Politik Hijau
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Politik Hijau
MAKALAH
Teori Politik Hijau
Mata kuliah : Teori Politik II
ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
BAB 1
PEMNDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan saat ini menjadi isu internasional, dikarenakan
kegiatan perkonomian yang cenderung mengeskploitasi sumber daya
alam. Salah satu faktor penyebab kerusakan lingkungan adalah
manusia, sebagai peran utama yang menggunakan sumber daya alam
untuk memnuhi kebutuhan hidupnya baik primer, sekunder mapun
tersier. Manurut pandangan jakson dan Sorensen topik menganai
lingkungan hidup sekaramg sering muncul dalam agenda
internasioanal. Meningkatnya di era globalisasi secara cepat
manusia di tuntut mengejar standar kehidupan yang lebih tinggi,
semua sebuah potensi yang mengancam terhdap lingkungan hidup.
Selama ini dunia internasional hanya terpaku pada kegaitan
manusia sebagai perwakilan dari negara. Akan tetapi para kaum
environmentalis melihat pandangan yang lain dalam kajian hubungan
internasional yaitu kegiatan manusia yang berdampak terganggunya
kelestrian alam dan lingkungan. Hal tersebut dalam pembahasan di
Hubungan Internasioanal terdapat politik hijau.
Teori politik hijau muncul memberikan kritik terahadap
manusia yang sudah menjadi aktor dominan dalam kerusakan
lingkungan dan untuk mengritisi pemikiran tradi dalam Hubungan
Internasional, seperti realisme, dan liberalisme.Disini para
enivronmentalis sebagai pengembang politik hijau dalam kajian
Hubungan internasional mempunyai tujuan tersendiri yaitu untuk
memwujudkan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan
ini dimaksudkan untuk memikirkan dan mengupayakan kelestarian
alam dan lingkungan untuk generrasi masa depan yang akan datang.
Setelah muncul modernisasi yang terjadi padadab 20, isu
menganai lingkungan mulai menjadi sorotan dalam dunia
Internasional. Banyaknya krisi lingkungan yang terjadi di
beragai belahan bumi juga menjadi satu alasan utama di angkatnya
mengenai masalah lingkungan dalam dunia Internasioanal. Dalam
keseriusannya memabahsa menganai isu lingkungan beberapa kali
mengadakan konferensi Stockholm yang membahas menganai lingkungan
Hidup Manusia pada tahun 1972, Selanjtnya menyelenggaeakan
pertemuan tingkat global untuk pertamakalinya mengenai lingkungan
hidup dan pembangunan konferensi Rio pada tahun 1992.
Para teoritis Politik Hijau mengungakan beberpa asumsi dasar
menganai isu lingkungan yang sudah diperhatikan dalam tingkat
internasional. Menurut Steans dan Pettiforda ada tiga asumsi
dasar yang dibawa oleh teoritisi Politik Hijau. Pertama, politik
hiajua lebih menekankan pada global diatas internasional. Disni
Politik Hijau lebih mengendepankan pentingnya organisasi non
negara yang mampu mengatasi bermaslah masyarakat secara global
GreenPeace dan WWF. Kedua pemikiran Politik Hijau yang menganggap
manusia di zaman modern sudah tidak lagi beriringan dengan dunia
non manusia. Yang terkahir bahwa kebiasaan manusia saat ini yang
didukung oelh kepercayaan filsafat antroposentris sebagai
penyebab utama dari krisis lingkungan hidup.
Dalam teoritis politik Hijau menolak pandangan pemikiran
tradisi dalam hubungan Internasioanal sperti Liberalisme dan
Realisme yang sifatnya negara sebgai pusat dan mendasarkan
pemikiran pada sifatnya manusia. Teori Politik hijau menurut
Eckersley menganai Antroposentrisme dan ekosentrisme.
Antroposenrtisme merujauk pada ke seerakahan manusia yang
dianggap sebagai konstibusi utama dalam kerusakan lingkungan.
Sedangkan ekosentrisme sebuah pemikkiran dari teortis politik
hiajau yangs angat mendukung sekali kegiatan menganai
lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pemikiran tokoh mengenai teori Politik Hijau ?
2. Apa pengaruh teori politik hijau terhadap teori lain?
3. Bagaiman kritik teori lain terhadap politik Hijau?
4. Kekurangan dan kelebihan dari Politik Hijau?
1.3 Tujuan Makalah
Makalah ini diharapkan bisa menjelaskan tentang bagaimana
politik hijau itu muncul sebagai oposisi dari kemajuan
industrialisasi yang tidak memperhatikan dampak yaitu menimbulkan
kerusakan lingkungan. makalah ini juga akan mencoba menjlaskan
tentang kelebihan dan kekurangan yang ada pada politik hijau.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Teori Politik Hijau
Teori politik hijau merupakan Politik hijau adalah ideologi
politik yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang
berkelanjutan secara ekologis yang berakar pada kepedulian
terhadap lingkungan hidup, keadilan sosial dan kehidupan
demokrasi yang dibangun dari perilaku dan budaya yang dimiliki
setiap individu.
Politik lingkungan atau politik hijau biasanya berkaitan
dengan politik penguasaan dan pemilikan sumberdaya alam dan
perdagangan produknya serta bagaimana cara pemerintah
mengalokasikan sumber daya tersebut dengan berbagai kebijakan
yang dikeluarkan. Salah satu ekspresi politik adalah dalam bentuk
partai politik atau institusi yang dapat mempengaruhi keputusan
politik pemerintah. Di dalam bahasa internasional biasa disebut
dengan partai hijau (green party).
2.1 Pemikiran Politik Hijau
Teori politik hijau atau Green Theory muncul setelah
berakhirnya Perang Dunia II, Hal yang menjadi perhatian utama
munculnya teori ini adalah pembangunan rasionalisme serta
pembangunan ekosentris. Teori politik hijau menguraikan secara
singkat prinsip dasar ekosentrisme dan pembatasan pertumbuhan.
Pada pandangan ekosentris, yakni sebuah pandangan yang
menitikberatkan pada alam. Teori hijau melihat bahwa struktur
ekonomi global serta kapitalisme menjadi salah satu benang merah
permasalahan lingkungan yang selama ini terjadi. Negara cenderung
akan lebih mengedepankan kepentingan perkembangan negaranya dan
mengabaikan lingkungan.
Ada beberapa pandangan dalam mendefinisikan karakter politik
hijau. R. Eckersley memberikan karakteristik politik hijau dalam
kerangka ekosentrisme dan menolak pandangan antroprosentris yang
menitikberatkan bahwa nilai moral berpusat pada manusia.
Pandangan ekosentris ini menempatkan fokus utamanya pada
lingkungan atau ekosistem dalam aspek kehidupan.1 Sementara R.E
Goddin juga menempatkan etika sebagai pusat dari posisi politik
hijau. Dalam pandanganya, ia mengedepankan sumber nilai sebagai
fakta dari sesuatu yang dibentuk oleh proses alamiah sejarah dan
lebih dari sekedar peran manusia.
Sementara itu, menurut John Barry, dia melihat bahwa Politik
Hijau di dasarkan pada tiga prinsip utama, antara lain:2
1. Sebuah teori distribusi (intergerenasional) keadilan
2. Sebuah komitmen terhadap proses demokratisasi
3. Usaha untuk mencapai keberlansungan ekologi
Tiga prinsip utama ini merupakan konsepsi yang mewakili
makna dari pusat politik hijau. Prinsip ini digunakan sebagai1 David Pepper, Environmentalism, dalam Gary Brownig, etc (ed), Understanding Contemporary Society (Theories and the Present), SAGE Publication, London, 2000, 4472 John Barry, Green Political Theory and The State ‚Discursive Sustainability;The State (and citixen) of Green Political Theory, diakses dari http://www.psa.ac.uk/cps/1994/barr.pdf
sarana untuk menjelaskan konsepsi dari teori hijau, seperti dalam
memahami kelangsungan dari ekootoritarianisme yang menjadi salah
satu usaha keberlanjutan bagi biaya demokrasi dan keadilan
sosial. Selain itu, dalam pandangan A. Dobson. Ia memberikan dua
definisi karakteristik dari politik hijau. Pertama, menolak
pandangan antroposentrisme seperti yang telah diungkapkan oleh
Ekscersly sebelumnya. Kedua, perlu adanya batasan pertumbuhan, yang
merupakan penyebab munculnya krisis lingkungan secara alami. 3
Politik Hijau atau gerakan ekologi sendiri memiliki sepuluh
nilai yang menjadi dasar dan tujuan gerakan dan sekaligus sebagai
acuan bagi artikulasi kebijakan politik. 4
1. Kesadaran dan keberlangsungan Ekologi
Isu ini merupakan isu paling utama, yang menghubungkan
tradisi pencerahan dengan pengalaman batasan industrialism sebagai
sebuah kompleksitas kesadaran baru yang diambil dari prinsip-
prinsip ekologi. Isu ini berangkat dari asumsi bahwa manusia
harus bertindak berdasarkan pemahaman bahwa ia merupakan bagian
dari alam dan bukan berada di atas alam lingkungannya. Untuk itu,
manusia perlu menjaga keseim-bangan ekologi dan hidup dalam
keterbatasan sumber daya serta batas-batas ekologi planet bumi.
2. Demokrasi Akar Rumput
Dalam hal demokrasi, kaum ekologi percaya bahwa demokrasi
yang sebaik-baiknya harus dipraktikkan di tingkat akar rumput.
Artinya, di tingkat masyarakat lokal dan bukan di lembaga
perwakilan nasional maupun daerah. Menurut mereka, setiap manusia
3 ibid4 Ten Key Value, diakses dari http://www.greenparty.org/tenkeyvalue/html
berhak berpendapat terhadap keputusan yang ikut berpengaruh
terhadap hidup mereka. Pun manusia tidak boleh menjadi korban
dari keinginan segelintir orang saja. Demokrasi diartikan sebagai
interfase antara kebebasan ber-ekspresi pada satu pihak dan
penghargaan yang sama di pihak lain.
3. Keadilan sosial dan Persamaan Kesempatan
Semua orang memiliki hak dan kesempatan yang sama dari
sumber daya yang berasal dari masyarakat dan lingku-ngannya.
Untuk itu, perlu dihilangkan hambatan-hambatan sosial, seperti
rasisme, seksualisme dan heteroseksualisme, perti-kaian antar kelas,
homophobia, serta penelantaran kepentingan orang tua dan orang
cacat. Sikap yang memberikan perlakuan yang sama ini harus
mendapat perlindungan undang-undang negara.
4. Anti kekerasan
Menyangkut pluralitas manusia, penting untuk dikembangkan
alternatif yang efektif terhadap kebiasaan masyarakat kini dalam
menggunakan kekerasan. Untuk itu, pandangan ini memperjuangkan
proses demiliterisasi dan penghilangan senjata destruksif masal di
dalam negerinya sendiri, tanpa berniat naïf terhadap niat buruk
negara lain. Kendati, pandangan ini juga mengakui bahwa tindakan
mempertahankan diri dari orang-orang yang berada situasi terdesak
adalah sah. Maka dari itu, perlu diupayakan penyelesaian konflik
secara non kekerasan. Kelompok ekologi berniat guna mewujudkan
suatu kedamaian personal, komunitas, dan global yang abadi
5. Desentralisasi
Berangkat dari asumsi bahwa sentralisasi kesejahteraan dan
kekuasaan berkontribusi besar terhadap ketidakadilan eko-nomi,
perusakan lingkungan, dan militerisasi, politik hijau mendukung
upaya restrukturisasi institusi-institusi politik, sosial dan
ekonomi yang dikuasai oleh segelintir orang kuat (oligarki).
Institusi tersebut akan diubah dengan sistem yang lebih demok-
rasi dengan postur birokrasi yang ramping. Pengambilan kepu-tusan
harus sebisa mungkin berada pada tingkat individu dan lokal.
6. Ekonomi Berbasis Komunikasi dan Berkeadilan
Pandangan politik hijau memandang penting untuk menerapkan
suatu sistem ekonomi yang berkelanjutan, yang bisa menciptakan
lapangan kerja baru dan standard hidup yang baik untuk semua
orang tanpa mengabaikan keseimbangan ekologis. Sistem ekonomi
tersebut harus bisa memberikan sebuah kebanggaan terhadap
pekerjaan ‚yang berarti‛, sehingga bisa membiayai hidup secara
berkeadilan sesuai dengan apa yang dikerjakan. Dalam hal ini
mereka sangat membela jenis-jenis pekerjaan termarjinalkan,
tetapi sebenarnya sangat penting dalam menopang harmoni hidup
dalam masyarakat. Sebagai, pekerjaan domestik dan pekerjaan
menjaga kebersihan yang selama ini kurang dihargai. Ini perlu
diarusutamakan dalam perspektif politik hijau.
7. Feminisme dan Kesetaraan Gender
Kaum ekologi menyadari sepenuhnya bahwa manusia mewarisi
sistem sosial yang berdasarkan pada dominasi patriarki, baik
dalam wilayah dan etika dominasi dan kontrol dengan cara
berinteraksi lebih kooperatif. Artinya, perbedaan pendapat dan
gender dihormati. Maka dari itu, nilai-nilai kemanusian seperti
persamaan jenis kelamin, tanggung jawab interpersonal dan
kejujuran harus dikembangkan dengan kesadaran moral. Manu-sia
perlu mengingat bahwa proses yang menentukan keputusan dan
tindakan sama pentingnya dengan usaha penyelesaian dari apa yang
diinginkan.
8. Penghormatan Terhadap Keberagaman
Adanya keyakinan akan pentingnya keberagaman budaya, etnis,
ras, agama dan kepercayaan spiritual mengimplikasikan promosi
atas hubungan yang saling menghargai diantara keperbedaan tadi.
Berangkat dari kayakinan ini, mereka percaya bahwa perbedaan-
perbedaan yang ada harus pula tercermin dalam organisasi-
organisasi dan badan-badan pengambilan keputusan. Karenanya,
pandangan politik hijau sangat mendu-kung kemunculan pemimpin
dari kalangan mereka yang selama ini terpinggirkan dari peran
kepemimpinan, misalnya kaum perempuan.
9. Tanggung Jawab Personal dan Global
Kaum ekologi mendukung tindakan individu untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup, akan tetapi tindakan terse-but tidak boleh
mengabaikan keseimbangan ekologi dan har-moni sosisal. Karenanya
mereka mau bergabung dengan orang-orang dan organisasi yang mau
memperjuangkan perdamaian abadi, keadilan sosial ekonomi, dan
menjaga kelestarian bumi.
10. Fokus pada masa depan dan keberlanjutan
Tindakan dan kebijakan kaum ekologi dimotivasi oleh tujuan
jangka panjang. Mereka berjuang dalam perlindungan sumber daya
alam yang berharga, mengamankan peraturan atau tidak melakukan
semua pemborosan. Dengan mengembangkan sistem ekonomi
berkelanjutan (sustainable development) yang tidak mengantungkan
diri pada ekspansi untuk mampu berta-han hidup. Mereka pandangan
yang mempunyai tujuan keun-tungan jangka pendek atau berorientasi
profit-tanpa memperha-tikan dampak lingkungan. Caranya, dengan
menjaga agar per-kembangan ekonomi, penggunaan teknologi baru dan
kebijakan fiskal ikut bertanggung jawab terhadap generasi
mendatang yang akan mewarisi hasil dari tindakan saat ini
2.2 Perkembangan Teori Politik Hijau
Teori politik hijau berkembang pada pasca munculnya
modernisasi yang terjadi pada abad ke-20, isu lingkungan mulai
diperhatikan dalam ranah internasional. Jackson dan Sorensen
(1999:326) menyebutkan bahwa kemunculan Politik Hijau
dilatarbelakangi oleh protes kaum ekoradikal terhadap kaum
modernis yang dianggap telah memperburuk keadaan lingkungan
global yang ditunjukkan dengan adanya degradasi lingkungan yang
menyebabkan krisis ekologi, seperti menipisnya hutan di dunia.
Era modern juga menunjukkan peningkatan produksi gas CFC
(Chlorofluorocarbon) yang diakibatkan oleh penggunaan produk
elektronik modern yang berakibat fatal terhadap terjadinya
perubahan suhu dunia, yang dipercaya sebagai pemanasan global.
Permasalahn lingkungan yang dianggap akan membahayakan bumi serta
warga bumi ini memicu diadakannya pertemuan tingkat global untuk
pertamakalinya mengenai Lingkungan Hidup dan Pembangunan pada
Konferensi Rio (Jackson dan Sorensen, 1999:324) pada tahun 1992.
Pada dasarnya, terdapat asumsi-asumsi dasar yang diusung
oleh para teoritisi Politik Hijau, Pertama, Politik Hijau lebih
menekankan global diatas internasional. Kedua, ialah pemikiran
Politik Hijau berangkat dari pemahaman implisit bahwa kebiasaan
manusia masa kini tidak lagi sejalan dengan dunia non-manusia.
Terakhir, ialah Politik Hijau menekankan bahwa kebiasaan manusia
zaman modern, yang didukung oleh sistem kepercayaan filsafat
antroposentris sebagai penyebab utama dari krisis lingkungan
hidup.
Pandangan ekosentrisme yang diusung oleh teoritisi Politik
Hijau menolak sistem negara yang dianggap berperan besar dalam
struktur tersebut dan mengusulkan desentralisasi masyarakat
politik dalam negara bangsa yang hanya terhadap organisasi
politik, tapi juga sosial dan ekonomi. Kritik teoritisi Politik
Hijau terhadap negara juga ditunjukkan terhadap ketidakberhasilan
berbagai upaya negara-negara yang bekerjasama dalam sebuah rezim
internasional untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan. Salah
satu kegagalan tersebut ditujukan pada stagnan-nya rezim Protokol
Kyoto yang tidak dapat dijalankan secara sempurna tanpa
ratifikasi dari Amerika Serikat.
Asumsi selanjutnya berasal dari Dobson mengenai
karakteristik Politik Hijau yang terkait juga pada pertumbuhan
yang diusung Marxis. Dobson juga menegaskan menganai argumentasi
‘pembatasan pertumbuhan’ terhadap munculnya krisis lingkungan
yang dikaitkan dengan tiga argumentasi penting. Yakni, solusi
teknologi adalah tidak berguna, peningkatan pertumbuhan berarti
penumpukan bahaya yang mampu berakhir pada bencana, dan terakhir
ialah permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan pada
dasarnya saling berhubungan.
2.2 Kritik Teori Politik Hijau Terhadap teori lain
Modern
Dalam perkembangan teori politik hijau mengkritik keberadaan
negara yang dianggap sebagai bagian dari dinamika masyarakat
modern, yang menyebabkan adanya kerusakan lingkungan. Salah satu
perkembangan modern ini adalah sains dimana inovasi dan teknologi
berkkembang. Hal itu merupakan bagian utama penyebab kerusakan
lingkungan.
Trandtradisional
Teori politik hijau menkritik keberadaan kaum tradisonalis,
dikarenakan kaum tradisionalis terlalu berfokus pada kegiatan
yang berhubungan dengn power, struktur , dan negara. Raung
lingkup tradisionalisme yang hanya sebatas bagian itu saja
sehingga tidak mengkaji hal yang berkiatan dengan isu –isu yang
baru terjadi dalam dunia internasional termasuk dalam krisis
lingkungan. Padahal krisis lingkungan yang ada butuh suatu
pengrobanan dari negara untuk diperbiki terlebih dahulu. Teori
tradisonalis sengaja mengabaikan isu lingkungan selain menganai
kenegaraan.
Neoliberal
Teori politik hijau juga mengkritik keberadaan neo
liberlisme. Neo liberlisme yang notebene memounya tujuan
peningkatan dalam bidang ekonomi melalui perdagangan bebas dan
melakuka indutrilaisasi. Teori politik hijau memandang dalam
pembangunan ekonomi kapitalis jelas akan menggunakan suber daya
alam yang akan tersu teresploitasi.
2.3 Kritik yang Seajalan
Dengan muncul kegiatan-kegiatan radikal dari kiri turunan
marxist seperti new left (kiri-baru), maupun Gerakan feminisme,
bahkan sampai anarchisme, yang mengkritik modernitas dengan
proyek industrialisasi telah menimbulkan permasalahan baru dalam
kalangan manusia. Seperti kritik Max Hokheimer dan Theodor Adorno
dalam Dialektik der Auflarunk (Dialektika Pencerahan), dengan
tegas mereka melontarkan bahwa berbagai industri kebudayaan ala
pencerahan tidak lebih sebagai penipuan masa, ketika film-film
dan radio tidak lagi berpretensi seni, berbagai teknologi, mesin
penjawab bukan lagi diasumsikan sebagai pencapaian rasionalitas
modernitas akan tetapi tidak lebih dari bagian dari pengekangan
mitos-mitos baru. Pengukuhan kapitalisme sebagai ide utama dalam
masyarakat modern begitu kritik mazhab Frankfurt ini. Imbasnya
muncul lingkaran manipulatif kebudayaan yang tidak lain dijadikan
komoditas industrialisasi yang punya nilai jual beli, bukan lagi
pada porsi sesungguhnya, untuk menjadikan manusia sebagai makluk
yang bermartabat. Berbagai kelompok radikal tersebut mulai
mengkritik kapitalisme malalui pisau analisa lingkungan hidup.
Secara sederhana, dalam pandangan mereka, prilaku serakah manusia
membuat bukan saja manusia menjadi korban tetapi juga lingkungan
tempat manusia itu hidup. Jika lingkungan menjadi korban, bukan
manusia yang hidup sekarang saja yang bakal menjadi korban, akan
tetapi manusia yang hidup di masa mendatang.
Berawal dari kesadaran tersebut, gerakan-gerakan
lingkungan yang berasal dari tradisi kiri mulai marak bermunculan
awal 1970-an, inspirasinya berawal dari kalangan akademis dan
ilmuan yang sadar akan bahaya krisis lingkungan. Sebelumnya
gerakan ini hanya menyadarkan diri pada kitik Karl Marx terhadap
kapitalisme, menurut Marx, kepemilikan adalah sumber dari segala
bencana manusia, selama manusia masih serakah mengumpulkan harta
untuk dimilikinya praktek penghisapan si kaya terhadap si miskin
akan terus berlansung.
Gerakan Yang Mengusung Green Politik
Permasalahan lingkungan yang terjadi pada 60-an dan 70-an
telah menjadi isu global dalam masyarakatdi seluruh dunia.
Banyak protes yang dilakukan oleh beberapa kaum minoritas
pecinta lingkungan seperti ilmuan, aktivis gerakan dan kelas
menengah telah mampu membawa isu lingkungan ini ke isu
internasional. Dengan terealisasinya konferensi Lingkungan Hidup
PBB untuk pertama kalinyan pada tahun 1972 di Stockholm, yang
membahas Hukum Internasional Lingkungan, dan mulai kerjasama
Internasional dalam permasalahan lingkungan hidup. Bahkan dari
konferensi ini dimulai debat internasional akan permasalahan
lingkungan hidup. Para aktivis yang mengusung gerakan lingkungan
hidup terus berkembang dan bertambah, khususnya di kawasan Eropa
dan Amerika. Mereka yang termasuk dalam aktivis lingkungan
mengklaim modernitas dengan produk industrialisasinya sebagai
faktor utama yang menyebabkan terjadinya permasalahan lingkungan
yang semakin kuat.
Ada alsan tersendiri dengan munculnya kelompok-kelonpok tau
para aktivis lingkungan yang ada saat ini. bahwa para aktivis
lingkungan atau kelompok yang berkepntingan dalam perubahan
lingkungan yang bermunculan di sekitar masalah lingkungan adalah
kelompok yang sangat peduli dengan kepentingan masyarakat umum,
dan tidak menonjolkan pamrih individu atau kelompok tertentu.
Kelompok dalam peduli lingkungan ini tidak terikat oleh
pemerintah melinkan independen yang berupaya mempbnatu msyrakat
dalam menghadapi krisis lingkungan. Alsan selanjutnya bahwa
jumlah kelompok atau organisasi lingkungan baik kecil maupun
besar, nasional maupun sampai keluar batas negara yang berupaya
mengadakan perubahan sosial dalam tahun 1970-an, adalah kelompok
yang belum dikenal sebelumny akan tetapi organisasinya sangat
bertumbuh pesat. Di mulai dnegan beberapa ratus saja pada awal
tahun 1970-an menjadi sekitar 3000 pada akhirnya, dan. Diantara
sekian banyak kelompok-kelompok gerakan lingkungan hidup dengan
berbagai variasi kegiatan.
Senada dengan gerakan itu pula, isu lingkungan pun menjadi
komoditas dalam ranah politik baik dalam tingkatan lokal,
nasional bahkan internasional. Politik lingkungan yang lebih
sering disebut politik hijau (Green Politics) mulai melakukan
perubahan-perubahan. Awalnya yang hanya berupa bentuk gerakan
aksi, mencoba melembagakan diri ke dalam bentuk institusi partai
politik. Asumsinya. Gerakan aksi saja tidaklah cukup untuk
mempengaruhi proses pengambilan kebijakan. Sehingga dibutuhkan
institusi seperti partai politik yang bisa menjadi bagian
pengambilan kebijakan (stake holder). Dus, gerakan politik hijau
yang awalnya hanya dalam bentuk gerakan aksi dijalan akhirnya
bermetamerfosis ke dalam bentuk institusi partai. Fenomena ini
awalnya berkembang di negara-negara Eropa, Amerika, dan di
negara-negara Scandinavia. Untuk Eropa misalnya, perkembangan
sangat dinamis terjadi di negara Republik Federal Jerman. Bahkan
kesuksesan Partai Hijau (Bundnis 90/Die Grunen) menjadi inspirasi
bagi gerakan-gerakan lingkungan di berbagai negara lain, THE
MHOTHER OF GREEN PARTY – panggilan yang diberikan oleh partai
hijau sedunia bagi Die Grune. Green Party United State Of America
(GPUSA), misalnya yang awalnya dibentuk sebagai Committes Of
Correspondence pada suatu pertemuan di Minneapolis pada tahun
1984, meniru model organisasi serupa di Jerman, German Greens,
yang pada tahun sebelumnya berhasil memenangkan 27 kursi di
Parlemen Jerman (Bundestag).
Dalam kaijian teori politik hijau juga Tidak terbatas pada
isu lingkungan, politik hijau juga memiliki tujuan atas
ketidakadilan yang terjadi. Teori politik hijau juga memiliki
fokus mengenai menciptakan sebuah keadilan. Keadilan yang
dimaksudkan adalah yakni melalui adanya perhatian krisis
lingkungan yang tidak merata di dunia. Dengan mengekspos wilayah-
wilayah yang tidak memiliki kebutuhan sumber daya yang cukup
untuk memenuhi kebutuhannya diharapkan menyadarkan manusia bahwa
masih terdapat ketimpangan sumber daya bagi masyarakat lainnya.
Contohnya adalah adanya krisis pangan yang terdapat di Afrika
karena krisis lingkungan yang terjadi mengakibatkan tidak
meratanya kesejahteraan yang ada. Hal tersebut dapat membuka
wawasan masyarakat dunia bahwa isu lingkungan dan krisisnya
sangat perlu untuk diperhatikan agar dapat menciptakan sebuah
kesejahteraan dan keadilan.
kontribusi teoritisi Politik Hijau dalam Hubungan Internasional
secara nyata telah mempelopori munculnya kesadaran akan
pentingnya isu lingkungan di dunia sebagai ruang yang kita
tempati. Namun, realitanya Politik Hijau tidak dapat
menghasilkan perbaikan yang signifikan atas permasalahan
lingkungan yang terjadi sekarang ini. Tak heran jika Burchill
dan Linklater (1997:336) menyebut Politik Hijau sebagai
perspektif yang tidak berkembang dalam Hubungan Internasional.
Wardhani (2013) juga menyebutkan bahwa Politik Hijau yang
mengusung isu-isu kerusakan lingkungan seringkali dikritisi
sebagai konstruksi negara-negara sehingga dianggap sebagai suatu
mitos
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Politik hijau adalah sebuah teori yang menggagaskan tentang
kepeduliannya kepada lingkungan. Kerusakan lingkungan yang
terjadi akibat pesatnya perkembangan ekonomi sehingga kerusakan
lingkungan terjadi. Tentang study hubungan internasional, dewasa
ini negara-negara hanya membahas tentang bagaimana meningkatkan
power mulai dari politik, ekonomi sampai militer demi kemakmuran
masyarakatnya, salahs satunya dengan cara mengeksploitasi sumber
daya alam yang ada sebesar-besarnya. Tanpa mempertimbangkan
dampak yang ditimbulkan.
Setelah isu tentang kerusakan lingkungan seperti pemanasan
globa, barulah teori politik hijau ini muncul untuk menekan
pertumbuhan ekonomi suatu negara dan memasukan masalah lingkungan
ini dalam hubungan internasional. Di sisi lain ada suatu isu
bahwa politik hijau ini hanya sebagai strategi negara maju untuk
mengembangkan atau meningkatkan industrinya. Ketika antar negara
membuat suatu keputusan untuk mengurangi industrialisasi, malah
digunakan oleh negara-negara maju untuk memompa lebih keras
industrinya.
Teori politik hijau ini muncul sebagai kritikan atas
munculnya Modernis, Tradisionalis dan Neo-Liberalis. Penulis
masih belum menemukan solusi atas kritikan masalah lingkungan,
hanya saja penulis menemukan bahwa munculnya teori hijau ini
menimbulkan sebuah kesadaran bagi masyarakat, seperti munculnya
NGO yang bergerak atau peduli lingkungan. Penulis belum menemukan
tantangan atau kritik kepada politik hijau.
Jelasnya politik hijau unu adalah suatu gerakan yang
mengkritisi keserahan manusia dalam memanfaatkan apapun yang ada
dibumi seperti eksploitasi bumi tanpa memperdulikan lingkungin.
Namun asumsi hijau disini tidaklah sama dengan environmentalise.
Kaum environmentalisme menerima keberadaan suatu struktur politik
baik dalam tingkatan negara maupun internasional, dan ia
berupaya memperbaiki permaslahan lingkungan yang ada melalui
struktur yang ada tersebut. Sedangkan Politik Hijau justru
menganggap struktur politik yang ada adalah salah satu sumber
dari krisis lingkungan yang terjadi dan menetapkan struktur
politik tersebut sebagai objek yang perlu diuji