Case Death syok sepsis dan sepsis

23
SEPSIS DAN SYOK SEPSIS Insiden Kira-kira 400.000 kasus sepsis, 200.000 kasus syok sepsis dan 100.000 kematian akibat keduanya terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. 1,2 Defenisi Sepsis adalah SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome) ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan yang positif terhadap mikroorganisme dari tempat tersebut). SIRS adalah pasien yang memiliki dua kriteria sebagai berikut: 2,3,4 Suhu >38ºC atau < 36ºC Denyut jantung > 90 x/menit Respirasi > 20 x/menitnya berhubungan dengan infeksi bakteri Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau >10% sel imatur. Meskipun SIRS, sepsis dan syok sepsis biasanaya berhungan dengan bakteri, namun tidak harus terdapat bakterimia. Biakan darah penderita sepsis yang positif di Indonesia berkisar antara 40-70%. Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi: Asidosis laktat Oliguria Perubahan akut pada status mental Disfungsi dari berbagai organ (multiple organ). Syok sepsis didefenisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap meskipun setelah mendapat resusitasi cairan 1

description

berikut dilampirkan case death dengan kasus syok sepsis dan sepsis dari bagian penyakit dalam

Transcript of Case Death syok sepsis dan sepsis

Laporan kasus hidup 2

SEPSIS DAN SYOK SEPSIS

Insiden

Kira-kira 400.000 kasus sepsis, 200.000 kasus syok sepsis dan 100.000 kematian akibat keduanya terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. 1,2

Defenisi

Sepsis adalah SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome) ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan yang positif terhadap mikroorganisme dari tempat tersebut). SIRS adalah pasien yang memiliki dua kriteria sebagai berikut: 2,3,4

Suhu >38C atau < 36C

Denyut jantung > 90 x/menit

Respirasi > 20 x/menitnya berhubungan dengan infeksi bakteri

Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau >10% sel imatur.

Meskipun SIRS, sepsis dan syok sepsis biasanaya berhungan dengan bakteri, namun tidak harus terdapat bakterimia. Biakan darah penderita sepsis yang positif di Indonesia berkisar antara 40-70%. Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi:

Asidosis laktat

Oliguria

Perubahan akut pada status mental

Disfungsi dari berbagai organ (multiple organ).

Syok sepsis didefenisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap meskipun setelah mendapat resusitasi cairan dan disertai hipoperfusi jaringan. Syok akibat sepsis terjadi karena adanya respon sistemik pada infeksi yang serius.

Patogenesis

Terjadinya syok sepsis dapat melalui dua carayaitu aktivasi lintasan humoral dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri gram negative dan endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan:4,5

1. Sistem komplemen

2. Membentuk komplek LPS dan protein yang menempel pada dinding sel monosit

3. Faktor XII (Hageman factor)

Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga membentuk efek vasoaktif local pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadinya kebocoran vaskuler. Disamping itu sistem komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis, superoksida radikal, enzim lisosom, LBP_LPS monosit komplek dapat mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan megaktifkan faktor jaringan PARASIT INH 1. Sehingga dapat mengaktifkan vasodilatasi pembuluh darah dan DIC. Cytokines dapat secara langsung menimbulkan demam, perubahan-perubahan metabolik dan hormonal. Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII yang sudah aktif akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi disseminated intravascular coagulation (DIC). Faktor XII yang sudah aktif akan merubah prekalikrein menjadi kalikrein, kalikrein merubah kininogen sehingga terjadi pelepasan hipotensive agent yang potensial bradikinin, bradikinin akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perubahan-perubahan metabolik, perubahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis, hipotensi, respiratory distress syndrome, multiple organ failure akhirnya kematian.

Manifestasi Klinik

Syok sepsis terjadi akibat tidak adekuatnya perfusi jaringan, sehingga berkurangnya perfusi jaringan, yang akhirnya menyebabkan disfungsi organ (multiple organ failure). Pada keadaan multiple organ failure terjadi gangguan koagulasi, respiratory distress syndrome, payah ginjal akut, disfungsi hepatobilier dan disfungsi susunan saraf. 3,4,5

Pengobatan

Dalam melakukan evaluasi pasien sepsis, diperlukan ketelitian dan pengalaman dalam mencari dan menetukan sumber infeksi. Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi dengan tindakan drainage atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopressor dan inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respon imun maladaptif host terhadap infeksi. Untuk penanganan dan pengobatan sepsis dan syok sepsis diperlukan tindakan agresif terhadap penyebab infeksi, hemodinamik, fungsi respirasi. Untuk memperbaiki fungsi dan oksigenasi organ vital. Jika perlu dipasang CVP untuk mengukur secara akurat volume cairan, cardiac output, dan resistensi perifer sehingga dapat dimonitor pemberian cairan dan tekanan darah. 3,4,5

SIROSIS HATI

DEFINISI (1,2)

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrotik yang berlangsung progresif ditandai dengan distorsi arsitekstur hati dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler.

KLASIFIKASI (1,2)

Sherlock secara marfologi membagi sirosis hati berdasarkan besar kecilnya nodul, yaitu : Makronoduler, mikronoduler, dan kombinasi keduanya.

Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi : Alkoholik, kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), biliaris, kardiak, metabolik, keturunan, dan terkait obat.

EPIDEMIOLOGI (1,2,3)

Keseluruhan insidens sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk, menurut Spellberg dan Schiff kejadian di Cina, Ceylon dan India berkisar antara 4-7%, di Afrika Timur 6,7%, di Chili 8,5% dan di Amerika Serikat ditemukan 2-4% dari hasil otopsi. Di RSUP M. Djamil Padang menurut Yulius dan Hanif selama tahun 1968-1972 ditemukan 39,3% penderita sirosis dari seluruh penderita penyakit hati.

Penderita sirosis lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Menurut Sherlock di London (1968) umur terbanyak 40-70 tahun, sedangkan menurut Yulius dan Hanif tahun 1973 di RSUP M. Djamil Padang (1973), puncaknya antara 30-49 tahun.

MANIFESTASI KLINIS (1,2)

Menurut Sherlock secara klinis sirosis hati dibagi atas 2 tipe, yaitu :

Sirosis kompensata atau latent cirrhosis hepatic

Sirosis dekompensata atau active cirrhosis hepatic

Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (dekompensata) gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur dan demam tak terlalu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, ikterus dengan air kemih berwarna teh pekat, muntah darah dan atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

Temuan klinis sirosis meliputi spider telangiektsi, eritema palmaris, kuku muchrche, ginecomastia, atrofi testis, hepatomegali, splenomegali, asites, caput meduse, fetor hepatikum, ikterus dan asterisis bilateral.

Pemeriksaan tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protombine akan mengalami gangguan sesuai dengan tingkat penyakit.

PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSIS (1,3)

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises esophagus untuk konfirmasi adanya hipertensi porta, selain itu juga dapat dipergunakan gastroskopi. USG digunakan rutin dalam menilai sirosis secara invasif karena dapat menilai sudut hati, permukaan hati, ukuran dan hemogenitas dan adanya massa. Selain itu dapat menilai hati yang mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati pada pasien sirosis.

Diagnosis sirosis hati terdiri atas anamnesis, pemeriksaan fisis, laboratorium dan pemeriksaan USG. Biopsi hati diperlukan bila sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.

PENGOBATAN (1,3)

Terapi ditujukan mengurangi progressi penyakit, menghindari bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bila tidak ada koma hepatik diberikan Diet mengandung protein 1 gr/kgBB dan kalori 2000-3000 kkal/hari.

Asites : Tirah baring dan diawali diet rendah garam (5,2 gr/hr) dapat dikombinasi dengan diuretik spironolakton. Parasintesis dilakukan bila dosis maksimal diuretik telah tercapai, yang dilindungi dengan pemberian albumin. Ensefalopati hepatic : Laktulosa membantu pengeluaran ammonia, diet protein dikurangi 0,5 gr/kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

Varises esophagus ; Sebelum dan sesudah berdarah dapat diberikan propanolol. Waktu perdarahan akut dapat diberikan preparat somatostatin dan dilanjutkan dengan skleroterapi dan ligasi endoskopi.

PROGNOSIS (1,3)

Klasifikasi Child- Pugh dapat digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis dengan angka kelangsungan hidup Child A,B dan C berturut-turut 100, 80 dan 45 %.HEPATOMA

I. PENDAHULUANKanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular. Dan 70%-80% kejadian hepatoma terkait dengan infeksi hepatitis B pada masa lampau. 1,2,4II. EPIDEMIOLOGI

Kanker hati merupakan penyakit kanker kelima tersering di dunia. Dan saat ini menempati posisi ketiga penyebab kematian yang disebabkan okeh kanker di dunia. Suatu kanker yang mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien-pasien yang menderitanya dalam waktu satu tahun. Frekwensi kanker hati di Asia Tenggara dan Afrika Sub-Sahara adalah lebih besar dari 20 kasus-kasus per 100,000 populasi. Berlawanan dengannya, frekwensi kanker hati di Amerika Utara dan Eropa Barat adalah jauh lebih rendah, kurang dari lima per 100,000 populasi. Dari 632.000 kasus kanker hati di dunia yang terdiagnosa setiap tahunnya, sekitar 450.000 dilaporkan di Asia Pasifik (lebih dari 70%). Di Indonesia sendiri, menurut data GLOBOCAN 2008, terdapat 13.238 kasus kanker hati, dengan angka kematian mencapai 12.825.1,5Bagaimanapun, frekwensi kanker hati diantara pribumi Alaska sebanding dengan yang dapat ditemui pada Asia Tenggara. Lebih jauh, data terakhir menunjukan bahwa frekwensi kanker hati di Amerika secara keseluruhannya meningkat. Peningkatan ini disebabkan terutama oleh hepatitis C kronis, suatu infeksi hati yang menyebabkan kanker hati. Frekwensi kanker hati adalah tinggi diantara orang-orang Asia karena kanker hati dihubungkan sangat dekat dengan infeksi hepatitis B kronis. Ini terutama begitu pada individu-individu yang telah terinfeksi dengan hepatitis B kronis untuk kebanyakan dari hidup-hidupnya.1,2,4III. FAKTOR RISIKO1,2,5a. Infeksi Hepatitis B Pada pasien dengan virus hepatitis B kronis dan kanker hati, material genetik dari virus hepatitis B seringkali ditemukan menjadi bagian dari material genetik sel-sel kanker. Diperkirakan, oleh karenanya, bahwa daerah-daerah tertentu dari genom virus hepatitis B (kode genetik) masuk ke material genetik dari sel-sel hati. Material genetik virus hepatitis B ini mungkin kemudian mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam sel-sel hati, dengan demikian menyebabkan sel-sel hati menjadi bersifat kanker.b. Infeksi Hepatitis C Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan kanker hati. Di Jepang, virus hepatitis C hadir pada sampai dengan 75% dari kasus-kasus kanker hati. Seperti dengan virus hepatitis B, kebanyakan dari pasien-pasien virus hepatitis C dengan kanker hati mempunyai sirosis yang berkaitan dengannya. Pada beberapa studi-studi retrospektif dari sejarah alami hepatitis C, waktu rata-rata untuk mengembangkan kanker hati setelah paparan pada virus hepatitis C adalah kira-kira 28 tahun. Kanker hati terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah perkembangan sirosis pada pasien-pasien ini dengan hepatitis C. Beberapa studi-studi prospektif Eropa melaporkan bahwa kejadian tahunan kanker hati pada pasien-pasien virus hepatitis C yang ber-sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per tahun. c. Alkohol Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol yang kronis adalah hubungan yang paling umum dari kanker hati di negara berkembang. Yang terjadi adalah bahwa ketika minum alkohol dihentikan, sel-sel hati mencoba untuk sembuh dengan regenerasi/reproduksi. Adalah selama regenerasi yang aktif ini bahwa suatu perubahan genetik (mutasi) yang menghasilkan kanker dapat terjadi, yang menerangkan kejadian kanker hati setelah minum alkohol dihentikan. d. Aflatoxin B1 Aflatoxin B1 adalah kimia yang diketahui paling berpotensi membentuk kanker hati. Ia adalah suatu produk dari suatu jamur yang disebut Aspergillus flavus, yang ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang panas dan lembab. Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah, beras, kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah dilibatkan pada perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Ia diperkirakan menyebabkan kanker dengan menghasilkan perubahan-perubahan (mutasi-mutasi) pada gen p53. Mutasi-mutasi ini bekerja dengan mengganggu fungsi-fungsi penekan tumor yang penting dari gen. e. Obat-Obat Terlarang, Obat-Obatan, dan Kimia-Kimia Tidak ada obat-obat yang menyebabkan kanker hati, namun hormon-hormon wanita (estrogens) dan steroid-steroid pembentuk protein (anabolic) dihubungkan dengan pengembangan hepatic adenomas. Ini adalah tumor-tumor hati yang jinak yang mungkin mempunyai potensi untuk menjadi ganas. Jadi, pada beberapa individu-individu, hepatic adenoma dapat berkembang menjadi kanker.

Kimia-kimia tertentu dikaitkan dengan tipe-tipe lain dari kanker yang ditemukan pada hati. Contohnya, thorotrast, suatu agen kontras yang dahulu digunakan untuk pencitraan (imaging), menyebabkan suatu kanker dari pembuluh-pembuluh darah dalam hati yang disebut hepatic angiosarcoma. Juga, vinyl chloride, suatu senyawa yang digunakan dalam industri plastik, dapat menyebabkan hepatic angiosarcomas yang tampak beberapa tahun setelah paparan. f. Sirosis Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada risiko yang meningkat berkembang menjadi kanker hati. Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan dengan kanker hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya, kanker hati jarang terlihat dengan sirosis pada penyakit Wilson (metabolisme tembaga yang abnormal) atau primary sclerosing cholangitis. Begitu juga biasanya diperkirakan bahwa kanker hati adalah jarang ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC). Studi-studi akhir ini, bagaimanapun, menunjukan bahwa frekwensi kanker hati pada PBC adalah sebanding dengan yang pada bentuk-bentuk lain sirosis. IV. GEJALA KLINIS2,5Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa keluhan. Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa. Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan rasa lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites, mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, melena, dan lain-lain.V. DIAGNOSIS2,5Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat, maka berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 95%, dan pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 70%(5).

Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu:

1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.

2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.

3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.

4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.

5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.

Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.

VI. STADIUM PENYAKIT2,7Untuk stadium penyakit dapat diklasifikasikan berdasarkan :

Tumor Node Metastasis (TNM) Okuda CLIP (The Cancer of the Liver Italian Program) BCLC (Barcelona Clinic Liver Cancer) The French Prognostic ClassificationBerdasarkan TNM KHS dapat diklasifikasikan menjadi :

Stadium I: Satu fokal tumor berdiameter < 3cm yang terbatas hanya pada salah satu segment tetapi bukan di segment I hati

Stadium II: Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segement I atau multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri

Stadium III: Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (billiary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.

Stadium IV: Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri hati.

atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu (biliary duct)

atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis)

atau vena cava inferior

atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG2,3,8a. Alphafetoprotein

Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% 70%, artinya hanya pada 60% 70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% 40% penderita nilai AFP nya normal. Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis kronik, kanker testis, dan terratoma.

b. AJH (aspirasi jarum halus)

Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma.

c. Gambaran Radiologi

Radiologi mempunyai banyak peralatanan seperti Ultrasonography (USG), Color Doppler Flow Imaging Ultrasonography, Computerized Tomography Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, Scintigraphy dan Positron Emission Tomography (PET) yang menggunakan radio isotop. Pemilihan alat mana saja yang akan digunakan apakah dengan satu alat sudah cukup atau memang perlu digunakan beberapa alat yang dipilih dari sederetan alat-alat ini dapat disesuaikan dengan kondisi penderita.

VIII. PENGOBATAN5,6,9Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker, lokasi kanker di bahagian hati yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak, atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati.

Tahap tindakan pengobatan terbagi tiga, yaitu tindakan bedah hati digabung dengan tindakan radiologi dan tindakan non-bedah dan tindakan transplantasi hati.1. Tindakan Bedah Hati Digabung dengan Tindakan Radiologi

Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan bedah yaitu reseksi (pemotongan) bahagian hati yang terkena kanker dan juga reseksi daerah sekitarnya. Dilakukan CT angiography sekaligus membuat peta pembuluh darah kanker sehingga jelas terlihat pembuluh darah mana yang bertanggung jawab memberikan makanan (feeding artery) yang diperlukan kanker untuk dapat tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan tindakan radiologi Trans Arterial Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan memasukkan suatu zat yang dapat menyumbat pembuluh darah (feeding artery) itu sehingga menyetop suplai makanan ke sel-sel kanker dan dengan demikian kemampuan hidup (viability) dari sel-sel kanker akan sangat menurun sampai menghilang.

Sebelum dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial Chemotherapy (TAC). Tindakan TAE digabung dengan tindakan TAC yang dilakukan oleh dokter spesialis radiologi disebut tindakan Trans Arterial Chemoembolisation (TACE). Selain itu TAE ini juga untuk tujuan supportif yaitu mengurangi perdarahan pada saat operasi dan juga untuk mengecilkan ukuran kanker dengan demikian memudahkan dokter ahli bedah. Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker itu harus diperiksakan pada dokter ahli patologi yaitu satu-satunya dokter yang berkompentensi dan yang dapat menentukan dan memberikan kata pasti apakah benar pinggir sayatan sudah bebas kanker. Bila benar pinggir sayatan bebas kanker artinya sudahlah pasti tidak ada lagi jaringan kanker yang masih tertinggal di dalam hati penderita.

2. Tindakan Non-bedah Hati

Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang pada stadium lanjut. Tindakan non-bedah dilakukan oleh dokter ahli radiologi. Termasuk dalam tindakan non-bedah ini adalah:

a. Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE)

b. Infus Sitostatika Intra-arterial.

c. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI)

d. Terapi Non-bedah Lainnya

Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya dilakukan bila terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi (TAE) ataupun Trans Arterial Chemoembolisation ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak mungkin dilakukan lagi. Di antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation Therapy (RFA), Proton Beam Therapy, Three Dimentional Conformal Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat palliatif bukan kuratif keseluruhannya.3. Tindakan Transplantasi Hati

Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada sirrhosis hati dan ditemukan kerusakan hati yang berkelanjutan atau sudah hampir seluruh hati terkena kanker atau sudah ada sel-sel kanker yang masuk ke vena porta (thrombus vena porta) maka tidak ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari transplantasi hati. Transplantasi hati adalah tindakan pemasangan organ hati dari orang lain ke dalam tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila langkah lain seperti operasi dan tindakan radiologi seperti yang disebut di atas tidak mampu lagi menolong pasien.DAFTAR PUSTAKA

1. Guntur A. Sepsis: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV jilid II. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2009, hal.1862-1865.

2. Chen Kie. Penatalaksanaan Syok Septik: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV Jilid I, Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, 2009, hal.187-189.

3. Hadisaputro S. Perkembangan Mutakir Sepsis dan Syok Sepsis Dalam: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan ke II Ilmu Penyakit Dalam. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1997, hal.5-18.

4. Darmawan I. Update On Sepsis, Paradigma Baru. Kepustakaan Nasional RI, Farmedia, Jakarta, 2008, hal.136-146.5. Kusumobroto H. Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi Pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal 335-344.6. Akbar, Nurul. Hepatitis B. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi Pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal 201-208.7. Nurdjanah, Siti. Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi V. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal 668-673.

8. Tambunan, K. Gangguan Hemostasis pada Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi Pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal 421-426.9. Khedmat, Hossein. Hepatitis B virus-associated glomerulonephritis. Baqiyatallah Research Center for Gastroenterology and Liver Disease, Baqiyatallah Hospital. 2009.10. Budihusudo U. Karsinoma Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi V. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal 685-691. 11. Budihusudo U. Tumor Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi Pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal 469-485. 12. Rasyid Abdul. Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini Dan Pengobatan Kanker Hati Primer. USU e-repository. 2006.

13. El-serag Hashem. Current concepts hepatocellular carcinoma. The New England Journal of Medicine. 2011.

14. Rizka Hanifah. Kanker hati dan hepatoma. Diakses dari http://medical-center-health.blogspot.com/2010/03/kanker-hati-hepatoma.html pada tanggal 14 September 2012.

15. Siciliano Maria. Liver transplantation in adults : choosing the appropriate timing. World Journal of Gastrointestinal Pharmacology and Therapeutics. 2012.

16. Pons Fernando. Staging Syystems in hepatocellular carcinoma. Taylor & Francis Group Ltd. 2005.17. Iljas M. Ultrasonografi Hati. Dalam Buku Ajar Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. FKUI; Jakarta. 2005. Hal 467-479.18. Chan Stephen. Advances in clinical practice : Targeted therapy of hepatocellular carcinoma present and future. Journal of Gastroenterology and Hepatology. 2012.14