SISTEM POLITIK DALAM ISLAM
-
Upload
muriakudus -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of SISTEM POLITIK DALAM ISLAM
SISTEM POLITIK DALAM ISLAMDisusun untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Agama IslamDosen Pengampu : Muhammadun,S.Ag,M.Si
Disusun oleh :Nama : Aris Susilo WibowoNIM : 2014-11-017Kelas : I AProgdi : Manajemen Ekonomi
PROGAM STUDI MANAJEMEN
1
Fakultas Ekonomi
Universitas Muria Kudus2014 / 2015
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT dan segala puji syukur
hanya bagi-Nya Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya dalam penyusunan makalah Pendidikan
Agama Islam ini. Meskipun banyak hambatan yang kami alami
dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.
Maksud penyusunan makalah ini adalah sebagai syarat
memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam.Makalah ini juga
menguraikan beberapa materi mengenai Sistem Politik dalam Islam
dan juga untuk mempermudah pemahaman kepada kita semua,
khususnya mahasiswa Universitas Muria Kudus.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyampaikan
terimakasih kepada yang turut serta membantu dalam
penyelasaian makalah ini baik moril maupun materil. Kepada
para orangtua dari kami yang telah memberi support dan
motivasi untuk pembuatan makalah ini. Tidak lupa kami
2
sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu dan membimbing kami, kepada teman-teman mahasiswa
yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan makalah ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada para
mahasiswa dari hasil makalah ini.Karena itu kami berharap
semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi
kita bersama, bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi
para pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusunmakalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya
makalah ini.
Kudus, 3 Desember
2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….......... 1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. …..2
3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………...3
A. Latar belakang ………………………………………………………………...3
B. Rumusan masalah ……………………………………………………………..4
C. Tujuan ………………………………………………………………………....4
BAB II PEMBAHASAN……………...……………………………………….... …...5
A. Definisi Sistem Politik Islam…….…………………………………….....…..5
B. Kedudukam Sistem Politik dalam Islam..…………… …………………..
…..7
C. Prinsip-prinsip Dasar atas siasat dalam
Islam……………………………. .....10
D. Prinsip-prinsip Hukum Antar Agama atau Hukum
Internasional….….. ….….15
E. Kontibusi umat Islam terhadap Politik di
Indonesia…………………………..18
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN…………………………………………………………………21
B. SARAN……………………………………………………………………..…..21
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………............22
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di setiap negara memiliki sistem politik yang
berbeda-beda.Namun, Islam memiliki aturan politik yang
bisa membuat negara itu adil.Dalam Al-Qur’an memang
aturan politik tidak disebutkan, tetapi sistem politik
pada jaman Rasullullah SAW sangatlah baik.Hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor yang mendorong
masyarakatnya menjalankan syari’at Islam.
Indonesia adalah sebuah negara Islam terbesar di
dunia, namun bila dikatakan negara Islam, dalam
prakteknya islam kurang di aplikasikan dalam sistem
pemerintahan baik itu politik maupun demokrasinya. Hal
itu berpengaruh besar dalam berbagai aspek kehidupan
manusia di Indonesia, terutama pada sistem yang berlaku
dalam pemerintahan Indonesia. Contoh kecil adalah
maraknya korupsi yang dikarenakan kurang transparannya
pemerintahan di indonesia. Hal tersebut di atas membuat
5
penulis membahas tentang Islam dalam aspek politik dan
demokrasi dalam suatu negara dalam makalah ini.
Disini kita akan membahas tentang peranan agama
Islam dalam perkembangan politik di dunia saat ini,
dengan mengkaji berbagai informasi berdasarkan Al-
Qur’an, Al Hadits dan sejarah sistem politik di masa
Rasulullah SAW.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat kami rumuskan
beberapa permasalahan,
yaitu :
1. Apa Pengertian Sistem Politik dalam Islam?
2. Apa asas-asa yang digunakan di politik islam ?
3. Bagaimana kedudukan Sistem Politik dalam Islam?
4. Apa saja Prinsip-prinsip dasar atau Siasat dalam
Islam?
5. Apa Prinsip-prinsip Hukum Antar Agama atau Hukum
Internasional?
6. Apa prinsip utama sistem politik islam ?
7. Bagaimana Kontribusi Umat Islam terhadap Politik di
Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui pengertian dari Sistem Politik Islam.
6
2. Mengetahui kedudukan Sistem Politik Islam.
3. Mengetahui prinsip-prinsip dasar atau siasat dalam
Islam.
4. Mengetahui prinsip-prinsip hukum antar agama atau
hukum Internasional.
5. Mengetahui kontribusi umat Islam terhadap politik
di Indonesia.
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Politik Islam
Kata sistem berasal dari bahasa asing (Inggris),
yaitu system, artinya perangkat unsur yang secara
teratur saling berkaitan, sehingga membentuk suatu
totalitas atau susunan yang teratur dengan pandangan,
teori, dan asas. Sedangkan kata politik pada mulanya
berasal dari bahasa Yunani atau Latin, politicos atau
politicus, yang berarti relating to citizen. Keduanya berasal
dari kata polis, yang berati kota. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata politik diartikan sebagai
“segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan
sebagainya) mengenai pemerintahan”. Kata Islam,
adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW,
berpedoman pada kitab suci al-Qur’an yang diturunkan
ke dunia melalui wahyu Allah SWT. Sedangkan secara
harfiyah, Politik Islam disebut juga Fiqh Siyasah yang
dapat diartikan sebgai mengurus, mengendali atau
memimpin sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
8
“ Adapun Bani Israel dipimpin oleh Nabi mereka “
Fiqh siyasah dalam konteks terjemahan diartikan
sebagai materi yang membahas mengenai ketatanegaraan
dalam Islam (Sistem Politik).Dengan demikian, sistem
politik Islam adalah sebuah aturan tentang
pemerintahan yang berdasarkan nilai-nilai Islam.
Islam memang memberikan landasan kehidupan umat
manusia secara lengkap, termasuk di dalamnya
kehidupan politik. Tetapi Islam tidak menentukan
secara konkrit bentuk kekuasaan politik seperti apa
yang diajarkan dalam Islam. Itulah sebabnya, kemudian
terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam
dalam merumuskan sistem politik Islam.
Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW menunjukkan,
bahwa beliau memegang kekuasaan politik di samping
kekuasaan agama. Ketika beliau dengan para sahabat
hijrah ke Madinah, kegiatan dan aktivitas yang
mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari ntuk
menciptakan sistem kehidupan yang stabil dan harmonis
serta kondusif adalah mempersatukan seluruh penduduk
Madinah dalam satu sistem sosial politik dibawah
kekuasaan beliau, yang dikenal dengan Perjanjian
9
Madinah. Rasulullah tidak memaksa kaum Yahudi,
Nasrani, dan pemeluk agama lainnya untuk memeluk
agama Islam, tetapi beliau menginginkan semua
penduduk Setelah Rasulullah memiliki kekuasaan secara
politik di Madinah, beliau juga menjalin kesepakatan
dengan penguasa Mekah agar tidak terjadi perselisihan
diantara kedua kekuasaan tersebut.Sekalipun dalam
perkembangan selanjutnya penguasa Mekah mengingkari
perjanjian yang telah mereka tanda tangani, sehingga
memicu peperangan yang cukup hebat dan dahsyat,
seperti perang Badar, perang Uhud, dan lain-lain.
Dalam kamus bahasa Arab modern, kata politik
biasanya di terjemahkan dengan kata siyasah.Kata ini
terambil dari akar kata sasa-yasusu, yang biasa
diartikan mengemudi, mengendalikan, mengatur, dan
sebagainya. Dari akar kata yang sama, ditemukan kata
sus, yang berarti penuh kuman, kutu atau rusak,
sementara dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata yang
terbentuk dari akar kata sasa-yasusu, namun ini bukan
berarti bahwa al-Qur’an tidak menguraikan masalah
sosial politik.
Banyak ulama ahli Al-Qur’an yang menyusun karya
ilmiah dalam bidang politik dengan menggunakan al-
Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai rujukan, bahkan Ibnu
Taimiyah (1263-1328) menamai salah satu karya
10
ilmiahnya dengan al-Siyasah al-Syar’iyah (Politik
Keagamaan).Uraian al-Qur’an tentang politik secara
sepintas dapat ditemukan pada ayat-ayat yang
menjelaskan tentang hukum.Kata ini pada mulanya
berarti “menghalangi atau melarang dalam rangka
perbaikan”. Dari akar kata yang sama, terbentuk kata
hikmah, yang pada mulanya berarti kendali. Makna ini
sejalan dengan asal makna kata sasa-yasusu-sais-siyasah,
yang berarti mengemudi, mengendalikan, pengendali dan
cara pengendalian (M. Quraish Shihab, Wawasan al-
Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat,
1997 : 417).
Kata siyasah,sebagaimana dikemukakan diatas,
diartikan dengan politik, dan juga sebagaimana
terbaca, sama dengan kata hikmat. Disisi lain,
terdapat persamaan makna antara kata hikmah dan
politik. Sementara ulama mengartikan hikmah sebagai
kebijaksanaaan, atau kemampuan menangani suatu
masalah, sehingga mendatangkan manfaat atau
menghindarkan madharat. Dengan demikian, sistem
politik Islam adalah suatu konsepsi yang berisikan
antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber
kekuasaan Negara,: siapa pelaksana kekuasan tersebut,
apa dasar, dan bagaimana cara untuk menentukan kepada
siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu
11
diberikan, kepada siapa pelaksana kekuasaan itu
bertanggung jawab, dan bagaimana bentuk tanggung
jawab berdasarkan nilai-nilai agama Islam (sesuai
dengan ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an, Hadist dan
Ijtihad).
B. Asas-Asas Sistem Politik Islam
1. HAKIMIYAAH ILAHIYYAH
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan
dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik
Islam hanyalah hak mutlak Allah. Hakimiyyah
Ilahiyyah membawa arti bahwa terasutama kepada
sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di
segi Rububiyyahdan Uluhiyyah.
2. RISALAH
Risalah bererti bahawa kerasulan beberapa
orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam
hingga kepada Nabi Muhammad saw adalah suatu asas
yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui
landasan risalah inilah maka para rasul mewakili
kekuasaan tertinggi Allah dalam bidang perundangan
dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan,
mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah
dengan ucapan dan perbuatan.
3. KHILAFAH
12
Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia
di atas muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah.
Oleh itu, dengan kekuasaan yang telah diamanahkan
ini, maka manusia hendaklah melaksanakan undang-
undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas
landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau
pemilik tetapi hanyalah khalifah atau wakil Allah
yang menjadi Pemilik yang sebenar.
C. Kedudukan Sistem Politik dalam Islam
Sampai saat ini, umat Islam berbeda pendapat
tentang kedudukan politik dalam syari’at Islam,
paling tidak dalam hubungan antara Islam dan
ketatanegaraan. Dalam hal ini ada tiga
aliran/pendapat, antara lain :
a. Pendapat pertama yang berpendirian, bahwa Islam
bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat,
yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dan
Tuhan, sebaliknya Islam adalah agama yang sempurna
dan lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek
kehidupan manusia, termasuk kehidupan bernegara.
Tokoh-tokoh utama dari pendapat ini antara
lainSyeikh Hassan al-Banna, Sayyid Quthb, Syeikh Muhammad
13
Rasyid Ridha, dan yang paling vokal dan agresif
adalah Maulana Abul A’la al- Maududi.
b. Pendapat kedua yang berpendirian, bahwa Islam adalah
agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada
hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut
pendapat ini, Nabi Muhammad SAW hanyalah seorang
Rasul biasa, seperti hal nya Rasul-rsul
sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia
kembali
kepada kehidupan yang mulia dengan menjunjung
tinggi budi pekerti luhur, akhlakul karimah,
akhlak yang mulia, dan Nabi tidak pernah di maksud
kan untuk mendirikan dan mengepalai satu Negara.
Diantara tokoh-tokoh yang terkemuka dari pendapat
ini adalah Ali abdul Raziq dan Dr. Thaha Husein.
c. Pendapat ketiga yang menolak pendapat, bahwa Islam
adalah suatu agama yang serba lengkap, dan bahwa
dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi
golongan ini juga menolak anggapan, bahwa Islam
adalah agama dalam pengertian Barat yang hanya
mengatur hubungan antara manusia dan Maha
Penciptanya saja. Tokoh yang menonjol adalah
Dr.Mohammad Husein Haikal.
Sejarah membuktikan bahwa Nabi, kecuali sebagai
Rasul, meminjam istilah Harun Nasution, beliau adalah
14
kepala agama dan juga kepala Negara. Nabi menguasai
suatu wilayah Yatsrib yang kemudian diganti oleh
Baginda Rasul dengan nama Madinah al-Munawwarah (kota
yang bersinar) sebagai wilayah kekuasaan Nabi dan
pusat pemerintahannya dengan piagam Madinah sebagai
aturan dasar kenegaraannya.(Harun Nasution, Islam
Rasional, Gagasan dan Pemikiran, 1996 : 227)
Kedudukan Nabi Muhammad SAW memimpin umat Islam
dalam negaranya sendiri tampak pada amal-amal dalam
kegiatan pemerintahan Negara (politik Islam),
misalnya soal mengadili sengketa di antara umat
(judikatif), mengatur dan mengutus pejabat ke daerah-
daerah untuk keamanan umat Islam (eksekutif), dan
selalu mengadakan musyawarah (legislatif).
Setelah Nabi wafat, kedudukan beliau sebagai
kepala Negara di gantikan Abu Bakar Sidiq, yang
merupakan hasil kesepakatan tokoh-tokoh sahabat,
selanjutnya disebut khalifah.Sistem pemerintahannya
disebut Khilafah.Sistem khilafah ini berlangsung
hingga kepemimpinan berada di bawah kekuasaan
khalifah terakhir, Ali Ibnu Abi Thalib. Selepas
itu,sistem pemerintahan yang di ambil adalah dalam
bentuk kerajaan. Dalam sistem ini tidak memilih
khalifah secara demokratis, melainkan di angkat
15
secara turun temurun dan berlangsung hingga akhir
abad ke
tujuh belas, saat Turki Usmani mulai mengalami
kekalahan-kekalahan dari bangsa Eropa.Akhir abad
tujuh belas hampir semua negara Islam mauk dalam
perangkap penjajahan Barat. Lamanya penjajahan di
negara satu dengan negara lainnya tidak sama.
Dengan semangat perjuangan yang tinggi dan rasa
senasib sepenanggungan, maka pada awal abad ke
sembilan belas, negara-negara Islam mulai melepaskan
diri satu persatu dari kolonialisme Barat yang
sangat kejam.Saat yang bersamaan, muncul lah
nasionalisme-nasionalisme.
Menurut Harun Nasution, khilafah (pemerintahan)
yang timbul sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW tidak
mempunyai bentuk kerajaan, tetapi lebih dekat kepada
republik, dalam arti, kepala negara di pilih dan
tidak mempunyai sifat turun temurun.
Kalau kita melihat perkembangan politik Islam di
negara Indonesia, paling tidak ada beberapa hal yang
kita perlu pikirkan dan mengamasnya ke dalam
perspektif religio politik baru tentang hubungan
antara Islam dan Negara, antara lain sebagai berikut
:
16
Pertama, dalam pandangan mereka, tidak ada
bukti yang tegas bahwa al-Qur’an dan Sunnah
Nabi mewajibkan kaum muslimin untuk
mendirikan negara Islam.
Kedua, mereka mengakui bahwa Islam memberi
seperangkat prinsip sosial politik. Meskipun
demikian, mereka memandang bahwa Islam
bukanlah ideology. Karenanya dalam pandangan
mereka, ideologi Islam itu tidak ada, bahkan
menurut sebagian dari mereka, ideologisasi
Islam dapat dianggap sebagai mereduksi
Islam.
Ketiga, karena Islam di fahami sebagai agama
yang kekal dan universal. Maka, pemahaman
kaum muslimin terhadapnya tidak boleh
dibatasi hanya kepada pengertian formal dan
legalnya, khususnya yang dibangun dalam
konteks ruang dan waktu tertentu.
Keempat, mereka percaya bahwa hanya Allah
SWT yang mengetahui kebenaran mutlak. Perlu
sekali kaum muslim untuk mengembangkan
toleransi beragama, baik secara internal
maupun eksternal termasuk tentunya dalm
sistem politik Islam.
17
D. Prinsip-prinsip Dasar atas Siasat dalam Islam
Sebagai ummat Islam, maka tentu saja kita mengambil
prinsip-prinsip dasar berdasarkan al-Qur’an dan al-
Hadits sebagai sumber referensi dan rujukan dalam
berbagai hal termasuk dalam urusan politik.
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama
agama Islam mengandung ajaran tentang nilai-nilai dasar
yang harus diaplikasikan dan di implementasikan dalam
pengembangan sistem politik Islam. Nilai-nilai dasar
tersebut adalah :
a) Keharusan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama
kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah
Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.
(Q.S. al-Mukminun: 52)”.
b) Kemestian bemusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah
ijtihadiyah.
18
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)
seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian
dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS
Asy Syura : 38)”.
c) Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara
adil.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha mendengar lagi Maha Melihat.( Q.S. an-Nisa:
58)”.
19
d) Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Ulil Amri (pemegang
kekuasaan).
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-
Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.(Q.S. An-Nisa: 59)”.
e) Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam
masyarakat Islam.
20
“Dan jika dua golongan daripada orang Mukmin
berperang, maka damaikanlah antara kedua-duanya.
Maka jika salah satu daripada kedua-duanya berbuat
aniaya terhadap yang lain, maka perangilah yang
berbuat aniaya itu sehingga kembali kepada
perintah Allah. Maka jika telah kembali,
damaikanlah antara kedua-duanya dengan adil.Dan
hendaklah berlaku adil, sesungguhnya Allah
menyukai orang yang berlaku adil”.Dan kalau ada
dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya.
(Q.S. al-Hujurat:9)”.
f) Keharusan mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan
melakukan agresi dan invasi.
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang
memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian
21
melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak
mencintai orang-orang yang melampaui batas.(Q.S.
al-Baqarah: 190)”.
g) Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan.
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka
condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada
Allah.Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.(QS. Al-Anfal 8:61)”.
h) Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan
dan keamanan.
22
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan
apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda
yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah,
musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya.Apa saja yang kamu nafkahkan pada
jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup
kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).
(Q.S. al-Anfal: 60)”.
i) Keharusan menepati janji.
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila
kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan
sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya,
sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu
23
(terhadap sumpah-sumpah itu).Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat.
(Q.S. an-Nahl:91)”.
j) Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling taqwa di antara
kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.
(Q.S. al-Hujurat: 13)”
k) Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat.
24
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan
Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk
Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan
apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.
Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah
amat keras hukumannya.
(Q.S. al-Hasyr: 7)”.
E. Prinsip Utama Sistem politik Islam
1. MUSYAWARAH
Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan
dengan pemilihan ketua negara dan oarang-oarang yang
akan menjawab tugas-tugas utama dalam pentatbiran
ummat. Asas musyawarah yang kedua adalah berkenaan
dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-
25
undang yang telah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan
As-Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah
berkenaan dengan jalan-jalan bagi menetukan perkara-
perkara baru yang timbul dikalangan ummat melalui
proses ijtihad.
2. KEADILAN
Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan
sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem
ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yang luas,
prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem
politik Islam meliputi dan merangkumi segala jenis
perhubungan yang berlaku dalam kehidupan manusia,
termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah,
di antara dua pihak yang bersengketa di hadapan
pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri
dan di antara ibu bapa dan anak-anaknya.
3. KEBEBASAN
Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik
Islam ialah kebebasan yang berteruskan kepada makruf
dan kebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan yang
sebenar adalah tujuan terpenting bagi sistem politik
dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama
bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.
4. PERSAMAAN
26
Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam
mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam
memikul tanggung jawab menurut peringkat-peringkat
yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan
persamaan berada di bawah kuatkuasa undang-undang.
5. HAK MENGHISAB PIHAK PEMERINTAH
Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak
mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya.
Prinsip ini berdasarkan kepada kewajiban pihak
pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal-hal
yang berkaitan dengan urusan dan pentatbiran negara
dan ummat. Hak rakyat untuk disyurakan adalah
bererti kewajipan setiap anggota dalam masyarakat
untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan
kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga
bererti bahawa rakyat berhak untuk mengawasi dan
menghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan
pihak pemerintah.
F. Prinsip-prinsip Hukum Antar Agama atau Hukum
Internasional
Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyampaikan ajaran
Allah kepada seluruh umat manusia, tanpa dibatasi oleh
wilayah, perbedaan ras dan warna kulit, bahasa dan
perbedaan-perbedaan lainnya. Setiap orang di penjuru
27
dunia manapun yang beriman kepada Allah dalam arti
menempatkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai
acuan, paradigma hidupnya, maka orang tersebut adalah
umat Nabi Muhammad SAW. Begitu juga negara manapun yang
melandaskan sistem perundang-undangannya berdasarkan
al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, maka
negara tersebut adalah negara Islam. Namun dalam
kenyataannya kita juga saling berhubungan dengan negara
lain yang harus di jalin dengan baik dan benar, jadi
diperlukan adanya prinsip-prinsip politik luar negeri
dalam Islam.
Hukum Islam, di samping mengatur soal-soal agama,
juga mengatur persoalan kemasyarakatan. Maksudnya,
hukum Islam, di samping sebagai dasar-dasar
peribadatan, berfungsi pula sebagai dasar-dasar hukum
dan akhlak yang mengatur hubungan antara sesama
manusia.Bahkan, hukum Islam bukan hanya meletakkan
dasar hubungan dalam arti yang sempit, tetapi mencakup
segala aspek hidup dan kehidupan yang ada.
Hukum Islam menjunjung tinggi huquq al-insaniyyah
tanpa mengenal diskriminasi agama, warna kulit, dan
kebangsaan.Selain itu, hukum Islam juga mengakui hak
milik pribadi, namun melarang menumpuk kekayaan,
merampas, dan eksploitasi. Dengan kata lain, hukum
28
Islam mengakui hak milik perorangan, tetapi kepentingan
sosial tidak boleh diabaikan.
Dalam skop yang lebih luas, hukum Islam menyeru agar
seluruh umat manusia yang berlainan asal dan
kebangsaan, warna kulit dan agamanya, menegakkan
persaudaraan kemanusiaan secara menyeluruh, sehingga
humanisme benar-benar terwujud dalam kehidupan umat
manusia.
Itulah sebabnya sehingga hukum Islam mengatur
hubungan antara bangsa dan negara, baik di waktu damai
maupun di waktu perang.Bahkan, sampai pada mendirikan
badan Internasional yang bertugas untuk menyelesaikan
pertikaian yang terjadi di antara mereka. Apabila ada
bangsa dan negara yang tidak mau tunduk, maka dengan
kekuatan badan itu dapat memaksa menyelesaikan
pertikaian-pertikaian yang terjadi, demi tegaknya
kebenaran dan terjaminnya keadilan.Pada garis besarnya,
objek pembahasan sistem politik Islam, meliputi :
Siasah Dusturiyah atau Hukum Tata Negara.
Membahas hubungan pemimpin dengan
rakyatnya serta industri-industri yang ada di
negara itu sesuai dengan kebutuhan rakyat
untuk kemaslahatan dan pemenuhan kebutuhan
rakyat itu sendiri, yang biasanya meliputi :
29
1) Persoalan imamah, hak dan kewajibannya.
2) Persoalan rakyat, status, hak, dan
kewajiban.
3) Persoalan ba’iat.
4) Persoalan Waliyatul Ahdi.
5) Persoalan perwakilan.
6) Persoalan ahlu al-halli wa al-aqdi.
7) Wizarahdan pembagiannya.
Siasah Dauliyah atau Hukum Internasional dalam
Islam.
Pembahasan siasah dauliyahdalam Islam
berorientasi pada permasalahan sebagai
berikut :
1) Damai adalah asas hubungan
Internasional
2) Memperlakukan tawanan perang secara
manusiawi.
3) Kewajiban suatu negara terhadap negara
lain.
4) Perjanjian-perjanjian Internasional.
Dan syarat-syarat mengikuti perjanjian
antara lain :
30
a. Yang melakukan perjanjian memiliki
kewenangan.
b. Memiliki kerelaan.
c. Isi perjanjian dan objeknya tidak
dilarang oleh agama Islam.
d. Perjanjian penting harus ditulis.
e. Saling memberi dan menerima (take
and give).
5) Perjanjian ada yang selamanya
(mu’abbad) dan sementara (mu’aqqat).
6) Perjanjian terbuka dan tertutup.
7) Mentaati perjanjian dan siasah
dauliyahdengan orang asing.
Siasah Maaliyah.
Dalam siasah maaliyah permasalahan yang
biasanya dibahas adalah sebagai berikut :
1) Prinsip-prinsip kepemilikan harta.
2) Tanggung jawab sosial yang kokoh.
3) Zakat, harta karun, kharaj (pajak),
ghanimah (rampasan perang) dan fa’i.
4) Harta peninggalan dari orang yang tidak
meninggalkan ahli waris.
5) Bea cukai barang import.
31
6) Eksploitasi Sumber Daya Alam yang
berwawasan lingkungan.
G. Kontribusi Umat Islam terhadap Politik di Indonesia
Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasinal
tidak bisa dipandang sebelah mata.Di setiap masa dalam
kondisi perpolitikan bangsa ini, Islam ini selalu punya
pengaruh besar.Sejak bangsa ini belum bernama
Indonesia, yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan
hingga saat ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita
tidak lepas dari pengaruh umat Islam.Salah satu
penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk
mayoritas bangsa ini. Selain itu, dalam ajaran Islam
sangat di anjurkan agar penganut nya senantiasa
memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang
banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah
politik menjadi sarana penting bagi umat Islam agar
bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini.
Sekarang mari kita amati kontribusi umat Islam
dalam perpolitikan Nasional di setiap era bangsa ini :
1. Era Kerajaan-kerajaan Islam Berjaya
32
Pengaruh Islam terhadap perpolitikan Nasional
punya akar sejarah yang cukup panjang.Jauh sebelum
penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah
berdiri beberapa kerajaan Islam besar.Kejayaan
kerajaan Islam di tanah air berlangsung antara abad
ke-13 hingga abad ke-16 Masehi
2. Era Kolonial dan Kemerdekaan Orde Lama
Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan
terhadap pembangunan politik di Indonesia baik pada
masa kolonial maupun masa kemerdekaan.Pada masa
kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi
kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan Islam
harus berhadapan dengan ideologi tertentu macam
komunisme.Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah
secara tegas menyatakan kalau pemimpin-pemimpin
Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI.Baik
itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme
hingga perumusan Undang-undang.
Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam
pernah mengusulkan agar Indonesia berdiri di atas
Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam
Jakarta.Namun, format tersebut hanya bertahan selama
57 hari karena adanya protes dari kaum umat beragama
lainnya.Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945,
33
Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis
negara.
3. Kemerdekaan Orde Baru
Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila
sebagai satu-satunya asas di dalam negara.Ideologi
politik lainnya dipasung dan tidak boleh
ditampilkan, termasuk ideologi politik Islam.Hal ini
menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik
di dalam perpolitikan Islam.Politik Islam terpecah
menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis yang
hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik
dengan pemerintah.
Kelompok kedua adalah kaum subtansialis yang
mendukung pemerintahan dan menginginkan agar
Islam tidak terjun ke dunia politik.
4. Era Reformasi
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi.
Saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk menumbangkan
rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak
lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu.
Beberapa pemimpin Islam yang turut mendukung
reformasi adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur),
ketua NahdatulUlama. Muncul juga nama Nurcholis
34
Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari
kalangan santri. Juga muncul Amin Rais dari kalangan
Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir,
kiprah umat Islam dalam panggung politik pun semakin
diperhitungkan.Umat Islam mulai kembali memunculkan
dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan label
Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga
berhasil menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai
satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh
menggunakan asas Islam. Kemudian bermunculanlah
berbagai partai politik dengan asas dan label Islam.
Partai-partai politik yang berasaskan Islam, antara
lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.
Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan
sekarang, sudah waktunya umat Islam untuk terjun
dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat
Islam tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggiran
sejarah. Umat Islam harus menyiapkan diri untuk
memunculkan pemimpin-pemimpin yang handal, cerdas,
berahklak mulia, profesional, dan punya integritas
diri yang tangguh.Umat Islam di Indonesia diharapkan
tidak lagi termarginalisasi dalam panggung politik.
Politik Islam harus mampu merepresentasikan
idealismenya sebagai rahmatan lil alamin dan dapat
memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.
35
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah kami kaji, kami dapat
menyimpulkan bahwa definisi politik dari sudut pandang
36
Islam adalahsebuah aturan tentang pemerintahan yang
berdasarkan nilai-nilai Islam. Politik Islam = Fiqh
Siyasah, Semua sumber politik Islam yang kita pelajari
adalah bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist. Dalam fikih
siasah disebutkan bahwa garis besar fikih siasah
meliputi :
1. Siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)
2. Siasah Dauliyyah (Politik yang mengatur Hubungan
antara satu Negara Islam dengan negara Islam
lain atau dengan negara sekuler lainya)
3. Siasah Maaliyyah (Sistem Ekonomi Negara)
B. SARAN
Sebaiknya para pemimpin yang ada di Indonesia baik
itu presiden ataupun pemimpin-pemimpin yang ada
didaerah bawah, menggunakan sistem politik Islam yang
bersumber dari al-Qur’an dan hadist. Dari sinilah
rakyat Indonesia akan hidup rukun dan makmur.
37
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli. 2009. Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat
dalam Rambu-Rambu Syari’ah. Jakarta .Kencana.
Iqbal, Muhammad. 2007. Fiqh Siyasah: Kontestualisasi Doktrin
Politik Islam. Jakarta. Jaya Medi Pratama
Salim, Abdul Muin. 1994. Fiqh Siyasah; Konsepsi Kekuasaan
Politik dalam al-Qur’an. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Syarif, Mujar Ibnu. 2008. Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran
Politik Islam. Jakarta. Erlangga
http://politik.kompasiana.com/2013/03/24/agama-dan-negara-
tiga-aliran-besar-tentang-hubungan-islam-dan-politik-
539750.html pada Senin, 27 Mei 2013 07.46
John L. Esposito, Islam dan Politik, Penerjemah Joesoef
Sou’yb, Jakarta Bulan Bintang, 1990.
38