Analisi Strategi Komunikasi Politik Caleg Hanura Menjelang Pileg 2014
Transcript of Analisi Strategi Komunikasi Politik Caleg Hanura Menjelang Pileg 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana demokrasi yang
menjadi ajang bagi kedaulatan rakyat. Dalam negara
demokratis, pemilu yang notabene merupakan cerminan suara
rakyat menjadi penentu bagi keberlangsungan sebuah negara
untuk menentukan nasib dan tujuan sebuah bangsa. Suara-
suara inilah yang akan diwadahi oleh partai politik-partai
politik yang mengikuti pemilu menjadi wujud wakil-wakil
rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemilihan Umum
menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan Umum Indonesia
2014 adalah Pemilu ke-11 yang dilaksanakan Indonesia.
Pemilu ini diikuti oleh 12 partai politik dan 3 partai
lokal Aceh.. Pelaksanaan pemilu secara periodik
menunjukkan bahwa Indonesia menganut sistem negara
demokrasi. Sejak Pemilihan Umum tahun 1999 Indonesia telah
dianggap sebagai negara terbesar ketiga yang
1
menyelenggarakan pemilihan umum secara demokratis.
Pemilihan umum ini menjadi wahana aspirasi politik rakyat
Indonesia yang digelar setiap lima tahun sekali, sebagai
amanat dari Undang-Undang Dasar 1945. Pemilu juga menjadi
ajang paling massif, bebas, dan adil untuk menentukan
partai dan tokoh yang berhak mewakili rakyat. Dalam sistem
perwakilan, tak ada cara lain yang paling absah untuk
memilih para wakil rakyat kecuali melalui pemilu.
Adanya banyak partai politik yang mengikuti pemilu 2014,
sebagai konsekuensi sistem multipartai yang diterapkan di
Indonesia. Terdapatnya banyak partai politik juga
berdampak pada ketatnya kompetisi antar partai politik
dalam menggaet suara pemilih untuk memperebutkan kursi di
parlemen. Keberhasilan sebuah partai politik dalam
perolehan suara, membuktikan betapa besarnya dukungan dan
kepercayaan rakyat terhadap partai politik tersebut.
Guna memenangkan kompetisi di ajang pemilu, para kontestan
partai politik saling bersaing satu sama lain dengan
menerapkan berbagai strategi komunikasi politik yang jitu.
Tentu, komunikasi politik yang dilakukan oleh partai
politik menyesuaikan dengan sistem politik yang ada di
Indonesia. Oleh karena itu, sistem politik mau tidak mau
turut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komunikasi yang
dilakukan oleh partai politik. Almond dan Powell (1966)
menempatkan komunikasi politik sebagai suatu fungsi
politik bersama-sama dengan fungsi artikulasi, agregasi,
2
sosialisasi dan rekrutmen yang terdapat dalam suatu sistem
politik.
Almond melihat bahwa komunikasi politik merupakan salah
satu masukan yang menentukan bekerjanya semua fungsi dalam
sistem politik. Komunikasi politik menyambungkan semua
bagian dari sistem politik sehingga aspirasi dan
kepentingan dikonversikan menjadi berbagai kebijaksanaan.
Strategi komunikasi politik partai dalam menghadapi pemilu
harus menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan
yang ada tentang pemilu, walaupun perumusan undang-undang
itu sendiri sempat menjadi perdebatan panjang antar partai
politik, karena terjadi tarik-menarik kepentingan, yaitu
bagaimana undang-undang yang dibuat bisa menguntungkan
partai politik tertentu.
Dalam sistem perwakilan, tak ada cara lain yang paling
absah untuk memilih para wakil rakyat kecuali melalui
pemilu. Strategi komunikasi dalam politik merupakan salah
satu kunci keberhasilan sebuah Partai politik dalam
memenangkan pemilu. Indonesia merupakan negara kesatuan
yang memiliki asas demokrasi, yaitu pemerintahan yang
dilakukan dari rakyat, oleh rakyat, dan kembali kepada
kepentingan rakyat melalui perwakilan anggota legislatif.
Dalam kondisi seperti ini, Partai HANURA hadir sebagai
respon atas kegagalan partai politik yang ada dalam
menjalankan peran dan fungsinya sebagai penyambung serta
3
penyerap aspirasi rakyat. Strategi komunikasi politik
partai dalam menghadapi pemilu harus menyesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan yang ada tentang pemilu,
walaupun perumusan undang-undang itu sendiri sempat
menjadi perdebatan panjang antar partai politik, karena
terjadi tarik-menarik kepentingan, yaitu bagaimana undang-
undang yang dibuat bisa menguntungkan partai politik
tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana paradigma dan teori komunikasi politik ?
2. Bagaimana aplikasi dan media komunikasi politik ?
3. Bagaimana analisis strategi komunikasi politik yang
dilakukan para caleg menurut paradigma dan teori
komunikasi politik pada Pileg 2014 ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi dan teknik
komunikasi Komunikasi politik.
2. Untuk mengetahui paradigma dan teori komunikasi
politik.
3. Untuk mengetahui aplikasi dan media komunikasi
politik.
4
4. Untuk mengetahui analisis strategi komunikasi politik
yang dilakukan para caleg menurut paradigma dan teori
komunikasi politik pada Pileg 2014.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PARADIGMA DAN TEORI KOMUNIKASI POLITIK.
Fenomena komunikasi politik tidak berbeda dengan
komunikasi dan fenomena politik. Orang melukiskan baik
komunikasi maupun politik sebagai serbahadir (ubiquitous).
Artinya komunnikasi dan politik itu berada dimanapun dan
kapanpun juga. Memang komunikasi dan politik itu merupakan
5
sesuatu yang serbahadir. Setiap orang berkomunikasi dan
berpolitik. Meskipun fenomena komunikasi politik luas, dan
multi makna dan memiliki paradigma ganda, namun sangat
berguna jika empat paradigma atau perspektif komunikasi
dari fisher diterapkan dalam komunikasi politik. Keempat
paradigma itu adalah mekanistis, psikologis,
interaksional, dan pragmatis.
1. Paradigma Mekanistis
Model mekanistis dalam komunikasi dan komunikasi
politik adalah model yang paling lama dan paling
banyak dianut sampai sekarang. Banyak study yang
telah dilakukan, dan banyak buku yang telah
diterbitkan masyarakat akademik, tetapi juga pada
masyarakat luas. Memang, paradigma ini telah
berkembang jauh melalui pengumulan yang seruk dari
pendekar-pendekarnya. Hal itu terlihat dari banyaknya
teori dan model dari perspektif ini.
Penerapan mekanisme dalam kajian komunikasi politik
akan dengan mudah dilakukan. Secara mekanistis,
dengan mudah dan Nimmo menjabarkan formula Laswell,
bahwa dalam komunikasi politik terdapat unsure-unsur
yang banyak dikenal yaitu, komunikator politik, pesan
politik, media politik, khalayak politik dan efek
politik.1
Efek politik telah menjadi pusat kajian komunikasi
politik dalam paradigma mekanistis, study tentang
1 Arifin, Anwar, Komunikasi Politik, (Jakarta. Balai Pustaka. 2003), hal.92
6
efek semakin berkembang sejalan dengan kekhawatiran
banyak orang tentang akibat dan dampak media massa
terutama media elektronik. Dalam rangka study efek
itu, banyak orang melebih-lebihkan kemampuan media
massa sebagai sebuah kekuatan raksasa yang mampu
mengendalikan orang lain. Lahirlah beberapa karya
yang penuh dengan konsep mengenai keperkasaan media.
Konsep itu melihat kommunikasi dan komunikasi politik
yang disalurkan melalui media massa, sebagai sesuatu
yang memiliki kekuatan yang mendekati gaib sehingga
khalayak sama sekali tidak berdaya.
Doktrin mekanisme juga mengajarkan bahwa selain efek
itu bisa diramalkan, juga bisa diciptakan, dengan
menghilangkan kendala atau rintangan yang mungkin
terjadi melalui suatu perencanaan pada awal.
Mengetahui masa kini orang bisa meramalkan masa yang
akan dating adalah merupakan doktrin mekanisme yang
sudah diketahui secara luas. Hal itu merupakan
idealisme mekanistis dari proses, yang menggambarkan
urutan temporer dalam suatu peristiwa dalam system
tertutup. Dari sinilah orang segera mengajukan
kritik, bahwa karena system sosial itu adalah system
yang terbuka, lalu rekayasa masa depan itu sukar
sekali dilakukan terhadap komunikasi politik. Dengan
kata lain, doktrin mekanisme itu sepenuhnya sangat
sukar diterapkan dalam komunikasi sosial dan
komunikas politik.
7
2. Paradigma Psikologis
Dalam paradigma psikologis atau perspektif
psikologis, komunikasi di konseptualisasi sebagai
penerimaan, dan pengelola informasi pada diri
individu. Perspektif yang dipengaruhi secara sporadis
(tidak mendalam sebagaimana pengaruh fisika terhadap
perspektif mekanistis). Oleh psikolog itu adalah
mengadaptasikan konsep S-R (stimulus-respons) dalam
komunikasi. Hal itu menimbulkan orientasi komunikasi
yang berpusat pada diri individu (penerima).
Dengan demikian eksitensi empiriknya bukan lagi
terketak pada saluran sebagaimana dalam sprektif
mekanistis,melainkan terletak pada diri individu
penerima (komukasi),yaitu pada kepala individu yang
di namakan’’filter konseptual” .filter itu merupakan
keadaan iternal dari organisasi manusia ,dan secara
esensial merupakan konsep “kotak hitam”. Walaupun
filter itu tidak dapat di amati secara langsung,namun
sangat mempengaruhi setiap peristiwa komunikasi.2
Komponen komusikasi dalam parakdikma ini bukan lagi
sumber / penerima, saluran, dan pesan / umpan-balik /
efek, melainkan stimulus dan respons, dengan fokus kajian
pada individu. Dalam batas tertentu orientasi para
penerima dari model ini merupakan reaksi terhadap
model mekanistis yang bersifat satu arah dari saluran
yang terkandung di dalamnya. Dasar konseptual model
ini, ialah bahwa penerima adalah penyanding yang
2 Id. at. h.95
8
aktif atas stimuli terstruktur yang mempengaruhi
pesan dan salurannya.
Apabila fokus komunikasi itu terdapat dalam diri
individu, tingkat intrapersonal ( komunikasi yang
berjalan dalam diri individu) sebenarnya menjadi
serba kuasa. Dengan demikian, perpektif psikologis telah
memberikan juga penekanan yang lebih besar pada
“komunikasi intrapersona”. Dibanding dengan perpektif
lainnya.
3. Paradigma Interaksional
Paradigma atau perpektif yang betul-betul agak baru
dan bahkan merupakan reaksi dari kedua model di muka
ialah perpektif interaksional. Dalam perpektif ini,
menurut fisher, komunikasi dikonseptualisasi sebagai
interaksi manuasiawi pada masing-masinng individu.
Walaupun interaksi itu sering juga disamakan dengan
komuniakasi terutama komunikasi dua-arah, namun dalam
paradigma ini, konsep itu tidak berlaku.
Karakteristik utama dari paradigma interaksional,
ialah penonjolan nilai individu di atas segala
pengaruh yang lainnya karena manusia dalam dirinya
memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, serta
masyarakat dan buah pikiran.
Paradigma interaksional dalam komunikasi amat sering
dinyatakan sebagai komunikasi dialogis atau
komunikasi yang dipandang sebagai dialog. Hal itu
merupakan reaksi humanitas terhadap model mekanisme
9
yang pada dasarnya bersifat monolog. Unsur
fundamental dalam dialog adalah melihat yang lain
atau memandang pihak yang lain sehingga proses dasar
dalam dialog ialah konsep pengambilan peran. Hal itu
memungkinkan individu untuk menemukan dan
mengembangkan diri melalui interaksi sosial karena di
dalamnya terkandung ikatan empatis, identifikasi
diri, atau saling pengertian. Justru itu, eksistensi
empirik komunikasi dalam paradigma interaksional ini
adalah “pengambilan peran individu”. Dalam komunikasi
dialogis, konsep kultural menempati posisi yang
penting. Dengan demikian komunikasi tidaklah “bebas
nilai” sehingga dalam paradigma ini, kita dapat
membicarakan komunikasi politik khas indonesia.
Dengan kata lain komunikasi politik yang dimaksud
adalah musyawarah dan mufakat. Dengan demikian penting
dipahami dan diamalkan bahwa komunikasi politik yang
bersifat musyawarah untuk mufakat menghendaki
komunikasi dialogis. Dalam hal itu setiap individu
tidak seenaknya melakukan intimidasi dan dominasi terhadap
yang lain, melainkan harus berusaha mengangkat “harga
dirinya” dan “harkat orang lain” dalam suasana
komunikatif. Dengan kata lain konsep istilah penguasa
dan yang dikuasai dengan sendirinya tidak ditemukan
dalam kamus komunikasi politik yang bersifat
dialogis.
4. Paradigma Pragmatis
10
Jika dalam model interaksi tindakan yang diamati
adalah tindakan sosial dalam konteks kultural, maka
dalam model pragmatis tindakan yang diamati, menurut
Fisher adalah tindakan atau “prilaku yang berurutan”
dalam “konteks waktu” dalam “sebuah sistem sosial”.3
Tidakan atau perilaku tersebut berupa ucapan,
tindakan atau perilaku. Perspektif pragmatis
menempatkan eksistensi empiriknya (lokusnya) pada
tindakan atau perilaku yang berurutan. Titik berat
pengkajian pada perilaku atau tindak yang dilakukan
dengan ucapan (verbal) maupun bukan ucapan
(nonverbal) oleh seorang dalam peristiwa komunikasi.
Komponen pokok dalam perspektif pragmatis adalah pola
interaksi, fase, siklus, sistem, struktur, dan fungsi.
Jumlah massa, jumlah bendera, jumlah kendaraan dan
jumlah tokoh yang hadir dalam sebuah rapat raksasa,
merupakan peristiwa komunikasi yang bersifat
nonverbal, namun paradigma pragmatis adalah sebuah
bentuk komunikasi politik yang sangat penting isi
pidato atau retorika pembicara tidaklah terlalu
penting dari perspektif pragmatis.
2.2 TEORI DAN MODEL DASAR KOMUNIKASI POLITIK
Dari paradigma komunikasi politik yang telah dijelaskan di
muka dapat diturunkan beberapa teori dasar dan beberapa
model dasar yang telah lama dikenal. Dapat dikemukakan
3 Id. at. h.99
11
empat teori dasar yang dapat digunakan dalam aplikasi
komunikasi politik yaitu :
1. Teori Jarum Hipodermik
Berdasarkan paradigma mekanistis yang telah
dijelaskan dimuka, komunikasi politik itu berlangsung
dalam sebuah proses seperti “ban berjalan” secara
mekanis. Secara sederhana Laswell merumuskan dalam
sebuah formula, “Siapa berkata apa, melalui saluran
apa, kepada siapa, dan bagaimana efeknya?” (who says
what, in which channel to whom with what effect?). kemudian
formula Laswell tersebut oleh Dan Nimmo dijadikan
sebagai dasar dalam menganalisis komunikasi politik.
Selanjutnya Nimmo menjelaskan bahwa proses komunikasi
secara mekanistis adalah komunikator politik
(politisi, aktivis atau profesional) menyampaikan
pesan politik kepada khalayak politik, melalui media
politik. Dengan demikian akan timbul umpan balik atau
efek politik misalnya mendapat umum berupa dukungan
atau penolakan atau ragu-ragu.
Konsep khalayak tak berdaya atau khalayak pasif dan
asumsi media perkasa dari paradigma mekanistis itu,
dengan mudah dikenal melalui berbagai literatur yang
memuat teori dasar dengan nama yang berbeda teori
jarum hipodermik, dan teori peluru. Berdasarkan teori
tersebut, komunikator politik (politisi, profesional
dan aktivis) selalu memandang bahwa pesan politik
12
apapun yang disampaikan kepada khalayak, apalagi
kalau melalui media massa, pasti menimbulkan efek
yang positif berupa cara yang baik, penerimaan atau
dugaan. Itulah sebabnya kegiatan politik banyak
dilakukan melalui pidato pada rapat umum atau melalui
media massa.
Ternyata, asumsi tersebut tidak benar seluruhnya,
karena efek samping tergantung pada situasi dan
kondisi khalayak, disamping daya tarik dan
kredibilitas komunikator. Bahkan berbagai hasil
penelitian membuktikan bahwa media massa memiliki
pengaruh lebih dominan dalam tingkat kognitif
(pengetahuan) saja, tetapi kurang mampu menembus
pengaruh pada sikap dan perilaku.
Dengan demikian, asumsi bahwa khalayak pasif dan
media perkasa tidak terbukti secara empirik. Meskipun
demikian, “teori jarum hipodermik” atau “teori
peluru”, tidak “runtuh” sama sekali karena tetap
dapat diaplikasikan untuk menciptakan efektifitas
dalam komunikasi politik.
2. Teori Khalayak Kepala Batu
Teori khalayak kepala baru itu dikembangkan oleh
pakar psikologi Raymond Bauer (1964). Bahkan telah
dikenalkan oleh I.A. Chards sejak 1936, dan telah
diaplikasikan oleh ahli retorika pada zaman Yunani
dan Romawi 2000 tahun yang lalu. Raymond Bauer
mengkritik potret khalayak sebagai robot yang pasif.
13
Khalayak hanya bersedia mengikuti pesan, bila pesan
itu memberi keuntungan atau memenuhi kepentingan dan
kebutuhan khalayak. Komunikasi tidak lagi besifat
linier tetapi merupakan transaksi. Media massa memang
berpengaruh, tetapi pengaruh itu disaring, diseleksi,
dan diterima atu ditolak oleh filter konseptual atau
faktor-faktor personal yang memengaruhi reaksi
mereka.
Dengan teori khalayak kepala batu itu fokus
penelitian bergeser dari komunikator kepada komunikan
atau atau khalayak. Para pakar, terutama pakar
psikologi meupun sosiologi mencurahkan perhatian
kepada faktor individu. Mereka mengkaji faktor-faktor
yang membuat individu mau menerima pesan komunikasi.
Pesan politik yang mendapat perhatian itu kemudian
diolah oleh alat-alat keroohanian (akal, budi, dan
intuisi) sehingga dapat terjadi pengertian
“pengetahuan politik” (kognitif). Hasil proses
berpikir selanjutnya adalah “keputusan politik”
(berbentuk pendapat) dan kesimpulan bersifat (sikap
politik). Selanjutnya berpindah pada aspek motorik
dengan melakukan “tindakan politik” atau “perilaku
politik” sebagai manifestasi olahan pikiran. Dengan
demikian individu akan menyaring, menyeleksi, dan
mengolah secara internal semua pesan yang berasal
dari luar dirinya.
Agar penangkal individu dapat dilunakkan atau dapat
ditembus, berkembanglah study tentang metode
14
komunikasi terutama metode persuasif (membujuk atau
merayu). Persuasif adalah suatu yang esensial bagi
politik karena hal itu merupakan aspek yang
memotivasi seorang politikus dalam berkomunikasi
untuk membangun citra politik dan memperluas pengaruh
serta membentuk pendapat umum. Persuasi politik pada
umumnya dilakukan dalam bentuk komunikasi politik
seperti t=retorika, propaganda, agitasi, dan public
relations politik. Kegiatan agitasi politik dan
propaganda politik menggunakan “persuasif negatif”
yaitu “menghalalkan semua cara” untuk mencapai tujuan
(jajni palsu dan kebohongan). Sedang punlic relations
politik menggunakan “persuasi positif” dengan jalan
mencapai tujuan dengan cara yang baik, yaitu
menciptakan rasa memiliki (sense of belonging) bagi
khalayak dengan menggunakan teknik komunikasi dua
arah terlebih dahulu memahami yang lain.
3. Teori Empati dan Teori Homofili
Persuasif yang positif berkaitan dengan “teori
empati” dan “teori homifili”, yang dikembangkan bukan
saja oleh pakar ilmu komunikasi tetapi juga oleh
pakar ilmu sosiologi. “teori empati” dikembangkan
oleh Berlo (1960) dan Daniel Larner (1978). Sedangkan
“teori homifili” diperkenalkan oleh Everet M.Rogers
dan F. Shoemaker (1971). “teori empati” dan “teori
homifili” merupakan penjabaran dari paradigma atau
perspektif interaksional.4
4 ibid
15
Daniel Learner (1978) mengartikan empati sebagai
kesanggupan seseorang melihat diri sendiri ke dalam
situasi orang lain dan kemudian melakukan
penyesuaian. Selain itu Freud (1921) menyebutkan
bahwa empati adalah memahami orang lain, yang itdak
mempunyai arti emosional, bagi kita. Dalam komunikasi
politik, kemampua memproyeksikan diri sendiri ke
dalam titik pandang dan empati orang lain memberi
peluang kepada seorang politikus untuk berhasil dalam
pembicaraan politiknya.
Dalam usaha melakukan empati dalam peristiwa komunikasi
itu, Rogers dan Shoemaker (1971) memperkenalkan
homifili. Hal itu dimaksudkan sebagai kemampuan
individu untuk menciptakan kebersamaan-kebersamaan,
baik fisik maupun mental. Dengan homifili tercipta
hubungan-hubungan sosial dan komunikasi yang intensif
dan efektif. Homifili dapat digambarkan sebagai
suasana dan kepribadian kondisi fisik dua orang yang
berinteraksi karena memiliki kesamaan usia,bahasa,
pengetahuan, kepentingan, organisasi, partai, agama,
suku bangsa dan pakaian.sulit sekali terjadi
interaksi yang intensif jiika dua orang yang
berinteraksi bersifat heterofili, yaitu tidak
memiliki kesamaan bahasa, pengetahuan dan
kepentingan.
Dalam komunikasi politik, homifili dengan mudah
dilihat pada para politikus atau kader partai di
Indonesia, yaitu memiliki kostum yang sama. Bahkan,
16
sejumlah politikus yang memiliki agama yang sama
berkumpul membentuk partai yang sama. Demikian juga
mereka yang memiliki jenis kelamin yang sama,
membentuk koalisi untuk memperjuangkan kepentingan
politik bagi mereka.
Empati dan homifili akan menciptakan semua yang akrab dan
intim sehingga komunikasi politik dapat berjalan
secara interaksional. Dalam hal itu, interaksi yang
berlangsung adalah interaksi antara dua subyek yang
selevel dan sederajat. Dalam komunikasi politik itu
bersifat dialogis, tidak dikembangkan aku atau kamu
melainkan yang menonjol adalah kita.
4. Teori Informasi dan Nonverbal
Dalam “teori informasi” menurut B. Aubrey Fisher
(1990), informasi diartikan sebagai pengelompokan
peristiwa-peristiwa dengan fungsi dan tujuan untuk
menghilangkan ketidakpastian. Informasi dapat disebut
sebagai konsep yang absolut dan relatif karena
informasi diartikan “bukan pesan” melainkan “jumlah”,
benda dan energi. Informasi politik dalam “teori
informasi” pada hakikatnya adalah komunikasi politik
yang bersifat nonverbal (tidak terucapkan).
Komunikasi nonverbal menurut Mark L. Knapp (1972)
adalah (1) repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan
yang sudah disampaikan secara verbal, (2) subtitusi,
yaitu menggantikan lambang-lambang verbal, (3)
kontradiksi, yaitu memberi makna yang lain terhadap
17
pesan verbal, (4) komplemen, yaitu melengkapi atau
memperkaya pesan verbal, (5) aksentuasi, yaitu lebih
menegaskan pesan verbal.
Menurut “teori informasi” tidak satupun “tindakan
politik” para politikus atau kader partai yang bukan
komunikasi politik,
Tapi juga dapat dipandang sebagai komunikasi politik
nonverbal. Namun harus dipahami betul bahwa tindakan
atau ucapan itu sesungguhnya boleh dianalisis sebagai
sebuah pesan, melainkan adalah sebuah kemungkinan
atau alternatif. Teori informasi itu dapat diterapkan
dalam komunikasi politik dalam banyak bentuk seperti
(1) memasang bendera, umbul-umbul, spanduk dan
mendengarkan musik karena akan ada upacara partai
politik. (2) memakai pakaian seragam karena ada
pertemuan kader. (3) mempromosikan anggota partai
yang berprestasi.teori ini sangat berguna dalam
menentukan pilihan penempatan kader dalam menduduki
jabatan-jabatan politik.
2.3 TEORI MEDIA KOMUNIKASI POLITIK
Jika teori dasar lebih banyak berkaitan dengan komunkasi
politik intrapersona dan komunikasi politik antarpersona
maka disajikan pula teori yang berkaitan dengan media
komunikasi politik diantaranya :
1. Teori Media Kritis
18
2. Teori Permainan, dan Teori Parasosial
3. Teori guuna dan Kepuasan
4. Teori Lingkar Kebisuan
Dalam uraian tentang teori-teori tersebut, dikemukakan
juga beberapa teori lainnya. Dalam paparan tentang “teori
guna dan kepuasan” dikemukakan juga teori tentang petemuan
khalayak dengan media massa yaitu (1) teori perbedaan
individu (2) teori kategori sosial dan (3) teori hubungan
sosial.
1. Teori Media Kritis
Menurut Hollander (1981) adalah merupakan teori media
yang menempatkan konteks bermasyarakat sebagai titik
tolak dalam mempelajari fungsi media massa. Bertolak
dari aspek kemasyaraktan Ardono dan Horkheimer dalam
Arifin (1997) memandang bahwa media massa adalah
produsen utama dari kebudayaan massa.
Teori media kritis bertolak belakang dengan toeri
medi yang lain seperti teori perseptual dan
fungsional yang justru kedua teori itu memberi
tekanan kepada akibat apa yang dilakukan oleh media
terhadap orang. Namun, teori fungsional kemudian
mengalami sedikit pergeseran, yaitu memusatkan
kajiannya kepada pertanyaan tentang apa yang
diperoleh khalayak dari media massa, dan mengapa hal
itu dapat diperoleh itu.
2. Teori Permainan dan Teori Parasosial
19
Teori permainan dikembangkan oleh William Stephenson
yang menjelaskan bahwa mengikuti pesan melalui media
hanyalah demi kesenangan. Dan teori informasi menurut
Stephenson tidak lain dari derita berkomunikasi.
Misalnya, berkomunikasi agar lebih berpengetahuan dan
berpendidikan untuk memecahkan masalah (Nimmo,1999).5
Teori parasosial berpandangan bahwa media massa
berfungsi dalam ememnuhi kebutuhan manusia akan
interaksi sosial. Hal itu tercapai jika media massa
memberi peluang bagi hubungan parasosial yang akrab.
3. Teori Guna dan Kepuasan
Teori ini termasuk dalam kelompok teori khalayak
kepala batu ialah teori guna kepuasan. Teori ini
mejelaskan bahwa semmua orang yang menanggapi pesan
melalui media massa menunjuk kepada kegunaan
kebutuhan tertentu yang dipenuhi oleh media massa,
seperti informasi, hiburan dan pendidikan. Teori ini
menjelaskan bahwa media berfungsi untuk memenuhi
kepentingan hiburan, hubungan personal dan identitas
pribadi.
4. Teori Lingkar Kebisuan
Pada dasarnya teori ini menjelaskan bahwa individu
dalam masyarakat pada umumnya takut dan tidak mau
terisolasi dari lingkungan sosial, karena memang
masyarakat memiliki kecenderungan mengasingkan orang-5 ibid
20
orang yang berperilaku menyimpang dari perilaku
mayoritas. Ketakutan itu mendorong individu berusaha
menyesuaikan diri dengan opini yang berkembang di
masyarakat berupa masalah yang aktual dan menyangkut
kepentingan umum.6 “Teori Lingkar Kebisuan” dari
Noelle-Neumann (1973) itu, menunjukan komunikasi
politik antarpersona dan media massa berjalan bersama
dalam pembentukan opini publik sebagai salah satu
tujan penting komunikasi politik. Munculnya opini
publik merupakan proses intraksi dari berbagai
kekuatan pengaruh yang berlangsung pada khalayak.
Selain pengaruh media massa juga terdapat pengaruh
kelompok pemimpin opini, kondisi fisik dan psikologis
individu lingkup sosial, budaya, ekonomi, politik dan
keamanan, serta persepsi individu terhadap masalah-
masalah yang menyangkut kepentingan umum terutama
yang menyangkut kepentingan politik.
2.4 Aplikasi dan Media Komunikasi Politik
Kampanye politik adalah bentuk aplikasi komunikasi politik
yang dilakukan seseorang, sekelompok orang atau organisasi
politik untuk membentuk dan membina citra dan opini publik
yang positif, agar terpilih dalam suatu pemilihan pemilu,
pemilukada dan pilpres. (Anwar Arifin).7
1. Seni dan Teknik Aplikasi
6 Ibid7 idem
21
Beberapa bentuk atau jenis seni dan bentuk aplikasi
(penerapan) komunikasi politik yang sudah lama dikenal dan
dilakukan oleh para politikus atau aktivis politik, antara
lain retorika politik, agitasi politik, propaganda
politik, lobi politik, dan tindakan politik yang dapat
dilakukan dalam kegiatan politik yang terorganisasi
seperti : public relation post politik, pemasaran politik
dan kampanye politik. Semua bentuk komunikasi politik itu
berkaitan dengan pembentukan citra dan opini publik yang
positif. Hal itu dapat berkaitan dengan upaya memenangkan
pemilu agar dapat meraih kekuasaan dan kedudukan politik
di lembaga legislatif atau eksekutif sehingga dapat
membuat kebijakan politik yang sesuai dengan visi misi dan
program politik para komunikator politik terutama para
politikus dan partai politiknya.
1. Retorika Politik
Retorika pada dasarnya menggunakan lambang untuk
mengidentifikasikan pembicara dengan pendengar
melalui pidato sedang pidato merupakan konsep yang
sama pentingnya dengan retorika sebagai simbolisme.
Dengan berpidato kepada khalayak secara terbuka
akan berkembang wacana publik dan berlangsung
proses persuasi. Itulah sebabnya Dan Nimmo (1989)
menyebutkan pidato adalah negoisasi dengan retorika
politik akan tercipta masyarakat dengan negoisasi
(konflik dan konsensus) yang terus berlangsung.
22
Aristoteles dalam karyanya retorica membagi
retorika politik dalam 3 jenis yaitu retorika
diliberitif, retorika forensik, retorika
demonstratif.
2. Agitasi politik
Agitasi menurut Blumer (1969) dimulai dengan cara
membuat kontradiksi dalam masyarakat dan
menggerakkan khalayak untuk menentang kenyataan
hidup yang dialami selama ini (penuh ketidakpastian
dan penuh penderitaan) dengan tujuan menimbulkan
kegelisahan dikalangan massa. Kemudian rakyat
digerakkan untuk mendukung gagasan baru atau
ideologi baru dengan menciptakan keadaan yang baru.
Agitasi sering berkonotasi negatif karena sifatnya
yang menghasut, mengancam, menggelisahkan
membangkitkan rasa tidak puas dikalangan khalayak
dan mendorong adanya pemberontakan.
3. Propaganda politik
Propaganda merupakan yang sudah lama dikenal
penggunaannya dalam bidang politik, meskipun pada
awalnya (1622) digunakan sebagai bentuk kegiatan
keagamaan (agama katolik).Propaganda politik dapat
merupakan kegiatan komunikasi politik yang
23
dilakukan secara terencana dan sistematik, untuk
menggunakan sugesti, untuk tujuan mempengaruhi
seseorang atau kelompok orang, khalayak atau
komunitas yang lebih besar agar melaksanakan atau
menganut suatu ide, atau kegiatan tertentu dengan
kesadarannya sendiri tanpa merasa dipaksa atau
terpaksa.Selanjutnya, ada beberapa tipe propaganda
diantaranya seperti propaganda terang terangan,
propaganda disengaja, dan propaganda yang tidak
disengaja Dinegara demokrasi kegiatan propaganda
politik sangat tidak disukai, bahkan ditolak dengan
cara mengembangkan kegiatan yang lain seperti
public relation politik dan penerangan politik.
4. Lobi politik
Lobi merupakan salah satu bentuk seni dan teknik
berkomunikasi yang banyak sekali diaplikasikan
dalam kegiatan politik. Lobi politik dan partai
politik, merupakan forum pembicaraan politik dalam
persfektif atau paradigma interaksional dalam
komunikasi politik diterapkan dalam bentuk
komunikasi politik diterapkan dalam bentuk
komunikasi antar persona atau tatap muka yang
bersifat dialogis. Jika lobi politik bersifat
informal (tidak ada tata tertib) maka rapat
politik, persidangan politik, atau forum musyawarah
politik justru bersifat sangat formal atau resmi.
Dalam lobi politik pengaruh pribadi sangat penting.
24
Dalam hal itu kompetensi, penguasaan masalah,
jabatan dan kepribadian politikus sangat
berpengaruh.
5. Tindakan politik
Tindakan yang dapat dipandang sebagai komunikasi
dalam paradigma pragmatis merupakan juga bentuk
seni dan teknik dalam berkomunikasi yang selalu
digunakan dalam kegiatan politik. Dengan demikian,
lobi politik, retorika politik dan kampanye politik
dapat juga disebut sebagai tindakan politik yang
merupakan salah satu bentuk tindakan politik.
Sesungguhnya, tindakan politik dalam peristiwa
komunikasi politik bertujuan untuk membangun citra
politik bagi khalayak, yaitu gambaran mengenai
realitas politik yang memiliki makna.
2. Organisasi dan pengelolaan
Organisasi dan manajemen dapat dilakukan melalui public
relation, karna public relation, bukan hanya merupakan
bentuk kegiatan tetapi juga merupakan bentuk organisasi
moderen yang mengelolan komunikasi secara rasional dan
profesional di negara demokrasi.
1. Public relation politik
Secara umum public relation dipahami sebagai suatu
usaha penyampaian ide atau pesan kepada
masyarakat.8 Kemudian, arti ini berkembang dan8 ibid
25
diperluas menjadi usaha usaha atau kegiatan
kegiatan atau badan, atau organisasi untuk
menciptakan dan menjaga hubungan yang harmonis yang
menungtungkan dengan golongan golongan tertentu
atau masyarakat guna mendapatkan dukungan dan
penghargaan. Kegiatan relation politik harus benar
benar dicurahkan untuk kepentingan umum sehingga
seorang pejabat harus mampu menciptakan, membina.
Serta memelihara hubungan kedalam dan keluar.
2. Pemasaran politik
Political marketing dipahami sebagai gagasan
gagasan politik dengan penerapan prinsip prinsip
pemasaran yang komersial. Sesungguhnya pemasaran
politik menjadikan calon pemilih sebagai subjek dan
megajarkan agar kandidat atau partai politik mampu
merumuskan secara jelas tentang produk politik
melalui pengembangan simbol, citra, platform, visi,
misi dan program yang ditawarkan dan megacu pada
ideologi politik masing masing partai politik.
3. Kampanye politik
Kampanya politik merupakan suatu bentuk komunikasi
politik yang terorganisasi dalam waktu tertentu.
Kampanye politik merupakan satu agenda dalam
keseluruhan proses pemilu, pemilukada, pilpres yang
memiliki peratusan sendiri didalamnya. Dalam
kampanye politik, harus didaftarkan pada komisi
26
pemilihan umum. Adapun yang harus dipenuhi adalah
kredibilitas, atractive, power. Dalam kampanye
politik dikenal beberapa jenis yaitu kampanye
ideologis, kampanye monologis dan kampanye
organisasi.
3. Media dan politik
Proses komunikasi politik dan bentuk aplikasi komunikasi
politik seperti retorika, agitasi dan propaganda serta
organisasi dan manajemen komunikasi politik seperti
relation, pemasaran dan kampanye tidak secara langsung
menimbulkan perilaku tertentu, namun cenderung
mempengeruhi citra politik. Media sosial atau media aktif
beda dengan media masa, meskipun sasaran yang dibentuk
berjumlah besar namun tidak bersifal masal. Media masa
mendorong terjadinya messifikasi, sebagai ciri masyarakat
industri. Sebaliknya media interaktif itu lebih bersifat
individual sehingga menjadi individuasi dan demasifikasi,
sebagai ciri masyarakat informasi.
2.5 Strategi Dan Komunikasi Politik
Strategi dan komunikasi politik adalah suatu keseluruhan
keputusan kondisional tentang tindakan yang akan
dijalankan saat ini, guna mencapai tujuan politik pada
masa depan. Merawat ketokohan, memantapkan kelembagaan
politik, menciptakan kebersamaan dan membangun konsensus
27
merupakan keputusan strategis yang tepat bagi
komunikator politik (anwar arifin).
1. Ketokohan dan kelembagaan
Ketika komunikasi politik berlangsung yang
berpengaruh bukan hanya pesan politik saja melainkan
siapa tokoh politik atau tokoh aktivis dan
profesional dari lembaga mana yang menyampaikan pesan
politik tersebut. Dengan kata lain, ketokohan
seseorang merupakan komunikator politik dan lembaga
politik yang mendukungnya sangat menentukan berhasil
atau tidaknya komunikasi politik dalam menentukan
sasaran dan tujuannya, dalam hal ini merawat
ketokohan dan memantapkan kelembagaan.
2. Menciptakan kebersamaan
Langkah strategis kedua yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan komunikasi politik adalah menciptakan
kebersamaan antara politikus dan rakyat dengan cara
mengenal khalayak dan menyusun pesan yang homofili.
Hal itu diperlukan agar komunikator politik dapat
melakukan empati. Hemofili dan empati adalah salah
satu syarat untuk membangun dan merawat ketokohan
bagi politikus, aktivis, dan profesional sebagai
komunikator politik. Untuk menciptakan hemofili dan
melakukan empati melalui persamaan kepentingan
tersebut, komunikator politik harus terlebih dahulu
mengenal, mengerti dan memahami daya tangkal serta
28
daya serap khalayak, baik yang bersifat pisikologis
maupun yang bersifat sosiokultural. Hal itu
memerlukan berbagai aktifitas seperti penjajakan dan
survei atau pembuktian. Dengan cara memahami
khalayak, menyusun pesan persuasi, menetapkan metode,
dan memilah milih media.
3. Membangun konsensus
Langkah strategi ketiga yang harus dilakukan untuk
mencapai komunikasi politik yaitu membangun konsensus
baik antara para politikus dalam salah satu partai
politik maupun perantara politikus dari partai yang
berbeda. Hal itu pada umumnya terjadi baik padarapat
dan persidangan maupun dalam lobi, dengan menggunakan
model komunikasi interaktif sesuai dengan paradigma
interaksional. Dalam paradigma internasional tersebut
semua pihak yang berkomunikasi atau berinteraksi
memiliki posisi yang sama dan sederajat, sehingga
tercipta suasana yang dialogis. Komunikasi
interaksional dikenal sebagai komunikasi yang
manusiawi karena semua pihak diangkat derajatnya ke
posisi yang mulia. Suasana dialogis harus dibangun
melalui penciptaan kebersamaan atau hemofili dengan
melakukan empati. Hal itu dimaksudkan agar semua
pihak memiliki rasa saling memiliki sehingga dapat
29
berpartisipasi aktif. Dalam membangun konsensus
tersebut seni berkompromi, dan bersedia membuka diri
merupakan salah satu strategi yang harus dipahami
oleh seorang politikus dalam melakukan komunikasi
politik.
BAB III
PEMBAHASAN
Strategi komunikasi politik pada dasarnya merupakan
langkah-langkah dalam melakukan komunikasi politik
berkaitan dengan pembuatan, penyebarluasan, penerimaan,
30
dan dampak – dampak informasi berkontek politik, baik
melalui interaksi antar manusia maupun media massa.
Demikian halnya dengan calon legislatif dari partai
HANURA. Kita menyadari betapa pentingnya peranan strategi
komunikasi politik. Untuk mendapatkan perolehan suara
mayoritas dalam Pemilu, maka calon legislatif dari partai
HANURA melakukan strategi komunikasi dengan langkah-
langkah sebagai berikut : Perencanaan, Pengorganisasian,
Cara Menyelesaikan Hambatan dan Evaluasi. Perencanaan
meliputi : pendanaan, pembentukan team kampanye, slogan
kampanye, serta target sasaran. Pengorganisasian
meliputi : komunikasi politik antar partai politik
pendukung, komunikasi politik dengan elemen masyarakat.
3.1 PROFIL CALON LEGISLATIF
PARTAI HANURA (partai dengan no urut 10)
WIN-HT slogan mereka "BERSIH PEDULI TEGAS"
Alamat twitter : @Win_ht2014
Slogan : “HANURA TAK KAN KHIANAT HIDUP MATI BERSAMA
RAKYAT”
Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
DPP Hanura : Jl. Imam Bonjol No. 4 Menteng Jakarta Pusat:
10330, Indonesia
Telp. 021-3100169, Fax. 021-3100174, Website :
www.hanura.com
31
Daerah Pemilihan I (Dapil I)
Lampung I (Lampung I) Meliputi : Kabupaten Lampung
selatan, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus,
Kabupaten Pringsewu, Kota Bandar Lampung, Kota Metro
DCT DPR RI Pemilu 2014
Jumlah Caleg Hanura = 9 dari 107 caleg semua partai pada
Dapil terkait
Daftar Calon Tetap Caleg = Calon Legislatif – Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pemilihan Umum
Tahun 2014
1. H.A Ferdinand Sampurna Jaya, SE
Jenis kelamin : laki-laki
Tinggal di kota Bandar Lampung
Tempat/tanggal/lahir : Bandar Lampung, 11 Februari
1961
Riwayat organisasi :
Anggota Hanura DPR 2009-2014
Ketua DPP Hanura
Wakil bendahara DPW Partai Bintang Reformasi
Lampung 2002-2006
Wakil ketua Partai MKGR 1999-2002
32
Sekertaris Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak
dan Gas (Hiswana Migas) Lampung 2004-2010
Direktur PT Safira Jaya Lampung (agen gas)
Visi : Mewujudkan Lampung yang sejahtera dan
berkeadilan, melalui pemerintahan yang bersih dengan
bertumpu pada peningkatan kualitas sumber daya manusia
berdasarkan potensi komunitas.
Misi :
1. Membentuk tata kelola
Pemerintahan yang profesional dan bertanggung jawab
dengan berorientasi pada pelayanan publik yang baik dan
berkualitas.
2.Mempercepat rencana
Pembangunan infrastruktur di Provinsi Lampung secara
berkelanjutan, khususnya pada program-program strategis
yang telah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya.
3.Menjamin ketersediaan
Pelayanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas pada
seluruh masyarakat dengan menyelaraskan dan
memaksimalkan program kesehatan dan pendidikan di
seluruh kabupaten/kota se-Provinsi Lampung
33
4.Membangun ekonomi
Kerakyatan yang mandiri dan merata di seluruh Provinsi
Lampung dengan memanfaatkan semaksimal mungkin sumber
daya alam dan potensi komunitas wilayah masing-masing
5. Mendorong dan memerkuat keterlibatan dunia usaha
dalam rangka menciptakan iklim investasi dan kesempatan
kerja yang seluas-luasnya dengan tetap mengedepankan
kepentingan masyarakat.
Slogan : “Menuju Lampung yang Makmur dalam Keadilan dan
Adil dalam Kemakmuran “
2. Frans Agung Mula Putra, S.Sos, MH
Jenis kelamin : laki-laki
Tinggal di kota Bandar Lampung
Ttl : Bandar Lampung, 14 Agustus 1974
Alumni dari S2 Hukum Universitas Lampung (2002)
Mantan PNS KemenPAN (2005-2009)
Riwayat :
Anak Bupati Tulang Bawang 2004-2012/ ketua DPW
PAN Lampung Abdurrachman “Mance” Sarbini
Ketua DPW Persatuan Indonesia (Perindo) Lampung
Sempat mengklaim sebagai ketua DPD Hanura
Lampung, tapi klaimnya dianulir DPP Hanura
34
Calon bupati Tulang Bawang Barat pada pilkada
2011 (didukung PDIP,PAN,Hanura), kalah dari
Bachtiar Basri
Gagal maju sebagai calon Bupati Tulang Bawang
pada pilkada 2012 karena dinyatakan tidak
memnuhi syarat dukungan KPUD Tulang Bawang
3. Ir. Herison
Jenis kelamin : laki-laki
Tinggal di Jakarta Timur
Ttl : lampung, 20 September 1972
Wakil sekjen Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)
2004
Caleg DPR partai Daulat Rakyat di Lampung I pada
Pemilu 1998, tidak dapat kursi
Caleg DPR PDK di Lampung I Pemilu 2004, tidak
dapat kursi
Anggota tim sukses capres Amien Rais pada Pemilu
2004
Karyawan Saudi ARAMCO
4. Drs. Natabuana Syamsuddin
Jenis kelamin : laki-laki
Tinggal di Jakarta Barat
Ttl : Bandar Lampung, 3 Agustus 1962
Staf ahli DPD-RI35
Konsultan perkebunan kelapa sawit
Ketua umum Aliansi Nusantara
5. Muhamad Kadafi
Jenis kelamin : laki-laki
Tinggal di Kota Bandar Lampung
Ttl : Bandar Lampung, 21 Agustus 1981
Alumni : Universitas Sang Bumi Ruwai Juras Fakultas
Hukum Lampung
Riwayat Pekerjaan : karyawan Bank Danamon, Bank BTPN,
dan Direktur CV. 55 JAP (Jaya Abadi Perkasa)
Hasil Litsus :
Pengurus DPN Gema Hanura
Pengurus Pemuda Pancasila Lampung
Direktur CV Jaya Abadi Perkasa
Riwayat organisasi
Paguyuban satu Air Bandar Lampung
Organisasi Pemuda Pancasila Lampung
Paguyuban Paku Banten Lampung
IKKGM Ikatan Keluarga Kota Gadang Maninjau
DPN Gema Hanura
3.2 Komunikasi Politik yang dilakukan para Caleg
Hanura
36
a. Merawat Ketokohan9
- Berusaha normatif (sesuai dengan aturan yang berlaku)
- Berusaha komitmen
- Berusaha menciptakan pemerintahan yang bersih
- Berusaha menciptakan pemerintahan yang transparan
- Berusaha memberikan pelayanan yang baik terhadap
masyarakat
b.Memantapkan Kelembagaan
- Melakukan pertemuan silahturahmi dalam rangka menjalin
hubungan emosional
- Mendengarkan keinginan masyarakat
c. Memahami Khalayak
- Ikut turun langsung ke masyarakat agar di kenal di
masyarakat
d. Menyusun Pesan Persuasif
- Menciptakan slogan agar mudah diingat masyarakat
- Mempersiapkan visi-misi disesuaikan dengan kondisi
daerah
e. Menetapkan Metode
- Tidak ada dalam bentuk membujuk, namun dengan
pendekatan ke ruang publik
9 Arifin, Anwar. Pencitraan Dalam Politik (Strategi Pemenangan Pemilu Dalam
Perspektif Komunikasi Politik (Jakarta, Pustaka Indonesia.2006). hal. 215
37
- Pertemuan di rumah penduduk dalam rangka pendekatan dan
sosialisasi
f. Media yang Digunakan
- Menggunakan media sosial internet, media cetak, seperti
facebook, twitter, blog, artikel, selebaran, spanduk,
baliho, reklame, banner, pamflet, stiker, kartu nama
sekaligus sebagai kartu anggota.
g. Seni Berkompromi
- Pendekatan ke perangkat desa dan berbagai elemen
masyarakat dalam melebarkan jaringan
h. Bersedia Membuka Diri
- Mudah dijumpai
- Berusaha menghargai berbagai semua lapisan masyarakat
(tidak membeda-bedakan)
3.3 Strategi komunikasi politik calon legislatif
dari partai HANURA.
Menurut pandangan Arifin, bahwa komunikasi politik
bertujuan membentuk dan membina pendapat umum (fenomena
komunikasi politik yang sudah lama dikaji oleh politikus)
serta mendorong partisipasi politik yang dimaksudkan agar
38
individu-individu berperan serta dalam kegiatan politik
dalam hal ini sangat penting yaitu khalayak memberikan
suaranya kepada politikus dan partai politik dalam
pemilihan umum maupun pemilihan umum kepala daerah.
Pembentukan pendapat umum dalam komunikasi politik sangat
ditentukan oleh peranan media massa yang merupakan
dimensi penting dalam kehidupan politik. 10
Strategi komunikasi politik menurut Arifin
menyatakan: l. Adanya seorang tokoh atau komunikator
politik yang berkiprah di dalam lembaga atau partai
politik yang dapat berkomunikasi dan mempengaruhi public
(masyarakat) untuk mendukung partai politiknya serta
citra diri dari lembaga atau partai politik ternama yang
dipercaya akafi memainkan peranperan penengah dalam
menerjemahkan aktivitas yang berlangsung dalam lingkungan
politik ke dalam makna bagi publik (masyarakat) sebagai
komunikan pemilih dalam pencapaian tujuan politiknya. 2.
Menciptakan kebersamaan antara komunikator politik yang
mewakili partainya dengan publik (masyarakat) / khalayak
dengan cara memahaminya, menyusun pesan persuasif,
menetapkan metode serta memilih dan memilah media. 3.
Membangun kosensus di dalam dan di luar partai dalam
melakukan kompromi ketika adanya suatu masalah untuk
kesepakatan- kesepakatan dan bersedia membuka diri untuk
10 Arifin, Anwar, Komunikasi Politik, (Jakarta. Balai Pustaka. 2003), hal.
11
39
kemajuan partai sebagai bagian dari berkomunikasi
politik.11
Dengan strategi komunkasi politik yang dilakukan
para caleg melalui : 1. Perencanaan yaitu, dengan
membangun ketokohan atau komunikator politik dengan
menampilkan pengalaman, kredibilitas atau keahlian caleg
sebagai caleg partai HANURA dalam rnempengaruhi publik
(masyarakat), memantapkan lembaga atau partai politik
yang dapat dipercaya (trust wortiness) melalui visi dan
misinya. 2. Pada pelaksanaannya para caleg bersama dengan
tim suksesnya menciptakan kebersamaan dengan menghadiri
acara-acara pertemuan seperti pengajian, acara pertemuan
organisasi PKK, pertemuan dengan pemuda sebagai bentuk
pendekatan. 3. Evaluasi sebagai consensus bersama untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan strategi komunikasi
politik yang telah dilakukan dalam mendapatkan hasil
positif.
Banyak para caleg juga menggunakan tim sukses dalam
strategi politiknya untuk mendekatkan diri pada
masyarakat. Penggunaan tim sukses dipercaya karena
didalamnya terdapat ahli humas dan periklanan. Hal
tersebut dilakukan karena humas atau pegiat iklan dianggap
mampu membuat suatu strategi komunikasi yang dapat
mengenalkan, menarik simpati, menjalin hubungan harmonis,
dan meningkatkan citra caleg.
11 Ibid
40
Menurut buku Humas, Membangun Citra dengan Komunikasi, karya
H.Frazier Moore, humas merupakan komunikasi dua arah yang
menunjang kearah penciptaan kebijaksanaan kemudian
menjelaskan, mengumumkan, mempertahankan, atau
mempromosikannya kepada publik sehingga memperoleh saling
pengertian dan itikad baik. Sehingga hal tersebut menjadi
alasan mengapa strategi komunikasi humas dan periklanan
sangat berpengaruh dalam kampanye politik suatu calon
dalam pemilu.12
Dengan strategi tersebut, masyarakat dibentuk opini dan
persepsinya sehingga tertarik dan mau memilih seorang
kandidat dalam pemilu. Strategi komunikasi politik yang
dilakukan cukup beragam, mulai dengan penggunaan promosi
secara tidak langsung atau disebut bellow the line seperti
banner, flyer, pamflet, brosur, katalog, serta pameran.
Kemudian promosi secara langsung dengan menggunakan media
iklan atau above the line seperti penggunaan televisi, radio,
surat kabar, internet (sosial media).
Penerapan mekanisme dalam kajian komunikasi politik yang
dilakukan aktor politik termasuk calon legislatif mencakup
banyak unsur, yaitu komunikator politik, pesan politik,
media politik, khalayak politik dan pesan politik.
Bell (1975) menyebutkan bahwa komunikasi politik itu tidak
lain dari pembicaraan tentang kepentingan politik, yaitu
pembicaraan kekuasaan, pembicaraan pengaruh, pembicaraan
12 http://mediapublica.co/2013/02/11/strategi-komunikasi-dalam-kampanye-pemilihan-umum/ 09/04/2014. 17.00 WIB
41
autoritas. Pembicaraan tentang politik itu kemudian dikaji
dalam kerangka mekanistis, yaitu siapa yang berbicara
kepada siapa, melalui saluran apa, dan bagaimana efeknya.
Efek politik telah menjadi pusat kajian komunikasi
mekanistis, efek politik dikaji sejalan dengan
berkembangnya kekhawatiran banyak orang tentang akibat
atau dampak media massa, terutama media elektronik. Dalam
efek politik itu, banyak orang melebih-lebihkan kemampuan
media massa sebagai kekuatan raksasa yang mampu
mengendalikan orang lain. Komunikasi politik disalurkan
melalui media massa sebagai sesuatu yang memiliki kekuatan
besar sehingga khalayak tidak berdaya atau langsung
terpengaruh.13
3.4 Analisis Strategi Komunikasi Politik Caleg Hanura
Dengan Teori Jarum Hipodermik
Teori jarum Hipodermik.
Dalam perspektif mekanistis komunikasi politik berlangsung
dalam sebuah proses seperti “ban berjalan” secara mekanis,
dengan unsur-unsur yang jelas seperti sumber
(komunikator), pesan (komunike), saluran (media), penerima
(masyarakat) dan umpan balik (efek). Komunikator berusaha
menyampaikan pesan politiknya yaitu program-program yang
diajukan kepada masyarakat menggunakan media massa baik
13 Id. at 92
42
secara verbal maupun nonverbal yang berefek positif, ragu-
ragu atau bahkan penolakan.
Menurut teori ini, masyarakat tidak berdaya ketika
menerima pesan dari komunikator, sehingga komunikator
(caleg) dapat dengan mudah mempengaruhi opini masyarakat
melalui situasi dan kondisi yang dibangun oleh media.
Menurut teori jarum hipodermik ( hypodermic needle theory) ini,
media berperan sangat besar terhadap efek yang yang akan
tercipta di masyarakat. Oleh karena itu, para caleg Hanura
menyampaikan pesan politiknya melalui media massa.
Dalam pengaplikasian media komunikasi politiknya para
caleg hanura banyak melakukan public relation politic
dengan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan
masyarakat dengan cara menjaga hubungan yang baik dan
harmonis kepada masyarakat.
Para caleg menggunakan media sosial seperti, facebook,
twitter, blog dan ada beberapa artikel yang memuat tentang
identitas, visi misi, track record dan program yang mereka
usung.
Dalam strategi politiknya H.A Ferdinand Sampurna Jaya, SE
telah membangun konsensus dengan para politikus lain baik
dalam partai yang ia naungi yaitu Hanura maupun dengan
poliitikus di luar partai.
Dengan banyaknya organisasi yang dia ikuti dapat
mempermudah lobi-lobi politik untuk mendapatkan dukungan.
43
Untuk mengatasi hambatan komunikasi, para caleg melakukan
model komunikasi agitasi poitik, agitasi politik menurut
Herbert Blumer (1996) adalah beroperasi untuk
membangkitkan raktyat kepada suatu gerakan terutama
gerakan politik. Dengan kata lain agitasi adalah suatu
upaya untuk menggerakkan massa dengan lisan atau tulisan,
dengan cara merangsang dan membangkitkan emosi
masyarakat.14
Teknik pengumpulan data makalah ini dilakukan dengan cara
wawancara dan studi pustaka. Dari hasil penelitian dapat
dilihat bahwa para caleg dari partai HANURA telah
merencanakan strategi komunikasi politik jauh sebelum
Pemilu berlangsung, hal ini terlihat dari matangnya
pembentukan team, media kampanye, dan model komunikasi.
Pengorganisasian strategi komunikasi dilakukan secara
maksimal dengan menggerakkan seluruh komponen baik di
partai maupun masyarakat. Sedangkan untuk mengatasi
hambatan komunikasi dilakukan dengan efisiensi dana maupun
pembagian tugas kerja. Selain itu para caleg dari partai
HANURA juga melakukan evaluasi, artinya apakah strategi
komunikasi politik menimbulkan efek di masyarakat.
Visi dan Misi H.Bambang K. Sugyarto sebagai calon
legislatif dari partai HANURA adalah untuk membangun
kesejahteraan masyarakat. H.Bambang K. Sugyarto memilih
slogan “Bantu Saya, Saya Akan Bantu Anda”, yang artinya
14 Arifin, Anwar, Komunikasi Politik, (Jakarta. Balai Pustaka. 2003), hal.131
44
beliau akan sebisa mungkin membantu masyarakat untuk
menuju kesejahteraan jika beliau duduk di kursi
pemerintahan nanti. H.Bambang K. Sugyarto menyadari bahwa
ia dipilih dan dipercaya oleh masyarakat daerah pemilihan
6 untuk mewakili suara rakyat menuju kesejahteraan.
3.5 Analisis Media Politik yang Digunakan Caleg Hanura
dengan The Spyral Of Silence Theory (Teori Lingkar
Kebisuan)
Pada dasarnya teori ini menjelaskan bahwa individu
dalam masyarakat pada umumnya takut dan tidak mau
terisolasi dari lingkungan sosial, karena memang
masyarakat memiliki kecenderungan mengasingkan orang-
orang yang berperilaku menyimpang dari perilaku
mayoritas. Ketakutan itu mendorong individu berusaha
menyesuaikan diri dengan opini yang berkembang di
masyarakat berupa masalah yang aktual dan menyangkut
kepentingan umum.15 “Teori Lingkar Kebisuan” dari
Noelle-Neumann (1973) itu, menunjukan komunikasi
politik antarpersona dan media massa berjalan bersama
dalam pembentukan opini publik sebagai salah satu
tujan penting komunikasi politik. Munculnya opini
publik merupakan proses intraksi dari berbagai
kekuatan pengaruh yang berlangsung pada khalayak.
Selain pengaruh media massa juga terdapat pengaruh
kelompok pemimpin opini, kondisi fisik dan psikologis
15 Ibid
45
individu lingkup sosial, budaya, ekonomi, politik dan
keamanan, serta persepsi individu terhadap masalah-
masalah yang menyangkut kepentingan umum terutama
yang menyangkut kepentingan politik.
Para caleg menggunakan media sebagai alat pembentuk
opini publik, mulai dari media sosial yang tengah
marak saat ini dikalangan masyarakat seperti
facebook, twitter, blog, artikel, para caleg juga
menggunakan media lain seperti media cetak,
selebaran, spanduk, baliho, reklame, banner, pamflet,
stiker, kartu nama sekaligus sebagai kartu anggota.
Penonjolan media massa terhadap suatu masalah atau
suatu topik dikenal dengan nama framming (pembingkaian)
atau pengemasan pesan yang dilakukan di ruangan
redaksi. Media dapat melakukan “rekayasa opini”
dengan membentuk “opini publik” melalui pengemasan
pesan dan agenda media.
Begitu pula dengan komunikasi politik yang dilakukan
oleh para caleg Hanura menjelang Pileg 2014, menurut
teori jarum hipodermik yang menggambarkan keperkasaan
media sebagai pembangun opini publik, mereka
membentuk opini masyarakat melalui media massa karena
mereka percaya dan yakin bahwa media massa menentukan
apa yang dipikirkan oleh masyarakat. 16
16 Arifin, Anwar, Komunikasi Politik, (Jakarta. Balai Pustaka. 2003), hal.122
46
Besarnya perhatian masyarakat terhadap isu politik
yang sedang berkembang dimanfaatkan oleh para caleg
untuk membangun citra politiknya dengan harapan dapat
membentuk opini publik yang positif agar mereka dapat
memperoleh dukungan dari masyarakat.
Selain itu, Nouelle Neumann (1973) menjelaskan bahwa
daya tangkal “kepala batu” masyarakat dapat
dilemahkan oleh “lingkar kebisuan”, juga disebabkan
oleh faktor ubiquity (serbaada) yaitu media massa berada
dimana-mana dan karena itu sulit dihindari oleh
masyarakat sehingga media massa mampu mendominasi
lingkungan informasi dalam pencitraan caleg.
Selain itu, pesan media massa yang bersifat
“kumulatif” dapat memperkuat dampak media massa
terhadap opini publik. Penyebaran informasi melalui
pengulangan pesan berkali-kali dan penyatuan pesan
yang bersifat “mosaic”. Dampak media massa itu
diperkuat lagi dengan “keseragaman para wartawan”
seperti adanya penyajian berita politik yang
cenderung sama oleh semua media massa, akan menjurus
pada pembentukan citra politik yang sama pada
masyarakat. Gabungan ketiga faktor itu (serbahadir,
kumulasi pesan dan keseragaman wartawan) dapat
menciptakan sejumlah besar individu berada dalam
suasana “kebisuan”.
47
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dengan perspektif mekanis, teori jarum hypodermik dan
teori lingkar kebisuan yang kami gunakan untuk
menganalisis strategi dan cara berkomunikasi para caleg
untuk mendekati masyarakat, dapat diketahui bahwa para
caleg Hanura yang akan menghadapi Pileg membangun citra
dirinya melalui media massa, sebagai alat pembentuk opini
publik, mulai dari media sosial yang tengah marak saat ini
dikalangan masyarakat seperti facebook, twitter, blog,
artikel, para caleg juga menggunakan media lain seperti
media cetak, selebaran, spanduk, baliho, reklame, banner,
pamflet, stiker, kartu nama sekaligus sebagai kartu
anggota.
Hal itu dilakukan karena mereka menganggap opini
masyarakat dapat dibentuk dengan mudah oleh media massa
48
yang tidak dapat dihindari masyarakat. Selain pengaruh
media massa juga terdapat berpengaruh kelompok dan
pemimpin opini, kondisi fisik dan psikologis individu,
lingkup sosial, budaya, politik ekonomi dan keamanan,
serta persepsi individu terhadap pencitraan yang dibuat
oleh para caleg.
4.2. Saran
Dari hasil penelitian dan analisis data di lapangan, maka
kami menyarankan strategi komunikasi politik yang
dilakukan team jangan hanya bertumpu pada sosok figur,
team yang dibentuk juga sebaiknya harus melakukan
pengorganisasian secara maksimal, oleh karena itu perlu
adanya penataan kembali personil di internal partai agar
dikemudian hari team yang dibentuk lebih paham mengenai
strategi komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
49
Arifin, Anwar, (2003) Komunikasi Politik, Jakarta: Balai
Pustaka
Arifin, Anwar. (2006). Pencitraan Dalam Politik (Strategi
Pemenangan Pemilu Dalam Perspektif Komunikasi Politik). Jakarta:
Pustaka Indonesia
http://mediapublica.co/2013/02/11/strategi-komunikasi-
dalam-kampanye-pemilihan-umum/ 09/04/2014. 17.00 WIB
50