Analisi Strategi Komunikasi Politik Caleg Hanura Menjelang Pileg 2014

50
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana demokrasi yang menjadi ajang bagi kedaulatan rakyat. Dalam negara demokratis, pemilu yang notabene merupakan cerminan suara rakyat menjadi penentu bagi keberlangsungan sebuah negara untuk menentukan nasib dan tujuan sebuah bangsa. Suara- suara inilah yang akan diwadahi oleh partai politik-partai politik yang mengikuti pemilu menjadi wujud wakil-wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemilihan Umum menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan Umum Indonesia 2014 adalah Pemilu ke-11 yang dilaksanakan Indonesia. Pemilu ini diikuti oleh 12 partai politik dan 3 partai lokal Aceh.. Pelaksanaan pemilu secara periodik menunjukkan bahwa Indonesia menganut sistem negara demokrasi. Sejak Pemilihan Umum tahun 1999 Indonesia telah dianggap sebagai negara terbesar ketiga yang 1

Transcript of Analisi Strategi Komunikasi Politik Caleg Hanura Menjelang Pileg 2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana demokrasi yang

menjadi ajang bagi kedaulatan rakyat. Dalam negara

demokratis, pemilu yang notabene merupakan cerminan suara

rakyat menjadi penentu bagi keberlangsungan sebuah negara

untuk menentukan nasib dan tujuan sebuah bangsa. Suara-

suara inilah yang akan diwadahi oleh partai politik-partai

politik yang mengikuti pemilu menjadi wujud wakil-wakil

rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemilihan Umum

menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,

dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan Umum Indonesia

2014 adalah Pemilu ke-11 yang dilaksanakan Indonesia.

Pemilu ini diikuti oleh 12 partai politik dan 3 partai

lokal Aceh.. Pelaksanaan pemilu secara periodik

menunjukkan bahwa Indonesia menganut sistem negara

demokrasi. Sejak Pemilihan Umum tahun 1999 Indonesia telah

dianggap sebagai negara terbesar ketiga yang

1

menyelenggarakan pemilihan umum secara demokratis.

Pemilihan umum ini menjadi wahana aspirasi politik rakyat

Indonesia yang digelar setiap lima tahun sekali, sebagai

amanat dari Undang-Undang Dasar 1945. Pemilu juga menjadi

ajang paling massif, bebas, dan adil untuk menentukan

partai dan tokoh yang berhak mewakili rakyat. Dalam sistem

perwakilan, tak ada cara lain yang paling absah untuk

memilih para wakil rakyat kecuali melalui pemilu.

Adanya banyak partai politik yang mengikuti pemilu 2014,

sebagai konsekuensi sistem multipartai yang diterapkan di

Indonesia. Terdapatnya banyak partai politik juga

berdampak pada ketatnya kompetisi antar partai politik

dalam menggaet suara pemilih untuk memperebutkan kursi di

parlemen. Keberhasilan sebuah partai politik dalam

perolehan suara, membuktikan betapa besarnya dukungan dan

kepercayaan rakyat terhadap partai politik tersebut.

Guna memenangkan kompetisi di ajang pemilu, para kontestan

partai politik saling bersaing satu sama lain dengan

menerapkan berbagai strategi komunikasi politik yang jitu.

Tentu, komunikasi politik yang dilakukan oleh partai

politik menyesuaikan dengan sistem politik yang ada di

Indonesia. Oleh karena itu, sistem politik mau tidak mau

turut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komunikasi yang

dilakukan oleh partai politik. Almond dan Powell (1966)

menempatkan komunikasi politik sebagai suatu fungsi

politik bersama-sama dengan fungsi artikulasi, agregasi,

2

sosialisasi dan rekrutmen yang terdapat dalam suatu sistem

politik.

Almond melihat bahwa komunikasi politik merupakan salah

satu masukan yang menentukan bekerjanya semua fungsi dalam

sistem politik. Komunikasi politik menyambungkan semua

bagian dari sistem politik sehingga aspirasi dan

kepentingan dikonversikan menjadi berbagai kebijaksanaan.

Strategi komunikasi politik partai dalam menghadapi pemilu

harus menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan

yang ada tentang pemilu, walaupun perumusan undang-undang

itu sendiri sempat menjadi perdebatan panjang antar partai

politik, karena terjadi tarik-menarik kepentingan, yaitu

bagaimana undang-undang yang dibuat bisa menguntungkan

partai politik tertentu.

Dalam sistem perwakilan, tak ada cara lain yang paling

absah untuk memilih para wakil rakyat kecuali melalui

pemilu. Strategi komunikasi dalam politik merupakan salah

satu kunci keberhasilan sebuah Partai politik dalam

memenangkan pemilu. Indonesia merupakan negara kesatuan

yang memiliki asas demokrasi, yaitu pemerintahan yang

dilakukan dari rakyat, oleh rakyat, dan kembali kepada

kepentingan rakyat melalui perwakilan anggota legislatif.

Dalam kondisi seperti ini, Partai HANURA hadir sebagai

respon atas kegagalan partai politik yang ada dalam

menjalankan peran dan fungsinya sebagai penyambung serta

3

penyerap aspirasi rakyat. Strategi komunikasi politik

partai dalam menghadapi pemilu harus menyesuaikan dengan

peraturan perundang-undangan yang ada tentang pemilu,

walaupun perumusan undang-undang itu sendiri sempat

menjadi perdebatan panjang antar partai politik, karena

terjadi tarik-menarik kepentingan, yaitu bagaimana undang-

undang yang dibuat bisa menguntungkan partai politik

tertentu.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana paradigma dan teori komunikasi politik ?

2. Bagaimana aplikasi dan media komunikasi politik ?

3. Bagaimana analisis strategi komunikasi politik yang

dilakukan para caleg menurut paradigma dan teori

komunikasi politik pada Pileg 2014 ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi dan teknik

komunikasi Komunikasi politik.

2. Untuk mengetahui paradigma dan teori komunikasi

politik.

3. Untuk mengetahui aplikasi dan media komunikasi

politik.

4

4. Untuk mengetahui analisis strategi komunikasi politik

yang dilakukan para caleg menurut paradigma dan teori

komunikasi politik pada Pileg 2014.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PARADIGMA DAN TEORI KOMUNIKASI POLITIK.

Fenomena komunikasi politik tidak berbeda dengan

komunikasi dan fenomena politik. Orang melukiskan baik

komunikasi maupun politik sebagai serbahadir (ubiquitous).

Artinya komunnikasi dan politik itu berada dimanapun dan

kapanpun juga. Memang komunikasi dan politik itu merupakan

5

sesuatu yang serbahadir. Setiap orang berkomunikasi dan

berpolitik. Meskipun fenomena komunikasi politik luas, dan

multi makna dan memiliki paradigma ganda, namun sangat

berguna jika empat paradigma atau perspektif komunikasi

dari fisher diterapkan dalam komunikasi politik. Keempat

paradigma itu adalah mekanistis, psikologis,

interaksional, dan pragmatis.

1. Paradigma Mekanistis

Model mekanistis dalam komunikasi dan komunikasi

politik adalah model yang paling lama dan paling

banyak dianut sampai sekarang. Banyak study yang

telah dilakukan, dan banyak buku yang telah

diterbitkan masyarakat akademik, tetapi juga pada

masyarakat luas. Memang, paradigma ini telah

berkembang jauh melalui pengumulan yang seruk dari

pendekar-pendekarnya. Hal itu terlihat dari banyaknya

teori dan model dari perspektif ini.

Penerapan mekanisme dalam kajian komunikasi politik

akan dengan mudah dilakukan. Secara mekanistis,

dengan mudah dan Nimmo menjabarkan formula Laswell,

bahwa dalam komunikasi politik terdapat unsure-unsur

yang banyak dikenal yaitu, komunikator politik, pesan

politik, media politik, khalayak politik dan efek

politik.1

Efek politik telah menjadi pusat kajian komunikasi

politik dalam paradigma mekanistis, study tentang

1 Arifin, Anwar, Komunikasi Politik, (Jakarta. Balai Pustaka. 2003), hal.92

6

efek semakin berkembang sejalan dengan kekhawatiran

banyak orang tentang akibat dan dampak media massa

terutama media elektronik. Dalam rangka study efek

itu, banyak orang melebih-lebihkan kemampuan media

massa sebagai sebuah kekuatan raksasa yang mampu

mengendalikan orang lain. Lahirlah beberapa karya

yang penuh dengan konsep mengenai keperkasaan media.

Konsep itu melihat kommunikasi dan komunikasi politik

yang disalurkan melalui media massa, sebagai sesuatu

yang memiliki kekuatan yang mendekati gaib sehingga

khalayak sama sekali tidak berdaya.

Doktrin mekanisme juga mengajarkan bahwa selain efek

itu bisa diramalkan, juga bisa diciptakan, dengan

menghilangkan kendala atau rintangan yang mungkin

terjadi melalui suatu perencanaan pada awal.

Mengetahui masa kini orang bisa meramalkan masa yang

akan dating adalah merupakan doktrin mekanisme yang

sudah diketahui secara luas. Hal itu merupakan

idealisme mekanistis dari proses, yang menggambarkan

urutan temporer dalam suatu peristiwa dalam system

tertutup. Dari sinilah orang segera mengajukan

kritik, bahwa karena system sosial itu adalah system

yang terbuka, lalu rekayasa masa depan itu sukar

sekali dilakukan terhadap komunikasi politik. Dengan

kata lain, doktrin mekanisme itu sepenuhnya sangat

sukar diterapkan dalam komunikasi sosial dan

komunikas politik.

7

2. Paradigma Psikologis

Dalam paradigma psikologis atau perspektif

psikologis, komunikasi di konseptualisasi sebagai

penerimaan, dan pengelola informasi pada diri

individu. Perspektif yang dipengaruhi secara sporadis

(tidak mendalam sebagaimana pengaruh fisika terhadap

perspektif mekanistis). Oleh psikolog itu adalah

mengadaptasikan konsep S-R (stimulus-respons) dalam

komunikasi. Hal itu menimbulkan orientasi komunikasi

yang berpusat pada diri individu (penerima).

Dengan demikian eksitensi empiriknya bukan lagi

terketak pada saluran sebagaimana dalam sprektif

mekanistis,melainkan terletak pada diri individu

penerima (komukasi),yaitu pada kepala individu yang

di namakan’’filter konseptual” .filter itu merupakan

keadaan iternal dari organisasi manusia ,dan secara

esensial merupakan konsep “kotak hitam”. Walaupun

filter itu tidak dapat di amati secara langsung,namun

sangat mempengaruhi setiap peristiwa komunikasi.2

Komponen komusikasi dalam parakdikma ini bukan lagi

sumber / penerima, saluran, dan pesan / umpan-balik /

efek, melainkan stimulus dan respons, dengan fokus kajian

pada individu. Dalam batas tertentu orientasi para

penerima dari model ini merupakan reaksi terhadap

model mekanistis yang bersifat satu arah dari saluran

yang terkandung di dalamnya. Dasar konseptual model

ini, ialah bahwa penerima adalah penyanding yang

2 Id. at. h.95

8

aktif atas stimuli terstruktur yang mempengaruhi

pesan dan salurannya.

Apabila fokus komunikasi itu terdapat dalam diri

individu, tingkat intrapersonal ( komunikasi yang

berjalan dalam diri individu) sebenarnya menjadi

serba kuasa. Dengan demikian, perpektif psikologis telah

memberikan juga penekanan yang lebih besar pada

“komunikasi intrapersona”. Dibanding dengan perpektif

lainnya.

3. Paradigma Interaksional

Paradigma atau perpektif yang betul-betul agak baru

dan bahkan merupakan reaksi dari kedua model di muka

ialah perpektif interaksional. Dalam perpektif ini,

menurut fisher, komunikasi dikonseptualisasi sebagai

interaksi manuasiawi pada masing-masinng individu.

Walaupun interaksi itu sering juga disamakan dengan

komuniakasi terutama komunikasi dua-arah, namun dalam

paradigma ini, konsep itu tidak berlaku.

Karakteristik utama dari paradigma interaksional,

ialah penonjolan nilai individu di atas segala

pengaruh yang lainnya karena manusia dalam dirinya

memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, serta

masyarakat dan buah pikiran.

Paradigma interaksional dalam komunikasi amat sering

dinyatakan sebagai komunikasi dialogis atau

komunikasi yang dipandang sebagai dialog. Hal itu

merupakan reaksi humanitas terhadap model mekanisme

9

yang pada dasarnya bersifat monolog. Unsur

fundamental dalam dialog adalah melihat yang lain

atau memandang pihak yang lain sehingga proses dasar

dalam dialog ialah konsep pengambilan peran. Hal itu

memungkinkan individu untuk menemukan dan

mengembangkan diri melalui interaksi sosial karena di

dalamnya terkandung ikatan empatis, identifikasi

diri, atau saling pengertian. Justru itu, eksistensi

empirik komunikasi dalam paradigma interaksional ini

adalah “pengambilan peran individu”. Dalam komunikasi

dialogis, konsep kultural menempati posisi yang

penting. Dengan demikian komunikasi tidaklah “bebas

nilai” sehingga dalam paradigma ini, kita dapat

membicarakan komunikasi politik khas indonesia.

Dengan kata lain komunikasi politik yang dimaksud

adalah musyawarah dan mufakat. Dengan demikian penting

dipahami dan diamalkan bahwa komunikasi politik yang

bersifat musyawarah untuk mufakat menghendaki

komunikasi dialogis. Dalam hal itu setiap individu

tidak seenaknya melakukan intimidasi dan dominasi terhadap

yang lain, melainkan harus berusaha mengangkat “harga

dirinya” dan “harkat orang lain” dalam suasana

komunikatif. Dengan kata lain konsep istilah penguasa

dan yang dikuasai dengan sendirinya tidak ditemukan

dalam kamus komunikasi politik yang bersifat

dialogis.

4. Paradigma Pragmatis

10

Jika dalam model interaksi tindakan yang diamati

adalah tindakan sosial dalam konteks kultural, maka

dalam model pragmatis tindakan yang diamati, menurut

Fisher adalah tindakan atau “prilaku yang berurutan”

dalam “konteks waktu” dalam “sebuah sistem sosial”.3

Tidakan atau perilaku tersebut berupa ucapan,

tindakan atau perilaku. Perspektif pragmatis

menempatkan eksistensi empiriknya (lokusnya) pada

tindakan atau perilaku yang berurutan. Titik berat

pengkajian pada perilaku atau tindak yang dilakukan

dengan ucapan (verbal) maupun bukan ucapan

(nonverbal) oleh seorang dalam peristiwa komunikasi.

Komponen pokok dalam perspektif pragmatis adalah pola

interaksi, fase, siklus, sistem, struktur, dan fungsi.

Jumlah massa, jumlah bendera, jumlah kendaraan dan

jumlah tokoh yang hadir dalam sebuah rapat raksasa,

merupakan peristiwa komunikasi yang bersifat

nonverbal, namun paradigma pragmatis adalah sebuah

bentuk komunikasi politik yang sangat penting isi

pidato atau retorika pembicara tidaklah terlalu

penting dari perspektif pragmatis.

2.2 TEORI DAN MODEL DASAR KOMUNIKASI POLITIK

Dari paradigma komunikasi politik yang telah dijelaskan di

muka dapat diturunkan beberapa teori dasar dan beberapa

model dasar yang telah lama dikenal. Dapat dikemukakan

3 Id. at. h.99

11

empat teori dasar yang dapat digunakan dalam aplikasi

komunikasi politik yaitu :

1. Teori Jarum Hipodermik

Berdasarkan paradigma mekanistis yang telah

dijelaskan dimuka, komunikasi politik itu berlangsung

dalam sebuah proses seperti “ban berjalan” secara

mekanis. Secara sederhana Laswell merumuskan dalam

sebuah formula, “Siapa berkata apa, melalui saluran

apa, kepada siapa, dan bagaimana efeknya?” (who says

what, in which channel to whom with what effect?). kemudian

formula Laswell tersebut oleh Dan Nimmo dijadikan

sebagai dasar dalam menganalisis komunikasi politik.

Selanjutnya Nimmo menjelaskan bahwa proses komunikasi

secara mekanistis adalah komunikator politik

(politisi, aktivis atau profesional) menyampaikan

pesan politik kepada khalayak politik, melalui media

politik. Dengan demikian akan timbul umpan balik atau

efek politik misalnya mendapat umum berupa dukungan

atau penolakan atau ragu-ragu.

Konsep khalayak tak berdaya atau khalayak pasif dan

asumsi media perkasa dari paradigma mekanistis itu,

dengan mudah dikenal melalui berbagai literatur yang

memuat teori dasar dengan nama yang berbeda teori

jarum hipodermik, dan teori peluru. Berdasarkan teori

tersebut, komunikator politik (politisi, profesional

dan aktivis) selalu memandang bahwa pesan politik

12

apapun yang disampaikan kepada khalayak, apalagi

kalau melalui media massa, pasti menimbulkan efek

yang positif berupa cara yang baik, penerimaan atau

dugaan. Itulah sebabnya kegiatan politik banyak

dilakukan melalui pidato pada rapat umum atau melalui

media massa.

Ternyata, asumsi tersebut tidak benar seluruhnya,

karena efek samping tergantung pada situasi dan

kondisi khalayak, disamping daya tarik dan

kredibilitas komunikator. Bahkan berbagai hasil

penelitian membuktikan bahwa media massa memiliki

pengaruh lebih dominan dalam tingkat kognitif

(pengetahuan) saja, tetapi kurang mampu menembus

pengaruh pada sikap dan perilaku.

Dengan demikian, asumsi bahwa khalayak pasif dan

media perkasa tidak terbukti secara empirik. Meskipun

demikian, “teori jarum hipodermik” atau “teori

peluru”, tidak “runtuh” sama sekali karena tetap

dapat diaplikasikan untuk menciptakan efektifitas

dalam komunikasi politik.

2. Teori Khalayak Kepala Batu

Teori khalayak kepala baru itu dikembangkan oleh

pakar psikologi Raymond Bauer (1964). Bahkan telah

dikenalkan oleh I.A. Chards sejak 1936, dan telah

diaplikasikan oleh ahli retorika pada zaman Yunani

dan Romawi 2000 tahun yang lalu. Raymond Bauer

mengkritik potret khalayak sebagai robot yang pasif.

13

Khalayak hanya bersedia mengikuti pesan, bila pesan

itu memberi keuntungan atau memenuhi kepentingan dan

kebutuhan khalayak. Komunikasi tidak lagi besifat

linier tetapi merupakan transaksi. Media massa memang

berpengaruh, tetapi pengaruh itu disaring, diseleksi,

dan diterima atu ditolak oleh filter konseptual atau

faktor-faktor personal yang memengaruhi reaksi

mereka.

Dengan teori khalayak kepala batu itu fokus

penelitian bergeser dari komunikator kepada komunikan

atau atau khalayak. Para pakar, terutama pakar

psikologi meupun sosiologi mencurahkan perhatian

kepada faktor individu. Mereka mengkaji faktor-faktor

yang membuat individu mau menerima pesan komunikasi.

Pesan politik yang mendapat perhatian itu kemudian

diolah oleh alat-alat keroohanian (akal, budi, dan

intuisi) sehingga dapat terjadi pengertian

“pengetahuan politik” (kognitif). Hasil proses

berpikir selanjutnya adalah “keputusan politik”

(berbentuk pendapat) dan kesimpulan bersifat (sikap

politik). Selanjutnya berpindah pada aspek motorik

dengan melakukan “tindakan politik” atau “perilaku

politik” sebagai manifestasi olahan pikiran. Dengan

demikian individu akan menyaring, menyeleksi, dan

mengolah secara internal semua pesan yang berasal

dari luar dirinya.

Agar penangkal individu dapat dilunakkan atau dapat

ditembus, berkembanglah study tentang metode

14

komunikasi terutama metode persuasif (membujuk atau

merayu). Persuasif adalah suatu yang esensial bagi

politik karena hal itu merupakan aspek yang

memotivasi seorang politikus dalam berkomunikasi

untuk membangun citra politik dan memperluas pengaruh

serta membentuk pendapat umum. Persuasi politik pada

umumnya dilakukan dalam bentuk komunikasi politik

seperti t=retorika, propaganda, agitasi, dan public

relations politik. Kegiatan agitasi politik dan

propaganda politik menggunakan “persuasif negatif”

yaitu “menghalalkan semua cara” untuk mencapai tujuan

(jajni palsu dan kebohongan). Sedang punlic relations

politik menggunakan “persuasi positif” dengan jalan

mencapai tujuan dengan cara yang baik, yaitu

menciptakan rasa memiliki (sense of belonging) bagi

khalayak dengan menggunakan teknik komunikasi dua

arah terlebih dahulu memahami yang lain.

3. Teori Empati dan Teori Homofili

Persuasif yang positif berkaitan dengan “teori

empati” dan “teori homifili”, yang dikembangkan bukan

saja oleh pakar ilmu komunikasi tetapi juga oleh

pakar ilmu sosiologi. “teori empati” dikembangkan

oleh Berlo (1960) dan Daniel Larner (1978). Sedangkan

“teori homifili” diperkenalkan oleh Everet M.Rogers

dan F. Shoemaker (1971). “teori empati” dan “teori

homifili” merupakan penjabaran dari paradigma atau

perspektif interaksional.4

4 ibid

15

Daniel Learner (1978) mengartikan empati sebagai

kesanggupan seseorang melihat diri sendiri ke dalam

situasi orang lain dan kemudian melakukan

penyesuaian. Selain itu Freud (1921) menyebutkan

bahwa empati adalah memahami orang lain, yang itdak

mempunyai arti emosional, bagi kita. Dalam komunikasi

politik, kemampua memproyeksikan diri sendiri ke

dalam titik pandang dan empati orang lain memberi

peluang kepada seorang politikus untuk berhasil dalam

pembicaraan politiknya.

Dalam usaha melakukan empati dalam peristiwa komunikasi

itu, Rogers dan Shoemaker (1971) memperkenalkan

homifili. Hal itu dimaksudkan sebagai kemampuan

individu untuk menciptakan kebersamaan-kebersamaan,

baik fisik maupun mental. Dengan homifili tercipta

hubungan-hubungan sosial dan komunikasi yang intensif

dan efektif. Homifili dapat digambarkan sebagai

suasana dan kepribadian kondisi fisik dua orang yang

berinteraksi karena memiliki kesamaan usia,bahasa,

pengetahuan, kepentingan, organisasi, partai, agama,

suku bangsa dan pakaian.sulit sekali terjadi

interaksi yang intensif jiika dua orang yang

berinteraksi bersifat heterofili, yaitu tidak

memiliki kesamaan bahasa, pengetahuan dan

kepentingan.

Dalam komunikasi politik, homifili dengan mudah

dilihat pada para politikus atau kader partai di

Indonesia, yaitu memiliki kostum yang sama. Bahkan,

16

sejumlah politikus yang memiliki agama yang sama

berkumpul membentuk partai yang sama. Demikian juga

mereka yang memiliki jenis kelamin yang sama,

membentuk koalisi untuk memperjuangkan kepentingan

politik bagi mereka.

Empati dan homifili akan menciptakan semua yang akrab dan

intim sehingga komunikasi politik dapat berjalan

secara interaksional. Dalam hal itu, interaksi yang

berlangsung adalah interaksi antara dua subyek yang

selevel dan sederajat. Dalam komunikasi politik itu

bersifat dialogis, tidak dikembangkan aku atau kamu

melainkan yang menonjol adalah kita.

4. Teori Informasi dan Nonverbal

Dalam “teori informasi” menurut B. Aubrey Fisher

(1990), informasi diartikan sebagai pengelompokan

peristiwa-peristiwa dengan fungsi dan tujuan untuk

menghilangkan ketidakpastian. Informasi dapat disebut

sebagai konsep yang absolut dan relatif karena

informasi diartikan “bukan pesan” melainkan “jumlah”,

benda dan energi. Informasi politik dalam “teori

informasi” pada hakikatnya adalah komunikasi politik

yang bersifat nonverbal (tidak terucapkan).

Komunikasi nonverbal menurut Mark L. Knapp (1972)

adalah (1) repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan

yang sudah disampaikan secara verbal, (2) subtitusi,

yaitu menggantikan lambang-lambang verbal, (3)

kontradiksi, yaitu memberi makna yang lain terhadap

17

pesan verbal, (4) komplemen, yaitu melengkapi atau

memperkaya pesan verbal, (5) aksentuasi, yaitu lebih

menegaskan pesan verbal.

Menurut “teori informasi” tidak satupun “tindakan

politik” para politikus atau kader partai yang bukan

komunikasi politik,

Tapi juga dapat dipandang sebagai komunikasi politik

nonverbal. Namun harus dipahami betul bahwa tindakan

atau ucapan itu sesungguhnya boleh dianalisis sebagai

sebuah pesan, melainkan adalah sebuah kemungkinan

atau alternatif. Teori informasi itu dapat diterapkan

dalam komunikasi politik dalam banyak bentuk seperti

(1) memasang bendera, umbul-umbul, spanduk dan

mendengarkan musik karena akan ada upacara partai

politik. (2) memakai pakaian seragam karena ada

pertemuan kader. (3) mempromosikan anggota partai

yang berprestasi.teori ini sangat berguna dalam

menentukan pilihan penempatan kader dalam menduduki

jabatan-jabatan politik.

2.3 TEORI MEDIA KOMUNIKASI POLITIK

Jika teori dasar lebih banyak berkaitan dengan komunkasi

politik intrapersona dan komunikasi politik antarpersona

maka disajikan pula teori yang berkaitan dengan media

komunikasi politik diantaranya :

1. Teori Media Kritis

18

2. Teori Permainan, dan Teori Parasosial

3. Teori guuna dan Kepuasan

4. Teori Lingkar Kebisuan

Dalam uraian tentang teori-teori tersebut, dikemukakan

juga beberapa teori lainnya. Dalam paparan tentang “teori

guna dan kepuasan” dikemukakan juga teori tentang petemuan

khalayak dengan media massa yaitu (1) teori perbedaan

individu (2) teori kategori sosial dan (3) teori hubungan

sosial.

1. Teori Media Kritis

Menurut Hollander (1981) adalah merupakan teori media

yang menempatkan konteks bermasyarakat sebagai titik

tolak dalam mempelajari fungsi media massa. Bertolak

dari aspek kemasyaraktan Ardono dan Horkheimer dalam

Arifin (1997) memandang bahwa media massa adalah

produsen utama dari kebudayaan massa.

Teori media kritis bertolak belakang dengan toeri

medi yang lain seperti teori perseptual dan

fungsional yang justru kedua teori itu memberi

tekanan kepada akibat apa yang dilakukan oleh media

terhadap orang. Namun, teori fungsional kemudian

mengalami sedikit pergeseran, yaitu memusatkan

kajiannya kepada pertanyaan tentang apa yang

diperoleh khalayak dari media massa, dan mengapa hal

itu dapat diperoleh itu.

2. Teori Permainan dan Teori Parasosial

19

Teori permainan dikembangkan oleh William Stephenson

yang menjelaskan bahwa mengikuti pesan melalui media

hanyalah demi kesenangan. Dan teori informasi menurut

Stephenson tidak lain dari derita berkomunikasi.

Misalnya, berkomunikasi agar lebih berpengetahuan dan

berpendidikan untuk memecahkan masalah (Nimmo,1999).5

Teori parasosial berpandangan bahwa media massa

berfungsi dalam ememnuhi kebutuhan manusia akan

interaksi sosial. Hal itu tercapai jika media massa

memberi peluang bagi hubungan parasosial yang akrab.

3. Teori Guna dan Kepuasan

Teori ini termasuk dalam kelompok teori khalayak

kepala batu ialah teori guna kepuasan. Teori ini

mejelaskan bahwa semmua orang yang menanggapi pesan

melalui media massa menunjuk kepada kegunaan

kebutuhan tertentu yang dipenuhi oleh media massa,

seperti informasi, hiburan dan pendidikan. Teori ini

menjelaskan bahwa media berfungsi untuk memenuhi

kepentingan hiburan, hubungan personal dan identitas

pribadi.

4. Teori Lingkar Kebisuan

Pada dasarnya teori ini menjelaskan bahwa individu

dalam masyarakat pada umumnya takut dan tidak mau

terisolasi dari lingkungan sosial, karena memang

masyarakat memiliki kecenderungan mengasingkan orang-5 ibid

20

orang yang berperilaku menyimpang dari perilaku

mayoritas. Ketakutan itu mendorong individu berusaha

menyesuaikan diri dengan opini yang berkembang di

masyarakat berupa masalah yang aktual dan menyangkut

kepentingan umum.6 “Teori Lingkar Kebisuan” dari

Noelle-Neumann (1973) itu, menunjukan komunikasi

politik antarpersona dan media massa berjalan bersama

dalam pembentukan opini publik sebagai salah satu

tujan penting komunikasi politik. Munculnya opini

publik merupakan proses intraksi dari berbagai

kekuatan pengaruh yang berlangsung pada khalayak.

Selain pengaruh media massa juga terdapat pengaruh

kelompok pemimpin opini, kondisi fisik dan psikologis

individu lingkup sosial, budaya, ekonomi, politik dan

keamanan, serta persepsi individu terhadap masalah-

masalah yang menyangkut kepentingan umum terutama

yang menyangkut kepentingan politik.

2.4 Aplikasi dan Media Komunikasi Politik

Kampanye politik adalah bentuk aplikasi komunikasi politik

yang dilakukan seseorang, sekelompok orang atau organisasi

politik untuk membentuk dan membina citra dan opini publik

yang positif, agar terpilih dalam suatu pemilihan pemilu,

pemilukada dan pilpres. (Anwar Arifin).7

1. Seni dan Teknik Aplikasi

6 Ibid7 idem

21

Beberapa bentuk atau jenis seni dan bentuk aplikasi

(penerapan) komunikasi politik yang sudah lama dikenal dan

dilakukan oleh para politikus atau aktivis politik, antara

lain retorika politik, agitasi politik, propaganda

politik, lobi politik, dan tindakan politik yang dapat

dilakukan dalam kegiatan politik yang terorganisasi

seperti : public relation post politik, pemasaran politik

dan kampanye politik. Semua bentuk komunikasi politik itu

berkaitan dengan pembentukan citra dan opini publik yang

positif. Hal itu dapat berkaitan dengan upaya memenangkan

pemilu agar dapat meraih kekuasaan dan kedudukan politik

di lembaga legislatif atau eksekutif sehingga dapat

membuat kebijakan politik yang sesuai dengan visi misi dan

program politik para komunikator politik terutama para

politikus dan partai politiknya.

1. Retorika Politik

Retorika pada dasarnya menggunakan lambang untuk

mengidentifikasikan pembicara dengan pendengar

melalui pidato sedang pidato merupakan konsep yang

sama pentingnya dengan retorika sebagai simbolisme.

Dengan berpidato kepada khalayak secara terbuka

akan berkembang wacana publik dan berlangsung

proses persuasi. Itulah sebabnya Dan Nimmo (1989)

menyebutkan pidato adalah negoisasi dengan retorika

politik akan tercipta masyarakat dengan negoisasi

(konflik dan konsensus) yang terus berlangsung.

22

Aristoteles dalam karyanya retorica membagi

retorika politik dalam 3 jenis yaitu retorika

diliberitif, retorika forensik, retorika

demonstratif.

2. Agitasi politik

Agitasi menurut Blumer (1969) dimulai dengan cara

membuat kontradiksi dalam masyarakat dan

menggerakkan khalayak untuk menentang kenyataan

hidup yang dialami selama ini (penuh ketidakpastian

dan penuh penderitaan) dengan tujuan menimbulkan

kegelisahan dikalangan massa. Kemudian rakyat

digerakkan untuk mendukung gagasan baru atau

ideologi baru dengan menciptakan keadaan yang baru.

Agitasi sering berkonotasi negatif karena sifatnya

yang menghasut, mengancam, menggelisahkan

membangkitkan rasa tidak puas dikalangan khalayak

dan mendorong adanya pemberontakan.

3. Propaganda politik

Propaganda merupakan yang sudah lama dikenal

penggunaannya dalam bidang politik, meskipun pada

awalnya (1622) digunakan sebagai bentuk kegiatan

keagamaan (agama katolik).Propaganda politik dapat

merupakan kegiatan komunikasi politik yang

23

dilakukan secara terencana dan sistematik, untuk

menggunakan sugesti, untuk tujuan mempengaruhi

seseorang atau kelompok orang, khalayak atau

komunitas yang lebih besar agar melaksanakan atau

menganut suatu ide, atau kegiatan tertentu dengan

kesadarannya sendiri tanpa merasa dipaksa atau

terpaksa.Selanjutnya, ada beberapa tipe propaganda

diantaranya seperti propaganda terang terangan,

propaganda disengaja, dan propaganda yang tidak

disengaja Dinegara demokrasi kegiatan propaganda

politik sangat tidak disukai, bahkan ditolak dengan

cara mengembangkan kegiatan yang lain seperti

public relation politik dan penerangan politik.

4. Lobi politik

Lobi merupakan salah satu bentuk seni dan teknik

berkomunikasi yang banyak sekali diaplikasikan

dalam kegiatan politik. Lobi politik dan partai

politik, merupakan forum pembicaraan politik dalam

persfektif atau paradigma interaksional dalam

komunikasi politik diterapkan dalam bentuk

komunikasi politik diterapkan dalam bentuk

komunikasi antar persona atau tatap muka yang

bersifat dialogis. Jika lobi politik bersifat

informal (tidak ada tata tertib) maka rapat

politik, persidangan politik, atau forum musyawarah

politik justru bersifat sangat formal atau resmi.

Dalam lobi politik pengaruh pribadi sangat penting.

24

Dalam hal itu kompetensi, penguasaan masalah,

jabatan dan kepribadian politikus sangat

berpengaruh.

5. Tindakan politik

Tindakan yang dapat dipandang sebagai komunikasi

dalam paradigma pragmatis merupakan juga bentuk

seni dan teknik dalam berkomunikasi yang selalu

digunakan dalam kegiatan politik. Dengan demikian,

lobi politik, retorika politik dan kampanye politik

dapat juga disebut sebagai tindakan politik yang

merupakan salah satu bentuk tindakan politik.

Sesungguhnya, tindakan politik dalam peristiwa

komunikasi politik bertujuan untuk membangun citra

politik bagi khalayak, yaitu gambaran mengenai

realitas politik yang memiliki makna.

2. Organisasi dan pengelolaan

Organisasi dan manajemen dapat dilakukan melalui public

relation, karna public relation, bukan hanya merupakan

bentuk kegiatan tetapi juga merupakan bentuk organisasi

moderen yang mengelolan komunikasi secara rasional dan

profesional di negara demokrasi.

1. Public relation politik

Secara umum public relation dipahami sebagai suatu

usaha penyampaian ide atau pesan kepada

masyarakat.8 Kemudian, arti ini berkembang dan8 ibid

25

diperluas menjadi usaha usaha atau kegiatan

kegiatan atau badan, atau organisasi untuk

menciptakan dan menjaga hubungan yang harmonis yang

menungtungkan dengan golongan golongan tertentu

atau masyarakat guna mendapatkan dukungan dan

penghargaan. Kegiatan relation politik harus benar

benar dicurahkan untuk kepentingan umum sehingga

seorang pejabat harus mampu menciptakan, membina.

Serta memelihara hubungan kedalam dan keluar.

2. Pemasaran politik

Political marketing dipahami sebagai gagasan

gagasan politik dengan penerapan prinsip prinsip

pemasaran yang komersial. Sesungguhnya pemasaran

politik menjadikan calon pemilih sebagai subjek dan

megajarkan agar kandidat atau partai politik mampu

merumuskan secara jelas tentang produk politik

melalui pengembangan simbol, citra, platform, visi,

misi dan program yang ditawarkan dan megacu pada

ideologi politik masing masing partai politik.

3. Kampanye politik

Kampanya politik merupakan suatu bentuk komunikasi

politik yang terorganisasi dalam waktu tertentu.

Kampanye politik merupakan satu agenda dalam

keseluruhan proses pemilu, pemilukada, pilpres yang

memiliki peratusan sendiri didalamnya. Dalam

kampanye politik, harus didaftarkan pada komisi

26

pemilihan umum. Adapun yang harus dipenuhi adalah

kredibilitas, atractive, power. Dalam kampanye

politik dikenal beberapa jenis yaitu kampanye

ideologis, kampanye monologis dan kampanye

organisasi.

3. Media dan politik

Proses komunikasi politik dan bentuk aplikasi komunikasi

politik seperti retorika, agitasi dan propaganda serta

organisasi dan manajemen komunikasi politik seperti

relation, pemasaran dan kampanye tidak secara langsung

menimbulkan perilaku tertentu, namun cenderung

mempengeruhi citra politik. Media sosial atau media aktif

beda dengan media masa, meskipun sasaran yang dibentuk

berjumlah besar namun tidak bersifal masal. Media masa

mendorong terjadinya messifikasi, sebagai ciri masyarakat

industri. Sebaliknya media interaktif itu lebih bersifat

individual sehingga menjadi individuasi dan demasifikasi,

sebagai ciri masyarakat informasi.

2.5 Strategi Dan Komunikasi Politik

Strategi dan komunikasi politik adalah suatu keseluruhan

keputusan kondisional tentang tindakan yang akan

dijalankan saat ini, guna mencapai tujuan politik pada

masa depan. Merawat ketokohan, memantapkan kelembagaan

politik, menciptakan kebersamaan dan membangun konsensus

27

merupakan keputusan strategis yang tepat bagi

komunikator politik (anwar arifin).

1. Ketokohan dan kelembagaan

Ketika komunikasi politik berlangsung yang

berpengaruh bukan hanya pesan politik saja melainkan

siapa tokoh politik atau tokoh aktivis dan

profesional dari lembaga mana yang menyampaikan pesan

politik tersebut. Dengan kata lain, ketokohan

seseorang merupakan komunikator politik dan lembaga

politik yang mendukungnya sangat menentukan berhasil

atau tidaknya komunikasi politik dalam menentukan

sasaran dan tujuannya, dalam hal ini merawat

ketokohan dan memantapkan kelembagaan.

2. Menciptakan kebersamaan

Langkah strategis kedua yang harus dilakukan untuk

mencapai tujuan komunikasi politik adalah menciptakan

kebersamaan antara politikus dan rakyat dengan cara

mengenal khalayak dan menyusun pesan yang homofili.

Hal itu diperlukan agar komunikator politik dapat

melakukan empati. Hemofili dan empati adalah salah

satu syarat untuk membangun dan merawat ketokohan

bagi politikus, aktivis, dan profesional sebagai

komunikator politik. Untuk menciptakan hemofili dan

melakukan empati melalui persamaan kepentingan

tersebut, komunikator politik harus terlebih dahulu

mengenal, mengerti dan memahami daya tangkal serta

28

daya serap khalayak, baik yang bersifat pisikologis

maupun yang bersifat sosiokultural. Hal itu

memerlukan berbagai aktifitas seperti penjajakan dan

survei atau pembuktian. Dengan cara memahami

khalayak, menyusun pesan persuasi, menetapkan metode,

dan memilah milih media.

3. Membangun konsensus

Langkah strategi ketiga yang harus dilakukan untuk

mencapai komunikasi politik yaitu membangun konsensus

baik antara para politikus dalam salah satu partai

politik maupun perantara politikus dari partai yang

berbeda. Hal itu pada umumnya terjadi baik padarapat

dan persidangan maupun dalam lobi, dengan menggunakan

model komunikasi interaktif sesuai dengan paradigma

interaksional. Dalam paradigma internasional tersebut

semua pihak yang berkomunikasi atau berinteraksi

memiliki posisi yang sama dan sederajat, sehingga

tercipta suasana yang dialogis. Komunikasi

interaksional dikenal sebagai komunikasi yang

manusiawi karena semua pihak diangkat derajatnya ke

posisi yang mulia. Suasana dialogis harus dibangun

melalui penciptaan kebersamaan atau hemofili dengan

melakukan empati. Hal itu dimaksudkan agar semua

pihak memiliki rasa saling memiliki sehingga dapat

29

berpartisipasi aktif. Dalam membangun konsensus

tersebut seni berkompromi, dan bersedia membuka diri

merupakan salah satu strategi yang harus dipahami

oleh seorang politikus dalam melakukan komunikasi

politik.

BAB III

PEMBAHASAN

Strategi komunikasi politik pada dasarnya merupakan

langkah-langkah dalam melakukan komunikasi politik

berkaitan dengan pembuatan, penyebarluasan, penerimaan,

30

dan dampak – dampak informasi berkontek politik, baik

melalui interaksi antar manusia maupun media massa.

Demikian halnya dengan calon legislatif dari partai

HANURA. Kita menyadari betapa pentingnya peranan strategi

komunikasi politik. Untuk mendapatkan perolehan suara

mayoritas dalam Pemilu, maka calon legislatif dari partai

HANURA melakukan strategi komunikasi dengan langkah-

langkah sebagai berikut : Perencanaan, Pengorganisasian,

Cara Menyelesaikan Hambatan dan Evaluasi. Perencanaan

meliputi : pendanaan, pembentukan team kampanye, slogan

kampanye, serta target sasaran. Pengorganisasian

meliputi : komunikasi politik antar partai politik

pendukung, komunikasi politik dengan elemen masyarakat.

3.1 PROFIL CALON LEGISLATIF

PARTAI HANURA (partai dengan no urut 10)

WIN-HT slogan mereka "BERSIH PEDULI TEGAS"

Alamat twitter : @Win_ht2014

Slogan : “HANURA TAK KAN KHIANAT HIDUP MATI BERSAMA

RAKYAT”

Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)

DPP Hanura : Jl. Imam Bonjol No. 4 Menteng Jakarta Pusat:

10330, Indonesia

Telp. 021-3100169, Fax. 021-3100174, Website :

www.hanura.com

31

Daerah Pemilihan I (Dapil I)

Lampung I (Lampung I) Meliputi : Kabupaten Lampung

selatan, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus,

Kabupaten Pringsewu, Kota Bandar Lampung, Kota Metro

DCT DPR RI Pemilu 2014

Jumlah Caleg Hanura = 9 dari 107 caleg semua partai pada

Dapil terkait

Daftar Calon Tetap Caleg = Calon Legislatif – Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pemilihan Umum

Tahun 2014

1. H.A Ferdinand Sampurna Jaya, SE

Jenis kelamin : laki-laki

Tinggal di kota Bandar Lampung

Tempat/tanggal/lahir : Bandar Lampung, 11 Februari

1961

Riwayat organisasi :

Anggota Hanura DPR 2009-2014

Ketua DPP Hanura

Wakil bendahara DPW Partai Bintang Reformasi

Lampung 2002-2006

Wakil ketua Partai MKGR 1999-2002

32

Sekertaris Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak

dan Gas (Hiswana Migas) Lampung 2004-2010

Direktur PT Safira Jaya Lampung (agen gas)

Visi : Mewujudkan Lampung yang sejahtera dan

berkeadilan, melalui pemerintahan yang bersih dengan

bertumpu pada peningkatan kualitas sumber daya manusia

berdasarkan potensi komunitas.

Misi :

1. Membentuk tata kelola

Pemerintahan yang profesional dan bertanggung jawab

dengan berorientasi pada pelayanan publik yang baik dan

berkualitas.

2.Mempercepat rencana

Pembangunan infrastruktur di Provinsi Lampung secara

berkelanjutan, khususnya pada program-program strategis

yang telah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya.

3.Menjamin ketersediaan

Pelayanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas pada

seluruh masyarakat dengan menyelaraskan dan

memaksimalkan program kesehatan dan pendidikan di

seluruh kabupaten/kota se-Provinsi Lampung

33

4.Membangun ekonomi

Kerakyatan yang mandiri dan merata di seluruh Provinsi

Lampung dengan memanfaatkan semaksimal mungkin sumber

daya alam dan potensi komunitas wilayah masing-masing

5. Mendorong dan memerkuat keterlibatan dunia usaha

dalam rangka menciptakan iklim investasi dan kesempatan

kerja yang seluas-luasnya dengan tetap mengedepankan

kepentingan masyarakat.

Slogan : “Menuju Lampung yang Makmur dalam Keadilan dan

Adil dalam Kemakmuran “

2. Frans Agung Mula Putra, S.Sos, MH

Jenis kelamin : laki-laki

Tinggal di kota Bandar Lampung

Ttl : Bandar Lampung, 14 Agustus 1974

Alumni dari S2 Hukum Universitas Lampung (2002)

Mantan PNS KemenPAN (2005-2009)

Riwayat :

Anak Bupati Tulang Bawang 2004-2012/ ketua DPW

PAN Lampung Abdurrachman “Mance” Sarbini

Ketua DPW Persatuan Indonesia (Perindo) Lampung

Sempat mengklaim sebagai ketua DPD Hanura

Lampung, tapi klaimnya dianulir DPP Hanura

34

Calon bupati Tulang Bawang Barat pada pilkada

2011 (didukung PDIP,PAN,Hanura), kalah dari

Bachtiar Basri

Gagal maju sebagai calon Bupati Tulang Bawang

pada pilkada 2012 karena dinyatakan tidak

memnuhi syarat dukungan KPUD Tulang Bawang

3. Ir. Herison

Jenis kelamin : laki-laki

Tinggal di Jakarta Timur

Ttl : lampung, 20 September 1972

Wakil sekjen Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)

2004

Caleg DPR partai Daulat Rakyat di Lampung I pada

Pemilu 1998, tidak dapat kursi

Caleg DPR PDK di Lampung I Pemilu 2004, tidak

dapat kursi

Anggota tim sukses capres Amien Rais pada Pemilu

2004

Karyawan Saudi ARAMCO

4. Drs. Natabuana Syamsuddin

Jenis kelamin : laki-laki

Tinggal di Jakarta Barat

Ttl : Bandar Lampung, 3 Agustus 1962

Staf ahli DPD-RI35

Konsultan perkebunan kelapa sawit

Ketua umum Aliansi Nusantara

5. Muhamad Kadafi

Jenis kelamin : laki-laki

Tinggal di Kota Bandar Lampung

Ttl : Bandar Lampung, 21 Agustus 1981

Alumni : Universitas Sang Bumi Ruwai Juras Fakultas

Hukum Lampung

Riwayat Pekerjaan : karyawan Bank Danamon, Bank BTPN,

dan Direktur CV. 55 JAP (Jaya Abadi Perkasa)

Hasil Litsus :

Pengurus DPN Gema Hanura

Pengurus Pemuda Pancasila Lampung

Direktur CV Jaya Abadi Perkasa

Riwayat organisasi

Paguyuban satu Air Bandar Lampung

Organisasi Pemuda Pancasila Lampung

Paguyuban Paku Banten Lampung

IKKGM Ikatan Keluarga Kota Gadang Maninjau

DPN Gema Hanura

3.2 Komunikasi Politik yang dilakukan para Caleg

Hanura

36

a. Merawat Ketokohan9

- Berusaha normatif (sesuai dengan aturan yang berlaku)

- Berusaha komitmen

- Berusaha menciptakan pemerintahan yang bersih

- Berusaha menciptakan pemerintahan yang transparan

- Berusaha memberikan pelayanan yang baik terhadap

masyarakat

b.Memantapkan Kelembagaan

- Melakukan pertemuan silahturahmi dalam rangka menjalin

hubungan emosional

- Mendengarkan keinginan masyarakat

c. Memahami Khalayak

- Ikut turun langsung ke masyarakat agar di kenal di

masyarakat

d. Menyusun Pesan Persuasif

- Menciptakan slogan agar mudah diingat masyarakat

- Mempersiapkan visi-misi disesuaikan dengan kondisi

daerah

e. Menetapkan Metode

- Tidak ada dalam bentuk membujuk, namun dengan

pendekatan ke ruang publik

9 Arifin, Anwar. Pencitraan Dalam Politik (Strategi Pemenangan Pemilu Dalam

Perspektif Komunikasi Politik (Jakarta, Pustaka Indonesia.2006). hal. 215

37

- Pertemuan di rumah penduduk dalam rangka pendekatan dan

sosialisasi

f. Media yang Digunakan

- Menggunakan media sosial internet, media cetak, seperti

facebook, twitter, blog, artikel, selebaran, spanduk,

baliho, reklame, banner, pamflet, stiker, kartu nama

sekaligus sebagai kartu anggota.

g. Seni Berkompromi

- Pendekatan ke perangkat desa dan berbagai elemen

masyarakat dalam melebarkan jaringan

h. Bersedia Membuka Diri

- Mudah dijumpai

- Berusaha menghargai berbagai semua lapisan masyarakat

(tidak membeda-bedakan)

3.3 Strategi komunikasi politik calon legislatif

dari partai HANURA.

Menurut pandangan Arifin, bahwa komunikasi politik

bertujuan membentuk dan membina pendapat umum (fenomena

komunikasi politik yang sudah lama dikaji oleh politikus)

serta mendorong partisipasi politik yang dimaksudkan agar

38

individu-individu berperan serta dalam kegiatan politik

dalam hal ini sangat penting yaitu khalayak memberikan

suaranya kepada politikus dan partai politik dalam

pemilihan umum maupun pemilihan umum kepala daerah.

Pembentukan pendapat umum dalam komunikasi politik sangat

ditentukan oleh peranan media massa yang merupakan

dimensi penting dalam kehidupan politik. 10

Strategi komunikasi politik menurut Arifin

menyatakan: l. Adanya seorang tokoh atau komunikator

politik yang berkiprah di dalam lembaga atau partai

politik yang dapat berkomunikasi dan mempengaruhi public

(masyarakat) untuk mendukung partai politiknya serta

citra diri dari lembaga atau partai politik ternama yang

dipercaya akafi memainkan peranperan penengah dalam

menerjemahkan aktivitas yang berlangsung dalam lingkungan

politik ke dalam makna bagi publik (masyarakat) sebagai

komunikan pemilih dalam pencapaian tujuan politiknya. 2.

Menciptakan kebersamaan antara komunikator politik yang

mewakili partainya dengan publik (masyarakat) / khalayak

dengan cara memahaminya, menyusun pesan persuasif,

menetapkan metode serta memilih dan memilah media. 3.

Membangun kosensus di dalam dan di luar partai dalam

melakukan kompromi ketika adanya suatu masalah untuk

kesepakatan- kesepakatan dan bersedia membuka diri untuk

10 Arifin, Anwar, Komunikasi Politik, (Jakarta. Balai Pustaka. 2003), hal.

11

39

kemajuan partai sebagai bagian dari berkomunikasi

politik.11

Dengan strategi komunkasi politik yang dilakukan

para caleg melalui : 1. Perencanaan yaitu, dengan

membangun ketokohan atau komunikator politik dengan

menampilkan pengalaman, kredibilitas atau keahlian caleg

sebagai caleg partai HANURA dalam rnempengaruhi publik

(masyarakat), memantapkan lembaga atau partai politik

yang dapat dipercaya (trust wortiness) melalui visi dan

misinya. 2. Pada pelaksanaannya para caleg bersama dengan

tim suksesnya menciptakan kebersamaan dengan menghadiri

acara-acara pertemuan seperti pengajian, acara pertemuan

organisasi PKK, pertemuan dengan pemuda sebagai bentuk

pendekatan. 3. Evaluasi sebagai consensus bersama untuk

mengetahui sejauh mana keberhasilan strategi komunikasi

politik yang telah dilakukan dalam mendapatkan hasil

positif.

Banyak para caleg juga menggunakan tim sukses dalam

strategi politiknya untuk mendekatkan diri pada

masyarakat. Penggunaan tim sukses dipercaya karena

didalamnya terdapat ahli humas dan periklanan. Hal

tersebut dilakukan karena humas atau pegiat iklan dianggap

mampu membuat suatu strategi komunikasi yang dapat

mengenalkan, menarik simpati, menjalin hubungan harmonis,

dan meningkatkan citra caleg.

11 Ibid

40

Menurut buku Humas, Membangun Citra dengan Komunikasi, karya

H.Frazier Moore, humas merupakan komunikasi dua arah yang

menunjang kearah penciptaan kebijaksanaan kemudian

menjelaskan, mengumumkan, mempertahankan, atau

mempromosikannya kepada publik sehingga memperoleh saling

pengertian dan itikad baik. Sehingga hal tersebut menjadi

alasan mengapa strategi komunikasi humas dan periklanan

sangat  berpengaruh dalam kampanye politik suatu calon

dalam pemilu.12

Dengan strategi tersebut, masyarakat dibentuk opini dan

persepsinya sehingga tertarik dan mau memilih seorang

kandidat dalam pemilu. Strategi komunikasi politik yang

dilakukan cukup beragam, mulai dengan penggunaan promosi

secara tidak langsung atau disebut bellow the line seperti

banner, flyer, pamflet, brosur, katalog, serta pameran.

Kemudian promosi secara langsung dengan menggunakan media

iklan atau above the line seperti penggunaan televisi, radio,

surat kabar, internet (sosial media).

Penerapan mekanisme dalam kajian komunikasi politik yang

dilakukan aktor politik termasuk calon legislatif mencakup

banyak unsur, yaitu komunikator politik, pesan politik,

media politik, khalayak politik dan pesan politik.

Bell (1975) menyebutkan bahwa komunikasi politik itu tidak

lain dari pembicaraan tentang kepentingan politik, yaitu

pembicaraan kekuasaan, pembicaraan pengaruh, pembicaraan

12 http://mediapublica.co/2013/02/11/strategi-komunikasi-dalam-kampanye-pemilihan-umum/ 09/04/2014. 17.00 WIB

41

autoritas. Pembicaraan tentang politik itu kemudian dikaji

dalam kerangka mekanistis, yaitu siapa yang berbicara

kepada siapa, melalui saluran apa, dan bagaimana efeknya.

Efek politik telah menjadi pusat kajian komunikasi

mekanistis, efek politik dikaji sejalan dengan

berkembangnya kekhawatiran banyak orang tentang akibat

atau dampak media massa, terutama media elektronik. Dalam

efek politik itu, banyak orang melebih-lebihkan kemampuan

media massa sebagai kekuatan raksasa yang mampu

mengendalikan orang lain. Komunikasi politik disalurkan

melalui media massa sebagai sesuatu yang memiliki kekuatan

besar sehingga khalayak tidak berdaya atau langsung

terpengaruh.13

3.4 Analisis Strategi Komunikasi Politik Caleg Hanura

Dengan Teori Jarum Hipodermik

Teori jarum Hipodermik.

Dalam perspektif mekanistis komunikasi politik berlangsung

dalam sebuah proses seperti “ban berjalan” secara mekanis,

dengan unsur-unsur yang jelas seperti sumber

(komunikator), pesan (komunike), saluran (media), penerima

(masyarakat) dan umpan balik (efek). Komunikator berusaha

menyampaikan pesan politiknya yaitu program-program yang

diajukan kepada masyarakat menggunakan media massa baik

13 Id. at 92

42

secara verbal maupun nonverbal yang berefek positif, ragu-

ragu atau bahkan penolakan.

Menurut teori ini, masyarakat tidak berdaya ketika

menerima pesan dari komunikator, sehingga komunikator

(caleg) dapat dengan mudah mempengaruhi opini masyarakat

melalui situasi dan kondisi yang dibangun oleh media.

Menurut teori jarum hipodermik ( hypodermic needle theory) ini,

media berperan sangat besar terhadap efek yang yang akan

tercipta di masyarakat. Oleh karena itu, para caleg Hanura

menyampaikan pesan politiknya melalui media massa.

Dalam pengaplikasian media komunikasi politiknya para

caleg hanura banyak melakukan public relation politic

dengan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan

masyarakat dengan cara menjaga hubungan yang baik dan

harmonis kepada masyarakat.

Para caleg menggunakan media sosial seperti, facebook,

twitter, blog dan ada beberapa artikel yang memuat tentang

identitas, visi misi, track record dan program yang mereka

usung.

Dalam strategi politiknya H.A Ferdinand Sampurna Jaya, SE

telah membangun konsensus dengan para politikus lain baik

dalam partai yang ia naungi yaitu Hanura maupun dengan

poliitikus di luar partai.

Dengan banyaknya organisasi yang dia ikuti dapat

mempermudah lobi-lobi politik untuk mendapatkan dukungan.

43

Untuk mengatasi hambatan komunikasi, para caleg melakukan

model komunikasi agitasi poitik, agitasi politik menurut

Herbert Blumer (1996) adalah beroperasi untuk

membangkitkan raktyat kepada suatu gerakan terutama

gerakan politik. Dengan kata lain agitasi adalah suatu

upaya untuk menggerakkan massa dengan lisan atau tulisan,

dengan cara merangsang dan membangkitkan emosi

masyarakat.14

Teknik pengumpulan data makalah ini dilakukan dengan cara

wawancara dan studi pustaka. Dari hasil penelitian dapat

dilihat bahwa para caleg dari partai HANURA telah

merencanakan strategi komunikasi politik jauh sebelum

Pemilu berlangsung, hal ini terlihat dari matangnya

pembentukan team, media kampanye, dan model komunikasi.

Pengorganisasian strategi komunikasi dilakukan secara

maksimal dengan menggerakkan seluruh komponen baik di

partai maupun masyarakat. Sedangkan untuk mengatasi

hambatan komunikasi dilakukan dengan efisiensi dana maupun

pembagian tugas kerja. Selain itu para caleg dari partai

HANURA juga melakukan evaluasi, artinya apakah strategi

komunikasi politik menimbulkan efek di masyarakat.

Visi dan Misi H.Bambang K. Sugyarto sebagai calon

legislatif dari partai HANURA adalah untuk membangun

kesejahteraan masyarakat. H.Bambang K. Sugyarto memilih

slogan “Bantu Saya, Saya Akan Bantu Anda”, yang artinya

14 Arifin, Anwar, Komunikasi Politik, (Jakarta. Balai Pustaka. 2003), hal.131

44

beliau akan sebisa mungkin membantu masyarakat untuk

menuju kesejahteraan jika beliau duduk di kursi

pemerintahan nanti. H.Bambang K. Sugyarto menyadari bahwa

ia dipilih dan dipercaya oleh masyarakat daerah pemilihan

6 untuk mewakili suara rakyat menuju kesejahteraan.

3.5 Analisis Media Politik yang Digunakan Caleg Hanura

dengan The Spyral Of Silence Theory (Teori Lingkar

Kebisuan)

Pada dasarnya teori ini menjelaskan bahwa individu

dalam masyarakat pada umumnya takut dan tidak mau

terisolasi dari lingkungan sosial, karena memang

masyarakat memiliki kecenderungan mengasingkan orang-

orang yang berperilaku menyimpang dari perilaku

mayoritas. Ketakutan itu mendorong individu berusaha

menyesuaikan diri dengan opini yang berkembang di

masyarakat berupa masalah yang aktual dan menyangkut

kepentingan umum.15 “Teori Lingkar Kebisuan” dari

Noelle-Neumann (1973) itu, menunjukan komunikasi

politik antarpersona dan media massa berjalan bersama

dalam pembentukan opini publik sebagai salah satu

tujan penting komunikasi politik. Munculnya opini

publik merupakan proses intraksi dari berbagai

kekuatan pengaruh yang berlangsung pada khalayak.

Selain pengaruh media massa juga terdapat pengaruh

kelompok pemimpin opini, kondisi fisik dan psikologis

15 Ibid

45

individu lingkup sosial, budaya, ekonomi, politik dan

keamanan, serta persepsi individu terhadap masalah-

masalah yang menyangkut kepentingan umum terutama

yang menyangkut kepentingan politik.

Para caleg menggunakan media sebagai alat pembentuk

opini publik, mulai dari media sosial yang tengah

marak saat ini dikalangan masyarakat seperti

facebook, twitter, blog, artikel, para caleg juga

menggunakan media lain seperti media cetak,

selebaran, spanduk, baliho, reklame, banner, pamflet,

stiker, kartu nama sekaligus sebagai kartu anggota.

Penonjolan media massa terhadap suatu masalah atau

suatu topik dikenal dengan nama framming (pembingkaian)

atau pengemasan pesan yang dilakukan di ruangan

redaksi. Media dapat melakukan “rekayasa opini”

dengan membentuk “opini publik” melalui pengemasan

pesan dan agenda media.

Begitu pula dengan komunikasi politik yang dilakukan

oleh para caleg Hanura menjelang Pileg 2014, menurut

teori jarum hipodermik yang menggambarkan keperkasaan

media sebagai pembangun opini publik, mereka

membentuk opini masyarakat melalui media massa karena

mereka percaya dan yakin bahwa media massa menentukan

apa yang dipikirkan oleh masyarakat. 16

16 Arifin, Anwar, Komunikasi Politik, (Jakarta. Balai Pustaka. 2003), hal.122

46

Besarnya perhatian masyarakat terhadap isu politik

yang sedang berkembang dimanfaatkan oleh para caleg

untuk membangun citra politiknya dengan harapan dapat

membentuk opini publik yang positif agar mereka dapat

memperoleh dukungan dari masyarakat.

Selain itu, Nouelle Neumann (1973) menjelaskan bahwa

daya tangkal “kepala batu” masyarakat dapat

dilemahkan oleh “lingkar kebisuan”, juga disebabkan

oleh faktor ubiquity (serbaada) yaitu media massa berada

dimana-mana dan karena itu sulit dihindari oleh

masyarakat sehingga media massa mampu mendominasi

lingkungan informasi dalam pencitraan caleg.

Selain itu, pesan media massa yang bersifat

“kumulatif” dapat memperkuat dampak media massa

terhadap opini publik. Penyebaran informasi melalui

pengulangan pesan berkali-kali dan penyatuan pesan

yang bersifat “mosaic”. Dampak media massa itu

diperkuat lagi dengan “keseragaman para wartawan”

seperti adanya penyajian berita politik yang

cenderung sama oleh semua media massa, akan menjurus

pada pembentukan citra politik yang sama pada

masyarakat. Gabungan ketiga faktor itu (serbahadir,

kumulasi pesan dan keseragaman wartawan) dapat

menciptakan sejumlah besar individu berada dalam

suasana “kebisuan”.

47

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Dengan perspektif mekanis, teori jarum hypodermik dan

teori lingkar kebisuan yang kami gunakan untuk

menganalisis strategi dan cara berkomunikasi para caleg

untuk mendekati masyarakat, dapat diketahui bahwa para

caleg Hanura yang akan menghadapi Pileg membangun citra

dirinya melalui media massa, sebagai alat pembentuk opini

publik, mulai dari media sosial yang tengah marak saat ini

dikalangan masyarakat seperti facebook, twitter, blog,

artikel, para caleg juga menggunakan media lain seperti

media cetak, selebaran, spanduk, baliho, reklame, banner,

pamflet, stiker, kartu nama sekaligus sebagai kartu

anggota.

Hal itu dilakukan karena mereka menganggap opini

masyarakat dapat dibentuk dengan mudah oleh media massa

48

yang tidak dapat dihindari masyarakat. Selain pengaruh

media massa juga terdapat berpengaruh kelompok dan

pemimpin opini, kondisi fisik dan psikologis individu,

lingkup sosial, budaya, politik ekonomi dan keamanan,

serta persepsi individu terhadap pencitraan yang dibuat

oleh para caleg.

4.2. Saran

Dari hasil penelitian dan analisis data di lapangan, maka

kami menyarankan strategi komunikasi politik yang

dilakukan team jangan hanya bertumpu pada sosok figur,

team yang dibentuk juga sebaiknya harus melakukan

pengorganisasian secara maksimal, oleh karena itu perlu

adanya penataan kembali personil di internal partai agar

dikemudian hari team yang dibentuk lebih paham mengenai

strategi komunikasi.

DAFTAR PUSTAKA

49

Arifin, Anwar, (2003) Komunikasi Politik, Jakarta: Balai

Pustaka

Arifin, Anwar. (2006). Pencitraan Dalam Politik (Strategi

Pemenangan Pemilu Dalam Perspektif Komunikasi Politik). Jakarta:

Pustaka Indonesia

http://mediapublica.co/2013/02/11/strategi-komunikasi-

dalam-kampanye-pemilihan-umum/ 09/04/2014. 17.00 WIB

50