Uji Normalitas Kelas TPS
-
Upload
ies-achmad-membla -
Category
Documents
-
view
111 -
download
1
description
Transcript of Uji Normalitas Kelas TPS
A. KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia
dalam mempertahankan keseimbangan fisiologi maupun psikologis.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia
1. Penyakit.
Jika dalam keadaan sakit maka beberapa fungsi organ tubuh memerlukan
pemenuhan kebutuhan lebih besar dari biasanya.
2. Hubungan keluarga.
Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan
dasar karena adanya saling percaya.
3. Konsep diri.
Konsep diri yang positif memberikan makna dan keutuhan bagi seseorang.
Konsep diri yang sehat memberikan perasaan yang positif terhadap diri.
Orang yang merasa positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah
mengenali kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang sehat sehingga
lebih mudah memenuhi kebutuhan dasarnya
4. Tahap perkembangan.
Setiap tahap perkembangan manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda,
baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual.
Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow
Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tahun 1908 dan wafat
pada tahun 1970 dalam usia 62 tahun. Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran
psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan
menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini
adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan).
Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang
paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Hierarchy of needs (hirarki kebutuhan) dari Maslow menyatakan bahwa manusia
memiliki 5 macam kebutuhan yaitu physiological needs (kebutuhan fisiologis), safety and
security needs (kebutuhan akan rasa aman), love and belonging needs (kebutuhan akan
rasa kasih sayang dan rasa memiliki), esteem needs (kebutuhan akan harga diri), dan self-
actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri).
a. Kebutuhan fisiologis (Physiological)
Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar
semua manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya.
Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil,
menghindari rasa sakit, dan seks. Jika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi,
maka tubuh akan menjadi rentan terhadap penyakit, terasa lemah, tidak fit,
sehingga proses untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya dapat terhambat.
Hal ini juga berlaku pada setiap jenis kebutuhan lainnya, yaitu jika terdapat
kebutuhan yang tidak terpenuhi, maka akan sulit untuk memenuhi
kebutuhan yang lebih tinggi.
b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (Safety and security needs)
Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak,
kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas,
proteksi dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika
tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat
menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya
c. Kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki (love and Belonging
needs)
Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi,
maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa
memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan
mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi
bagian dari suatu komunitas tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan
dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul.
d. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs)
Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul
kebutuhan akan harga diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu
lower one dan higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan seperti
status, atensi, dan reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan
kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan
kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan
rendah diri dan inferior.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization)
Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan
akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat dengan keinginan
untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri. Menurut Abraham
Maslow, kepribadian bisa mencapai peringkat teratas ketika kebutuhan-
kebutuhan primer ini banyak mengalami interaksi satu dengan yang lain,
dan dengan aktualisasi diri seseorang akan bisa memanfaatkan faktor
potensialnya secara sempurna.
B. HOMEOSTASIS DAN HEMODINAMIK
1. Homeostasis
Homeostasis merupakan suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan dalam mempertahankan kondisi yang dialaminya. Proses homeostasis
ini dapat terjadi apabila tubuh mengalami stres yang ada sehingga tubuh secara
alamiah akan melakukan mekanisme pertahanan diri untuk menjaga kondisi yang
seimbang, atau juga dapat dikatakan bahwa homeostasis adalah suatu proses
perubahan yang terus-menerus untuk memelihara stabilitas dan beradaptasi terhadap
kondisi lingkungan sekitarnya.
Homeostasis yang terdapat dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh
suatu sistem endokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah proses homeostasis dapat
terjadi dalam tubuh manusia.
Dalam mempelajari cara tubuh melakukan proses homeostasis ini dapat
melalui empat cara yaitu :
1. Self regulation.
Sistem ini dapat terjadi secara otomatis pada orang yang sehat seperti
dalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.
2. Cara kompensasi
Tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidaknormalan dalam tubuh.
Sebagai contoh, apabila secara tiba-tiba lingkungan menjadi dingin, maka
pembuluh darah perifer akan mengalami konstriksi dan merangsang
pembuluh darah bagian dalam untuk meningkatkan kegiatan (misalnya
menggigil) yang dapat menghasilkan panas sehingga suhu tetap stabil,
pelebaran pupil untuk meningkatkan persepsi visual pada saat terjadi
ancaman terhadap tubuh, peningkatan keringat untuk mengontrol kenaikan
suhu badan.
3. Cara umpan balik negative
Proses ini merupakan penyimpangan dari keadaan normal. Dalam keadaan
abnormal tubuh secara otomatis akan melakukan mekanisme umpan balik
untuk menyeimbangkan penyimpangan yang terjadi.
4. Umpan balik untuk mengoreksi ketidakseimbangan fisiologis.
Sebagai contoh apabila seseorang mengalami hipoksia akan terjadi proses
peningkatan denyut jantung untuk membawa darah dan oksigen yang
cukup ke sel tubuh.
Homeostasis psikologis berfokus pada keseimbangan emosional dan
kesejahteraan mental. Proses ini didapat dari pengalaman hidup dan interaksi dengan
orang lain serta dipengaruhi oleh norma dan kultur masyarakat. Contoh homeostasis
psikologis adalah mekanisme pertahanan diri seperti menangis, tertawa, berteriak,
memukul.
2. Hemodinamik
Homeodinamik merupakan pertukaran energi secara terus-menerus antara
manusia dan lingkungan sekitarnya. Pada proses ini manusia tidak hanya melakukan
penyesuaian diri, tetapi terus berinteraksi dengan lingkungan agar mampu
mempertahankan hidupnya.
Proses homeodinamik bermula dari teori tentang manusia sebagai unit yang
merupakan satu kesatuan utuh, memiliki karakter yang berbeda-beda, proses hidup
yang dinamis, selalu berinteraksi dengan lingkungan yang dapat dipengaruhi dan
mempengaruhinya, serta memiliki keunikan tersendiri dalam proses homeodinamik
ini.
Adapun beberapa prinsip hemodinamik adalah sebagai berikut :
1. Prinsip integralitas.
Prinsip utama dalam hubungan antara manusia dengan lingkungan yang
tidak dapat dipisahkan. Perubahan proses kehidupan ini terjadi secara
terus-menerus karena adanya interaksi manusia dengan lingkungan yang
saling mempengaruhi.
2. Prinsip resonansi.
Prinsip bahwa proses kehidupan manusia selalu berirama dan frekuensinya
bervariasi, mengingat manusia memiliki pengalaman beradaptasi dengan
lingkungan.
3. Prinsip helicy.
Prinsip bahwa setiap perubahan dalam proses kehidupan manusia
berlangsung perlahan-lahan dan terdapat hubungan antara manusia dan
lingkungan.
C. Perkembangan Manusia
Tahap tahap perkembangan manusia memiliki fase yang cukup panjang. Untuk
tujuan pengorganisasian dan pemahaman, kita umumnya menggambarkan perkembangan
dalam pengertian periode atau fase perkembangan.
Klasifikasi periode perkembangan yang paling luas digunakan meliputi urutan
sebagai berikut: Periode pra kelahiran, masa bayi, masa awal anak anak, masa
pertengahan dan akhir anak anak, masa remaja, masa awal dewasa, masa pertengahan
dewasa dan masa akhir dewasa.
Perkiraan rata rata rentang usia menurut periode berikut ini memberi suatu gagasan umum
kapan suatu periode mulai dan berakhir. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai
pada setiap periode tahap tahap perkembangan manusia:
1. Periode prakelahiran (prenatal period)
Adalah saat dari pembuahan hingga kelahiran. Periode ini merupakan masa
pertumbuhan yang luar biasa dari satu sel tunggal hingga menjadi organisme yang
sempurna dengan kemampuan otak dan perilaku, yang dihasilkan kira kira dalam
periode 9 bulan.
2. Masa bayi (infacy)
Adalah periode perkembangan yang merentang dari kelahiran hingga 18 atau 24
bulan. Masa bayi adalah masa yang sangat bergantung pada orang dewasa. Banyak
kegiatan psikologis yang terjadi hanya sebagai permulaan seperti bahasa,
pemikiran simbolis, koordinasi sensorimotor, dan belajar sosial.
3. Masa awal anak anak (early chidhood)
Adalah periode pekembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima
atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah. Selama
masa ini, anak anak kecil belajar semakin mandiri dan menjaga diri mereka
sendiri, mengembangkan keterampilan kesiapan bersekolah (mengikuti perintah,
mengidentifikasi huruf), dan meluangkan waktu berjam jam untuk bermain dengan
teman teman sebaya. Jika telah memasuki kelas satu sekolah dasar, maka secara
umum mengakhiri masa awal anak anak.
4. Masa pertengahan dan akhir anak anak (middle and late childhood)
Adalah periode perkembangan yang merentang dari usia kira kira enam hingga
sebelas tahun, yang kira kira setara dengan tahun tahun sekolah dasar, periode ini
biasanya disebut dengan tahun tahun sekolah dasar. Keterampilan keterampilan
fundamental seperti membaca, menulis, dan berhitung telah dikuasai. Anak secara
formal berhubungan dengan dunia yang lebih luas dan kebudayaan. Prestasi
menjadi tema yang lebih sentral dari dunia anak dan pengendalian diri mulai
meningkat.
5. Masa remaja (adolescence)
Adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa,
yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18
tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat,
pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan
perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan
pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian
kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan
idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.
6. Masa awal dewasa (early adulthood)
Adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau
awal usia duapuluhan tahun dan yang berakhir pada usia tugapuluhan tahun. Ini
adalah masa pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, masa perkembangan
karir, dan bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan
seseorang secara akrab, memulai keluarga, dan mengasuh anak anak.
7. Masa pertengahan dewasa (middle adulthood)
Adalah periode perkembangan yang bermula pada usia kira kira 35 hingga 45
tahun dan merentang hingga usia enampuluhan tahun. Ini adalah masa untuk
memperluas keterlibatan dan tanggung jawab pribadi dan sosial seperti membantu
generasi berikutnya menjadi individu yang berkompeten, dewasa dan mencapai
serta mempertahankan kepuasan dalam berkarir.
8. Masa akhir dewasa (late adulthood)
Adalah periode perkembangan yang bermula pada usia enampuluhan atau tujuh
puluh tahun dan berakhir pada kematian. Ini adalah masa penyesuaian diri atas
berkurangnya kekuatan dan kesehatan, menatap kembali kehidupannya, pensiun,
dan penyesuaian diri dengan peran peran sosial baru.
Referensi :
Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC
Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.
Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.
Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.
JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru
Lahir Jakarta. Pusdiknakes.
JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.
Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.
Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC
A. Kebutuhan psikososial
1. Pengertian Kebutuhan Psikososial:
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system
terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan
keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat.
Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan
keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai
kepuasana dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal positif .
2. Hak – hak klien
Menurut pendapat Doheny (1982) ada beberapa elemen peran perawat
professional antara lain : care giver, client advocate, conselor, educator, collaborator,
coordinator change agent, consultant dan interpersonal proses.
Client Advocate (Pembela Klien)
Tugas perawat :
Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan
informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang
diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concern) atas tindakan keperawatan
yang diberikan kepadanya.
Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien
yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas
kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan
klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak klien.
Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk
didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien
terpenuhi dan melindungi hak-hak klien (Disparty, 1998 :140).
Hak-Hak Klien antara lain :
Hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya
Hak atas informasi tentang penyakitnya
Hak atas privacy
Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan.
Hak-Hak Tenaga Kesehatan antara lain :
Hak atas informasi yang benar
Hak untuk bekerja sesuai standart
Hak untuk mengakhiri hubungan dengan klien
Hak untuk menolak tindakan yang kurang cocok
Hak atas rahasia pribadi
Hak atas balas jasa Conselor
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi
tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang
baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan
dukungan emosional dan intelektual.
Peran perawat :
Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat
sakitnya. Perubahan pola interaksi merupakan “Dasar” dalam merencanakan metode
untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. Memberikan konseling atau bimbingan
penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman
kesehatan dengan pengalaman yang lalu. Pemecahan masalah di fokuskan pada
masalah keperawatan
Educator :
Mengajar adalah merujuk kepada aktifitas dimana seseorang guru membantu
murid untuk belajar. Belajar adalah sebuah proses interaktif antara guru dengan satu
atau banyak pelajar dimana pembelajaran obyek khusus atau keinginan untuk merubah
perilaku adalah tujuannya. (Redman, 1998 : 8 ). Inti dari perubahan perilaku selalu
didapat dari pengetahuan baru atau ketrampilan secara teknis.
http://indahfebriyantisiwi.blogspot.com/p/kebutuhan-psikososial.html
KEBUTUHAN FISIK IBU HAMIL
1. Oksigen
Pada dasarnya kebutuhan oksigen semua manusia sama yaitu:
- Udara yang bersih
- Tidak kotor / polusi udara
- Tidak bau, dsb.
Pada prinsipnya hindari ruangan / tempat yang dipenuhi oleh polusi udara
(terminal, ruangan yang sering dipergunakan untuk merokok).
2. Nutrisi
Kebutuhan gizi ibu hamil meningkat 15 % dibandingkan dengan kebutuhan wanita
normal. Peningkatan gizi ini dibutuhkan untuk pertumbuhan ibu dan janin. Makanan
dikonsumsi ibu hamil 40 % digunakan untuk pertumbuhan janin dan sisanya (60 %)
digunakan untuk pertumbuhan ibunya. Secara normal kenaikan berat badan ibu hamil
11-13 kg.
Asupan makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil berguna untuk :
- Pertumbuhan dan perkembangan janin
- Mengganti sel-sel tubuh yang rusak
- Sumber tenaga
- Mengatur suhu tubuh dan cadangan makanan
Beberapa hal harus diperhatikan ibu hamil untuk menjalani proses kehamilan yang sehat,
antara lain :
- Konsumsilah makanan dengan porsi yang cukup dan teratur
- Hindari makanan yang terlalu asin dan pedas
- Hindari makanan yang mengandung lemak cukup tinggi
- Hindari makanan dan minuman yang mengandung alkohol
- Hindari makanan yang mengandung bahan pengawet dan zat pewarna
- Hindari merokok
Hal penting yang harus diperhatikan ibu hamil adalah makanan yang dikonsumsi
terdiri dari susunan menu yang seimbang yaitu menu yang mengandung unsur-unsur
sumber tenaga, pembangun, pengatur dan pelindung.
A. Sumber Tenaga (Sumber Energi)
Ibu hamil membutuhkan tambahan energi sebesar 300 kalori perhari sekitar 15 %
lebih banyak dari normalnya yaitu 2500 s/d 3000 kalori dalam sehari. Sumber energi
dapat diperoleh dari karbohidrat dan lemak.
B. Sumber Pembangun
Sumber zat pembangun dapat diperoleh dari protein. Kebutuhan protein yang
dianjurkan sekitar 800 gram/hari. Dari jumlah tersebut sekitar 70 % dipakai untuk
kebutuhan janin dan kandungan.
C. Sumber Pengatur dan Pelindung
Sumber zat pengatur dan pelindung dapat diperoleh dari air, vitamin dan mineral.
Sumber ini dibutuhkan tubuh untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit dan
mengatur kelancaran proses metabolisme tubuh.
Kebutuhan makanan sehari-hari untuk ibu hamil, yaitu :
- Kalori : 2500 Kkal
- Protein : 85 g
- Kalsium (Ca) : 1,5 g
- Zat besi (Fe) : 15 mg
- Vitamin A : 6000 IU
- Vitamin B : 1,8 mg
- Vitamin C : 100 mg
- Riboflavin : 2,5 mg
- As nicotin : 18 mg
- Vitamin D : 400-800 IU
Pada umumnya kebutuhan makanan bagi ibu hamil untuk setiap trimester berbeda-
beda, hal ini berhubungan dengan kondisi ibu pada setiap trimester tersebut. Pada
kehamilan trimester pertama (0-14 minggu), umumnya nafsu makan ibu berkurang, sering
timbul rasa mual dan muntah. Pada kondisi ini, ibu harus tetap berusaha untuk makan agar
janin tumbuh baik. Makanlah makanan dengan porsi kecil tapi sering, seperti sup, susu,
telur, biskuit, buah-buahan segar dan jus.
Pada trimester kedua (s/d usia 28 minqgu), nafsu makan sudah pulih kembali
kebutuhan makan harus lebih banyak dari biasanya meliputi zat sumber tenaga,
pembangun, pelindung dan pengatur. Hal ini untuk kebutuhan janin.
Pada trimester ketiga (sampai usia 40 minggu) nafsu makan sangat baik, tetapi jangan
kelebihan, kurangi karbohidrat, tingkatkan protein, sayur-sayuran dan buah-buahan,
lemak harus tetap dikonsumsi. Selain itu kurangi makanan terlalu manis (seperti gula) dan
terlalu asin (seperti garam, ikan asin, telur asin, tauco dan kecap asin) karena makanan
tersebut akan memberikan kecenderungan janin tumbuh besar dan merangsang timbulnya
keracunan saat kehamilan.
Untuk memperoleh asupan makanan yang sehat, ibu hamil dianjurkan untuk mengolah
makanan secara sehat pula.
Adapun cara pengolahan makanan yang sehat dan tepat sebagai berikut :
-Pilihlah sayuran dan buah-buahan yang segar dan berwarna kuning
-Pilihlah daging dan ikan yang segar
-Cucilah tangan yang bersih sebelum dan sesudah mengolah makanan
-Cucilah bahan makanan yang bersih
-Jangan memasak sayuran sampai layu
-Konsumsilah makanan yang diolah sampai matang
-Hindari pemakaian zat pewarna, pengawet, bumbu masak (vetsin)
-Hindari pemakaian minyak yang sudah berkali-kali digunakan
-Perhatikan tanggal kadaluarsa dan komposisi vitamin, mineral dan tempat
makanan kalengan
Simpanlah peralatan dapur dalam keadaan bersih dan aman jangan membiarkan
binatang berkeliaran didapur.
3. Personal Hygiene
Personal hygiene adalah kebersihan yang dilakukan untuk diri sendiri. Kebersihan
badan mengurangkan kemungkinan infeksi, karena badan yang kotor banyak
mengandung kuman-kuman.
a. Cara merawat gigi
Perawatan gigi perlu dalam kehamilan karena hanya gigi yang baik menjamin
pencernaan yang sempurna. Caranya antara lain :
• Tambal gigi yang berlubang
• Mengobati gigi yang terinfeksi
• Untuk mencegah caries
- Menyikat gigi dengan teratur
- Membilas mulut dengan air setelah makan atau minum apa saja
- Gunakan pencuci mulut yang bersifat alkali atau basa
b. Manfaat mandi
• Merangsang sirkulasi
• Menyegarkan
• Menghilangkan kotoran yang harus diperhatikan
- Mandi hati-hati jangan sampai jatuh
- Air harus bersih
- Tidak terlalu dingin atau tidak terlalu panas
- Gunakan sabun yang mengandung antiseptik
d. Perawatan rambut
Rambut harus bersih, keramas satu minggu 2-3 kali
e. Payudara
Pemeliharaan payudara juga penting, puting susu harus dibersihkan kalau terbasahi
oleh colustrum. Kalau dibiarkan dapat terjadi eczema pada puting susu dan
sekitarnya. Puting susu yang masuk diusahakan supaya keluar dengan pemijatan
keluar setiap kali mandi.
f. Perawatan vagina / vulva
Wanita yang hamil jangan melakukan irrigasi vagina kecuali dengan nasihat dokter
karena irrigasi dalam kehamilan dapat menimbulkan emboli udara. Hal – hal yang
harus diperhatikan adalah
• Celana dalam harus kering
• Jangan gunakan obat / menyemprot ke dalam vagina
• Sesudah bab / bak dilap dengan lap khusus
g. Perawatan kuku
Kuku bersih dan pendek
4. Pakaian
Pakaian yang dikenakan ibu hamil harus nyaman, mudah menyerap keringat,
mudah dicuci, tanpa sabuk / pita yang menekan dibagian perut / pergelangan tangan,
pakaian juga tidak baik terlalu ketat dileher, stoking tungkai yang sering digunakan
oleh sebagian wanita tidak dianjurkan karena dapat menghambat sirkulasi darah.
Pakaian wanita hamil harus ringan dan menarik karena wanita hamil tubuhnya akan
tambah menjadi besar. Sepatu harus terasa pas, enak dan aman, sepatu bertumit tinggi
dan berujung lancip tidak baik bagi kaki, khususnya pada saat kehamilan ketika
stabilitas tubuh terganggu dan cedera kaki yang sering terjadi. Kaos kaki ketat tidak
boleh digunakan.
BH
Desain BH harus disesuaikan agar dapat menyangga payudara dan nyeri punggung
yang tambah menjadi besar pada kehamilan dan memudahkan ibu ketika akan
menyusui. BH harus tali besar sehingga tidak terasa sakit dibahu. Pemakaian BH
dianjurkan terutama pada kehamilan dibulan ke 4 sampai ke 5 sesudah terbiasa
boleh menggunakan BH tipis/ tidak memakai BH sama sekali jika tanpa BH terasa
lebih nyaman. Ada dua pilihan BH yang biasa tersedia, yaitu BH katun biasa dan
BH nylon yang halus.
Korset
Korset yang khusus untuk ibu hamil dapat membantu menekan perut bawah yang
melorot dan mengurangi nyeri punggung. Korset ibu hamil didesain untuk
meyangga bagian perut diatas sympisis pubis di sebelah depan dan masing-masing
di sisi bagian tengah pinggang disebelah belakang. Pemakaian korset tidak boleh
menimbulkan tekanan (selain menyangga dengan ketat tapi lembut) pada perut yang
membesar dan dianjurkan pada wanita hamil yang mempunyai tonus otot perut
yang rendah. Untuk kehamilan dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan tekanan
pada uterus dan wanita hamil tidak dianjurkan untuk mengenakannya.
5. Eliminasi
Masalah buang air kecil tidak mengalami kesulitan, bahkan cukup lancar, untuk
memperlancar dan mengurangi infeksi kandung kemih yaitu minum dan menjaga
kebersihan sekitar kelamin perubahan hormonal mempengaruhi aktivitas usus halus
dan besar, sehingga buang air besar mengalami obstipasi (sembelit).
Sembelit dapat terjadi secara mekanis yang disebabkan karena menurunnya
gerakan ibu hamil, untuk mengatasi sembelit dianjurkan untuk meningkatkan gerak,
banyak makan makanan berserat (sayur dan buah-buahan). Sembelit dapat menambah
gangguan wasir menjadi lebih besar dan berdarah.
6. Seksual
Masalah hubungan seksual merupakan kebutuhan biologis yang tidak dapat
ditawar, tetapi perlu diperhitungkan bagi mereka yang hamil, kehamilan bukan
merupakan halangan untuk melakukan hubungan seksual.
Pada hamil muda hubungan seksual sedapat mungkin dihindari, bila terdapat
keguguran berulang atau mengancam kehamilan dengan tanda infeksi, pendarahan,
mengeluarkan air. Pada kehamilan tua sekitar 14 hari menjelang persalinan perlu
dihindari hubungan seksual karena dapat membahayakan. Bisa terjadi bila kurang
higienis, ketuban bisa pecah, dan persalinan bisa terangsang karena, sperma
mengandung prostaglandin.
Perlu diketahui keinginan seksual ibu hamil tua sudah berkurang karena berat
perut yang makin membesar dan tekniknya pun sudah sulit dilakukan. Posisi diatur
untuk menyesuaikan pembesaran perut.
7. Mobilisasi, Body Mekanik
Ibu hamil harus mengetahui bagaimana caranya memperlakukan diri dengan baik
dan kiat berdiri duduk dan mengangkat tanpa menjadi tegang. Body mekanik (sikap
tubuh yang baik) diinstruksikan kepada wanita hamil karena diperlukan untuk
membentuk aktivitas sehari-hari yang aman dan nyaman selama kehamilan. Karena
sikap tubuh seorang wanita yang kurang baik dapat mengakibatkan sakit pinggang.
Alternatif sikap untuk mencegah dan mengurangi sakit pinggang :
a. Gerakan atau goyangkan panggul dengan tangan diatas lutut dan sambil duduk di kursi
dengan punggung yang lurus atau goyangkan panggul dengan posisi berdiri pada
sebuah dinding.
b. Untuk berdiri yang lama misalnya menyetrika, bekerja di luar rumah yaitu letakkan
satu kaki diatas alas yang rendah secara bergantian atau menggunakan sebuah kotak.
c. Untuk duduk yang lama caranya yaitu duduk yang rendah menapakkan kaki pada
lantai lebih disukai dengan lutut lebih tinggi dari pada paha.
d. Menggunakan body mekanik dimana disini otot-otot kaki yang berperan.
• Untuk menjangkau objek pada lantai atau dekat lantai yaitu dengan cara
membengkokan kedua lutut punggung harus lurus, kaki terpisah 12-18 inchi untuk
menjaga keseimbangan.
• Untuk mengangkat objek yang berat seperti anak kecil caranya yaitu mengangkat
dengan kaki, satu kaki diletakkan agak kedepan dari pada yang lain dan juga
telapak lebih rendah pada satu lutut kemudian berdiri atau duduk satu kaki
diletakkan agak kebelakang dari yang lain sambil ibu menaikkan atau
merendahkan dirinya.
f. Menyarankan agar ibu memakai sepatu yang kokoh atau menopang dan tumit yang
rendah tidak lebih dari 1 inchi
8. Exercise / Senam Hamil
Secara umum, tujuan utama persiapan fisik dari senam hamil sebagai berikut :
- Mencegah terjadinya deformitas (cacat) kaki dan memelihara fungsi hati untuk
dapat menahan berat badan yang semakin naik, nyeri kaki, varices, bengkak dan
lain-lain.
- Melatih dan mengusai teknik pernafasan yang berperan penting dalam kehamilan
dan proses persalinan. Dengan demikian proses relaksasi dapat berlangsung lebih
cepat dan kebutuhan 02 terpenuhi.
- Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut, otot-otot
dasar panggul dan lain-lain.
- Membentuk sikap tubuh yang sempurna selama kehamilan.
- Memperoleh relaksasi yang sempurna dengan latihan kontraksi dan relaksasi.
- Mendukung ketenangan fisik
Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan untuk melakukan senam hamil
sebagai berikut :
Kehamilan normal yang dimulai pada umur kehamilan 5 bulan
(22 minggu)
Diutamakan kehamilan pertama atau pada kehamilan berikutnya
yang menjalani kesakitan persalinan / melahirkan anak prematur
pada persalinan sebelumnya
Latihan harus secara teratur dalam suasana yang tenang o
Berpakaian cukup longgar
Menggunakan kasur/ matras
9. Istirahat / Tidur
Wanita hamil harus mengurangi semua kegiatan yang melelahkan, tapi tidak
boleh digunakan sebagai alasan untuk menghindari pekerjaan yang tidak disukainya.
Wanita hamil juga harus menghindari posisi duduk, berdiri dalam waktu yang sangat
lama.
Ibu hamil harus mempertimbangkan pola istirahat dan tidur yang mendukung
kesehatan sendiri, maupun kesehatan bayinya. Kebiasaan tidur larut malam dan
kegiatan-kegiatan malam hari harus dipertimbangkan dan kalau mungkin dikurangi
hingga seminimal mungkin. Tidur malam + sekitar 8 jam/ istirahat/ tidur siang ± 1
jam.
PRINSIP PENCEGAHAN INFEKSI
1. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat
menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat asimptomatik (tanpa
gejala).
2. Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.
3. Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akan dan
telah bersentuhan dengan kulit tak utuh, selaput mukosa, atau darah harus
dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan harus dilakukan
proses pencegahan infeksi secara benar.
4. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah
diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
5. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tetapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi yang
tepat .
Tanda-tanda infeksi secara klinis dapat dilihat pada respon klinis lokal dan
sistematik. Tanda klinis lokal : rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit atau
nyeri, tumor (pembengkakan), dan fungtiolaesa (keterbatasan anggota gerak).
Ada beberapa hal yang perlu kita kaji dalam prinsip pencegahan infeksi, antara
lain :
A. TRANSMISI KUMAN
Transmisi kuman merupakan proses masuknya kuman ke dalam tubuh manusia
yang dapat menimbulkan radang atau penyakit.proses tersebut melibatkan beberapa
unsur,di antaranya:
1. Reservoir merupakan habitat pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme,dapat berupa manusia,binatang,tumbuhan maupun tanah.
2. Jalan masuk merupakan jalan masuknya mikroorganisme ke tempat
penampungan dari berbagai kuman,seperti saluran
pernapasan,pencernaan,kulit,dan lain-lain.
3. Inang (host)tempat berkembangnya suatu mikroorganisme ,yang dapat didukung
oleh ketahanan kuman.
4. Jalan keluar tempat keluar mikroorganisme, dari reservior, seperti sistem
pernapasan,sistem pencernaan,alat kelamin,dan lain-lain.
5. Jalur penyebaran merupakan jalur yang dapat menyebarkan berbagai kuman
mikroorganisme ke berbagai tempat seperti air,makanan,udara,dan lain-lain.
CARA PENULARAN PENYAKIT INFEKSI
Bibit penyakit (mikroba pthatogen) dapat menular (berpindah) dari
penderita, hewan sakit atau reservoir bibit penyakit lainnya, ke manusia sehat
dengan beberapa:
1. Melalui kontak jasmaniah (personal contact)
a) Kontak langsung (direct contact)
Bibit penyakit menular karena kontak badan dengan badan antara
penderita dengan orang yang ditulari.
Misalnya cara penularan:
Penyakit kelamin seperti: syphilis, gonorrhoea,
lymphogranuloma venereum, AIDS.
Penyakit kulit : tinea versicolor (panu), scabies (kudis)
b) Kontak tidak langsung (indirect contact)
Bibit penyakit menular dengan perantaraan benda-benda yang
terkontaminasi karena telah berhubungan dengan penderita ataupun bahan-
bahan yang berasal dari penderita yang mengandung bibit
penyakitnya,seperti feces, urina, darah, muntahan dan sebagainya.
2. Melalui makanan dan minuman(food borne infections)
Bibit penyakit menular dengan perantaraan makanan dan minuman
yang telah terkontaminasi.penyakit-penyakit yang menular dengan cara
ini,antara lain: cholera, thypus abdominalis, poliomyelitis, hepatitis infectiosa,
dysenteri, penyakit-penyakit karena cacing, misalnya karena ascaries
lumbricoides.
3. Melalui serangga(arthropod borne infections)
Bibit penyakit menular melalu serangga (arthropoda).dalam hal ini
serangganya pun dapat merupakan host (tuan rumah) dari bibit penyakitnya
atau pun hanya sebagai pemindah (transmiter)saja.misalnya:
Malaria disebabkan oleh plasmadium sp, (protozoa) ditularkan oleh
nyamuk anopheles sp.
Deman berdarah (dengue haemorrhagic fever) disebabkan oleh virus
dengue ,ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
4. Melalui udara (air borne infections)
Penyakit yang menular melalui udara ,terutama penyakit saluran
pernapasan, seperti:
Melalui debu diudara yang mengandung bibit penyakit misalkan
penularan penyakit tuberculosa paru-paru yang disebabkan oleh
bakteri mycobacterrium tuberculosis.
Melalui tetes ludah halus (droplet infections)
B. TEKHNIK ISOLASI
Ada 3 poin utama yang perlu diingat untuk teknik isolasi :
1. Teknik isolasi adalah sebutan untuk metode perawatan pasien dengan penyakit
yang mudah tertular.
2. Penting bahwa setiap orang bertanggung jawab dan menggunakan teknik isolasi
yang tepat untuk mencegah penyebaran penyakit untuk orang lain.
3. Seluruh benda-benda yang berhubungan dengan eksresi, sekresi, darah atau cairan
tubuh yang mengandung mikroba yang sudah dikenal atau masih dalam dugaan
harus dianggap terkontaminasi bahan-bahan potensial inspeksi, ini harus
diberlakukan dengan cara khusus.
UNIT ISOLASI
Unit isolasi dapat berupa berupa ruangan khusus. Ruangan dengan fasiliitas cuci
tangan dan ruangan yang berdampingan dengan fasilitas kamar mandi dan toilet adalah
unit isolasi yang terbaik. Ruangan khusus dianjurkan untuk pasien yang :
1. Sangat infeksius
2. Mempunyai higiene pribadi yang buruk
3. Membutuhkan prosedur pengendalian udara yang khusus dalam kamar
C. MENCUCI TANGAN
Mencuci kedua tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan bidan atau
petugas kesehatan dalam memberikan tindakan. Tindakan ini yang bertujuan untuk
membersihkan tangan dari segala kotoran, mencegah terjadi infeksi silang melalui tangan
dan persiapan bedah atau tindakan pembedahan agar miroorganisme yang dapat
mengakibatkan infeksi tidak berpindah ke pasien, pengunjung, dan tenaga kesehatan.
Sebaiknya waktu pencucian tangan dilakukan :
1. Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
2. Awal dan akhir dari perawatan persalinan bagi yang berada dalam ruangan
maternity, juga bagi perawatn pasien pre dan post operasi
3. Sebelum menyediakan makanan dan menyuapi pasien
4. Setelah menyentuh alat yang terkontaminasi
5. Sebelum menyiapkan obat bagi pasien
6. Sebelum memegang alat steril bagi pasien, yaitu pasien telah menggunakan urinal
sebelum dan sesudah makan
Adapun teknik –teknik mencuci tangan ada 3:
1) Teknik mencuci biasa
Alat dan bahan:
air bersih
handuk
sabun
sikat lunak
prosedur kerja:
lepaskan segala yang melekat pada daerah tangan,seperti cincin atau
jam tangan.
Basahi jari tangan,lengan hingga siku dengan air,kemudian sabuni dan
sikat bila perlu.
Bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan dengan handuk
atau lap kering.
2) Teknik mencuci dengan desinfeksi
o Alat dan bahan:
Air bersih
Larutan desinfektan lisol/savlon
Handuk/lap kering
o Prosedur kerja:
Lepaskan segala yang melekat pada daerah tangan,seperti cincin atau
jam tangan,
Basahi jari tangan,lengan hingga siku dengan air,kemudian dengan
larutan desinfektan (lisol atau savlon)dan sikat bila perlu.
Bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan dengan handuk
atau lap kering.
3) Teknik mencuci steril
o Alat dan bahan:
Air mengalir
Sikat steril dalam tempat
Alkohol 70%
Sabun
o Prosedur kerja:
Lepaskan segala yang melekat pada daerah tangan,seperti cincin atau
jam tangan.
Basahi jari tangan,lengan hingga siku dengan air,kemudian alirkan
sabun(2-5 ml)ke tangan dan gosokkan tangan serta lengan sampai 5
cm diatas siku,kemudian sikat ujung jari,tangan lengan,dan kuku
sebanyak kurang lebih 15 kali gosokan,sedangkan telapak tangan 10
kali gosokan hingga siku.
Bilas dengan air bersih yang mengalir
Setelah selesai tangan di bilas dan tetap diarahkan ke atas.
Gunakan sarung tangan steril.
D. PELINDUNG DIRI
1. Menggunakan sarung tangan
Sarung tangan digunakan dalam melakukan prosedur tindakan ,dengan
tujuan mencegah terjadinya penularan kuman dan mengurangi resiko tertularnya
penyakit.
o Alat dan bahan:
Sarung tangan
Bedak/talk
o Prosedur kerja:
Cuci tangan secara menyeluruh.
Bila sarung tangan belum dibedaki,ambil sebungkus bedak dan
tuangkan sedikit,
Pegan tepi sarung tangan dan masukkan jari-jari tangan,pastikan ibu
jari dan jari-jari lain tepat pada posisi,
Ulangi pada tangan kiri
Setelah terpasang kedua tangan cakupkan kedua tangan.
2. Menggunakan masker
Tindakan pengamanan dengan menutup hidung dan mulut dengan
menggunakan masker,bertujuan untuk mencegah atau mengurangi transmisi droplet
mikroorganisme saat merawat pasien.
o Alat dan bahan:
Masker
o Prosedur kerja:
Tentukan tepi atas dan bawah bagian masker
Pegang kedua tali masker
Ikatan pertama,bagian atas kepala,sedangkan ikatan kedua berada pada
bagian belakang leher.
3. Menggunakan skort pelindung
Skort yang dibuat dari bahan tahan lembab harus dikenakan jika ada kemungkinan
kotor karena sekresi atau ekskresi. Penggunaan skort ini dapat mencegah
terkontaminasi diri dan juga terkontaminasinya pakaian kerja dengan bahan infeksius.
Skort hanya boleh dikenakan satu kali. Buanglah skort pada tempat yang sesuai
setelah skort digunakan.
o Alat dan bahan :
Skort pelindung
o Prosedur kerja :
Lepaskan jam tangan anda, dan letakkan di dalam handuk kertas
Cuci tangan anda
Kenakan skort pelindung dengan memasukkan ke dua lengan ke dalam
lengan baju
Selipkan jari-jari anda di bawah dalam tali leher baju dan tariklah tali-
tali tersebut ke belakang. Ikat tali leher tersebut dengan simpul yang
sederhana
Raihlah bagian belakang dan tarik sisi skort sehingga seragam anda
tertutup seluruhnya. Ikat tali pinggang skort dengan simpul sederhana
Caatatan : Jam tangan dapat di bawa masuk ke unit isolasi dan tetap berada di dalam
handuk kertas sehingga dapat terus dilihat tanpa harus disentuh.
Jika pasien menderita penyakit menular yang dapat dengan mudah ditularkan
ke orang lain, maka tekhnik-tekhnik khusus harus digunakan. Pasien tersebut harus di
isolasi. Setiap orang yang berhubungan dengan pasien harus melakukan tindakan
isolasi yang tepat guna memutus rantai infeksi dan mencegah transmisi kuman.
E. TINDAKAN PENCEGAHAN INFEKSI
Beberapa tindakan pencegahan infeksi yang dapat dilakukan adalah:
1. Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini
dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau menghilangkan
jumlah mikroorganisme ,baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati
agar alat-alat kesehatan dapat dengan aman digunakan. Contoh : Pencucian alat
dengan menggunakan sabun.
2. Antiseptik,yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Contoh :
a. Mencuci alat dengan cara biasa, lalu setelah kering dilanjutkan dengan
mencuci menggunakan alkohol.
b. Menuangkan alat dengan alkohol, lalu dibakar
c. Dekontaminasi,tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani
oleh petugas kesehatan secara aman,terutama petugas pembersihan medis
sebelum pencucian dilakukan. Contohnya adalah meja pemeriksaan,alat-
alat kesehatan,dan sarung tangan yang terkontaminasi oleh darah atau
cairan tubuh disaat prosedur dedah/tindakan dilakukan.
http://amazingbiges.blogspot.com/2011/04/teknik-isolasi.html
PEMPROSESAN ALAT / INSTRUMENT
PENGERTIAN DAN TUJUAN
Pemprosesan alat adalah proses pencegahan infeksi dasar pada alat-alat praktek
kebidanan.
Tujuannya : untuk menurunkan transmisi penyakit dan pencegahan infeksi pada
alat-alat / instrumen.
3 Langkah Pokok Dalam Pemprosesan Alat
1. Dekontaminasi
2. Pencucian dan pembilasan
3. Desinfikasi tingkat tinggi atau sterilisasi
1 DEKONTAMINASI ALAT
Definisi :
Langkah pertama menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda-
benda lainnya yang terkontaminasi.
Produk-produk Dekontaminasi :
Larutan klorin 0,5 %-0,1 %
Etil 70 %
Bahan fenolik atau karbol 0,5 % - 3 %
Cara-cara membuat larutan klorin
Caramembuat larutan klorin 0,5 % :
Tambahkan 1 larutan pemutih (bayelin) kedalam 9 bagian air (1:9)
Cara membuat larutan klorin 0,1 % :
Tambahkan 1 bagian larutan pemutih (bayclin) kedalam 49 bagian air (1:49)
Cara-cara Dekontaminasi :
1. lakukan dekontaminasi terhadap alat-alat dengan cara merendamnya dengan
larutan desifektan (klorin 0,5 %) selama 10 menit. langkah ini dapat membunuh
virus hepatitis B dan AIDS.
2. Jangan merendam instrument logam yang berlapis elektron(artinya tidak 100 %
baja tahan gores)meski dalam air biasa selama beberapa jam karena akan berkarat.
3. Setelah dekontaminasi instrumen harus segera dicuci dengan air dingin untuk
menghilangkan bahan organik sebelum dibersihkan secara menyeluruh.
4. Jarum habis pakai da semprit harus diletakkan dalam wadah yang baik untuk
dikubur.
5. Apabila akan digunakan kembali maka jarum dan semprit harus dibersihkan dan
dicuci secara menyeluruh setelah dekontaminasi.
6. Sekali instrumen atau benda lainnya telah didekontaminasi maka selanjutnya di
proses dengan aman.
2 PENCUCIAN DAN PEMBILASAN
Defenisi :
Pencucian adalah : cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme pada peralatan / instrument yang kotor atau yang sudah digunakan.
Perlengkapan / bahan-bahan untuk mencuci peralatan.
1. Wadah plastik atau baja anti karat.
2. Sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks.
3. Sikat halus ( boleh menggunakan sikat gigi )
4. Tabung suntik
5. Air bersih
6. Sabun deterjen.
Kegunaan Pencucian :
Sebagai cara efektif untuk mengurangi jumlah mikroorganisme terutama
endospora yang menyebabkan tetanus pada peralatan dan instrument tercemar.
Sebagai langkah awal,sebelum instrument di sterilisasi atau desinfikasi tingkat
tinggi (DTT) yang efektif tanpa harus melakukan pencucian terlebih dahulu
(Porter,1987).
Tahap-tahap Pencucian dan pembilasan
1. Ambil peralatan bekas pakai sarung tangan karet yang tebal pada ketua tangan.
2. Pakai yang sudah di dekontaminasi ( hati-hati bila memegang peralatan yang
tajam seperti gunting dan jarum jari )
3. Agar tidak merusak benda yang terbuat dari plastik atau karet, jangan dicuci
segera bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari logam.
4. Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati-hati :
Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan
kotoran.
Buka engsel gunting dan klem
Sikat dengan saksama terutama dibagian sambungan dan pojok peralatan.
Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada perlatan.
Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali atau lebih jika diperlukan dengan
air dan sabun atau diterjen.
Bilas benda-benda tersebut dengan air bersih.
5. Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain.
6. Jika peralatan akan di densifiksikan tingkat tinggi secara kimiawi(misalakan
dalam larutan klorin 0,5% tempatkan peralatan dalam wadah yang bersih dan
biarkan kering sebelum memulai proses DTT.karena peralatan yang masih
basah akan mengencerkan larutan kimia dan membuat larutan menjadi
kurang efektif
7. Peralatan yang akan di desinfeksi tingkat tinggi dengan cara dikukus atau
direbus atau distrelisasi di dalam otoktaf atau oven panas kering,tidak usah
dikeringkan sebekum proses DTT atau distrilisasi di mulai.
8. Selagi masih memakai sarung tangan ,cuci sarung tangan dengan air dan
sabun dan kemudian bilas secara saksama dengan menggunakan air bersih .
9. Gantungkan sarung tangan dan biarkan dengan cara di angin-anginkan
Tips-tips Pencucian dan pembilasan
1. Gunakan sarung tangan saat membersihkan instrumen dan peralatan
2. Gunakan pelindung mata (Plastik, pelindung muka, atau kaca mata) dan rok
plastik jika ada ,saat membersihkan alat untuk meniminalkan risiko cipratan cairan
yang terkontaminasi pada mata dan badan.
3 DESIFIKASI TINGKAT TINGGI DAN STERILISASI
Defenisi :
suatu tindakan untuk membunuh kuman pada benda atau alat dengan cara merebus
dan meredam dengan larutan desifiktan .
Tujuan :
. Untuk menghindar penularan
. Supaya alat siap untuk dipakai dan tetap terpelihara sehingga tahan lama
Dilakukan pada semua alat –alat kebidanan dan kedokteran
DTT dilakukan dengan cara:
1) Meredam dengan larutan desifektan dalam panci rebus
2) Lakukan persiapan:
- alat-alat dibersihkan
- sediakan sabun, sikat halus, lap kering, larutan desifektan, panci.
PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN
Alat –alat yng sudah siap dipakai direndam dengan klorin 0,5% selama 10 menit
bersihkan alat-alat tersebut dengan sabun dan disikat sampai bersih ,masukkan
dalam panic dan pastikan semua permukaan alat dalam panic perebus
tetutup,terendam air dengan tinggi permukaan alat 2,5% cm diatas permukaan
alat.
Rebus alat atau benda selama 20 menit yang dihitung sejak air mendidih .angka
alat ( benda yang sudah direbus dibiarakan mengering pada daerah yang bersih )
alat yang sudah di DTT harus digunakan untuk disiman dalam wadah tertentu.
PERHATIAN: jangan melakukan DTT terhadap jarum ,spolt,dan skaipel.peralatan yang
sudah di DTT dapat disimpan sampai dengan satu minggu.
STERILISASI
DEFENISI: merupakan upaya pembunuhuhan atau penghancuran semua bentuk
kehidupan mikroba yang dilakukan dirumah sakit melalui proses fisik
PERSIAPAN:
1) ALAT –ALAT YANG AKAN DIBERSIHKAN
2) Sabun
3) Sikat halus
4) Lap kering
5) Larutan desinfektan
6) Sterilisator
CARA KERJA :
- Alat –alat yan sudah digunakan direndam dalam larutan klorin 0,5 % selama 15
menit
- Cuci dengan sa1bun dan bilas d bawah air mengalir untuk membuang kotoran
yang melekat
- Keringkan dengan lap bersih dan bungkus dengan kain bersih
- Masukan dalam sterilisator dan bungkus dengan kain bersih
- Masukan dalam sterilisator selama 20 menit dengan temperature 121 derajat
celcius (250 derajat farenhet)tekanan harus 10%
- Biarkan sampai strelisator cukup dingin
- Buka penutup agar uapanya keluar dan biarkan bungkusan mengering baru
diangkat.
http://bemakbidupbptk.blogspot.com/2011/01/pemprosesan-alat-instrument.html
PENGELOLAAN DAN PENANGGULANGAN SAMPAH MEDIS
Pengelolaan sampah terdiri dari pengumpulan, pengangkutan, pemprosesan,
pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu
pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk
mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan
sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah bisa
melibatkan zat padat, cair, gas, atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk
masing-masing jenis zat.
Praktik pengelolaan sampah berbeda beda antara negara maju dan negara
berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda juga
antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yang tidak
berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri
biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.
Metode pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal, diantaranya tipe
zat sampah, tanah yang digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area. Pengelolaan
sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda antar fasilitas-
fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari penimbulan, penampungan, pengangkutan,
pengolahan dan pembuangan.
Penimbunan ( Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu
yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan
penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3
(bahan berbahaya dan beracun seperti baterai bekas, bekas toner, dan sebagainya), dan
non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label
yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
Penampungan
Penampungan sampah ini merupakan wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah
bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak
overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan
standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam
warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana
kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong
berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna
merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam
dengan tulisan “domestik”.
Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.
Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau
ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan
kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta
petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan
di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat
dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan
angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak
bocor.
Beberapa diantara sampah medis sangat mahal biaya penanganannya karena berupa
bahan kimia berbahaya, seperti obat-obatan yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas
kesehatan. Namun demikian tidak semua sampah medis berpotensi menular dan
berbahaya.
Sejumlah sampah yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas medis hampir serupa
dengan sampah domestik atau sampah kota pada umumnya. Sementara sampah hasil
proses industri biasanya tidak terlalu banyak variasinya seperti sampah domestik atau
medis, tetapi kebanyakan merupakan sampah yang berbahaya secara kimia.
Pengolahan dan Pembuangan
Metode yang digunakan untuk mengolah dan membuang sampah medis tergantung
pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan
yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik
pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :
a. Incinerasi
b. Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh °C) bersuhu
121°
c. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde)
d. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai
desinfektan)
e. Inaktivasi suhu tinggi
f. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi)
g. Microwave treatment
h. Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
i. Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang
terbentuk
Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya banyak mengandung
bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan
masyarakat sekitar rumah sakit tersebut. Dari sekian banyak sumber limbah di rumah
sakit, limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai.
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya
dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan
inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum ”dilempar” menjadi
limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan tertentu yang mengandung
radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang.
Banyak pihak yang menyadari tentang bahaya ini. Namun, lemahnya peraturan
pemerintah tentang pengelolaan limbah rumah sakit mengakibatkan hingga saat ini hanya
sedikit rumah sakit yang memiliki IPAL khusus pengolahan limbah cairnya.
Berikut adalah beberapa cara untuk menanggulangi sampah medis maupun sampah benda
tajam antara lain :
1. Penanganan Sampah Medis Cair yang Terkontaminasi ( darah, feses, urin dan
cairan tubuh lainnya.
a. Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani dan membawa sampah
tersebut.
b. Hati-hati pada waktu menuangkan sampah tersebut pada bak yang
mengalir atau dalam toilet bilas. Sampah cair dapat pula dibuang kedalam
kakus. Hindari percikannya.
c. Cuci toilet dan bak secara hati-hati dan siram dengan air untuk
membersihkan sisa-sisa sampah. Hindari percikannya.
d. Dekontaminasi wadah specimen dengan larutan klorn 0,5 % atau
disenfeksi local lainnya yang adekuat, dengan merendam selama 10 menit
sebelum dicuci.
e. Cuci tangan sesudah menangani sampah cair dan lakukan dekontaminasi,
kemudian cuci sarung tangan.
2. Penanganan Sampah Medis Padat (Misalnya pembalut yang sudah digunakan dan
benda-benda lainnya yang telah terkontaminasi dengan darah atau materi organic
lainnya.
a. Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani dan membawa sampah
tersebut.
b. Buang sampah padat tersebut ke dalam wadah yang dapat dicuci dan tidak
korosif (plastic atau metal yang berlapis seng) dengan tutup yang rapat.
c. Kumpulkan tempat sampah tersebut ditempat yang sama dan bawa
sampah-sampah yang dapat dibakar ke tempat pembakaran. Jika tempat
pembakaran tidak tersedia maka bisa dilakukan penguburan saja.
d. Melakukan pembakaran atau penguburan harus segera dilakukan sebelum
tersebar ke lingkungan sekitar. Pembakaran adalah metode terbaik untuk
membunuh mikroorganisme.
e. Cuci tangan setelah menangani sampah tersebut dan dekontaminasi serta
cuci sarung tangan yang tadi dipakai saat membersihkan sampah tersebut.
3. Penanganan Sampah Medis berupa Benda Tajam (Jarum, silet, mata pisau dan
lain-lain)
a. Gunakan sarung tangan tebal.
b. Buang seluruh benda-benda yang tajam pada tempat sampah yang tahan
pecah. Tempat sampah yang tahan pecah dan tusukan dapat dengan mudah
dibuat menggunakan karton tebal, ember tertutup, atau botol plastic yang
tebal. Botol bekas cairan infus juga dapat digunakan untuk sampah-sampah
yang tajam, tapi dengan resiko pecah.
c. Letakkan tempat sampah tersebut dekat dengan daerah yang memerlukan
sehingga sampah-sampah tajam tersebut tidak perlu dibawa terlalu jauh
sebelum dibuang.
d. Cegah kecelakaan yang diakibatkan oleh jarum suntik, jangan menekuk
atau mematahkan jarum sebelum dibuang. Jarum tidak secara rutin ditutup,
tetapi jika dibutuhkan, dapat diusahakan dengan metode satu tangan.
· Letakkan tutup pada permukaan yang datar dank eras, kemudian
pindahkan ke tangan.
· Kemudian dengan satu tangan, pegang alat suntik dan gunakan
jarumnya untuk menyendok tutup tersebut.
· Jika tutup sudah menutup jarum suntik, gunakan tangan yang lain
untuk merapatkan tutup tersebut.
e. Jika wadah untuk sampah benda tajam telah ¾ penuh, tutp atau sumbat
dengan kuat.
f. Buang wadah yang sudah ¾ penuh tersebut dengan cara menguburnya.
Jarum dan benda-benda tajam lainnya tidak dapat dapat dihancurkan
dengan membakarnya dan kemudian hari dapat menyebabkan luka dan
mengakibatkan infeksi yang serius. Pembakaran atau membakarnya dalam
suatu wadah, dapat mengurangi kemungkinan, sampah tersebut dikorek-
korek dalam tempat sampah.
g. Cuci tangan sesudah mengolah wadah sampah benda tajam tersebut
kemudian dekontaminasi dan cuci tangan.
4. Membuang Wadah Kimia yang Telah Digunakan
a. Cuci wadah dengan air wadah gelas dapat dicuci dengan diterjen, bilas dengan
benar-benar bersih dan kemudian bisa digunakan kembali.
b. Untuk wadah-wadah plastic yang berisi zat-zat toksik, misalnya glutaraldehid,
bilas tiga kali dengan air kemudian buang dengan cara menguburnya. Jangan
pernah menggunakan wadah tersebut untuk dipakai kembali setelah dibersihkan.
Sumber : http://susanblogs18.blogspot.com/2012/11/pengelolaan-dan-penanggulangan-
sampah.html#ixzz2G2Gor2bw
PRINSIP DASAR PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang
ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan
membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Prinsip
umum dari pemeriksaan fisik adalah dilakukan secara komprehensif. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan yaitu:
1. Penjagaan kesopanan
2. Cara mengadakan hubungan dengan pasien
3. Pencahayaan dan lingkungan yang memadai
4. Tahap pertumbuhan/perkembangan pasien
5. Pencatatan data
6. Pengambilan tindakan yang sesuai dgn masalah klien
7. Pasien dalam posisi duduk/sesuai jenis pemeriksaan
8. Hanya membuka bagian tubuh yg diperiksa, menutup bag.lain
9. Sistematis
10. Bandingkan satu bag tubuh dgn bag. Tubuh lain
11. Penjelasan sederhana kpd klien
12. Data didokumentasikan dgn tepat (DO & DS)
Syarat pemeriksaan fisik umum
Syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan pemeriksaan fisik umum
antara lain:
1. Kompetensi petugas
2. Ruang pemeriksaan sesuai standar
3. Alat Bantu pemeriksaan sesuai standar dan berfungsi baik
4. Buku dan alat pencatat
TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistimatis dan saling
mendukung, yaitu:
A. PEMERIKSAAN INSPEKSI
Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera
penglihatannya untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu dari
bagian tubuh atau fungsi tubuh pasien. Inspeksi digunakan untuk mendeteksi
bentuk, warna, posisi, ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh pasien. Contoh: mata
kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
Cara pemeriksaan
1. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2. Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka sendiri
pakaiannya Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka seperlunya
untuk pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi selimut.)
3. Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas.
4. Catat hasilnya.
B. PEMERIKSAAN PALPASI
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan
perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan.
Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan,
bentuk, kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan / organ
tubuh. Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil
inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.
Cara pemeriksaan
1. Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian mana yang diperiksa
dan Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2. Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman untuk
menghindari ketegangan otot yang dapat mengganggu hasil pemeriksaan
3. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
4. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5. Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan yaitu dengan tekanan ringan dan
sebentar-sebentar.
6. Palpasil daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan
7. Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8. Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9. Lakukan Palpasi ringan apabila memeriksa organ/ jaringan yang dalamnya kurang
dari 1 cm. Palpasi ringan. Caranya: ujung-ujung jari pada satu/dua tangan
digunakan secara simultan.Tangan diletakkan pada area yang dipalpasi, jari-jari
ditekan kebawah perlahan-lahan sampai ada hasil.
10. Lakukan Palpasi agak dalam apabila memeriksa organ/ jaringan dengan kedalaman
1 – 2,5 cm.
11. Lakukan Palpasi bimanual apabila melakukan pemeriksaan dengan kedalaman
lebih dari 2,5 cm. Yaitu dengan mempergunakan kedua tangan dimana satu tangan
direlaksasi dan diletakkan dibagian bawah organ / jaringan tubuh, sedangkan
tangan yang lain menekan kearah tangan yang dibawah untuk mendeteksi
karakteristik organ/ jaringan.
Langkah kerja:
a. Area palpasi terbuka
b. Cuci tangan
c. Beritahu klien
d. Dikerjakan semua jari tp telunjuk dan ibu jari > sensitif.
e. Untuk mendeterminasi bentuk dan struktur organ gunakan jari 2,3, dan 4
bersamaan.
f. Untuk palpasi abdomen gunakan telapak tangan, beri tekanan ringan dgn jari2.
g. Sistematis, uraikan ciri-ciri ttg ukuran, bentuk, konsistensi dan permukaan.
12. Rasakan dengan seksama kelainan organ/ jaringan, adanya nodul, tumor bergerak/
tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/ lembut, ukurannya dan
ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa nyeri raba / tekan .
13. Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat
C. PEMERIKSAAN PERKUSI
1. Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh
tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan)
dengan tujuan menghasilkan suara.
2. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan
konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat
untuk menghasilkan suara.
3. Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
4. Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
5. Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-
paru pada pneumonia.
6. Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah
jantung, perkusi daerah hepar.
7. Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong,
misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.
D. PEMERIKSAAN AUSKULTASI
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara
yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan
stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising
usus.
Tingkatan kesadaran:
1. Kompos Mentis : sadar Penuh
2. Apatis : acuh tak acuh
3. Samnolen : dibangunkan dengan rangsangan, Tidur.
4. Delirium : berteriak2, tidak sadar
5. Sopor/semikoma : tidak sadar tetapi masih merasakan rangsangan nyeri
6. Koma : tidak sadar.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah:
Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada
klien pneumonia, TBC.
Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat
ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada
edema paru.
Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi
maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas
pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :
1. Head to toe (kepala ke kaki)
Pendekatan ini dilakukan mulai dari kepala dan secara berurutan
sampai ke kaki. Mulai dari : keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala,
wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan tenggorokan, leher, dada,
paru, jantung, abdomen, ginjal, punggung, genetalia, rectum,
ektremitas.
2. ROS (Review of System / sistem tubuh)
Pengkajian yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu :
keadaan umum, tanda vital, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler,
sistem persyarafan, sistem perkemihan, sistem pencernaan, sistem
muskuloskeletal dan integumen, sistem reproduksi. Informasi yang
didapat membantu perawat untuk menentukan sistem tubuh mana yang
perlu mendapat perhatian khusus.
3. Pola fungsi kesehatan Gordon, 1982
Perawat mengumpulkan data secara sistematis dengan mengevaluasi
pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada
masalah khusus meliputi : persepsi kesehatan-penatalaksanaan
kesehatan, nutrisi-pola metabolisme, pola eliminasi, pola tidur-
istirahat, kognitif-pola perseptual, peran-pola berhubungan, aktifitas-
pola latihan, seksualitas-pola reproduksi, koping-pola toleransi stress,
nilai-pola keyakinan.
4. DOENGOES (1993)
Mencakup : aktivitas / istirahat, sirkulasi, integritas ego, eliminasi,
makanan dan cairan, hygiene, neurosensori, nyeri / ketidaknyamanan,
pernafasan, keamanan, seksualitas, interaksi sosial, penyuluhan /
pembelajaran.
2.1.3. PEMERIKSAAN FISIK PERSISTEM
Merupakan pendekatan dalam pemeriksaan fisik dengan sistem-sistem
tubuh sebagai acuan pemeriksaaan.
Berikut ini merupakan detail pemeriksaan fisik, dengan pendekatan sistem tubuh
adalah:
1. Sistem syaraf pusat.
2. Sistem Kardiovaskular.
2.1. Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran: dengan melakukan
pertanyaan tentang kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang.
2.2. Kaji status mental.
2.3. Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan
pengobatannya.
2.4. Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami gangguan.
Kaji adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
2.5. Kaji fungsi motorik seperti: genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan
dan postur.
2.6. Kaji adanya kejang atau tremor.
2.7. Kaji catatan penggunaan obat dan diagnostik tes yang mempengaruhi SSP.
2.8. Kaji nadi: frekuensi, irama, kualitas (keras dan lemah) serta tanda penurunan
kekuatan/pulse defisit.
2.9. Periksa tekanan darah: kesamaan antara tangan kanan dan kiri atau postural
hipotensi.
2.10. Inspeksi vena jugular seperti distensi, dengan membuat posisi semi fowlers.
2.11. Cek suhu tubuh dengan metode yang tepat, atau palpasi kulit.
2.12. Palpasi dada untuk menentukan lokasi titik maksimal denyut jantung.
2.13. Auskultasi bunyi jantung S1- S2 di titik tersebut, adanya bunyi jantung
tambahan, murmur dan bising.
2.14. Inspeksi membran mukosa dan warna kulit, lihat tanda sianosis (pucat) atau
kemerahan.
2.15. Palpasi adanya edema di ekstremitas dan wajah.
2.16. Periksa adanya jari-jari tabuh dan pemeriksaan pengisian kapiler di kuku.
2.17. Kaji adanya tanda-tanda perdarahan (epistaksis, perdarahan saluran cerna,
phlebitis, kemerahan di mata atau kulit.
2.18. Kaji obat-obatan yang mempengaruhi sistem kardiovaskular dan test
diagnostik.
3. Sistem Respirasi (Pernapasan)
3.1. Kaji keadaan umum dan pemenuhan kebutuhan respirasi
3.2. Kaji respiratory rate, irama dan kualitasnya
3.3. Inspeksi fungsi otot bantu napas, ukuran rongga dada, termasuk
diameter anterior dan posterior thorax, dan adanya gangguan spinal
3.4. Palpasi posisi trakea dan adanya subkutan emphysema
3.5. Auskultasi seluruh area paru dan kaji suara paru normal (vesikular,
bronkovesikular, atau bronkial) dan kaji juga adanya bunyi paru
patologis (wheezing, cracles atau ronkhi)
3.6. Kaji adanya keluhan batuk, durasi, frekuensi dan adanya
sputum/dahak, cek warna, konsistensi dan jumlahnya dan apakah
disertai darah
3.7. Kaji adanya keluhan SOB (shortness of breath)/sesak napas, dyspnea
dan orthopnea.
3.8. Inspeksi membran mukosa dan warna kulit
3.9. Tentukan posisi yang tepat dan nyaman untuk meningkatkan fungsi
pernapasan pasien
3.10. Kaji apakah klien memiliki riwayat merokok (jumlah per hari) dan
berapa lama telah merokok
3.11. Kaji catatan obat terkait dengan sistem pernapasan dan test diagnostik
4. Sistem Pencernaan
4.1. Inspeksi keadaan umum abdomen: ukuran, kontur, warna kulit dan pola
pembuluh vena (venous pattern).
4.2. Auskultasi abdomen untuk mendengarkan bising usus.
4.3. Palpasi abdomen untuk menentukan: lemah, keras atau distensi, adanya
nyeri tekan, adanya massa atau asites.
4.4. Kaji adanya nausea dan vomitus.
4.5. Kaji tipe diet, jumlah, pembatasan diet dan toleransi terhadap diet.
4.6. Kaji adanya perubahan selera makan, dan kemampuan klien untuk
menelan.
4.7. Kaji adanya perubahan berat badan.
4.8. Kaji pola eliminasi: BAB dan adanya flatus.
4.9. Inspeksi adanya ileostomy atau kolostomi, yang nantinya dikaitkan
dengan fungsi (permanen atau temporal), kondisi stoma dan kulit
disekitarnya, dan kesediaan alat.
4.10. Kaji kembali obat dan pengkajian diagnostik yang pasien miliki terkait
sistem GI.
5. Sistem Perkemihan
5.1. Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan
dan ada/tidaknya sedimen.
5.2. Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria,
serta riwayat infeksi saluran kemih.
5.3. Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih).
5.4. Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau
urostomy atau supra pubik kateter.
5.5. Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait
dengan sistem perkemihan.
6. Sistem Integumen
6.1. Kaji integritas kulit dan membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum kulit
(jaundice, kering).
6.2. Kaji warna kulit, pruritus, kering, odor.
6.3. Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus, dsb.
6.4. Kaji resiko terjadinya luka tekan dan ulkus.
6.5. Palpasi adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu.
6.6. Kaji riwayat pengobatan dan test diagnostik terkait sistem integument.
7. Sistem muskulosketal
7.1. Kaji adanya nyeri otot, kram atau spasme.
7.2. Kaji adanya kekakuan sendi dan nyeri sendi.
7.3. Kaji pergerakan ekstremitas tangan dan kaki, ROM (range of motion),
kekuatan otot.
7.4. Kaji kemampuan pasien duduk, berjalan, berdiri, cek postur tubuh.
7.5. Kaji adanya tanda-tanda fraktur atau dislokasi.
7.6. Kaji ulang pengobatan dan test diagnostik yang terkait sistem musculoskeletal.
8. Sistem Muskuloskeletal
8.1. Perasaan pasien tentang kondisinya dan penyakitnya.
8.2. Kaji tingkat kecemasan, mood klien dan tanda depresi.
8.3. Kaji pemenuhan support sistem.
8.4. Kaji pola dan gaya hidup klien yang mempengaruhi status kesehatan.
8.5. Kaji riwayat penyalah gunaan obat, narkoba, alkohol, seksual abuse,
emosional dan koping mekanisme.
8.6. Kaji kebutuhan pembelajaran dan penyuluhan kesehatan.
2.1.4. PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE
Merupakan teknik pemeriksaan fisik dengan bagian tubuh klien sebagai
acuan yaitu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Maksudnya disini adalah
pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir
pada anggota gerak.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien
secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau
pemeriksaan suhu, denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah selalu dilakukan
pertama kali.
1.1. Tanda vital
1. Suhu
Pemeriksaan suhu akan memberikan tanda suhu inti yang secara ketat
dikontrol karena dapat dipengaruhi oleh reaksi kimiawi.
Suhu dapat menjadi salah satu tanda infeksi atau peradangan, yakni
demam (di atas > 37°C). Suhu yang tinggi juga dapat disebabkan oleh hipertermia.
Suhu tubuh yang jatuh atau hipotermia juga dinilai. Normal untuk suhu tubuh
adalah 36-37°C
2. Tekanan darah
Tekanan darah dinilai dalam 2 nilai, sebuah tekanan tinggi sistolik yang
menandakan kontraksi maksimal jantung dan tekanan rendah daistolik atau tekanan
istirahat.
Pemeriksaan tekanan darah biasanya dilakukan pada lengan kiri, kecuali
pada lengan tersebut terdapat cedera. Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik
disebut tekanan denyut. Di Indonesia, tekanan darah biasanya diukur dengan
tensimeter air raksa.
Tidak ada nilai tekanan darah ‘normal’ yang tepat, namun dihitung
berdasarkan rentang nilai berdasarkan kondisi pasien. Tekanan darah amat
dipengaruhi oleh kondisi saat itu, misalnya seorang pelari yang baru saja melakukan
lari maraton, memiliki tekanan yang tinggi, namun ia dalam nilai sehat. Dalam
kondisi pasien tidak bekerja.
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari
seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis
penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan
pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan
perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian
kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa
dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin
diperlukan seperti test neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli
medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab
yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk
meyakinkan penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien
secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda
vitalatau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama
kali.
Tanda vital
Suhu
Pemeriksaan suhu akan memberikan tanda suhu inti yang secara ketat
dikontrol karena dapat dipengaruhi oleh reaksi kimiawi.
Pemeriksaan suhu tubah dapat dilakukan di beberapa tempat yaitu:
1. ketiak
2. mulut
3. anus
Nilai setandar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi
menjadi empat yaitu :
Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C
Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5°C
Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C
Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C
Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan
melalui pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke fleksus arteri kecil melalui
anastomosis arteriovenosa yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam
fleksus arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah jantung)
akan menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien.
Dengan demikian, kulit merupakan radiator panas yang efektif untuk keseimbangan
suhu tubuh.
Tekanan darah
Tekanan darah dinilai dalam dua hal, sebuah tekanan tinggi sistolik yang
menandakan kontraksi maksimal jantung dan tekanan rendah diastolik atau tekanan
istirahat.
Pemeriksaan tekanan darah biasanya dilakukan pada lengan kanan, kecuali
pada lengan tersebut terdapat cedera. Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik
disebut tekanan denyut. Di Indonesia, tekanan darah biasanya diukur
dengan tensimeter air raksa.
Tidak ada nilai tekanan darah 'normal' yang tepat, namun dihitung
berdasarkan rentang nilai berdasarkan kondisi pasien. Tekanan darah amat
dipengaruhi oleh kondisi saat itu, misalnya seorang pelari yang baru saja melakukan
lari maraton, memiliki tekanan yang tinggi, namun ia dalam nilai sehat. Dalam
kondisi pasien tidak bekerja berat, tekanan darah normal berkisar 120/80 mmHg.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi diukur pada nilai sistolik 140-160 mmHg.
Tekanan darah rendah disebut hipotensi.
Denyut
Denyut merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Ukuran
kecepatannya diukur pada beberapa titik denyut misalnya denyut arteri radialispada
pergelangan tangan, arteri brachialis pada lengan atas, arteri karotis pada
leher, arteri poplitea pada belakang lutut, arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis
posterior pada kaki. Pemeriksaan denyut dapat dilakukan dengan bantuan stetoskop.
Denyut sangat bervariasi tergantung jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan usia.
Bayi yang baru dilahirkan (neonatus) dapat memiliki dentur 13-150 denyut per
menit. Orang dewasa memiliki denyut sekitar 50-80 per menit. ikha
Kecepatan pernapasan
Beraneka ragam tergantung usia. Batas normalnya sekitar 12-16 kali
penarikan napas per menit.
Biometrika dasar
Tinggi
Tinggi merupakan salah satu ukuran pertumbuhan seseorang. Tinggi dapat
diukur dengan stasiometer atau tongkat pengukur. Pasien akan diminta untuk berdiri
tegak tanpa alas kaki. Anak-anak berusia dibawah 2 tahun diukur tingginya dengan
cara dibaringkan.
Berat atau massa
Berat atau massa tubuh diukur dengan pengukur massa atau timbangan.
Indeks massa tubuh digunakan untuk menghitung hubungan antara tinggi
dan mssa sehat serta tingkat kegemukan.
Nyeri
Pengukuran nyeri bersifat subyektif namun penting sebagai tanda vital.
Dalam klinik, nyeri diukur dengan menggunakan skala FACES yang dimulai dari
nilai '0' (tidak dirsakan nyeri pada pasien dapat dilihat dari ekspresi wajah pasien),
hingga '5' (nyeri terburuk yang pernah dirasakan pasien).
STRUKTUR DALAM PENULISAN RIWAYAT PEMERIKSAAN
TAMPILAN UMUM
Kondisi yang jelas tertangkap ketika pasien masuk ke ruangan konsultasi
dan berkomunikasi dengan dokter. (misalnya: pasien terlihat pincang atau
pasien mengalami ketulian sehingga sulit berkomunikasi)
JACCOL, sebuah jembatan keledai, untuk tanda kekuningan (Jaudience),
kemungkinan tanda pucat pada kulit atau konjungtiva (Anaemia), tanda
kebiruan pada bibir atau anggota gerak (Cyanosis), kelainan bentuk pada
kuku jari (Clubbing), pembengkakan (Oedema atau Edema), dan,
pemeriksaan pada nodus limfatikus (Lymph nodes) pada leher, ketiak, dan
lipatan paha.
SISTEM ORGAN
1. Sistem kardiovaskular
Tekanan darah, denyut nadi, irama jantung
Tekanan vena jugularis atau Jugular veins preassure (JVP), edema
perifer, dan bukti edema pulmonaris atau edema paru.
Pemeriksaan jantung
2. Paru-paru
Kecepatan pernapasan, auskultasi paru-paru
3. Dada dan payudara
4. Abdomen
Pemeriksaan abdomen misalnya pendeteksian adanya pembesaran
organ (contohnya aneurisma aorta)
Pemeriksaan rektum
5. Sistem reproduksi
6. Sistem otot dan gerak
7. Sistem saraf, termasuk pemeriksaan jiwa
8. Pemeriksaan kepala, leher, hidung, tenggorokkan, telinga (THT)
9. Kulit
Pemeriksaan pada pertumbuhan rambut
Peneriksaan tanda klinis pada kulit
2.2. PEMERIKSAAN FISIK PADA IBU
Langkah Pemeriksaan Fisik Pada Ibu
A. Informed Consent
Menyambut ibu dan yang mendampingi ibu
Memperkenalkan diri
Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan, maksud dan tujuannya
Meminta persetujuan tindakan
B. Persiapan alat, perlengkapan, dan pasien
Susun alat secara ergonomis
Cuci tangan pakai sabun, bilas di air mengalir, keringkan dengan handuk bersih
Atur posisi pasien senyaman mungkin (saat pemeriksaan tanda vital sebaiknya
duduk/jika memungkinkan, pemeriksaan head to toe berbaring pada tempat tidur
yang rata)
C. Langkah Kerja
1. Lakukan penilaian secara sistematis keadaan umum klien, status nutrisi, warna dan
tekstur kulit dan pigmentasi
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pernafasan : normal dewasa 16-20 x/menit
Nadi : normal 60-90 x/menit
Mengukur suhu
Mengukur tekanan darah
3. Lakukan pemeriksaan kepala dan wajah
Lakukan inspeksi dan palpasi kepala dan kulit kepala untuk melihat
kesimetrisan, warna rambut, adakah pembengkakan, kelembaban, lesi, edema
Lakukan inspeksi wajah
Lakukan pemeriksaan mata
Lakukan inspeksi pada hidung
Periksa mulut dan kerongkongan
Lakukan inspeksi telinga
4. Periksa leher
Periksa kelenjar thyroid : lihat besar dan bentuknya, palpasi dengan jari,
pasien diminta menelan, bila ada masa saat menelan : thyroid membesar
Palpasi leher untuk merasakan adanya pembesaran kelenjar limfe, tentukan
ukuran, bentuk, mobilitas, dan konsistensi
5. Periksa dada
Lihat dan palpasi payudara : bentuk, kesimetrisan, benjolan bentuk putting
Inspeksi dan palpasi daerah ketiak : adanya benjolan / pembesaran kelenjar
getah bening
6. Periksa abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen, apakah membusung / datar, striae, warna,
ketebalan lemak
Auskultasi perut di 4 kuadran, dengar peristaltik usus. Normal : 5-35 kali
Palpasi (bila ada yang sakit, lakukan bagian tersebut di akhir pemeriksaan)
Perkusi abdomen : massa padat atau cair akan menimbulkan suara pekak
7. Lakukan pemeriksaan ekstremitas
Inspeksi : ada edema (tekan daerah tibia / dorsalis pedis bila ada cekungan di
bekas tekanan : edema + ), varises, kesimetrisan, kelainan)
Lakukan pengetukan dengan reflex hammer di daerah tendon muskulus
kuadriser femoris di bawah patella
8. Periksa punggung pasien
Inspeksi apakah ada kelainan pada spina, bagaimana bentuk bujur sangkar
michelis
9. Lakukan pemeriksaan genetalia eksterna dan anus
Inspeksi vulva : adakah cairan pervaginaan ( secret ), amati warna dan bau
Palpasi adakah pembengkakan, benjolan mulai dari klitoris, uretra, kelenjar
skene, kelenjar bartholini
Lakukan pemeriksaan anus bersamaan pemeriksaan genetalia, lihat adakah
kelainan, misalnya hemorrhoid ( pelebaran vena ) di anus dan perineum, lihat
kebersihannya
D. Pasca Tindakan
Rapikan pasien
Bereskan, alat cuci sarung tangan dan rendam dalam larutan korin
Cuci tangan
Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
Lakukan dokumentasi hasil tindakan
2.3. PEMERIKSAAN FISIK PADA BAYI ATAU BALITA
1. Pemeriksaan fisik bayi
Persiapan alat dan bahan :
a. Kapas
b. Senter
c. Thermometer
d. Stetoskop
e. Flannel/ selimut
f. Bengkok
g. Timbangan bayi
h. Pita meter (metlyn)
i. Pengukuran panjang badan
j. Sarung tangan
k. Buku catatan
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Bayi sebaiknya dalam keadaan telanjang di bawah lampu terang sehingga bayi
tidak mudah kehilangan panas, atau lepaskan pakaian hanya pada daerah yang
diperiksa.
b. Lakukan prosedur secara berurutan dari kepala ke kaki atau lakukan prosedur
yang memerlukan observasi ketat dulu.
c. Pemeriksaan yang mengganggu bayi seperti pemeriksaan refleks dilakukan
pada tahab akhir .
d. Bicara lembut, pegang tangan bayi diatas dadanya atau lainnya.
2. Penilaian Apgar Score
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan laju jantung, kemampuan
bernafas, kekuatan tonus otot, kemampuan refleks dan warna kulit .
3. Pengukuran Antropometri
Cara:
a. Lakukan pengukuran berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dan lingkar
dada.
b. Lakukan penilaian hasil pengukuran :
1) Berat badan bayi baru lahir normalnya 2500 sampai 4000gr
2) Panjang badan normalnya 45-50cm
3) Lingkar kepala normalnya 33-35cm
4) Lingkar dada normalnya 30-33 cm, apabila diameter kepala lebih besar
3cm dari lingkar dada maka bayi mengalami hidrocepalus dan apabila
kurang dari 3cm maka bayi disebut microsepalus.
4. Pemeriksaan Kepala
Cara :
a. Lakukan inspeksi daerah kepala
b. Lakukan penilaian pada bagian kepala, diantaranya :
1) Maulage yaitu tulang tengkorak yang saling menumpuk pada saat lahir
asimetris atau tidak
2) Ada tidaknya caput suksedanum, yaitu edema dikepala, lunak dan tidak
berfluktuasi, batasnya tegas dan menyeberangi sutura dan akan hilang dalam
beberapa hari.
3) Ada tidaknya cephal hematome, yang terjadi sesaat setelah lahir dan tidak
tampak pada hari pertama karena tertutup oleh caput. Akan hilang dalam
waktu 2-6 bulan.
4) Ada tidaknya perdarahan, yang terjadi karena pecahnya vena yang
menghubungkan jaringan diluar sinus dalam tengkorak. Batasnya tidak tegas.
5) Adanya fontanel dengan cara palpasi dengan menggunakan jari tangan.
Fontanel posterior akan menutup setelah 2 bulan sedangkan fontanel anterior
menutup pada usia 12-18 bulan.
5. Pemeriksaan Mata
Cara :
a. Lakukan inspeksi daerah mata
b. Tentukan penilaian ada tidaknya kelainan, seperti :
1) Strabismus, dengan cara menggoyangkan kepala secara pelan-pelan sehingga
mata bayi akan terbuka
2) Kebutaan, seperti jarang berkedip atau sensitifitas terhadap cahaya kurang
3) Slindrom down, ditemukan epicanthus melebar
4) Glukoma kongenital, terlihat pembesaran dan terjadi kekeruhan pada kornea
5) Katarak congenital, apabila terlihat pupil yang berwarna putih.
6. Pemeriksaan Telinga
Cara pemeriksaan pada telinga adalah dengan membunyikan bel atau
suara,apabila terjadi reflek maka pendengarrannya baik,kemudian apabila tidak
terjadi reflek maka kemungkinan akan terjadi gangguan pendengaran.
7. Pemeriksaan Hidung
Cara:
a. pernafasan,apabila bayi bernafas melalui mulut maka kemumgkinan bayi
mengalami obstuksi jalan nafas karena adanya antresiakona bilateral,frakltur
tulang hidung,atau ensefalokel yang menonjol ke nasofaring.sedangkan
pernafasan cuping hidung akan menunjukan gangguan pada paru.
b. Amati mukosa lubang hidung, apabila terdapat secret mukopurulen dan
berdarah perlu dipikirkan adanya penyakit sifilis kongenitial dan
kemungkinan lain.
8. Pemeriksaan mulut
Cara:
a. Lakukan inpeksi adanya kista yang ada pada mukosa mulut
b. Amati warna, kemampuan reflek menghisap. Apabila lidah menjulur keluar
dapat dinilai adanya kecacatan congenital
c. Amati adanya bercak pada mukosa mulut, palatum dan pipi biasanya disebut
dengan monilea albicans
d. Amati gusi dan gigi, untuk menilai adanya pigmen
http://ratyakurnia-midwife.blogspot.com/2011/10/pemeriksaan-fisik.html
A. PERSIAPAN PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa,
memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu diketahui
faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.
Terdapat 3 faktor utama yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil laboratorium
yaitu :
1. Pra instrumentasi
Pada tahap ini sangat penting diperlukan kerjasama antara petugas, pasien dan
dokter. Hal ini karena tanpa kerja sama yang baik akan mengganggu/mempengaruhi
hasil pemeriksaan laboratorium. Yang termasuk dalam tahapan pra instrumentasi
meliputi :
j. Pemahaman instruksi dan pengisian formulir
Pada tahap ini perlu diperhatikan benar apa yang diperintahkan oleh
dokter dan dipindahkan ke dalam formulir. Hal ini penting untuk menghindari
pengulangan pemeriksaan yang tidak penting, membantu persiapan pasien
sehingga tidak merugikan pasien dan menyakiti pasien. Pengisian formulir
dilakukan secara lengkap meliputi identitas pasien : nama, alamat/ruangan,
umur, jenis kelamin, data klinis/diagnosa, dokter pengirim, tanggal dan kalau
diperlukan pengobatan yang sedang diberikan. Hal ini penting untuk
menghindari tertukarnya hasil ataupun dapat membantu intepretasi hasil
terutama pada pasien yang mendapat pengobatan khusus dan jangka panjang.
k. Persiapan penderita
1) Puasa
Dua jam setelah makan sebanyak kira2 800 kalori akan
mengakibatkan peningkatan volume plasma, sebaliknya setelah
berolahraga volume plasma akan berkurang. Perubahan volume
plasma akan mengakibatkan perubahan susunan kandungan bahan
dalam plasma dan jumlah sel darah.
2) Obat
Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
hematologi misalnya : asam folat, Fe, vitamin B12 dll. Pada
pemberian kortikosteroid akan menurunkan jumlah eosinofil,
sedang adrenalin akan meningkatkan jumlah leukosit dan
trombosit. Pemberian transfusi darah akan mempengaruhi
komposisi darah sehingga menyulitkan pembacaan morfologi
sediaan apus darah tepi maupun penilaian hemostasis.
Antikoagulan oral atau heparin mempengaruhi hasil pemeriksaan
hemostasis.
3) Waktu pengambilan
Umumnya bahan pemeriksaan laboratorium diambil pada pagi hari
tertutama pada pasien rawat inap. Kadar beberapa zat terlarut dalam
urin akan menjadi lebih pekat pada pagi hari sehingga lebih mudah
diperiksa bila kadarnya rendah. Kecuali ada instruksi dan indikasi
khusus atas perintah dokter. Selain itu juga ada pemeriksaan yang
tidak melihat waktu berhubung dengan tingkat kegawatan pasien
dan memerlukan penanganan segera disebut pemeriksaan sito.
Beberapa parameter hematologi seperti jumlah eosinofil dan kadar
besi serum menunjukkan variasi diurnal, hasil yang dapat
dipengaruhi oleh waktu pengambilan. Kadar besi serum lebih tinggi
pada pagi hari dan lebih rendah pada sore hari dengan selisih 40-
100 ug/dl. Jumlah eosinofil akan lebih tinggi antara jam 10 pagi
sampai malam hari dan lebih rendah dari tengah malam sampai
pagi.
4) Posisi pengambilan
Posisi berbaring kemudian berdiri mengurangi volume plasma 10%
demikian pula sebaliknya. Hal lain yang penting pada persiapan
penderita adalah menenangkan dan memberitahu apa yang akan
dikerjakan sebagai sopan santun atau etika sehingga membuat
penderita atau keluarganya tidak merasa asing atau menjadi obyek.
a) Persiapan alat
Dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan selalu
diperhatikan instruksi dokter sehingga tidak salah persiapan
dan berkesan profesional dalam bekerja.
b) Pengambilan darah
Yang harus dipersiapkan antara lain : - kapas alkohol 70 %,
karet pembendung (torniket) semprit sekali pakai umumnya
2.5 ml atau 5 ml, penampung kering bertutup dan berlabel.
Penampung dapat tanpa anti koagulan atau mengandung
anti koagulan tergantung pemeriksaan yang diminta oleh
dokter. Kadang-kadang diperlukan pula tabung kapiler
polos atau mengandung antikoagulan.
c) Penampungan urin
Digunakan botol penampung urin yang bermulut lebar,
berlabel, kering, bersih, bertutup rapat dapat steril (untuk
biakan) atau tidak steril. Untuk urin kumpulan dipakai botol
besar kira-kira 2 liter dengan memakai pengawet urin.
d) Penampung khusus
Biasanya diperlukan pada pemeriksaan mikrobiologi atau
pemeriksaan khusus yang lain. Yang penting diingat adalah
label harus ditulis lengkap identitas penderita seperti pada
formulir termasuk jenis pemeriksaan sehingga tidak
tertukar.
l. Cara pengambilan sampel
Pada tahap ini perhatikan ulang apa yang harus dikerjakan, lakukan
pendekatan dengan pasien atau keluarganya sebagai etika dan sopan
santun, beritahukan apa yang akan dikerjakan. Selalu tanyakan identitas
pasien sebelum bekerja sehingga tidak tertukar pasien yang akan diambil
bahan dengan pasien lain. Karena kepanikan pasien akan mempersulit
pengambilan darah karena vena akan konstriksi.
Darah dapat diambil dari vena, arteri atau kapiler. Syarat mutlak lokasi
pengambilan darah adalah tidak ada kelainan kulit di daerah tersebut, tidak
pucat dan tidak sianosis. Lokasi pengambilan darah vena : umumnya di
daerah fossa cubiti yaitu vena cubiti atau di daerah dekat pergelangan
tangan. Selain itu salah satu yang harus diperhatikan adalah vena yang
dipilih tidak di daerah infus yang terpasang/sepihak harus kontra lateral.
Darah arteri dilakukan di daerah lipat paha (arteri femoralis) atau daerah
pergelangan tangan (arteri radialis). Untuk kapiler umumnya diambil pada
ujung jari tangan yaitu telunjuk, jari tengah atau jari manis dan anak daun
telinga. Khusus pada bayi dapat diambil pada ibu jari kaki atau sisi lateral
tumit kaki.
m. Penanganan awal sampel dan transportasi
Pada tahap ini sangat penting diperhatikan karena sering terjadi sumber
kesalahan ada disini. Yang harus dilakukan :
1) Catat dalam buku expedisi dan cocokan sampel dengan label dan
formulir. Kalau sistemnya memungkinkan dapat dilihat apakah
sudah terhitung biayanya (lunas)
2) Jangan lupa melakukan homogenisasi pada bahan yang
mengandung antikoagulan
3) Segera tutup penampung yang ada sehingga tidak tumpah
4) Segera dikirim ke laboratorium karena tidak baik melakukan
penundaan
5) Perhatikan persyaratan khusus untuk bahan tertentu seperti darah
arteri untuk analisa gas darah, harus menggunakan suhu 4-8° C
dalam air es bukan es batu sehingga tidak terjadi hemolisis. Harus
segera sampai ke laboratorium dalam waktu sekitar 15-30 menit.
Perubahan akibat tertundanya pengiriman sampel sangat
mempengaruhi hasil laboratorium. Sebagai contoh penundaan
pengiriman darah akan mengakibatkan penurunan kadar glukosa,
peningkatan kadar kalium. Hal ini dapat mengakibatkan salah
pengobatan pasien. Pada urin yang ditunda akan terjadi
pembusukan akibat bakteri yang berkembang biak serta penguapan
bahan terlarut misalnya keton. Selain itu nilai pemeriksaan
hematologi juga berubah sesuai dengan waktu.
B. PERSIAPAN DAN PENGAMBILAN SPESIMEN
1. Pemeriksaan Darah
a. Tempat pengambilan darah untuk berbagai macam pemeriksaan laboratorium.
a) Perifer (pembuluh darah tepi)
b) Vena
c) Arteri
d) Pada orang dewasa diambil pada ujung jari atau daun telinga bagian bawah
e) Pada bayi dan anak kecil dapat diambil pada ibu jari kaki atau tumit
b. Bentuk pemeriksaan
a) Jenis/golongan darah
b) HB
c) Gula darah
d) Malaria
e) Filaria dll
c. Persiapan alat
a) Lanset darah atau jarum khusus
b) Kapas alcohol
c) Kapas kering
d) Alat pengukur Hb/kaca objek/botol pemeriksaan, tergantung macam
pemeriksaan
e) Bengkok
f) Hand scoon
g) Perlak dan pengalas
d. Prosedur kerja
a) Mendekatkan alat
b) Memberitahu klien dan menyampaikan tujuan serta langkah prosedur
c) Memasang perlak dan pengalas
d) Memakai hand scoon
e) Mempersiapkan bagian yang akan ditusuk, tergantung jenis pemeriksaan
f) Kulit dihapushamakan dengan kapas alcohol
g) Bekas tusukan ditekan dengan kapas alcohol
h) Merapikan alat
i) Melepaskan hand scoon
2. Pemeriksaan Urine
b. Kegunaan
1) Menafsirkan proses-proses metabolism
2) Mengetahui kadar gula pada tiap-tiap waktu makan (pada pasien DM)
c. Jenis pemeriksaan
1) Urine sewaktu
Urine yang dikeluarkan sewaktu-waktu bilamana diperlukan pemeriksaan.
2) Urine pagi
Urine yang pertama dikeluarkan sewaktu pasien bangun tidur.
3) Urine pasca prandial
Urine yang pertama kali dikeluarkan setelah pasien makan (1,5-3 jam
sesudah makan)
4) Urine 24 jam
Urine yang dikumpulkan dalam waktu 24 jam.
d. Persiapan alat
1) Formulir khusus untuk pemeriksaan urine
2) Wadah urine dengan tutupnya
3) Hand scoon
4) Kertas etiket
5) Bengkok
6) Buku ekspedisi untuk pemeriksaan laboratorium
e. Prosedur tindakan
1) Mencuci tangan
2) Mengisi formulir
3) Memberi etiket pada wadah
4) Memakai hand scoon
5) Menuangkan 100 cc urine dari bengkok ke dalam wadah kemudian ditutup
rapat.
6) Menyesuaikan data formulir dengan data pada etiket
7) Menuliskan data dari formulir ke dalam buku ekspedisi
8) Meletakkan wadah ke dalam bengkok atau tempat khusus bertutup.
9) Membereskan dan merapikan alat
10) Melepas hand scoon
11) Mencuci tangan
3. Pemeriksaan Faeces
a. Pengertian
Menyiapkan feses untuk pemeriksaan laboratorium dengan cara
pengambilan yang tertentu.
b. Tujuan
Untuk menegakkan diagnose
c. Pemeriksaan tinja untuk pasien dewasa
Untuk pemeriksaan lengkap meliputi warna, bau, konsistensi, lendir, darah,
dan telur cacing. Tinja yang diambil adalah tinja segar.
d. Persiapan alat
1) Hand scoon bersih
2) Vasseline
3) Botol bersih dengan penutup
4) Lidi dengan kapas lembab dalam tempatnya
5) Bengkok
6) Perlak pengalas
7) Tissue
8) Tempat bahan pemeriksaan
9) Sampiran
e. Prosedur tindakan
1) Mendekatkan alat
2) Memberitahu pasien
3) Mencuci tangan
4) Memasang perlak pengalas dan sampiran
5) Melepas pakaian bawah pasien
6) Mengatur posisi dorsal recumbent
7) Memakan hand scoon
8) Telunjuk diberi vaselin lalu dimasukkan ke dalam anus dengan arah keatas
kemudian diputar kekiri dan kekanan sampai teraba tinja
9) Setelah dapat , dikeluarkan perlahan – lahan lalu dimasukkan ke dalam
tempatnya.
10) Anus dibersihkan dengan kapas lembab dan keringkan dengan tissue.
11) Melepas hand scoon
12) Merapikan pasien
13) Mencuci tangan
Untuk pemeriksaan kultur (pembiakan) pengambilan tinja dengan cara
steril. Caranya sama dengan cara thoucer, tetapi alat-alat yang digunakan
dalam keadaan steril.
4. Pengambilan sputum
a. Pengertian
Sputum atau dahak adalah bahan yang keluar dari bronchi atau trakhea, bukan
ludah atau lendir yang keluar dari mulut, hidung atau tenggorokan.
b. Tujuan
Untuk mengetahui basil tahan asam dan mikroorganisme yang ada dalam tubuh
pasien sehingga diagnosa dapat ditegakkan.
c. Indikasi
Pasien yang mengalami infeksi/peradangan saluran pernafasan (apabila
diperlukan).
d. Persiapan alat
1) Sputum pot (tempat ludah) yang bertutup
2) Botol bersih dengan penutup
3) Hand scoon
4) Formulir dan etiket
5) Perlak pengalas
6) Bengkok
7) Tissue
e. Prosedur tindakan
1) Menyiapkan alat
2) Memberitahu pasien
3) Mencuci tangan
4) Mengatur posisi duduk
5) Memasang perlak pengalas dibawah dagu dan menyiapkan bengkok.
6) Memakai hand scoon
7) Meminta pasien membatukkan dahaknya ke dalam tempat yang sudah
disiapkan (sputum pot)
8) Mengambil 5cc bahan, lalu masukkan ke dalam botol
9) Membersihkan mulut pasien
10) Merapikan pasien dan alat
11) Melepas hand scoon
12) Mencuci tangan
5. Pengambilan spesimen cairan vagina/hapusan genetalia
a. Persiapan alat
1) Kapas lidi steril
2) Objek gelas
3) Bengkok
4) Sarung tangan
5) Spekulum
6) Kain kassa, kapas sublimat
7) Bengkok
8) Perlak
b. Prosedur
1) Memberitahu dan memberi penjelasan pada klien tentang tindakan yang akan
dilakukan
2) Mendekatkan alat
3) Memasang sampiran
4) Membuka dan menganjurkan klien untuk menanggalkan pakaian bagian
bawah (jaga privacy pasien)
5) Memasang pengalas dibawah bokong pasien
6) Mengatur posisi pasien dengan kaki ditekuk (dorsal recumbent)
7) Mencuci tangan
8) Memakai sarung tangan
9) Membuka labia mayora dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang tidak
dominan
10) Mengambil sekret vagina dengan kapas lidi dengan tangan yang dominan
sesuai kebutuhan
11) Menghapus sekret vagina pada objek gelas yang disediakan
12) Membuang kapas lidi pada bengkok
13) Memasukkan objek gelas ke dalam piring petri atau ke dalam tabung kimia
dan ditutup
14) Memberi label dan mengisi formulir pengiriman spesimen untuk dikirim ke
laboratorium
15) Membereskan alat
16) Melepas sarung tangan
17) Mencuci tangan
18) Melakukan dokumentasi tindakan
C. PERSIAPAN UNTUK PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan USG
Perkembangan Ultrasonografi (USG) sudah dimulai sejak kira-kira tahun 1960,
dirintis oleh Profesor Ian Donald. Sejak itu, sejalan dengan kemajuan teknologi
bidang komputer, maka perkembangan ultrasonografi juga maju dengan sangat pesat,
sehingga saat ini sudah dihasilkan USG 3 Dimensi dan Live 3D (ada yang menyebut
sebagai USG 4D).
a. Indikasi
1) Dalam bidang obstetri, indikasi yang dianut adalah melakukan pemeriksaan
USG dilakukan begitu diketahui hamil, penapisan USG pada trimester
pertama (kehamilan 10 – 14 minggu), penapisan USG pada kehamilan
trimester kedua (18 – 20 minggu), dan pemeriksaan tambahan yang
diperlukan untuk memantau tumbuh kembang janin.
2) Dalam bidang ginekologi onkologi pemeriksaannya diindikasikan bila
ditemukan kelainan secara fisik atau dicurigai ada kelainan tetapi pada
pemeriksaan fisik tidak jelas adanya kelainan tersebut.
3) Dalam bidang endokrinologi reproduksi pemeriksaan USG diperlukan untuk
mencari kausa gangguan hormon, pemantauan folikel dan terapi infertilitas,
dan pemeriksaan pada pasien dengan gangguan haid.
4) Sedangkan indikasi non obstetrik bila kelainan yang dicurigai berasal dari
disiplin ilmu lain, misalnya dari bagian pediatri, rujukan pasien dengan
kecurigaan metastasis dari organ ginekologi dll.
c. Cara Pemeriksaan
Pemeriksaan USG dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1) Pervaginam
a) Memasukkan probe USG transvaginal/seperti melakukan
pemeriksaan dalam.
b) Dilakukan pada kehamilan di bawah 8 minggu.
c) Lebih mudah dan ibu tidak perlu menahan kencing.
d) Lebih jelas karena bisa lebih dekat pada rahim.
e) Daya tembusnya 8-10 cm dengan resolusi tinggi.
f) Tidak menyebabkan keguguran.
2) Perabdominan
a) Probe USG di atas perut.
b) Biasa dilakukan pada kehamilan lebih dari 12 minggu.
c) Karena dari atas perut maka daya tembusnya akan melewati otot perut,
lemak baru menembus rahim.
d. Jenis Pemeriksaan USG
1) USG 2 Dimensi
Menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang). Kualitas
gambar yang baik sebagian besar keadaan janin dapat ditampilkan.
2) USG 3 Dimensi
Dengan alat USG ini maka ada tambahan 1 bidang gambar lagi yang disebut
koronal. Gambar yang tampil mirip seperti aslinya. Permukaan suatu benda
(dalam hal ini tubuh janin) dapat dilihat dengan jelas. Begitupun keadaan
janin dari posisi yang berbeda. Ini dimungkinkan karena gambarnya dapat
diputar (bukan janinnya yang diputar).
3) USG 4 Dimensi
Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya istilah untuk USG 3 dimensi yang
dapat bergerak (live 3D). Kalau gambar yang diambil dari USG 3 Dimensi
statis, sementara pada USG 4 Dimensi, gambar janinnya dapat “bergerak”.
Jadi pasien dapat melihat lebih jelas dan membayangkan keadaan janin di
dalam rahim.
4) USG Doppler
Pemeriksaan USG yang mengutamakan pengukuran aliran darah terutama
aliran tali pusat. Alat ini digunakan untuk menilai keadaan/kesejahteraan
janin. Penilaian kesejahteraan janin ini meliputi: Gerak napas janin (minimal
2x/10 menit), Tonus (gerak janin), Indeks cairan ketuban (normalnya 10-20
cm), Doppler arteri umbilikalis, Reaktivitas denyut jantung janin.
2. Pemeriksaan Rontgen
Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu. Tepatnya
sejak 8 November 1890 ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman, Conrad
Roentgen, menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian diberi label sinar
X. Sinar ini mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan
untuk memotret bagian-bagian dalam tubuh. Berkat jasanya bagi dunia kedokteran,
banyak nyawa bisa diselamatkan, hingga ia mendapat penghargaan Nobel di tahun
1901.
Pada prinsipnya sinar yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan ke format
film agar bisa dilihat hasilnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini foto rontgen
juga sudah bisa diproses secara digital tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan
dalam bentuk CD atau bahkan dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan
teknologi e-mail.
f. Persiapan pemeriksaan
1) Radiografi konvensional tanpa persiapan.
Maksudnya, saat anak datang bisa langsung difoto. Biasanya ini untuk
pemeriksaan tulang atau toraks.
2) Radiografi konvensional dengan persiapan.
Pemeriksaan radiografi konvensional yang memerlukan persiapan di antaranya
untuk foto rontgen perut. Sebelum pelaksanaan, anak diminta untuk puasa
beberapa jam atau hanya makan bubur kecap. Dengan begitu ususnya bersih
dan hasil fotonya pun dapat dengan jelas memperlihatkan kelainan yang
dideritanya.
3) Pemeriksaan dengan kontras
Sebelum dirontgen, kontras dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara diminum,
atau dimasukkan lewat anus, atau disuntikkan ke pembuluh vena.
g. Indikasi pemeriksaan
1) Sesak napas pada bayi.
Untuk memastikan ada tidaknya kelainan di toraksnya (rongga dada),
dokter membutuhkan foto rontgen agar penanganannya tepat.
2) Bayi muntah hijau terus-menerus.
Bila dokter mencurigai muntahnya disebabkan sumbatan di saluran
cerna, maka pengambilan foto rontgen pun akan dilakukan.
Pertimbangan dokter untuk melakukan tindakan ini tidak semata-mata
berdasarkan usia, melainkan lebih pada risk and benefit alias risiko dan
manfaatnya.
3) Deteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam
lainnya.
Bagi balita sampai kalangan dewasa, foto rontgen lazimnya
dimanfaatkan untuk mendeteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus,
dan organ dalam lainnya.
3. Kardiotokografi (CTG).
a. Pengertian
1) Secara khusus
CTG adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur DJJ pada
saat kontraksi maupun tidak.
2) Secara umum
CTG merupakan suatu alat untuk mengetahui kesejahteraan janin di
dalam rahim, dengan merekam pola denyut jantung janin dan
hubungannya dengan gerakan janin atau kontraksi rahim.
Jadi bila doppler hanya menghasilkan DJJ maka pada CTG kontraksi
ibu juga terekam dan kemudian dilihat perubahan DJJ pada saat
kontraksi dan diluar kontraksi. Bila terdapat perlambatan maka itu
menandakan adanya gawat janin akibat fungsi plasenta yang sudah
tidak baik.
Cara pengukuran CTG hampir sama dengan doppler hanya pada CTG
yang ditempelkan 2 alat yang satu untuk mendeteksi DJJ yang satu
untuk mendeteksi kontraksi, alat ini ditempelkan selama kurang lebih
10-15 menit
b. Indikasi Pemeriksaan CTG
1) Kehamilan dengan komplikasi (darah tinggi, kencing manis, tiroid,
penyakit infeksi kronis, dll)
2) Kehamilan dengan berat badan janin rendah (Intra Uterine Growth
Retriction)
3) Oligohidramnion (air ketuban sedikit sekali)
4) Polihidramnion (air ketuban berlebih)
c. Pemeriksaan CTG
1) Sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan.
2) Waktu pemeriksaan selama 20 menit,
3) Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak
menyakitkan ibu maupun bayi.
4) Bila ditemukan kelainan maka pemantauan dilanjutkan dan dapat
segera diberikan pertolongan yang sesuai.
5) Konsultasi langsung dengan dokter kandungan
Referensi :
Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC
Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.
Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.
Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.
JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru
Lahir Jakarta. Pusdiknakes.
JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.
Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.
Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC
Konsep Dasar Pemberian Obat
A. Pengertian dan Jenis-Jenis Pemberian Obat
Obat adalah semua zat baik dari alam (hewan maupun tumbuhan) atau kimiawi
yang dalam takaran (dosis) yang tepat atau layak dapat menyembuhkan, meringankan
atau mencegah penyakit atau gejala-gejalanya.
1. Jenis –jenis pemberian obat
adapun Cara pemberian obat didasarkan pada bentuk obat, efek yang
diinginkan baik fisik maupun mental.
Diantaranya :
a. Oral
Pemberian obat melalui mulut merupakan cara paling mudah dan paling sering
digunakan. Obat yang digunakan biasanya memiliki onset yang lama dan efek
yang lama.
b. Parenteral
Pemberian obat melalui perenteral merupakan pemberian obat melalui jaringan
tubuh.pemberian obat parenteral, merupakan pilihan jika pemberian obat dari
mulut merupakan ktrak indikasi.
c. Topical
Obat diberikan pada kulit atau mukosa. Obat-obat yang diberikan biasanya
memiliki efek lokal, obat dapat di oleskan pada areah yang diobati atau medicated
baths. Efek sistematik dapat timbul jika kulit klien tipis.
d. Inhalasi
Jalan nafas memberikan tempat yang luas untuk absorrsi obat, obat diinhalasi
melalui mulut atau pun hidung.
B. Tujan Pemberian Obat
Untuk menghilangkan rasa nyeri yang dialami klien.
Obat topikal pada kulit memiliki efek yang lokal
Efek samping yang terjadi minimal
Menyembuhkan penyakit yang diderita oleh klien
C. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Pemberian Obat
Adapun hal-hal yang dapat diperhatikan dalam pemberian obat, di antaranya
1. Tepat obat
Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya petugas medis harus memperhatikan
kebenaran obat sebanyak tiga kali, yakni : ketika memindahkan obat dari tempat
penyimpanan obat, saat obat diprogramkan, dan saat mengembalikan obat ke
tempat penyimpanan.
2. Tepat dosis
Untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat, maka penentuan dosis harus
diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi
alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet, dan
lain-lain. Dengan demikian, penghitungan dosis benar untuk diberikan ke pasien.
3. Tepat pasien
Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang diprogramkan.hal
ini dilakukan dengan mengidentifikasikan identitas kebenaran obat, yaitu
mencocokkan nama, nomor registrasi, alamat, dan program pengobatan pada
pasien.
4. Tepat jalur pemberian
Kesalahan rute pada pemberian dapat menimbulkan efek sistenik yang fatal pada
pasien .untuk itu, cara pemberiannya adalah dengan melihat cara pemberian/ jalur
obat pada lebel yang dada sebelum memberikannya ke pasien.
5. Tepat waktu
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang diprogramkan karena
berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat
D. Teknik-Teknik Pemberian Obat
Pemberian obat kepada pasien dapat dilakukan melalui beberapa cara di antaranya:
a. Pemberian obat melalui oral
Pemberian obat melalui mulut dapat dilakukan dengan tujuan mencegah ,
mengobati dan mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis obat .
Persiapan alat dan bahan :
Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
Obat dan tempatnya
Air minum dalam tempatnya
Prosudur kerja
1. cuci tangan
2. jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan .
3. baca obat, dengan berperinsip tepat obat ,tepat pasien , tepat dosis, tepat
waktu, dan tepat tempat.
4. Bantu untuk meminumkannya dengan cara
a. apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol,
maka tobat. Jangan sentuh obat dengan tangan . untuk obat berupa
kapsul jangan dilepaskan pembungkusnya.
b. kaji kesulitan menelan bila ada, jadikan tablet dalam bentuk bubuk
dan campuran dengan minuman.
c. Kaji denyut nadi dan tekanan darah sebelum pemberian obat yang
membutuhkan pengkajian .
5. catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian . evaluasi respons terhadap
obat denngan mencatat hasil pemberian obat
6. cuci tangan
b. Pemberian obat melalui jaringan intrakutan
Memberikan atau memasukkan obat kedalam jaringan kulit dilakukan
sebagai tes reaksi alergi terhadap jenis obat yang akan digunakan . pemberian
obat melalui jaringan intrakutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis
secara umum, dilakukan pada daaerah lengan , tangan bagian venteral.
Persiapan alat dan bahan :
1. Daftar buku obat /catatan, jadwal pemberian obat.
2. Obat dalam tempatnya.
3. Spuit 1cc /spuit insulin
4. Kapas alkhol dalam tempatnya.
5. Cairan pelarut
6. Bak seteril dilapisi kas steril
7. Bengkok
8. Perlak dan alasanya
Prosedur kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik.bila menggunakan baju lengan
panjang, buka dan ke ataskan.
4. Pasang perlak di bawah bagian yang di suntik.
5. Ambil obat untuk tes alergi ,kemudian larutkan / encerkan dengan akuades
(cairan pelarut). Selanjutnya , ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai 1 cc
lalu siapkan pada bak injeksi atau seteril
6. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang disuntik
7. Tegangkan daerah yang akan disuntik dengan tangan kiri.
8. Lakukan penusukan dengan lubang mennghadap ke atas yang sudutnya 15-
20 terhadap permukaan kulit.
9. Semperotkan obat hingga terjadi gelembung
10. Tarik supit dan tidak boleh dilakukan massage
11. Cuci tangan
12. Catat reaksi pemberian , hasil pemberian obat / tes obat, tanggal, waktu, dan
jenis obat
c. Pemberian obat melalui jaringan subkutan
Pemberian obat melalui suntikan di bawah kulit dapat dilakukan pada daerah
lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada,
dan daerah sekitar umbilicus(abdomen) . umumnya, pemberian obat melalui
jaringan subkutan ini dilakukan dalam program pemberian insulin yang di
gunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Terdapat dua tipe larutan insulin
yang diberikan , yaitu jernih dan keruh.larutan jernih dimaksudkan sebagai insulin
tipe reaksi cepat (insulin reguler). Larutan yang keruh termasuk tipe lambat karena
adanya penambahan protein sehingga memperlambat absorpsi obat.
Persiapan alat dan bahan:
1. Daftar buku obat/ catatan, jadwal pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya.
3. Spuit insulin.
4. Kapas alkohol dalam tempatnya
5. Cairan
6. Bak injeksi
7. Bengkok
8. Perlak dan alasnya
Prosedur kerja:
1. cuci tangan.
2. jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. bebaskan daerah yang akan disuntikkan atau bebaskan suntikan dari pakaian .
apabila menggunakan baju , dibuka atau di ataskan .
4. ambil obat pada tempatnya sesuai dengan dosis yang akan diberikan . setelah
itu, tempatkan pada bak injeksi.
5. Disinfeksikan dengan kapas alkohol.
6. Tegangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan
subkuntun).
7. Lakukan penusukan dengan jarum suntik menghadap ke atas , dengan sudut
45 pada permukaan kulit.
8. Lakukan dengan aspirasi bila tidak ada darah, semprotkan obat perlahan-
lahan hingga habis .
9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alkohol. Masukan spuit yang telah
dipakai kedalam bengkok.
10. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis / dosis obat.
11. Cuci tangan.
d. Pemberian obat melalui intervena
Memberikan obat secara langsung, diantaranya vena mediana cubitus /
cephalika (daerah lengan), vena frontalis / temporalis di daerah frontalis dan
temporal dari kepala. Tujuanya agar reaksi berlangsung cepat dan langsung masuk
pada pembuluh darah.
Persiapan alat dan bahan:
1. Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit sesuai dengan jenis ukuran.
4. Kapas alkohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak injeksi
7. Bengkok
8. Perlak dan alasnya
9. Karet pembendung.
Prosedur kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Bebaskan daerah yang akan dilakukan penyuntikan dari pakaian. apabila
tertutup, pakaian dibuka atau dikeataskan
4. Ambil onbat dari tempatnya dengan spuit, sesui dengan dosis yang akan
diberikan. Apabila obat berada dalam bentuk sediaan bubuk, maka lartkan
dengan pelarut (akuades sterill).
5. Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan
penyuntikan.
6. Kemudian tempatkan obat yang telah di ambil pada bak injeksi
7. Disinfeksi dengan kapas alkohol
8. Pada bagian atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat dapat
dilakukan peningkatan dengan karet pembandung (torniquet) , tegangkan
dengan tangan / minta bantuan, atau membendung di atas vena yang akan
dilakukan penyuntikan.
9. Ambil spuit yang berisi obat
10. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan
memasukkan ke pembuluh darah .
11. Lakukan aspirasi. Bila sudah ada daerah ,lepskan karet pembendung dan
langsung semprotkan obat hingga habis.
12. Setelah selesai, ambil sempuit dengan menarik dan lakukan penekanan
pada daerah pennusukan dengan kapas alkohol . letakkan spuit yang telah
digunakan ke dalam bengkok.
13. Catat reaksi pemberian , tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat
14. Cuci tangan.
e. Pemberian obat melalui wadah intervena
Memberikan obat melalui wadah intrvena merupakan pemberian obat
dengan menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intervena.
dengan bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar
terapeutik dalam darah.
Persiapan alat dan bahan :
1. Spuit dan jarum yang sesuai dengan ukuran .
2. Obat dalam tempatnya
3. Wadah cairan (kantong / botol)
4. Kapas alkohol.
Prosedur kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukkan ke dalam
spuit.
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong.
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus
bagian tengah dan memasukkan obat perlahan-lahan ke dalam kantong /
wadah cairan
7. Setelah selesai , tarik spuit dan campur larutan dengan membalikan
kantong cairan secara perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung lain.
8. Periksa kecepatan infuse
9. Cuci tangan
10. Catat reaksi pemberian , tanggal,waktu, dan dosis pemberian obat
f. Pemberian obat melalui selang intervena
Persiapkan alat dan bahan :
1. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran
2. Obat dalam tempatnya
3. Selang intrevena
4. Kapas alcohol
Prosedur kerja:
1. Cuci tangan
2. jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukkan ke dalam
spuit
4. Cari tempat penyuntikan obat pada selang intervena
5. Lakukan disinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarumspuit hingga menembus
bagian tengah dan memasukkan obat secara perlahan-lahan ke dalam
selang intervena
7. Setelah selesai, tarik spuit
8. Periksa kecepatan infus dan obsevasi reksi obat
9. Cuci tangan
10. Catat obat yang telah diberikan dosisnya
g. Pemberian obat melalui intramuscular
Memberikan obat melalui intramuskuler merupakan pemberian obat
dengan memasukannya ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat
dilakukan di dorosogluteal (posisi tengkurap), ventrogluteal (posisi bebaring),
avastus lateralis (daerah paha), deltoid (lengan atas ). Dengan tujuan agar
absorpasi obat dapat lebih cepat.
Persiapa alat dan bahan :
1. Daftar buku obat / catat, jadwal pemberian obat
2. Obat dalam tempatnaya
3. Spuit dan jarum sesuai dengan ukurannya : untuk orang dewasa, panjang
nya 2,5-3,7 cm; sedangkan untuk anak , panjangnya 1,25-2,5 cm
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak injeksi
7. Bengkok
Perosedur kerja:
1. Cuci tangan
2. jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosis.
Setelah itu letakkan pada bak injeksi
4. periksa tempat yang akan dilakukan penyuntikan.
5. Disinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan
penyuntikan
6. Dilakukan penyuntikan
7. Lakukan penusukan menggunakan jarum dengan posisi tegak lurus
8. Setelah jarum masuk , lakukan aspirasi spuit.bila tidak ada darah,
semperotkan obat secara perlahan-lahan hingga habis
9. Setelah selesai, ambil spuit dengan menariknya, tekan daerah penyuntikan
dengan kapas alcohol, kemudian letekkan spuit yang telah digunakan pada
bengkok
10. Catat reaksi pemberian , jumlah dosis obat, dan waktu pemberian
11. Cuci tanga
h. Pemberian obat melalui rectum
Pemberian obat melalui rectum merupakan pemberian obat dengan
memasukkan obat melalui anus dan kemudian rectum,dengan tujuan memberikan
efek local dan sistematik. Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat
supositoria yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat, menjadiakan
lunak pada daerah feses, dan merangsang buang air besar. Pemberian obat efek
local , seperti obat ducolac supositoria, berfungsi untuk meningkatkan defekasi
secara local. Pemberian obat dengan sistemik, seperti obat aminofilin supositoria,
berfungsi mendilatasi bronchus. Pemberian obat supositoria ini diberikan tepat
pada dinding rectal yang melewati sphincter anti interna. Kontraindikasi pada
pasien yang mengalami pembedahan rectal.
Persiapan alat dan bahan:
1. Obat supositoria pda tempatnya
2. Sarung tangan
3. Kain kasa
4. Vaselin/pelican/pelumas
5. Kertas tisu
Prosedur kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Gunakan sarung tangan
4. uka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa
5. Oleskan pelican pada ujung obat supositoria
6. Regangkan glutea dengan tangan kiri.kemudian masukkan supositoria b
perlahan melalui anus,sphincter anal interna, serta mengenai dinding rectal
10 cm pada orang dewasa, 5 cm pada bayi atau anak .
7. Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan
tisu
8. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring terlentang atau miring selama 5
menit
9. Cuci tangan
10. Cata obat, jumlah dosis, dan cara pemberian .
i. Pemberian obat per vagina
Pemberian obat melalui vagina merupakan tindakan memasukkan obat
melalui vagina, yang bertujuan untuk mendafatkan efek terapi obat dan mengobati
saluran vagina atau serviks. obat ini tersedia dalam bentuk krem dan supositoria
yang digunakan untuk mengobati infeksi lokal .
Persiapan alat dan bahan:
1. Obat dalam tempatnya
2. Sarung tangan
3. Kain kasa
4. Kertas tisu
5. Kapas sublimat dalam tempatnya.
6. Pengalas
7. Korentang dalam tempatnya
Prosedur kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien, mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Gunakan sarung tangan
4. Buka pembukus obat dan pegang dengan kain kasa
5. Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat
6. Anjurkan pasien tidur dengan posisi dorsal recumbert
7. Apabila jenis obat supositoria, maka buka pembungkus dan berikan
pelumas pada obat
8. Renggang kan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan obat
sepanjang dinding kanal vaginal posterior sampai 7,5- 10 cm
9. Setelah obat masuk,bersihkan daerah sekitar orifisium dan labia dengan
tisu
10. Anjurkan unutk tetap dalam posisi selama 10 m agar obat bereaksi.
11. Cuci tangan
12. Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian
j. Pemberian obat pada mata
Pemberian obat pada mata dengan obat tetes mata atau salep mata
digunakan untuk persiapan pemeriksaan struktur internal mata dengan mendilatasi
pupil, pengukuran refraksi lensa dengan melemahkan otot lensa, serta
penghilangan iritasi mata.
Persiapan alat dan bahan:
1. Obat dalam tempatnya dengan penetes steril atau berupa salep.
2. Pipet
3. Pinset anatomi dalam tempatnya
4. Korentang dalam tempatnya
5. Plester
6. Kain kasa
7. Kertas tisu
8. Balutan
9. Sarung tangan
10. Air hangat / kapas pelembat.
Prosedur keja:
1. Cuci tangan
2. Jelskan pada pasien, mengenai prosedur yang dilakukan
3. Atur posisi pasien dengan kepala menengadah dengan posisi perawat di
samping kanan
4. Gunakan sarung tangan
1. 5. Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembat dari
sudut mata k arah hidung apabila sangat kotor, basuh dengan air
hangat.
5. Buka mata dengan menekan perlahan-lahan bagian bawah dengan ibu
jari,jari telunjuk di atas tulang orbita.
6. Teteskan obat mata di atas sakus konjugtiva. Setelah tetesan selesai
sesuai dengan dosis, anjurkan pasien untuk menutup mata dengan
perlahan-lahan, apabila menggunakan obat tetes mata.
7. Apabila obat mata jenis salep pengang aflikator salep di atas pinggir
kelopak mata kemudian pencet tube sehingga obat keluar dan berikan
obat pada kelopak mata bawah.setelah selesai, anjurkan pasien untuk
melihat ke bawah , secara bergantian dan berikan obat pada kelopak
mata bagian atas.biarkan pasien untuk memejamkan mata dan
menggerakan kelopak mata
8. Tutup mata dengan kasa bila perlu.
9. Cuci tangan
10. Catat obat, jumlah, waktu, dan tempat pemberian .
k. Pemberian obat pada kulit
Pemberian obat pada kulit merupakan pemberian obat dengan
mengoleskannya dikulit yang bertujuan mempertahan kan hidrasi, melindungi
permukaan kulit, mengurangi iritasi kulit, atau mengatasi infeksi. Jenis obat kulit
yang diberikan dapat bermacam-macam seperti krem, losion, aerosol dan seprai.
Persiapan alat dan bahan:
1. Obat dalam tempatnya (seperti krem, losion, aerosol, dan seprai)
2. Pinset anatomis
3. Kain kasa
4. Kertas tisu
5. Balutan
6. Pengalas
7. Air sabun, air hangat
8. Sarung tangan
Prosedur kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelasjan pada pasien, mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Pasang pengalas di bawah daerah yang akan dilakukan tindakan
4. Gunakan sarung tangan
5. Bersihkan daerah yang akan diberi obat dengan air hangat (apabila
terdapat kulit mengeras ) dan gunakan pinst anatomis.
6. Beriakan obat sesuai dengan indikasi dan cara pemakaian seperti
mongelkan dan menggompers
7. Kalau perlu,tutup dengan kain kasa atau balutan pada daerah yang
diobati
8. Cuci tangan
l. Pemberian obat pada telinga
Memberiakan obat pada telinga dilakukan dengan obat tetes pada telinga
atau salep. Pada umumnya, obat tetes telinga yang dapat berupa obat antibiotik
diberiakan pada gangauan infeksi telinga. Khususnya otitis media pada telinga
tengah.
Persiapan alat dan bahan :
1. Obat dalam tempatnya
2. Penetes
3. Spekulum telinga
4. Pinset anatomi dalam tempatnya
5. Korentang dalam tempatnya
6. Plester
7. Kai n kasa
8. Kertas tisu
9. Balutan
Prosedur kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien , mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. atur posisi pasien dengan kepala miring ke kanan atau ke kiri sesuai
dengan daerah yang akan diobati , usahakan agar lubang telinga pasien
ke atas.
4. Lurusakan lubang telinga denger menarik daun telinga ke atas atau ke
belekang pada orng dewasa dan k bawah pada anak
5. Apabila obat berupa obat tetes, maka teteskan obat dengan jumlah
tetesan sesuai dosisi pada dinding saluaran untuk mencegah terhalang
oleh gelembung udara
6. Aoabila berupa salep, maka ambil kapas lidi dan masukkan atau
oleskan salep pada liang telinga
7. Pertahankan posisi kepala 2-3m
8. Tutup telinga dengan pembalut dan plester kalau perlu
9. Cuci tangan
10. Catat jumalah, tanggal,dan dosis pemberian.
m. Pemberian obat pada hidung
Pemberian obat tetes hidung dapat dilakukan pada hidung seseorang dengan
keradangan hidung (rhinitis) atau nasofaring.
Persiapan alat dan bahan
1. Obat dalam tempatnya
2. Pipet
3. Spekulum hidung
4. Pinset anatomi pada tempatnya
5. Korentang dalam tempatnya
6. Plester
7. Kain kasa
8. Kertas tisu
9. Balutan
Prosedur kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien, mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi pasien dengan cara :
4. Berikan tetesan obat sesuai dengan dosis pada tiap lubang hidung
5. Pertahankan posisi kepala tetap tengadah ke belakang selama 5 m
6. Cuci tangan
7. Catat cara tanggal, dan dosis pemberian obat
E. Komplikasi dan Kesalahan Dalam Pemberian Obat.
Obat memiliki dua efek yakni efek terapeutik dan efek samping efek terapeutik
obat memiliki kesesuaian terhadap efek yang diharapkan sesuai kandungan obatnya
seperti paliatif (berefek untuk mengurangi gejala), kuratif (memiliki efek pengobatan),
suportif (berefek untuk menaikkan fungsi atau respons tubuh), substitutif (berefek
sebagai pengganti), efek kemoterapi (berefek untuk mematikan atau menghambat),
dan restorative (berefek pada memulihkan fungsi tubuh yang sehat). Efek samping
merupakan dampak yang tidak di harapkan, tidak bisa diramal, dan bahkan
kemungkinan dapat membahayakan seperti adanya alergi, toksisitas (keracunan),
penyakit iatrogenic, kegagalan dalam pengobatan, dan lain-lain.
Alergi kulit : apabila terjadi alergi kulit atas pemberian obat kepada klien,
keluarkan sebanyak mengkin pengobatan yang telah diberikan, beritau dokter, dan
catat dalam pelaporan.
Resiko kesalahan pengobatan injeksi meningkat secara bermakna dengan
semakin tingginya keparahan sakit pasien, semakin tinggi pelayanan dan semakin
banyaknya penyuntikan obat. Resiko lebih rendah ketika ada sistem pelaporan
kejadian kritis dan ketika pengecekan rutin pada perubahan shift perawat
http://muhamadrezapahlevi.blogspot.com/2012/05/konsep-dasar-pemberian-obat.html
PERSIAPAN PEMBERIAN OBAT
Persiapan dan pemberian obat harus dilakukan dengan akurat oleh perawat
Perawat menggunakan ”lima benar” pemberian obat untuk menjamin pemberian obat
yang aman.
1. Benar obat
2. Benar dosis
3. Benar Klien
4. Benar rute pemberian
5. Benar waktu
1. Benar Obat
- Apabila obat pertama kali diprogramkan, perawat membandingkan etiket obat atau
format pencatatan unit dosis dengan instruksi yang ditulis dokter.
- Membandingkan label pada wadah obat dengan format atau etiket obat
- Perawat melakukan ini sebanyak tiga kali, yaitu :
o Sebelum memindahkan wadah obat dari laci atau lemari
o Pada saat sejumlah obat yang diprogramkan dipindahkan dari wadahnya
o Sebelum mengembalikan wadah obat ketempat penyimpanan
- Perawat hanya memberikan obat yang dipersiapkannya
- Jika terjadi kesalahan, perawat yang memberikan obat bertanggung jawab
terhadap efek obat.
- Upayakan untuk tidak menyiapkan obat dari wadah tidak bertanda atau wadah
yang labelnya tidak terbaca.
- Apabila klien menolak obat, upayakan untuk tidak mengembalikan obat ke wadah
aslinya atau memindahkan obat tersebut ke wadah lain.
2. Benar Dosis
- Sistem unit – dosis distribusi obat meminimalkan kesalahan karena kebanyakan
obat tersedia dalam dosis yang sesuai
- Apabila sebuah obat harus disediakan dari volume atau kekuatan obat yang lebih
besar atau lebih kecil dari yang dibutuhkan atau jika seorang dokter
memprogramkan suatu sistem perhitumgan obat yang berbeda dari yang
disediakan oleh ahli farmasi, resiko kesalahan meningkat
- Gelas ukur, spuit dan sendok yang dirancang khusus dapat digunakan untuk
menghitung obat dengan akurat.
3. Benar Klien
- Langkah penting dalam pemberian obat dengan aman adalah meyakinkan bahwa
obat tersebut diberikan pada klien yang benar
- Perawat bertanggung jawab dalam memberikan obat terhadap banyak klien
- Untuk mengidentifikasi klien dengan tepat, perawat memeriksa kartu, format, atau
laporan pemberian obat yang dicocokkan dengan nama atau no rekam medik klien,
atau meminta klien untuk menyebutkan namanya sewaktu perawat memberikan
obat.
- Ketika menanyakan nama klien, perawat sebaiknya tidak menyebut suatu nama
dan berasumsi bahwa respons klien menunjukkan bahwa klien adalah orang yang
benar, sebaiknya perawat meminta klien menyebutkan nama lengkapnya.
- Klien yang menggunakan obat secara mandiri di rumah harus diperingatkan untuk
tidak pernah memberi obatnya kepada anggota keluarga atau teman.
4. Benar Rute
- Apabila sebuah instruksi obat tidak menerangkan rute pemberian obat, perawat
mengonsultasikannya kepada dokter
- Bila rute pemberian obat bukan cara yang direkomendasikan, perawat harus segera
mengingatkan dokter.
5. Benar Waktu
- Perawat harus mengetahui alasan sebuah obat di programkan untuk waktu tertentu
dalam satu hari dan apakah jadwal tersebut dapat diubah
- Contoh dua obat diberikan, satu q8h (setiap 8 jam) dan yang lain tid (3 kali
sehari). Kedua obat diberikan tiga kali dalam 24 jam
- Tujuan diberikan obat q8h dalam hitungan jam adalah mempertahankan kadar
terapeutik obat. Perbedaannya, obat tidak diberikan selam klien terjaga.
- Setiap institusi memiliki rekomendasi jadwal waktu untuk obat yang harus
diberikan dengan interval sering
- Beberapa obat memerlukan penilaian klinis perawat dalam menentukan waktu
pemberian obat yang tepat. Obat tidurpun harus diberikan menjelang klien tidur,
jika perawat menyadari bahwa sebuah prosedur dapat mengganggu tidur klien,
sebaiknya pemberian obat ditunda sampai suatu waktu dimana klien dapat
memperoleh manfaat optimal obat
- Perawat mengkaji tingkat nyeri klien untuk menentukan tingkat ketidaknyamanan
- Apabila perawat menunggu sampai nyeri klien menjadi parah maka efek analgesik
mungkin tidak cukup.
- Untuk klien yang sulit mengingat waktu minum obat, perawat dapat membuat
bagan yang memuat daftar waktu pemberian setiap obat.
http://mirawatidianhusada.blogspot.com/p/persiapan-pemberian-obat.html
A.PENGERTIAN DOSIS OBAT
Dengan dosis obat dimaksud jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam
satuan berat (gram, milligram,mikrogram) atau satuan isi (liter, mililiter) atau unit-unit
lainnya (Unit Internasional). Kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud dengan
dosis obat yaitu sejumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada penderita dewasa,
juga disebut dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis terapeutik. Bila dosis obat yang
diberikan melebihi dosis terapeutik terutama obat yang tergolong racun ada kemungkinan
terjadi keracunan, dinyatakan sebagai dosis toxic. Dosis toxic ini dapat sampai
mengakibatkan kematian, disebut sebagai dosis letal.
Obat-obat tertentu memerlukan dosis permulaan (initial dose) atau dosis awal
(loading dose) yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (maintenance dose). Dengan
memberikan dosis permulaan yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (misalnya dua
kali), kadar obat yang dikehendaki dalam darah dapat dicapai lebih awal. Hal ini
dilakukan antara lain pada pemberian oral preparal Sulfa (Sulfisoxazole,Trisulfa
pyrimidines), diberikan dosis permulaan 2 gram dan diikuti dengan dosis pemeliharaan 1
gram tiap 6 jam.
B.FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT
Dosis obat yang diberikan kepada penderita dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu faktor obat, cara pemberian obat tersebut dan penderita. Terutama faktor-faktor
penderita seringkali kompleks sekali, karena perbedaan individual terhadap respon obat
tidak selalu dapat diperkirakan. Ada kemungkinan ketiga faktor tersebut di bawah ini
didapati sekaligus.
1.Faktor Obat:
a. Sifat fisika : daya larut obat dalam air/lemak, kristal/amorf, dsb.
b. Sifat kimiawi : asam, basa, garam, ester, garam kompleks, pH, pKa.
c. Toksisitas : dosis obat berbanding terbalik dengan toksisitasnya.
2.Faktor Cara Pemberian Obat Kepada Penderita:
a. Oral : dimakan atau diminum
b. Parenteral : subkutan, intramuskular, intravena, dsb
c. Rektal, vaginal, uretral
d. Lokal, topikal
e. Lain-lain : implantasi, sublingual, intrabukal, dsb
3.Faktor Penderita:
a. Umur : neonatus, bayi, anak, dewasa, geriatrik
b. Berat badan : biarpun sama-sama dewasa berat badan dapat berbeda besar
c. Jenis kelamin : terutama untuk obat golongan hormon
d. Ras : “slow & fast acetylators”
e. Toleransi
f. Obesitas : untuk obat-obat tertentu faktor ini harus diperhitungkan
g. Keadaan pato-fisiologi : kelainan pada saluran cerna mempengaruhi
absorbsi obat, penyakit hati mempengaruhi metabolisme obat, kelainan
pada ginjal mempengaruhi ekskresi obat
C.KESALAHAN DOSIS/OVERDOSIS
1. Akibat kelebihan dosis:
a. pernapasan akan tertekan/sesak nafas
b. mual-mual/muntah
c. berkurangnya tingkat kesadaran
d. pusing
2. Penanganan kelebihan dosis sesuai dengan gejala misalnya sesak nafas dengan cara
penambahan oksigen.
D.Menghitung Dosis Maksimum
Dosis adalah takaran atau jumlah, dosis obat adalah takaran obat yang bila
dikelompokkan bisa dibagi :
1. Dosis Terapi (Therapeutical Dose), yaitu dosis obat yang dapat digunakan untuk
terapi atau pengobatan untuk penyembuhan penyakit.
2. Dosis Maksimum (Maximalis Dose), yaitu dosis maksimal obat atau batas jumlah
obat maksimum yang masih dapat digunakan untuk penyembuhan. Dalam buku
buku standar seperti Farmakope atau Ekstra Farmakope Dosis Maksimum (DM)
tercantum diperuntukkan orang dewasa.
3. Dosis Lethalis (Lethal Dose), yaitu dosis atau jumlah obat yang dapat mematikan
bila dikonsumsi. Bila mencapai dosis ini orang yang mengkonsumsi akan over
dosis (OD)
4. Dosis medicinalis yaitu dosis terapeutik = dosis lazim
5. Dosis permulaan yaitu initial dose
6. Dosis pemeliharaan yaitu maintenance dose
7. Dosis toxica = dosis sampai terjadi keracunan
8. Dosis Khusus
Dosis penderita yang obesitas: harus diperhitungkan lemak dan persentase BB
tanpa lemak (BBTL)
BBTL = BB x (100 - % lemak)
9. Dosis penderita geriatrik (>65 tahun)
Dosis diturunkan ( ± 75 % DD)
Perubahan fisiologis dan patologis diperhatikan (cardivaskuler, ginjal, DM)
10. Dosis penderita ginjal:
Ekskresi obat terganggu → obat lebih lama di peredarah darah
Dosis dan interval obat harus diatur
11. Dosis dopamine
Salah satu indikasi penggunaan dopamine adalah pada TD sistolik
<70mmHg disertai dengan tanda-tanda syok.
Rumus dopamine yaitu: Dosis X BB(kg) X 60/4000
Contoh:Pasien dengan tekanan darah 80/50mmHg dan BB 50 kg. Dosis
dopamine dimulai dari 5mikrogram/kgBB/menit
Kita gunakan rumus praktik saja=5X50X60/4000=15000/4000=3.75 cc/jam
1. Cara Menghitung Dosis Maksimum Obat Dalam Resep:
a. DM tercantum berlaku untuk orang dewasa, bila resep mengandung obat yang ber-
DM, tanyakan umurnya.
b. Bila ada zat yang bekerja searah, harus dihitung DM searah (dosis ganda).
c. Urutan melihat daftar DM berdasarkan Farmakope Indonesia edisi terakhir (FI.
Ed.III, Ekstra Farmakope, FI. Ed.I, Pharm. Internasional, Ph. Ned. Ed. V, CMN
dan lain-lain).
d. Setelah diketahui umur pasien, kalau dewasa langsung dihitung, yaitu untuk sekali
minum : jumlah dalam satu takaran dibagi dosis sekali dikali 100%.
Begitu juga untuk sehari minum : jumlah sehari dibagi dosis sehari dikali 100%.
e. Dosis Maksimum (DM) searah : dihitung untuk sekali dan sehari.
f. Cara menghitung Dosis Maksimum (DM) untuk oral berdasarkan :
1). Rumus Young
Untuk umur 1-8 tahun dengan rumus :
(n/n + 12) x DM (dewasa) n = umur dalam tahun
2). Rumus Dilling
Untuk umur di atas 8 tahun dengan rumus :
(n/20) x DvgM n = umur dalam tahun
Contoh:R/ Ekstrak Belladonce 0.12
Antipyrin 1,5
Lactosa q.s
m.f.pulv.No. XII
s.t.d.d.p.l.
Pro Ani (15)
Dengan DM:20mg/80mg
DM:1/4
Penyelesaian:
a.DM untuk umur 15 th:
Extr. Bellad 1 x p =15/20 x 20mg =15mg
1 hari=15/20 x 80mg=60mg
Antipyrin 1 x p =15/20 x 1 =0,75g=750mg
1 hari=15/20 x 4=3g=3.000mg
b.setiap bungkus mengandung : Extr. Bellad =0,12/12=0,01=10mg
Antipyrin = 1,5/12 =0,125 =125mg
c.pemakaian menurut resep :
Extr. Bellad : 1 x p =10mg<DM
1 hari = 3 x 10mg =30mg<DM
Antipyrin : 1 x p =125mg<DM
1 hari = 3 x 125mg=375mg<DM
3). Rumus Fried
Untuk umur <1tahun
(n/150) x DM n = umur bayi dalam bulan
4). Bila dalam berat badan
a. Rumus Clark
(Berat badan dalam kilogram) / 70 kg x DM (dewasa)
b.Rumus Augeberger: { (1½ BB+10) / 100 } x DM
Keterangan: BB = BB anak dalam Kg
http://brambutakala.blogspot.com/2011/01/makalah-perhitungan-dosis.html
PENCEGAHAN & PENGOBATAN LEBIH-GUNAKAN CEDERA DI SPRING
Spring adalah di sini dan Anda siap untuk benar-benar mencakup beberapa mil.
Tidak ada angin lebih banyak es dan salju dan sengsara untuk menghambat Anda. Hati-
hati sekalipun. Semua cuaca yang indah di dunia tidak akan membuat untuk yang
didasarkan oleh cedera berlebihan. Ikuti petunjuk ini untuk mengurangi risiko berjalan
sendiri ke dalam tanah.
Memaksimalkan kinerja berjalan mengharuskan Anda untuk meningkatkan
pendingin dengan melakukan overloading - sedikit melebihi tingkat fungsi saat ini - baik
sistem kardiovaskular dan muskuloskeletal. Namun, kelebihan beban berlebihan melebihi
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres meningkat dan cedera berlebihan akan
terjadi. Karena itu, Anda harus sangat berhati-hati dalam memilih kelebihan beban yang
sesuai, salah satu yang akan memberikan kondisi optimal tanpa menghasilkan cedera.
KARDIOVASKULAR VS CONDITIONING MULCLOSKELETAL
Tenaga dirasakan (seberapa keras sesi latihan terasa) ditentukan oleh status dari
sistem kardiovaskular atau bagaimana cocok Anda berada. Karena sistem kardiovaskular
meningkatkan pada tingkat yang lebih cepat dari sistem muskuloskeletal, ketergantungan
pada tenaga dirasakan untuk menentukan latihan Anda dapat menyebabkan Anda
overstress tulang, sendi, tendon, ligamen, dan otot. Membatasi kenaikan Anda di kedua
intensitas dan durasi dari program pengkondisian Anda untuk tidak lebih dari sepuluh
persen per minggu. Hal ini memberikan waktu tubuh untuk beradaptasi dengan stres yang
diberikan oleh latihan.
KERAS HARI, HARI MUDAH
Keuntungan maksimum dalam pengkondisian diperoleh bila istirahat yang tepat
disediakan bersama dengan latihan, yang memungkinkan jaringan untuk beradaptasi dan
meningkatkan berfungsi. Sisa yang tidak memadai meningkatkan kemungkinan
mempertahankan cedera. Latihan yang intens harus diikuti dengan latihan ringan pada
hari berikutnya. Selama musim balapan, perlombaan harus dianggap sebagai hari yang
berat. Tergantung pada intensitas dan durasi lomba, hari mudah tambahan mungkin
diperlukan. Selalu ingat bahwa tubuh Anda membuat keuntungan dalam kekuatan dan
daya tahan selama pemulihan. Jika Anda tidak menyediakan waktu untuk pemulihan,
tubuh bisa rusak.
Mengenali gejala-gejala cedera berlebihan
Cedera berlebihan dapat dicegah jika Anda sudah familiar dengan perkembangan
cedera, dan Anda memodifikasi latihan Anda sebelum terjadinya cedera. Cedera
berlebihan biasanya kemajuan melalui tahapan, yang meliputi:
Nyeri Kebajikan adalah nyeri baik yang hasil normal yang berlebihan dalam
program pengkondisian. Jenis rasa sakit hadir setelah aktivitas, tetapi tidak hadir pada saat
latihan hari berikutnya atau hilang dengan pemanasan.
Semi-berbahaya nyeri menunjukkan bahwa Anda mulai mendapatkan dalam
kesulitan. Semi-berbahaya sakit adalah nyeri yang sebagian hilang dengan pemanasan.
Hal ini hadir selama kegiatan tetapi kinerja tidak noticeability berkurang. Ketika semi
berbahaya nyeri diakui, program pengkondisian Anda harus mengurangi dan rejimen
pengobatan dijelaskan di bawah ini harus diikuti. Jika rasa sakit berlangsung lebih dari
satu minggu, atau parah, segera hubungi dokter.
Nyeri Berbahaya menunjukkan bahwa Anda berada dalam kesulitan. Dengan
jenis nyeri, kinerja terasa berkurang dan tidak hilang dengan istirahat. Masa istirahat dan
perhatian medis mungkin akan diperlukan sebelum melanjutkan program pengkondisian.
PENGOBATAN: cedera Berlebihan umumnya diperlakukan dengan "PADI" +
"AR"
Istirahat - Menentukan tingkat dari latihan, yang hanya menghasilkan rasa sakit
baik hati, dan memberikan istirahat relatif. Ini mungkin membutuhkan istirahat total dari
program latihan selama beberapa hari atau pelatihan mungkin silang dengan olahraga
yang berbeda.
Es - Terapkan kompres es beberapa kali sehari selama sekitar 15 menit pada
suatu waktu. Hal ini sangat penting selama 24 sampai 48 jam pertama setelah cedera.
Kompresi - Terapkan pembungkus elastis dengan tekanan nyaman perusahaan selama dan
setelah aplikasi es. Hapus membungkus selama tidur.
Elevation - Tinggikan daerah luka di atas tingkat jantung bila memungkinkan.
Obat anti-inflamasi seperti aspirin atau ibuprofen dapat digunakan untuk membantu dalam
pengurangan peradangan.
Re-kondisi dengan peregangan dan perkembangan yang bertahap untuk latihan
kekuatan dan kembali bertahap untuk berjalan. Jika perbaikan tidak dirasakan dalam tiga
sampai lima hari, dapatkan bantuan medis untuk pergi dengan program pengobatan
tertentu sehingga Anda dapat kembali menjalankan cedera-bebas.
TEKNIK PEMBERIAN OBAT
Perawat professional mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan
peberian obat. Untuk dapat memberikan obat secara benar dan efektif, perawat harus
mengetahui tentang indikasi, dosis, cara pemberian dan efek samping yang mungkin
terjadi dari setiap obat yang diberikan.
Untuk menghindari kesalahan, maka perawat tidak boleh memberikan sampai ia
benar- benar memahami obat yang diberikan. Dengan kemajuan bidang farmasi, maka
jenis dan jenis dan jumlah obat juga makin bervariasi. Untuk mengantisipasi hal ini, maka
perawat harus rajin dalam belajar dan membaca berbagai informasi baru tentang obat-
obatan.
Sebelum memberikan suatu obat, maka perawat harus yakin bahwa obat tersebut
benar- benar diorderkan oleh dokter. Dalam hal ini perawat berpegang pada prinsip Lima
Benar yang meliputi : benar ordernya, benar obatnya, benar pasiennya, benar cara
pemberiannya dan benar waktu pemberiannya.
Seperti telah dijelaskan pada Bab 3, bahwa pada dasarnya ada empat jenis order
dari dokter yaitu saat order, single order, standing order, dan order kalau perlu. Pada
setiap order harus ditulis dengan jelas tentang nama lengkap pasien, nama obat, dosis di
tulis dengan jelas tentang nama lengkap pasien, nama obat, dosis obat, cara memberikan
dan tanda tangan dokter atau perawat yang diberi wewenang. Untuk menyingkat suatu
pernyataan order, dokter sering menggunakan singkatan- singkatan yang digunakan
diberbagai tempat (Tabel 4 -1 ).
Obat dapat diberikan dengan berbagai cara antara lain secara enteral (per oral),
parenteral, dan topikal. Dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan tahap kerja
pemberian obat dengan berbagai cara menurut Kozier dan Erb.
Tabel 4 1. Singkatan yang lazim digunakan dalam pengobatan
Singkatan Keterangan Singkatan Keteranganaa masing-masing
satu
os oral
a.c sebelum makan p.c setelah makan
ad.lib bebas, sesuai yang
diperlukan
PO per oral
PR per rectum
c dengan prn bilamana perlu
caps kapsul q setiap
d hari q.d setiap hari
elix eliksir q.h setiap jam
ext ekstrak q.i.d empat kali sehari
gm gram q.o.d setiap hari yang
lain
gtt satu tetes q.s sebanyak yang
diperlukan
hr jam
h.s saat jam tidur s tanpa
IM intramuscular sc subkutan
IV intravenous s.o.s satu dosis bila
diperlukan
ml milliliter
o.d setiap hari ss setengah
O.D mata kanan tab tablet
o.h setiap jam t.i.d/t.d.d tiga kali
o.n setiap malam
O.S mata kiri tr
ung
tincture
ointment
Order pengobatan dapat dibuat oleh dokter kepada perawat untuk memberikan
obat tertentu. Order juga dapat ditujukan pada opoteker untuk meracik atau menyiapkan
ramuan obat. Order untuk apoteker yang sering disebut “resep” yang ditulis dengan
symbol R/, mempunyai beberapa komponen antara lain ; nama, alamat dan umur pasien,
tanggal kapan resep ditulis, nama, dosis dan kekuatan obat ; cara pemberian, petunjuk
penggunaan misalnya Siq. Tab tdd yang artinya dalam label tandailah 3 x 1 tablet sehari,
dan tanda tangan yang membuat resep
Pemberian Obat Per Oral/ Sublingual
Pemberian Obat Per oral
Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena
merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman bagi pasien. Berbagai
bentuk obat dapat diberikan secara oral baik dalam bentuk tablet, sirup, kapsul atau puyer.
Untuk membantu absorbsi, maka pemberian obat per oral dapat disertai dengan pemberian
setengah gelas air atau cairan yang lain (Gbr. 40-2).
Kelemahan dari pemberian obat per oral adalah pada aksinya yang lambat
sehingga cara ini tidak dapat dipakai pada keadaan gawat. Obat yang diberikan per oral
biasanya membutuhkan waktu 30 sampai dengan 45 menit sebelum diabsorbsi dan efek
puncaknya dicapai setelah 1 sampai 1 jam. Rasa dan bau obat yang tidak enak sering
menganggu pasien. Cara per oral tidak dapat dipakai pada pasien yang mengalami mual-
mual, muntah, semi koma, pasien yang akan menjalani pengisapan cairan lambung serta
pada pasien yang mempunyai gangguan menelan.
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan iritasi lambung dan menyebabkan
muntah (missal garam besi dan salisilat). Untuk mencegah hal ini, obat dipersiapkan
dalam bentuk kapsul yang diharapkan tetap utuh dalam suasana asam di lambung, tetapi
menjadi hancur pada suasana netral atau basa di usus. Dalam memberikan obat jenis ini,
bungkus kapsul tidak boleh dibuka, obat tidak boleh dikunyah dan pasien diberi tahu
untuk tidak minum antacid atau susu sekurang- kurangnya satu jam setelah minum obat.
Apabila obat dikemas dalam bentuk sirup, maka pemberian harus dilakukan
dengan cara yang paling nyaman khususnya untuk obat yang pahit atau rasanya tidak
enak. Pasien dapat diberi minuman sirup pasien (es) sebelum minum sirup tersebut.
Sesudah minum sirup pasien dapat diberi minum, pencuci mulut atau kembang gula.
Persiapan obat per oral dan cara lainnya merupakan hal yang penting. A, Kartu
pesanan obat harus diperiksa secara hati- hati tentang pesanan obatnya. Sebelum
mengambil/ mengeluarkan obat, perawat harus mencocokkan kartu pesanan obat dengan
label pada botol kemasan obat. Setiap label harus dibaca tiga kali untuk menyakinkan obat
yang diberi (1) Pada saat botol obat diambil dari almari, (2) Pada saat mencocokkan
dengan kartu pesanan obat, (3) Pada saat dikembalikan. B, Obat dalam bentuk cair
dituangkan menjauhi sisi label, sejajar dengan mata pada permukaan yang datar. Sebelum
mengembalikan obat ke dalam almari atau lemari es, perawat harus mengusap bibir botol
sehingga obat tidak lengket atau merusak label. C, Tablet dan kapsul dikeluarkan dari
botolnya pada tutupnya kemudian pada mangkok yang dialasi kertas untuk diberikan pada
pasien. Kapsul dan tablet tidak boleh dipegang. (Diadaptasikan dari :Pagliaro, 1986,
Pharmacologic Aspects of Nursing, The CV Mosby co, St Louis).
Cara kerja pemberian obat per oral
Peralatan :
1. Baki berisi obat- obatan atau kereta sorong obat- obat (tergantung sarana yang
ada)
2. Kartu rencana pengobatan
3. Cangkir disposable untuk tempat obat
4. Martil dan lumping penggerus (bila diperlukan).
Tahap kerja :
1. Siapan peralatan dan cuci tangan
2. Kaji kemammpuan pasien untuk dapat minum obat per oral (kemapuan menelan,
mual dan muntah, akan dilakuakn penghisapan caiaran lambung, atau tidak boleh
makan/ minum).
3. Periksa kembali order pengobatan (nama pasien,nama dan dosis obat, waktu dan
cara pemberian). Bila ada keragu- raguan laporkan ke perawat jaga atau dokter.
4. Ambil obat sesuai yang diperlukan (Baca order pengobatan dan ambil obat di
almari, rak atau lemari es sesuai yang di perlukan).
5. Siapkan obat- obatan yang akan diberikan (gunakan teknik asptik, jangan
menyentuh obat dan cocokkan dengan order pengobatan) (lihat Gbr. 4-1).
6. Berikan obat pada waktu dan cara yang benar yaitu dengan cara :
Yakin bahwa tidak pada pasien yang salah
Atur posisi pasien duduk bila mungkin
Berikan cairan/ aiar yang cukup untuk membantu menelan, bila sulit menelan
anjurkan pasien meletakkan obat di lidah bagian belakang, kemudian pasien
dianjurkan minum.
Bila obat mempunyai rasa tidak enak, beri pasien berapa butir es batu untuk
diisap sebelumnya, atau berikan obat dengan menggunakan lumatan apael atau
pisang.
Tetap bersama pasien sampai obat ditelan.
7. Catat tindakkan yang telah dilakukan meliputi nama dan dosis obat yang
diberikan, setiap keluhan dan hasil pengkajian pada pasien. Bila obat tidak dapat
masuk, catat secara jelas dan tulis tanda tangan anda dengan jelas.
8. Kemudian semua peralatan yang dipakai dengan tepat dan benar kemudian cuci
tangan.
9. Lakukan evaluasi mengenai efek obat pada pasien kurang lebih 30 menit sewaktu
pemberian.
Pemberian Secara Sublingual
Obat dapat diberikan pada pasien secara sublingual yaitu dengan cara meletakkan
obat di bawah lidah. Meskipun cara ini jarang dilakukan, namun perawat harus mampu
melakukannya. Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih cepat yaitu setelah hancur di bawah
lidah maka obat segera mengalami absorbsi ke dalam pembuluh darah. Cara ini juga
mudah dilakukan dan pasien tidak mengalami kesakitan. Pasien diberitahu untuk tidak
menelan obat karena bila ditelan, obat menjadi tidak aktif oleh adanya proses kimiawi
dengan cairan lambung. Untuk mencegah obat tidak di telan, maka pasien diberitahu
untuk membiarkan obat tetap di bawah lidah sampai obat menjadi hancur dan terserap.
Obat yang sering diberikan dengan cara ini adalah nitrogliserin yaitu obat vasodilator
yang mempunyai efek vasodilatasi pembuluh darah. Obat ini banyak diberikan pada pada
pasien yang mengalami nyeri dada akibat angina pectoris. Dengan cara sublingual, obat
bereaksi dalam satu menit dan pasien dapat merasakan efeknya dalam waktu tiga menit
(Rodman dan Smith, 1979).
Pemberian Obat Secara Bukal
Dalam pemberian obat secara bukal, obat diletakkan antara gigi dengan selaput
lender pada pipi bagian dalam. Seperti pada pemberian secara sublingual, pasien
dianjurkan untuk membiarkan obat pada selaput lender pipi bagian dalam sampai obat
hancur dan diabsorbsi. Kerja sama pasien sangat penting dalam pemberian obat cara ini
karena biasanya pasien akan menelan yang akan menyebabkan obat menjadi tidak efektif.
Cara pemberian ini jarang dilakukan dan pada saat ini hanya jenis preparat
hormone dan enzim yang menggunakan metode ini misalnya hormone polipeptida
oksitosin pada kasusu obstetric. Hormone oksitosin mempunyai efek meningkatkan tonus
serta motalitas otot uterus dan digunakan untuk memacu kelahiran pada kasus- kasus
tertentu (Rodman dan Smith, 1979).
Pemberian Obat Secara Parenteral
pengertian
Istilah parenteral mempunyai arti setiap jalur pemberian obat selain melalui enteral
atau saluran pencernaan. Lazimnya, istilah parenteral dikaitkan dengan pemberian obat
secara injeksi baik intradermal, subkutan, intramuscular, atau intravena. Pemberian obat
secara parenteral mempunyai aksi kerja lebih cepat disbanding dengan secara oral.
Namun, pemberian secara parenteral mempunyai berbagai resiko antara lain
merusak kulit, menyebabkan nyeri pada pasien, salah tusuk dan lebih mahal. Demi
keamanan pasien, salah tusuk dan mahal. Demi keamanan pasien, perawat harus
mempunyai pengetahuan yang memadai tentang cara pemberian obat secara parenteral
termasuk cara menyiapkan, memberikan obat dan menggunakan teknik steril.
Dalam memberikan obat secara parenteral, parawat harus mengetahui dan dapat
menyiapkan peralatan yang benar yaitu alat suntik (spuit/syringe), jarum, vial dan ampul).
Menurut bentuknya spuit mempunyai tiga bagian yaitu ujung yang berkaitan dengan
jarum, bagian tabung dan bagian pendorong obat .
Dilihat dari bahan pembuatannya spuit dapat berupa spuit kaca (jarang digunakan) dan
spuit plastik (disposable). Ditinjau dari penggunaannya spuit dapat dibedakan menjadi
tiga jenis yaitu spuit standard hipodermik, spuit insulin dan spuit tuberculin .
Jarum merupakan alat pelengkap spuit. Jarum injeksi terbuat dari bahan stainless
yang mempunyai ukuran panjang dan besar yang bervariasi. Jarum mempunyai ukuran
panjang yang berkisar antara 1,27 sampai dengan 12,7 cm. besar jarum di nyatakan
dengan satuan gauge antara nomor 14 sampai dengan 28 gauge. Semakin besar ukuran
gauge-nya semakin kecil diameternya. Diameter yang besar dapat menimbulkan rasa sakit
saat ditusukkan. Penggunaan ukuran jarum ini disesuaikan dengan keadaan pasien yang
meliputi umur, gemuk/kurus, jalur yang akan dipakai dan obat yang akan dipakai dan obat
yang akan dimasukkan.
Cairan obat untuk diberikan secara parenteral, biasanya dikemas dalam ampul atau
vial. Ampul biasanya terbuat dari bahan gelas. Sebagian besar leher ampul mempunyai
tanda berwarna melingkar yang dapat dipatahkan. Bila bagian leher tidak
Mempunyai tanda berarti bagian pangkal leher harus digergaji dengan gergaji
ampul sebelum dipatahkan. Vial mempunyai ukuran yang bervariasi. Bagian penutupnya
biasanya terbuat dari plastik yang dilindungi dengan bagian logam.
Vial dibuka dengan cara membuka logam tipis penyegel bagian atas vial sehingga
bagian karet akan kelihatan. Cairan obat diambil dengan cara menusuk jarum spuit pada
karet penutup vial. Untuk lebih jelasnya bacalah cara kerja menyiapkan obat dari ampul
dan vial.
Cara kerja menyiapkan obat dari ampul dan vial :
1. Siapkan peralatan yang meliputi :
a. Vial atau ampul yang berisi cairan obat steril
b. Kapas alcohol
c. Jarum dan spuit sesuai ukuran yang dibutuhkan
d. Air steril atau normal salin bila diperlukan
e. Kassa pengusap
f. Turniket untuk injeksi antravena
g. Kartu obat atau catatan rencana pengobatan.
2. Periksa dan yakinkan bahwa order pengobatan dan cara pemberiannya telah akurat.
3. Siapkan ampul atau vial yang berisi obat sesuai yang diperlukan dan kemudian buka
dengan cara sebagai berikut :
a. untuk ampul ; pegang ampul dan bila cairan obat banyak terletak di bagian kepala,
jentiklah kepala ampul atau putar ampul beberapa kali sehingga obat akan turun ke
bawah. Bila perlu bersihkan bagian leher ampul. Ambil kassa steril letakkan
diantara ampul dan ibu jari dengan jari- jari anda kemudian patahkan leher ampul
kea rah berlawanan dengan anda.
b. Untuk vial ; Bila perlu campur larutan dengan memutar- mutar vial dalam
genggaman anda (bukan dengan mengocok). Buka logam penyegel kemudian
disinfeksi karet vial dengan kapas alcohol 70 %.
4. Ambil cairan obat dengan cara sebagai berikut :
a. Untuk obat dalam ampul ; sebaiknya gunakan jarum berfilter. Buka penutup jarum
kemudian secara hati- hati masukkan jarum yang sesuai yang si butuhkan. Bila
spuit akan digunakan untuk injeksi, ganti jarum filter dengan jarum biasa.
b. Untuk obat dalam vial ; Pasang jarum berfilter pada spuit, buka penutup jarum dan
tarik pengokang spuit agar udara masuk ke tabung spuit agar udara masuk ke
tabung spuit. Secara hati- hati tusukkan jarum di tengah karet penutup vial lalu
masukkan udara. Pertahankan jarum tidak menyentuh cairan obat sehingga udara
tidak membuat gelembung. Pegang vial sejajar dengan mata vial tarik obat
secukupnya secara hati- hati. Tarik spuit dari vial kemudian tutup jarum dengan
kap penutup lalu ganti jarum pada spuit dengan jarum biasa.
c. Bila obat berbentuk bubuk (powder), bacalah cara pengunaannya. Obat injeksi
bentuk bubuk harus dibuat dalam larutan dulu sebelum diambil. Untuk membuat
larutan obat bubuk maka sebelum dibuat larutan, hisap udara dalam vial, yang
berisi obat tersebut dengan spuit 9kecuali untuk obat yang tidak diperbolehkan).
Masukkan air steril atau cairanlain sesuai yang dibutuhkan kedalamnya, kemudian
putar- putar vial sampai obat menjadi larutan. Bila obat merupakan multidosis,
beri label pada vial tersebut tentang tanggal dicampur, banyaknya obat dalam vial
dan tanda tangan anda. Bila perlu disimpan, baca cara penyimpanannya sesuai
yang dianjurkan oleh pabrik farmasi.
d. Bila obat perlu dicampur dari beberapa vial misalnya dua vial, maka perawat harus
berupaya mencegah tercampurnya obat pada kedua vial tersebut. Cara mencampur
obat dari dua vial adalah : masukkan udara secukupnya pada vial A dan jaga jarum
tidak menyentuh cairan. Lalu cabut jarum kemudian hisap udara secukupnya lalu
masukkan pada vial B. Hisap cairan obat B sesuai yang diperlukan kemudian
cabut spuit tersebut. Ganti jarum kemudian tusukkan pada vial A dan hisap cairan
obat dari vial A sesuai yang diperlukan berikutnya cabut spuit dari vial A.
Injeksi Intradermal
Injeksi Intradermal atau intrakutan merupakan injeksi yang ditusukkan pada
lapisan dermis atau dibawah epidermis/ permukaan kulit (Gbr. 4-6). Injeksi ini dilakukan
secara terbatas, karena hanya sejumlah kecil obat yang dapat dimasukkan. Cara ini lazim
digunakan untuk test tuberculin dan test untuk mengetahui reaksi alergi terhadap obat
tertentu serta vaksinasi. Kadang- kadang cara
Cara ini digunakan pada anestesi local kemudian dilanjutkan untuk injeksi pada
area yang lebih dalam. Area yang lazim digunakan untuk injeksi pada area yang lebih
dalam. Area yang lazim digunakan untuk injeksi intradermal adalah lengan bawah bagian
dalam, dada untuk injeksi intardermal adalah lengan bawah bagian dalam, dada bagian
atas dan punggung pada area skapula.
Cara kerja :
1. Siapkan peralatan antara lain:
a. Spuit ukuran 1 ml dengan kalibrasi militer
b. Jarum dengan ukuran sesuai kebutuhan, biasanya nomor 25, 26 atau 27
gauge, panjang sampai dengan .
c. Kapas alcohol
d. Buku pengobatan dan instruksi pengobatan.
2. Beritahu pasien
3. Siapkan area yang akan diinjeksi misalnya legan kanan dan lakukan desinfeksi
dengan kapas alcohol
4. Pegang erat lengan pasien dengan tangan kiri anda dan tangan satunya
memegang spuit ke arah pasien.
5. Tusukkan spuit dengan sudut 15 pada epidermis kemudian diteruskan sampai
dermis lalu dorong cairan obat. Obat ini akan menimbulkan tonjolan di bawah
permukaan kulit.
6. Cara spuit, usap pela- pelan area penyuntikan dengan kapas antiseptic tanpa
memberikan massage (massage dapat menyebabkan obat masuk ke jaringan atau
keluar melalui lubang injeksi).
Injeksi Subkutan
Injeksi subkutan diberikan dengan menusuk area di bawah kulit yaitu pada jaringan
konektif atau lemak di bawah dermis .
Setiap jaringan subkutan dapat dipakai untuk area injeksi ini, yang lazim adalah
pada lengan atas bagian luar, paha bagian depan. Area lain yang lazim digunakan adalah
perut, area scapula, ventrogluteal dan dorsogluteal. Injeksi harus tidak diberikan pada area
yang nyeri, merah, pruritis atau edema. Pada pemakaian ijeksi subkutan jangka lama,
maka injeksi perlu direncanakan untuk diberikan secara rotasi pada area yang berbeda.
Jenis obat yang lazim diberikan secara subkutan adalah vaksin, obat- obatan preoperasi,
narkotik, insulin, dan heparin.
Cara kerja :
1. Siapkan peralatan yang berupa :
2. Masukkan obat dari vial atau ampul ke dalam tabung spuit dengan cara yang
benar
3. beritahu pasien dan atur dala posisi yang nyaman. (jangan keliru pasien ;
Bantu pasien pada posisi yang mana lengan, kaki, atau perut yang akan
digunakan injeksi dapat rileks).
4. pilih area tubuh yang tepat kemudian usapkan dengan kapas antiseptic dari
tengah keluar secara melingkar sekitar 5 cm mengunakan tangan yang tidak
menginjeksi.
5. Siapkan spuit, lepas kap penutup secara tegak lurus sambil menunggu
antiseptic kering dan keluatkan udara dari spuit.
6. Pegang spuit dengan salah satu tangan antara jempol dan jari- jari pada area
injeksi dengan telapak tangan menghadap ke samping atau atas untuk
kemiringan 45 atau dengan telapak tangan yang tidak memegang spuit untuk
mengangkat atau merentangkan kulit, lalu secara hati- hati dan mantap tangan
yang lain menusukkan jarum. Lakukan aspirasi, bila muncul darah maka
segera cabut spuit untuk dibuang dan diganti spuit dan obat baru. Bila tidak
muncul darah, maka pelan- pelan dorong obat ke dalam jaringan.
7. Cabut spuit lalu usapkan dan massage pada area injeksi. Bila tempat
penusukka mengeluarkan darah, maka tekan area tusukkan dengan kassa steril
kering sampai perdarahan berhenti.
8. Buang spuit tanpa harus menutup jarum dengan kapnya (mencegah cidera bagi
perawat) pada tempat pembuangan secara benar.
9. Catat tindakan yang telah dilakukan
10. Kaji keefektifitasan obat.
Injeksi intramuskuler dilakukan
Injeksi intramuskular dilakukan dengan bebrapa tujuan yaitu untuk memasukkan
obat dalam jumlah yang lebih besar dibanding obat yang diberikan melalui subkutan.
Absorbsi juga lebih cepat dibandingkan dengan pemberian secara subkutan karena lebih
banyaknya suplai darah di otot tubuh. Pemberian dengan cara ini dapat pula mencegah/
mengurangi iritasi obat. Namun, perawat harus hati- hati dalam melakukan injeksi secara
intramuscular karena cara ini dapat menyebabkan luka pada kulit dan rasa nyeri serta
takut pada pasien.
Beberapa lokasi pada tubuh dapat digunakan untuk injeksi intramuscular. Namun,
yang lazim digunakan adalah deltoid, dorsogluteal, ventrogluteal, vastus lateralis, dan
rektus femoris.
Area- area di atas digunakan karena berbagai alasan antara lain karena massa otot
yang besar, vaskularisasi baik dan jauh dari syaraf. Dalam pelaksanaannya, perawat harus
mempertimbangkan usia pasien, ukuran dan kondisi dari otot yang akan diinjeksi. Untuk
menghindari obat salah masuk pada jaringan subkutan, maka pada saat menginjeksi,
jarum diatur pada posisi tegak lurus 90 (Gbr. 4-9).
Area Deltoid. Area ini dapat ditemukan pada lengan atas bagian luar. Area ini
jarang digunakan untuk injeksi instramuskular karena mempunyai resiko besar terhadap
bahaya tertusuknya pembuluh darah, mengenai tulang atau serabut saraf. Cara sederhana
menentukan lokasi injeksi pada deltoid adalah dengan cara meletakkan dua jari secara
vertical di bawah akromion, dengan jari yang atas di atas akromion. Lokasi injeksi adalah
tiga jari di bawah akromion
Area Dorsogluteal. Dalam melakukan injeksi dorsogluteal, perawat
harus teliti dan hati- hati sehingga injeksi tidak mengenal syaraf skiatik dan pembuluh
darah. Lokasi ini dapat digunakan pada orang dewasa dan anak- anak di atas usia 3 tahun,
lokasi ini tidak boleh digunakan pada anak-anak di bawah 3 tahun karena pada kelompok
usia ini otot dorsoluteal belum berkembang.
Salah satu cara menentukan lokasi dorsogluteal adalah dengan cara membagi area
gluteal menjadi kuadran- kuadran. Area gluteal tidak hanya terbatas pada bokong saja,
tetapi memanjang kea rah Krista iliaka. Area injeksi dipilih pada area kuandran luar atas.
Area injeksi ventrogluteal dapat pula ditentukan dengan cara menarik garis
bayangan dari spina iliaka posterior superior menuju trokanter besar. Injeksi dilakukan
pada area lateral dan superior terhadap garis bayangan .
Untuk menampakkan area ini dengan jelas, pakaian yang menutupi bokong harus
dibuka secara dan pasien diatur berbaring menghadap ke bawah dalam posisi prone
dengan kedua tangan di atas kedua sisi tempat tidur dan kedua kaki diputar ke dalam.
Posisi ini akan membantu relaksasi otot gluteus dan relaksasi pasien yang diinjeksi. Selain
posisi pronasi, pasien dapat pula diatur dalam posisi miring ke samping dengan kaki yang
di atas ditekuk pada pangkal paha dan lutut serta diletakkan di depan kaki bawah yang
diatur lurus.
Area Ventrogluteal. Area ini juga disebut area von Honchstetter. Area ini paling
banyak dipilih untuk injeksi intramuskuler karena pada area ini tidak terdapat pembuluh
darah dan saraf besar. Area ini juga jauh dari anus sehingga tidak atau kurang
terkontaminasi. Dalam melakukan injeksi pada area ini, pasien dapat diatur dalam posisi
berbaring telentang, tengkurap (pronasi), duduk atau berbaring ke samping. Untuk
mendapatkan area ini, misalnya apa
Bila pasien diatur miring ke samping kanan,, perawat meletakkan telapak tangan
pada trokanter mayor dengan jari- jari menghadap kea rah kepala (perhatikan jangan
sampai keliru dengan Krista iliaka superior). Jari tengah diletakkan pada spina iliaka
anterior superior dan direntangkan menjauh membentuk suatu area berbentuk huruf V.
jarum injeksi diturukkan di tengah- tengah area ini.
Area vastus lateralis. Area ini terletak antara sisi median anterior dan sisi
midlateral paha. Otot vastus lateralis biasanya tebal dan tumbuh secara baik pada orang
dewasa dan anak- anak. Bila melakukan injeksi pada bayi, disarankan menggunakan area
ini karena pada area ini tidak terdapat serabut saraf dan pembuluh darah besar .Area
injeksi disarankan pada sepertiga bagian yang tengah. Area ini ditentukan dengan cara
membagi area antara trokanter mayor sampai dengan kondila femur lateral menjadi tiga
bagian lalu pilih area tengah untuk lokasi injeksi. Untuk melakukan injeksi ini, pasien
dapat diatur miring atau duduk.
Cara kerja injeksi intramuscular :
1. Pastikan tentang adanya order pengobatan
2. Siapkan peralatan yang terdiri dari :
a. Kartu pengobatan/ rencana order pengobatan
b. Obat steril dalam ampul atau vial
c. Spuit beserta jarum steril(ukuran tergantung dengan yang diperlukan)
d. Kapas pengusap dalam larutan antiseptic
e. Kaca steril (bila diperlukan untuk membuka ampul)
3. Siapkan obat dengan mengambil obat dari ampulatau vial sesuai dengan
jumlah yang dikehendaki (baca pada cara kerja menyiapkan obat dari vial atau
ampul).
4. Yakinkan bahwa pasien benar dan beritahu pasien tentang tindakan yang akan
dilakukan, kemudian Bantu mengatur posisi yang nyaman.
5. Buka pakaian, selimut atau kain yang menutupi area yang akan diinjeksi.
6. Tentukan lokasi penyuntikan, pilihlah area yang bebas dari lesi, nyeri tekan,
bengkak dan radang. Bersihkan kulit dengan pengusap antiseptic secara
melingkar dari dalam ke luar.
7. Siapkan spuit yang sudah berisi obat buka penutup jarumnya dengan hati- hati,
dan keluarkan udara dalam spuit.
8. Gunakan tangan yang tidak memagang spuit untuk membentangkan kulit pada
area yang akan ditusuk, pegang spuit antara jempol dan jari- jari kemudia
tusukkan jarum secara tegak lurus pada sudut 90.
9. Lakukan aspirasi untuk mengecek apakah jarum tidak mengenai pembuluh
darah dengan cara menarik pengokang. Bila terhisap darah maka segera cabut
spuit, buang dang anti yang baru. Bila tidak terhisap darah, maka perlahan-
lahan masukkan obat dengan cara mendorong pengokang spuit.
10. Bila obat sudah masuk semua maka segera cabut spuit dan lakukan massage
pada area penusukan
11. Rapikan pasien dan atur dalam posisi yang nyaman
12. Buang spuit pada tempat yang disediakan, bereskan peralatan
13. Observasi keadaan pasien dan catat tindakan anda
Injeksi Intravena
Jalur vena dipakai khususnya untuk tujuan agar obat yang diberikan dapat beraksi dengan
cepat misalnya pada situasi gawat darurat, obat dimasukkan ke dalam vena sehingga obat
langsung masuk system sirkulasi yang menyebabkan obat dapat bereaksi lebih cepat
disbanding dengan cara enteral atau parenteral yang lain yang memerlukan waktu
absorbsi.
Pemberian obat intravena dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada pasien yang
tidak dipasang infuse, obat diinjeksi langsung pada vena. Bila cara ini yang digunakan,
maka biasanya di cari vena besar yaitu vena basilica atau vena sefalika pada lengan. Pada
pasien yang dipasang infuse, obat dapat diberikan melalui botol infuse atau melalui karet
pada selang infuse yang dibuat untuk memasukkan obat.
Di Negara mahu misalnya Amerika serikat dan Kanada, tidak semua perawat
diperolehkan memasukkan obat melalui vena atau memasang infuse karena resiko yang
dapat terjadi cukup besar. Untuk dapat memasang infuse maka perawat harus mengikuti
kursusu keterampilan dahulu.
Untuk memasukkan obat melalui vena, perawat harus mepunyai pengetahuan dan
keterampilan yang memadai sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan atau
menyebabkan berbagai masalah yang fatal bagi pasien misalnya terjadi emboli udara.
Perawat harus mampu mencari vena yang tepat untuk penusukan. Jangan lakukan
penusukan sebelum yakin mendapatkan vena yang mudah ditusuk. Pengulangan tusukan
dapat menyebabkan rasa sakit dan rasa takut pada pasien.
Pasien yang terpasang infuse seringkali mendapat order obat yang dimauskkan
secara intravena. Pada pasien ini, perawat tidak perlu membuat tusukan baru lagi, tetapi
dapat memasukkan obat melalui karet pada pipa infuse yang dirancang untuk
memasukkan obat atau melalui botol infuse. Dalam melakukan tindakan tindakan ini,
perawat harus memperhatikan teknik aseptik yaitu dengan mengusap tempat yang akan
ditusuk dengan kapas antiseptik. Klem infus dimatikan selama obat dimasukkan dan
sudah selesai, kecepatan tetesan diatur kembali. Pada setiap penambahan obat melalui
pipa atau botol infus, buat label pada botol infuse, angkat dan goyangkan botol agar obat
dapat campur, observasi keadaan pasien dan catat tindakan anda pada buku catatan
pengobatan atau status kesehatan pasien.
Cara kerja memberikan obat intravena :
1. Pastikan tentang adanya order pengobatan
2. Siapkan peralatan yang terdiri dari:
a. Kartu pengobatan/ rencana order pengobatan
b. Spuit steril yang berisi obat steril
c. Kapas pengusap dalam larutan antiseptic
d. Turniket
3. Yakinkan bahwa pasien benar dan beritahu pasien tentang tindakan yang akan
dilakukan, kemudian Bantu mengatur posisi yang nyaman.
4. Tentukan dan cari vena yang akan ditusuk (misalnya vena basilica dan vena
sefalika, buka kain yang menutupi vena).
5. bila vena sudah ditemukan missal vena basilica, atur lengan lurus dan pasang
turnikat sampai vena benar- benar dapat dilihat dan diraba kemudian bersihkan
dengan kapas pengusap antiseptic.
6. siapkan spuit yang sudah berisi obat, bila dalam tabung masih terdapat udara,
maka udara harus dikeluarkan.
7. pelan tusukkan jarum ke dalam vena dengan posisi jarum sejajar dengan vena.
Untuk mencegah vena tidak bergeser tangan yang tidak memegang spuit dapat
digunakan untuk menahan vena sampai jarum masuk vena.
8. lakukan aspirasi dengan cara menarik pengokang spuit. Bila terhisap darah,
lepas turniket dan dorong obat pelan- pelan ke dalam vena.
9. setelah obat masuk semua, segera cabut spuit dan buang di tempat
pembuangan sesuai prosedur.
10. rapikan pasien dan atur dalam posisi yang nyaman
11. observasi keadaan pasien dan catat tindakan anda.
Cara kerja memasang infuse
1. Pastikan tentang adanya order pengobatan
2. siapkan peralatan :
a. cairan intravena sesuai yng dibutuhkan
b. Iv set yang terdiri dari pipa intravena dan jarum
c. Jarum lain
d. Papan spalk (bila diperlukan)
e. Baki berisi : bola kapas beralkohol, turniket, gunting, plester.
f. Standard infuse
g. Kassa steril
h. Larutan antiseptic misalnya : betadin
i. Sarung tangan disposable.
3. kaji pasien dan pastikan tidak salah pasien yang lain.
4. beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan.
5. siapkan cairan yang akan diberikan ; buka botol infuse dan pipa infuse dari
kantongnya, buka penutup botol infuse dan sambungkan dengan pipa infuse
dengan cara menusukkan penusuk karet pipa infuse pada mulut botol infuse.
Pencet drip/penampung sehingga cairan infuse masuk ke drip sampai
memenuhi piapa. Hilangkan udara pada pipa dengan cara meluruskan pipa
tegak lurus dan menjentik- jentik dengan ujung tengah jari. Pastikan bahwa
dalam pipa dan jarum tidak ada udara.
6. ataur posisi pasien rileks dengan tangan lurus
7. pasang turniket di atas area vena yang akan ditusuk dan anjurkan pasien untuk
menggenggam erat sampai vena distensi dan tanpak dengan jelas. Bila vena
belum tampak perawat dapat menepuk-nepuk area vena sambil menganjurkan
pasien membuka dan menutup genggaman sampai vena tampak jelas.
8. bersihkan area yang akan ditusuk dengan kapas alcohol.
9. pegang jarum pada sudut 45 sejajar dengan vena dan tusukkan pada vena.
Setelah ujung jarum dalam vena, rendahkan kesudutan jarum sampai hamper
sejajar dengan vena. Jarum kemudian diteruskan masuk ke vena dan tangan
yang tidak memegang jarum digunakan untuk mengontrol letak jarum dengan
palpasi vena dari luar. (Bila menggunakan abocath, satu tangan mendorong
jarum sementara tangan yanglain menarik mandarin ke luar, setelah mandarin
keluar dan darah keluar sedikit maka jarum segera dihubungkan dengan pipa
infuse).
10. turniket segera dilepas dan cairan segera dialirkan dengan membuka klem.
11. setelah yakin aliran lancer, tutup area penusukan dengan kassa betadin
danpasang plester.
12. atur kecepatan tetesan infuse sesuai pesanan.
13. atur posisi pasien yang nyaman dan tidak menghasilkan aliran cairan.
14. bereskan peralatan dan catat tindakan anda secara singkat dan jelas.
Pemberian Obat Topikal
Selain dikemas dalam bentuk untuk diminum atau diinjeksikan, berbagai jenis obat
dikemas dalam bentuk obat luar seperti lotion, liniment, ointment, pasta dan bubuk yang
biasanya dipakai untuk pengobatan gangguan dermatologis misalnya gatal- gatal, kulit
kering, infeksi dan lain- lain. Obat topical juga dikemas dalam bentuk obat tetes (instilasi)
yang dipakai untuk tetes mata, telinga atau hidung serta dalam bentuk untuk irigasi baik
mata, telinga, hidung, vagina, maupun rectum.
Pemberian Obat Melalui vagina
pengertian
Irigasi vagina merupakan suatu prosedur membersihkan vagina dengan aliran air
yang pelan. Tindakan ini dilakukan terutama untuk memasukkan larutan antimikrobia
guna mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi, mengeluarkan kotoran
dalam vagina dan mencegah pendarahan (dengan cairan dingin atau hangat) dan
mengurangi peradangan.
Peralatan steril digunakan untuk melakukan irigasi vagina dirumah sakit, terutama
bila terdapat luka terbuka pada vagina. Jenis cairan yang digunakan tergantung pada
prosedur rumah sakit dan tujuan irigasi. Biasanya digunakan cairan normal salin, sodium
bikarbonat, air ledeng dan lain-lain. Jumlah cairan bervariasi antara 1000 sampai
dengan2000 ml dan cairan dihangatkan pada suhu 40,50C.
Intilasi vagina dilakukan berbagai tujuan, antara lain untuk mengobati infeksi atau
menghilangkan rasa nyeri, maupun gatal pada vagina. Obat yang dimasukkan melalui
vagina dikemas dalam bentuk yang bervariasi antara lain : Cream, Jelly, Foam atau
Supositoria.
Cara kerja irigasi dan instilasi vagina :
1. Pastikan tentang adanya order pengobatan
2. Siapkan peralatan
Untuk irigasi vagina :
a. Set irigasi vagina (sering dikemas untuk pemakaian disposable) yang
terdiri dari ujung lancip/corong, pipa, klem dan kantong cairan.
b. Perlak
c. Cairan irigasi
d. Kapas lembab
e. Thermometer
f. Bedpan
g. Kertas tissue
h. Sarung tangan
i. Tiang/standar infuse
Untuk instilasi vagina :
3. Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan dan jelaskan rasa tidak
nyaman yang mungkin dirasakan selama tindakan. Buka/suruh pasien
menanggalkan pakaian bawah (tetap jaga privacy pasien)
4. Atur posisi pasien dan tutupi bagian tubuh yang tidak digunakan. Pada
pelaksanaan irigasi, pertama-tama pasang perlak dibawah bokong pasien, pasang
bedpan dan atur posisi pasien diatas bedpan dengan bahu lebih rendah dan atur
posisi pasien di atas bedpan dengan bahu lebih rendah dari pada panggul. Di
bawah bagian lumbal dapat dipasang bantal untuk mengurangi rasa tidak
nyaman. Pada tindakan instilasi obat, pasien diatur dalam posisi berbaring
dengan lutut ditekuk dan direntangkan ke luar.
5. Atur peralatan yang akan digunakan :
a. Untuk irigasi : tutup/klem pipa, gantung tabung cairan pada tiang infuse
setinggi 30 cm dari vagina. Alirkan/isi pipa dan corong dengan air.
b. Untuk instilasi : buka pembungkus obat supositoria dan letakkan di atas
pembungkusnya yang terbuka. Bila menggunakan aplikator, isi aplikator
dengan krim, jelly atau foam sesuai kebutuhan.
6. Kaji keadaan dan bersihkan arca perineal dengan cara pakailah sarung tangan,
inspeksi lubang vagina untuk mengetaui setiap peradangan, perhatikan baud an
setiap cairan yang keluar. Lakukan pembersihan perineal untuk menghilangkan
mikroorganisme.
7. Masukkan cairan irigasi, supositoria, krim, foam atau jelly sesuai dengan
kebutuhan.
Untuk irigasi : alirkan sedikit cairan di area perineal, pelan-pelan
masukkan corong sedalam antara 7 sampai dengan 10 cm kemudian alirkan
cairan pelan-pelan. Setelah semua cairan masuk dan keluar, ambil corong
dan bantu pasien duduk di atas bedpan.
Untuk supositoria : lumasi ujung supositoria dan ujung jari telunjuk anda
dengan jelly. Buka labia sehingga lubang vagina dapat dilihat. Dorong
supositoria ke dalam lubang vagina dengan jari telunjuk sedalam 8 – 10
cm. setelah supositoria masuk, tarik jari telunjuk anda dan anjurkan pasien
tetap dalam posisi supinasi selama 5 sampai dengan 10 menit.
Untuk krim, Jelly atau foam : pelan-pelan masukkan aplikator kedalam
lubang vagina, dorong pengokang secara hati-hati sampai obat habis
kemudian keluarkan aplikator.
8. Setelah selesai keringkan area perineal, ambil bedpan dan perlak dan atur pasien
dalam posisi yang nyaman.
9. Bereskan peralatan dan catat tindakan anda.
10. Kaji respon pasien yang antara lain meliputi : rasa sakit dan kotoran atau cairan
yang keluar.
Pemberian obat per rectal dan supositoria
Pengertian
Merupakan cara pemberian obat dengan memasukkan obat melalui anus atau
rektum, dengan tujuan memberikan efek lokal dan sistematik.
Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan
untuk mendapatkan efek terapim obat, menjadikan lunak pada daerah feses dan
merangsang buang air besar.
Contoh pemberian obat yang memiliki efek lokal seperti obat dulcolac supositoria
yang berfungsi secara lokal untuk meningkatkan defekasi dan contoh efek sistemik pada
obat aminofilin suppositoria dengan berfungsi mendilatasi bronkus.
Pemberian obat suppositoria ini diberikan tepat pada dinding rektal yang melewati
sfingter ani interna. Kontra indikasi pada pasien yang mengalami pembedahan rektal.
Obat dalam bentuk cairan yang banyak diberikan melalui rectal yang sering
disebut enema. Obat tertentu dalam bentuk kapsul yang besar dan panjang (supositoria)
juga dikemas untuk diberikan melalui anus/rectum. Ada beberapa keuntungan
penggunaan obat supositoria antara lain :
a. Supositoria tidak menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan bagian
atas.
b. Beberapa obat tertentu dapat diabsorbsi dengan baik melalui dinding
permukaan rectum
c. Supositoria rectal diperkirakan mempunyai tingkatan (titrasi) aliran
pembuluh darah yang besar, karena pembuluh darah vena pada rectum
tidak ditransportasikan melalui liver (Hahn, Ocstrelch, Barkin, 1986).
Ada beberapa prinsip yang harus dipegang oleh perawat dalam memberikan obat
dalam bentuk enema dan supositoria, antara lain :
a. Untuk mencegah peristaltic, lakukan enema retensi secara pelan
dengan cairan (tidak lebih dari 120 ml) dan gunakan rectal tube kecil.
b. Selama enema berlangsung, anjurkan pasien berbaring miring ke kiri
dan bernafas melalui mulut untuk merilekskan spingter.
c. Retensi enema dilakukan setelah pasien buang air besar.
d. Anjurkan pasien untuk berbaring telentang selama 30 menit setelah
pemberian enema
e. Obat supositoria harus disimpan di lemari es karena obat akan melelh
pada suhu kamar.
f. Gunakan pelindung jari atau sarung tangan. Gunakan jari telunjuk
untuk pasien dewasa dan jari ke empat pada pasien bayi. Anjurkan
pasien berbaring ke kiri dan bernafas melalui mulut agar spingter
rileks. Pelan-pelan dorong supositoria ke dalam.
g. Anjurkan pasien tetap miring ke kiri selama 20 menit setelah obat
masuk.
h. Bila diperlukan, beritahu pasien cara mengerjakan sendiri enema atau
memasukkan supositoria.
5.1.5.2 Teknik Pemberian Obat via Anus/ Rektum
Alat dan bahan:
1. Obat suppositoria dalam tempatnya.
2. Sarung tangan.
3. Kain kassa.
4. Vaselin/ penicilin/ pelumas.
5. Kertas tisu.
Prosedur kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dikerjakan.
3. Gunakan sarung tangan.
4. Buka pembumgkus obat dan pegang dengan kain kasa.
5. Oleskan ujung pada obat suppositoria dengan penicilin.
6. Regangkan glutea dengan tangan kiri, kemudian masukkan suppositoria dengan
perlahan melalui anus, sfingter anal interna dan mengenai dinding rektal kurang
lebih 10 cm pada orang dewasa, 5 cm pada bayi atau anak.
7. Setelah selesai tarik jari tangan dan bersihkandaerah sekitar anal dengan tisu.
8. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring telentang atau miring selama kurang lebih
5 menit.
9. Setelah selesai lepaskan sarung tangan kedalam bengkok.
10. Cuci tangan.
11. Catat obat, jumlah dosis, dan cara pemberian.
5.1.6 Pemberian obat kulit (Desmatologis)
5.1.6.1 Pengertian
Merupakan cara memberikan obat pada kulit dengan mengoleskan bertujuan
mempertahankan hidrasi, melindungi kulit, mengurangi iritasi kulit, atau mengetasi
infeksi. Pemberian obat kulit dapat bermacam-macam seperti krim, losion, aerosol, dan
sprei.
Obat dapat diberikan pada kulit dengancara digosokkan, ditepukkan,
disemprotkan, dioleskan dan iontoforesisi (pemberian obat pada kulit dengan listrik).
Prinsip kerja pemberian obat pada kulit antara lain meliputi :
a. gunakan teknik steril bila ada luka pada kulit
b. bersihkan kulit sebelum memberikan obat (bahan pembersih di tentukan oleh
dokter)
c. ambil obat kulit dari tempatnya dengan batang spatel lidah dan bukan dengan
tangan.
d. Bila obat perlu digosok, gunakan tekanan halus.
e. Oleskan obat tipis- tipis kecuali ada petunjuk lain.
f. Obat dalam bentuk cair harus diberikan dengan aplikator
g. Bila digunakan kompres atau kapas lembab maka pelembab harus steril
Cara pemberian Kulit
Alat dan Bahan:
1. Obat dalam tempatnya.
2. Pinset anatomis.
3. Kain kasa.
4. Kertas tisu.
5. Balutan.
6. Pengelas.
7. Air sabun, air hangat.
8. Sarung tangan.
Cara Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dikerjakan.
3. Pasang pengalas di bawah daerah yang akan dilakukan tindakan.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Bersihkan daerah akan diberikan obat dengan air hangat (apabila terdapat kulit
mengeras) dan gunakan pinset anatomis.
6. Berikan obat sesuai dengan indikasi dan cara pemakaian seperti mengoleskan,
mengompres.
7. Kalau perlu tutup dengan kain kasa atau balutan pada daerah diobati.
8. Cuci tangan.
Irigasi dan Instilasi Mata
Pengertian
Irigasi mata merupakan suatu tindakan pencucian kantung konjungtiva mata.
Berbagai bentuk spuit tersedia khusus untuk melakukan irigasi tetapi bila tidak ada dapat
digunakan harus dalam keadaan steril.
Obat mata biasanya berbentuk cairan (obat tetes mata) dan ointment/ obat salep
mata yang dikemas dalam tabung kecil. Karena sifat selaput lender dan jaringan manta
yang lunak dan responsive terhadap obat, maka obat mata biasanya diramu dengan
kekuatan yang rendah misalnya 2 %.
Cara irigasi dan instilasi mata :
1. Pastikan tentang adanya order pengobatan
2. Siapakan peralatan
Untuk irigasi :
a. Tabung steril untuk tempat cairan
b. Cairan irigasi sebanyak 60 sampai dengan 240 cc dengan suhu 37 C.
c. Alat irrigator mata atau spuit steril
d. Bengkok steril
e. Bola kapas steril
f. Cairan normal salin steril (bila diperlukan)
g. Perlak
h. Sarung tangan steril
Instilasi :
a. Obat yang diperlukan
b. Kapas kering steril
c. Kapas basah (normal saline) steril
d. Kassa / penutup mata dan plester
e. Sarung tangan steril
3. Siapkan pasien yaitu dengan memberitahu pasien tentang irigasi/ pengobeta yang
akan diberikan. Bantu pasien untuk mengatur posisi duduk atau berbaring sambil
memiringkan kepala kea rah mata yang sakit. Pasang kait penutup untuk melindungi
pasien dan baju pasien agar tidak basah dan pasang bengkok di bawah mata yang
sakit (pada pelaksanaan irigasi).
4. Kaji mata pasien. Amati adanya gangguan pada mata misalnya wana merah, adanya
kotoran, bengkak, pandangan kabur, mata sering dikucek- kucek dan lain- lain.
5. Bersihkan kelopak mata dan bulu mata dengan bola kapas yang telah dibasahi
dengancairan irigasi dengan arah dari kantus dalam menuju kantus luar.
6. Masukkan cairan irigasi atau obat mata.
7. bersihkan mata dengan cara mengusap dari arah dalam keluar
8. tutup mata bila diperlukan dan kaji respon pasien
9. bereskan alat yang digunakan dan cacat tindakan anda dengan singkat dan jelas.
Instilasi hidung
Obat yang diberikan melalui tetesan hidung (instilasi hidung) diberikan biasanya dengan
maksud menimbulkan astringent efek yang merupakan efek obat dalam mengkerutkan
selaput lender yang bengkak. Obat tetes hidung diberikan pula dengan tujuan untuk
menyembuhkan infeksi pada rongga atau sinus- sinus hidung.
Cara kerja instilasi hidung :
1. Pastikan tentang adanyaorder pengobatan
2. Siapakan peralatan :
a. Obat tetes hidung
b. Bola kapas
3. beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakuka dan siapkan pasien. Posisi
pasien diatur berbaring terlentang dengan bagian bahu disokong sebuah bantal
sehingga kepala mengadah. Anjurkan pasien untuk menghembuskan napas sedikit
kuat sehingga lubang hidung akan bersih.
4. elevasikan lubang hidung dengan cara menekan ujung hidung dengan jempol
5. pegang obat tetes hidung di atas lubang hidung dan teteskan obat pada bagian
tengah konka superior tulang etmoidalis (beritahu pasien untuk bernafas melalui
mulut sewaktu obat diteteskan).
6. anjurkan pasien tetap dalam posisi ini selama 1menit sehingga obat dapat sampai
pada semua dinding hidung.
7. aturlah posisi pasien yang nyaman dan beritahu untuk bernapas melalui hidung
kembali.
8. Bereskan peralatan dan catat tindakan anda secara jelas dan singkat.
Cara kerja irigasi dan istilasi telinga :
1. Pastikan tentang adanya order pengobatan.
2. Siapkan peralatan
Untuk irigasi :
a. Tabung berisi cairan irigasi dengan jumlah dan konsentrasi sesuai yang
dikehendaki.
b. Alat suntik/ spuit
c. Bengkok
d. Perlak handuk
e. Kapas pengusap
f. Bola kapas
g. Sarung tangan (kadang- kadang)
Untuk intilasi :
a. Obat tetes dalam tempatnya
b. Kapas di bungkus dalam kasa
c. Batang karet (tambahan) terutama digunakan untuk tetesan terakhir untuk
mencegah gerakan tiba- tiba anak atau pasien tidak sadar
d. Bola kapas
3. Beritahu dan siapkan pasien.
Untuk irigasi : beritahu pasien tentang rasa penuh, hangat dan mungkin sakit yang
akan dialami pada saat cairan sampai pada gendering telinga. Bantu pasien duduk atau
berbaring dengan posisi kepala menghadap kea rah telinga yang sakit. Pasang perlak
handuk di bahu pasien dan pegang bengkok di bawah telinga.
Untuk instilasi : Bantu pasien berbaring ke samping dengan posisi telinga yang sakit
menghadap ke atas.
4. Kaji keadaan daun telinga dan saluran telinga bagian luar. Lakukan inspeksi untuk
mengetahui adanya kemerah- merahan, lecet dan setiap kotoran yang keluar. Bila
diperlukan gunakan otoskop dan bila ditemukan adanya benda asing atau gendering
telinga (membrantimpani) tidak utuh, jangan lakukan irigasi dan laporkan keadaan ini
pada perawatan senior.
5. Bersihkan daun telinga dan lubang telinga dengan bola kapas basah.
6. Siapkan peralatan :
Untuk irigasi : isi spuit dengancairan irigasi atau bila menggunakan tabung irigasi,
angkat tabung ke atas dan alirkan cairan mengisi pipa.
Untuk instilasi : siapkan obat tetes yang diperlukan.
7. Masukkan cairan irigasi atau obat tetes telinga
Untuk irigasi : buka daun telinga (untuk bayi daun telinga ditarik ke bawah, untuk
dewasa ditarik ke atas belakang), masukkan ujung spuit dan pancarkan cairan pada
dinding atas saluran telinga sesuai yang diperlukan. Bila sudah selesai, keringkan
bagian luar telinga dengan kapas dan bantu berbaring ke samping kea rah telinga yang
telah diirigasi.
Untuk Instilasi : hangatkan obat dengan tangan atau masukkan botol dalam cairan
hangat beberapa detik. Buka dan luruskan lubang telinga dan teteskan obat pada sisi
telinga. Tekan tragus secara hati-hati beberapa kali untuk membantu obat masuk.
Anjurkan pasien tetap berbaring miring lebih kurang selama 5 menit. Pasang kapas
pada lubang telinga (tidak ditekan) selama 15 sampai dengan 20 menit.(Gbr.4 – 16)
8. Kaji respon pasien terhadap adanya rasa nyeri, keadaan saluran telinga, kotoran
yang ada dan pada irigasi amati keadaan dan bau cairan yang keluar.
9. Rapikan pasien dan catat tindakan anda secara singkat dan jelas
Terapi Panas Dingin
Pengertian
Merupakan tindakan dengan memberikan kompres hangat yang bertujuan
memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi
atau mencegah terjadinya spasme otot, dan memberikan rasa hangat.
Persiapan dan cara kerja
Alat dan Bahan:
1. Botol berisi air panas (suhu 46-51,5 derajat)/ air hangat.
2. Termometer air.
3. Kain pembungkus.
Cara kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dikerjakan.
3. Isi botol dengan air panas.
4. Tutup botol yang telah di isis air panas kemudian dikeringkan.
5. Masukkan botol ke dalam kantong kain, atau bila menggunakan kain, masukkan
kain pada air hangat lalu diperas.
6. Tempatkan botol/ kain yang sudah diperas pada daerah yang akan dikompres.
7. Angkat botol setelah 20 menit, lalu isi lagi botol dan taruh pada daerah yang
akan dikompres lagi.
8. Catat perubahan yang terjadi selama tindakan.
9. Cuci tangan.
Zid bath/ compres
Pengertian
Merupakan tindakan dengan cara memberikan kompres dingin yang
bertuuan memenuhi kebutuhan rasa nyaman, menurunkan suhu tubuh, mengurangi
rasa nyeri, mencegah edema, dan mengontrol peredaran darah dengan
meningkatkan vasokonstriksi.
Persiapan dan Cara Kerja
Alat dan Bahan:
1. Termometer.
2. Air dingin.
3. Kain/ kantong pelindung.
4. Kantong es atau sejenisnya.
Cara kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Ukur suhu tubuh.
4. Asupan air dingin pada kantong es atau bila menggunakan kain asupan kain
pada air dingin lalu diperas.
5. Letakkan kantong/ kain pada daerah yang akan dikompres seperti pada daerah
axila, pada daerah yang sakit.
6. Catat perubahan yang terjadi selama tindakan.
7. Cuci tangan.
Manajemen nyeri
Ada beberapa cara untuk mengatasi nyeri yang dapat dilakukan oleh bidan,
diantaranya:
1. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri misalnya ketidakpercayaan,
kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan, dan kebosanan.
a. Ketidakpercayaan
Pengakuan bidan akan rasa nyeri yang diderita pasien dapat mengurangi nyeri. Hal
ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan penuh
perhatian mengenai keluhan nyeri pasien, dan mengatakan kepada pasien bahwa
bidan mengkaji rasa nyeri pasien agar dapat lebih memahami tentang nyerinya.
b. Kesalahpahaman
Mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan membantu mengurangi
nyeri. Hal ini dilakukan dengan memberitahu pasien bahwa nyeri yang dialami
sangat individual dan pasien yang tahu secara pasti tentang nyerinya.
c. Ketakutan
Memberikan informasi yang tepat dapat membantu mengurangi ketakutan pasien
dengan menganjurkan pasien untuk mengekspresikan bagaimana mereka
menangani nyeri.
d. Kelelahan
Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya, kembangkan pola
aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup.
e. Kebosanan
Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri dapat
digunakan pengelihan perhaian yang bersifat terapetik. Beberapa teknik
pengalihan pehatian adalah bernapas pelan dan berirama, aktif mendengarkan
musik, membayangkan hal-hal yang menyenangkan dan sebagainya.
2. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik, seperti:
Teknik Latihan Pengalihan
a. Menonton televisi.
b. Berbincang-bincang dengan orang lain.
c. Mendengarkan musik.
Teknik Relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan
udara, menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan, kaki,
perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi
hingga pasien merasa nyaman, tenang dan rileks.
Stimulasi Kulit
a. Menggosok dengan halus pada daerah nyeri.
b. Menggosok punggung.
c. Menggunakan air hangat dan dingin.
d. Memijat dengan air mengalir.
3. Pemberian obat analgesik
Pemberian obat analgesikdilakukan guna menggangu atau memblok transmisi
stimulus nyeri agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap
nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika dan bukan narkotika. Jenis narkotika
digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan menimbulkan depresi pada fungsi vital,
seperti respirasi. Jenis bukan narkotika yang paling banyak dikenal di masyarakat adalah
aspirin, asetaminofen dan bahan antiinflamasi nonsteroid. Golongan aspirin (asetysalicylic
acid) digunakan untuk memblok rangsangan pada sentral dan perifer keungkinan
menghambat sintesis prostaglandin yang memiliki khasiat setelah 15 menit sampai 20
menit dan memuncak 1-2 menit. Aspirin juga menghambat agrgasitrombosit dan
antagonis lemah terhadap vitamin K, sehingga dapat meningkatkan waktu perdarahan dan
protrombin bila diberikan dalam dosis yang tinggi. Golongan asetaminofen sama seperti
aspirin akan tetapi tidak menimbulkan perubahan kadar protrombin dan jenis nonsteroid
anti inflamantry drug (NSAID) juga dapat menghambat prostaglandin dan dosis
rendahdapat berfungsi sebagai analgesik. Kelompok obat ini meliputi ibuprofen,
mefenamic acid, fenoprofen, naprofen, zomepirac dan lain-lain.
4. Pemberian stimulator listrik, yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus nyeri
dengan stimulus yang kurang dirasakan. Bentuk stimulus nyeri dengan stimulus yang
kurang dirasakan. Benuk stimulator metode stimulus listrik meliputi:
a. Transcutaneus electrial stimulator (TENS), yang digunakan untuk
mengendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan menempatkan
beberapa elektrode di luar.
b. Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan alat
stimulator sum-sum tulang belakang dan yang diimplan di bawah kulit dengan
transistor timah penerimaan yang dimaksudkan ke dalam kulit pada daerah
epidural dan columna vetebrae.
c. Stimulator columna vetebrae, sebuah stimulator dengan stimulus alat penerima
abdomen yakni lektroda yang ditanam dengan cara bedah pada dorsum sum-
sum tulang belakang.
http://mwmonic91.blogspot.com/2011/12/teknik-pemberian-obat.html
Perawatan Bedah dalam Kebidanan
Perawatan Bedah dalam Kebidanan
1. Perioperasi
Merupakan tahapan-tahapan yang terdiri dari pra operasi, intra operasi dan pasca
operasi
2. Pra Operasi
Merupakan tahapan awal sebelum dilaksanakan operasi dimulai sejak persiapan
operasi dan berakhir sampai pasien berada di meja operasi.
3. Intra operasi
Merupakan proses operasi, dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah sampai ke
ruang pemulihan.
4. Pasca operasi
Merupakan masa setelah dilaksanakan operasi, dimulai sejak pasien memasuki ruang
pemulihan sampai evaluasi selanjutnya.
Ø Jenis-jenis operasi/ pembedahan
1. Pembedahan diagnostik
Untuk menentukan sebab gejala penyakit
2. Pembedahan kuratif
Untuk mengambil bagian dari penyakit
3. Pembedahan restoratif
Untuk menyambung daerah yang terpisah
4. Pembedahan paliatif
Untuk mengurangi gejala tanpa menyembuhkan
5. Pembedahan kosmetik
Untuk mempercantik tubuh
Ø Jenis-jenis anestesia (obat bius)
1. Anestesia umum (tubuh tidak sadar)
2. Anestesia regional
3. Anestesia lokal
4. Hipoanestesia
5. Akupuntur
v Perawatan praoperasi
- Pemberian pendidikan kesehatan praoperasi
- Persiapan diet/ puasa
- Persiapan kulit
- Latihan pernapasan
- Latihan kaki
- Latihan mobilitas
- Pencegahan cidera
v Perawatan intra operasi
- Menggunakan baju seragam bedah
- Mencuci tangan sebelum melakukan pembedahan
- Menerima pasien di daerah bedah
- Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah
- Pembersihan dan pembersihan kulit
- Penutupan daerah steri
- Pelaksanaan anestesia
- Pelaksanaan pembedahan
v Perawatan pasca operasi
- Meningkatan proses penyembuhan luka
- Mempertahankan respirasi
- Mempertahankan sirkulasi udara
- Mempertahankan keseimbangan cairan
- Mempertahankan eliminasi
- Melaksanakan latihan mobilitas/ gerakan
- Mengurangi kecemasan
PENGERTIAN LUKA
Adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Ø Jenis-jenis luka
a. Berdasarkan sifat kejadian
- Luka di sengaja : luka radiasi, luka bedah.
- Luka tidak di sengaja :
1. Luka terbuka : lukanya kelihatan
2. Luka tertutup : di dalam tubuh
b. Berdasarkan penyebab
- Luka mekanik :
· Vulnus scissum (luka sayat)
· Vulnus contusum (luka memar)
· Vulnus laceratum (luka robek)
· Vulnus puncture (luka tusuk)
· Vulnus sclopetorum (luka tembak)
· Vulnus morsum (luka gigitan)
· Vulnus abrasio (luka terkikis)
- Luka non mekanik : sengatan listrik, obat
Proses penyembuhan luka
1. Tahap respons inflamasi akut terhadap cidera.
Tahap ini dimulai saat terjadi luka
2. Tahap destruktif
Terjadi pembersihan jaringan mati
3. Tahap poliferatif
Pembuluh darah baru diperkuat oleh jar. Ikat
4. Tahap maturasi
Terjadi reepitelisasi, kontraksi luka dan organisasi jar. Ikat
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
- Vaskularisasi (membutuhkan peredaran darah yang baik untuk perbaikan dan
pertumbuhan sel)
- Anemia
- Usia
- Penyakit lain
- Nutrisi
- Kegemukan, Obat-obatan, Merokok
Masalah pada luka operasi bedah
- Perdarahan
- Infeksi
- Dehiscene (pecahnya luka)
ASUHAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH KEHILANGAN DAN
KEMATIAN
A. KEHILANGAN
I. Definisi
Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami
individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau
keseluruhan atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap
individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respon terakhir terhadap kehilangan
sangat dipengaruhi oleh respon individu terhadap kehilangan sebelumnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status sosial ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu
II. Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang
yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang
yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya
menjadi menurun.
III.Jenis Kehilangan
1. Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran akibat bencana
alam)
2. Kehilangan lingkungan yang dikenal (missal: berpindah rumah)
3. Kehilangan sesuatu atau seseorang
4. Kehilangan suatu aspek diri (missal anggota tubuh dan fungsi psikologis atau
fisik)
5. Kehilangan hidup (missal anggota keluarga)
IV. Dampak Kehilangan
1. Pada masa anak – anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk
berkembang, kadang – kadang akan timbul regresi serta merasa tahut untuk
ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.
2. Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat terjadi disintegrasi dalam
keluarga.
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat
menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang
yang ditinggalkan.
V. Respons Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak
jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “
seandainya saya hati-hati “.
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah,
akhirnya saya harus operasi “
B. BERDUKA (grieving)
I. Definisi
Berduka merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini diwujudkan
dalam berbagai cara yang unik pada masing – masing orang dan didasarkan pada
pengalaman pribadi, ekspektasi budaya dan keyakinan spiritual yang dianutnya.
Sedangkan istilah kehilangan mencakup berduka dan berkabung. Berkabung adalah
periode penerimaan terhadap kehilangan dan berduka. Hal ini terjadi dalam masa
kehilangan dan sering dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan.
II.Jenis Berduka
1. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian dan menarik diri
dari aktivitas untuk sementara.
2. Berduka antisipatif, yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan
atau kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika menerima diagnosis
terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyelesaikan berbagai
urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
3. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah – olah tidak
kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan
dengan orang lain.
4. Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara
terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian
orang tua atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin.
III.Respon Berduka
1. ENGEL 1964
a.Shock dan tidak percaya
b. Berkembangnya kesadaran
c.Restitusi
d. Idealization
e.Reorganization / the out come
2. KUBLER-ROSS 1969
a. Menyangkal
b. Marah
c. Tawar-menawar
d. Depresi
e. Penerimaan
3. MARTOCCHIO 1985
a. Shock and disbelief
b. Yearning and protest
c. Anguish, disorganization and despair
d. Identification in bereavement
e. Reorganization and restitution
4. RANDO 1991
a. Penghindaran
b. Konfrontasi
c. Akomodasi
C. SEKARAT (DYING) DAN KEMATIAN (DEATH)
Sekarat merupakan suatu kondisi pasien saat sedang menghadapi kematian yang
memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Mati somatis adalah
terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat,
sistem kardiovaskuler dan sistem pernafasan secara menetap (ireversibel).Secara
klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut
jantung tidak terdengar, tidak ada gerakan pernafasan dan suara pernafasan tidak
terdengar pada auskultasi.
D. PERUBAHAN TUBUH SETELAH KEMATIAN
Setelah beberapa waktu timbul perubahan pasca mati yang jelas, sehingga
memungkinkan diagnosa kematian menjadi lebih pasti.Tanda-tanda tersebut dikenal
sebagai tanda pasti kematian berupa:
1. Lebam mayat / Livor Mortis(hipostatis/lividitas pasca mati)
2. Kaku mayat (rigor mortis)
3. Penurunan suhu tubuh
4. Pembusukan
5. Mummifikasi
6. Adiposera
Livor mortis adalah salah satu tanda kematian, yaitu mengendapnya darah
ke bagian bawah tubuh, menyebabkan warna merah-ungu di kulit. Karena jantung
tidak lagi memompa darah, sel darah merah yang berat mengendap di bawah
serum karena gravitasi bumi. Warna ini tidak muncul di daerah-daerah yang
berhubungan dengan benda lain karena kapilari tertekan.Koroner dapat
menggunakan hal ini untuk menentukan waktu kematian. Livor mortis dimulai
sekitar 20 menit sampai 3 jam setelah kematian.
Rigor mortis atau kaku mayat terjadi akibat hilangnya ATP. ATP
digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi
otot. Namun karena pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka
ikatan antara aktin dan myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah
kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian
setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah
sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah
adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh
makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara
menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah:
Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian
dan menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena
kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.
Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena
panas sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada
mayat yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu
yang lama.
Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin
sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan
sampai otot.
Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan
kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai
dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena
terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan
pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah
membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur.
Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang
hangat/panas dan kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah penyakit
infeksi maka pembusukan berlangsung lebih cepat.
Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan
terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan
akan berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak
membusuk.
Adiposera adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan,
lunak dan berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem.
Lemak akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen
dan enzim bakteri.
Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban
dan suhu panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu
sampai beberap bulan. Adipocere relatif resisten terhadap pembusukan.
E. PERAWATAN PADA JENAZAH
1. Tempatkan dan atur jenazah pada posisi anatomis.
2. Singkirkan pakaian atau alat tenun.
3. Lepaskan semua alat kesehatan.
4. Bersihkan tubuh dari kotoran dan noda.
5. Tempatkan kedua tangan jenazah diatas abdomen dan ikat pergelangannya.
6. Tempatkan satu bantal di bawah kepala
7. Tutup kelopak mata, jika tidak ada tutup bisa dengan kapas basah.
8. Katupkan rahang atau mulut, kemudian ikat dan letakkan gulungan handuk
dibawah dagu.
9. Letakkan alas di bawah glutea.
10. Tutup sampai sebatas bahu, kepala ditutup dengan kain tipis.
11. Catat semua milik pasien dan berikan kepada keluarga.
12. Beri kartu atau tanda pengenal.
13. Bungkus jenazah dengan kain panjang
F. PERAWATAN JENAZAH YANG AKAN DIOTOPSI
1. Ikuti prosedur rumah sakit dan jangan lepas alat kesehatan.
2. Beri label pada pembungkus jenazah.
3. Beri label pada alat protesis yang digunakan.
4. Tempatkan jenazah pada lemari pendingin.
G. PERAWATAN TERHADAP KELUARGA
1. Dengarkan ekspresi keluarga.
2. Beri kesempatan bagi keluarga untuk bersama dengan jenazah beberapa saat.
3. Siapkan ruangan khusus untuk memulai rasa berduka.
4. Bantu keluarga untuk membuat keputusan serta perencanaan pada jenazah.
5. Beri dukungan jika terjadi disfungsi berduka.
MEMBANTU PASIEN YANG HAMPIR MENINGGAL
Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi
kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Kematian
(death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta
hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak
atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Dying dan death merupakan dua
istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying
lebih kearah suatu proses, sedangkan death merupakan akhir dari hidup.
A. DISKRIPSI RENTANG POLA HIDUP SAMPAI MENJELANG KEMATIAN
Menurut martocchio dan default mendiskripsikan rentang pola hidup sampai
menjelang kematian sebagai berikut :
1. Pola puncak dan lembah
Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan periode
krisis (lemah). Pada kodisi puncak, pasien benar-benar merasakan harapan yang
tinggi/besar. Sebaliknya pada periode lemah, klien merasa sebagai kondisi yang
menakutkan sampai bisa menimbulkan depresi.
2. Pola dataran yang turun
Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari kemunduran yang
terus bertambah dan tidak terduga, yang terjadi selama/setelah perode kesehatan yang
stabil serta berlangsung pada waktu yang tidak bisa dipastikan.
3. Pola tebing yang menurun
Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan kondisi yang
menetap/stabil, yang menggambarkan semakin buruknya kondisi. Kondisi penurunan ini
dapat diramalkan dalam waktu yang bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari.
Kondisi ini lazim detemui di unit khusus (ICU)
4. Pola landai yang turun sedikit-sedikit
Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan dan hampir tidak
teramati sampai akhirnya menghebat menuju kemaut.
B. PERKEMBANGAN PERSEPSI TENTANG KEMATIAN
1. Bayi - 5 tahun.
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi yang
temporer
2. 5-9 tahun.
Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari
3. 9-12 tahun.
Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat
mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.
4. 12-18 tahun.
Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan tentang
kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
5. 18-45 tahun.
Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
6. 45-65 tahun.
Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak
kecemasan.
7. 65 tahun keatas.
Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna : terbebasnya
dari rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal
C. PERUBAHAN TUBUH SETELAH KEMATIAN
1. Rigor mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, karena
adanya kekurangan ATP (Adenosin Trypospat) yang tidak dapat disintesa
akibat kurangnya glikogen dalam tubuh. Proses rigor mortis dimulai dari
organ-organ involuntery, kemudian menjalar pada leher, kepala, tubuh dan
bagian ekstremitas, akan berakhir kurang lebih 96 jam setelah kematian.
2. Algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun 1 derajat celcius
setiap jam sampai mencapai suhu ruangan.
3. Post mortem decompotion, yaitu terjadi livor mortis (biru kehitaman) pada
daerah yang tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan
banyak bakteri. Ini disebabkan karena sistem sirkulasi hilang, darah/sel-sel
darah merah telah rusak dan terjadi pelepasan HB.
D. PENDAMPINGAN PASIEN SAKARATUL MAUT
1. Definisi
Perawatan pasien yang akan meninggal dilakukan dengan cara memberi
pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal.
2. Tujuan
a. Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada pasien
dan keluarganya
b. Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien disekitarnya.
c. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara
medis bisa dilihat dari keadaan umum, vital sighn dan beberapa
tahap-tahap kematian
3. Persiapan alat
a. Disediakan tempat tersendiri
b. Alat – alat pemberian O2
c. Alat resusitasi
d. Alat pemeriksaan vital sighn
e. Pinset
f. Kassa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir
g. Alat tulis
4. Prosedur
a. Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Mendekatkan alat
c. Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
d. Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh
ditinggalkan sendiri
e. Membersihkan pasien dari keringat
f. Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut
dan penuh perhatian, serta tidak tertawa-tawa atau bergurau
disekitar pasien
g. Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering
menggunakan pinset
h. Membantu melayani dalam upacara keagamaan
i. Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
j. Mencuci tangan
k. Melakukan dokumentasi tindakan
E. PERAWATAN JENAZAH
1. Definisi
Perawatan pasien setelah meninggal dunia
2. Tujuan
a. Membersihkan dan merapikan jenazah
b. Memberikan penghormatan terakhir kepada sesama insani
c. Memberi rasa puas kepada sesama insani
3. Persiapan alat
a. Celemek
b. Verban/kassa gulung
c. Sarung tangan
d. Pinset
e. Gunting perbant
f. Bengkok 1
g. Baskom 2
h. Waslap 2
i. Kantong plastik kecil (tempat perhiasan)
j. Kartu identitas pasien
k. Kain kafan
l. Kapas lipat lembab dalam kom
m. Kassa berminyak dalam kom
n. Kapas lipat kering dalam kom
o. Kapas berminyak (baby oil) dalam kom
p. Kapas alkohol dalam kom
q. Bengkok lysol 2-3%
r. Ember bertutup 1
s. Prosedur
1) Memberitahukan pada keluarga pasien
2) Mempersiapkan peralatan dan dekatkan ke jenazah
3) Mencuci tangan
4) Memakai celemek
5) Memakai hands scoon
6) Melepas perhiasan dan benda – benda berharga lain diberikan kepada
keluarga pasien (dimasukkan dalam kantong plastik kecil)
7) Melepaskan peralatan invasif (selang, kateter, NGT tube dll)
8) Membersihkan mata pasien dengan kassa, kemudian ditutup dengan
kassa lembab
9) Membersihkan bagian hidung dengan kassa, dan ditutup dengan kapas
berminyak
10) Membersihkan bagian telinga dengan kassa, dan ditutup dengan kapas
berminyak
11) Membersihkan bagian mulut dengan kassa
12) Merapikan rambut jenazah dengan sisir
13) Mengikat dagu dari bawah dagu sampai ke atas kepala dengan verban
gulung
14) Menurunkan selimut sampai ke bawah kaki
15) Membuka pakaian bagian atas jenasah, taruh dalam ember
16) Melipat tangan dan mengikat pada pergelangan tangan dengan verban
gulung
17) Membuka pakaian bagian bawah, taruh dalam ember
18) Membersihkan genetalia dengan kassa kering dan waslap
19) Membersihkan bagian anus dengan cara miringkan jenazah ke arah kiri
dengan meminta bantuan keluarga
20) Memasukkan kassa berminyak ke dalam anus jenasah
21) Melepas stick laken dan perlak bersamaan dengan membentangkan
kain kafan, lipat stick laken dan taruh dalam ember.
22) Mengembalikan ke posisi semula
23) Mengikat kaki di bagian lutut jenazah, pergelangan kaki, dan jari – jari
jempol dengan menggunakan verban gulung.
24) Mengikatkan identitas jenazah pada jempol kaki
25) Membuka boven laken bersamaan dengan pemasangan kain kafan
26) Jenazah dirapikan dan dipindahkan ke brankart
27) Alat – alat tenun dilepas dan dimasukkan ke dalam ember serta melipat
kasur
28) Merapikan alat
29) Melepas hand scoon
30) Melepaskan celemek
31) Mencuci tangan
32)
Referensi :
Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC
Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.
Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.
Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.
JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru
Lahir Jakarta. Pusdiknakes.
JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.
Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.
Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC