Dinasti politik

45
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Destinasi Politik di Indonesia”ini. Penulisan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam makalah ini berisi tentang informasi mengenai pengertian destinasi politik, akibat adanya destinasi politik , dan bagaimana cara mengatasi destinasi politik. Diharapkan pembaca makalah ini bisa menjadi lebih paham dengan apa itu destinasi politik dan bagaimana destinasi politik yang terjadi di Negara Indonesia, sehingga mereka tidak hanya cuman tau dari pengertian saja tapi bisa mengetahui kondisi sesungguhnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian. 1

Transcript of Dinasti politik

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “Destinasi Politik di

Indonesia”ini.

Penulisan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata

kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam makalah ini

berisi tentang informasi mengenai pengertian destinasi

politik, akibat adanya destinasi politik , dan bagaimana

cara mengatasi destinasi politik. Diharapkan pembaca

makalah ini bisa menjadi lebih paham dengan apa itu

destinasi politik dan bagaimana destinasi politik yang

terjadi di Negara Indonesia, sehingga mereka tidak hanya

cuman tau dari pengertian saja tapi bisa mengetahui

kondisi sesungguhnya. Penulis mengucapkan terima kasih

kepada Semua pihak yang telah membantu dalam

menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh

dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran yang

membangun untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

pembaca sekalian.

1

Semarang,11 November 2012

penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR

1

DAFTAR ISI

2

LATAR BELAKANG 3

PERMASALAHAN 4

PEMBAHASAN 5

PENUTUP 11

2

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN 13

LATAR BELAKANG

Belakangan ini isu politik dinasti kembali menguat sejak

Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) menangkap Ketua

Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terkait Pemilukada

3

Kabupaten Lebak, Banten yang melibatkan kerabat Gubernur

Banten Ratu Atut Chosiyah .

Menariknya, Kabupaten Lebak tersebut diketahui dikuasai

oleh politik Dinasti Jayabaya yang merupakan Bupati Lebak

selama dua periode yang kemudian memajukan putrinya yang

dikenal sebagai Iti Jayabaya. Dinasti lain di Banten

adalah keluarga Ismeth Iskandar di Kabupaten Tangerang,

Wahidin Halim di Kota Tangerang serta Dimyati Natakusumah

di Pandeglang.

Dinasti politik seperti kasus diatas adalah suatu realita

yang tak terbantahkan, dan tidak bisa dihindari apapun

bentuk Pemerintahan suatu Negara. termasuk di Negara

Indonesia.

4

PERMASALAHAN

Di Indonesia, dinasti politik sebenarnya sudah muncul di

dalam keluarga Presiden pertama Indonesia,  Soekarno. Hal

tersebut terbukti dari anak-anak Soekarno yang meneruskan

pekerjaan ayahnya sebagai seorang politisi, seperti

Megawati Soekarno Putri , Guruh Soekarno Putra,

dll.  Dinasti politik juga terlihat pada diri keluarga

mantan Presiden Indonesia Alm K.H. Abdurrahman Wahid,

dengan tampilnya saudara-Saudara dan anak kandungnya ke

dalam dunia perpolitikan Indonesia.  Kemudian, dalam

keluarga Presiden Indonesia saat ini, Susilo Bambang

Yudhoyono, kecenderungan dinasti politik juga mengemuka

dengan kiprah anaknya Eddie Baskoro atau Ibas yang

berhasil menjadi anggota DPR periode 2009-2014.

Fenomena dinasti politik ini sebenarnya bukan khas

Indonesia. Fenomena ini terjadi pula di berbagai negara,

baik di negara berkembang maupun negara maju. Di India

dan Pakistan misalnya, terdapat dinasti politik Gandhi

dan Bhutto. Di Amerika Serikat terdapat dinasti politik

Bush, Clinton, dan tentu saja yang paling terkenal adalah

dinasti politik Kennedy.

5

Lalu, mengapa dinasti politik dipermasalahkan di

Indonesia? Apa yang salah dengan dinasti politik di

Indonesia?  Bukankah mengikuti kontestasi politik untuk

menjadi pimpinan jabatan publik, seperti kepala daerah,

merupakan hak politik tiap warga negara?

PEMBAHASAN

Dinasti politik merupakan sebuah serangkaian strategi

politik manusia yang bertujuan untuk memperoleh

kekuasaan, agar kekuasaan tersebut tetap berada di

pihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan yang sudah

dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan

keluarga dengan pemegang kekuasaan sebelumnya. Itulah

pengertian netral dari dinasti politik. Terdapat pula

pengertian positif dan negatif tentang dinasti politik.

Negatif dan positif tersebut bergantung pada proses dan

6

hasil dari jabatan kekuasaan yang dipegang oleh jaringan

dinasti politik bersangkutan. Kalau proses pemilihannya

fair dan demokratis serta kepemimpinan yang dijalankannya

mendatangkan kebaikan dalam pembangunan dan kesejahteraan

masyarakat maka dinasti politik dapat berarti positif.

Akan tetapi, bisa berarti negatif jika yang terjadi

sebaliknya. Selain itu, positif dan negatif arti dinasti

politik juga ditentukan oleh realitas kondisi sosial

masyarakat, sistem hukum dan penegakan hukum, dan

pelembagaan politik  bersangkutan. Dinasti politik yang

terdapat pada masyarakat dengan tingkat pendidikan

politik yang rendah, sistem hukum dan penegakan hukum

yang lemah serta pelembagaan politik yang belum mantap,

maka dinasti politik dapat berarti negatif.

Dinasti adalah sistem reproduksi kekuasaan yang primitif

karena mengandalkan darah dan keturunan dari segelintir

orang. Maka, di dalam dinasti tidak ada politik publik

karena peran publik sama sekali tidak dipertimbangkan.

Dengan sendirinya, dinasti juga adalah musuh demokrasi

dalam arti yang paling substansial. Memang, di dalam

demokrasi modern politik dinasti juga tetap bisa muncul.

Kita bisa melihat beberapa tipe politik dinasti dalam

kepolitikan sekarang.

7

Dalam bentuk yang halus, politik dinasti muncul dalam

gejala ”dinasti politik” yang mendorong anak keluarga

elite-elite lama untuk terus memegang kekuasaan yang

diturunkan ”secara demokratis” oleh para pendahulu

mereka.

Dalam jenis ini, penyesuaian terhadap etik demokrasi

modern dilakukan dengan cara mempersiapkan putra-putri

yang bersangkutan dalam sistem pendidikan dan rekrutmen

politik yang sedemikian dini. Jadi, dengan itu, apabila

mereka muncul, kemunculannya seolah-olah bukan

diakibatkan oleh karena faktor darah dan keluarga,

melainkan oleh karena faktor-faktor kepolitikan yang

lebih wajar dan rasional. Cara semacam ini masih

dipraktikkan dalam negara-negara demokratis, misalnya

Amerika Serikat dan India.

Dalam bentuk yang lain, politik dinasti tampil dalam cara

yang lebih vulgar dan identik dengan otoriterianisme. Ia

muncul dari suatu sistem politik modern yang sebelumnya

sudah dibekukan dan dikondisikan sedemikian rupa sehingga

”rakyat” melalui wakilnya hanya bisa memilih anak/istri

dari keluarga penguasa lama. Dengan demikian, di sini

yang terjadi sebenarnya adalah politik dinasti yang

dipilih bukan secara sukarela tetapi secara paksaan.

8

Hal serupa juga nyaris terjadi di Indonesia pada masa

akhir kekuasaan Soeharto. Namun, penting juga untuk

dicatat di sini bahwa meskipun otoritarian, politik

dinasti di Singapura masih relatif lebih ”elegan”

dibandingkan dengan sistem Soeharto dulu karena

setidaknya ”sang pewaris” takhta secara sengaja dan

khusus dipersiapkan dan dididik secara serius untuk

berkuasa. Jadi, bukan dinasti politik yang serampangan.

Dalam bentuk yang lain, politik dinasti muncul dalam

konteks yang lebih unik. politik dinasti dilakukan dengan

mempertimbangkan delikasi politik demokratis dan

persiapan matang untuk tidak ”memalukan”, dalam tipe ini,

politik dinasti muncul semata-mata sebagai bagian dari

mekanisme reproduksi kekuasaan pribadi yang terang-

terangan dengan memanfaatkan sistem demokrasi yang baru.

Dalam mekanisme ini politik dinasti berkolaborasi secara

intens dengan politik uang, kapitalisme media, dan budaya

patronase. Uang, media, dan budaya patronase dipakai dan

dimanipulasi untuk ”mengatrol” penampilan dan meraup

justifikasi politik. Gejala ini menguat di Indonesia

sekarang.

Lantas, apa bahaya dari politik dinasti? Ada orang yang

menganggap bahwa politik dinasti bukanlah gejala yang

9

mengkhawatirkan. Salah satu argumen yang diajukan adalah

pengalaman India di mana dinasti politik terus muncul,

tetapi demokrasinya tetap stabil dan bermutu.

Ringkasnya, mengenai sifat baik-buruk politik dinasti

pada dasarnya memang akan sangat bergantung pada

pendasaran dan filsafat politik apa yang kita anut. Bagi

mereka yang berpandangan ekstrem liberal yang menganggap

bahwa inti dari politik adalah hak-hak individual,

politik dinasti diperbolehkan, bahkan mesti dibela. Ini

dipandang sebagai bagian dari hak individu. Namun, bagi

mereka yang berpandangan sedikit republikan, politik

dinasti secara prinsip tidak bisa diterima! Mengapa?

Terdapat beberapa alasan mengapa politik dinasti tidak

dapat kita terima. Pertama, kata rakyat, demokrasi, dan

kata politik sebagaimana ditulis konstitusi kita pada

dasarnya merujuk pada hal yang sama, yakni kemaslahatan

umum atau kepentingan orang banyak atau publik. Artinya,

politik dalam paham ketatanegaraan kita secara prinsip

harus bersumber dan sekaligus diarahkan ke tujuan

kemaslahatan orang banyak.

Politik dinasti berlawanan dengan paham di atas karena di

dalamnya yang menjadi dasar sekaligus tujuan adalah

kepentingan pribadi . Kedua, konsep demokrasi yang kita

10

terima mengedepankan legitimasi dan reproduksi kekuasaan

yang melibatkan orang banyak. Artinya, sekali lagi mau

ditegaskan bahwa politik selalu adalah urusan ”yang umum”

atau ”yang publik”. Prinsip ini tidak dapat dirubah

dengan manipulasi uang, media, dan eksploitasi budaya

patronase yang masih kuat.

Ketiga, dalam konteks Indonesia, invasi kepentingan

pribadi ini sudah mencapai tahap kegilaan tertentu. Ini

terlihat dalam gejala di mana makin banyak anak, istri—

bahkan ada istri pertama dan istri kedua, artis-artis

yang hanya mengandalkan bombastisme media bertarung dalam

pilkada-pilkada. Kegilaan ini secara sepintas barangkali

sama sekali tidak merusak prosedur demokrasi kita, tetapi

secara prinsip merusak substansi politik dan demokrasi

yang mengedepankan kemaslahatan dan akal budi umum.

Di Negara republik, yang lebih penting adalah kita tidak

boleh lupa bahwa nama depan Indonesia adalah republik.

Bentuk ini dipilih bukan tanpa sebab; di dalam republik

ada pendirian, cita-cita, dan etika. Dalam pengertian

yang paling sederhana, republik adalah tanda dari

penentangan yang serius terhadap politik dinasti.

Musuh pertama republik adalah absolutisme yang digunakan

dalam praktik pemerintahan raja-raja. Politik dinasti

11

diturunkan dari sistem terbelakang ini. Di dalam

republik, para pendiri bangsa kita menetapkan keyakinan

pada kerangka kebersamaan untuk kemaslahatan umum, di

mana kekuasaan diproduksi secara sosial melalui suatu

mekanisme demokratis dan partisipatif, bukan diturunkan

secara biologis.

Dalam republik, para pendiri bangsa yang baik harus

membuang cara pandang unttuk membuat para elite dan

keluarga kaya/penguasa memandang diri dan keluarga mereka

sebagai makhluk-makhluk istimewa yang berbeda derajatnya

dengan kebanyakan rakyat.

Intinya, sejauh kita masih bermaksud meneruskan republik

warisan pendiri bangsa, politik dinasti tidak dapat kita

terima.

Pentingnya untuk membatasi dinasti politik

Dinasti politik perlu dibatasi karena pertimbangan

berikut. Pertama, dinasti politik, terutama di daerah,

hanya akan memperkokoh politik yang negatif. Bila

jabatan-jabatan penting di lembaga eksekutif dan

legislatif dikuasai oleh satu keluarga, maka mekanisme

check and balances tidak akan efektif. Akibatnya, rawan

12

terjadi penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan diri

dan keluarga. 

Kedua, dinasti politik mengarah pada terbentuknya

kekuasaan yang absolut. Bila jabatan kepala daerah

misalnya, dipegang oleh satu keluarga dekat yang

berlangsung lama secara terus menerus, misalnya setelah

10 tahun menjabat, kemudian digantikan oleh istrinya

selama sepuluh tahun lagi, kemudian oleh anaknya dan

seterusnya, maka akan muncul fenomena kekuasaan Soeharto

ala orde baru. Kekuasaan absolut yang rawan korupsi akan

terbentuk, sebagaimana adagium politik terkenal dari Lord

Acton: “Power tends to corrupt, and Absolute Power Tends to Corrupt

Absolutely” (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan

yang absolut akan cenderung korup secara absolut

pula).        

Ketiga, dinasti politik pada masyarakat Indonesia yang

pendidikan politiknya relatif kurang dan sistem hukum

serta penegakan hukum (law enforcement) yang lemah, maka

akan menyebabkan proses kontestasi politik menjadi tidak

adil.  Keluarga yang maju dalam kontestasi politik,

seperti Pemilukada, akan dengan mudah memanfaatkan

fasilitas pemerintah dan jaringan untuk memenangkan

pertarungan seraya menyingkirkan para kompetitornya.

13

Apalagi, bila keluargapun turut berbisnis dalam tender-

tender dalam proyek pemerintah di daerah bersangkutan,

maka dapat dibayangkan dana-dana pemerintah dalam bentuk

proyek mudah menjadi bancakan dengan aneka warna KKNnya.

Dana pemerintah seolah milik uang keluarga.  

Keempat, dinasti politik dapat menutup peluang warga

negara lainnya di luar keluarganya untuk menjadi pejabat

publik. Tentu hal ini, bila terjadi, akan mengurangi

kualitas demokrasi kita. Untuk itu memang perlu diatur

agar jabatan kepala pemerintahan puncak, tidak dijabat

secara terus menerus oleh satu keluarga inti secara

berurutan. 

Kelima, pembatasan dinasti politik diarahkan untuk

meningkatkan derajat kualitas demokrasi kita dengan cara

memperluas kesempatan bagi warga negara untuk

berpartisipasi dalam jabatan-jabatan publik dan mereduksi

penyalahgunaan jabatan incumbent dalam kontestasi Pemilu

maupun Pemilukada.   

Cara mengurangi terjadinya destinasi politik

Berbagai usul pun muncul seperti kepala daerah di setiap

provinsi harus dipilih oleh anggota DPRD sehingga

terhindar akan munculnya politik dinasti.

14

Beberapa anggota DPR atau sebagian masyarakat setuju akan

hal ini. Tetapi, pertanyaan yang kembali muncul ”apakah

anggota DPRD akan memilih kepala daerah yang benar-benar

bisa memimpin rakyat atau memilih berdasarkan lobby

politik?”. Bukannya mengecilkan kualitas anggota DPRD

tetapi bisa saja hal itu terjadi.

Atau, mungkin saja anggota DPRD tersebut memilih sang

kepala daerah berdasarkan partai yang sama dengan anggota

DPRD tersebut. Hal ini tentu akan menimbulkan kembali

dinasti politik ala partai politik. Terlebih-lebih

anggota DPRD dari suatu partai politik tersebut paling

banyak terdapat dalam DPRD tersebut.

Sebaiknya memang kepala daerah dipilih daerah dipimpin

oleh rakyat sendiri. Tetapi, untuk menghindari terjadinya

dinasti politik sebaiknya kerabat dari keluarga kepala

daerah tidak mencalonkan menjadi pejabat yang langsung

berhubungan dengan kekuasaan kepala daerah. Jika itu

terjadi kepala daerah tersebut harus mundur dari

jabatannya. Misalnya sang gubernur tidak boleh ada

hubungan kerabat dengan walikotanya ataupun jabatan

terkaitnya.

15

Dengan cara seperti itu dampaknya tentu akan

meminimalisir terjadinya politik dinasti .Masyarakat pun

harus cerdas dalam pemilihan Pilkada yang diselenggarakan

jangan melihat tampang calon kepala daerah serta wakilnya

dan caleg DPRDnya saja.

PENUTUP

1.Kesimpulan

Dinasti politik merupakan sebuah serangkaian strategi

politik manusia yang bertujuan untuk memperoleh

kekuasaan, agar kekuasaan tersebut tetap berada di

pihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan yang sudah

dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan

keluarga dengan pemegang kekuasaan sebelumnya.

Negara Indonesia adalah Negara republik, dimana yang

namanya destinasi politik harus ditentang keras . karena

musuh pertama republik adalah absolutisme yang digunakan

dalam praktik pemerintahan raja-raja. Politik dinasti

16

diturunkan dari sistem terbelakang ini. Di dalam

republik, para pendiri bangsa kita menetapkan keyakinan

pada kerangka kebersamaan untuk kemaslahatan umum, di

mana kekuasaan diproduksi secara sosial melalui suatu

mekanisme demokratis dan partisipatif, bukan diturunkan

secara biologis. Dalam republik, para pendiri bangsa yang

baik harus membuang cara pandang unttuk membuat para

elite dan keluarga kaya-penguasa memandang diri dan

keluarga mereka sebagai makhluk-makhluk istimewa yang

berbeda derajatnya dengan kebanyakan rakyat. Intinya,

sejauh kita masih bermaksud meneruskan republik warisan

pendiri bangsa, politik dinasti tidak dapat kita terima.

2.Saran

Untuk menghindari terjadinya destinasi, sebaiknya kepala

daerah dipimpin oleh rakyat sendiri. Tetapi, untuk

menghindari terjadinya dinasti politik kerabat dari

keluarga kepala daerah tidak mencalonkan menjadi pejabat

yang langsung berhubungan dengan kekuasaan kepala daerah.

Jika itu terjadi kepala daerah tersebut harus mundur dari

jabatannya. Misalnya sang gubernur tidak boleh ada

hubungan kerabat dengan walikotanya ataupun jabatan

terkaitnya.

17

DAFTAR PUSTAKA

Mustholik, 2013, Wiranto: Saya akan melawan politik destinasi,

news.okezone.com/read/2013/11/19/339/899034/wiranto-

saya-akan-melawan-politik-dinasti , diakses pada

tanggal 20 Nopember 2013.

Achmad Irfan, 2013, Dinasti Politik Melawa Prinsip Modernisasi,

www.antaranews.com/berita/402369/dinasti-politik-

melawan-prinsip-modernisasi, dikses pada tanggal 21

Nopember 2013.

Yan Djoko Pietono, 2013, Politik Dinasti Mendistorsi Demokrasi,

kupang.tribunnews.com/2013/10/25/politik-dinasti-

mendistorsi-demokrasi, diakses pada tanggal 21

Nopember 2013.

Radifan Rizky, 2013, Dinasti Dalam Demokrasi,

politik.kompasiana.com/2013/11/05/dinasti-dalam-

demokrasi-608015.html, diakses pada tanggal 22

Nopember 2013.

Guntur, 2013, Dinasti Politik di Indonesia,

http://www.beritametro.co.id/opini/dinasti-politik-di-

indonesia, diakses pada tanggal 22 Nopember 2013.

18

LAMPIRAN

Wiranto: Saya Akan Melawan Politik Dinasti

Selasa, 19 November 2013 05:20 wib

Mustholih - Okezone

Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto (Foto:Okezone)

JAKARTA - Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto, bertekad

tidak bakal menerapkan politik dinastibila terpilih

19

menjadi Presiden 2014-2019. Wiranto menyatakan bakal

mengeluarkan aturan anti-politik dinasti demi

menghilangkan praktek politik yang dia anggap telah

banyak menyesangrakan rakyat tersebut.

"Saya akan melawan politik dinasti. Saya akan membuat

policy untuk memberangus itu," kata Wiranto di acara LP3I

di Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Senin (18/11/2013).

Menurut Wiranto, politik dinasti lahir dari sikap para

pemimpin yang berubah mental menjadi pembesar dan

penguasa. Jika diizinkan menjadi presiden mendatang,

Wiranto menambahkan, bakal melarang adanya politik

dinasti.

"Kalau Allah mengizinkan, saya akan konsisten memberantas

politik dinasti. Apakah Banten, di mana saja. Selama

dalam kewenangan Indonesia, pasti saya berantas," ujar

Wiranto.

Demi menghindari praktek politik dinasti, Wiranto

melarang keluarganya dan anak-anaknya maju menjadi Calon

Legislatif dari Hanura atau partai lain. Bahkan, dia

mengklaim, tidak ada satu pun anggota keluarganya yang

20

masuk menjadi pengurus Partai Hanura. "Anak saya sidak

ada di pengurusan Hanura. Saudara tidak ada satu pun jadi

caleg Hanura atau partai apa pun," tukasnya.

Dinasti politik melawan prinsip modernisasi

Minggu, 27 Oktober 2013 17:51 WIB

21

Pewarta: Achmad Irfan

Tangerang (ANTARA News) - Dinasti politik melawan prinsip

modernisasi yang mengedepankan sistem berbasis

kompetensi, kata seorang pengamat. "Dinasti politik tidak

tepat dalam konteks modern karena melawan prinsip

modernisasi politik," kata Boni Hargens saat dihubungi,

Minggu. Ia mengatakan, dinasti bukan sekedar persoalan

penguasaan pucuk kekuasaan oleh suatu kelompok, keluarga,

etnik atau suku. Namun, dinasti dalam politik adalah

penguasaan keseluruhan bangunan kekuasaan. Akibatnya,

birokrasi sedapat mungkin dikuasai oleh kelompok dinasti.

"Dinasti politik menguasai seluruh unsur mulai dari

penguasaan seluruh kekuasaan hingga birokrasi," ujarnya.

Boni menjelaskan. dinasti dalam politik meliputi  politik

parokial serta politik klientelis. 

Politik parokial yakni konteks politik ditandai dominasi

elite dan rapuhnya kesadaran politik

masyarakat. Sementara politik klientelis yakni konteks

patronase saat rakyat menjadi  anak buah yang bekerja

untuk patron atau elit politik. "Dinasti yang terbangun

saat ini yakni politik parokial serta politik klientelis.

Masyarakat didominasi dan bekerja untuk kepentingan elit

politik," katanya.

22

Politik Dinasti Mendistorsi Demokrasi

Jumat, 25 Oktober 2013 00:29 WITA

Oleh : Yan Djoko Pietono

POLITIK kekerabatan bisa dimaklumi sebagai hak asasi

manusia, bila yang bersangkutan memiliki kapabilitas,

kompetensi, integritas dan kemampuan human socialisme.

Tetapi dalam realitasnya cenderung nihil dan dipaksakan

sehingga hanya membentuk sebuah koloni atau klan

kekerabatan dengan tujuan melanggengkan kekuasaan dan

meraup proyek-proyek pemerintah. Di sinilah terjadinya

distorsi demokrasi yang tidak  sepandangan dengan

kehendak rakyat pada umumnya. Terjadi birokrasi yang

tidak transparan dan akuntabel sehingga cenderung

terjadinya manipulasi dan korupsi. Politik dinasti bila

dibiarkan, maka akan semakin menggurita sampai ketingkat

23

paling bawah, sehingga mengakar semakin kuat dengan

mengatasnamakan demokrasi terselubung.

Siti Zuhro, pengamat poltik LIPI, mengatakan bahwa

politik dinasti yang terjadi di Indoesia dengan di luar

negeri sangat berbeda. Jika di luar negeri tatanan

demokrasi sudah sangat matang, sehingga pelaksanaa

demokrasi benar-benar transparan dan akuntable. Berbeda

dengan apa yang terjadi di negeri ini yang masih

"belajar" demokrasi belum matang sehingga pelaksanaannya

dipenuhi intrik-intrik politik terselubung yang

mengelabuhi rakyat. Partai politik sangat mempengaruhi

dominasi kekuasaan dengan berbagai cara untuk mendapatkan

legimitasi kekuasaan mengatasnamakan demokrasi. Bila

kita  mau mendengar suara-suara rakyat pasti kontradiktif

dengan apa yang terjadi didalam kelangsungan kekuasaan

yang menggunakan penekanan (baca: pemaksaan) terhadap

rakyat pemilih yang bisa dilakukan dengan money politik

atau politik premanisme. Bila politik dynasti ini

berlangsung mengepidemi Indonesia, maka partai-partai

yang kuat akan mendominasi kekuasaan sehingga tidak ada

penyeimbang dari partai lain, maka gurita kekuasaan akan

semakin kokoh dalam kekuasaan tanpa batas. Maka di dalam

RUU pilkada yang sedang digodok di DPR jangan sampai

menimbulkan konflik yang mengatasnamakan HAM tapi

24

pembatasan-pembatasan yang bisa diterima semua pihak

dalam rangka membangun Indonesia terbebas dari politik

dinasti yang lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya

dan rawan penyimpangan. Sehingga terjadinya kekerabatan

yang berlimpah ruah dengan kekayaan sedang rakyat hanya

penonton.

Lihat kasus Ratu Atut di Banten dengan kekayaan sangat

fantastis, sedangkan rakyat di sekitarnya masih banyak

yang melarat. Jika kita melihat adiknya Atut yaitu

Tubagus Chaeri Wardhana suami dari Walikota Tangerang

Selatan memiliki mobil mewah sebanyak 11 unit, betapa

Wardhana bergelimang dengan harta. "Kami di Banten sudah

pada tahapan lebih dari prihatin (atas politik dinasti),

serba salah. Yang paling sempurna politik dinasti ya di

Banten, semua orang mungkin harus 'berguru' ke Banten,"

kata anggota DPD RI, Ahmad Subadri, dalam diskusi DPD

bertema 'Fenomena Politik Dinasti' di Gedung DPR,

Senayan, Jakarta. Politik dinasti tumbuh setelah

tumbangnya era orde baru. Sistem seperti itu menjadi

penyebab tumbuhnya korupsi, kolusi dan nepotisme.

Menurut politisi Partai Golkar, Indra J Piliang dalam

diskusi polemik politik dinasti di Warung Daun Cikini,

"Kalau saya lihat politik dinasti justru bangkit setelah

orde baru. Kerajaan-kerajaan muncul sangat banyak dan

25

mempunyai peran. Terutama sejak otonomi daerah. Pasalnya,

politik dinasti adalah politik kekerabatan karena tidak

dapat dipisahkan oleh budaya dan tumbuh subur di parpol.

Sistem ini penyebab tumbuhnya korupsi kolusi dan

nepotisme secara bersaman. Tidak dapat dipisahkan oleh

budaya dan tumbuh subur di partai politik."

Sementara itu, pengaruh negatif yang didapat adanya

politik dinasti membuat partai politik hanya sebagai

simbolis saja. Sehingga banyak implikasi negatif yang

didapat, seperti pengaruh sukses dalam pemilu. Parpol

hanya kumpulan gerombolan dan fans club. Di mana tidak

melakukan kompetensi secara profesional. Politik dinasti

mengajarkan kita untuk menjadi mental menerobos hal ini

tidak diperlukan jenjang-jenjang sebagaimana mestinya dan

ini menimbulkan hal yang tidak baik.

Keserakahan Partai Politik

Menurut Pengamat Politik Universitas Mercu Buana, Heri

Budianto, mengatakan, terbentuknya dinasti politik

seperti  di Provinsi Banten turut serta menjadi kesalahan

Partai Golkar. Menurutnya, Golkar seolah melakukan

pembiaran dan ikut memupuk terbentuknya dinasti tersebut.

Merajalelanya kekuasaan politik Atut di tingkat nasional

DPR dan DPD, serta di tingkat lokal dengan kendaraan

Partai Golkar menunjukkan Golkar hanya memikirkan

26

kekuasaan semata. Hal itu semakin terlihat jelas ketika

Partai Golkar menganggap Dinasti Atut memiliki pengaruh

yang kuat dan elektabilitas yang tinggi di Banten. Tak

pelak, Partai Golkar dianggap hanya mempertimbangkan

kekuasaan semata. Apalagi beberapa alasan yang dikemukan

oleh elite Golkar bahwa Klan Atut memiliki tingkat

elektabilitas tinggi karenanya dicalonkan sebagai caleg

dari Partai Golkar. Dapat dinilai Golkar hanya berpikir

tentang kekuasaan. Begitupula dengan partai Demokrat yang

juga sedang menyusun dinasti politik tahun 2014.

Keserahkahan partai politik menguasai kekuasaan sah-sah

saja bila cara-cara mendapatkan kekuasaan dengan cara

demokrasi yang tranparan dan beretika. Bagaimana dengan

dinasti politik  partai lain dan didaerah lain?

Dinasti Politik Harus Dicegah  

Praktik dinasti politik di Indonesia, kian

mengkhawatirkan. Pasalnya, kebanyakan dari penguasa hanya

ingin melanggengkan oligarki kekuasaannya. Maka dari itu

pelanggengan kekuasaan harus dicegah. Praktik dinasti

politik di negeri ini cenderung semakin tak sehat. Itu

adalah contoh, bagaimana demokrasi Indonesia masih

mengalami pendangkalan, saat etika tidak pernah menjadi

dasar dalam berpolitik. Lantaran selama ini begitu banyak

aturan tentang pemilukada memang tak memiliki makna.

27

Alhasil persoalan etika tidak lagi menjadi perhatian

utama masyarakat. Publik dan pemilih terlalu apatis,

bahkan sebagian besar pragmatis. Sehingga dinasti politik

makin menggurita sampai ke level paling bawah kekuasaan.

Karena itu elemen masyarakat yang masih kritis mesti

bersikap, untuk tak lelah berikhtiar mencegah politik

dinasti yang terbukti korup.

Tantangan serius ke depan adalah bagaimana melakukan

perombakan besar untuk mengatasi korupsi politik dinasti

dan praktik oligarki. Karena bila dinasti politik yang

terbukti pernah korupsi menguasai lingkar kekuasaan,

demokrasi pun akan makin bangkrut. Karena digerogoti

koruptor dalam lingkaran kekuasaan. Ini bahaya bagi masa

depan politik Indonesia, maka Politik akuntabel dan

populis yang didasari ideologi sangat diperlukan. Politik

dinasti  menyebabkan rakyat lemah semakin terpinggirkan.

Apabila penguasa sudah tidak lagi memikirkan rakyatnya,

hanya saja memikirkan dirinya, dan kekuasaan. Kondisi ini

tidak boleh dibiarkan merajalela, karena masyarakat akan

menjadi korban. Masyarakat yang lemah akan selalu

tertindas akibat cengkeraman dinasti politik. Selama ini

politik dinasti di Indonesia mudah terjadi. Di mana ada

uang, di situlah disitulah kekuasaan bisa diperoleh.

Intinya, kita tidak boleh mengedepankan ego sendiri, kita

28

taati demokrasi yang ada, di mana semua  kalangan baik

yang lemah dan yang kuat berhak untuk meraih

keinginannya. Biar tidak ada lagi pemimpin yang selalu

haus akan kekuasaan. Jika dirujuk ke belakang, filsuf

Italia Gaetano Mosca, dalam karyanya The Rulling Class

(1980) menyatakan bahwa, "setiap kelas menunjukkan

tendensi untuk membangun suatu tradisi turun-menurun di

dalam kenyataan, jika tidak bisa di dalam aturan hukum".

Bahkan dalam organisasi demokratis sekalipun, jika sebuah

kepemimpinan terpilih, ia akan membuat kekuasaannya

sedemikian mapan agar sulit untuk digeser atau

digantikan, bahkan menggerus prinsip-prinsip demokrasi di

lapangan permainan politiknya (Robert Michels, 1962).

Bahaya dari politik dinasti adalah hasratnya untuk

mengekalkan diri dan melembagakannya dalam kepolitikan.

Sifat alamiahnya adalah kekuasaan politik hendak

dijalankan secara turun-temurun di atas garis trah dan

kekerabatan, bukan didasarkan pada kualitas kepemimpinan,

tujuan-tujuan bersama, keputusan dan kerja-kerja

asosiatif. Pengekalan dan pelembagaan politik dinasti

dimungkinkan dengan merajalelanya politik-uang. Demokrasi

diubah teksturnya sedemikian rupa bukan lagi sebagai

ruang kontestasi ide, gagasan, program dan ideologi,

melainkan pasar transaksi jual-beli kepentingan individu

29

dan kelompok-kekerabatan. Politik dinasti di dalam partai

politik dimungkinkan tumbuh saat cuaca demokrasi bersifat

semu. Demokrasi semu lebih berupa pasar transaksi

kepentingan pribadi, namun dengan menggunakan alat-alat

kelengkapan demokrasi seperti partai politik, lembaga dan

institusi negara, serta media massa. Peralatan sistem

demokrasi tersebut digunakan bukan untuk menopang sistem

demokrasi, melainkan memanipulasinya menjadi penopang

sistem oligarki. Politik dipersempit menjadi ruang

perebutan kekuasaan politik dan penimbunan kekayaan antar

para oligarkis, sementara rakyat kebanyakan dibayar untuk

berduyun-duyun melegalkan manipulasi tersebut lewat

pemilu, pilkada dan aksi-aksi protes lainnya. Semoga

dinasti politik tidak sampai merambah di bumi Flobamor 

yang terdiri dari banyak suku bangsa mampu berdiri sama

tinggi duduk sama rendah, sehingga tidak ada suku yang

derajatnya paling tinggi sehingga bisa membentuk koloni

kekuasaan atas dasar kesukuan.*

30

Dinasti Dalam Demokrasi

05 Nopember 2013, 20:13

Oleh : Radifan Rizky

Beberapa hari ini berita mengenai politik dinasti ala

gubernur banten Ratu Atut Chosiyah menghiasi berbagai

media eletronik dan media massa. Bahkan Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono pun sempat menyentil perihal dinasti

politik tersebut. Sebagian masyarakat pun terkejut akan

dinasti politik yang terjadi dalam demokrasi sekarang

ini.

31

Dinasti adalah sistem reproduksi kekuasaan yang primitif

karena mengandalkandarah dan keturunan dari hanya

bebarapa orang. Pengertian politik dinasti adalah proses

mengarahkan regenerasi kekuasaan bagikepentingan golongan

tertentu untuk bertujuan mendapatkanatau mempertahankan

kekuasaan disuatu negara.

Praktik politik dinasti pun ternyata juga ada dalam

lingkungan kerabat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Beberapa kerabat keluarga beliau terdapat menjadi calon

legislatif. Berbeda halnya dengan Gubernur Banten Ratu

Atut Chosiyah yang beberapa kerabat keluarganya menjadi

pejabat penting daerah provinsi Banten yang dipimpinya

(Kompas 16/10/2013).

Politik dinasti ini menimbulkan polemik pertanyaan dalam

benak beberapa masyarakat ”Apakah ini politik dinasti ini

salah?”. Atau timbulnya pemikiran bahwa para pejabat kita

ini rakus kekuasaan hingga melibatkan beberapa anggota

keluarganya dalam menepati posisi yang cukup penting

dalam perpolitikan saat ini.

Perpolitikan dinasti ditenggarai sebagai monopoli

kekuasaan. Tetapi, di negara ini terjadinya politik

dinasti ialah tidak salah. Walaupun negara ini menganut

32

demokrasi pancasila. Tetapi jika kita berbicara dalam

mengenai etika politik tentu hal ini salah. Karena

tidaklah wajar suatu daerah dipimpin oleh keluarga

tertentu dan bahkan mungkin akan menajadi boemerang

tersendiri kepada keluarga tersebut.

“Bagaimana dengan kekuasaan politik dinasti dalam suatu

partai politik?”. Partai politik merupakan organisasi

yang menyalurkan aspirasi rakyat. Tetapi dalam pemilihan

ketua umum partai atau pejabat lainnya rakyat tidak

memilihnya melainkan anggota partai tersebut yang

memilihnya.

Sebagai contoh pemilihan ketua umum partai demokrat yang

menjadikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai

ketua umum yang baru menggantikan Anas Urbaningrum.

Dilain hal sang anak Edi Baskoro menjadi sekjen Partai

demokrat. Tentu beberapa rakyat menilai itu menyalahi

etika politik. Tetapi beberapa anggota partai tersebut

mengatakan tidak karena itu pemilihan yang dilakukan

dalam partai mereka. Walaupun kita kembali mengingat

partai politik merupakan wadah aspirasi masyarakat.

Beberapa anggota DPR ada yang mempermasalahkan dengan

politik dinasti karena akan menimbulkan masalah di dalam

33

percaturan politik indonesia. Tetapi, ada juga yang tidak

mempermasalahkan politik dinasti karena bagi mereka asal

politik dinasti itu diisi oleh orang yang hebat dan

bertanggung jawab, mengapa tidak ?

Bagaimanapun kita masih ingat saat zaman orde baru

politik dinasti gencar dilakukan di semua lini

pemerintahan. Kita masih ingat bagaimana kita merasa

jenuh akan politik dinasti tersebut. Tetapi, saat itu

demokrasi merupakan hanya merupakan tipuan belaka

sehingga kita menuntut hinnga terjadinya adanya

reformasi. Dan nyatanya politik dinasti masih ada hingga

saat ini.

Jika kita berbicara politik dinasti, tidak ada peraturan

yang tidak memperbolehkan dinasti politik tetapi negara

kita ini bernama Republik Indonesia. Dalam pengertian

dasar, sebuah republik adalah sebuah negara di mana

tampuk pemerintahan akhirnya bercabang dari rakyat, bukan

dari prinsip keturunan bangsawan dan sering dipimpin atau

dikepalai oleh seorang presiden. Istilah ini berasal dari

bahasa Latin res publica, atau “urusan awam”, yanng

artinya kerajaan dimilik serta dikawal oleh rakyat.

34

Negara ini juga menganut demokrasi pancasila yang berarti

paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan

filsafat bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti

tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

RUU Pilkada

Saat ini para anggota DPR komisi II sedang membuat RUU

Pilkada dan sepakat mencegah adanya politik dinasti

tetapi tanpa mengebiri hak politik warga negara. Berbagai

usul pun muncul seperti kepala daerah di setiap provinsi

harus dipilih oleh anggota DPRD sehingga terhindar akan

munculnya politik dinasti dan money politik.

Beberapa anggota DPR atau sebagian masyarakat setuju akan

hal ini. Tetapi, pertanyaan yang kembali muncul ”apakah

anggota DPRD akan memilih kepala daerah yang benar-benar

bisa memimpin rakyat atau memilih berdasarkan lobby

politik?”. Bukannya mengecilkan kualitas anggota DPRD

tetapi bisa saja hal itu terjadi.

Atau, mungkin saja anggota DPRD tersebut memilih sang

kepala daerah berdasarkan partai yang sama dengan anggota

DPRD tersebut. Hal ini tentu akan menimbulkan kembali

dinasti politik ala partai politik. Terlebih-lebih

35

anggota DPRD dari suatu partai politik tersebut paling

banyak terdapat dalam DPRD tersebut.

Kalau memang hal itu yang terjadi semuanya kembali ke

kualitas anggota DPRD tersebut. Jika bersungguh-sungguh

bekerja untuk rakyat maka akan terjadi hal yang

menyenangkan untuk rakyat tetapi jika sebaliknya maka

yang terjadi malah menghancurkan rakyat itu tersendiri.

Sebaiknya memang kepala daerah dipilih daerah dipimpin

oleh rakyat sendiri. Tetapi, untuk menghindari terjadinya

dinasti politik sebaiknya kerabat dari keluarga kepala

daerah tidak mencalonkan menjadi pejabat yang langsung

berhubungan dengan kekuasaan kepala daerah. Jika itu

terjadi kepala daerah tersebut harus mundur dari

jabatannya. Misalnya sang gubernur tidak boleh ada

hubungan kerabat dengan walikotanya ataupun jabatan

terkaitnya.

Dan, untuk menghindari money politik sebaiknya dibuat

peraturan batas maksimal dana kampanye calon kepala

daerah. Misalnya dalam suatu pemilihan kepala daerah di

suatu provinsi tertentu ditetapkan batas maksimum dana

kampanye 10 milyar rupiah. Sehingga akan terjadi

persamaan dana kampanye setiap calon kepala daerah. Dan

36

untuk memaksimalkan agar mereka terpilih menjadi kepala

daerah provinsi tersebut mereka harus menggunakan

kreativitasnya agar masyarakat tertarik memilih mereka.

Tetapi, untuk berjalan baiknya peraturan tersebut tentu

masyarakat harus mengawasinya. Jangan sampai terjadinya

black campaign yang menguntungkan suatu pihak tertentu.

Dan dibuatlah tim pengawas yang benar-benar bekerja

relevan sebelum Pilkada hingga terjadinya sesudah

Pilkada. Tim pengawas ini harus ada di setiap kampanye

yang dilakukan oleh sang calon kepala daerah. Dan buat

juga pos pengaduan sebagai wadah masyarakat untuk

mengadukan hal-hal yang janggal dalam kampanye tersebut.

Dan setiap calon kepala daerah beserta wakil kepala

daerah dan caleg DPRD harus mengsosialisasikan latar

belakang jati dirinya kepada masyarakat melalui KPU.

3,5bulan sebelum pemilihan dimulai. Sehingga, KPU

membuatnya dalam suatu daftar latar belakang tersebut dan

menyebarkan melalui kecamatan. Dan kecamatan menyebarkan

kembali ke masyarakat tetapi hanya setiap rumah saja

bukan semua elemen masyarakat. Masyarakat bisa

mempelajari sendiri bagaimana latar belakang calon kepala

daerah dan wakil kepala daerah dan juga caleg DPRD.

37

Dengan cara seperti itu dampaknya tentu akan

meminimalisir terjadinya politik dinasti di berbagai

provinsi dan money politik yang terjadi dalam masyarakat.

Masyarakat pun harus cerdas dalam pemilihan Pilkada yang

diselenggarakan jangan melihat tampang calon kepala

daerah serta wakilnya dan caleg DPRDnya saja.

Pertanyaan selanjutnya ”apakah semua lembaga yang terkait

serta masyarakat sudah siap menjalankan peraturan

tersebut?”. Bagaimanapun, rakyat dan lembaga terkait

harus siap menjalankannya jika hanya termenung dan

menunggu maka semua takkan berjalan dengan baik.

Jangan sampai rakyat menjadi tidak lagi percaya akan

pemimpinnya karena politik dinasti ini. Karena politik

dinasti merupakan cara kuno untuk mempertahankan

kekuasaan yang dimilikinya. Jadi jika politik dinasti

tetap dipertahankan “apakah kemakmuran rakyat akan

terpenuhi terus-menerus?”.

Sebagai contoh jika suatu negara dipimpin oleh suatu

pemimpin yang bertanggung jawab maka rakyatnya akan hidup

makmur. Tetapi, jika pemimpin tersebut meninggal dan

diteruskan oleh putranya “apakah rakyatnya akan hidup

makmur?”. Ya memang akan kembali ke karakter putranya

38

tersebut. Tetapi jika negara tersebut ternyata

menggunakan asas demokrasi tentu lebih baik memberika

kepada orang yang tepat.

Jika politik dinasti terjadi dalam suatu negara demokrasi

maka, demokrasi tersebut sama saja dipenjara di dalam

rumahnya. Karena politik dinasti tentu akan memonopoli

demokrasi tersebut hingga terlihat otoriter.

Kesimpulannya ialah jangan membiarkan kita seseorang atau

sekelompok yang memenjarakan demokrasi negara kita ini.

Rakyat harus memilih pemimpin yang baik dan mencegah

terjadinya politik dinasti yang berlebihan sehingga akan

merugikan rakyat itu sendiri. Jangan sampai negara kita

kembali ke zaman kelam kembali.

Dinasti Politik di Indonesia

Jumat, 20 Oktober 2013, 23 :51

Oleh : Guntur

Dinasti Kaisar Ming di negeri China yang begitu besar dan

terkenal kejam hingga saat ini tidak pernah diributkan.

Apa mungkin itu hanyalah sebuah kedinastian jaman dulu

39

kala, Kaisar Ming seorang raja dari kerajaan sehingga

orang takut untuk membicarakannya.  Anugerah jabatan

kaisar adalah turun menurun, jadi legal formal istilah

orang zaman sekarang atau sesuai peraturan perundangan

yang berlaku ketika itu.  Putra Mahkota serta merta

mempunyai hak abadi menjadi kaisar selanjutnya.  Putra

kedua apalagi putra dari selir menunggu giliran menduduki

tahta itupun apabila putra mahkota berhalangan tetap. 

Rakyat mahfum akan sistem dinasti, oleh karena itulah

mereka berharap suatu saat kaisar mengambil salah satu

puteri mereka untuk di jadikan isteri, siapa tahu harkat

martabat sudra jelata bisa naik tahta ke brahmana.

Kini dinasti di zaman modern diributkan.  Apalagi

dinegeri ini, saling lontar tuduhan mana yang dinasti

mana yang publikasi menjadi samar rasanya.  Dinasti

pastilah diartikan sebagai suatu pemberian jabatan kepada

keluarga sendiri.  Keluarga itu ada yang sedarah

sekandung, ada satu kakek atau sebuyut dan ada lagi

dinasti bersebab perkawinan.  Makanya ipar, sepupu ipar

bisa dijadikan kelompok dinasti karena berkaitan dengan

keluarga besar sang pemimpin.

Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari

40

banyak wilayah dan daerah. Jumlah propinsi yang tercatat

hingga saat ini sudah lebih dari tiga puluh dua propinsi.

Tentunya setiap propinsi mempunyai kabupaten atau

kotamadya. Banyaknya propinsi, kabupaten dan kotamadya

ini memberikan peluang bagi para elit politik yang

mempunyai kemampuan baik dari segi politik maupun non

politik untuk memanfaatkan kemampuan tersebut guna meraih

kekuasaan baik dilevel daerah maupun dilevel propinsi.

Tak jarang dari mereka yang berambisi memperoleh

kekuasaan tersebut menggunakan cara-cara yang kurang

lazim dan sangat naïf jika dipahami secara mendalam.

Dinasti politik. Sebuah penamaan strategi politik yang

sangat marak terjadi di republik kita dewasa ini. Dalam

pembahasan singkat ini, kita akan memandang eksistensi

dinasti politik di Indonesia dalam kacamata geopolitik

dan geostrategi.

Dinasti politik merupakan sebuah serangkaian strategi

manusia yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan, agar

kekuasaan tersebut tetap berada di pihaknya dengan cara

mewariskan kekuasaan yang sudah dimiliki kepada orang

lain yang mempunyai hubungan keluarga dengan pemegang

kekuasaan sebelumnya. Sedangkan geopolitik dimaknai

sebagai ilmu penyelenggaraan negara yang setiap

41

kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi

wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa. Geopolitik di

Indonesia tidak lain adalah wawasan nusantara, yang

berarti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan

lingkungannya berdasarkan ide nasional yang dilandasi

Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan geostrategi merupakan

suatu strategi memanfaatkan kondisi geografi negara dalam

menentukan kebijakan, tujuan, dan sarana untuk mencapai

tujuan, atau dapat dipahami sebagai pemanfaatan kondisi

lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik.

Jika kita analisis berdasarkan pengertian diatas, dinasti

politik merupakan sebuah konsep politik yang dalam

implementasi tujuannya seharusnya menggunakan pendekatan

geopolitik dan geostrategi. Para pemburu kekuasaan yang

ingin menjadikan anak, istri atau siapapun yang masih

berhubungan keluarga dengan pemangku kekuasaan sebelumnya

haruslah memahami tentang konsep wilayah, cara pandang

tentang kenegaraan, dan strategi memanfaatkan kondisi

geografis untuk memperoleh tujuan politik. Tak jarang

pula dari mereka yang memanfaatkan popularitas demi

memperoleh tujuan politik. Mereka yang terahir ini

sebenarnya belum tentu memahami tentang konsep geopolitik

dan geostrategi. Dapat kita bayangkan apa yang akan

42

terjadi di republik ini jika para pemangku kekuasaanya

adalah orang yang hanya terpilih karena popularitas dan

hanya karena berhubungan keluarga dengan penguasa

sebelumnya, tanpa memahami konsep geopolitik dan

geostrategi. Maka betapa bobroknya negeri yang kita

cintai ini.

Dari pembahasan singkat diatas, dapat kita ketahui bahwa

betapa pentingnya sebuah pemahaman tentang konsep

geopolitik dan geostrategi dalam rangka membangun

kekuasaan politik yang berwawasan nusantara. Seseorang

yang hendak mencalonkan diri sebagai pemimpin, entah

dengan srategi dinasti politik ataupun strategi apapun,

hendaknya memahami tentang konsep geopolitik dan

geostrategi sebagai salah satu faktor penting yang

membangun karakter dan mentaitas kepemimpinan.

Jabatan publik itu ada dua kriteria.   Pertama jabatan

publik yang melalui sistem pemilihan rakyat dan yang

kedua jabatan publik yang diberikan atas kewenangan

undang undang.  Dinasti bisa terjadi pada jabatan publik

melalui mekanisme  suara rakyat  ketika proses penunjukan

kader dari partai politik.  Pejabat yang sedang berkuasa

dan tentu melalui partai politik  bisa jadi mencalonkan

43

adik, anak, menantu, ipar untuk di jadikan kepala

daerah.  Kewenangan ini ada di hati nurani Pejabat

tersebut apakah saudara saudaranya itu mempunyai

kemampuan profesional untuk dipilih menjadi Kepala

Daerah.

Nah apabila penunjukan calon itu lebih kental karena

kekarabatan dengan mengabaikan komptennsi maka inilah

pola dinasti salah kaprah.   Kemudain dalam proses

pemilihan suara bermain lagi dengan money politik maka

Dinasti itu 2000 % akan terwujud.  Mungkin inilah yang

terjadi di Propinsi Banten yang sedang di sindir SBY. Apa

jadinya suatu daerah bila dipimpin oleh pejabat yang

tidak memiliki kompetensi dan tentu niat mempertahnakan

dinasti menyebabkan mereka melakukan pelanggaran

pengelolaan anggaran alias korupsi.

kedua adalah penunjukan pejabat publik melalui kewenangan

hak preogatif.   Biasanya Presiden, Gubernur, Bupati

memilih ‘orang orangnya”  bisa jadi keluarga terdekat,

seperti anak, saudara, ipar untuk menduduki jabatan

Menteri, Kepala Dinas atau Direktur BUMN. Jabatan publik

sejujurnya menjadi incaran keluarga pemimpin.  Memang hak

itu melekat kepada boss boss tersebut, namun tolong

44

dipertimbangkan  apakah kerabat  memiliki sikap

profesionaitas yang terdiri dari sicience, skill dan

attitude sesuai dengan jabatan yang akan di emban.  Bila

persyaratan ini tidak terpenuhi jangan dipaksakan karena

kelak yang akan merugikan  anda sendiri hai sang pejabat

tinggi.

Kemudian dinasti (jelek) pada ujungnya akan menyebabkan

sang pemimpin menjadi salah tingkah.  Artinya bila si

anak dan keponakan berbuat salah atau melanggar kepatutan

dalam bekerja maka beranikah si pemimpin itu menegor atau

malah memberhentikan saudaranya tersebut.   Pasti banyak

pertimbangan sehingga akhirnya rakyat yang dirugikan

akibat pelayanan publik tidak memuaskan.

45