Tutorial Klinik Miop

72
Tutorial Klinik ILMU PENYAKIT MATA MIOPIA Disusun Oleh : Ekkim Al Kindi G99141057 Surya Dewi Primawati G99141058 Biltinova Arum Miranti G99141059 Gresmita Rindi Winarti G99141060 Magdalena Wibawati G99141061

description

Tutorial Klinik Miop Stase Ilmu Penyakit Mata

Transcript of Tutorial Klinik Miop

Tutorial KlinikILMU PENYAKIT MATAMIOPIA

Disusun Oleh :Ekkim Al KindiG99141057Surya Dewi PrimawatiG99141058Biltinova Arum MirantiG99141059Gresmita Rindi WinartiG99141060Magdalena WibawatiG99141061Pembimbing :dr. Raharjo Kuntoyo, SpM.KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA2015BAB ISTATUS PASIENI. IDENTITASNama : An. DIUmur: 15 tahunJenis Kelamin: Perempuan Agama: IslamPekerjaan: PelajarAlamat: Ploso, SragenTgl pemeriksaan: 10 Februari 2015No. RM: 01285306II. ANAMNESISA. Keluhan utama

: PusingB. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan pusing sejak 3 minggu lalu. Pusing dirasakan terus menerus. Pusing dirasakan makin memberat saat pasien harus melihat tulisan dnegan jarak yang jauh apa bila sedang di sekolah. Pasien merasa bahwa pusing tidak berkurang dengan pemberian obat yang dibelinya di warung. Selain pusing, pasien juga mulai merasakan pandangannya sedikit kabur apabila pasien duduk di belakang di kelasnya. Hal ini sudah dirasakan pasien semenjak 3 minggu lalu. Pandangan kabur tidak disertai dengan bayangan double, pandangan menyempit maupun rasa silau. Pasien tidak mengeluh adanya mata merah, nrocos, blobokan, nyeri pada daerah sekitar mata dan mata gatal. C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat keluhan serupa : disangkal Riwayat infeksi / iritasi mata: disangkal Riwayat trauma

: disangkal Riwayat mata merah

: disangkal Riwayat operasi mata

: disangkal Riwayat asma

: disangkal Riwayat alergi

: disangkalD. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluhan serupa

: disangkal Riwayat infeksi / iritasi mata: disangkal Riwayat asma

: disangkal Riwayat alergi

: disangkalE. Kesimpulan Anamnesis

OD

OS Proses

kelainan refraksi

-Lokalisasi

lensa mata

-

Perjalanan

kronis

-

Komplikasi

-

-III. PEMERIKSAAN FISIKA. Kesan umumKeadaan umum baik, GCS E4V5M6, gizi kesan cukupTekanan darah = 110/70 mmHg Nadi = 88x/menit Frekuensi napas = 18x/menit

Suhu= afebrilB. Pemeriksaan subyektif OD

OSVisus sentralis jauh 6/10 6/6 Pinhole6/6-RefraksiS-0,25 -Visus sentralis dekat30/3030/30Koreksi--Visus Perifer

Konfrontasi test dalam batas normal dalam batas normalProyeksi sinartidak dilakukantidak dilakukanPersepsi warnatidak dilakukantidak dilakukanC. Pemeriksaan Obyektif1. Sekitar mataTanda radangtidak adatidak adaLukatidak adatidak adaParuttidak adatidak adaKelainan warnatidak adatidak adaKelainan bentuktidak adatidak ada2.SuperciliumWarnahitamhitamTumbuhnyanormalnormalKulitsawo matang sawo matang

Geraknyadalam batas normaldalam batas normal3. Pasangan Bola Mata dalam OrbitaHeteroforiatidak adatidak adaStrabismustidak adatidak adaPseudostrabismus

tidak adatidak adaExophtalmustidak adatidak adaEnophtalmustidak adatidak adaAnopthalmus tidak adatidak ada4.Ukuran bola mataMikrophtalmustidak adatidak adaMakrophtalmustidak adatidak adaPtisis bulbitidak adatidak adaAtrofi bulbitidak adatidak adaBuftalmustidak ada tidak adaMegalokorneatidak adatidak ada5.Gerakan Bola MataTemporal superiordalam batas normaldalam batas normalTemporal inferiordalam batas normaldalam batas normalTemporaldalam batas normaldalam batas normalNasaldalam batas normaldalam batas normalNasal superiordalam batas normaldalam batas normal Nasal inferiordalam batas normaldalam batas normal6. Kelopak Mata

Gerakannyadalam batas normal dalam batas normalLebar rima

10 mm

10 mmPseudoptosis

tidak ada

tidak adaBenjolantidak ada tidak adaNyeri tekan

tidak ada

tidak adaTepi kelopak mata

Oedem tidak adatidak adaMargo intermarginalistidak adatidak adaHiperemistidak adatidak adaEntropiontidak adatidak adaEkstropiontidak adatidak ada7.Sekitar saccus lakrimalisOedemtidak adatidak adaHiperemistidak adatidak ada8.Sekitar Glandula lakrimalisOedemtidak adatidak adaHiperemis tidak adatidak ada9.Tekanan Intra OkulerPalpasikesan normalkesan normal Tonometer Schiotztidak dilakukan tidak dilakukan10.KonjungtivaKonjungtiva palpebra superiorOedemtidak adatidak adaHiperemistidak adatidak ada

Sikatriktidak adatidak adaKonjungtiva palpebra inferiorOedemtidak adatidak adaHiperemistidak adatidak ada

Sikatriktidak adatidak adaKonjungtiva FornixOedemtidak adatidak adaHiperemistidak adatidak ada

Sikatriktidak adatidak adaKonjungtiva BulbiPterigiumtidak adatidak adaOedemtidak adatidak adaHiperemistidak adatidak ada

Sikatriktidak adatidak adaInjeksi konjungtivatidak ada tidak adaCaruncula dan Plika SemilunarisOedemtidak adatidak adaHiperemistidak adatidak ada

Sikatriktidak adatidak ada11.SkleraWarnaputihputihPenonjolantidak adatidak ada12.KorneaUkuran12 mm12 mmLimbusjernih jernih Permukaanrata, mengkilatrata, mengkilatSensibilitasnormalnormal Keratoskop (Placido)tidak dilakukantidak dilakukanFluoresin Testtidak dilakukantidak dilakukanArcus senilistidak adatidak ada13.Kamera Okuli Anterior

Isijernihjernih

Kedalamandalamdalam14.Iris

Warnacoklatcoklat

Gambaranspongiousspongious

Bentukbulatbulat

Sinekiatidak adatidak ada15.Pupil

Ukuran3 mm3 mm

Bentukbulatbulat

Tempatsentralsentral

Reflek direct(+)(+)

Reflek indirect(+) (+)

Reflek konvergensi(+)(+)

16.Lensa

Ada/tidakadaada

Kejernihanjernihjernih

Letaksentralsentral

Shadow test(-)(-)17.Korpus vitreum

Kejernihan

tidak dilakukantidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN OD OSVisus sentralis jauh 6/10 6/6 Pinhole6/6-RefraksiS -0,25-Visus sentralis dekat30/3030/30

Koreksi--Sekitar mata dalam batas normaldalam batas normalSupercilium dalam batas normaldalam batas normalPasangan bola mata dalam batas normaldalam batas normaldalam orbita

Ukuran bola mata dalam batas normal dalam batas normalGerakan bola matadalam batas normal dalam batas normalPalpebra superiordalam batas normal dalam batas normalPalpebra inferiordalam batas normal dalam batas normal Sekitar saccus lakrimalisdalam batas normal dalam batas normal Sekitar glandula lakrimalisdalam batas normal dalam batas normal Tekanan intra okulerkesan normalkesan normalKonjunctiva bulbi dalam batas normal dalam batas normalSklera dalam batas normaldalam batas normalKorneadalam batas normaldalam batas normalCamera oculi anterior dalam batas normal dalam batas normal Iris dalam batas normal dalam batas normal Pupildalam batas normal dalam batas normal Lensa dalam batas normal dalam batas normal Corpus vitreumtidak dilakukantidak dilakukan

Gambar. 1 Dokumentasi pasienVI. DIAGNOSIS Okuli Dextra Miopia VII. DIAGNOSIS BANDING Glaukoma simpleksVIII. PLANNING Koreksi kacamata

VII. TERAPIKoreksi dengan kaca mata lensa kanan S -0,25 dan kiri planoVIII. PROGNOSIS

OD

OSAd vitambonambonam

Ad sanambonambonamAd kosmetikumbonambonamAd fungsionambonambonamTINJAUAN PUSTAKAAMETROPIAA. Anatomi Media PenglihatanHasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatakan bayangan benda tepat diretinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

1. Kornea Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea memiliki diameter horizontal 11-12 mm dan berkurang menjadi 9-11 mm secara vertikal oleh adanya limbus. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi.

Kornea memiliki tiga fungsi utama: a. Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan air mata prekornea.

b. Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.

c. Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu penampilan optikal.

Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:a. Epitel

Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda mi terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

b. Membrana Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

c. Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.d. Membrana Descement

Membrane aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.

e. Endotel

Berasal dari mesotehum, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um. Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aqous dan dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior.Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.2. Cairan mata

Cairan mata atau humor akuos diproduksi oleh prosesus siliaris. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi; jika otot-otot ini berkontraksi ia menarik proses siliaris dan koroid ke depan dan ke dalam, mengendorkan zonula Zinn sehingga lensa menjadi lebih cembung.

3. LensaLensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadi akomodasi. Lensa berbentuk cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Pada keadaan normal, cahaya atau gambar yang masuk akan diterima oleh lensa mata, kemudian akan diteruskan ke retina, selanjutnya rangsangan cahaya atau gambar tadi akan diubah menjadi sinyal / impuls yang akan diteruskan ke otak melalui saraf penglihatan dan akhirnya akan diterjemahkan sehingga dapat dipahami.

Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa membentuk serat lensa secara terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat di bagian sentral sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang paling tua. Di bagian luar nukleus terdapat serat yang lebih muda disebut korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus disebut korteks anterior, sedangkan yang di belakang nukleus disebut korteks posterior. Nukleus memiliki konsistensi yang lebih keras dibandingkan korteks. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat Zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh equatornya pada badan siliar.

Secara fisiologik, lensa memiliki sifat tertentu:

a. Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi untuk menjadi cembung

b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan

c. Terletak di tempatnya

Keadaan patologik lensa dapat berupa:

a. Kekenyalan berkurang pada orang tua sehingga mengakibatkan presbiopi

b. Keruh atau disebut katarak

c. Tidak berada di tempatnya atau subluksasi atau luksasi4. Badan kaca

Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata, pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.B. Kelainan Refraksi Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal, susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti pungtum proksimum yang merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Pungtum remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, yang merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia, pungtum remotum terletak di depan mata. Emetropia adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar atau jauh dibiaskan atau difokuskan oleh sistem optik mata tepat pada daerah makula lutea tanpa melakukan akomodasi. Pada mata emetropia, terdapat keseimbangan antara kekuatan pembiasan sinar dengan panjangnya bola mata. Keseimbangan dalam pembiasan sebagin besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea serta panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding media penglihatan mata lainnya. Lensa memegang peranan terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia.Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi dimana mata yang dalam keadaan tanpa akomodasi atau istirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk kelainan seperti miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisme (silinder). Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia.

Gambar 2. Pembiasan cahaya pada mata normal dan mata dengan kelainan refraksi.Bentuk ametropia pada kelainan refraksi meliputi ametropia aksial, ametropia refraktif, dan ametropia kurvatur. Ametropia aksial adalah ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau dibelakang retina. Pada miopia aksial, fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang. Sedangkan pada hipermetropia aksial, fokus bayangan terletak di belakang retina. Kekuatan refraksi mata ametropia aksial adalah normal.Ametropia indeks refraktif adalah ametropia akibat kelainan indeks refraksi media penglihatan. Sehingga walaupun panjang sumbu mata normal, sinar terfokus di depan (miopia) atau di belakang retina (hipermetropia). Kelainan indeks refraksi ini dapat terletak pada kornea atau pada lensa (cembung, diabetik). Ametropia kurvatur disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal sehingga terjadi perubahan pembiasan sinar. Kecembungan kornea yang lebih berat akan mengakibatkan pembiasan lebih kuat sehingga bayangan dalam mata difokuskan di depan bintik kuning sehingga mata ini akan menjadi mata miopia atau rabun jauh. Sedangkan kecembungan kornea yang lebih kurang atau merata (flat) akan mengakibatkan pembiasan menjadi lemah sehingga bayangan dalam mata difokuskan dibelakang bintik kuning dan mata ini menjadi hipermetropia atau rabun dekat. C. Miopia Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar yang datang dibiaskan di depan retina (bintik kuning). Miopia adalah sebuah keadaan dimana terjadi perbedaan antara kekuatan pembiasan dan panjang aksial mata sehingga sinar cahaya yang masuk ke bola mata berkumpul atau terkonvergensi di titik fokus di depan atau anterior dari retina. Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di depan makula lutea. Hal ini disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata yang terlalu panjang, miopia aksial atau sumbu. Tajam penglihatan padaa miopia selalu kurang dari 5/5.Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dapat dilihat dengan jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.

Gambar 3. Refraksi mata pada miopia

Ada berbagai klasifikasi untuk miopia, yaitu klasifikasi berdasarkan gambaran klinis, derajat miopia, dan usia saat terkena miopia (Tabel 1).

Pada mata dengan simple myopia, status refraksinya tergantung pada kekuatan optik dari kornea dan lensa kristalin, dan panjang aksial mata. Pada mata emetropik, panjang aksial dan kekuatan optik adalah berbanding terbalik. Mata dengan kekuatan optik yang lebih besar dari rata-rata dapat menjadi emetropik jika panjang aksialnya lebih pendek dari rata-rata, begitu juga mata dengan kekuatan optik yang lebih rendah jika panjang aksialnya lebih panjang dari rata-rata.Mata dengan simple myopia adalah mata normal yang memiliki panjang aksial yang terlalu panjang untuk kekuatan optiknya, atau kekuatan optiknya terlalu besar untuk panjang aksialnya. Simple myopia, yang merupakan tipe yang paling sering terjadi daripada tipe lainnya, biasanya kurang dari 6 dioptri (D). Pada banyak pasien biasanya kurang dari 4 atau 5 D. Astigmatisme dapat terjadi pada konjungsi dengan simple myopia.Nocturnal myopia hanya terjadi pada penerangan yang kurang atau gelap. Hal ini dikarenakan meningkatnya respon akomodasi sehubungan dengan sedikitnya cahaya yang ada.Pseudomyopia merupakan hasil dari peningkatan kekuatan refraksi okular akibat overstimulasi terhadap mekanisme akomodasi mata atau spasme siliar. Disebut pseudomyopia karena pasien hanya menderita miopia karena respon akomodasi yang tidak sesuai.Miopia yang berat yang berhubungan dengan perubahan degeneratif pada segmen posterior mata disebut degenerative atau pathological myopia. Perubahan degeneratif dapat menyebabkan fungsi penglihatan yang abnormal, seperti perubahan lapangan pandang. Retinal detachment dan glaukoma adalah sekuele yang biasa terjadi.Induced myopia adalah akibat terpapar oleh berbagai obat-obatan, kadar gula darah yang bervariasi, nuklear sklerosis pada lensa kristalin, atau kondisi ganjil lainnya. Miopia ini seringnya bersifat sementara dan reversibel.Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk:1. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa 2. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata 3. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia degeneratif Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu besar. Penyebab miopia adalah sumbu jarak (jarak kornea-retina) terlalu panjang, dinamakan miopia sumbu. Daya bias kornea, lensa atau akuous humor terlalu kuat, dinamakan miopia pembiasan. Terdapat dua pendapat yang menerangkan faktor resiko terjadinya miopia, yaitu yang berhubungan dengan faktor herediter atau keturunan dan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi miopia pada anak yang kedua orang tuanya menderita miopia adalah sebesar 33-60%. Pada anak yang salah satu orang tuanya menderita miopia, prevalensinya adalah 23-40%. Kebanyakan penelitian menemukan bahwa anak yang kedua orang tuanya tidak menderita miopia, hanya 6-15% yang menderita miopia. Perbedaan prevalensi ini menunjukkan bahwa riwayat orang tua memang berperan pada kejadian miopia bahkan pada anak pada beberapa tahun pertama sekolahnya.Pada beberapa studi cross-sectional di Denmark, Israel, Amerika, dan Finlandia menunjukkan prevalensi miopia yang lebih tinggi pada individu dengan pendidikan yang lebih tinggi. Penelitian lain menujukkan adanya hubungan antara miopia dengan inteligensi dan status sosioekonomi.Faktor resiko yang lain yang telah diteliti mungkin berperan pada kejadian miopia dan perkembangannya yaitu prematuritas, berat badan lahir rendah (BBLR), tinggi badan, kepribadian, dan malnutrisi. Ada bukti yang kuat tentang hubungan prematuritas dan BBLR dengan miopia, tetapi belum ada bukti yang meyakinkan tentang hubungan miopia dengan tinggi badan, kepribadian, atau malnutrisi.Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat diretinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi normal. Pada mata ini daya bias mata adalah normal, dimana sinar jauh difokuskan sempurna di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada makula lutea disebut ametropia.

Mata memiliki media penglihatan berupa kornea, lensa, dan badan mata. Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oelh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiasakan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda-benda yang dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea atau adanya perubahan panjang bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula.

Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan refraksi terlalu kuat. Pada miopia, cahaya yang masuk ke mata akan jatuh di depan retina sedangkan pada mata normal atau emetrop cahaya akan jatuh tepat pada retina. Hal ini berarti bahwa tidak ada gambaran tajam yang diterima oleh retina ketika mata melihat benda dalam jarak yang jauh. Pada miopia dapa dikenal beberapa bentuk miopia seperti:1. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.2. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer, dengan miopik kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat bahkan terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur (rabun jauh). Seseorang dengan miopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien biasanya juga mengeluhkan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak mata yang sempit. Kadang-kadang terlihat bakat untuk menjadi juling. Hal ini dikarenakan pasien miopia mempunyi pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau keadaan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen, yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, yang terdapat pada daerah papil saraf optik akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula dan retina bagian perifer. Diagnosa miopia ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan hasil pemeriksaan refraksi. Pasien dengan miopia akan memiliki penglihatan jarak dekat yang sangat bagus. Namun pada saat melihat jarak jauh, pasien akan berusaha mengkoreksi pandangannya dengan mengecilkan pupilnya dengan menyipitkan matanya.Pengobatan pada miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberikan S-3,25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi S-3,0 agar dapat memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi. Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under correction. Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita miopia. Pada saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopia seperti keratotomi radial (radial keratotomy - RK), keratektomi fotorefraktif (Photorefraktive Keratectomy - PRK), danl laservasisted in situ interlamelar keratomilieusis (Lasik).

Gambar ... koreksi miopiaPenyulit yang timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Pasien miopia memliki pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.. Bila terdapat juling ke luar, mungkin fungsi salah satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.

Mata dengan miopia tinggi akan didapatkan kelainan pada fundus okuli pada saat pemeriksaan funduskopi seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer. Miopia maligna berpotensi terjadinya ablasi retina dan kebutaan.

Miopia progesif ditandai dengan penipisan pada sklera. Pemanjangan dari bola mata akan menyebabkan pergeseran sumbu mata. Hal ini juga merangsang terjadinya esotropia. Ruang anterior mata pun menjadi dalam. Atrofi otot siliaris juga sering terjadi karena hampir tidak digunakan pada mata miopia. Pada miopia, volume badan vitreous terlalu kecil untuk mata yang besar, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kolaps yang berdampak pada terjadinya vitreous opacification dimana pasien merasakan ada sesuatu yang melayang.

D. HipermetropiaHipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat. Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang makula lutea. Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan dfokuskan di belakang retina. Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas:1. Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek. 2. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina. 3. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik mata. Secara klinis, hipermetropia terbagi dalam 3 kategori:1. Simple hyperopia, karena variasi normal biologis, bisa disebabkan oleh panjang sumbu aksial mata ataupun karena refraksi. 2. Pathological hyperopia, disebabkan anatomi mata yang abnormal karena gagal kembang, penyakit mata, atau karena trauma. 3. Functional hyperopia adalah akibat dari paralisis akomodasi. Hipermetropia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat kelainan refraksinya, yaitu:1. Hipermetropia ringan ( +2,00 D) 2. Hipermetropia sedang (+2,25 - +5,00 D) 3. Hipermetropia berat (+5,00 D) Terdapat berbagai gambaran klinik hipermetropia seperti:1. Hipermetropia manifes, ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata maksimal. 2. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kacamata. Bila diberikan kacamata positif yang memberikan penglihatan normal, maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif. 3. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropi absolut. 4. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia (atau dengan otot yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien muda dan daya akomodasinya masih kuat. 5. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia. Gejala yang ditemukan pada hipermetropia yaitu sakit kepala terutama di daerah dahi atau frontal, silau, dan kadang rasa juling atau lihat ganda. Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus-menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam. Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi ambliopia pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir ke arah temporal. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan. Keluhan mata yang harus berakomodasi terus untuk dapat melihat jelas adalah mata lelah, sakit kepala, dan penglihatan kabur bila melihat dekat.Pada usia lanjut, seluruh titik fokus akan berada di belakang retina karena berkurangnya daya akomodasi mata dan penglihatan akan berkurang. Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa siklopegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal (6/6). Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka diberikan kacamata koreksi positif kurang. Tidak ada pembedahan yang dapat bertahan untuk mengatasi hipermetropia. RK dan PRK dicoba untuk merubah permukaan kornea dengan hipermetropia. Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata. E. Astigmatisme Astigmatisme adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik. Umumnya setiap orang memiliki astigmatisme ringan. Pada astigmatisme dapat dilihat berbagai faktor di bawah ini:1. Lengkungan jari-jari pada satu meridian kornea lebih panjang dibanding jari-jari meridian yang tegak lurus padanya. 2. Pembiasan sinar pada mata tidak sama pada semua bidang atau meridian.3. Astigmatisme disebabkan karena pembiasan sinar yang tidak sama pada berbagai sumbu penglihatan mata. 4. Keadaan dimana terjadi mata lebih rabun jauh pada salah satu sumbu (misal 90 derajat) dibanding sumbu lainnya (180 derajat). Astigmatisme merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmatisme mata tersebut. Astigmatisme biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir. Astigmatisme biasanya berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup. Pada usia pertengahan, kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga astigmatisme menjadi astigmatism against the rule (astigmatisme tidak lazim). Astigmatisme juga dapat terjadi akibat jaringan parut pada kornea atau setelah pembedahan mata. Jahitan yang terlalu kuat pada bedah mata dapat mengakibatkan perubahan pada permukaan kornea. Bila dilakukan pengencangan dan pengenduran jahitan pada kornea maka dapat terjadi astigmatisme akibat terjadi perubahan kelengkungan kornea. Dikenal beberapa bentuk astigmatisme seperti astigmatisme regular dan astigmatisme iregular. Astigmatisme regular adalah suatu keadaan refraksi dimana terdapat dua kekuatan pembiasan yang saling tegak lurus pada sistem pembiasan mata. Hal ini diakibatkan kornea yang mempunyai daya bias berbeda-beda pada berbagai meridian permukannya. Astigmatisme ini memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmatisme regular dengan bentuk teratur dapat berbentuk garis, lonjong, atau lingkaran. Astigmatisme iregular yaitu astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian saling tegak lurus. Astigmatisme ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi iregular. Astigmatisme iregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi, atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda. Astigmatisme lazim (astigmat with the rule) adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisme regular dimana koreksi dengan silinder negatif dengan sumbu horizontal (45-90 derajat). Keadaan ini lazim didapatkan pada anak atau orang muda akibat perkembangan normal dari serabut-serabut kornea.Astigmatisme tidak lazim (astigmat against the rule) adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisme regular dimanana koreksi dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder positif sumbu horizontal (30-150 derajat). Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut. Seseorang dengan astigmatisme akan memberikan keluhan seperti: 1. Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik 2. Melihat ganda dengan satu atau kedua mata 3. Melihat benda yang bulat menjadi lonjong 4. Pada astigmatisme, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat 5. Bentuk benda yang dilihat berubah 6. Mengecilkan celah kelopak mata 7. Sakit kepala 8. Mata tegang dan pegal 9. Mata dan fisik lelah 10. Astigmatisme tinggi (4 8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan ambliopia. Untuk memperbaiki kelainan astigmatisme diberikan lensa silinder dengan cara coba-coba, cara pengabur, ataupun cara silinder bersilang. Pengobatan astigmatisme iregular dengan lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau lensa kontak lembut bila disebabkan infeksi, trauma, dan distrofi untuk memberikan efek permukaan yang regular. Pemeriksaan mata dengan astigmatisme dipergunakan alat berikut: 1. Cakram Placido, alat yang memproyeksikan sel lingkaran konsentris pada permukaan kornea. Dengan alat ini dapat dilihat kelengkungan kornea yang regular (konsentris), iregular kornea, dan adanya astigmatisme kornea. 2. Juring atau kipas astigmatisme, yaitu garis berwarna hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih, dipergunakan untuk pemeriksaan subjektif ada dan besarnya kelainan refraksi astigmatisme. Selain itu, untuk menentukan adanya astigmatisme terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu Snellen. Periksa kelainan refraksi miopia atau hipermetropia yang ada. Untuk mengetahui kelengkungan setiap meridian kornea dilakukan dengan keratometri, dengan mengingat hukum Javal. Hukum Javal untuk keratometer, dimana disebut pada setiap penilaian keratometer harus diingat:1. Pada astigmat with the rule (penderita dengan silinder minus sumbu 180), tambahkan astigmatisme yang ditemukan dengan 25% dan kurangi dengan 0,50 D untuk koreksi astigmatismenya. 2. Pada astigmat against the rule (penderita dengan silinder minus sumbu 90), tambahkan astigmatisme yang ditemukan dengan 25% dan tambahkan dengan 0,50 D untuk koreksi atigmatismenya. Tindakan bedah refraksi yang dapat dilakukan pada penderita astigmatisme yaitu Lasik, PRK, dan Lasek (laser-assisted subepithelial keratomileusis).F. Presbiopia Presbiopia yaitu hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang. Seseorang dengan mata emetropik (tanpa kesalahan refraksi) akan mulai merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda kecil yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Hal ini semakin buruk pada cahaya yang temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau apabila subyek lelah. Banyak orang mengeluh mengantuk apabila membaca. Gejala-gejala ini meningkat sampai usia 55 tahun, kemudian stabil tetapi menetap. Presbiopia terjadi akibat lensa makin keras sehingga elastisitasnya berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya, daya kontraksinya berkurang sehingga tidak terdapat pengenduran zonula Zinn yang sempurna. Pada keadaan ini maka diperlukan kacamata bifokus, yaitu kacamata untuk melihat jauh dan dekat. Pada mata normal, maka pada saat melihat jauh mata tidak melakukan akomodasi. Pada waktu melihat dekat maka mata akan mengumpulkan sinar ke daerah retina dengan melakukan akomodasi. Penderita miopia akan memberikan keluhan setelah membaca, yaitu berupa mata lelah, berair, dan sering terasa pedas. Sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca, sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat terutama malam hari. Presbiopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengejar daya fokus lensa yang hilang. Lensa plus dapat digunakan dalam beberapa cara. Kacamata baca memiliki koreksi dekat di seluruh bukaan kacamata, sehingga kacamata tersebut baik untuk membaca tetapi membuat benda-benda jauh menjadi kabur. Untuk mengatasi gangguan ini, dapat digunakan kacamata separuh yaitu kacamata yang bagian atasnya terbuka dan tidak dikoreksi untuk penglihatan jauh. Kacamata bifokal melakukan hal serupa tetapi memungkinkan koreksi kesalahan refraksi yang lain. Kacamata trifokal memperbaiki penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah. Lensa progresif juga mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif bukan bertingkat.Pada pasien presbiopia ini diperlukan kacamata baca atau adisi untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya:+ 1.0 D untuk usia 40 tahun + 1.5 D untuk usia 45 tahun + 2.0 D untuk usia 50 tahun + 2.5 D untuk usia 55 tahun + 3.0 D untuk usia 60 tahunPemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif sehingga angka di atas tidak merupakan angka yang tetap. DAFTAR PUSTAKA1. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17th ed. USA Appleton & Lange; 2008. p. 126-49

2. Lang GK.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 432-437

3. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13.

4. Ilyas S, Mailangkay, Saman R, Simarmata M, Widodo P. 2002. Optik dan refraksi. Dalam: Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto. H.41-47

5. Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eve P. General Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange; 2008. P.8-106. Ilyas S. Tajam penglihatan dan kelainan refraksi penglihatan warna. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.64-78-13.7. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 1995: 14: 45