Tugas Teori MSDM 2.pdf

10
 Muhammad Hamdi Tugas Mingguan Teori MSDM Sari Sitalaksmi, Ph.D March 10, 2015 MSM Strategik MSM strategik dalam kurun waktu satu dekade ini telah mendapatkan reputasi dan kredibilitas yang baik, terutama terkait dengan pengaruhnya dalam kinerja organisasi. Tetapi bagaimana perkembangan konsep ini dalam lintas sejarah? ketika mencoba menelusuri konsep MSM strategik, Lengnik (2009) menemukan paling tidak ada tujuh tema yang selalu muncul dalam literatur MSM strategik. Pertama, penjelasan mengenai contingency perspective and t.  Kedua mengenai perubahan dari fokus pada mengelolaan orang menjadi memberikan kontribusi strategik. Ketiga, mengelaborasi komponen dan struktur sistem MSM. Keempat, perluasan cakupan MSM strategik. Kelima, pencapaian implementasi MSM dan eksekusinya. Keenam, mengukur outcome dari MSM strategik. Ketujuh, evaluasi isu metodologi. Setiap tema tersebut memainkan peran yang signikan dalam revolusi MSM strategik. Ketujuh tema tersebut akan dibahas satu per satu. Tema pertama; Contingency perspectives dan t . HR scholars mengakui bahwa beberapa praktik HR lebih dapat memberikan kinerja yang lebih baik jika sesuai dengan objek dan kondisi yang spesik serta kepentingan strategik. Sehingga penelitian MSM strategik seringkali menggunakan contingent relationship dan mencari cara bagaimana antara aktivitas HR dan strategic outcomes yang diinginkan dapat dicapai. Sejalan dengan perkembangan bidang MSM strategik, scholars mulai mempertimbangkan perbedaan yang melekat pada setting yang berbeda (setting as contingencies). Diawali dengan investigasi pada organisasi manufaktur dan jasa, diikuti dengan pengujian perbedaan antara organisasi publik, non-prot  dan  private. Studi dilakukan dengan membedakan antara IPO contingencies dan dalam perusahaan yang telah ada dan terakhir organisasi yang memiliki reliabilitas tinggi. Terkait dengan competing frameworks yang muncul pada 1990an, diawali dengan skema dari Delery dan Doty (1996) dengan argumentasi menggunakan universal perspective bahwa beberapa praktik HE memiliki efek positif pada kinerja organisasinal di antara semua organisasi dengan kondisi tertentu. Perdebatan muncul berkaitan dengan asumsi universal perspective dengan congurational perspective (Pfeffer, 1998) diikuti dengan studi yang membandingkan keduanya 1

Transcript of Tugas Teori MSDM 2.pdf

  • Muhammad Hamdi Tugas Mingguan Teori MSDM

    Sari Sitalaksmi, Ph.D March 10, 2015

    MSM Strategik MSM strategik dalam kurun waktu satu dekade ini telah mendapatkan reputasi dan

    kredibilitas yang baik, terutama terkait dengan pengaruhnya dalam kinerja organisasi. Tetapi

    bagaimana perkembangan konsep ini dalam lintas sejarah? ketika mencoba menelusuri konsep

    MSM strategik, Lengnik (2009) menemukan paling tidak ada tujuh tema yang selalu muncul

    dalam literatur MSM strategik. Pertama, penjelasan mengenai contingency perspective and fit. Kedua

    mengenai perubahan dari fokus pada mengelolaan orang menjadi memberikan kontribusi

    strategik. Ketiga, mengelaborasi komponen dan struktur sistem MSM. Keempat, perluasan

    cakupan MSM strategik. Kelima, pencapaian implementasi MSM dan eksekusinya. Keenam,

    mengukur outcome dari MSM strategik. Ketujuh, evaluasi isu metodologi. Setiap tema tersebut

    memainkan peran yang signifikan dalam revolusi MSM strategik. Ketujuh tema tersebut akan

    dibahas satu per satu.

    Tema pertama; Contingency perspectives dan fit. HR scholars mengakui bahwa beberapa praktik

    HR lebih dapat memberikan kinerja yang lebih baik jika sesuai dengan objek dan kondisi yang

    spesifik serta kepentingan strategik. Sehingga penelitian MSM strategik seringkali menggunakan

    contingent relationship dan mencari cara bagaimana antara aktivitas HR dan strategic outcomes yang

    diinginkan dapat dicapai. Sejalan dengan perkembangan bidang MSM strategik, scholars mulai

    mempertimbangkan perbedaan yang melekat pada setting yang berbeda (setting as contingencies).

    Diawali dengan investigasi pada organisasi manufaktur dan jasa, diikuti dengan pengujian

    perbedaan antara organisasi publik, non-profit dan private. Studi dilakukan dengan membedakan

    antara IPO contingencies dan dalam perusahaan yang telah ada dan terakhir organisasi yang

    memiliki reliabilitas tinggi.

    Terkait dengan competing frameworks yang muncul pada 1990an, diawali dengan skema dari

    Delery dan Doty (1996) dengan argumentasi menggunakan universal perspective bahwa beberapa

    praktik HE memiliki efek positif pada kinerja organisasinal di antara semua organisasi dengan

    kondisi tertentu. Perdebatan muncul berkaitan dengan asumsi universal perspective dengan

    configurational perspective (Pfeffer, 1998) diikuti dengan studi yang membandingkan keduanya

    !1

  • (contingency perspective/best fit dengan universalistic approach/best practice). Perkembangan terakhir adalah

    skema dari Alcazar et al., (2005) dengan multiple perspectives pada MSM strategik. Ulasan diberikan

    pada perspektif teori dari MSM strategik dan menyusun framework untuk mengintegrasikannya:

    universalistic, contingency, configurational dan contextual). Pendekatan ini memberikan penjelasan pada

    level organisasional dan mengintegrasikan fungsi dari macro-social framework yang saling

    berinteraksi.

    Tema kedua; Pergeseran fokus dalam mengelola manusia dalam menciptakan kontribusi

    strategik. Pada awal pengembangan bidang HR, penekanan seringkali berfokus pada

    memastikan bahwa para pekerja memiliki kemampuan dan motivasi untuk mencapai tujuan

    organisasi yang telah ditetapkan dan terdapat pekerja yang sesuai dengan ketersediaan

    kemampuan yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan organisasi. Masuknya MSM strategik

    menggeser fokus pada kontribusi dari human capital, strategic capabilities dan kinerja organisasi yang

    kompetitif. Hal ini memberikan sinyal terkait dengan perubahan yang dramatis dalam peran dan

    pengaruh dari MSM yang professional dan penyesuaian cara pandang yang dipergunakan dalam

    menangkap ekspektasi terkait aktivitas human resource dalam organisasi. HR professional

    membutuhkan lebih dari sekedar kontribusi mekanikal dan administratif.

    Artikel yang muncul terkait dengan literatur MSM strategik sangat sedikit, bahkan

    atheory.Artikel ini mendorong pengembangan teori MSM strategik dengan menggunakan

    pondasi teori dari bidang lain.

    A. The resource-based view of the firm and strategic contributions. Beberapa artikel mengelaborasi

    dengan teori lainnya seperti open system theory, transaction cost theory, resource dependence theory yang

    mengarah pada competitive advantage dan sustainability.

    B. Human resource practices and strategic contributions yang didorong oleh meningkatknya

    ketertarikan dalam menghubungkan aktivitas MSM dengan competitive performance.

    C. Human capital and strategic contributions, yang dimulai dengan studi oleh Huselid et al.,

    (1997) menggunakan sudut pandang lain dari MSM strategik dengan berfokus pada

    kapabilitas dari manajer HR. Arftikel terakhir dari Lewis dan Heckman (2006) menggunakan

    decision-theoretic framework untuk analisis sistem bagi talent decisions (human capital).

    D. Social capital and strategic contributions dengan menggunakan social capital theory. Leana dan

    Van Buren (1999) merupakan peneliti pertama yang mengeksplorasi peran dari MSM

    strategik dalam menciptakan social capital. Definisi organizational social capital adalah sebagai

    sumberdaya yang merefleksikan karakter dari hubungan sosial didalam perusahaan. Social

    capital bersama dengan human capital dipertimbangkan sebagai dasar bagi intellectual capital,

    merupakan konstruk penting dalam pertumbuhan knowledge-based view of the firm.

    !2

  • Perkembangan berikutnya adalah intellectual capital merupakan perpaduan antara social

    capital dan human capital serta memperkenalkan elemen tambahan dari organizational capital.

    Tema ketiga; Elaborasi komponen dan struktur sistem HR, yang muncul dikarenakan

    berbagai pertanyaan muncul pada saat eksplorasi dari contingency factor dan usaha yang muncul

    agar aspek yang spesifik dari sistem MSM fit dengan outcomes organisasi atau proses yang

    mendorong pada kesimpulan bahwa kebijakan dan praktik MSM merupakan proses yang

    kompleks dan interdependent, yang seharusnya merupakan satu kesatuan atau subsistem. Hal ini

    yang mendorong usaha yang bervariasi untuk memecahsistem MSM ke dalam elemen-elemen

    yang lebih detail dan digabungkan kedalam beberapa konfigurasi yang unik dan memandang

    aktivitas MSM sebagai sistem yang terintegrasi. Artikel yang dipublikasi dikategorikan dalam

    topik terkait dengan:

    A. HR bundles and high performance work system.

    B. HR system architecture (multiple HR systems within a single organization).

    Tema keempat; Pengembangan ruang lingkup dari MSM strategik, yang terjadi ketika

    aktivitas HR menitikberatkan pada mengelola para pekerja pada penugasan yang spesifik dan

    berperilaku dengan cara tertentu. Pergeseran terjadi ke arah strategic capabilities dan competitive

    contributions, baik dalam single business unit/firm/group of stakeholders. Studi yang dilakukan

    dikelompokkan pada:

    A. MSM strategik di luar organisasi

    B. MSM strategik idalam konteks internasional

    Ruang lingkup MSM strategik yang semakin berkembang mendorong context for designing

    sistem dan kinerja MSM strategik semakin berkembang dan rumit. Tidak hanya perbedaan

    organisasional yang harus dipertimbangkan dalam mendesain kebijakan dan praktik HR yang

    efektif, tetapi juga perbedaan budaya dan sistem ekonomi.

    Tema kelima; Pertumbuhan fokus pada kemampuan perusahaan untuk mencapai yang

    dimaksud melalui praktik dan strategi HR yang didorong oleh konseptual framework yang

    semakin berkembang. Isu-isu yang muncul mulai dari intended versus realized business strategy,

    publikasi pada Journal of Human Resource Management dengan edisi case studies dari perusahaan

    terbaik di bidangnya, strategy implementation sampai dengan pengujian persepsi yang berbeda

    mengenai MSM strategik di antara senior manajer.

    Tema keenam; Pengukuran outcomes dari MSM strategik yang didorong oleh isu

    pengukuran dari aktivitas MSM strategik yang valid dan representatif. Berbagai studi dilakukan

    menguji hubungan antara MSM strategik dengan kinerja organisasional, efektivitas

    !3

  • organisasional sampai dengan pengajuan framework yang berbeda dalam menguji dampak dari

    MSM strategik.

    Tema ketujuh; Evaluasi isu-isu metodologi yang diawali dengan debat yang timbul pada

    penelitian antara sistem HR dengan kinerja organisasional. Isu yang muncul antara lain

    mengenai measurement error dan construct validity, reverse causation, single versus multi-level.

    Terkait dengan perdebatan mengenai MSM strategik, ada beberapa kesepakatan dalam

    hal ini. Pertama, human capital diakui menjadi sumber dari keunggulan kompetitif perusahaan.

    Kedua, praktek MSM memiliki pengaruh langsung terhadap human capital yang dimiliki

    perusahaan. Ketiga, kompleksitas sistem MSM dapat menjaadi faktor yang paling sulit untuk

    diimitasi dari sistem yang ada di perusahaan.

    Ada banyak teori yang bisa membantu dalam menjelaskan hubungan antara MSM dengan

    kinerja organisasi, diantaranya adalah transaction cost theory, agency theory, resource dependence theory,

    behavioral theory, dan institusional theory. Melihat kebelakang dari artikel yang membahas topik MSM

    strategik, dapat disimpulkan bahwan teori RBV menjadi teori yang dominan dalam debat antara

    MSM strategik dengan bagaimana SDM serta praktek MSM dapat memberikan dampak bagi

    kinerja perusahaan. Huselid, Kamoche, Boxall, dan Wright secara khusus menggunakan teori ini

    dalam bidang MSM, menempatkan orang yang memiliki nilai lebih bagi perusahaan pada setiap

    posisi yang ada (mereka berkontribusi dalam efisiensi dan efektivitas perusahaan),

    kemampuannya langka (kemampuan mereka tidak banyak tersedia), tidak mudah ditiru

    (kemampuan mereka tidak mudah direplikasi oleh kompetitor), tidak ada substitusinya

    (kemampuan mereka tidak bisa di beli di pasar tenaga kerja). Keempat faktor tersebut adalah

    prasyarat penting bagi kesuksesan organisasi. atau akan menjadikan perusahaan memiliki daya

    tahan yang panjang dan supernormal profit. Sehingga kemudian dengan berbasiskan RBV

    Delery dan Shaw (2001) mengemukakan beberapa keunggulan; pertama. MSM strategik fokus

    pada keunggulan kompetitif dalam perspektif ketidakmampuan SDM untuk ditiru dimana lebih

    visibel dibanding dengan teknologi dan sumberdaya yang lain. Kedua, menekankan pada

    kompleksitas sistem organisasional dalam menentukan keunggulan kompetitif. Ketiga,

    memberikan perhatian terhadap keunggulan kompetitif yang berkelanjutan atau profitabilitas

    pada level perusahaan, dimana framework teori yang lain lebih fokus pada outcome perilaku

    (persepktif perilaku) atau isu efisiensi internal (seperti transaction cost dan agency theory). keempat,

    bidang ini dapat diaplikasikan pada beragam variasi isu penelitian.

    Salah satu artikel yang membahas penggunaan RBV dalam MSM strategik adalah Colbert

    (2004). Selama satu dekade terakhir RBV telah menjadi kerangka teori yang digunakan oleh

    banyak peneliti untuk menjelaskan fenomena MSM strategik. Tetapi penggunaan teori ini

    !4

  • menyisakan beberapa problem. Pertama adalah causal ambiguity. Para peneliti mengalami kesulitan

    untuk emnjelaskan hubungan sebab akibat dalam interaksi sistem sosial dalam organisasi. Jika

    kita menerima bahwa sesuatu yang tidak diprediksi dan properti yang muncul beriringan dengan

    berkembangnya organisasi sebagai komponen kunci dalam sistem yang kompleks, maka fokus

    kita akan bergeser dari menguji efek dari praktek MSM tertentu dan interaksinya dengan elemen

    dari sosial sistem seperti tindakan orang yang ada di dalam sistem. selain itu MSM strategik akan

    fokus pada sistem MSM sebagai sesuatu yang seluruhnya koheren, dengan menitikberatkan para

    level prinsip MSM dalam arsitektur MSM.

    Pertanyaan mendasar dari penggunaan RBV dalam MSM strategik adalah pertama,

    bagaimana perusahaan yakin bahwa sumberdaya yang dimilikinya mendukung strategi

    perusahaan dan bisa beradaptasi dengan strategi yang baru serta dapat mempengaruhi arah

    strategik perusahaan. Kedua, bagaimana perusaan secara aktif membangun dan secara kontinyu

    memperbarui sumberdaya manusia dan organisasi sebagai bahan bakar keunggulan kompetitif ?

    RBV menyatakan bahwa keunggulan kompetitif perusahaan tidak hanya melalui penguasaan,

    tetapi juga pengembangan, pengkombinasian, dan secara efektif menempatkan sumberdaya fisik,

    SDM, dan organisasi kedalam rangkaian koordinasi yang memberikan nilai yang unik, dan sulit

    bagi kompetitor untuk melakukan imitasi. Hampir semua argumentasi resource-based berakar ke

    MSM (keterampilan, knowledge, dan perilaku karyawan atau sumberdaya organisasional seperti

    sistem, kegiatan rutin, dan mekanisme pembelajaran). Semua itu merupakan produk dari struktur

    sosial yang kompleks yang dibangun sepanjang waktu dan sangat sulit untuk dipahami dan

    diimitasi. Keterkaitan yang sangat kuat dan telah diketahi lama antara RBV dan MSM strategik

    ada pada dua bidang: pertama RBV penjelas peran MSM dalam strategi sehingga

    meningkatkan keinginan untuk meeneliti dan mempraktekan dalam MSM stategik. Kedua, RBV

    mendorong untuk lebih fokus untuk MSM, sejalan dengan praktek MSM itu sendiri dan efeknya

    terhadap sumberdaya perusahaan.

    Ada dua dimensi teori di dalam MSM terkait dengan RBV, Pertama adalah ide modes of

    theorizing secara implisit yang dilekatkan dalam bidang MSM strategik. Ada tiga bentuk yakni

    universlitic, contingency, dan configurational. Konsep kedua adalah level abstraksi di dalam sistem MSM,

    termasuk prinsip, kebijakan, dan praktek, dimana konstruk teori yang seringkali ditampilkan

    secara menarik. Dengan membawa dua konsep ini secara bersaan maka kita dapat

    mengidentifikasi seberapa besar masing masing ide berkontribusi di tengah kompleksitas yang

    ada. perlu dicatat di sini bahwa framework ini akan sangat berguna dalam menggambarkan

    kontur bidang penelitan dan mengidentifikasi peluang untuk mengembangkan lebih luas lagi.

    !5

  • Bentuk teorisasi dalam penelitian MSM dapat dijelaskan juga menggunakan tiga mede

    yang telah dijelaskan sebelumnya yakni, universalistic, contingency, dan penjelasan konfigurasional

    dari efek praktek MSM pada kinerja organisasional, atau dengan istilah lain adalah praktek

    MSM strategik. Perbedaan kareakterisitk yang mendasar dari kategori ini adalah level

    kompleksitas sistem yang diasumsikan oleh peneliti dan kapasitan pendekatan untuk memodelkan

    kompleksitas sistem tersebut pada penelitian sebelumnya. Pendekatan universalistic memberi

    sedikit perhatian terhadap efek interaksi antara variabel organisasional, sedangkan perspektif

    contingency dimulai dengan mengakomodir semua efek tersebut, dan configurational melihat

    internaksi pengaruh interaksi sistem adalah sangat penting dan kritis.

    Perspektif universalistic atau lebih dikenal sebagai pendekatan best practice adalah yang paling

    sederhana untuk membentuk dalam MSM strategik karena menyatakan bahwa hubungan

    variabel dependen dan independen pada kasus tertentu merepresentasikan semua populasi

    organisasi dimana, beberapa praktek MSM selalu lebih baik dengan yang lain, dan semua

    organisasi sebaiknya mengadopsinya. Di bawah pendekatan universalistic, praktik MSM strategik

    adalah semua yang ditemukan secara konsisten mendorong organisasi berkinerja lebih baik yang

    terpisah dari strategi organisasi. Contohnya adalah sistem training yang formal, profit sharing, voice

    of mechanism, dan job definition. Mengembangkan prediksi universalistic menyaratkan dua hal.

    Pertama bahwa praktek MSM strategik harus diidentifikasikan secara jelas. kedua, argumentasi

    yang terkait dengan praktek induvidu terhadap kinerja organisasi harus dimunculkan.

    Praktek MSM strategik adalah semua yang secara teoritis dan praktis terkait dengan semua

    kinerja organisasi. Walaupun tidak semua praktek MSM adalah strategik, terdapat konsensus

    mengenai mana aktivitas MSM yang masuk dalam kategori strategik. Paling tidak ada tujuh

    praktik MSM yang secara konsisten termasuk dalam praktek MSM strategik, yakni; internal career

    opportunities, formal training system, penilaian kinerja, profit sharing, employment security, voice mechanism dan

    job definition. Internal carer opportunities mengacu penggunaan internal labor market untuk memenuhi

    kebutuhan tenaga kerja perusahaan dibanding tenaga kerja dari eksternal. Sedangkan formalisasi

    training system mengacu pada formal training yang diberikan kepada karyawan. Organisasi dapat

    memberikan training formal secara luas atau mengacu pada skill yang harus dikuasai dan

    beberapa sosialisasi. Ketiga adalah penilaian kinerja yang bida didasakan pada hasil kera

    ataupun perilaku kerja. Penilaian kinerja yang berdasarkan perilaku fokus pada perilaku

    karyawan yang penting untuk berkinerja secara efektif, sedangkan penilaian kinerja berbasis hasil

    fokus pada konsekuensi yang dihasilkan dari perilaku tersebut. Keempat adalah profit sharing plan,

    pembagian hasil berupa material yang didasarkan pada kinerja organisasi, dapat dilihat sebagai

    bagian integral dari sistem MSM strategik. Kelima adalah sejauhmana pemberi kerja

    !6

  • memerikan jaminan kerja bagi karyawan akan memberikan banyak implikasi strategik.

    Walaupun dalam kondisi ekonomi saat ini karyawan yang telah bekerja lama di perusahaan tidak

    terbebas dari kemungkinan untuk di PHK, tetpi ada beberapa kelompok karyawan di dalam

    organisasi yang memiliki rasa keamana yang tinggi dalam pekerjaan mereka karena kebijakan

    formal maupun informal perusahaan. keenam adalah voice mechanism, bentuknya adalah

    formal grievance system dan pratisipasi dalam pengambilan keputusan. terakhir adalah tingkat

    kepentingan dari suatu jabatan dalam organisasi. Pendefinisian jabatan yang jelas akan

    emmbantu karyawan memahami tugas dan fungsinya secara baik sehingga dapat dipastikan

    bahwa karyawan tidak akan melakukan aktivitas pekerjaan yang tidak terkait dengan fungis dan

    tugasnya. Pendefinisian jabatan secara jelas dapat melalui pendefinisian uraian jabatan secara

    jelas dan dengan individual action.

    Para peneliti, menggunakan perspektif ini, sangat terbantu dalam mengidentifikasikan

    praktek MSM tertentu yang secara umum dapat diterima, tetapi tidak memberikan kontribusi

    yang besar dalam MSM strategik, jika kita memaknai strategik sebagai praktik yang

    membedakan perusahaan di dalam industri dan mendorong untuk memiliki keunggulan

    bersaing secara berkesinambungan. praktek MSM yang secara universal bisa diadopsi akan

    memiliki isomorphic dibanding dengan memberikan pengaruh yang berbeda dalam daya saing

    perusahaan. Teori organisasi yang paling baik untuk memotret pendekatan best practice adalah

    teori institusional yang menjelaskan kecenderungan untuk menjadi mirip antar perusahaan.

    Perspektif contingency cenderung sederhana, linear, hubungan sebab akibat dieksplorasi

    menggunakan universal theory dan menampung semua efek interaksi dan variasi hubungan

    yang muncul akibat dari adanya variabel contingent, sebagian besar strategi perusahaan. Tugas

    dari peneliti adalah memilih teori dari strategi perusahaan dan kemudian melihat secara spesifik

    bagaimana praktek MSM individu akan berinteraksi dengan strategi untuk meraih kinerja

    organisasi yang lebih tinggi. Efektivitas praktek HR adalah contingent terhadap seberapa baik

    pengaruhnya terhadap aspek lain dalam organisasi (misal; kebijakan MSM apa yang akan sangat

    penting jika organisasi akan menggunakan strategi low cost atau menginginkan untuk

    mendorong inovasi produk baru). Perspektif contingency menggambarkan garis sebab akibat dari

    kebijakan organisasi dan praktek dengan metriks kinerja organisasi dan membuka diri untuk

    munculnya efek moderasi dari strategi. perhatian utama perspektif ini adalah vertikal fit

    (keselarasan dengan strategi) dibandingkan dengan horizontal fit (praktek MSM terkait secara

    koheren, sistem yang dapat berjalan dengan sendirinya. Perspektif ini menitikberatkan pada

    pengaruh dari variabel, pengaruh dari interaksi sistem internal tidak menjadi konsern sentral.

    !7

  • Perspektif configurational, mengikuti holistic principle of inquiry dan konsern dengan

    bagaiamana pola multi interdependen variable terkait dengan variabel dependen tertentu.

    Peneliti mendapatkan multi dimensi dari organisasi seperti strategi, struktur, budaya, dan proses,

    ke dalam tipologi dari tipe ideal dan diperlakukan sebagai tipe yang merupakan variabel

    independen. Hal ini melampaui pendekatan konteinjensi dimana peneliti melakukan preocupied

    dengan membuat abstaksi seperangkat konsep tertentu, contoh sentralisasi atau formalisasi,

    kemudian mengukur ubungannya dengan konsep situasi tertentu seperti ukuran, ketidakpastian

    teknologi.

    Pembahasan level abstraksi pada sistem MSM dimulai dari kevel kebijakan MSM. Dimulai

    dari prinsip MSM, kebijakan MSM atau praktek MSM, agar lebih sederhana pendekatan

    arsitektural perlu dilakukan untuk emmahami pengaruh komponen sistem MSM terhadap level

    outcome organisasi. Sebagai contoh, perusahaan ingin mengadopsi panduan prinsip dasar MSM

    yang menyatakan partisipasi karyawan di semua aspek dalam bisnis adalah kritikal terhadap

    kesuksesan kami. Di dalam pendekatan arsitektural, prinsip ini menjadi panduan kebijakan dan

    praktek MSM di bawahnya. Tahapan selanjutnya adalah merumuskan beberapa alternatif

    kebijakan MSM seperti team based work systems, problem solving mechanism, open book management,

    incentive pay, comprehensive communication process, atau suggestion system. Ketika sudah memilih salah satu

    alternatif tersebut , perusahaan kemudian memilih menggunakan praktek MSM yang tersedia,

    atau alat bantu yang spesifik untuk mengeksekusi kebijakan tersebut. Quality circle atau TQM

    teams, skema variabel kompensasi, profit sharing, atau piece work pay, newsletters, learning fairs,

    atau town hall meeting to communicate, adalah bentuk bentuk praktek MSM perusahaan yang

    daapt diimplementasikan dan diselaraskan dengan level kebijakan dan menajdi prinsip dasar

    pada contoh ini.

    Produk akhirnya adalah metrik yang menjelaskan perilaku, atau efek dari perilaku yang

    terjadi karena pelaksanaan praktek MSM. Perilaku dalam kasus ini dapat dinilai dari tingkatan

    umum perusahaan, level partisipasi dalam kegiatan pengambilan keputusan, atau demonstrasi

    pemahaman bisnis oleh karyawan. Pengaruh dari perilaku dapat diukur dengan berapa jumlah

    masalah yang bisa dipecahkan, produktivitas, waste, atau kompensasi yang harus dibayar yang

    merupakan hasil dari kinerja perusahaan. Pkraktek MSM baru yang ada dalam suatu

    perusahaan tergantung dari konteks unik yang terjadi dan sejarah perusahaan tersebut yang

    terdiri dari praktek yang ada saat ini, gaya manajemen, dan iklim hubungan industrial adalah

    faktor yang yang akan melebarkan atau justru menyempitkan list pilihan perusahaan. Jika

    misalnya perusahaan memiliki hubungan industrial yang buruk , maka akan sangat sulit bagi

    !8

  • perusahaan untuk mengimplementasikan cooperative problem solving team. Mempertimbangkan

    konteks unik perusahaan dan hubungan diantaranya merupakan aspek kritis dalam RBV.

    Tetapi penggunaan RBV sebagai framework berpikir MSM stategik tidak terlepas dari

    kritik. banyak peneliti yang mempertanyakan apakah RBV merupakan teori, karena statemen

    yang diguakan dalam RBV tidak bisa diuji secara empiris atau adanya black box yang yang ada

    pada hubungan antara karakterisitik sumberdaya organisasi dengan keunggulan kompetitif

    dimana tidak dijelaskan kapan, dimana, dan bagaimana sumberdaya tersebut menjadi sangat

    berguna bagi peningkatan keunggulan kompetitif perusahaan. Kemudian juga asumsi static yang

    digunakan bahwa jika sumberdayanya VRIO maka organisasi akan sukses di setiap lingkungan

    bisnis? Kritik lain adalah RBV sering mengabaikan konteks sosial dimana pengambilan

    keputusan untuk penggunaan resources dilakukan, RBV lebih cocok digunakan untuk

    menjelaskan keunggulan kompetitif berdasarkan path dependency dan administrative heritage,

    tetapi kurang handal untuk digunakan untuk memprediksi dalam lingkungan dimana

    sumberdaya tertetntu yang dimiliki organisasi akan menghasilkan keunggulan komptitif yang

    berkelanjutan. jadi secara umum, kritik mengenai RBV adalah masalah perspektif inside-out

    cenderung akan mengabaikan faktor kontekstual terumasuk pendapat Porter yang terkait dengan

    ancaman untuk memasuki pasar baru dan ancaman dari suplier. Pada konteks inilah institusional

    setting penjadi point of view yang penting bagi MSM. Agar bisa memahami secara mendalam

    maka penggunaan teori institusional menjadi penting untuk digunakan.

    Secara umum organisasi dihadapkan pada hambatan lingkungan yang berbeda satu

    dengan yang lainnya. Ada negara yang cenderung tidak institusional tetapi lebih mengarah pada

    hubungan antar karyawan termasuk hubungan industrial. Ada juga negara ang cenderung kuat

    mekanisme institusionalnya termasuk pengaruhnya pada sucial partner seperti serikat dagang,

    perwakilan karyawan, dan peradlan perburuhan, Ide mengenai organisasi memiliki keterikatan

    sangat kuat dalam institusi yang ada di lingkungan terefleksikan dengan respon yang mereka

    tunjukkan terhadap peraturan dan struktur institusional yang ada dalam lingkungan yang lebih

    besar. Teroi Institusional baru mengasumsikan bahwan organisasi akan menyesuaikan dengan

    ekspektiasi institusional yang ada dalam lingkungan bisnis saat ini untuk mendapatkan legitimasi

    dan meningkatkan probabilitas mereka utuk bertahan hidup. pada Teori Institusional lama, isu

    mengenai pengaruh, koalisi dan nilai yang memiliki kemampuan daya saing menjadi isu sentral

    bersama dengan power dan struktur informal. Secara umum teori institusional menunjukkan

    bagaimana perilaku organisasi bukan hanya merupakan respon terhadap tekanan pasar tetapi

    juga merupakan respon dari tekanan institusi formal dan informal seperti pihak pemerintah,

    seperti negara, asosiasi profesi, dan tuntutan sosial dan aksi yang dilakukan organisasi yang

    !9

  • leading di pasar. Teori new institusionalism (DiMaggio dan Powel, 1983) mengkritisi pendekatan

    kontingensi yang bersal dari tahun 60an, yang berasumsi bahwa setiap aktor adalah rasional.

    Teori ini berasumsi bahwa ada proses non rasional yang terjadi pada proses level mikro

    (individual/organisasi), meso (branch industry) dan makro (nasional/internasional) dalam

    masyarakat. Tema sentral dalam teori ini adalah studi mengenai proses kognitif dan normatif

    institusionalism, dimana masyarakat dan organisasi patuh pada pengaruh sosial dan budaya yang

    diterima tidak melaui proses berfikir, dengan kata lain pengaruh normatif ini diterima apa

    adanya, dengan asumsi bahwa aktor merupakan bagian realitas yang objektif.

    Teori ini menyatakan bahwa rational actors menyebabkan organisasi mereka akan menjadi

    semakin similar . Konsep yang bisa menjelaskan homogenitas adalah isomorphism. Isomorphism

    adalah habatan dalam proses yang mendorong suatu unit dalam populasi untuk memiliki

    tampilan yang sama dengan unit lain yang menghadapi kondisi lingkungan bisnis yang sama.

    Ada dua tipe dari isomorphism: kompetitif dan institusional. Isomorphism kompetitif berasumsi

    bahwa sistem itu rasional, dimana titik tekannya adalah kompetisi di dalam pasar, perubahan

    yang dilakukan adalah perubahan yang ada di ceruk dan penyesuaian dengan ukuran bisnis yang

    ada, dan sangat relevan ketika pasar bebas dan kompetitif terjadi. Isomorphism institusional

    menekankan pada pengaruh mekaisme institusional pada pengambilan keputusan di dalam

    organisasi. Ada tiga mekanisme institusional yang mempengaruhi, pertama adalah mekasime

    koersif, yang terjadi karena pengaruh politik dan masalah legitimasi. Kedua adalah mekanisme

    memetic yang merupakan hasil dari respons standar dari kondisi yang tidak pasti. Ketiga,

    mekanisme normatif, yang sering diasosiasikan dengan profesionalisasi.

    Dalam konteks MSM, mekanisme koersif termasuk pengaruh social partners (serikat

    dagang dan dewan pekerja), peradulan industrial dan pemerintah. Mekanisme mimetik mengacu

    pada imitasi strategi dan praktek yang dilakukan kompetitor sebagai bentuk pensikapan dari

    kondisi yang tidak pasti atau karena menjadi trend dalam manajemen, contohnya adalah

    penerapan HR scorecard. Mekanisme normatif mengacu pada hubungan antara kebijakan

    manajemen dengan latarbelakang pekerja seperti tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan

    jaringan profesional yang dimiliki.

    !10