Tugas SEPSIS
-
Upload
reno-revan -
Category
Documents
-
view
409 -
download
0
Transcript of Tugas SEPSIS
SEPSIS
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Oleh:
Renita Julistia
Preseptor :
dr. Nina Sp.A
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
SMF ILMU KESEHATAN ANAK RS MUHAMMADIYAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA
BANDUNG
2011
DEFINISI
Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa, yang
ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai (biasanya namun
tidak terbatas pada bakteri-bakteri) yang tanda-tanda dan gejala-gejalanya memenuhi paling
sedikit dua dari kriteria-kriteria berikut dari sindrom respon peradangan sistemik atau
systemic inflammatory response syndrome (SIRS):
denyut jantung yang meningkat (takikardi) >90 detak per menit waktu istirahat
temperatur tubuh tinggi / hipertermi (>100.4oF atau 38oC) atau rendah / hipotermi
(<96.8oF atau 36oC)
kecepatan pernapasan yang meningkat dari >20 napas per menit atau PaCO2 (tekanan
parsial dari karbondioksida dalam arteri darah) <32 mm Hg
jumlah sel darah putih yang abnormal : leukosit darah >12000/mm3 (leukositosis),
<4000/mm3 (leukopenia) atau batang >10%
FAKTOR RESIKO
Pengetahuan mengenai faktor resiko untuk terjadinya sepsis sangat diperlukan dalam
menegakkan diagnosis karena tidak jarang pada penderita penyakit infeksi tidak ditemukan
adanya fokus/sumber infeksi yang jelas. Faktor resiko yang penting, antara lain :
1. Usia muda
2. Prematuritas
3. Defisiensi sistem imun
- Asplenia
- Neutropenia dengan imunosupresi
- Defisiensi komplemen
- Sickle cell anemia
- Defek neutrophyl chemotactic factor
- Malnutrisi
- Agamaglobulinemia
- AIDS
- Severe combine immunodeficiency syndrome
4. Penyakit yang diderita
- Sindrom nefrotik
- Galaktosemia
- Paraplegia
- Luka bakar luas
- Infeksi traktus urinarius (gonore)
- Pecandu obat intravena
- Keganasan
5. Prosedur/instrumentasi medik
- Indwelling kateter intravena
- Indwelling kateter urin
- Intubasi endotrakea
- Shunt atrioventricular
- Pemasangan katup jantung protesis
- Pembedahan
6. Bakteremia berat (> 100-1000 CFU/mL)
PATOFISIOLOGI
Terjadinya sepsis dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan aktivasi
cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri gram negatif dan
endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan:
Sistim komplemen
Membentunk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit
Faktor XII (Hageman faktor)
Sistim komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk saling
mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan derivat asam
arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga memberikan efek vasoaktif lokal
pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Disamping itu sistim
komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya efek
kemotaksis, superoksida radikal, ensim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat
mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel
endotel akan mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat mengakibatkan
vasodilatasi pembuluh darah dan DIC. Cytokines dapat secara langsung menimbulkan
demam, perobahan-perobahan metabolik dan perobahan hormonal.
Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang
terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII yang sudah aktif akan meningkatkan
pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi disseminated intravascular coagulation (DIC).
Faktor XII yang sudah aktif akan merobah prekallikrein menjadi kalikrein, kalikrein merobah
kininogen sehingga terjadi pelepasan hipotensive agent yang potensial bradikinin, bradikinin
akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah.
Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perobahan-perobahan
metabolik, perobahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis.
Hipotensi respiratory distress syndrome, multiple organ failure akhirnya kematian.
GEJALA KLINIS
Bakteremia yang bersifat sementara jarang menyebabkan gejala karena tubuh
biasanya dapat membasmi sejumlah kecil bakteri dengan segera. Jika telah terjadi sepsis,
maka akan timbul gejala-gejala berikut:
- demam atau hipotermia (penurunan suhu tubuh)
- hiperventilasi
- menggigil
- kulit teraba hangat
- ruam kulit
- takikardi (peningkatan denyut jantung)
- mengigau atau linglung
- penurunan produksi air kemih.
ETIOLOGI
Bakteri penyebab sepsis tergantung dari usia, status imunitas anak, jenis
prosedur/instrument medik, dan tempat kejadian infeksi (nosokomial atau bukan).
1. Neonatus
- Escherichia coli
- Staphylococcus aureus
- Streptococcus group B
- Listeria monocitogenes
2. Anak lebih besar
- Streptococcus pneumoniae
- Haemophilus influenzae B
- Neisseria meningitidis
- Salmonella spp
- Staphylococcus aureus
- Streptococcus group A
3. Gangguan imunitas, dengan instrumentasi medik tertentu dan infeksi nosokomial,
sepsis dapat disebabkan oleh bakteri yang tidak biasa
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakan berdasar kriteria sepsis (SIRS dan uji biakan positif), gejala , dan
hasil laboratorium yang mendukung.
1. Terlihat jelas sakit berat dan kondisi serius tanpa penyebab yang jelas
2. Adanya penyakit infeksi
- Faktor resiko
- Sumber infeksi, misalnya : pneumonia, meningitis, arthritis, selulitis, pielonefritis
3. Laboratorium
- Bakteri dapat ditemukan pada pemeriksaan preparat langsung pus, kultur darah,
atau sediaan lain. Bakteremia bukan prasyarat untuk diagnosis sepsis.
- Penyakit infeksi berat dapat disertai dengan anemia, trombositopenia, leukositosis,
atau leukopenia. Leukopenia yang disertai dengan neutropenia biasanya
menunjukkan penyakit infeksi berat. Shift to the left pada pemeriksaan apus darah
tepi atau rasio PMN matur > 0,20 pada umumnya menunjukkan proses penyakit
infeksi berat, demikian juga bila ditemukan vakuolisasi leukosit atau granula
toksis atau double bodies pada pemeriksaan morfologi leukosit.
4. Adanya respons sistemik terhadap penyakit infeksi
- Hipertermia/hipotermia
- Takikardia
- Hiperventilasi (takipneu)
5. Adanya gangguan status mental dan atau oliguria, peninggian kadar asam laktat,
hipoksemia menunjukkan penderita sudah jatuh ke dalam sindrom sepsis
6. Kegelisahan dan agitasi biasanya menunjukkan bahwa anak akan jatuh ke dalam
stadium syok sepsis
DIAGNOSIS BANDING
SIRS dapat disebabkan oleh penyakit infeksi lain seperti sepsis karena jamur, virus,
protozoa, atau ricketsia seperti Rocky mountain spot fever, leptospirosis, Lyme disease,
kriptokokosis, malaria, dan kandidiasis. Sedangkan penyebab bukan infeksi dari SIRS antara
lain intoksikasi (sindrom Kawasaki).
PENATALAKSANAAN
Dalam melakukan evaluasi pasien sepsis, diperlukan ketelitian dan pengalaman dalam
mencari dan menentukan sumber infeksi, menduga patogen yang menjadi penyebab
(berdasarkan pengalaman klinis dan pola kuman di RS setempat), sebagai panduan dalam
memberikan terapi antimikroba empirik.
Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi,
mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi
antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan
inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi
imunologi bila terjadi respons imun maladaptif host terhadap infeksi.
1. Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi,
terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila
diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami
hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine
>0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi
oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka
dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian
dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).
2. Eliminasi sumber infeksi
Tujuannya adalah untuk menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik
pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami
obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin
mengikuti resusitasi yang adekuat.
3. Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi
antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat,
setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas
melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber
sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan
antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki
keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat
pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ.
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data
mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa
terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.
4. Terapi suportif
a. Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera
dilakukan.
b. Terapi cairan
Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau
ringer laktat) maupun koloid.
Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi
tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb
rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan
septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-
10 g/dL.
c. Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor
diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60
mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin
>8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine
0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan:
dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5
μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).
d. Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9
mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
e. Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera
diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila
diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based
belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.
f. Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan
penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin.
Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein.
Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan
mineral perlu diberikan sedini mungkin.
g. Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan
mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin
untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada
kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL.
Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam
praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.
h. Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi
dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di
sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan
dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi
mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin,
antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat diberikan,
tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.
i. Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan
dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok,
kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.
5. Modifikasi respons inflamasi
Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog
lipopolisakarida); antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-antitrombin, APC,
TFPI; antagonis PAF; metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis bradikinin,
antioksidan (N-asetilsistein, selenium), inhibitor sintesis NO (L-NMMA);
imunostimulator (imunoglobulin, IFN-γ, G-CSF, imunonutrisi); nonspesifik
(kortikosteroid, pentoksifilin, dan hemofiltrasi). Endogenous activated protein C
memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis.
Drotrecogin alfa (activated) adalah nama generik dari bentuk rekombinan dari
human activated protein C yang diindikasikan untuk menurunkan mortalitas pada
pasien dengan sepsis berat dengan risiko kematian yang tinggi.
PROGNOSIS
Prognosis dari pasien-pasien dengan sepsis dihubungkan ke keparahan atau stadium
dari sepsis serta ke keadaan kesehatan yang mendasarinya dari pasien. Contohnya, pasien-
pasien dengan sepsis dan tidak ada tanda-tanda yang terus menerus dari gagal organ pada saat
diagnosis mempunyai kira-kira 15%-30% kesempatan kematian. Pasien-pasien dengan sepsis
yang parah atau septic shock mempunyai angka kematian dari kira-kira 40%-60%. Bayi-bayi
yang baru lahir dan pasien-pasien anak-anak dengan sepsis mempunyai kira-kira 9%-36%
angka kematian. Penyelidik-penyelidik telah mengembangkan scoring system (MEDS score)
berdasarkan pada gejala-gejala pasien untuk menaksir prognosis.
Ada sejumlah besar komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi dengan sepsis.
Komplikasi-komplikasi berhubungan dengan tipe dari infeksi awal (contonya, pada infeksi
paru dengan sepsis, komplikasi yang potensial mungkin adalah keperluan untuk dukungan
pernapasan) dan keparahan dari sepsis (contohnya, septic shock yang berhubungan dengan
infeksi anggota tubuh yang dapat memerlukan amputasi anggota tubuh). Sebagai
konsekwensi, setiap pasien kemungkinan mempunyai potensi untuk komplikasi yang
berhubungan dengan sumber sepsis; pada umumnya, komplikasi-komplikasi disebabkan oleh
disfungsi, kerusakan, atau kehilangan organ.
Dokter-dokter setuju bahwa lebih cepat pasien dengan sepsis didiagnosa dan dirawat, lebih
baik pronosisnya dan lebih sedikit komplikasi-komplikasinya, jika ada untuk pasien.
PENCEGAHAN
Faktor-faktor risiko yang menjurus pada sepsis dapat dikurangi dengan banyak
metode-metode. Mungkin cara yang paling penting untuk mengurangi kesempatan untuk
sepsis adalah untuk pertama mencegah segala infeksi-infeksi. Vaksin-vaksin, kesehatan yang
baik, mencuci tangan, dan menghndari sumber-sumber infeksi adalah metode-metode
pencegahan yang baik sekali. Jika infeksi terjadi, perawatan segera dari segala infeksi
sebelum ia mempunyai kesempatan untuk menyebar kedalam darah adalah mungkin untuk
mencegah sepsis. Ini terutama penting pada pasien-pasien yang berisiko lebih besar untuk
infeksi seperti mereka yang mempunyai sistim-sistim imun yang ditekan, mereka yang
dengan kanker, orang-orang dengan diabetes, atau pasien-pasien kaum tua.
KOMPLIKASI
Tanpa pengobatan yang cepat dan tepat penderita sepsis dapat jatuh ke dalam keadaan
yang lebih buruk. Komplikasi yang dapat muncul antara lain sindrom disters pernapasan akut,
gagal ginjal akut, perdarahan usus, gagal hati, gagal jantung, kematian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Garna.H, Nataprawira HMD, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. Edisi ke-3. Fakutas Kedokteran Universitas Padjadjaran: Bandung. 2005.
2. Chandrasoma dan Taylor. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta : EGC. 2006.
3. Anthony.S, Dennis.L, Eugene.B, Stephen.L, Larry.J, Joseph.L. Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 17th edition. US : McGraw-Hill Companies. 2008.