanyaan, siswa dipersilahkan mengumpulkan kisi-

kisi pertanyaan kemudian berikan instruksi pada

siswa untuk berdiri dan membentuk lingkaran besar.

7) Ambillah tongkat dan berikan kepada salah satu anak,

ketika tongkat bergulir dari siswa ke peserta didik

yang lain sebaiknya disertai dengan lagu untuk

mengiringi berputarnya tongkat tersebut.

8) Guru berhak menghentikan lagu.

9) Berikan pertanyaan seputar kisi-kisi tadi kepada

siswa yang terakhir menerima tongkat dan peserta

26

didik yang memegang tongkat tersebut harus

menjawabnya.

10) Instruksikan kepada siswa yang lain untuk

mengomentari jawaban, demikian seterusnya hingga

seluruh peserta didik mendapat bagian untuk menjawab

pertanyaan seputar kisi-kisi tadi.

11) Ketika waktu dirasa cukup, siswa dipersilahkan

kembali ke tempat duduk dan merapikannya.

12) Berikan ulasan terhadap seluruh jawaban yang

diberikan siswa.

5. Kajian mengenai Konsentrasi Belajar

a. Pengertian konsentrasi. Menurut Hakim (2002:1),

konsentrasi dalam bentuk kata kerja (verb) yaitu

concentrate yang berarti memusatkan, dan dalam bentuk

kata benda (noun) yaitu concentration yang berarti

pemusatan. Secara garis besar, sebagian besar orang

memahami pengertian konsentrasi sebagai suatu proses

pemusatan pikiran kepada suatu objek tertentu. Menurut

Rory (2010), konsentrasi adalah pemusatan pikiran pada

suatu objek tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa

27

konsentrasi merupakan pemusatan pikiran pada objek

tertentu.

b. Membangkitkan konsentrasi. Menurut Hakim

(2002:48), ada beberapa cara dalam membangkitkan

konsentrasi yaitu sebagaimana berikut:

1) Menghadirkan pikiran ke dalam diri.

2) Memfokuskan pikiran yang sudah hadir ke dalam

diri kepada objek lain yang sesuai dengan kegiatan

yang sedang dilakukan.

3) Melakukan rileksasi sebagai latihan konsentrasi.

c. Pengertian belajar. Menurut Djamarah (2012:13),

belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa dan raga

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai

hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan

lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, maupun

psikomotorik. Menurut Sobur (2009:218-235), secara

singkat dan secara umum belajar dapat diartikan sebagai

perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil

adanya pengalaman. Belajar merupakan suatu proses

kejiwaan atau peristiwa pribadi yang terjadi di dalam

28

diri setiap individu yang selalu berkaitan dengan

perubahan, baik yang meliputi keseluruhan tingkah laku

individu maupun yang hanya terjadi pada beberapa aspek

dari kepribadian individu. Menurut Slameto (2003:2),

belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha

yang dilakukan guna memperoleh perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Jadi berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses

kejiwaan untuk memperoleh perubahan tingkah laku

sebagai hasil dari interaksi lingkungan maupun

pengalaman pribadi.

d. Ciri-ciri belajar. Menurut Djamarah (2012:15),

hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku dengan

ciri-ciri:

1) Perubahan yang terjadi secara sadar, bahwa siswa

yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan atau

sekurang-kurangnya siswa menyadari adanya suatu

perubahan dalam dirinya.

29

2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional,

bahwa yang terjadi dalam diri siswa akan berlangsung

secara terus menerus, tidak statis dan akan

menyebabkan perubahan berikutnya yang akan berguna

bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan

aktif, bahwa perubahan-perubahan yang ada dalam diri

siswa diharapkan akan selalu bertambah dan tertuju

untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari

sebelumnya yang merupakan usaha individu sendiri

(tidak terjadi dengan sendirinya).

4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara,

bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena

proses belajar bersifat permanen atau menetap.

5) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah,

bahwa perubahan tinmgkah laku terjadi karena adanya

tujuan yang hendak dicapai dan benar-benar disadari.

6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku,

dimana jika seseorang belajar sesuatu sebagai

hasilnya akan mengalami perubahan tingkah laku secara

30

menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan,

pengetahuan, dan sebagainya.

e. Jenis-jenis belajar. Menurut Djamarah (2002:27-37),

jenis-jenis belajar dapat diuraikan menjadi beberapa

hal sebagai berikut:

1) Belajar arti kata, dimana orang mulai menangkap

arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan.

Pada mulanya suatu kata sudah dikenal tetapi belum

diketahui artinya. Mengerti arti kata-kata merupakan

dasar terpenting dalam belajar, karena dengan

demikian orang akan mudah menggunakannya dan mencegah

terjadinya kesalahan dalam penggunaan kata-kata.

2) Belajar kognitif, dimana hal ini bersentuhan

dengan masalah mental. Objek-objek yang diamati

dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan,

gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat

mental. Belajar kognitif ini penting dalam belajar,

karena seseorang tidak bisa melepaskan diri dari

kegiatan belajar kognitif. Objek-objek yang

31

ditanggapi tidak hanya bersifat materiil, tetapi juga

bersifat tidak materiil.

3) Belajar menghafal, bahwa menghafal merupakan

aktivitas menanamkan suatu materi verbal di dalam

ingatan, sehingga dapat diingat kembali secara

harfiah sesuai dengan materi yang asli. Dalam

menghafal ini perlu memperhatikan tujuan, pengertian,

perhatian, dan ingatan.

4) Belajar teoritis, dimana jenis belajar ini

bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta

(pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental

sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk

memecahkan problem seperti dalam bidang-bidang studi

ilmiah.

5) Belajar konsep, yaitu berpikir dalam konsep dan

belajar pengertian dalam taraf komprehensif, taraf

kedua dalam taraf berpikir. Taraf pertamanya adalah

taraf pengetahuan, yaitu belajar reseptif atau

menerima.

32

6) Belajar kaidah, termasuk dari jenis belajar

kemahiran intelektual (intelectual skill). Belajar kaidah

ini merupakan penghubungan dua konsep atau lebih,

kemudian terbentuklah suatu ketentuan yang

mempresentasikan suatu keteraturan. Dengan kata lain

jika seseorang telah mempelajari suatu kaidah maka

akan mampu menghubungkan beberapa konsep.

7) Belajar berpikir, bahwa hal ini sangat diperlukan

selama belajar. Ketika berpikir dilakukan maka akan

terjadi suatu proses, yang tekanannya terletak pada

penyusunan kembali kecakapan kognitif (bersifat ilmu

pengetahuan). Setiap pemecahan masalah pasti

memerlukan taraf berpikir dan setiap taraf berpikir

tersebut akan melahirkan belajar yang berbeda dengan

hasil yang berbeda pula.

8) Belajar keterampilan motorik (motor skill), dimana

orang yang memiliki suatu keterampilan motorik akan

mampu melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani

dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi

antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara

33

terpadu. Keterampilan motorik ini memegang peranan

yang sangat pokok dalam belajar.

9) Belajar estetis, dimana bertujuan dalam

pembentukan kemampuan menciptakan dan menghayati

keindahan dalam berbagai bidang kesenian. Belajar ini

mencakup fakta, relasi-relasi, dan metode-metode

dalam suatu karya seni.

f. Aktivitas-aktivitas belajar. Menurut Djamarah

(2002:38-45), belajar bukanlah berproses dari

kehampaan, tidak pula pernah sepi dari berbagai

aktivitas. Situasi akan mempengaruhi dan menentukan

aktivitas belajar apa yang dilakukan kemudian. Setiap

situasi di manapun dan kapanpun memberikan kesempatan

belajar kepada seseorang. Macam-macam aktivitas belajar

antara lain yaitu:

1) Mendengarkan. Aktivitas mendengarkan adalah

aktivitas belajar yang diakui kebenarannya dalam

dunia pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan

formal persekolahan maupun nonformal. Ketika seorang

34

guru menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa

harus mendengarkan apa yang disampaikan.

2) Memandang. Memandang adalah suatu kegiatan yang

mengarahkan penglihatan pada suatu objek. Aktivitas

memandang dalam arti belajar adalah aktivitas

memandang yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan

untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang

positif. Aktivitas memandang dalam dunia pendidikan

yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan belajar

seperti halnya seorang pelajar yang memandang papan

tulis berisikan tulisan yang baru saja guru tulis.

Hal ini dapat menimbulkan kesan dan selanjutnya

tersimpan dalam otak oleh peserta didik.

3) Meraba, membau, dan mencicipi/mengecap. Aktivitas

meraba, membau, dan mengecap merupakan indera

manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk

kepentingan belajar. Aktivitas-aktivitas tersebut

dapat dikatakan belajar apabila didorong oleh

kebutuhan dan motivasi untuk mencapai tujuan dengan

35

menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh

perubahan tingkah laku.

4) Menulis atau mencatat. Menulis dan mencatat adalah

kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas

belajar. Kegiatan mencatat dalam pendidikan

tradisional masih sering dilakukan, walaupun pada

waktu tertentu seseorang harus mendengarkan isi

ceramah dan tidak bisa mengabaikan masalah mencatat

hal-hal yang dianggap penting. Catatan sangat

berguna untuk menampung sejumlah informasi yang

tidak hanya bersifat fakta-fakta, akan tetapi juga

terdiri atas materi hasil analisis dari bahan

bacaan.

5) Membaca. Membaca merupakan aktivitas yang paling

banyak dilakukan selama belajar di sekolah atau

perguruan tinggi. Membaca di sini diartikan tidak

mesti harus membaca buku belaka, akan tetapi juga

membaca majalah, koran, tabloid, jurnal-jurnal hasil

penelitian, catatan hasil belajar atau kuliah dan

36

hal-hal lain yang berhubungan dengan kebutuhan

belajar.

6) Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi.

Ikhtisar atau ringkasan dapat membantu dalam hal

mengingat atau mencari kembali materi dalam buku

untuk masa-masa yang akan datang. Membuat ikhtisar

belumlah cukup untuk keperluan belajar yang

intensif. Oleh karena itu pada hal-hal yang penting

saat membaca perlu diberi garis bawah (underlining). Hal

ini sangat membantu dalam usaha menemukan kembali

materi di kemudian hari bila diperlukan.

7) Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram, dan bagan-

bagan. Tabel, diagram, dan bagan yang tercantum

dalam buku berguna untuk memperjelas penjelasan

uraian penulis, agar dapat memberikan gambaran kesan

yang baik. Dengan menghadirkan tabel, diagram, atau

bagan dapat menumbuhkan pengertian dalam waktu yang

relatif singkat. Maka dari itu ketiga hal tersebut

janganlah diabaikan untuk diamati, karena ada hal-

37

hal tertentu yang tidak termasuk dalam penjelasan

melalui tulisan.

8) Menyusun paper atau kertas kerja. Penulisan paper

dituntut sesuai dengan prosedur ilmiah yang baik,

yaitu penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan

benar menurut ejaan Bahasa Indonesia yang

disempurnakan (EYD). Penyusunan paper harus sesuai

dengan metodologis dan sistematis, yaitu menggunakan

metode tertentu dalam penggarapannya dan menggunakan

kerangka berpikir yang logis dan kronologis.

9) Mengingat. Mengingat merupakan suatu gejala

psikologis yang dapat dilihat dari sikap dan

perbuatannya. Perbuatan mengingat dapat dilakukan

bila seseorang sedang mengingat-ingat kesan yang

telah dipunyai. Ingatan adalah kemampuan untuk

memasukkan (learning), menyimpan (retention), dan

menimbulkan kembali (remembering) terhadap hal-hal

yang telah lampau ingatan (memory) seseorang

dipengaruhi oleh sifat seseorang, alam sekitar,

keadaan jasmani, keadaan rohani (jiwa), dan umur

38

seseorang. Perbuatan mengingat jelas sekali terlihat

ketika seseorang sedang menghafal bahan pelajaran

berupa dalil, kaidah, pengertian, rumus dan

sebagainya.

10) Berpikir. Berpikir termasuk aktivitas belajar.

Orang akan memperoleh penemuan baru dengan berpikir,

setidak-tidaknya tahu tentang hubungan antara

sesuatu. Ada taraf tertentu dalam berpikir, yaitu

dari berpikir yang rendah sampai taraf berpikir yang

tinggi.

11) Latihan atau praktik. Latihan atau praktik adalah

konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan

usaha untuk mendapatkan kesan-kesan dengan cara

berbuat. Dalam hal ini latihan adalah belajar sambil

berbuat. Latihan termasuk cara yang baik untuk

memperkuat ingatan. Dengan banyak latihan maka

kesan-kesan yang diterima akan lebih fungsional.

Dengan demikian aktivitas latihan dapat mendukung

belajar yang optimal.

39

g. Empat pilar belajar. Sukmadinata (2003:201-203)

menyatakan bahwa UNESCO merumuskan adanya empat pilar

belajar, yaitu:

1) Belajar mengetahui (learning to know). Belajar

mengetahui ini berkenaan dengan perolehan,

penguasaan, dan pemanfaatan pengetahuan.

2) Belajar berkarya (learning to do). Belajar berkarya

ini berhubungan erat dengan belajar mengetahui,

karena pengetahuan itu mendasari suatu perbuatan.

3) Belajar hidup bersama (learning to live together). Siswa

dituntut belajar untuk hidup bersama agar mampu

berinteraksi, berkomunikasi, bekerja sama, dan hidup

bersama antar kelompok.

4) Belajar berkembang utuh (learning to be). Individu-

individu dituntut untuk banyak belajar mengembangkan

seluruh aspek kepribadiannya baik aspek intelektual,

emosi, sosial, fisik, maupun moral agar dapat

berkembang secara optimal dan seimbang.

h. Prinsip-prinsip belajar. Sukmadinata (2004:165-166)

menyampaikan prinsip umum belajar sebagai berikut:

40

1) Belajar merupakan bagian dari perkembangan. Belajar

dan berkembang merupakan dua hal yang berbeda tetapi

erat hubungannya. Dalam perkembangan dituntut

belajar, sedangkan melalui belajar terjadi

perkembangan individu yang pesat.

2) Belajar berlangsung seumur hidup. Hal ini sesuai

dengan prinsip pembelajaran sepanjang hayat (life long

learning).

3) Keberhasilan belajar dipengaruhi faktor-faktor

bawaan, lingkungan, kematangan, serta usaha dari

individu secara aktif.

4) Belajar mencakup semua aspek kehidupan. Oleh sebab

itu belajar harus mengembangkan aspek kognitif,

afektif, dan psikomotor dan keterampilan hidup (life

skill). Menurut Ki Hajar Dewantara belajar harus

mengembangkan cipta (kognitif), rasa (afektif),

karsa (motivasi), dan karya (psikomotor).

5) Kegiatan belajar berlangsung di sembarang tempat dan

waktu. Berlangsung di sekolah (kelas dan halaman

sekolah), di rumah, di masyarakat, di tempat

41

rekreasi, di alam sekitar, dalam bengkel kerja, di

dunia industri, dan sebagainya.

6) Belajar berlangsung baik dengan guru maupun tanpa

guru. Berlangsung dalam situasi formal, informal,

dan nonformal.

7) Belajar yang terencana dan disengaja menuntut

motivasi yang tinggi. Biasanya terkait dengan

pemenuhan tujuan yang kompleks, diarahkan kepada

penguasaan, pemecahan masalah atau pencapaian

sesuatu yang bernilai tinggi. Ini harus terencana,

memerlukan waktu dan dengan upaya yang sungguh-

sungguh.

8) Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling

sederhana sampai dengan belajar yang amat kompleks.

9) Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan.

Hambatan dapat terjadi karena belum adanya hambatan

dari lingkungan, kurangnya motivasi, kelelahan atau

kejenuhan belajar.

10) Dalam hal tertentu belajar memerlukan adanya

bantuan dan bimbingan dari orang lain. Orang lain

42

itu dapat guru, orang tua, teman sebaya yang

kompeten dan lainnya.

i. Ciri khas perilaku belajar. Syah (2008:116-118)

merumuskan bahwa karakteristik perilaku belajar yang

terpenting mencakup tiga hal, yaitu:

1) Perubahan intensional. Perubahan yang terjadi

dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau

praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari

atau dengan kata lain bukan kebetulan. Siswa

menyadari atau sekurang-kurangnya merasakan adanya

perubahan yang dialami baik penambahan pengetahuan,

kebiasaan sikap dan pandangan sesuatu, maupun

keterampilan.

2) Perubahan positif dan aktif. Perubahan positif

berarti perubahan yang baik, bermanfaat, serta sesuai

dengan harapan. Perubahan aktif tidak terjadi dengan

sendirinya seperti karena proses kematangan (misalnya

bayi yang bisa merangkak setelah bisa duduk), tetapi

karena usaha siswa itu sendiri.

43

3) Perubahan efektif dan fungsional. Perubahan

efektif yakni perubahan yang berhasil guna (membawa

pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa).

Perubahan yang bersifat fungsional yakni relatif

menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan perubahan

tersebut dapat direproduksi atau dimanfaatkan,

diharapkan memberi manfaat yang luas seperti ketika

siswa menempuh ujian dan menyesuaikan diri dengan

lingkungan kehidupan sehari-hari dalam mempertahankan

kelangsungan hidupnya.

j. Fase-fase dalam proses belajar. Menuru Jerome S.

Bruner sebagaimana dikutip oleh Syah (2008:113-114),

dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga episode

atau fase berupa:

1) Fase informasi (tahap penerimaan materi). Dalam

fase ini seorang siswa yang sedang belajar memperoleh

sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang

dipelajari. Diantara materi yang diperoleh itu ada

yang sama sekali baru dan berdiri sendiri serta ada

pula yang berfungsi menambah, memperluas, dan

44

memperoleh pengetahuan yang sebelumnya telah

dimiliki.

2) Fase transformasi (tahap pengubahan materi).

Dalam fase ini informasi yang telah diperoleh

dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi

bentuk yang abstrak/konseptual supaya kelak pada

gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih

luas.

3) Fase evaluasi (tahap penilaian materi). Dalam

fase ini seorang siswa akan menilai sendiri sampai

sejauh manakah pengetahuan atau informasi yang telah

ditransformasikan dapat dimanfaatkan untuk memahami

gejala-gejala lain atau memecahkan masalah yang

dihadapi.

k. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar. Ahmadi dan

Widodo (2004:78-96) menggolongkan faktor-faktor

penyebab kesulitan belajar sebagai berikut:

1) Faktor intern atau faktor dalam diri siswa

sendiri. Faktor intern ini meliputi sebab yang bersifat

fisik dan sebab-sebab kesulitan belajar karena

45

rohani. Sebab yang bersifat fisik seperti halnya

keadaan karena sakit, keadaan karena kurang sehat,

dan keadaan cacat tubuh, sedangkan sebab-sebab

kesulitan belajar karena rohani berkaitan dengan

intelegensi, bakat, minat, motivasi, faktor kesehatan

mental, dan tipe-tipe khusus seorang pelajar (tipe

visual yaitu tipe yang mudah mempelajari bahan

pelajaran dengan penglihatan, tipe auditif yaitu tipe

yang mudah mempelajari bahan yang disajikan dengan

bentuk suara atau ceramah, dan tipe motorik yaitu

tipe yang mudah mempelajari bahan pelajaran dengan

penglihatan dan pendengaran).

2) Faktor orang tua. Faktor orang tua ini

berhubungan dengan faktor keluarga terkait bagaimana

cara mendidik anak, hubungan orang tua dengan anak,

dan contoh atau bimbingan dari orang tua. Selain hal

tersebut, suasana rumah atau keluarga, keadaan

ekonomi keluarga (miskin/kaya), faktor sekolah, dan

faktor media massa serta lingkungan sekolah juga

berpengaruh terhadap kesulitan belajar siswa. Faktor

46

sekolah ini berhubungan dengan guru, alat, kondisi

gedung, kurikulum, dan waktu sekolah serta disiplin

yang kurang. Faktor media massa meliputi bioskop, TV,

surat kabar, majalah, dan buku-buku komik

disekeliling kita. Faktor lingkungan sekolah

berkaitan dengan teman bergaul, lingkungan tetangga,

dan aktivitas dalam masyarakat.

l. Gejala sebagai pertanda adanya kesulitan belajar. Ahmadi

dan Widodo (2004:94) menguraikan beberapa gejala

sebagai pertanda adanya kesulitan belajar yaitu:

1) Menunjukkan prestasi yang rendah/di bawahrata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas.

2) Hasil yang dicapai tidak seimbang denganusaha yang dilakukan. Ia berusaha dengan kerastetapi nilainya selalu rendah.

3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalamsemua hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal,dalam menyelesaikan tugas-tugas.

4) Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti:acuh tak acuh, berpura-pura, dusta, dan lain-lain.

5) Menunjukkan tingkah laku yang berlainan.

m. Usaha mengatasi kesulitan belajar. Ahmadi dan Widodo

(2004:96-100) menguraikan beberapa langkah yang

47

diperlukan dalam mengatasi kesulitan belajar, yaitu

sebagai berikut:

1) Pengumpulan data. Pengumpulan data ini berguna

untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar,

yaitu dengan mengadakan pengamatan secara langsung.

2) Pengolahan data. Pengolahan data ini berguna

untuk mengetahui secara pasti penyebab-penyebab

kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dengan cara

mengidentifikasi kasus, membandingkan antar kasus,

membandingkan dengan hasil tes, dan menarik

kesimpulan.

3) Diagnosis. Diagnosis merupakan keputusan atau

penentuan hasil dari pengolahan data yang berupa

keputusan mengenai jenis kesulitan anak, keputusan

mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber

penyebab kesulitan belajar, keputusan mengenai faktor

utama penyebab kesulitan belajar, dan sebagainya.

Dalam rangka diagnosis biasanya membutuhkan tenaga

bantuan dokter, psikolog, psikiater, social worker,

ortopedagogik, guru kelas, dan orang tua anak.

48

4) Prognosis. Prognosis yaitu ramalan mengenai

bantuan apa yang harus diberikan untuk mebantu

mengatasi masalah. Prognosis ini berupa bentuk

treatment yang harus diberikan, bahan atau materi yang

diperlukan, metode yang digunakan, alat-alat bantu

belajar mengajar yang diperlukan, dan waktu (kapan

kegiatan dilakukan).

5) Treatment (perlakuan). Perlakuan yang dimaksud

adalah pemberian bantuan kepada anak yang

bersangkutan mengalami kesulitan belajar sesuai

program yang disusun pada tahap prognosis seperti

melalui bimbingan belajar kelompok, bimbingan belajar

individual, pengajaran remedial dalam beberapa bidang

studi tertentu, pemberian bimbingan pribadi untuk

mengatasi masalah-masalah psikologis, melalui

bimbingan orang tua, dan pengatasan kasus sampingan

yang mungkin ada.

6) Evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui

apakah treatment yang telah diberikan berhasil dengan

49

baik, artinya ada kemajuan atau bahkan gagal sama

sekali.

n. Pengertian konsentrasi belajar. Berdasarkan

pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

konsentrasi belajar merupakan suatu perilaku, fokus

perhatian, dan tingkat pemahaman siswa untuk

memperhatikan dengan baik dalam setiap pelaksanaan

proses pembelajaran.

o. Teori-teori tentang konsentrasi. Menurut Hakim

(2002:1-6), konsentrasi sebagai suatu proses pemusatan

pikiran kepada suatu objek tertentu, dengan adanya

pengertian tersebut, timbullah suatu pengertian lain

bahwa di dalam melakukan konsentrasi, orang harus

berusaha keras agar segenap perhatian panca indera dan

pikirannya hanya boleh terfokus pada satu objek saja.

Panca indera, khususnya mata dan telinga tidak boleh

terfokus kepada hal-hal lain, pikiran tidak boleh

memikirkan dan teringat masalah-masalah lain.

Konsentrasi yang efektif adalah suatu proses

terfokusnya perhatian seseorang secara maksimal

50

terhadap suatu objek kegiatan yang dilakukannya dan

proses tersebut terjadi secara otomatis serta mudah

karena orang yang bersangkutan mampu menikmati kegiatan

yang sedang dilakukannya. Dari uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa jika seseorang merasa sulit untuk

berkonsentrasi maka kemungkinan besar salah satu

penyebab utamanya adalah orang tersebut belum mampu

menikmati kegiatan yang dilakukannya.

Konsentrasi pada hakekatnya merupakan kemampuan

seseorang dalam mengendalikan kemauan, pikiran, dan

perasaannya. Dari kemampuan tersebut, sesorang akan

mampu memfokuskan sebagian besar perhatiannya pada

objek yang dikehendaki. Untuk dapat mengendalikan

kemauan, pikiran, dan perasaan agar tercapai

konsentrasi yang efektif dan mudah, seseorang harus

berusaha menikmati kegiatan yang saat itu sedang

dilakukannya. Konsentrasi akan terjadi secara otomatis

dan mudah jika seseorang telah menikmati kegiatan yang

dilakukannya. Salah satu penunjang utama untuk dapat

melakukan konsentrasi adalah adanya kemauan yang kuat

51

dan konsisten. Untuk dapat melakukan konsentrasi

diperlukan faktor pendukung dari dalam diri orang

tersebut (faktor internal) yang meliputi kondisi mental

dan fisik yang sehat. Konsentrasi juga baru akan

terjadi maksimal jika didukung oleh faktor-faktor yang

ada di luar orang tersebut (faktor eksternal), yaitu

situasi dan kondisi lingkungan yang menimbulkan rasa

aman, nyaman, dan menyenangkan.

p. Indikator konsentrasi belajar. Berdasarkan teori-

teori di atas, indikator mengenai konsentrasi belajar

yaitu:

1) Memperhatikan setiap materi pelajaran yang

disampaikan guru.

2) Dapat merespon dan memahami setiap materi

pelajaran yang diberikan.

3) Mengerjakan tugas tepat waktu.

4) Kondisi kelas tenang dan tidak gaduh saat

menerima materi pelajaran.

52

5) Selalu bersikap aktif dengan bertanya dan

memberikan argumentasi mengenai materi pelajaran yang

disampaikan guru.

6) Menjawab dengan baik dan benar setiap pertanyaan

yang diberikan guru.

7) Tidak mau diganggu ketika sedang menyelesaikan

pekerjaan.

8) Tidak pernah melakukan kesalahan ketika sedang

beraktivitas.

6. Kajian mengenai Proses Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan

a. Pengertian proses. Menurut Sobur (2009:235),

proses ialah suatu perubahan yang menyangkut tingkah

laku atau kejiwaan. Menurut Prawira (2011), proses

adalah suatu cara, metode, dan teknik bagaimana

sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan,

dan dana) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil.

Jadi proses adalah suatu perubahan terkait tingkah laku

atau kejiwaan yang berupa cara, metode, maupun teknik

untuk memperoleh suatu hasil tertentu.

53

b. Pengertian pembelajaran. Menurut Laksono

(2011:29), Pembelajaran adalah terjadinya hubungan

timbal balik antara siswa dengan guru maupun siswa

dengan siswa itu sendiri. Hubungan timbal balik

tersebut saling memberi dan saling menerima. Menurut

Cahya sebagaimana dikutip oleh Oemar Hamalik (1999:57),

“pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun

meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi

mencapai tujuan pembelajaran”.

Tim Penyusun KBBI (1999:15), pembelajaran diartikan

sebagai “suatu proses, perbuatan, cara menjadikan orang

atau makhluk hidup belajar”. Dalam pembelajaran

terdapat bermacam-macam komponen atau unsur. Menurut

Cahya sebagaimana dikutip oleh Oemar Hamalik (1999:66),

Unsur-unsur minimal yang harus ada dalam sistem

pembelajaran adalah:

1) Seorang siswa/peserta didik2) Guru (pengajar)3) Suatu tujuan4) Suatu prosedur kerja untuk mencapai tujuan

54

5) Media pembelajaran, seperti: buku, slide,teks yang diprogram dan sebagainya

6) Kepala sekolah, karena dapat menjadi salahsatu unsur sistem pembelajaran karena berkaitandengan prosedur perencanaan dan pelaksanaanpembelajaran.

Menurut Barazi (2009:87), pembelajaran merupakan

proses atau cara untuk menjadikan orang atau makhluk

hidup belajar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran merupakan proses dimana pendidik

(guru) berinteraksi dengan peserta didik (siswa)

melalui berbagai unsur-unsur pendidikan untuk

mentransfer ilmu guna mencapai tujuan pembelajaran yang

efektif dan efisien.

c. Syarat-syarat pembelajaran. Menurut Jumali dkk.

(2008:30), suatu kegiatan dapat dikatakan sebagai

pembelajaran apabila memenuhi syarat-syarat sebagaimana

berikut ini:

1) Kegiatan dilakukan secara sengaja dan terencana.

Sejak awal kegiatan sudah direncanakan dan terjadwal

sehingga bukan merupakan kegiatan yang refleks maupun

55

spontan, maka telah ada program yang akan diajarkan

serta persiapan ke arah terjadinya pembelajaran.

2) Kegiatan dilakukan oleh guru, instruktur atau

tutor selaku pihak yang memiliki kualifikasi dan

profesionalitas yang diakui sehingga dapat

dipertanggung-jawabkan.

3) Terdapat interaksi educational dengan saling sharing

pengetahuan maupun pengalaman sehingga unsur mendidik

sangat dominan.

4) Kegiatan dilandasi dengan metodologi

pembelajaran, dimana telah didesain dengan mengikuti

pola paedagogik yang sudah divalidasikan.

5) Mempunyai tujuan instruksional, yaitu dengan

memprogramkan tujuan pembelajaran dalam pendidikan.

6) Terdapat verifikasi baik dalam proses maupun

akhir kegiatan, sehingga dapat diperoleh feed back

untuk penilaian kegiatan pembelajaran maupun untuk

remedial teaching.

56

7) Terdapat program yang direncanakan dalam

interaksi educational sesuai dengan taraf perkembangan

peserta didik.

d. Langkah-langkah pembelajaran. Menurut Piaget

sebagaimana dikutip oleh Nazarudin (2007:163-164),

langkah-langkah pembelajaran meliputi:

1) Menentukan topik yang dapat dipelajari sendiri

oleh siswa.

2) Menilai dan mengembangkan aktivitas kelas.

3) Guru mengetahui adanya kesempatan untuk

mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses

pemecahan masalah.

4) Menilai pelaksanaan kegiatan, memperhatikan

keberhasilan, dan melakukan revisi.

e. Evaluasi pembelajaran. Menurut Zabda (2012),

evaluasi belajar adalah “proses pengukuran dan

penilaian terhadap hasil dari proses belajar”. Rusyan

dkk. (1994:209) menyatakan bahwa evaluasi merupakan

bagian penting dalam proses belajar mengajar karena

dengan evaluasi dapat ditentukan tingkat keberhasilan

57

suatu program, sekaligus juga dapat diukur hasil-hasil

yang dicapai oleh suatu program. Evaluasi yang

dilaksanakan bukan hanya untuk tujuan mendapatkan skor

atau angka, tetapi ditujukan untuk mendapatkan gambaran

sementara tentang materi yang diberikan oleh guru,

sampai sejauh mana tingkat kesulitan dan kemudahan yang

diberikan kepada peserta didik hingga seberapa jauh

standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat dicapai

oleh peserta didik.

Proses pembelajaran dirancang atau disusun oleh

guru mengacu pada tujuan dan sebaliknya, evaluasi

merupakan kegiatan mengumpulkan data pencapaian tujuan

sehingga penilaian mengacu pada tujuan. Untuk mengukur

evaluasi sudah mencapai tujuan pembelajaran atau belum

maka dilihat dari indikatornya. Alat evaluasi yang

digunakan dalam pembelajaran dibagi menjadi dua macam,

yaitu: teknik tes dan teknik nontes. Teknik tes adalah

serentetan pertanyaan, latihan atau alat lain yang

digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,

intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh

58

individu atau kelompok, sedangkan teknik nontes untuk

menilai aspek-aspek tingkah laku, misalnya: skala

bertingkat, kuesioner, daftar cocok, wawancara,

pengamatan, dan riwayat hidup. Dari uraian di atas

dapat disimpulkan bahwa evaluasi pembelajaran adalah

pengukuran ting-kat keberhasilan siswa dalam proses

pembelajaran guna mencapai tujuannya.

f. Pengertian proses pembelajaran. Proses pembelajaran

sering kali disebut sebagai proses kegiatan belajar

mengajar. Menurut Nuriana (2011), proses pembelajaran

adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara

siswa dengan guru dan antar sesama siswa. Menurut

Rusyan dkk. (1994:4), proses pembelajaran adalah suatu

interaksi antara peserta didik dan guru dalam rangka

mencapai tujuan. Jadi proses pembelajaran merupakan

suatu interaksi yang menyebabkan hubungan timbal balik

antara guru dan siswa, maupun antar sesama peserta

didik dalam rangka mencapai suatu tujuan belajar.

g. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan. Menurut

Chamim dkk. (2001:33), “Pendidikan Kewarganegaraan

59

adalah upaya sosialisasi, diseminasi, aktualisasi,

konsep, sistem, nilai, dan budaya masyarakat madani

melalui pendidikan”. Selanjutnya Tim ICCE UIN Jakarta

(2012) memberikan pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

adalah:

Suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikandi mana seseorang mempelajari orientasi, sikap danperilaku politik sehingga yang bersangkutanmemiliki political knowledge, awareness, attitude, politicalefficacy dan political participation serta kemampuan mengambilkeputusan politik secara rasional.

Menurut Prasetyo (2011), Kewarganegaraan dalam

rangka pendidikan dapat diartikan sebagai kesadaran dan

kecintaan serta berani membela bangsa dan negara.

Pendidikan Kewarganegaraan menitikberatkan pada

kemampuan penalaran ilmiah yang kognitif dan efektif

tentang bela negara dalam rangka ketahanan nasional

sebagai geostrategi Indonesia. Jadi Pendidikan

Kewarganegaraan merupakan usaha sadar dalam

mengembangkan rasa kecintaan, kesetiaan, keberanian

membela tanah air dan bangsa dalam rangka ketahanan

nasional yang menitikberatkan pada kemampuan penalaran

60

ilmiah, diorganisasikan dalam bentuk program kurikuler

kewarganegaraan, aktivitas sosial kultural, dan kajian

ilmiah warga negara.

h. Pengertian proses pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan. Dari uraian di atas maka proses

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan

suatu cara usaha sadar untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang berupa perubahan tingkah laku dalam

interaksi antara guru dengan siswa maupun antar sesama

mengenai pengembangan kecintaan, kesetiaan, keberanian

membela tanah air bangsa Indonesia dalam rangka

ketahanan nasional pada program kurikuler

kewarganegaraan, aktivitas sosial kultural, serta

kajian ilmiah tentang warga negara.

i. Pentingnya proses pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan. Proses pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan sangatlah penting bagi seorang guru

guna membekali pengetahuan dan kemampuan dasar, serta

membimbing siswa dalam hubungan antar warga negara

dengan negara. Proses pembelajaran Pendidikan

61

Kewarganegaraan dapat melatih siswa berpikir kritis dan

bertindak demokratis sesuai dengan moral etika

ketimuran yang baik. Melalui pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan ini diharapkan dapat menumbuhkan

apresiasi siswa sebagai calon pemimpin bangsa,

memberikan bekal pengetahuan kepada siswa berkenaan

dengan hubungan antar warga negara dengan negara, serta

pendidikan bela negara agar nantinya dapat menjadi

warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan

negara. Maka dari itu, tercapailah tujuan pembelajaran

berupa perubahan tingkah laku dalam interaksi guru

dengan siswa mengenai pengembangan kecintaan,

kesetiaan, keberanian membela tanah air bangsa

Indonesia dalam rangka ketahanan nasional pada program

kurikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial kultural,

dan kajian ilmiah tentang warga negara.

7. Keterkaitan Penerapan Strategi Reading Guide

Kolaborasi Talking Stick dengan Konsentrasi Belajar Siswa

dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

62

Sebagaimana telah dijelaskan di atas strategi

Reading Guide, strategi Talking Stick, konsentrasi belajar,

dan proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

memiliki keterkaitan antara variabel-variabel tersebut.

Kaitannya kolaborasi antara strategi pembelajaran

Reading Guide dan Talking Stick merupakan strategi yang dapat

meningkatkan konsentrasi belajar siswa dalam

pembelajaran di kelas, salah satunya adalah pada

pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Strategi Reading

Guide kolaborasi Talking Stick merupakan strategi dimana

guru memberi dorongan pada siswa untuk mempelajari

materi yang telah disiapkan guru dalam bentuk panduan

membaca, kemudian siswa diberikan sebuah kisi-kisi

pertanyaan, tugas siswa adalah menjawab kisi-kisi

pertanyaan tersebut kemudian mengulas kisi-kisi

tersebut dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang

diberikan guru melalui permainan tongkat. Strategi ini

menuntut siswa agar lebih berkonsentrasi dalam menjawab

setiap pertanyaan yang diajukan oleh guru serta

bertanggung jawab atas apa yang akan dipelajari dengan

63

cara yang menyenangkan dan lebih inovatif. Hal tersebut

dapat meningkatkan konsentrasi belajar siswa dalam

mengikuti pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan agar

tercapailah tujuan pembelajaran berupa perubahan

tingkah laku dalam interaksi guru dan siswa mengenai

pengembangan kecintaan, kesetiaan, keberanian membela

tanah air dan bangsa dalam rangka ketahanan nasional

pada program kurikuler kewarganegaraan, aktivitas

sosial kultural, dan kajian ilmiah tentang warga

negara.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Tinjauan pustaka memuat uraian sistematis tentang

hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

peneliti-peneliti terdahulu dan ada hubungannya dengan

penelitian yang akan dilakukan. Hasil penelitian dari

Dewi Ernawati (2012) bahwa penerapan strategi Reading

Guide dapat meningkatkan keaktifan siswa dengan adanya

kenaikan rata-rata tiap siklus, sebelum dilaksanakan

Penelitian Tindakan Siswa yang aktif adalah 11 siswa

64

(30,55%). Rata-rata peningkatan keaktifan siswa siklus

I meningkat menjadi 20 siswa (57,14%) dan siklus II

meningkat menjadi 31 siswa (86,11%).

Hasil penelitian dari Eka Winingsih (2012) bahwa

penerapan strategi Talking Stick dapat meningkatkan hasil

belajar siswa dengan adanya kenaikan rata-rata tiap

siklus. Banyaknya siswa yang tuntas KKM (>70) sebelum

tindakan sebanyak 6 siswa (15%), siklus I naik menjadi

16 siswa (40%) kemudian siklus II meningkat 33 siswa

(82,5%). Nilai rata-rata kelas sebelum tindakan yaitu

5,84, pada siklus I naik menjadi 66,37 dan pada siklus

II meningkat 79,25.

C. Kerangka Pemikiran

Menurut Surakhman sebagaimana dikutip oleh

Suharsimi (2006a:65), “kerangka pemikiran atau anggapan

dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang

kebenarannya diterima oleh penyelidik”. Berdasarkan

kajian teoritis sebagaimana telah dipaparkan di atas,

65

maka dalam penelitian ini dipandang perlu mengajukan

kerangka pemikiran sebagai berikut:

1) Penerapan strategi Reading Guide kolaborasi Talking

Stick dapat meningkatkan konsentrasi belajar siswa

dalam mengikuti proses pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan.

2) Penerapan strategi Reading Guide kolaborasi Talking

Stick akan membuat sis-wa lebih semangat dalam proses

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

3) Adanya keterkaitan antara penerapan strategi

Reading Guide kolaborasi Talking Stick dengan peningkatan

konsentrasi belajar siswa dalam mengikuti proses

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Bila digambarkan maka akan tampak sebagaimana

siklus seperti berikut ini.

Kondisi Awal Guru belum menerapkanstrategi Reading Guidekolaborasi Talking Stick

66

Gambar 1. Deskripsi Kerangka Pemikiran Penelitian

D. Hipotesis Tindakan

Menurut Arikunto (2010:110), hipotesis dapat

diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara

terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti

melalui data yang terkumpul. Menurut Brotowijoyo

Tindakan

Kondisi SetelahTindakan

Konsentrasi belajar siswakurang dalam prosespembelajaran PKn

Penerapan strategiReading Guide kolaborasi

Talking Stick

Diduga melalui PenerapanStrategi Reading GuideKolaborasi Talking Stickdapat Meningkatkan

Konsentrasi Belajar Siswa

67

(1991:28), hipotesis adalah pernyataan tentang suatu

dalil yang kebenarannya belum diuji secara empiris atau

teori pengamatan coba-coba yang dibuat setelah

menimbang fakta-fakta yang relevan yang dilaporkan oleh

peneliti lain atau yang diobservasi sendiri. Jadi

hipotesis adalah jawaban sementara atas dugaan

sementara terhadap suatu penelitian yang sedang

dilakukan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini adalah “Diduga melalui Penerapan

Strategi Reading Guide Kolaborasi Talking Stick dapat

Meningkatkan Konsentrasi Belajar dalam Proses

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada Siswa

Kelas VIII G SMP Negeri 2 Kartasura Kabupaten Sukoharjo

Tahun Pelajaran 2012/2013”.