tugas psikiatri koas

214
[Type text] BAB I PENDAHULUAN Psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari manusia seutuhnya baik fisik maupun mental emosionalnya. Kata psikiatri berasal dari psyche, sebuah kata Yunani yang berarti jiwa (soul) atau pikiran (mind), dan iatros, kata Yunani yang berarti penyembuh. Dalam referat ini akan dibahas mengenai gangguan-gangguan jiwa dalam psikiatri yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari serta penanganan dalam konteks penanganan lini pertama maupun penanganan berkelanjutan seperti psikoterapi. Target (pencapaian) pembelajaran dalam referat ini adalah pemahaman tentang prinsip-prinsip umum dan informasi spesifik tentang gangguan jiwa yang sering ditemui. Seiring dengan kemajuan kedokteran psikiatri, jumlah penderita gangguan jiwa juga bertambah. Menurut data Canadian Academy of Psychiatric Epidemiology tahun 2014, diperkirakan bahwa pada keadaan tertentu, satu dari lima orang bisa menderita satu gejala psikologis yang tidak diinginkan seperti ansietas, murung, mudah marah, dan insomnia. Satu dari lima penduduk Inggris mendapatkan pengobatan dari dokter umumnya terutama untuk gangguan psikiatri. Dalam setiap periode, satu dari dua puluh orang menderita depresi. Satu dari dua puluh lima perempuan dan satu dari lima puluh laki-laki dirawat di rumah sakit karena depresi pada berbagai usia. Angka penderita yang tidak sedikit ini membutuhkan tenaga kesehatan termasuk dokter 1

description

kumpulan tugas referat psikiatri

Transcript of tugas psikiatri koas

Page 1: tugas psikiatri koas

[Type text]

BAB I

PENDAHULUAN

Psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari manusia seutuhnya baik

fisik maupun mental emosionalnya. Kata psikiatri berasal dari psyche, sebuah kata Yunani

yang berarti jiwa (soul) atau pikiran (mind), dan iatros, kata Yunani yang berarti penyembuh.

Dalam referat ini akan dibahas mengenai gangguan-gangguan jiwa dalam psikiatri yang

sering dijumpai dalam praktek sehari-hari serta penanganan dalam konteks penanganan lini

pertama maupun penanganan berkelanjutan seperti psikoterapi. Target (pencapaian)

pembelajaran dalam referat ini adalah pemahaman tentang prinsip-prinsip umum dan

informasi spesifik tentang gangguan jiwa yang sering ditemui.

Seiring dengan kemajuan kedokteran psikiatri, jumlah penderita gangguan jiwa juga

bertambah. Menurut data Canadian Academy of Psychiatric Epidemiology tahun 2014,

diperkirakan bahwa pada keadaan tertentu, satu dari lima orang bisa menderita satu gejala

psikologis yang tidak diinginkan seperti ansietas, murung, mudah marah, dan insomnia. Satu

dari lima penduduk Inggris mendapatkan pengobatan dari dokter umumnya terutama untuk

gangguan psikiatri. Dalam setiap periode, satu dari dua puluh orang menderita depresi. Satu

dari dua puluh lima perempuan dan satu dari lima puluh laki-laki dirawat di rumah sakit

karena depresi pada berbagai usia. Angka penderita yang tidak sedikit ini membutuhkan

tenaga kesehatan termasuk dokter yang kompeten untuk melakukan pemeriksaan dan terapi

yang adekuat serta lege artis. Pemeriksaan dan terapi yang yang baik tentu didasarkan atas

pemahaman mengenai teori prinsip gangguan jiwa yang akan dibahas dalam referat ini.

Dalam konteks sejarah, telah diketahui bahwa selama zaman Renaissance, sedikit

sekali perhatian bagi orang gangguan jiwa. Hal itu terkait dengan stigma masyarakat pada

zaman itu bahwa orang dengan gangguan jiwa dianggap menakutkan dan tidak memiliki

fungsi dalam kehidupan sosial. Salah satu tujuan pembuatan referat ini adalah juga untuk

menghilangkan stigma tersebut dengan pembahasan mengenai penanganan gangguan jiwa

yang sudah bergeser ke penanganan berbasis komunitas (terapi psikososial).

1

Page 2: tugas psikiatri koas

[Type text]

BAB II

GANGGUAN DEPRESI MAYOR DAN GANGGUAN BIPOLAR

I

A. DEFINISI

Bipolar merupakan gangguan mood yang bersifat episodik yang ditandai oleh gejala-

gejala manik, hipomanik, depresi atau campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung

seumur hidup..1Depresi merupakan keadaan mood yang menurun ditandai dengan kesedihan,

perasaan putus asa, dan tidak bersemangat. Depresi ini termasuk perasaan murung sampai

gangguan distimik menjadi gangguan depresi mayor. Depresi psikotik merupakan gangguan

depresi mayor dengan gambaran psikotik seperti halusinasi, delusi, mutisme, atau stupor.

B. EPIDEMIOLOGI

Gangguan bipolar I mempunyai prevalensi yang sama bagi laki-laki dan wanita. Pada

pengamatan universal, prevalensi gangguan depresif berat pada wanita dua kali lebih besar

dari pada laki-laki.1

Berbagai penelitian mengungkapkan golongan usia muda yaitu remaja dan dewasa

awal lebih mudah terkena depresi. Survei telah melaporkan prevalensi yang tinggi dari

depresi terjadi pada usia 20-50 tahun. Onset gangguan bipolar I lebih awal dari daripada

onset gangguan depresi. Onset gangguan bipolar I dari usia 5 tahun sampai usia 50 tahun.

Laporan kasus gangguan bipolar I diatas usia 50 tahun sangat jarang.1

Pada umumnya gangguan depresif berat paling sering terjadi pada seseorang yang

tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, telah bercerai atau berpisah dengan

pasangan hidup. Gangguan bipolar I lebih sering terjadi pada orang yang bercerai dan hidup

sendiri daripada orang yang menikah.

C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Faktor Biologis

Berdasarkan riset, kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin

dapat menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi

2

Page 3: tugas psikiatri koas

[Type text]

penyebab gangguan manik. Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam

menyebabkan depresi. Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan

meningkat pada mania. Gangguan tidur adalah gejala yang sering ditemukan pada pasien

depresi. Pada depresi terjadi regulasi abnormal dari irama sirkadian. Beberapa penelitian pada

binatang menyatakan bahwa terapi antidepresan efektif untuk mengubah jam biologis.1

Penelitian melaporkan adanya kelainan imunologis pada pasien depresi dan pada

orang yang berdukacita karena kehilangan sanak saudara, pasangan atau teman dekat. Pada

pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat sekumpulan pasien dengan gangguan

bipolar I terutama pasien laki-laki memiliki ventrikel serebral yang membesar.

Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan patologis pada sistem limbik,

ganglia basalis dan hipotalamus.

Faktor Genetik

Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki resiko lebih

besar menderita gangguan mood daripada masyarakat pada umumnya. Keluarga derajat

pertama pasien dengan gangguan depresif berat kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar

untuk menderita gangguan bipolar I dan II sampai 3 kali lebih besar untuk menderita

gangguan depresif berat dibanding kelompok kontrol.

Sekitar 50% pasien dengan gangguan bipolar I memiliki orang tua dengan gangguan

mood terutama depresi. Pada penelitian adopsi, anak biologis dari orang tua dengan gangguan

mood tetap beresiko terkena gangguan mood walaupun mereka telah dibesarkan oleh

keluarga angkat yang tidak menderita gangguan mood. Pada penelitian saudara kembar,

angka kejadian gangguan bipolar I pada kedua saudara kembar monozigot adalah 33-90%

dan untuk gangguan depresif berat, angka kejadian pada kedua saudara kembar monozigot

adalah 50%. Pada kembar dizigot angkanya berkisar 5-25% untuk menderita gangguan

bipolar I dan 10-25% untuk menderita gangguan depresif berat.

Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I dengan petanda

genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X.

Faktor Psikososial

Telah lama diamati bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress sering

mendahului episode pertama pada gangguan mood. Beberapa klinisi mempercayai bahwa

peristiwa kehidupan memainkan peranan penting dalam depresi. Beberapa artikel

menjelaskan hubungan antara fungsi keluarga dengan onset serta perjalanan gangguan mood

khususnya gangguan depresif berat. Anak yang menderita penyiksaan fisik atau seksual

membuat seseorang mudah terkena depresi sewaktu dewasa.1

3

Page 4: tugas psikiatri koas

[Type text]

Aspek-aspek kepribadian juga mempengaruhi kerentanan terhadap depresi dan tinggi

rendahnya depresi yang dialami seseorang. Tipe kepribadian tertentu seperti dependen,

obsesif kompulsif, histerikal, antisosial dan paranoid beresiko mengalami depresi.1

D. TANDA & GEJALA

Gangguan Bipolar bersifat episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang

menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya terganggu, dan

gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta

peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania) dan pada waktu lain berupa

penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi dan aktivitas (depresi). Yang

khas ialah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode dan insidensi pada

kedua jenis kelamin kurang lebih sama dibanding dengan gangguan suasana perasaan (mood)

lainnya.1,2

Episode manik biasanya dimulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu

sampai 4-5 bulan (rata-rata sekitar 4 bulan). Dimana pasien akan menunjukkan sikap meluap-

luap, gagasan yang meloncat-loncat (flight of ideas), penurunan kebutuhan tidur, peninggian

harga diri, dan gagasan kebesaran. Depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata

sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi setahun kecuali pada orang lanjut usia, dimana

pasien merasakan hilangnya energi-energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan

berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Kedua

macam episode itu sering kali menyusul peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental

lain, akan tetapi adanya stres tidak esensial untuk penegakan diagnosis. Episode pertama bisa

timbul pada setiap usia dari masa kanak sampai tua. Frekuensi episode dan pola remisi serta

kekambuhan masing-masing amat bervariasi, meskipun remisi cenderung untuk menjadi

makin lama makin pendek sedangkan depresinya menjadi lebih sering dan lebih lama

berlangsungnya setelah usia pertengahan.1

E. DIAGNOSIS

Kriteria Diagnostik berdasarkan DSM-IV

DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV) telah membuat

definisi kriteria gangguan bipolar I, yaitu gejala klinis yang ditandai dengan satu atau lebih

episode manik atau episode campuran. Sering individu juga telah ada riwayat satu atau lebih

episode depresi mayor. DSM IV telah membuat klasifikasi dan kriteria diagnosis untuk

masing-masing klasifikasi:

4

Page 5: tugas psikiatri koas

[Type text]

Episode Depresif

Disamping kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat dan gangguan Bipolar I,

DSM IV memasukkan kriteria diagnostik spesifik untuk ciri gejala “cross-sectional”, penentu

perjalanan penyakit (course specifier), dan penentu perjalanan longitudinal. Masing-masing

kumpulan kriteria diagnostik tersebut dapat digunakan untuk menentukan diagnosis

gangguan depresif berat atau gangguan bipolar I. Dalam DSM-IV TR kriteria depresi mayor

dipisahkan dari kriteria diagnosis gangguan terkait depresi dan juga menuliskan deskriptor

keparahan untuk depresif berat.1

Kriteria Diagnosis Episode Depresif Berat menurut DSM-IV TR

A. Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah ada selama duaminggu dan menggambarkan

perubahan dari fungsi dari yang sebelumnya, setidaknya salah satu gejala dari (1)

depresi suasana hati atau (2) kehilangan minat atau kesenangan.

1. Mood terdepresi hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, seperti ditunjukkan

pada laporan subjektif (misalnya,merasa sedih atau kosong) atau observasi yang

dibuat oleh orang lain (misalnya, tampak sedih). Catatan : pada anak-anak dan

remaja, dapat berupa mood yang mudah tersinggung.

2. Hilangnya minat atau kesenangan secara jelas dalam semua, atau hampir semua,

aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh

keterangan subjektif atau pengamatan yang dilakukan orang lain).

3. Penurunan berat badan yang bermakna jika tidak melakukan diet atau peningkatan

berat badan (misalnya, perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam sebulan),

atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan: pada

anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai pertambhana berat badan

yang diharapkan.

4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.

5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (diamati oleh orang lain, bukan

hanya perasaan subjektif kegelisahan atau menjadi melambat).

6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.

7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak tepat

(mungkin bersifat waham) hampir setiap hari (bukan hanya menyalahkan diri sendiri

atau merasa bersalah sehingga menjadi sakit)

8. Kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi menurun, atau ragu-ragu, hampir

5

Page 6: tugas psikiatri koas

[Type text]

setiap hari (dari subjektif atau dari yang diamati oleh oranglain)

9. Memikirkan tentang kematian secara berulang-ulang (tidak hanya takut mati), ide

bunuh diri berulang tanpa rencana spesifik, atau usaha bunuh diri atau rencana

spesifik untuk melakukan bunuh diri

B. Gejala-gejala yang tidak memenuhi kriteria untuk Episode Campuran.

C. Gejala-gejala klinis yang bermakna menyebabkan penderitaan yang bermakna secara

klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

D. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, penyalah

gunaan obat, suatu medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya,hipotiroidisme).

E. Gejala lain yang terdapat pada rasa kehilangan, yaitu, setelah kehilangan orang yang

dicintai, yang gejalanya menetap selama lebih dari dua bulan atau ditandai oleh

gangguan fungsional, perasaan tidak berharga, ide untuk bunuh diri, gejala psikotik,

atau keterbelakangan psikomotorik.

Kriteria untuk penentu Keparahan/ Psikotik/ Remisi untuk Episode Depresif Berat

Sekarang (atau Paling Akhir) DSM-IV TR

Catatan: Tuliskan dalam digit kelima pengkodean. Derajat ringan, sedang, berat tanpa gejala

psikotik atau berat dengan gejala psikotik hanya bisa digunakan apabila kriteria episode

de[resif berat terpenuhi. Dalam remisi parsial atau dalam remisi penuh bisa digunakan untuk

episode depresif berat atau episode depresif berat dalam bipolar I atau II hanya pada episode

yang paling akhir.1

Ringan : Beberapa, jika ada, gejala yang melebihi dari yang diperlukan untuk membuat

diagnosis dan gejala hanya menyebabkan gangguan ringan dalam fungsi pekerjaan atau

dalam aktivitas sosial yang biasanya atau hubungan dengan orang lain.

Sedang : Gejala atau gangguan fungsional berasda diantara ringan dan berat

Berat tanpa ciri psikotik : Beberapa gejala melebihi dari yang diperlukan untuk membuat

diagnosis, dan gejala dengan jelas mengganggu fungsi pekerjaan atau aktivitas sosial

yang biasanya atau hubungan dengan orang lain.

Berat dengan ciri psikotik : Waham atau halusinasi. Jika ciri psikotik sejalan atau tidak

sejalan dengan mood.

o Ciri psikotik sejalan dengan mood: Waham atau halusinasi yang isi

keseluruhannya adalah konsisten dengan tema depresif tipikal tentang

ketidakberdayaan pribadi, rasa bersalah, penyakit, kematian, nihilisme, atau

6

Page 7: tugas psikiatri koas

[Type text]

hukuman yang layak diterima

o Ciri psikotik yang tidak sejalan dengan mood: Waham atau halusinasi yang

isinya tidak memiliki tema depresif tipikal/ tentang ketidakberdayaan pribadi,

rasa bersalah, penyakit, kematian, nihilisme, atau hukuan yang layak diterima.

Termasuk disini adalah gejala tertentu seperti waham kejar (tidak secara langsung

berhubungan dengan tema depresif), sisip pikiran, siar pikir, dan waham

dikendalikan.

Dalam remisi parsial: Gejala-gejala episode depresif berat ada namun tidak semua

kriteria terpenuh, atau terdapat periode tanpa adanya gejala bermakna dari episeode

depresif berat yang berlangsung kurang dari dua bulan setelah episode depresif berat.

Dalam remisi penuh: Selama 2 bukan terakhir, tidak ada tanda atau gejala gangguan

yang bermakna.

Tidak ditentukan.

Kriteria Diagnosis untuk Gangguan Depresif Berat Episode Tunggal DSM IV-TR

A. Adanya episode depresif berat tunggal

B. Episode depresif berat tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan skizoafektif, dan

tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan

delusional, atau gangguan psikotik.

C. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran, atau episode hipomanik.

Sebutkan (untuk episode sekarang atau paking akhir):

Penentu keparahan/ psikotik/ remisi

Kronik

Dengan ciri katatonik

Dengan ciri melankolik

Dengan ciri atipikal

Dengan onset paskapersalinan

Kriteria Diagnosis untuk Gangguan Depresif Berat, Rekuren DSM IV-TR

A. Adanya dua atau lebih episode depresit berat.

Catatan: untuk dianggap episode yang terpisah, harusterdapat interval sekurangnya 2

bulan berturut-turut dimana kriteria untuk episode depresif berat tidak terpenuhi.

B. Episode depresif berat tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan skizoafektif, dan

7

Page 8: tugas psikiatri koas

[Type text]

tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan

delusional, atau gangguan psikotik.

C. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran, atau episode hipomanik.

Sebutkan (untuk episode sekarang atau paking akhir):

Penentu keparahan/ psikotik/ remisi

Kronik

Dengan ciri katatonik

Dengan ciri melankolik

Dengan ciri atipikal

Dengan onset paskapersalinan

Episode Manik

Kriteria Diagnosis Episode Manik DSM-IV

A. Periode tersendiri kelainan dan mood yang meninggi, ekspansif, atau mudah tersinggung

(irritable) secara persisten, berlangsung sekurangnya 1 minggu (atau durasi kapan saja

jika diperlukan perawatan.1

B. Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut ini adalah menetap

(empat jika mood hanya mudah tersinggung) dan telah ditemukan pada derajat yang

bermakna

1. Harga diri melambung atau kebesaran

2. Penurunan kebutuhan untuk tidur (misalnya, merasa telah beristirahat setelah tidur

hanya tiga jam)

3. Lebih banyak bicara dibandingkan biasanya atau tekanan untuk terus berbicara

4. Gagasan yang melompat-lompat (flight of ideas) atau pengalaman subyektif bahwa

pikirannya berpacu

5. Mudah dialihkan perhatian (yaitu, atensi terlalu mudah dialihkan oleh stimuli

eksternal yang tidak penting atau tidak relevan)

6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan oleh tujuan (baik secara sosial, dalam pekerjaan

atau sekolah, atau secara seksual) atau agitasi psikomotor

7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan yang memiliki

kemungkinan tinggi adanya akibat yang menyakitkan (misalnya, melakukan belanja

yang tidak dibatasi, tidak pilih-pilih dalam hubungan seksual, atau investasi bisnis

yang bodoh)

8

Page 9: tugas psikiatri koas

[Type text]

C. Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran

D. Gangguan mood adalah cukup arah untuk menyebabkan gangguan dalam fungsi

pekerjaan atau dalam aktivitas sosial lazimnya atau hubungan dengan orang lain, atau

untuk membutuhkan perawatan untuk mencegah bahaya bagi diri sendiri atau orang lain,

atau terdapat ciri psikotik

E. Gejala bukan karena afek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang

disalahgunakan, suatu medikasi, atau terapi lain) atau suatu kondisi medis umum

(misalnya, hipertiroidisme)

Catatan : episode mirip manik yang jelas disebabkan oleh terapi antidepresan somatik

(misalnya, medikasi, terapi elektrokonvulsif, terapi cahaya) tidak boleh diperhitungkan ke

arah diagnosis gangguan bipolar I.

Gangguan Bipolar I

A. Gangguan Bipolar I, Episode Manik Tunggal

Kriteria diagnosis :

A. Terdapat hanya satu episode manik dan tidak ada episode depresi mayor sebelumnya.

Catatan : rekurensi didefinisikan sebagai suatu perubahan polaritas dari depresi atau

suatu interval paling kurang 2 bulan tanpa gejala manik.

B. Episode manik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif dan tidak

bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofrenifrom, gangguan waham,

atau gangguan psikotik yang tidak ditentukan.

B. Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Manik

Kriteria diagnosis :

A. Saat ini (atau paling akhir) dalam episode manik

B. Terdapat paling kurang satu episode depresi mayor, episode manik, atau episode

campuran sebelumnya.

C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan

skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan

skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tidak ditentukan.

C. Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Campuran

Kriteria diagnosis :

A. Saat ini (atau paling akhir) dalam episode campuran.

9

Page 10: tugas psikiatri koas

[Type text]

B. Terdapat paling kurang satu episode depresi mayor, episode manik, atau episode

campuran sebelumnya.

C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan

skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan

skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tidak ditentukan.

D. Gangguan Bipolar I , Episode Paling Akhir Hipomanik

Kriteria diagnosis :

A. Saat ini (atau paling akhir) dalam episode hipomanik

B. Terdapat paling kurang satu episode manic atau campuran sebelumnya

C. Gejala mood menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan

pada fungsi sosial , pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya

D. Episode mood pada kriteria A dan B tidal lebih baik dijelaskan oleh gangguan

Skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan

skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tidak ditentukan .

E. Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Depresi

Kriteria diagnostic :

A. Saat ini ( atau paling akhir) dalam episode depresi mayor

B. Terda[pat paling kurang 1 episode manic atau episode campuran sebelumnya

C. Episode mood pada criteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan

Skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan

skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tidak ditentukan .

F. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Episode Depresif

Deskripsi umum: Retardasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling

umum, walaupun agitasi psikomotor juga sering ditemukan khususnya pada pasien lansia.

Secara klasik, seorang pasien depresi memiliki postur yang membungkuk, tidak terdapat

pergerakan spontan, pandangan mata yang putus asa dan tidak terdapat kontak mata. Pada

pemeriksaan klinis, pasien depresi yang menunjukkan retardasi psikomotor mungkin tampak

mirip dengan pasien skizofrenia tipe katatonik.1

10

Page 11: tugas psikiatri koas

[Type text]

Mood, afek dan perasaan: Pasien tersebut sering kali dibawa oleh anggota

keluarganya atau teman kerjanya karena menarik diri secara sosial dan penurunan aktifitas

secara menyeluruh.1

Bicara: Banyak pasien terdepresi menunjukkan kecepatan dan volume bicara yang

menurun, berespon terhadap pertanyaan denga nkata-kata tunggal dan menunjukkan respon

yang lambat terhadap suatu pertanyaan. 1

Gangguan persepsi: Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan

menderita episode depresi berat dengan ciri psikotik. Waham sesuai mood pada pasien

terdepresi adalah perasaan bersalah bersalah, rasa berdosa, tidak berharga, kemiskinan,

kegagalan, kejar dan penyakit somatik. 1

Pikiran: Pasien terdepresi biasanya memiliki pandangan negatif tentang dunia dan

dirinya sendiri. Isi pikiran mereka seringkali melibatkan perenungan tentang kehilangan,

bersalah, bunuh diri, dan kematian. Kira-kira 10% memiliki gejala jelas gangguan berpikir,

biasanya penghambatan arus pikiran dan kemiskinan isi pikiran.

Sensorium dan kognisi: Kira-kira 50-70% dari semua pasien depresi memiliki suatu

gangguan kognitif yang sering kali dinamakan pseudodemensia depresif, dengan keluhan

gangguan konsentrasi dan mudah lupa.

Pengendalian impuls: Kira-kira 10-15% pasien terdepresi melakukan bunuh diri dan

kira-kira dua pertiga memiliki gagasan bunuh diri. Resiko untuk melakukan bunuh diri

meningkat saat mereka mulai membaik dan mendapatkan kembali energi yang diperlukan

untuk merencanakan dan melakukan suatu bunuh diri (bunuh diri paradoksikal / paradoxical

suicide).

Reliabilitas: Semua informasi dari pasien seringkali membesar-besarkan hal-hal yang

buruk dan menekan hal-hal yang baik

Episode Manik

Deskripsi umum: Pasien manik sangat penggembira, senang berbicara, kadang-

kadang lucu dan cenderung hiperaktif. Suatu waktu, mereka dapat menjadi psikotik, sulit

diatur dan memerlukan tahanan fisik dan injeksi intramuscular obat sedative.

Mood, afek dan perasaan: Pasien manik biasanya euforik dan lekas marah. Mereka

memiliki toleransi yang rendah dan mudah frustasi yang dapat menyebabkan perasaan marah

dan permusuhan. Secara emosional mereka sangat labil, mereka dapat beralih dari tertawa

menjadi marah kemudian menjadi depresi dalam hitungan menit atau jam. 1

11

Page 12: tugas psikiatri koas

[Type text]

Bicara: Pasien manik tidak dapat disela saat mereka bicara, sering kali rewel dan

menjadi pengganggu bagi orang-orang disekitarnya. Pembicaraan mereka penuh dengan

gurauan, sajak, permainan kata-kata dan hal-hal yang tidak relevan. Pada tingkat yang lebih

tinggi, asosiasi menjadi longgar, kemampuan konsentrasi menghilang menyebabkan gagasan

yang meloncat-loncat (flight of idea), clanging dan neologisme. Pada keadaan yang akut,

pembicaraan dapat menjadi inkoheren sama sekali dan sulit dibedakan dari pembicaraan

mereka yang skizofrenia.

Gangguan persepsi: Waham ditemukan pada 75% pasien manik. Waham sesuai

mood seringkali melibatkan kekayaan, kemampuan atau kekuasaan yang luar biasa. Dapat

juga ditemukan waham dan halusinasi aneh yang tidak sesuai mood.

Pikiran: Isi pikirannya termasuk tema kepercayaan dan kebesaran diri, sering kali

perhatiannya mudah dialihkan. Fungsi kognitif ditandai oleh aliran gagasan yang tidak

terkendali. 1

Sensorium dan kognisi: Secara umum, orientasi dan daya ingat masih intak

walaupun beberapa pasien manik mungkin sangat euforik sehingga mereka menjawab secara

tidak tepat. Gejala tersebut disebut“mania delirium” (delirious mania) oleh Emil Kraepelin.

Pengendalian impuls: Kira-kira 75% pasien manik senang menyerang atau

mengancam.

Penilaian dan tilikan: Gangguan penilaian merupakan tanda dari pasien manik.

Mereka sering melanggar aturan mengenai pemakaian kartu kredit, aktivitas seksual, finansial

dan terkadang melibatkan keluarga mereka dalam kebangkrutan. Tilikan pasien mania

terhadap kondisi penyakit mereka juga cukup rendah.

Reliabilitas: Pasien manik sulit untuk dipercaya karena kebohongan dan

penyangkalan merupakan hal yang umum ditemukan pada pasien mania

G. PENATALAKSANAAN

Bipolar merupakan suatu gangguan mood yang kronik progresif, maka dari itu

diperlukan rencana tatalaksana jangka panjang yang melibatkan multisistem antara lain

psikoterapi dan psikofarmaka.1

PSIKOTERAPI

Psikoterapi yaitu terapi yang digunakan untuk menghilangkan keluhan-keluhan dan

mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptive. Terapi ini

12

Page 13: tugas psikiatri koas

[Type text]

dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan yang professional antara terapis dengan

pasien. Terdapat beberapa jenis psikoterapi, yaitu: Terapi Kognitif, Terapi Perilaku,

Psikoterapi Suportif, Psikoterapi Dinamik, Psikoterapi Dinamik Singkat, Terapi

Kelompok, Terapi Perkawinan dan Psikoterapi Berorientasi Tilikan

PSIKOFARMAKA

Terapi Depresi

Obat - Obatan Anti Depresan

Trisiklik (TCAs) Selektive Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)

· Amitriptilin 75-150 mg / hari

· Imipramin 75-150 mg / hari

· Clomipramin 75-150 mg / hari

· Amineptin 100- 200 mg / hari

· Opipramol 50-150 mg / hari

· Elvatelin 20-40 mg / hari

· Protetin 20-40 mg / hari

· Setralin 50-100 mg / hari

· Fluvotamin 50-100 mg / hari

· Fluoxetin 10-20 mg/hari

Tetrasiklik Penghambat Mono Amine Okside (MAOIs)

· Maprotilin 75-150 mg / hari

· Amoxopin 200-300 mg / hari

· Mianserin 30-60 mg / hari

· Maclobemid 200-600 mg / hari

Farmakoterapi yang digunakan untuk mengobati depresi dengan psikotik adalah

antidepresi dan antipsikotik. Antidepresi sendiri memiliki 5 golongan yaitu trisiklik/ TCA

(amiltriptilin, imipramine, clomipramine, dan tianeptine), golongan tetrasiklik (mparotiline,

amoxapine, mianserin), golongan MAOI-reversible (moclobemide), selective serotonin

reuptake inhibitor/ SSRI (setraline, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine, citalopram), dan

golongan atipikal (trazodone, mirtazapine, venafaxine). Mekanisme kerja obat antidepresi

adalah dengan cara menghambat re-uptake aminergic neurotransmitter dan menghambat

penghancuran oleh enzim monoamine oxidase sehingga menyebabkan peningkatan jumlah

aminergic neurotransmitter pada celah sinaps neuron tersebut yang dapat meningkatkan

aktivitas reseptor serotonin. Efek samping dari antidepresi antara lain berupa sedasi, efek

antikolinergik (berupa mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, dll), efek antiadrenergik

alfa (berupa perubahan EKG, hipotensi), dan efek neurotoksis (tremor halus, gelisah dan

agitasi). Efek sampng ini akan berkurang setelah 2-3minggu pemberian obat dengan dosis

yang sama. Gejala intoksikasi dari trisiklik dapat menimbulkan atropine toxic syndrome

dimana terjadi eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi dan toxic confusional state.

13

Page 14: tugas psikiatri koas

[Type text]

Efek onset primer obat antidepresi sekitar 2-4 minggu sedangkan onset efek sekunder sekitar

12-24 jam dengan waktu paruh 12-48 jam. Pemberian obat antidepresi bisa dilakukan dalam

jangka waktu yang lama karena potensi untuk menjadi ketergantungan sangat minimal.3

Terapi Mania

Pada terapi mania, digunakana Stabilisator Mood yang dapat berupa:

Litium. Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi

dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L.

Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk

mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk terapi rumatan.

Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis kecil dari 0,4

mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium

dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L. Efek samping yang dilaporkan adalah mual,

muntah, tremor, somnolen, penambahan berat badan, dan penumpulan kognitif.

Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat pula terjadi akibat penggunaan

litium. Untuk mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan.4

Valproat. Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai

antimania. Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam

serum berkisar antara 45 -125 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20

mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai

konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan

nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi

serum > 100 mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang

dianjurkan adalah antara 75-100 mg/mL. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya

anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim

transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal

pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu.

Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam valproat dan

valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat.4

Lamotrigin Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia

menghambat kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat.

Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak dan

mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin dieksresikan

dalam bentuk utuh. Dosis berkisar antara 50-200 mg/hari. Efek samping yang dapat

14

Page 15: tugas psikiatri koas

[Type text]

terjadi adalah sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai

bentuk kemerahan di kulit.4

Antipsikosis

Sedangkan untuk obat antipsikotik sendiri memiliki 2 golongan yaitu antipsikotik

tipikal dan antipsikosis atipikal. Antipsikosis tipikal ini terdiri dari phenothiazine

(cholrpromazine, perphenazine, trifluoperazine, fluphenazine, dan thioridazine),

butyriphenone (haoperidol), diphenyl-butil-piperidine (pimozide). Antipsikosis atipikal terdiri

dari benzamide (supiride), dibenzodiazepine (clozapine, olanzapine, quetiapine, zotepine),

dan benzisoxasole (resperidone, aripriprazole). Mekanisme kerja obat antipsikosis tipikal

adalah dengan cara memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak

sehingga efektif untuk gejala positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal bekerja pada

reseptor dopamine juga reseptor serotonin sehingga efektif juga untuk gejala negatif. Efek

samping dari antipsikosis antara lain berupa sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan

otonomik (hipotensi,efek antikolinergik), gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akhatisia,

sindrom parkinson), gangguan endokrin (amenore, ginekomastia), gangguan metabolik

(jaundice), hematologik (agranulositosis). Onset efek primer sekitar 2-4 minggu, onset efek

sekunder sekitar 2-6 jam dengan waktu paruh sekitar 12-14 jam. Pada umumnya pemberian

obat antipsikosis dipertahankan 3bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda

sama sekali.4

15

Page 16: tugas psikiatri koas

[Type text]

TERAPI LAIN

ECT: Electro Convulsive Therapy (Terapi Kejang Listrik)

ECT umumnya lebih cepat efeknya jika dibandingkan farmakoterapi sehingga

biasanya ECT digunakan pada pasien dengan psikosis yang parah yang menyebabkan pasien

berisiko besar untuk menyakiti (misalnya, pasien terganggu oleh halusinasi sehingga tanpa

sadar berjalan ke jalan raya yang ramai kendaraan), keinginan bunuh diri aktif dengan

rencana, atau malnutrisi sekunder dengan menolak makanan. Selain itu, ECT juga dapat

digunakan untuk mengobati gejala katatonik. Efek samping termasuk masalah

kardiopulmonar, aspirasi pneumonia, patah tulang, luka gigi dan lidah, sakit kepala, mual,

dan gangguan kognitif. ECT biasanya diberikan tiga kali perminggu pada hari bergantian.

Kebanyakan pasien melakukan ECT antara 6 sampai 12 perawatan, tetapi beberapa pasien

mungkin memerlukan 20 atau lebih.1

H. PROGNOSIS

Pasien dengan bipolar I mempunyai prognosis yang lebih jelek daripada pasien

dengan depresi mayor. Sekitar 40-50% pasien dengan bipolar I mempunyai episode manik

kedua setelah serangan pertama. Walaupun profilaksis dengan litium meningkatkan

prognosis, kemungkinan hanya 50-60% yang mencapai control yang signifikan degan litium.

16

Page 17: tugas psikiatri koas

[Type text]

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ. Sadock VA. Mood Disorder. In: Kaplan & Sadock's Synopsis of

Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th Edition. New York:

Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 1259-1266.

2. Maslim R. Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa III. Jakarta:

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2003. p. 58-69.

3. Maslim R. Pedoman Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu

Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2007. p. 14-35.

4. Buku Ajar Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

17

Page 18: tugas psikiatri koas

[Type text]

DISTIMIA DAN SIKLOTIMIA

GANGGUAN DISTIMIK

Menurut DSM-IV-TR, ciri gangguan distimik yang paling khas adalah perasaan tidak

adekuat, bersalah, iritabilitas, serta kemarahan; penarikan diri dari masyarakat; hilang minat;

serta inaktivitas dan tidak produktif. Istilah distimia, yang berarti “tidak menyenangkan (ill-

humored)” diperkenalkan pada tahun 1980. Sebelumnya, sebagian besar pasien yang saat ini

digolongkan memiliki gangguan distimik, digolongkan memiliki neurosis depresif (juga

disebut depresi neurotik).

Gangguan distimik dibedakan dengan gangguan depresif berat berdasarkan fakta

bahwa pasien mengeluh selalu merasa depresi. Dengan demikian sebagian besar kasus adalah

awitan dini, dimulai saat masa kanak atau remaja dan saat pasien mencapai usia 20-an.

Subtipe awitan lambat, sering ditemukan, dan tidak dapat ditandai secara klinis dengan baik,

diidentifikasi di antara populasi geriatrik dan usia pertengahan, sebagian besar melalui studi

epidemiologis di dalam komunitas. Riwayat keluarga pasien dengan distimia secara khas

dipenuhi gangguan depresif serta bipolar, yang merupakan salah satu temuan lebih kuat yang

menyokong kaitannya dengan gangguan mood primer.

Epidemiologi

Gangguan distimik lazim ditemukan pada populasi umum dan mempengaruhi 5

sampai 6 persen orang. Gangguan ini ditemukan pada pasien klinik psikiatri umum dan

mengenai antara setengah dan sepertiga pasien klinik. Prevalensi gangguan distimik yang

dilaporkan di antara remaja muda sekitar 8 persen pada anak laki-laki dan 5 persen anak

perempuan; meskipun demikian, tidak ada perbedaan gender untuk angka insiden. Gangguan

ini lebih lazim ditemukan pada perempuan di bawah usia 64 tahun dan pada laki-laki usia

berapapun dan lebih lazim pada orang yang tidak menikah serta muda dan pada orang dengan

penghasilan rendah. Gangguan distimik sering terdapat bersamaan dengan gangguan jiwa

lain, terutama gangguan depresi berat, dan pada orang dengan gangguan depresif berat

terdapat kecenderungan menurun akan adanya remisi penuh di antara episode. Pasien juga

dapat memiliki gangguan ansietas yang terdapat bersamaan (terutama dengan gangguan

panik), penyalahgunaan zat, dan gangguan kepribadian ambang. Gangguan distimik lebih

lazim ditemukan pada orang yang memiliki kerabat derajat pertama dengan gangguan

18

Page 19: tugas psikiatri koas

[Type text]

depresif berat. Pasien dengan gangguan distimik cenderung mendapatkan berbagai obat

psikiatri, termasuk antidepresan, gen antimanik seperti litium (Eskalith) dan karbamazepin

(Tegretol) dan hipnotik sedatif.

Etiologi

Faktor Biologis. Sejumlah studi mengenai komponen biologis pada gangguan distimik

menyokong penggolongannya dengan gangguan mood; studi lain mempertanyakan hubungan

ini. Satu hipotesis yang ditarik dari data adalah bahwa dasar biologis gejala distimik

menyerupai gangguan depresif berat tetapi dasar biologis patofisiologi yang mendasari kedua

gangguan ini berbeda.

Studi Mengenai Tidur. Latensi REM yang meningkat adalah dua penanda keadaan depresi

pada gangguan depresif berat yang juga ada pada pasien gangguan distimik dengan proporsi

yang signifikan. Sejumlah peneliti, yang melaporkan data awal yang menunjukkan adanya

abnormalitas tidur pada pasien dengan gangguan distimik, memprediksikan respons terhadap

obat antidepresan.

Studi Neuroendokrin. Dua aksis neuroendokrin yang paling sering dipelajari pada gangguan

depresif berat dan gangguan distimik adalah aksis adrenal dan aksis tiroid , yang telah diuji

dengan menggunakan uji supresi deksametason (DST) dan uji stimulasi hormon pelepas

tirotropin (TRH) secara berurutan. Walaupun hasil studi ini tidak benar-benar konsisten,

sebagian besar studi menunjukkan bahwa pasien gangguan distimik lebih jarang memiliki

hasil abnormal DST daripada pasien gangguan depresif berat. Studi uji stimulasi-TRH yang

lebih sedikit telah dilakukan, tetapi studi ini menghasilkan data awal yang menunjukkan

bahwa abnormalitas aksis tiroid dapat merupakan variasi ciri bawaan akibat penyakit kronis.

Presentase yang lebih tinggi pasien gangguan distimik memiliki abnormalitas aksis tiroid

daripada subjek kontrol normal.

Faktor Psikososial. Teori psikodinamik mengenai timbulnya gangguan distimik menyatakan

bahwa gangguan ini berasal dari perkembangan ego dan kepribadian dan berpuncak pada

kesulitan dalam beradaptasi pada masa remaja dan dewasa. Karl Abraham, contohnya,

menduga bahwa konflik depresi berpusat pada ciri bawaan sadistik oral dan anal. Ciri bawaan

anal mencakup keteraturan yang berlebihan, rasa bersalah, serta kepedulian terhadap orang

lain; hal ini dihipotesiskan sebagai perlawanan terhadap preokupasi akan hal-hal anal dan

19

Page 20: tugas psikiatri koas

[Type text]

disorganisasi, hostilitas, serta preokupasi diri. Mekanisme defensi utama yang digunakan

adalah reaction formation. Harga diri rendah, anhedonia, serta introversi sering dikaitkan

dengan ciri depresif.

Freud. Di dalam “Morning and Melancholia” Sigmund Freud menyatakan bahwa

kekecewaan interpersonal di awal kehidupan dapat menyebabkan kerentanan terhadap

depresi, menyebabkan ambivalensi hubungan cinta sebagai orang dewasa; kehilangan atau

ancaman akan kehilangan pada kehidupan dewasa kemudian mencetuskan depresi. Orang

yang rentan depresi secara oral bergantung dan membutuhkan kepuasan narsistik yang

konstan. Ketika kekurangan cinta, kasih sayang, dan perhatian, mereka menjadi depresi

secara klinis; ketika mereka mengalami kehilangan yang sesungguhnya, mereka

menginternalisasikan dan mengitroyeksi objek yang hilang serta mengubah kemarahannya

terhadap hal itu dan dengan demikian terhadap diri sendiri.

Teori Kognitif. Teori kognitif depresi juga berlaku untuk gangguan distimik. Teori ini

berpegang pada perbedaan antara kenyataan dan situasi khayalan mengakibatkan

berkurangnya harga diri dan rasa tidak berdaya. Keberhasilan terapi kognitif di dalam terapi

sejumlah pasien gangguan distimik dapat memberikan dukungan untuk modal teoretis.

Diagnosis dan Gambaran Klinis

Kriteria diagnosis DSM—IV-TR gangguan distimik (Tabel 1) menetapkan adanya

mood depresi selama sebagian besar waktu untuk setidaknya 2 tahun (atau satu tahun untuk

anak-anak dan remaja). Untuk memenuhi kriteria diagnostik, seorang pasien tidak boleh

memiliki gejala yang sebaiknya dianggap sebagai gangguan depresif berat dan tidak pernah

boleh memiliki episode gangguan manik atau hipomanik. DSM-IV-TR memungkinkan klinisi

menentukan apakah awitannya dini (sebelum usia 21 tahun) atau lambat (usia 21 tahun atau

lebih). DSM-IV-TR juga memungkinkan spesifikasi ciri atipikal dengan gangguan distimik

(Tabel 1).

Tabel 1. Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR Gangguan Distimik

A. Mood depresi hampir sepanjang hari selama behari-hari, lebih banyak depresi

daripada tidak, sebagaimana ditunjukkan secara subjektif atau melalui pengamatan

orang lain, untuk setidaknya 2 tahun. Catatan: pada anak dan remaja, mood dapat

20

Page 21: tugas psikiatri koas

[Type text]

iritabel dan durasinya harus sedikitnya 1 tahun.

B. Saat depresi terdapat dua (atau lebih) hal berikut:

1) Nafsu makan buruk atau makan berlebihan

2) Insomnia atau hipersomnia

3) Kurang tenaga atau lelah

4) Harga diri rendah

5) Konsentrasi buruk atau sulit mengambil keputusan

6) Rasa putus asa

C. Selama periode 2 tahun gangguan (1 tahun untuk anak-anak atau remaja), orang

tersebut tidak pernah bebas gejala dalam kriteria A dan B lebih dari 2 bulan.

D. Tidak pernah ada episode depresif berat selama 2 tahun pertama gangguan (1 tahun

untuk anak-anak dan remaja); yaitu gangguan tidak lebih baik dimasukkan ke dalam

gangguan depresif berat kronis, atau gangguan depresif berat, dalam remisi parsial.

Catatan: mungkin terdapat episode depresif berat sebelumnya mengingat terdapat

remisi penuh (tanpa tanda atau gejala signifikan selama 2 bulan) sebelum timbulnya

gangguan distimik. Di samping itu, setelah 2 tahun pertama (1 tahun pada anak-anak

dan remaja) gangguan distimik, bisa terdapat episode gangguan depresif berat yang

bertumpang tindih, pada kasus tersebut kedua diagnosis dapat diberikan ketika kriteria

episode depresif berat terpenuhi.

E. Tidak pernah ada episode manik, episode campuran, atau episode hipomanik, dan

kriteria tidak pernah terpenuhi untuk gangguan siklotimik.

F. Gangguan tidak hanya timbul selama perjalanan gangguan psikotis kronis, seperti

skizofrenia atau gangguan waham.

G. Gejala bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh penyalahgunaan

zat, obat) atau keadaan medis umum (contoh hipotiroid).

H. Gejala secara klinis menyebabkan penderitaan atau hendaya bermakna fungsi sosial,

pekerjaan, atau area fungsi lain.

Tentukan apakah:

Awitan dini: jika awitan sebelum usia 21 tahun

Awitan lambat: jika awitan usia 21 tahun atau lebih

Tentukan (untuk gangguan distimik 2 tahun terkini):

Dengan cara atipikal

Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright

21

Page 22: tugas psikiatri koas

[Type text]

2000, dengan izin.

Gambaran gangguan distimik tumpang tindih dengan gambaran gangguan depresif

berat tetapi berbeda yaitu gejalanya cenderung melebihi tandanya (lebih merupakan deprsi

subjektif daripada objektif). Hal ini berarti gangguan nafsu makan dan libido tidak khas, dan

agitasi atau retardasi psikomotor tidak terlihat. Semua ini diartika depresi dengan

simtomatologi yang dilemahkan. Meskipun demikian, ciri endogen yang samar dapat diamati;

inersia, letargi, anhedonia secara khas memburuk di pagi hari. Karena pasien secara klinis

sering menunjukkan fluktuasi saat dan di luar depresi berat, ini kriteria DSM-IV-TR

gangguan distimik cenderung menekankan pada disfungsi vegetatif, sedangkan kriteria B

alternatif gangguan distimik (Tabel 2) pada lampiran DSM-IV-TR memasukkan gejala

kognitif.

Tabel 2

Riset Alternatif Kriteria B DSM-IV-TR untuk Gangguan Distimik

B. ketika depresi, terdapat tiga (atau lebih) hal berikut ini:

1) Harga diri atau percaya diri yang rendah, atau rasa tidak adekuat

2) Rasa pesimis, hilang harapan, atau putus asa

3) Hilang minat atau kesenangan menyeluruh

4) Penarikan diri dari sosial

5) Letih atau lelah kronis

6) Rasa bersalah, terus-menerus memikirkan masa lalu

7) Rasa iritabilitas atau marah berlebihan yang subjektif

8) Aktivitas, efektivitas, atau produktivitas berkurang

9) Sulit berpikir, dicerminkan dengan konsentrasi buruk, memori buruk atau keragu-

raguan

Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright

2000, dengan izin.

Varian Distimik. Distimia lazim ditemukan pada pasien dengan gangguan fisik yang

menyebabkan ketidakmampuan kronis, terutama orangtua. Depresi yang mirip dengan

distimia yang bertahan selama 6 bulan atau lebih juga ditemukan pada kondisi neurologis

22

Page 23: tugas psikiatri koas

[Type text]

seperti stroke. Menurut konferensi WHO terkini, keadaan ini memperburuk prognosis

penyakit neurologis yang mendasari, sehingga perlu farmakoterapi.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding gangguan distimik sangat identik dengan gangguan depresi berat.

Banyak substansi dan penyakit medis dapat menyebabkan gejala depresi kronis. Dua

gangguan yang terutama penting untuk dipertimbangkan di dalam diagnosis banding

gangguan distimik adalah-gangguan depresif ringan dan gangguan deprsif singkat berulang

Gangguan Depresi Ringan. Gangguan depresi ringan ditandai dengan episode gejala depresi

yang lebih ringan daripada gejala yang ditemukan pada gangguan depresi berat. Perbedaan

antara gangguan distimik dengan gangguan depresif ringan terutama adalah sifat episodik

gejala gangguan depresif ringan. Antara episode, pasien gangguan depresif ringan memiliki

mood eutimik, sedangkan pasien distimik tidak memiliki periode eutimik.

Gangguan Depresi Singkat Berulang. Gangguan depresi singkat berulang ditandai dengan

periode singkat (kurang dari 2 minggu) timbulnya episode depresif. Pasien dengan gangguan

ini akan memenuhi kriteria diagnostik gangguan depresif berat jika episodenya bertahan lebih

lama. Pasien gangguan depresi singkat berulang berbeda dengan pasien distimik dalam dua

hal: pasien gangguan depresi singkat berulang memiliki gangguan episodik dan keparahan

gejalanya lebih berat.

Depresi Ganda. Sekitar 40 persen pasien dengan gangguan depresi berat juga memenuhi

kriteria gangguan distimik, suatu kombinasi yang sering disebut depresi ganda. Data yang

tersedia menyokong kesimpulan bahwa pasien depresi ganda memiliki prognosis lebh buruk

daripada pasien dengan hanya gangguan depresi berat. Terapi pasien depresi ganda harus

diarahkan pada kedua gangguan karena perbaikan gejala gangguan depresif berat tetap

meninggalkan pasien dengan hendaya psikiatri yang bermakna.

Penyalahgunaan Alkohol dan Zat. Pasien dengan gangguan distimik umumnya memenuhi

kriteria diagnostik gangguan terkait zat. Komorbiditas ini dapat menjadi logis: pasien dengan

gangguan distimik cenderung membentuk metode koping untuk keadaan depresi kronisnya.

Sehingga, mereka cenderung menggunakan alkohol atau stimulant seperti kokain atau

marijuana, pilihannya mungkin terutama bergantung pada konteks sosial pasien. Adanya

23

Page 24: tugas psikiatri koas

[Type text]

diagnosis komorbid penyalahgunaan zat membuat dilema diagnostik untuk klinisi;

penggunaan banyak zat jangka panjang dapat menimbulkan gambaran gejala yang tidak dapat

dibedakan dengan gangguan distimik.

Perjalanan Gangguan dan Prognosis

Sekitar 50 persen pasien dengan gangguan distimik mengalami awitan gejala yang

tidak disadari sebelum usia 25 tahun. Walaupun awitannya dini, pasien sering mengalami

gejala selama satu dekade sebelum meminta bantuan psikiatri dan dapat menganggap

gangguan distimik awitan dini sebagai bagian dari kehidupan. Pasien dengan awitan dini

memiliki resiko mengalami gangguan depresif berat maupun gangguan bipolar I dalam

perjalanan gangguannya. Studi pada pasien dengan diagnosis gangguan distimik

menunjukkan bahwa sekitar 20 persen berkembang menjadi gangguan depresif berat, 15

persen menjadi gangguan bipolar II, dan kurang dari 5 persen menjadi gangguan bipolar I.

Prognosis pasien dengan gangguan distimik bervariasi. Agen antidepresif (contohnya,

fluoxetin [prozac], dan bupropion [Wellbutrin]) dan jenis psikoterapi khusus (contohnya,

terapi perilaku dan kognitif) memiliki pengaruh positif pada perjalanan dan prognosis

gangguan distimik. Data yang tersedia mengenai terapi yang sebelumnya tersedia

menunjukkan bahwa hanya 10 sampai 15 persen pasien mengalami remisi 1 tahun setelah

diagnosis awal. Sekitar 25 persen pasien dengan gangguan distimik tidak pernah mencapai

pemulihan sempurna. Meskipun demikian, secara keseluruhan prognosisnya baik dengan

terapi.

Terapi

Dulu, pasien dengan gangguan distimik tidak memperoleh terapi atau dilihat sebagai

kandidat untuk psikoterapi berorientasi tilikan untuk jangka waktu lama. Data saat ini

memberikan dukungan objektif untuk terapi kognitif, terapi perilaku, dan farmakoterapi.

Kombinasi farmakoterapi dan terapi kognitif atau perilaku mungkin merupakan terapi yang

paling efektif untuk gangguan tersebut.

Terapi Kognitif. Terapi kognitif adalah suatu teknik mengajarkan pasien cara berpikir dan

bersikap untuk menggantikan sikap negatif yang salah mengenai diri mereka sendiri, dunia,

dan masa depan. Terapi ini merupakan program terapi janga pendek yang ditujukan pada

masalah saat ini dan penyelesaiannya.

24

Page 25: tugas psikiatri koas

[Type text]

Terapi Perilaku. Terapi perilaku gangguan depresif berdasarkan teori bahwa depresi

disebabkan oleh kehilangan dorongan positif akibat perpisahan, kematian, atau perubahan

lingkungan mendadak. Berbagai metode terapi berfokus pada tujuan tertentu untuk

meningkatkan aktivitas, memberikan pengalaman yang menyenangkan, dan untuk

mengajarkan pasien bersantai. Mengubah perilaku pribadi pasien depresi diyakini sebagai

cara paling efektif untuk mengubah pikiran dan perasan depresi yang terkait. Terapi perilaku

sering digunakan untuk menerapi ketidakberdayaan yang dipelajari pada sejumlah pasien

yang yang tampaknya menghadapi setiap tantangan kehidupan dengan rasa ketidakmampuan.

Psikoterapi Psikoanalitik Berorientasi Tilikan. Psikoterapi berorientasi tilikan individu

adalah metode terapi yang paling lazim untuk gangguan distimikn, dan banyak klinisi

meyakini bahwa terapi ini merupakan terapi pilhan. Pendekatan psikoterapi berupaya

menghubungkan perkembangan dan mempertahankan gejala depresif serta ciri kepribadian

maladptif dengan konflik yang tidak terselesaikan dari masa kanak-kanak awal. Tilikan pada

ekuivalen depresif (misalnya penyalahgunaan zat) atau pada kekecewaan pada masa kanak-

kanak sebagai pendahulu dari depresi masa dewasa dapat diperoleh melalui terapi. Hubungan

ambivalen dengan orangtua, teman, dan orang lain di dalam kehidupan pasien saat ini

diperiksa. Pengertian pasien mengenai cara mereka mencoba memuaskan kebutuhan akan

persetujuan dari luar yang berlebihan untuk melawn harga diri yang rendah dan superego

yang kasar adalah tujuan penting di dalam terapi.

Gangguan distimik meliputi suatu eadaan depresi kronis yang bagi orang-orang

tertentu menjadi jalan hidup mereka. Orang-orang ini secara sadar mengalami diri mereka se

sendiri berada pada rasa kasihan dar objek internal penyiksa yang tidak berhenti menyiksa.

Agensi internal, yang biasanya dikonseptualisasi sebagai superego yang kasar,

mengkritisinya, menghukumnya karena tidak memenuhi harapan dan umumnya turut

menyebabkan rasa menderita dan tidak bahagia. Pola ini dapat dikaitkan dengan

kecenderungan merusak diri karena pasien tidak merasa bahwa mereka pantas berhasil.

Mereka juga memiliki rasa putus harapan yang bertahan lama mengenai pernah memperoleh

kebutuhan emosional dari orang penting di dalam hidupnya. Pandangan suram pasien akan

kehidupan dan rasa pesimismenya di dalam hubungan menghasilkan ramalan dari diri

sendiri-banyak orang menghindari mereka karena mereka tidak menyenangkan sebagai

teman.

25

Page 26: tugas psikiatri koas

[Type text]

Terapi Interpersonal. Di dalam terapi interpersonal gangguan depresif, pengalaman

interpersonal pasien saat ini dan cara menghadapi stres diperiksa untuk mengurangi gejala

depresif dan meningkatkan harga diri. Terapi interpersonal berlangsung sekitar 12-16 minggu

sesi dan dapat dikombinasikan dengan obat antidepresant.

Terapi Keluarga dan Kelompok. Terapi keluarga dapat membantu pasien dan juga keluarga

pasien untuk menghadapi gejala gangguan, terutama ketika tampaknya ada sindrom

subafektif yang didasarkan secara biologis. Terapi kelompok dapat membantu pasien yang

menarik diri mempelajari cara baru mengahadapi masalah interppersonalnya dalam situasi

sosial.

Farmakoterapi. Karena keyakinan teoritis yang bertahan lama dan lazim bahwa gangguan

distimik adalah gangguan yang terutama ditentukan secara psikologis, banyak klinisi yang

menghindari peresepan antidepresan untuk pasien, tetapi banyak studi menunjukkan

keberhasilan terapi dengan antidepresan. Data umumnya menunjukkan bahwa SSRI berguna

bagi pasien dengan gangguan distimik. Laporan menunjukkan bahwa SSRI dapat menjadi

obat pilihan. Demikian juga bupropion dapat menjadi terapi efektif bagi pasien dengan

gangguan distimik, suatu kelompok yang juga mungkin berespons terhadap penggunaan

amfetamin yang bijaksana.

Kegagalan Uji Terapeutik. Suatu uji terapeutik antidepresan dalam terapi gangguan

distimik harus mencakup dosis maksimal yang dapat ditoleransi; untuk periode waktu

minimum 8 minggu sebelum klinisi menyimpulkan bahwa percobaan tidak efektif. Ketika

percobaan obat tidak berhasil, klinisi harus mempertimbangkan kembali diagnosis, terutama

kemungkinan gangguan medis yang mendasari (terutama gangguan tiroid) atau gangguan

defisit perhatian pada orang dewasa. Ketika pertimbangan kembali diagnosis banding masih

mengesankan bahwa gangguan distimik adalah diagnosis yang paling mungkin, klinisi dapat

mengikuti strategi terapeutik gangguan depresif berat dan dapat mencoba memperkuat

antidepresan dengan menambahkan litium atau iotironin (Cytomel), walaupun strategi

gangguan distimik lebih lanjut belum dipelajari. Sebagai alternatif, klinisi dapat memutuskan

penggantian antidepresant dari golongan kelompok antidepresan yang benar-benar berbeda.

Contohnya, jika suatu uji dengan SSRI tidak berhasil, klinisi dapat mengganti dengan

bupropion, MAOI, atau trisiklik. Terdapat sejumlah laporan penguatan dengan testosteron

pada laki-laki yang resisten terhadap pengobatan.

26

Page 27: tugas psikiatri koas

[Type text]

Rawat Inap. Rawat inap biasanya tidak diindikasikan untuk pasien dengan gangguan

distimik, tetapi terutama gejala yang berat, ketidakmampuan profesional atau sosial yang

nyata, kebutuhan prosedur diagnostik yang ekstensif, dan gagasan bunuh diri adalah semua

indikasi rawat inap.

27

Page 28: tugas psikiatri koas

[Type text]

GANGGUAN SIKLOTIMIK

Gangguan siklotimik adalah bentuk gejala ringan gangguan bipolar II, ditandai

dengan episode hipomania dan depresi ringan. Di dalam DSM-IV-TR, gangguan distimik

didefinisikan “gangguan yang kronis dan berfluktuasi” dengan banyak periode hipomania dan

depresi. Gangguan ini dibedakan dengan gangguan bipolar II, yang ditandai dengan adanya

episode depresif berat, bukan ringan, serta hipomanik. Seperti gangguan distimik,

dimasukkannya gangguan siklotimik dalam gangguan mood menunjukkan suatu hubungan,

mungkin biologis, terhadap gangguan bipolar I. Meskipun demikian, sejumlah psikiater

mempertimbangkan gangguan siklotimik tidak memiliki komponen biologis, berbeda dengan

gangguan bipolar I, dan merupakan akibat kekacauan hubungan objek di awal masa

kehidupan.

Pemahaman saat ini mengenai gangguan siklotimik didasarkan pada pengamatan Emil

Krapelin dan Kurt Schneider bahwa sepertiga sampai dua pertiga pasien dengan gangguan

mood menunjukkan gangguan kepribadian: depresif (muram), manik (ceria dan tidak

terinhibisi), iritabel (labil dan eksplosif), serta siklotimik. Ia menjelaskan kepribadian iritabel

sebagai depresif dan manik serta kepribadian siklotimik sebagai pergantian kepribadian

depresif dan manik.

Epidemiologi

Pasien dengan gangguan siklotimik dapat mencapai 3 sampai 5 persen pasien psikiatri rawat

jalan, terutama mungkin mereka yang memiliki keluhan bermakna mengenai kesulitan

perkawinan dan interpersonal. Di dalam populasi umum, prevalensi seumur hidup gangguan

distimik diperkirakan 1 persen. Gambaran ini mungkin lebih rendah daripada prevalensi

sebenarnya karena seperti pada pasien gangguan bipolar I, pasien ini mungkin tidak

menyadari bahwa mereka memiliki masalah psikiatri. Gangguan siklotimik, seperti juga

gangguan distimik, sering timbul bersamaan dengan gangguan kepribadian ambang. Sekitar

10 persen pasien rawat jalan dan 20 persen dari pasien rawat inap dengan gangguan

kepribadian ambang juga memiliki diagnosis gangguan siklotimik. Rasio perempuan-laki-laki

pada gangguan distimik sekitar 3:2, dan 50 sampai 75 persen pasien meiliki awitan antara

usia 15 dan 25 tahun. Keluarga orang-orang dengan gangguan siklotimik sering memiliki

anggota keluarga dengan gangguan terkait zat.

28

Page 29: tugas psikiatri koas

[Type text]

Etiologi

Seperti gangguan distimik, terdapat kontroversi apakah gangguan siklotimik terkait

dengan gangguan mood, baik secara biologis atau psikologis. Sejumlah peneliti telah

menghipotesiskan bahwa gangguan siklotimik memiliki hubungan yang lebih dekat dengan

gangguan kepribadian ambang daripada gangguan mood. Walaupun terdapat kontroversi ini,

data biologis dan generik menyokong gagasan gangguan siklotimik sebagai benar-benar

gangguan mood.

Faktor Biologis. Bukti terkuat untuk hipotesis bahwa gangguan siklotimik merupakan

gangguan mood adalah data genetik. Sekitar 30 persen pasien dengan gangguan siklotimik

memiliki riwayat keluarga positif untuk gangguan bipolar I; angka ini serupa dengan angka

pasien dengan gangguan bipolar I. Lebih jauh lagi, silsilah keluarga dengan gangguan bipolar

I sering berisi generasi yang memiliki gangguan siklotimik. Sebaliknya, prevalensi gangguan

siklotimik pada kerabat pasien dengan ganggguan bipolar I jauh lebih besar daripada

prevalensi gangguan siklotimik, baik pada kerabat pasien dengan gangguan jiwa lain atau

pada orang yang jiwanya sehat. Pengamatan bahwa sekitar sepertiga pasien dengan gangguan

siklotimik kemudian memiliki gangguan mood berat, bahwa mereka terutama sensitif

terhadap hipomania yang diinduksi antidepresan, dan bahwa sekitar 60 persen berespons

terhadap lithium, menambahkan dukungan lebih lanjut terhadap gagasan bahwa gangguan

siklotimik sama ringan atau meerupakan bentuk gangguan bipolar II yang lebih ringan.

Faktor Psikososial. Sebagian besar teori psikodinamik menghipotesiskan bahwa timbulnya

gangguan siklotimik terletak pada trauma dan fiksasi selama fase oral perkembangan bayi.

Freud menghipotesiskan bahwa keadaan siklotimik adalah upaya ego menghadapi superego

yang kasar dan bersifat menghukum. Hipomania dijelaskan secara psikodinamik sebagai

kurangnya kritisisme diri dan tidak adanya inhibisi yang terjadi ketika seseorang dengan

depresi membuang beban dari superego yang terlalu kasar. Mekanisme defense utama pada

hipomania adalah penyangkalan (denial), di sini pasien menghindari masalah eksternal dan

perasaan depresi internal.

Pasien dengan gangguan siklotimik ditandai dengan periode depresi yang bergantian

dengan periode hipomania. Eksplorasi psikoanalitik mengungkap bahwa pasien tersebut

mempertahankan diri mereka melawan tema depresif yang mendasari dengan periode euforik

atau hipomanik. Hipomania sering dicetuskan oleh kehilangan interpersonal yang mendalam.

Euforia palsu yang ditimbulkan dalam keadaan tersebut adalah cara pasien untuk menyangkal

29

Page 30: tugas psikiatri koas

[Type text]

ketergantungan pada objek cinta dan secara bersamaan memungkiri setiap agresi atau

kerusakan yang mungkin menyebabkan hilangnya orang yang dicintai. Hipomania juga dapat

disertai dengan khayalan di alam bawah sadar bahwa objek yang hilang telah dikembalikan.

Penyangkalan ini umumnya hanya bertahan sebentar dan pasien segera melanjutkan

preokupasi dengan ciri penderitaan dan kesengsaraan gangguan distimik.

Diagnosis dan Gambaran Klinis

Walaupun banyak pasien mencari pertolongan psikiatri untuk depresi, masalah

mereka sering berkaitan dengan kekacauan yang ditimbulkan oleh episode maniknya. Klinisi

harus mempertimbangkan diagnosis gangguan siklotimik ketika pasien datang dengan

masalah perilaku yang tampaknya sosiopatik. Kesulitan perkawinan dan ketidakstabilan

dalam hubungan adalah keluhan yang lazim timbul karena pasien dengan gangguan

siklotimik sering berganti pasangan dan iritabel saat berada dalam keadaan manik dan

campuran. Walaupun terdapat laporan yang kurang dapat diyakini akan adanya peningkatan

produktivitas dan kreativitas ketika pasien d=sedang dalam keadaan hipomanik, sebagian

besar klinisi melaporkan bahwa pasien mereka menjadi kacau dan tidak efektif di dalam

pekerjaan dan sekolah selama periode ini.

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR gangguan siklotimik (Tabel 3) mnsyaratkan bahwa

seorang pasien tidak pernah memenuhi kriteria episode depresif berat dan tidak memenuhi

kriteria episode manik selama 2 tahun pertama gangguan. Kriteria ini juga mengharuskan

adanya gejala yang kurang lebih konstan selama 2 tahun (atau 1 tahun untuk anak dan

remaja).

Tabel 3. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Siklotimik

A. Adanya sejumlah periode dengan gejala hipomanik dan sejumlah periode gejala

depresif sedikitnya 2 tahun yang tidak memenuhi gejala episode depresif berat.

Catatan: pada anak dan remaja, lamanya harus paling sedikit 1 tahun.

B. Selama periode 2 tahun tersebut (1 tahun pada anak dan dewasa), pasien tidak pernah

tanpa gejala di dalam kriteria A, selama 2 bulan.

C. Tidak ada episode depresif, episode manik, atau episode campuran selama 2 tahun

gangguan.

Catatan: setelah 2 tahun pertama (1 tahun pada anak dan remaja) gangguan siklotimik,

mungkin terdapat episode manik atau campuran yang juga tumpang tindih (pada

30

Page 31: tugas psikiatri koas

[Type text]

kasus tersebut, gangguan bipolar I dan gangguan siklotimik dapat didiagnosis) atau

episode depresif berat (pada kasus tersebut, gangguan bipolar II dan gangguan

siklotimik dapat didiagnosis).

D. Gejala kriteria A sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam gangguan skizoefektif dan

tidak tumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofeniform, gangguan waham,

atau gangguan psikotik yang tidak tidak tergolongkan.

E. Gejala tidak disebabkan pengaruh fisiologis langsung, zat (contoh penyalahgunaan

obat, pengobatan), atau keadaan medis umum (contoh hipertiroidisme).

F. Gejala menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi

sosial, pekerjaan, atau area fungsi lain.

Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder.

4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association; copyright 2000,

dengan izin.

Tanda dan Gejala. Gejala gangguan siklotimik identik dengan gejala gangguan bipolar II,

kecuali bahwa gejala gangguan siklotimik umumnya lebih ringan. Meskipun demikian,

kadang-kadang keparahan gejala dapat setara tetapi dengan durasi yang lebih singkat

daripada yang ditemukan pada gangguan bipolar II. Sekitar setengah dari semua pasien

dengan gangguan siklotimik memiliki gejala depresi sebagai gejala utama, dan pasien seperti

ini paling cenderung mencari bantuan psikiatri ketika sedang depresi. Beberapa pasien

dengan gangguan siklotimik terutama memiliki gejala hipomanik dan cenderung lebih jarang

berkonsultasi dengan psikiater daripada pasien depresi. Hampir semua pasien dengan

gangguan siklotimik memiliki periode gejala campuran dengan iritabilitas yang nyata.

Sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik yang ditemui oleh psikiater tidak

berhasil di dalam kehidupan profesional maupun sosial karena gangguan mereka tetapi

sejumlah kecil pasien berhasil, terutama untuk mereka yang bekerja untuk waktu yang lama

dan tidur hanya sedikit. Kemampuan sejumlah orang mengendalikan gejala gangguan

bergantung pada berbagai atribut individual, sosial, dan budaya.

Kehidupan sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik sulit. Siklus gangguan

cenderung lebih singkat daripada siklus di dalam gangguan bipolar I. Di dalam gangguan

siklotimik, perubahan mood terjadi tidak tentu dan mendadak serta kadang-kadang terjadi

dalam beberapa jam. Periode mood normal dan sifat perubahan mood yang tidak dapat

diduga menimbulkan stres yang hebat. Pasien sering merasa mood mereka tidak dapat

31

Page 32: tugas psikiatri koas

[Type text]

dikendalikan. Pada periode iritabel dan campuran, mereka dapat terlibat di dalam perseteruan

tanpa pencetus dengan teman, keluarga, atau pekerja.

Penyalahgunaan Zat. Penyalahgunaan alkohol dan zat lain lazim ditemukan pada

pasien gangguan siklotimik, yang menggunakan zat baik untuk mengobti diri sendiri (dengan

alkohol, benzodiazepin, dan marijuana) atau bahkan untuk memperoleh rangsangan lebih

lanjut (dengan kokain, amfetamin, dan halusinogen) ketika mereka dalam keadaan manik.

Sekitar 5 sampai 10 persen pasien dengan gangguan siklotimik mengalami ketergantungan

zat. Orang-orang dengan gangguan ini sering memiliki riwayat perpindahan geografis,

keterlibatan dalam pemujaan religius, dan pecinta seni.

Diagnosis Banding

Ketika diagnosis gangguan siklotimik sedang dipikirkan, semua penyebab medis dan

penyebab terkait zat yang memungkinkan pada depresi dan mania seperti kejang dan zat

tertentu (kokain, amfetamin, dan steroid) harus dipertimbangkan. Gangguan kepribadian

ambang, antisosial, histrionik, dan narsistik juga harus dipertimbangkan di dalam diagnosis

banding. Gangguan defisit perhatian/hiperaktivitas (ADHD) dapat sulit dibedakan dengan

gangguan siklotimik pada anak dan remaja. Percobaan dengan stimulan membantu sebagian

besar pasien dengan gangguan defisit perhatian/ gangguan hiperaktivitas dan memperburuk

gejala pada sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik. Kategori diagnostik gangguan

bipolar II ditandai dengan kombinasi episode depresi berat dan episode hipomanik.

Perjalanan Gangguan dan Prognosis

Beberapa pasien dengan gangguan siklotimik ditandai sebagai orang yang sensitif,

hiperaktif, atau tergantung mood seperti anak-anak. Awitan gejala nyata gangguan siklotimik

muncul pertama pada usia belasan atau 20 awal. Munculnya gejala saat itu menghambat

kinerja seseorag di sekolah serta kemampuan menjalin pertemanan dengan kawan sebaya.

Reaksi pasien terhadap gangguan tersebut bervariasi; pasien dengan pertahanan ego atau

strategi koping yang adaptif memiliki hasil yang lebih baik daripada pasien dengan strategi

kopinh yang buruk. Sekitar sepertiga dari semua pasien dengan gangguan siklotimik

mengalami gangguan mood berat, paling sering gangguan bipolar II.

Terapi

Terapi Biologis. Obat penstabil mood dan antimanik adalah terapi lini pertama bagi pasien

dengan gangguan siklotimik. Walaupun data percobaan terbatas pada stdi dengan litium, agen

32

Page 33: tugas psikiatri koas

[Type text]

antimanik lain—contohnya, karbamazepin dan valproat (Depakene)—dilaporkan efektif.

Dosis dan konsentrasi plasma agen ini harus sama dengan dosis dan konsentrasi plasma pada

gangguan bipolar I. Terapi antidepresan pada pasien antidepresi dengan gangguan siklotimik

harus diberikan secara hati-hati karena pasien ini memiliki peningkatan kerentanan terhadap

episode manik atau hipomanik yang diinduksi antidepresan. Sekitar 40 sampai 50 persen

pasien dengan gangguan siklotimik yang diterapi dengan antidepresan mengalami episode

tersebut. Antikonvulsan seperti gabapentin berguna bagi beberapa pasien. Klomazepam

berguna untuk mengendalikan pasien siklotimik yang mengalami agitasi secara periodik.

Terapi psikososial. Psikoterapi untuk pasien dengan gangguan siklotimik paling baik

ditujukan untuk meningkatkan kesadaran pasien akan kondisi mereka dan membantunya

membentuk mekanisme koping untuk mood swing mereka. Terapis biasanya perlu membantu

pasien memperbaiki kerusakan, baik yang terkait dengan pekerjaan maupun keluarga, yang

dilakukan selama episode hipomania. Karena sifat jamngka panjang gangguan siklotimik,

pasien sering membutuhkan terapi seumur hidup. Terapi keluarga dan kelompok dapat

bersifat mendukung, mendidik, dan terapeutik bagi paisen dan mereka terlibat di dalam

kehidupan pasien. Psikiater yang melakukan psikoterapi mampu mengevaluasi derajat

siklotimia dan juga menyediakan sistem peringatan dini untuk mencegah serangan manik

full-blown.

33

Page 34: tugas psikiatri koas

[Type text]

DAFTAR PUSTAKA

Sadock B. J, Virginia A. Sadock. Kaplan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Dalam

Gangguan Mood/ Suasana Perasaan. Distimia dan Siklotimia. Edisi 2. EGC. Jakarta: 2010. P.

218-23

34

Page 35: tugas psikiatri koas

[Type text]

GANGGUAN PANIK

Definisi

Menurut DSM-IV, gangguan panik adalah gangguan yang sekurang-kurangnya

terdapat 3 serangan panik dalam waktu 3 minggu dan tidak dalam kondisi stres berat

atau dalam situasi yang mengancam kehidupan. Gangguan panik bersifat rekuren

(kambuh) dan akan mengakibatkan terjadinya serangan panik yang tidak diduga-duga

dan mencapai puncaknya kurang dari 10 menit. 2

Terdapat 3 model fenomenologi gangguan panik yaitu :

a. Serangan panik akut

Ditandai oleh timbulnya peningkatan aktifitas sistem saraf otonom secara

mendadak dan spontan disertai perasaan ketakutan. Serangan ini berakhir 10-30 menit

dan dapat kembali normal.1,2

b. Antisipasi kecemasan

Ditandai dengan perasaan takut bahwa serangan akan timbul kembali.

Keadaan ini jarang kembali normal karena sesudah serangan biasanya penderita sudah

dalam kondisi kronis dan selalu mengantisipasi terhadap onset serangan.1,2

c.Menghindari fobia

Adalah kondisi panik yang berkembang menjadi perilaku menghindar atau

fobia. Penderita menjadi ketakutan akan timbulnya serangan panik sehingga penderita

menghindari situasi tersebut. 2

Epidemiologi

Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk

gangguan panik adalah 1,5-5 % dan untuk serangan panik adalah 3 – 5.6 %. Sebagai

contohnya, satu penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang dewasa yang dipilih

secara acak di Texas menemukan bahwa angka prevalensi seumur hidup adalah 3,8 %

untuk gangguan panik, 5,6 % untuk serangan panik, dan 2,2 % untuk serangan panik

dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria diagnostik lengkap.1,2

Jenis Kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari pada laki-laki, walaupun

kurangnya diagnosis gangguan panik pada laki-laki mungkin berperan dalam distribusi

yang tidak sama tersebut. Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih non-

35

Page 36: tugas psikiatri koas

[Type text]

Hispanik, dan kulit hitam adalah sangat kecil. Faktor sosial satu-satunya yang dikenali

berperan dalam perkembangan gangguan panik adalah riwayat perceraian atau

perpisahan yang belum lama. Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda -

usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun, tetapi baik gangguan panik maupun

agorafobia dapat berkembang pada setiap usia. Sebagai contohnya. gangguan panik telah

dilaporkan terjadi pada anak-anak dan remaja. dan kemungkinan kurang diagnosis pada

mereka.1,2

Etiologi dan patogenesis

Faktor Biologis

Penelitian tentang dasar biologis untuk gangguan panik telah menghasilkan

berbagai temuan; satu interpretasi adalah bahwa gejala gangguan panik dapat

disebabkan oleh berbagai kelainan biologis di dalam struktur otak dan fungsi otak.

penelitian tersebut dan penelitian lainnya telah menghasilkan hipotesis yang

melibatkan disregulasi sistem saraf perifer dan pusat di dalam patofisiologi gangguan

panik. Sistem saraf otonomik pada beberapa pasien gangguan panik telah dilaporkan

menunjukkan peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat terhadap stimuli

yang berulang, dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli yang sedang. Sistem

neurotransmiter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan gamma-

aminobutyric acid (GABA).1,2,4

Faktor Genetika

Bahwa gangguan ini memiliki komponen genetika yang jelas. Angka

prevalensi tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan panik.

Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko gangguan panik

sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien dengan gangguan

panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan

gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar monozigot.1,2,4

Faktor Psikososial

Baik teori kognitif perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan untuk

menjelaskan patogenesis gangguan panik dan agoraphobia. Teori kognitif perilaku

menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dipelajari baik dari perilaku

modeling orang tua atau melalui proses pembiasan klasik.1,2,4

36

Page 37: tugas psikiatri koas

[Type text]

Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari pertahanan

yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan kecemasan. Apa yang

sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan menjadi suatu perasaan

ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala somatik.1,2,4

Peneliti menyatakan bahwa penyebab serangan panik kemungkinan

melibatkan alam bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis

serangan panik mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh

reaksi psikologis.1,2,4

2.4 Gambaran Klinis

Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda akan terjadi serangan

panik, walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan,

kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma emosional. Serangan sering dimulai dengan

periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit.Gejala mental utama

adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat.Pasien

biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya.Pasien mungkin merasa

kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian.Tanda fisik adalah

takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat.Pasien seringkali mencoba untuk

mencari bantuan.Serangan biasanya berlangsung 20 sampai 30 menit dan jarang lebih

lama dari 1 jam.1,2

Gejala penyerta

Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada

beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama dengan gangguan

panik.  Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang

dengan gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan

mental.2

Disamping agorapobia, fobia lain dan gangguan obsesi kompulsif dapat terjadi

bersama dengan gangguan panik. Akibat psikologis dari gangguan panik dan agorafobia

selain pertengkaran perkawinan, dapat berupa waktu terbuang ditempat kerja, kesulitan

finansial yang berhubungan dengan hilangnya pekerjaan dan penyalahgunaan alkohol

dan zat lain.2

37

Page 38: tugas psikiatri koas

[Type text]

2.5 Diagnosis

Menurut DSM-IV, kriteria diagnosis gangguan panik harus dibuktikan dengan

adanya serangan panik yang berkaitan dengan kecemasan persisten berdurasi lebih dari 1

bulan terhadap: (1)serangan panik baru (2) konsekuensi serangan, atau (3) terjadi

perubahan perilaku yang signifikan berhubungan dengan serangan. Selain itu untuk

mendiagnosis serangan panik, kita harus menemukan minimal 4 gejala dari 13 gejala

berikut ini:

Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan

Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila

Takut mati

Leher serasa dicekik

Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat

Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada

Merasa sesak, bernapas pendek

Mual atau distress abdominal

Gemetaran

Berkeringat

Rasa panas dikulit, menggigil

Mati rasa, kesemutan

Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri) 2

Selama serangan panik pasien senantiasa berkeinginan untuk kabur dan merasa

ajalnya hampir menjelang akibat perasaan terkecekik dan berdebar-debar. Gejala lain

yang dapat timbul pada serangan panik adalah sakit kepala, tangan terasa dingin,

timbulnya pemikiran-pemikiran yang mengganggu, dan merenung.2

Menurut PPDGJ-III gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama

bila tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik.3

Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas

berat dalam masa kira-kira satu bulan :

1. Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.

2. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga

sebelumnya (unpredictable situation)

3. Dengan keadaan yang relatif dari gejala-gejala anxietas pada periode diantara

serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi juga

38

Page 39: tugas psikiatri koas

[Type text]

“anxietas antipsikotik” yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan

sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi. 3

2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah sejumlah

gangguan medis dan juga gangguan mental.1,2,3

Diagnosis banding organik untuk gangguan panik dapat dilihat pada tabel dibawah:

Etiologi Contoh

Penyakit kardiovaskuler Anemia, angina, gagal jantung kongesif,

keadaan adrenergik beta hiperaktif, hiertensi,

prolapsus katup mitral, infark miokardium,

takikardi atrium paradoksal.

Penyakit pulmonal Asma, hiperventilasi, embolus paru-paru

Penakit neuroloigs Penyakit serebrovaskuler, epilepsy, penyakit

Huntington, infeksi, penyakit meniere, sklerosis

multiple, serangan iskemik transien, tumor,

penyakit Wilson.

Penyakit endokrin Penyakit Addison, sindrom karsinoid, sindrom

chusing, diabetes, hipertiroidisme,

hipoglikemia, hipopaatiroidismer, ganguan

menopause, feokromasitoma, sindrom

prementruasi

Intoksikasi obat Amfetamin, amyl ntrite, antikolinergik, kokain

Halusinogen Marijuana, nikotin, theophyline.

Putus obat Alcohol, antihipertensi, opiate dan opioid,

sedative-ipnotik,

Kondisi lain Anafilaksis, defisiensi B12, gangguan elektrolit,

keracunan logam berat, infeksi sistemik, Lupus,

eritemtous sistemik, arteritis temporalis,

uremia.

Tabel 1 : diagnosis banding organik untuk gangguan panik1

39

Page 40: tugas psikiatri koas

[Type text]

Diagnosis banding psikiatrik untuk gangguan panik adalah pura-pura, gangguan

buatan, hiponkondriasis, gangguan depersonalisasi, fobia social dan spesifik, gangguan

stress pascatraumatik, gangguan depresif, dan skizofrenia.

Terapi

Psikoterapi

Cognitive-behavioral therapy (CBT)

CBT, dengan atau tanpa farmakoterapi, merupakan terapi pilihan untuk

gangguan panik, dan terapi ini harus diberikan pada semua pasien.CBT memiliki

efikasi yang lebih tinggi dalam mengatasi gangguan panik dan biayanya lebih murah.

Selain itu tingkat drop out dan relaps juga lebih rendah jika dibandingkan dengan

terapi farmakologi. Meskipun begitu, hasil yang lebih superior dapat dihasilkan dari

kombinasi CBT dan famakoterapi.4,5,6

Beberapa Metode CBT

Terdapat beberapa metode CBT, beberapa diantaranya yakni metode

restrukturisasi, terapi relaksasi, terapi bernapas, dan terapi interocepative.Inti dari

terapi CBT adalah membantu pasien dalam memahami cara kerja pemikiran otomatis

dan keyakinan yang salah dapat menimbulkan respon emosional yang berlebihan,

seperti pada gangguan panik.4,5,6

Terapi restrukturisasi,melalui terapi ini pasien dapat merestrukturisasi isi

pikirannya dengan cara mengganti semua pikiran – pikiran negatif yang dapat

mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan yang dapat memicu serangan panik

dengan pemikiran-pemikiran positif.4

Terapi relaksasi dan bernapas dapat digunakan untuk membantu pasien

mengontrol kadar kecemasan dan mencegah hypocapnia ketika serangan panik terjadi.

Semua jenis CBT seperti di atas dapat dilakukan pasien dengan atau tanpa melibatkan

dokter.4

Namun salah satu metode CBT seperti interoceptive therapy,dalam terapi ini

setiap pasien mengalami serangan, serangan tersebut diinduksi dalam lingkungan

yang terkontrol untuk memungkinkan pasien untuk menghadapi rasa takutnya dan

belajar menguasainya. Latihan seperti ini berlangsung selama satu menit.Interoceptive

theraphyterbukti berhasil pada 87% pasien harus dilakukan dengan bantuan dokter di

suatu lingkungan yang terkontrol. Karena terapi ini dilakukan dengan memberikan

paparan yang dapat menstimulus serangan panik pasien dengan cara

40

Page 41: tugas psikiatri koas

[Type text]

meningkatkannya sedikit demi sedikit hingga pasien mengalami desensitasi terhadap

stimulus tersebut. Adapun beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk

mendesensitasi gangguan panik antara lain:

Hiperventilasi disengaja – ini dapat mengakibatkan kepala pusing, derealisasi,

dan pandangan menjadi kabur

Melakukan putaran pada kursi ergonomis – ini dapat mengakibatkan rasa

pusing dan disorientasi

Bernapas melalui pipet – ini dapat mengakibatkan sesak napas dan konstriksi

saluran napas

Menahan napas - ini dapat menciptakan sensasi seperti pengalaman

menjelang ajal

Menegangkan badan – untuk menciptakan perasaan tegang dan waspada

Semua tindakan di atas dilakukan tidak boleh lebih dari 1 menit.Kuncinya

dari teknik di atas adalah menciptakan sejumlah stimulus yang menyerupai serangan

panik.Latihan-latihan tersebut diulangi 3-5 kali sehari hingga pasien tidak lagi

merasakan kepanikan terhadap stimulus seperti itu. Biasanya butuh waktu hingga

beberapa minggu untuk dapat mencapai hal itu.1,2

Pemaparan terhadap stimulus tersebut dilakukan agar pasien dapat belajar

melalui pengalaman bahwa semua sensasi internal yang dia rasakan seperti sesak

napas, pusing dan pandangan yang kabur bukanlah hal yang harus ditakuti. Ketika

pasien mulai menyadari hal tersebut maka secara otomatis, hippocampus dan

amygdala, yang merupakan pusat emosi, akan ikut mempelajarinya sebagai hal yang

tidak perlu ditakuti, sehingga respon sistem simpatik akan ikut berkurang.1,2

Farmakoterapi

Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi gangguan

panik, yakni golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI (Monoamine oxidase inhibitor).

Sedangkan golongan benzodiazepin hingga saat ini masih dianggap kontroversial

dalam terapi gangguan panik.4,5,6

What are the first-line treatments? SSRIs and the SNRI venlafaxine

Cognitive-behavorial therapy

When should treatment be stopped because

the lack of efficacy?

After 4-6 weeks

41

Page 42: tugas psikiatri koas

[Type text]

What if partial response occurs after 4-6

weeks?

Treat another 4-6 weeks with increased dose

before changing the treatment strategy

What are the treatment options for treatment-

resistant cases?

- Switching from one SSRI to another

- Switching from venlafixine to an

SSRI or vice verca

- Switching to tricyclic antidepressants

- Switching to benzodiazepines,

reboxetine, phenelzine, or

moclobeminde.

- Switching to drugs that have been

effective in preliminary open studies

or case reports: mirtazapine,

valproate, inositol, ondansetron,

gabapentin, tiagabine, vigabatrin

- Switching to drugs that were effective

in other anxiety disorders in double-

blind, placebo-controlled studies:

duloxetine, quetiapine, buspirone.

Can antipanic drugs be combined? Usually, monotherapy is the better option.

Combinations of drug may be used in

treatment-resistant cases. These combination

are supported by studies:

- Benzodiazepines may be used in

combination in the first weeks, before

onset of efficacy of the

antidepressants.

- Augmentation of fluoxetine with

pindodol

- Augmentation of clomipramine with

lithium

- Augmentation with olanzapine

Tabel 2. algoritme Penatalaksanaan Gangguan Panik (Stein, DJ et al. Textbook of Anxiety

Disorders, 2009)

1. Golongan SSRI (Serotonin-selective reuptake inhibitors)

42

Page 43: tugas psikiatri koas

[Type text]

Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai dalam

rentang 2 minggu sejak serangan panik terjadi karena SSRI dapat memicu serangan

panik pada pemberian awal. Oleh karena itu dosis SSRI dimulai dari yang terkecil lalu

ditingkatkan secara perlahan di setiap kesempatan follow up berikutnya.

Mekanisme Kerja SSRI

SSRI dipercaya dapat meningkatkan kadar serotonin di ekstraselular dengan

cara menghambat pengambilan kembali serotonin ke dalam sel presinaptik sehingga

ada lebih banyak serotonin di celah sinaptik yang dapat berikatan dengan reseptor sel

post-sinaptik. SSRI memiliki tingkat selektivitas yang cukup baik terhadap transporter

monoamin yang lain, seperti pada transporter noradrenaline dan dopamine, SSRI

memiliki afinitas yang lemah terhadap kedua reseptor tersebut sehingga efek

sampingnya lebih sedikit. 5,6

SSRI merupakan obat psikotropik pertama yang dianggap memiliki desain

obat rasional, karena cara kerjanya benar-benar spesifik pada suatu target biologi

tertentu dan memberikan efek berdasarkan target tersebut. Oleh karena itu SSRI

digunakan secara luas di hampir semua negara sebagai lini pertama pengobatan

antipanik.5,6

SSRI dapat diberikan selama 2-4 minggu, dan dosisnya dapat ditingkatkan

secara bertahap tergantung pada kebutuhan.Semua jenis SSRI yang dikenal saat ini

memiliki efektifitas yang baik dalam menangani gangguan panik.Salah satunya,

Fluoxetine dalam tablet salut memiliki masa paruh waktu yang panjang sehingga

cocok digunakan untuk pasien yang kurang patuh minum obat. Selain itu waktu paruh

yang panjang dapat meminimalisir efek withdrawl yang dapat terjadi ketika pasien

lelah atau tiba-tiba menghentikan penggunaan SSRI.2,4

Contoh Obat Golongan SSRI 1,2

Fluoxetine

Fluoxetine secara selektif menghambat reuptake seotonin presinaptik, dengan

efek minimal atau tanpa efek sama sekali terhadap reuptake norepinephrine atau

dopamine.

43

Page 44: tugas psikiatri koas

[Type text]

Paroxetine

Ini merupakan SSRI alternatif yang bersifat sedasi karena cara kerjanya

merupakan inhibitor selektif yang poten terhadap serotonin neuronal dan

memiliki efek yang lemah terhadap reuptake norepinephrine dan dopamine.

Sertraline

Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi yang lemah pada

reuptake norephinephrine dan dopamine neuronal.

Fluvoxamine

Fluoxamine merupakan inhibitor selektif yang juga poten pada reuptake serotonin

neuronal serta secara signifikan tidak berikatan pada alfa-adrenergik, histamine

atau reseptor kolinergik sehingga efek sampingnya lebih sedikit dibanding obat-

obatan jeis trisiklik.

Citalopram

Citalopram meningkatkan aktivitas serotonin melalui inhibisi selektif reuptake

serotonin pada membran neuronal.Efek samping antikolinergik obat ini lebih

sedikit.

Escitalopram

Escitalopram merupakan enantiomer citalopram. Mekanisme kerjanya mirip

dengan citalopram.

Efek Samping SSRI

Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama ketika

tubuh mulai mencoba beradaptasi dengan obat (kecuali efek samping seksual yang

timbul pada fase akhir pengobatan). Biasanya penggunaan SSRI mencapai 6-8

minggu ketika obat mulai mendekat potensi terapi yang menyeluruh. Adapun

beberapa efek samping SSRI antara lain: anhedonia, insomnia, nyeri kepala, tinitus,

apati, retensi urin, perubahan pada perilaku seksual, penurunan berat badan, mual,

muntah dan yang ditakutkan adalah efek sampinng keinginan bunuh diri dan

meningkatkan perasaan depresi pada awal pengobatan.5,6

2. Golongan Tricyclic/Trisiklik

Golongan trisiklikzat kimia heterosiklik yang awalnya digunakan untuk

mengatasi depersi.Pada awal penemuannya, golongan trisiklik merupakan pilihan pertama

untuk terapi depresi. Meskipun masih dianggap memiliki efektifitas yang tinggi, namun

44

Page 45: tugas psikiatri koas

[Type text]

saat ini penggunaannya mulai digantikan oleh golongan SSRI dan antidepresan lain yang

terbaru.5,6

Beberapa golongan trisiklik memiliki kelebihan di antaranya, dosisnya cukup

1x/hari, rendah resiko ketergantungan, dan tidak perlu ada pantangan makanan.TCA

memiliki keunggulan dosis sekali sehari, berisiko rendah untuk terjadi

ketergantungan.Namun 35% penggunanya langsung menghentikan pengobatan karena

efek samping yang tidak menyenangkan.Golongan trisiklik harus dimulai dengan dosis

kecil untuk menghindari amphetamine like stimulation. Biasanya pengobatan dengan

menggunakan trisiklik membtuhkan waktu sekitar 8-12 minggu untuk mencapai respon

terapi.2

Trisiklik masih tetap digunakan dalam terapi terutama untuk depresi atau panik

yang resisten terhadap obat antipanik terbaru.Selain itu golongan trisiklik tidak

menyebabkan ketergantungan sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.

Hanya saja kelemahan golongan ini adalah, efek sampingnya biasanya mendahului efek

terapi sehingga banyak pasien yang justru segera menghentikan pengobatan meskipun

efek terapinya belum tercapai.1,2

Mekanisme Kerja Trisiklik

Mekanisme kerja kebanyakan trisiklik menyerupai cara kerja SNRI (serotonin-

norepinephrine reuptake inhibitor) dengan cara memblok transporter serotonin dan

norepinephrine, sehingga terjadi peningkatan neurotransmiter ekstraseluler yang dapat

bereaksi dalam proses neurotransmisi. TCA sama sekali tidak bereaksi terhadap

transporter dopamin sehingga efek samping akibat peningkatan dopamin seperti

halusinasi dapat berkurang.5,6

Selain bereaksi pada reseptor norepinephrine dan serotonin, trisiklik juga

bereaksi sebagai antagonis pada neurotransmiter 5-HT2 (5-HT2A and 5-HT2C), 5-HT6, 5-

HT7, α1-adrenergic, and NMDAreceptors, dan sebagai agonists pada sigma receptors (σ1

and σ2), yang memberikan kontribusi pada efek terapi dan efek sampingnya. Trisiklik

juga dikenal sebagai antihistamin dan antikolinergik kuat karena dapat bereaksi dengan

reseptor histamine dan asetilkolin muskarinik.6

Kebanyak trisiklik juga dapat menghambat kanal natrium dan kalsium, sehingga

dapat bekerja seperti obat-obatan natrium channel blocker dan calcium channel blocker.

Karena itu penggunanaan berlebih trisiklik dapat menyebabkan kardiotoksik.5,6

Contoh Obat Trisiklik1,2

45

Page 46: tugas psikiatri koas

[Type text]

Imipramine

Imipramine menghambat reuptake norepinephrine dan srotonin pada neuron

presinaptikin.

Desipramine

Desipramine dapat meningkatkan konsentrasi norepinephrine pada celah sinaptik SSP

dengan ara menghambat reuptakenya di membran presinaptik. Hal ini dapat

menyebabkan efek desensitasi pada adenyl cyclase, menurunkan regulasi reseptor

beta-adrenergik, dan regulasi reseptor serotonin.

Clomipramine

Obat ini berefek langsung pada uptake serotonin sedangakan pada efeknya uptake

norepinephrine terjadi ketika obat ini diubah menjadi metabolitnya,

desmethylclomipramine.

Efek Samping Trisiklik5,6

Ada banyak efek samping yang dapat disebabkan oleh trisiklik yang

berkaitan dengan antimuskarinik-nya. Beberapa di antaranya adalah mulut kering,

hidung kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, gangguan memori dan

peningkatan temperatur tubuh.

Efek samping lainnya adalah pusing, cemas, anhedonia, bingung, sulit tidur,

akathisia, hipersensitivitas, hipotensi, aritmia serta kadang-kadang rhabdomiolisis.

3. MAO Inhibitor

Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) merupakan salah satu jenis

antidepresi yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan panik.Pada masa lalu

golongan ini digunakan untuk mengatasi gangguan panik dan depresi yang sudah

resisten terhadap golongan trisiklik.5

MAO paling efektif digunakan pada gangguan panik yang disertai

agoraphobia. Selain itu MAO juga dapat digunakan untuk mengatasi migraine dan

penyakit parkinson karena target dari obat ini adalah MAO-B yang berperan dalam

timbulnya nyeri kepala dan gejala parkinson.5,6

Kelebihan MAO adalah tingkat ketergantungan terhadap obat ini rendah dan

efek antikolinergiknya lebih sedikit dibanding obat golongan trisiklik.

46

Page 47: tugas psikiatri koas

[Type text]

MAOI lebih efektif dibandingkan obat trisiklik, dan laporan anekdotal

menyatakan bahwa pasien yang tidak berespon terhadap trisiklik kemungkinan

berespon terhadap MAOI.5

Cara Kerja MAOI

MAOI bekerja dengan cara menghambat aktivitas monoamine oxidase,

sehingga ini dapat mencegah pemecahan monoamine neurotransmitters dan

meningkatkan avaibilitasnya. Terdapat 2 jenis monoamine oxidase, MAO-A dan

MAO-B. MAO-A berkaitan dengan deaminasi serotonin, melatonin, epinephrine and

norepinephrine.Sedangkan MAO-B mendeaminasi phenylethylamine and trace

amines.Dopamine dideaminasi oleh keduanya.5

Contoh Obat MAOI 1,2

Phenelzine

Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering digunakan dalam

mengatasi gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan merlalui superioritas yang jelas

terhadap placebo dalam percobaan double-blind untuk mengatas gangguan panik.

Obat ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak respon terhadap obat golongan

trisiklik atau obat antidepresi golongan kedua.

Tranylcypromine

Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik karena berikatan secara ireversibel

pada MAO sehingga dapat mengurangi pemecahan monoamin dan meningkatkan

avaibilitas sinaptik.

Efek Samping MAOI 5,6

Ketika dikonsumsi peroral, MAOI menghambat katabolisme amine.

Sehingga ketika makanan yang mengandung tiramin dikonsumsi, seseorang dapat

menderita krisis hipertensi. Jika makanan yang mengandung tiptofan dimakan juga,

maka hal ini dapat menyebabkan hiperserotonemia. Jumlah makanan yang dibutuhkan

hingga menimbulkan reaksi berbeda-beda pada tiap individu.

Mekanisme pasti mengapa konsumsi tiramin dapat menyebabkan krisis

hipertensi pada pengguna obat MAOI belum diketahui, tapi diperkirakan tiramin

menggantikan norepinefrin pada penyimpanannya di vesikel, dalam hal ini

norepinefrin terdepak oleh tiramin. Hal ini dapat memicu aliran pengeluaran

47

Page 48: tugas psikiatri koas

[Type text]

norepinefrin sehingga dapat menyebabkan krisis hipertensi. Teori lain menyatakan

bahwa proliferasi dan akumulasi katekolamin yang menyebabkan krisis hipertensi.

Beberapa makanan yang mengandung tiramin antara lain hati, makanan yang

difermentasi dan zat-zat lain yang mengandung levodopa seperti kacang-kacangan.

Makanan-makanan itu harus dihindarkan dari pengguna MAOI.

4. Golongan Benzodiazepin

Pemakaian benzodizepin untuk gangguan panik adalah terbatas karena

permasalahan tentang ketergantungan, gangguan kognitif dan penyalahgunaan. Tetapi

benzodizepin efektif dalam gangguan panik dan mungkin memiliki onset yang lebih

cepat (onset mencapai satu sampai dua minggu, mencapai puncak setelah empat sampai

delapan minggu) dibandingkan farmakoterapi lainnya. 5

Cara Kerja Benzodiazepin5,6

Benzodiazepin bekerja dengan cara meningkatkan efek neurotransmiter GABA

(gamma-butyric acid), yang berakibat pada inhibisi fungsi eksitasi sehingga dapat

menimbulkan kantuk, menekan kecemasan, anti-kejang, melemaskan otot dan dapat

mengakibatkan amnesia.

Ada 3 jenis benzodiazepin yakni yang short acting, intermediate acting dan long

acting. Benzodiazepin short- dan intermediate acting digunakan untuk mengatasi

insomnia sedangkan yang golongan long-acting digunakan untuk mengatasi gangguan

panik.

Contoh Obat Benzodiazepin1,2

Lorazepam

Lorazepam merupakan suatu hipnotik-sedatif yang memiliki efek onset singkat dan

paruh waktunya tergolong intermediate. Dengan meningkatkan aksi GABA, yang

merupakan inhibitor utama di otak, lorazepam dapat menekan semua kerja SSP,

termasuk sistem limbik dan formasi retikuler.

Clonazepam

Clonazepam menfasilitasi inhibisi GABA dan transmiter inhibitorik lainnya. Selain

itu, obat ini memiliki waktu paru yang relatif panjang sekitar 36 jam.

48

Page 49: tugas psikiatri koas

[Type text]

Alprazolam

Alprazolam merupakan terapi pilihan untuk manajemen serangan panik.Obat ini dapat

terikat pada reseptor-reseptor pada beberapa bagian otak, termauk sistem limbik dan

RES. Meskipun begitu banyak ahli yang tidak menyarankan penggunaan alprazolam

dalam waktu lama karena tingkat ketergantungannya sangat tinggi.

Diazepam

Diazepam meruapakan salah satu jenis benzodiazepin yang potensinya rendah.Namun

dapat digunakan untuk mengatasi serangan panik.

Efek Samping Benzodiazepin

Efek samping yang paling sering ditemukan pada benzodiazepin biasanya

berkaitan dengan efek sedasi dan relaksan ototnya.Beberapa di antaranya adalah

mengantuk, pusing, dan penurunan konsentrasi dan kewaspadaan.Kurangnya

koordinasi bisa mengakibatkan jatuh dan kecelakaan, terutama pada orang tua. Akibat

lain dari benzodiazepin adalah penurunan kemampuan menyetir sehingga dapat

berakibat pada tingginya angka kecelakaan.

Efek samping lainnya adalah hipotensi dan penekanan pusat pernapasan

terutama pada penggunaan intravena. Beberapa efek samping lain yang dapat timbul

pada penggunaan benzodiazepin adalah mual, muntah, perubahan selera makan,

pandangan kabur, bingung, euforia, depersonalisasi dan mimpi buruk. Beberapa kasus

juga menunjukkan bahwa benzodiazepin bersifat liver toksik.10,12

5. Serotonin Reuptake Inhibitor/Antagonist

Mekanisme kerja obat ini belum terlalu dipahami. Namun diketahui obat ini

dapat mengatasi gangguan panik dengan cara kerja yang berbeda dari MAOI, serta

tidak seperti obat jenis amphetamine, obat ini tidak menstimulasi CNS.5

Contoh Obat1,2

Trazodone

Trazodone sangat berguna dalam terapi gangguan panik yang disertai agorafobia.

Pada hewan, obat ini secara selektif mampu menghambat uptake serotonin melalui

sinaptosom otak dan mepotensiasi perubahan perilaku melalui induksi prekursor

serotonin, 5-hidroksitriptofan.

6. Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitors

49

Page 50: tugas psikiatri koas

[Type text]

Ini merupakan salah golongan antipanik terbaru. Cara kerja obat ini adalah

mencegah reuptake inhibitor serotonin-norepinefrin sehingga dapat mengatasi

kepanikan.5

Contoh Obat

Venlafaxine

Venlafaxine merupakan salah satu contoh obat inhibitor reuptake

serotonin/norepinephrine selain itu cara kerja obat ini adalah menurunkan regulasi

reseptor beta.

Sediaan obat anti-panik dan dosis anjuran

No Nama Generik Golongan Sediaan Dosis Anjuran

1. Imipramine Trisiklik Tab. 25 mg 75-150 mg/hari

2. Clomipramine Tab. 25 mg 75-150 mg/hari

3. Alprazolam

Benzodiazepin

Tab. 0,25-0,5-1

mg

3x 0,25-0,5 mg/hari

4. Diazepam Tab. 25 mg Peroral 10-30

mg/hari, 2-3x/hari,

Parental IV/IM 2-

10 mg/kali, setiap

3-4 jam

5. Klordiazepoksoid Tab. 5 mg

Caps. 5 mg

15-30 mg/hari

2-3 x/hari

6. Lorazepam Tab. 0,5-2 mg 2-3x 1 mg/hari

7. Clobazam Tab. 10 mg 2-3x 10 mg/hari

8. Brumazepin Tab. 1,5-3-6 mg 3x 1,5 mg/hari

9. Oksazolom Tab. 10 mg 2-3x 10 mg/hari

10. Klorazepat Caps. 5-10 mg 2-3x 5 mg/hari

11. Prazepam Tab. 5 mg 2-3x 5 mg/hari

12. Moclobemide RIMA (Reversible Inhibitor

of Monoamine Oxydase-A)

Tab. 150 mg 300-600 mg/hari

13. Sertraline

SSRI (Selective Serotonine

Tab. 50 mg 50-100 mg/hari

14. Fluoxetine Caps. 10-20 mg 20-40 mg/hari

15. Parocetine Tab. 20 mg 20-40 mg/hari

50

Page 51: tugas psikiatri koas

[Type text]

Reuptake Inhibitor)

16. Fluvoxamine Tab. 50 mg 50-100 mg/hari

17. Citalopram Tab. 20 mg 20-40 mg/hari

18. Buspiron Obat lain Tab. 10 mg 15-30 mg/hari

Tabel 3. Nama generik, golongan, sediaan, dan dosis anjuran anti panik1

2.8 Prognosis

Gangguan panik biasanya memiliki onsetnya selama masa remaja akhir atau

masa dewasa awal, walaupun onset selama masa anak-anak, remaja awal, dan usia

pertengahan dapat terjadi. Biasanya kronik dan bervariasi tiap individu.Frekuensi dan

keparahan serangan panik mungkin berfluktuasi.Serangan panik dapat terjadi

beberapa kali dalam sehari atau tidak terjadi sama sekali dalam satu bulan. Namun

demikian kira-kira 30-40% pasien tampaknya bebas dari gejala jangka panjang, kira-

kira 50% memiliki gejala yang cukup ringan yang tidak mempengaruhi kehidupannya

secara bermakna dan kira-kira 10-21 % terus memiliki gejala yang bermakna. 1,2

Depresi dapat mempersulit gambaran gejala pada kira-kira 40-80 % dari

semua pasien. Pasien dengan fungsi premorbid yang baik dan lama gejala singkat

cenderung memiliki prognosis yang baik.1,2

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumadewi I, Elvira SD. Gangguan Panik. Dalam: Buku Ajar Psikiatri Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi Kedua. Badan Penerbit FKUI. Jakarta: 2013.

P.258-63.

2. Sadock J Bejamin, Sadock A Virginia. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi kedua.ECG

Jakarta:2010. P.230 -33.

51

Page 52: tugas psikiatri koas

[Type text]

3. Departeman Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di

Indonesia III, cetakan pertama. P.177-9.

4. Stein DJ, Hollander E et al. Textbook of Anxiety Disorders. American Psychiatric

Publishing. 2009. P.399-435.

5. Lydiard RB, Johnson RH. Assessment and Management of Treatment-Resistance in

Panic Disorder. Focus psychiatry guideline. June 1, 2011. Vol IX ; No. 3. Diunduh

tanggal 1 Desember 2014.

6. Stein MB et al. Practice Guideline For The Treatment of Patients With Panic

Disorder. Second Edition. American Psychiatric Association guideline. 2009.

Diunduh tanggal 1 Desember 2014.

52

Page 53: tugas psikiatri koas

[Type text]

AGORAPHOBIA

1 Definisi

Agorafobia didefinisikan sebagai ketakutan berada sendirian di tempat-tempat publik

(sebagai contoh, supermarket), khususnya tempat dari mana pintu keluar yang cepat akan

sulit jika orang mengalami serangan panik. 3

2 Epidemiologi

Agorafobia maupun gangguan panik dapat berkembang pada setiap usia dengan usia

rata-rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun. Prevalensi seumur hidup agorafobia dilaporkan

terentang antara 0,6 persen sampai setinggi 6 persen. Dan pada penelitian yang dilakukan di

lingkungan psikiatrik dilaporkan sebanyak tiga perempat pasien yang terkena agorafobia

juga menderita gangguan panik. Hasil yang berbeda ditemukan pada lingkungan masyarakat

di mana separuh dari pasien yang menderita agorafobia tidak menderita gangguan panik.

Perbedaan hasil penelitian dan rentang prevalensi yang lebar diperkirakan karena kriteria

diagnostik yang bervariasi dan metoda penilaian yang berbeda. 3,4

3 Etiologi

Etiologi untuk agorafobia belum diketahui secara pasti, tapi patogenesis fobia

berhubungan dengan faktor-faktor biologis, genetik dan psikososial. 1,3,4

Keberhasilan farmakoterapi dalam mengobati fobia sosial dan penelitian lain yang

menunjukkan adanya disfungsi dopaminergik pada fobia sosial mendukung adanya faktor

biologis. Agorafobia diperkirakan dipicu oleh gangguan panik. Data penelitian

menyimpulkan bahwa gangguan panik memiliki komponen genetik yang jelas, juga

menyatakan bahwa gangguan panik dengan agorafobia adalah bentuk parah dari gangguan

panik, dan lebih mungkin diturunkan. 1,3,4,5

Dari faktor psikososial, penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak tertentu yang ada

predisposisi konstitusional terhadap fobia, memiliki temperamen inhibisi perilaku terhadap

yang tidak dikenal dengan stres lingkungan yang kronis akan mencetuskan timbulnya fobia.

Misalnya perpisahan dengan orang tua, kekerasan dalam rumah tangga dapat mengaktifkan

diatesis laten pada anak-anak yang kemudian akan menjadi gejala yang nyata. Menurut

Freud, fobia yang disebut sebagai histeria cemas disebabkan tidak terselesaikannya konflik

53

Page 54: tugas psikiatri koas

[Type text]

oedipal masa anak-anak. Objek fobik merupakan simbolisasi dari sesuatu yang berhubungan

dengan konflik. 1,3,4,5

4 Diagnosis

Diagnosis agorafobia berdasarkan gejala ansietas dan fobia yang tampak jelas.

Menurut Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa Edisi ke III(PPDGJ-III),

diagnosis pasti agorafobia harus memenuhi semua kriteria dengan adanya gejala ansietas

yang terbatas pada kondisi yang spesifik yang harus dihindari oleh penderita.

Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Untuk Agorafobia6

Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :

(a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer

dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau

pikiran obsesif;

(b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam hubungan dengan)

setidaknya dua dari situasi berikut: banyak orang/keramaian, tempat umum, bepergian keluar

rumah, dan bepergian sendiri; dan

(c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol (penderita

menjadi “house-bound”).

Sedangkan menurut DSM-IV, agorafobia dapat digolongkan atas gangguan panik

dengan agorafobia dan agorafobia tanpa gangguan panik. Dengan kriteria diagnosis sebagai

berikut:

Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik untuk Agorafobia Tanpa Riwayat Gangguan Panik3,4

A. Adanya agorafobia berhubungan dengan rasa takut mengalami gejala mirip panik (misalnya,

pusing atau diare).

B. Tidak pernah memenuhi kriteria untuk panik.

C. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang

disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

D. Jika ditemukan suatu kondisi medis umum yang berhubungan, rasa takut yang dijelaskan

dalam kriteria A jelas melebihi dari apa yang biasanya berhubungan dengan kondisi.

Selain itu, DSM-IV juga menetapkan kriteria diagnostik untuk agorafobia

54

Page 55: tugas psikiatri koas

[Type text]

Tabel 2.3 Kriteria untuk Agorafobia2,3,4

Catatan: Agorafobia bukan merupakan gangguan yang dapat dituliskan. Tuliskan diagnosis

spesifik di mana agorafobia panik terjadi (misalnya, gangguan panik dengan agorafobia atau

agorafobia tanpa riwayat gangguan panik).

A. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dari mana kemungkinan sulit

meloloskan diri (atau merasa malu) atau di mana mungkin tidak terdapat pertolongan jika

mendapatkan serangan panik atau gejala mirip panik yang tidak diharapkan atau disebabkan

oleh situasi. Rasa takut agorafobik biasanya mengenai kumpulan situasi karakteristik seperti

di luar rumah sendirian; berada di tempat ramai atau berdiri di sebuah barisan; berada di atas

jembatan; atau bepergian dengan bis, kereta, atau mobil.

Catatan: Pertimbangkan diagnosis fobia spesifik jika penghindaran adalah terbatas pada satu

atau hanya beberapa situasi spesifik, atau fobia sosial jika penghindaran terbatas pada situasi

sosial.

B. Situasi dihindari (misalnya, jarang bepergian) atau jika dilakukan adalah dilakukan dengan

penderitaan yang jelas atau dengan kecemasan akan mendapatkan serangan panik atau gejala

mirip panik, atau perlu didampingi teman.

C. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain,

seperti fobia sosial (misalnya, penghindaran terbatas pada situasi sosial karena rasa takut

terhadap situasi tertentu seperti di elevator), gangguan obsesif-kompulsif (misalnya,

menghindari kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang kontaminasi), gangguan stres

pascatraumatik (misalnya, menghindari stimuli yang berhubungan dengan stressor yang

berat), atau gangguan cemas perpisahan (misalnya, menghindari meninggalkan rumah atau

sanak saudara).

5 Gambaran Klinis

Pasien dengan agorafobia menghindari situasi di saat sulit mendapat bantuan. Lebih

suka ditemani kawan atau anggota keluarga di tempat tertentu, seperti jalan yang ramai, toko

yang padat, ruang tertutup (seperti terowongan, jembatan, lift), kendaraan tertutup (seperti

kereta bawah tanah, bus, dan pesawat terbang). Mereka menghendaki ditemani setiap kali

harus keluar rumah. Perilaku tersebut sering menyebabkan konflik perkawinan dan keliru

didiagnosis sebagai masalah primer. Pada keadaan parah mereka menolak keluar rumah dan

mungkin ketakutan akan menjadi gila. 1,3,4

55

Page 56: tugas psikiatri koas

[Type text]

Gejala depresif sering kali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, dan pada

beberapa pasien suatu gangguan depresif ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik.

Penelitian telah menemukan bahwa risiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan

gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental. Klinisi

harus menyadari risiko bunuh diri ini. 1,3,4

6 Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Sebagian besar kasus agorafobia diperkirakan disebabkan oleh gangguan panik. Jika

gangguan panik diobati, agorafobia sering kali membaik dengan berjalannya waktu. Untuk

mendapatkan reduksi agorafobia yang cepat dan lengkap, terapi perilaku kadang-kadang

diperlukan. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik sering kali menyebabkan

ketidakberdayaan dan kronis. Gangguan depresif dan ketergantungan alkohol sering kali

mengkomplikasi perjalanan agorafobia. 3,4

7 Diagnosa Banding

Diagnosis banding untuk agorafobia tanpa suatu riwayat gangguan panik adalah

semua gangguan medis yang dapat menyebabkan kecemasan atau depresi. Diagnosis banding

psikiatrik adalah gangguan depresif berat, skizofrenia, gangguan kepribadian paranoid,

gangguan kepribadian menghindar, di mana pasien tidak ingin keluar rumah dan gangguan

kepribadian dependan karena pasien harus selalu ditemani setiap keluar rumah. 3,4

8 Pengobatan

Dengan terapi, sebagian besar pasien mengalami perbaikan dramatik pada gejala

gangguan panik dan agorafobia. Dua terapi yang paling efektif adalah farmakoterapi dan

terapi kognitif –perilaku. Terapi keluarga dan kelompok mungkin membantu pasien yang

menderita dan keluarganya untuk menyesuaikan dengan kenyataan bahwa pasien menderita

gangguan dan dengan kesulitan psikososial yang telah dicetuskan oleh gangguan. 3,4

Farmakoterapi

Tujuan dari farmakoterapi adalah untuk mengobati gangguan panik karena agorafobia

pada umumnya disebabkan oleh gangguan panik. Diharapkan dengan perbaikan gangguan

panik maka agorafobia juga akan semakin membaik. Semua obat golongan Selective

Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) efektif untuk gangguan panik. Paroksetin memiliki

efek sedatif dan cenderung membuat pasien tenang sehingga menimbulkan kepatuhan yang

lebih besar serta putus minum obat yang lebih sedikit. Jika efek sedasi paroksetin tidak dapat

56

Page 57: tugas psikiatri koas

[Type text]

ditoleransi, maka dapat diganti dengan fluoxetin. Obat lain yang biasa digunakan adalah dari

golongan Benzodiazepin karena memiliki awitan kerja untuk panik yang paling cepat, sering

dalam minggu pertama, dan dapat digunakan untuk periode waktu yang lama tanpa timbul

toleransi terhadap antipanik. 3,4

Terapi Perilaku dan Kognitif

Terapi lain yang dilakukan selain farmakoterapi adalah terapi perilaku dan kognitif.

Fokus dari terapi kognitif adalah instruksi mengenai keyakinan salah pasien dan informasi

mengenai serangan panik. 3,4

Aplikasi Relaksasi. Tujuan aplikasi relaksasi (contohnya pelatihan relaksasi Herbert

Benson) adalah memberikan pasien rasa kendali mengenai tingkat ansietas dan relaksasi. 3,4,5

Terapi Keluarga. Keluarga pasien dengan gangguan panik dan agorafobia juga

mungkin telah dipengaruhi oleh gangguan anggota keluarga. Terapi keluarga yang ditujukan

pada edukasi dan dukungan sering bermanfaat. 3,4,5

Psikoterapi Berorientasi Tilikan. Psikoterapi berorientasi tilikan dapat memberi

keuntungan di dalam terapi gangguan panik dan agorafobia. Terapi berfokus membantu

pasien mengerti ansietas yang tidak disadari yang telah dihipotesiskan, simbolisme situasi

yang dihindari, kebutuhan untuk menekan impuls, dan keuntungan sekunder gejala tersebut.

Suatu resolusi konflik pada masa bayi dini dan oedipus dihipotesiskan berhubungan dengan

resolusi stres saat ini. 3,4,5

Psikoterapi Kombinasi dan Farmakoterapi. Bahkan ketika farmakoterapi efektif

menghilangkan gejala primer gangguan panik dan agorafobia, psikoterapi dapat dibutuhkan

untuk menterapi gejala sekunder. Intervensi psikoterapeutik membantu pasien menghadapi

rasa takut keluar rumah. Di samping itu, beberapa pasien akan menolak obat karena mereka

yakin bahwa obat akan menstigmatisasi mereka sebagai orang sakit jiwa sehingga intervensi

terapeutik dibutuhkan untuk membantu mereka mengerti dan menghilangkan resistensi

mereka terhadap farmakoterapi. 3,4,5

57

Page 58: tugas psikiatri koas

[Type text]

DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira, SD.; Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta:2010. 242-249

2. Nolen-Hoeksema, Susan. Abnormal Psychology,4th ed. McGraw-Hill, New York: 2007.

232-233

3. Sadock BJ; Sadock VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis, 2nd ed.EGC, Jakarta:2004. 237-241

4. Kaplan HI,Sadock BJ, dan Grebb JA. Sinopsis Psikiatri, Jilid II. Binarupa Aksara.

Tangerang: 2010. 33-46

5. Halgin RP, Whitbourne SK. Abnormal Psychology Clinical Perspectives on Psychological

Disorders. McGraw-Hill, New York:2009. 144-148

6. Maslim, Rusdi.Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ- III. FK Unika

Atmajaya. Jakarta:2001. 72

58

Page 59: tugas psikiatri koas

[Type text]

2.1 Definisi

Fobia Spesifik

Fobia spesifik adalah adanya rasa takut yang kuat dan menetap akan suatu objek atau situasi.³

Penyakit Ketakutan (Fobia) adalah kecemasan yang luar biasa, terus menerus dan tidak

realistis, sebagai respon terhadap keadaan eksternal tertentu. 4

Beberapa subtipe fobia spesifik:5

a. Animal Type. Subtipe ini ditandai dengan adanya ketakutan terhadap binatang atau

serangga. Subtipe ini umumnya mempunyai onset masa kecil.

b. Natural Environment Type. Subtipe ini ditandai dengan adanya ketakutan terhadap

objek – objek dalam lingkungan alami, seperti : badai, ketinggian, atau air. Subtipe ini

mempunyai onset masa kecil.

c. Blood-Injection-Injury Type. Subtipe ini ditandai dengan adanya ketakutan melihat

darah, cedera, menerima injeksi ataupun segala prosedur medis. Subtipe ini sering

dijumpai dan karakteristiknya adalah adanya respon vasovagal.

d. Situational Type. subtype ini ditandai dengan adanya ketakutan terhadap situasi

tertentu seperti: transportasi umum, lorong, jembatan, elevator, pesawat terbang,

berkendara, atau tempat tertutup. Subtipe ini mempunyai dua onset, onset pertama

pada waktu kecil dan yang kedua pada pertengahan umur 20-an.

e. Other Type. Subtipe ini ditandai dengan ketakutan terhadap stimulasi yang lain.

Stimulus dapat berupa ketakutan ketika tersedak, muntah, menderita penyakit,

“space” fobia ( seseorang yang takut jatuh ketika berada jauh dari dinding atau

sesuatu yang mempertahankan dirinya), anak – anak takut terhadap suara yang keras

atau karakter berkostum.

2.2 Epidemiologi

Studi epidemiologis menunjukkan bahwa fobia adalah salah satu gangguan jiwa yang paling

lazim di Amerika Serikat. Sekitar 5 hingga 10 persen populasi diperkirakan terkena gangguan

yang menyulitkan dan kadang - kadang membuat ketidakmampuan ini. Perkiraan yang lebih

modern memperkirakan kisaran tinggi 25 persen pada populasi. Prevalensi seumur hidup

fobia spesifik dilaporkan sekitar 3 hingga 13 persen.³

Fobia spesifik lebih lazim ditemukan daripada fobia sosial. Fobia spesifik adalah gangguan

jiwa yang lazim pada perempuan dan paling lazim kedua pada laki - laki. Usia puncak

awitan untuk jenis lingkungan alami dan jenis cedera-darah-suntikan adalah kisaran 5 sampai

59

Page 60: tugas psikiatri koas

[Type text]

9 tahun, walaupun awitan juga terjadi pada usia yang lebih tua. Objek dan situasi yang

ditakuti pada fobia spesifik adalah hewan, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.³

2.3 Etiologi

Fobia Spesifik dapat timbul akibat pemasangan objek atau situasi spesifik dengan rasa takut

dan panik. Umumnya, kecenderungan nonspesifik untuk mengalami rasa takut atau ansietas

membentuk latar belakang; ketika suatu peristiwa khusus ( contohnya menyetir) digabungkan

dengan pengalaman emosional (contohnya kecelakaan), orang tersebut rentan

mengasosiasikan secara emosional permanen antara mengendarai mobil dan rasa takut atau

ansietas.³

Pengalaman emosional itu sendiri dapat bersifat responsive terhadap kejadian eksternal,

seperti kecelakaan lalu lintas atau kejadian internal, yang paling lazim adalah serangan

panic.³

Mekanisme hubungan lain antara objek fobik dan emosi fobik adalah meniru model, di sini

seseorang mengamati reaksi pada orang lain (contohnya orang tua) dan transfer informasi, di

sini seseorang diajari atau diperingatkan akan bahaya objek spesifik ( contohnya ular

berbisa).³

Factor Genetik.

Fobia spesifik cenderung diturunkan di dalam keluarga. Jenis cedera-darah-suntikan terutama

memiliki kecenderungan familial yang tinggi. Studi melaporkan bahwa dua pertiga sampai

tiga perempat proband yang terkena sedikitnya memiliki kerabat derajat pertama yang

memiliki fobia spesifik dengan tipe sama, tetapi studi kembar dan adopsi yang penting belum

dilakukan untuk menyingkirkan peranan transmisi nongenetik yang bermakna pada fobia

spesifik.³

2.4 Gambaran Klinis

Temuan utama pada pemeriksaan status mental adalah adanya rasa takut yang tidak rasional

dan ego-distonik akan suatu situasi, aktivitas, atau objek spesifik; pasien mampu

menggambarkan cara mereka menghindari kontak dengan fobia. Depresi lazim ditemukan

pada pemeriksaan status mental dan dapat ditemukan pada hingga sepertiga pasien fobik.³

2.5 Kriteria diagnosis Gangguan Waham menurut DSM-IV-TR:5

60

Page 61: tugas psikiatri koas

[Type text]

A. Rasa takut berlebihan yang nyata, menetap dan tidak beralasan, dicetuskan oleh

adanya atau antisipasi terhadap suatu objek atau situasi spesifik ( cth : terbang,

ketinggian, hewan , disuntik, melihat darah).

B. Pajanan terhadap stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respons ansietas segera,

dapat berupa serangan panic terikat secara situasional atau serangan panic dengan

predisposisi situasional.

C. Orang tersebut menyadari bahwa rasa takutnya berlebihan atau tidak beralasan

D. Situasi fobik dihindari atau dihadapi dengan ansietas maupun penderitaan yang intens

E. Penghindaran, antisipasi ansietas atau distress pada situasi yang ditakuti mengganggu

fungsi rutin normal, pekerjaan (atau akademik) atau aktivitas maupun hubungan

social secara bermakna, atau terdapat distress yang nyata karena memiliki fobia ini.

F. Pada seseorang berusia dibawah 18 tahun, durasinya sedikitnya 6 bulan.

G. Ansietas, serangan panic, atau penghindaran fobik yang berkaitan dengan objek atau

situasi spesifik tidak disebabkan gangguan jiwa lain, seperti gangguan obsesif

kompulsif, gangguan stress pascatrauma, atau gangguan ansietas perpisahan, fobia

social, gangguan panic dengan agoraphobia, atau agoraphobia tanpa riwayat

gangguan panic.

2.6 Diagnosis Banding³

Hipokondriasis

Gangguan obsesif kompulsif

Gangguan kepribadian paranoid

2.7 Tatalaksana.

Secara umum terapi fobia meliputi:¹

Terapi Psikologik:

a. Terapi perilaku merupakan terapi yang paling efektif dan sering diteliti. Seperti

desensitisasi sistematik yang sering dilakukan; terapi pemaparan (exposure), imaginal

exposure, participant modeling, guided mastery, imaginal flooding.

b. Psikoterapi berorientasi tilikan

c. Terapi lain : hypnotherapy, psikoterapi suportif, terapi keluarga bila diperlukan.

Di antara psikoterapi , terapi yang sering digunakan untuk fobia spesifik adalah terapi

pajanan. Metode , terapis mendesensitisasi pasien dengan menggunakan serangkaian pajanan

bertingkat yang ditingkatkan sendiri oleh pasien terhadap stimulus fobik, dan terapis

61

Page 62: tugas psikiatri koas

[Type text]

mengajarkan pasien teknik mengatasi ansietas termasuk relaksasi, kendali pernafasan, dan

pendekatan kognitif.³

Pendekatan kognitif mencakup memperkuat penyadaran bahwa situasi fobik, pada

kenyataannya, aman. Kunci keberhasilan terapi perilaku adalah komitmen pasien terhadap

terapi, masalah dan tujuan yang terindentifikasi dengan jelas, strategi alternative yang

tersedia untuk menghadapi perasaan pasien.³

Terapi Farmakologis

Obat – obat yang efektif adalah SSRI (serotonin selective re-uptake inhibitor), khususnya

untuk fobia social umum merupakan pilihan pertama.¹

Benzodiazepine, venlafaxine, buspirone, MAOI, antagonis β-adrenergik dapat juga

digunakan dalam terapi fobia spesifik, terutama fobia disertai serangan panik.³

Terapi terhadap fobia spesifik yang terutama adalah terapi perilaku yaitu terapi pemaparan

(exposure therapy). Penggunaan anti ansietas yaitu untuk terapi jangka pendek.¹

SOCIAL ANXIETY DISORDER

62

Page 63: tugas psikiatri koas

[Type text]

II.1 Definisi

Fobia adalah perasaan takut yang irasional yang menyebabkan kesadaran untuk

menghindar dari obyek ketakutan spesifik, aktivitas atau situasi. Fobia sosial, juga disebut

sebagai gangguan cemas sosial, adalah gangguan cemas yang termasuk didalamnya distress

yang hebat terhadap situasi umum. Individu dengan fobia sosial secara khas mengalami

panik selama berhubungan sosial. Situasi ini meliputi berbicara didepan publik,

menggunakan kamar kecil/wc umum, makan dengan orang lain atau kontak sosial secara

umum. Ketakutan pasien adalah merasa dihina atau dipermalukan oleh orang lain atas

kelakuan dirinya dan dapat mengarah menjadi kecemasan yang hebat, dengan peningkatan

detak jantung, diaforesis dan tanda lainnya dari pemunculan otonom. Gejala fisik ini dapat

disebabkan oleh cemas tambahan, yang sering mendorong kearah respon takut yang

menguatkan kecemasan dalam situasi umum. 1,2,3

Fobia sosial merupakan gangguan hiwa yang cukup sering ditemukan. Walaupun

demilkian, perhatian terhadap fobia sosial selama ini sangat kurang sehingga sering dikatakan

sebagai gangguan cemas yang terabaikan. Kurangnya perhatian terhadap fobia sosial ini

disebabkon oleh sedikitnya panderita yang mencari pangobatan untuk fobia sosial yang

dideritanya. Biasanya penderita datang berobat bukan untuk fobia sosialnya tetapi untuk

keluhan lain yang sering menyertai fobia sosial seperti cemas atau depresi.

II.3 Epidemiologi

Fobia sosial terdapat pada 3 sampai 5 persen populasi. Pria dan wanita memiliki

angka kejadian yang seimbang. Onset penyakit biasanya dimulai awal umur belasan tahun,

walaupun tidak menutup kemungkinan terjadi pada tiap tahap kehidupan. Menurut survey

yang dilakukan di Amerika sejak tahun 1994, fobia sosial adalah gangguan jiwa nomer 3

terbesar di Amerika Serikat. Prevalensi fobia sosial terlihat meningkat pada ras kulit putih,

orang yang menikah, dan individu dengan taraf pendidikan yang baik. Fobia sosial

umumnya bermanifestasi pada orang dewasa tapi biasa terdapat pada anak-anak atau

remaja.2,4

63

Page 64: tugas psikiatri koas

[Type text]

II.4 Etiologi

Sampai sekarang belum ditemukan penyebab yang pasti. Walaupun demikian,

penelitian mengenai etiologi banyak dilakukan saat ini. Ada beberapa teori yang mencoba

mengungkapkannya, antara lain:

Teori psikoanalisa

Menurut Freud, fobia sosial atau hysteria-ansietes merupakan manifestasi dari

konflik Oedipal yang tidak terselesaikan. Selain adanya dorongan seksual yang kuat untuk

melakukan incest, terdapat pula rasa takut terhadap kastrasi. Hal ini menyebabkan terjadinya

konflik dan ansietas. Akibatnya, ego berusaha menggunakan mekanisme-pertahanan represi

yaitu membuang jauh dari kesadaran. Tatkala represi tidak lagi berhasil, ego berusaha

mencari mekanisme pertahanan tarnbahan. Mekanisme pertahanan tambahan adalah

displacement. Konflik seksual ditransfer dari orang yang mencetuskan konfilk kepada

sesuatu yang sepertinya tidak penting atau objek yang tidak relevan atau situasi yang

sakarang mempunyai kekuatan untuk membangkitkan ansietas. Situasi atau obyek yang

dipilih atau disimbolkan biasanya berhubungan langsung dengan sumber konflik. Dengan

Menghindari objek tersebut pasien dapat lari dari penderitaan ansietas yang serius.2

Teori genetik

Faktor genetik dapat berperanan dalam fobia sosial. Analisa pedigree/silsilah

memperlihatkan silsilah pertama dari proband dengan fobia sosial tiga kali beresiko

mendapat sosial fobia dibanding kontrol. Namun, gen spesifik belum pernah diisolasi.

Perangai anak yang selalu dilarang telah dihubung-hubungkan dengan perkembangan fobia

sosial dimasa dewasa.4

Teori Neurotransmiter

Mekanisme Dopaminergik

64

Page 65: tugas psikiatri koas

[Type text]

Dari penelitian didapatkan bahwa fobia sosial berhubungan dengan gangguan pada system

dopaminergik. Kadar homovanilic acid (HVA) pada penderita fobia sosial lebih rendah blia

dibandingkan dangan penderita panik atau kontrol. Adanya perbaikan gejala fobia sosial

dengan pemberian monoamine oxidase inhibitor (MAOI) menunjukkan bahwa kinerja

dopamine terganggu pada fobia sosial.

Mekanisme Serotonergik

Pemberian fenilfluramin pada panderita fobia sosial menyebabkan peningkatan kortisol

sehingga diperkirakan adanya disregulasi serotonin. Walaupun demikian, pada pemberian

methchlorphenylpiperazine (MCPP), suatu serotonin agonis, tidak ditemukan adanya

perbedaan respons prolaktin antara pendarita fobia sosial dengan kontrol normal. Begitu

pula, pengukuran ikatan platelet (3H)-paroxetine, suatu petanda untuk mangetahui aktivitas

serotonin; tidak terlihat adanya perbedaan antara fobia sosial dengan gangguan panik atau

kontrol normal.

Mekanisme Noradrenergik

Penderita fobia sosial sangat sensitif terhadap perubahan kadar epinefrin sehingga dengan

cepat terjadi peningkatan denyut jantung, berkeringat dan tremor. Pada orang normal, gejala

fisik yang timbul akibat peningkatan epinefrin mereda atau menghilang dengan cepat.

Sebaliknya pada penderita fobia sosial tidak terdapat penurunan gejala. Bangkitan gejala

fisik yang meningkat semakin mengganggu penampilan di depan umum. Pengalaman ini

juga membangkitkan kecamasan pada penampilan berikutnya sehingga mengakibatkan

orang tidak berani tampil dan menghindari panampilan selanjutnya.2,3

II.5 Gejala Klinis

65

Page 66: tugas psikiatri koas

[Type text]

Fobia sosial merupakan kecemasan berlebih yang merupakan respon terhadap

ketakutan akan pendapat orang lain mengenai dirinya. Orang dengan fobia sosial biasanya

takut tindakannya akan membuat malu. Sama seperti fobia spesifik, fobia sosial mengetahui

dirinya mempunyai kecemasan yang berlebih dan biasanya berusaha menghindar dari

keadaan ini. Contoh dari fobia sosial seperti fobia untuk berbicara di depan umum, takut

menggunakan toilet umum, menulis saat diperhatikan orang lain dan tampil di depan umum.

II.6 Pemeriksaan penunjang

Dengan magnetic resonance imaging (MRI) terlihat adanya penurunan volume

ganglia basalis pada penderita fobia sosial. Ukuran putamen berkurang pads fobia sosial

II.7 Diagnosis

Menurut DSM-IV

Kriteria A

Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau tampil didepan

orang yang belum dikenal atau situasi yang memungkinkan ia dinilai oleh orang lain atau

menjadi pusat perhatian. Ada perasaan takut bahwa ia akan berperilaku memalukan atau

menampakkan gejala cemas atau bersikap yang dapat merendahkan dirinya.

Kriteria B

Apabila pasien terpapar dengan situasi sosial, hampir selalu timbul kecemasan atau bahkan

mungkin serangan panik.

Kriteria C

Pasien menyadari bahwa ketakutannya sangat berlebihan dan tidak masuk akal. Ketakutan

tersebut tidak merupakan waham atau paranoid.

66

Page 67: tugas psikiatri koas

[Type text]

Kriteria D

Pasien menghindar dari situasi sosial atau menghindar untuk tampil di depan umum atau

pasien tetap bertahan pada situasi sosial tersebut tetapi dengan perassan sangat cemas atau

sangat menderita.

Kriteria E

Penghindaran dan kecemasan atau penderitaan akibat ketakutan terhadap situasi sosial atau

tampil di depan umum tersebut mempengaruhi kehidupan pasien secara bermakna atau

mempengaruhi fungsi pekerjaan, aktivitas dan hubungan sosial atau secara subjektif pasien

merasa sangat menderita.

Kriteria F

Untuk yang berusia di bawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.

Kriteria G

Ketakutan atau sikap menghindar tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologik zat atau

kondisi medik umum atau gangguan mental lain (gangguan panik dengan atau tanpa

agoraphobia, gangaguan dismorfik, gangguan perkembangan prevasif, atau dengan

gangguan kepribadian skizoid).

Kriteria H

Bila terdapat kondisi medik umum atau gangguan mental lain, ketakutan pada kriteria A

tidak berhubungan dengannya (gagap, Parkinson, atau gangguan perilaku makan seperti

bulimia atau anoreksia nervosa) Kriteria A merupakan kunci gejala fobia sosial. Hal yang

penting pada kriteria ini yaitu adanya situasi yang dapat membangkitkan fobia yaitu situasi

yang dinilai atau diamati oleh orang lain dan juga ketakutan akan memperlihatkan

kecemasan atau bertingkah dengan cara yang memalukan.2,3,5

67

Page 68: tugas psikiatri koas

[Type text]

Sedangkan berdasarkan PPDGJ - III diagnosis fobia sosial ditegakkan bardasarkan yaitu

Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:

a. gejala psikologis, perilaku atau otonomilk yang timbul harus merupakan manifestasi

primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya

waham atau pikiran obsesif;

b. anxietasnya harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu (outside the

family circle); dan

c. menghindari situasi fobik harus atau sudah merupaken gejala yang menonjol

Bile terlalu sulit untuk membedakan antara fobia sosial dengan agorafobaa, hendaknya

diutamakan diagnosa agorafobia.

II.7 Diagnosis Banding

Gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia, dibedakan dengan fobia sosial

karena gangguan panik mempunyai karakteristik yang lebih parah dan tidak dapat diprediksi

timbulnya kapan. Gangguan kepribadian menghindar, hampir sama dengan fobia sosial. Pada

fobia sosial, individu masih dapat bertemu orang walaupun tidak berani saat tampil. Namun,

pada gangguan kepribadian menghindar, individu akan menghindar sebelum bertemu dengan

orang lain. Gangguan psikotik mempunyai ketakutan yang abnormal akan sesuatu.

II.8 Penatalaksanaan

Suatu kombinasi pharmacotherapy dan psikoterapi pada umumnya diberikan untuk

para orang dengan fobia sosial.

Farmakoterapi

68

Page 69: tugas psikiatri koas

[Type text]

• Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIS): SSRIS dengan cepat menjadi first-

line pengobatan yang baku untuk fobia sosial. Paroxetine menerima pengakuan

badan Makanan Dan Administrasi Obat/Racun (FDA) untuk indikasi ini pada tahun

1999 dan SSRI yang pertama memperolehnya. Penelitian menyatakan bahwa SSRIS

juga mungkin efektif.

• Benzodiazepines: Benzodiazepines mungkin efektif untuk fobi sosial, tetapi memiliki

profil keselamatan lebih sedikit. Alprazolam Dan Clonazepam telah digunakan

dengan sukses.

• Buspirone: Beberapa studi menyarankan kemanjuran pada penderita fobi sosial.

• Propranolol: Beta-Blockers telah digunakan untuk blok autonomic terhadap

tanggapan dengan fobi sosial. Pencegahan gejala seperti gemetaran peningkatan

detak jantung mendorong kearah sukses didalam menghadapi situasi sosial.

• Monoamine oxidase inhibitors( MAOIS): Phenelzine telah dipertunjukkan untuk bisa

efektif didalam studi. Pembatasan yang berkenaan diet makan mengurangi ketenaran

mereka. Moclobemide, suatu MAOI lebih baru, pasti mempunyai kemanjuran

dengan fobi sosial.

Psikoterapi

Tingkah laku

Psikoterapi tingkah laku, seperti desensitisasi berangsur-angsur, mungkin bermanfaat

terhadap fobi sosial. Teknik ini melibatkan secara berangsur-angsur pasien untuk berada

situasi pada situasi yang secara normal menyebabkan kecemasan. Dengan penguasaan

situasi tanpa kecemasan , pasien secepatnya mampu mentolelir situasi yang yang

sebelumnya membuat cemas.

69

Page 70: tugas psikiatri koas

[Type text]

Kognitif

Terapi berorientasi pada pengertian yang mendalam sudah membuktikan bermanfaat fobi

sosial. Individu dengan fobi sosial sering mempunyai penyimpangan kognitif penting

berhubungan dengan orang lain.2,3,4

DAFTAR PUSTAKA

70

Page 71: tugas psikiatri koas

[Type text]

1. Kaplan I.H., Social Phobia, in sinopsys of psikiatry, fifth ed., Williams and Wilkins,

london , 322-4

2. Social Phobia, available at : http://www.emedicine.com/ped/topic2660.htm

3. Social Phobia, available at : http://www.nmha.org/pbedu/anxiety/social.cfm

4. Causes of Phobias and causes of panic attacks, available at :

http://www.saviodsilva.net/ph/3.htm

5. DSM-IV & DSM-IV-TR, social phobia, available at :

http://www.ship.edu/~cgboeree/freud.html

71

Page 72: tugas psikiatri koas

[Type text]

GENERALIZED ANXIETY DISORDER

2.1 DEFINISI

Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan

kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan

tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-

hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6

bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-

gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga

menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan

pekerjaan.3

GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan

tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang jelas untuk khawatir.

Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya stres dan

mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan sosial.3

Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan

ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang berlebihan, dan selalu dalam keadaan siaga.

Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi.3

2.2 EPIDEMIOLOGI

Angka prevalensi untuk gangguan anxietas menyeluruh 3-8%, dengan prevalensi pada

wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Onset

penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan insidens yang

cukup tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD  merupakan gangguan kecemasan yang paling

sering ditemukan pada usia tua. 1,2

2.3 ETIOLOGI

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan

terjadinya gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara lain :

Kontribusi Ilmu Psikologi

72

Page 73: tugas psikiatri koas

[Type text]

Tiga teori utama psikologis yaitu psikoanalitik, perilaku, dan eksistensial telah

memberikan kontribusi teori tentang penyebab kecemasan. Teori masing-masing memiliki

kegunaan baik konseptual dan praktis dalam mengobati gangguan kecemasan.4

1. Teori psikoanalitik

Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari penumpukan

fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali kecemasan sebagai sinyal adanya

bahaya di bawah sadar. Menanggapi sinyal ini, ego digunakan sebagai mekanisme

pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima yang

muncul ke dalam kesadaran. Dari perspektif psikodinamik, tujuan terapi tidak

diperlukan untuk menghilangkan kecemasan, tapi untuk meningkatkan toleransi

kecemasan, yaitu kemampuan untuk mengalami kecemasan dan menggunakannya

sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik yang mendasari yang telah menciptakannya.

Kecemasan muncul sebagai respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup. 4

Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut kehilangan cinta atau

persetujuan orang tua. Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik dapat menjelaskan

tingkat kecemasan yang dialami seorang pasien. Beberapa kecemasan jelas berkaitan

dengan konflik pada beberapa tingkat perkembangan yang bervariasi.4

2. Teori Perilaku

Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan lingkungan

tertentu. Dalam model pengkondisian klasik, seorang gadis dibesarkan oleh seorang

ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi cemas segera setelah ia melihat ayahnya

yang kasar. Dalam model pembelajaran sosial, seorang anak dapat mengembangkan

respon kecemasan dengan meniru kecemasan di lingkungan, seperti orang tua cemas.4

3. Teori eksistensial

Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk kecemasan umum, di

mana tidak ada stimulus khusus yang diidentifikasi untuk rasa cemas yang sifatnya

kronis. Kekhawatiran eksistensial tersebut dapat meningkat sejak pengembangan

senjata nuklir dan bioterorisme.4

Teori kognitif-perilaku

73

Page 74: tugas psikiatri koas

[Type text]

Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan

oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negative pada lingkungan, adanya distorsi

pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan diri

untuk menghadapi ancaman.2,4

Teori Genetik

Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD dan

gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama

penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan

kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.2,4

Kontribusi Ilmu Biologi

1. Sistem saraf otonom

Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh pada

sistem kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot (misalnya, sakit kepala),

pencernaan (misalnya, diare), dan pernapasan (misalnya, takipnea).4

2. Neurotransmitter

Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan dasar dari

studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin (NE), serotonin,

dan gama-ainobutyric acid (GABA). Salah satu eksperimen untuk mempelajari

kecemasan adalah tes konflik, di mana hewan secara bersamaan disajikan dengan

rangsangan yang positif (misalnya makanan) dan negatif (misalnya, sengatan listrik).

Anxiolytic narkoba (misalnya benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi

hewan untuk situasi ini, sedangkan obat lain (misalnya, amfetamin) lebih lanjut

mengganggu respon perilaku hewan.4

3. Norepinefrin

Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan, seperti

serangan panik, insomnia, terkejut, dan hyperarousal otonom, merupakan karakteristik

fungsi noradrenergik yang meningkat. Itu teori umum tentang peranan norepinefrin

pada gangguan kecemasan dimana pasien yang terkena mungkin memiliki sistem

noradrenergik yang buruk. Badan sel dari sistem noradrenergik terutama terlokalisasi

74

Page 75: tugas psikiatri koas

[Type text]

pada lokus seruleus di pons rostral, dan mereka memproyeksikan akson mereka ke

korteks otak, sistem limbik, batang otak, dan sumsum tulang belakang. Percobaan

pada primata telah menunjukkan bahwa stimulasi dari lokus seruleus menghasilkan

respon ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari daerah yang sama atau sama

sekali menghambat menghambat kemampuan hewan untuk membentuk respon

ketakutan.4

Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien dengan gangguan

panik, agonis reseptor adrenergik (misalnya, isoproterenol [Isuprel]) dan adrenergik

antagonis reseptor (misalnya, yohimbine [Yocon]) dapat memicu serangan panik yang

sering dan cukup parah. Sebaliknya, clonidine (Catapres), sebuah beta 2-reseptor

agonis, mengurangi gejala kecemasan dalam beberapa situasi eksperimental dan

terapeutik. Temuan yang kurang konsisten adalah bahwa pasien dengan gangguan

kecemasan, terutama gangguan panik, memiliki cairan serebrospinal tinggi (CSF) atau

tingkat urin metabolit noradrenergik 3-metoksi-4-hydroxyphenylglycol (MHPG).4

4. Serotonin

Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk peran

serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai hasil test pada stres akut

menunjukkan omset 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang meningkat pada korteks

prefrontal, amigdala, dan hipotalamus lateral. Kepentingan dalam hubungan ini pada

awalnya didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek

terapi dalam beberapa gangguan kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di

OCD. Efektivitas buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor, dalam

pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan adanya hubungan

antara serotonin dan kecemasan. Badan sel neuron serotonergik kebanyakan terletak

di inti raphe di batang otak dan sel – sel yang menuju ke korteks, sistem limbik

(khususnya amigdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan

menunjukkan bahwa meta-chlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik, dan

fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan

kecemasan meningkat pada pasien dengan gangguan kecemasan, dan banyak laporan

menunjukkan bahwa serotonergik halusinogen dan stimulansia misalnya, asam

diethylamide lysergic (LSD) dan 3,4-methylenedioxymethamphetamine (MDMA)

75

Page 76: tugas psikiatri koas

[Type text]

terkait dengan perkembangan gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang yang

menggunakan obat ini.4

5. GABA

Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan golongan

benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA pada jenis reseptor GABA A

(GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan. Meskipun

potensinya rendah, benzodiazepin adalah obat yang paling efektif untuk mengatasi

gejala dari gangguan kecemasan umum, potensi tinggi obat – obat golongan

benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam efektif dalam pengobatan

gangguan panik. Sebuah antagonis benzodiazepin, flumazenil (Romazicon),

menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien dengan gangguan panik. Data

ini telah membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan

gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka,

meskipun hubungan ini belum terbukti secara langsung.4

6. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis

Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres psikologis

meningkatkan sintesis dan pelepasan kortisol. Kortisol berfungsi untuk memobilisasi

dan untuk melengkapi penyimpanan energi dan kontribusi untuk gairah meningkat,

kewaspadaan, perhatian terfokus, dan pembentukan memori; penghambatan

pertumbuhan dan sistem reproduksi, dan penahanan dari respon kekebalan. Sekresi

kortisol yang berlebihan dan berkelanjutan dapat memiliki efek samping yang serius,

termasuk hipertensi, osteoporosis, imunosupresi, resistensi insulin, dislipidemia,

dyscoagulation, dan, akhirnya, aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular.4

7. Corticotropin-releasing hormone (CRH)

Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres, CRH

mengkoordinasikan perubahan perilaku dan fisiologis adaptif yang terjadi selama

stres.Tingkat CRH di hipotalamus meningkat pada orang dengan stres,

mengakibatkan aktivasi dari sumbu HPA dan meningkatkan pelepasan kortisol dan

dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga menghambat berbagai fungsi

neurovegetative, seperti asupan makanan, aktivitas seksual, dan program endokrin

untuk pertumbuhan dan reproduksi.4

76

Page 77: tugas psikiatri koas

[Type text]

8. Aplysia

Sebuah model neurotransmitter untuk gangguan kecemasan berdasarkan pada

studi Aplysia di californica, yang dilakukan oleh pemenang Hadiah Nobel Eric

Kandel. Aplysia adalah siput laut yang bereaksi terhadap bahaya dengan menghindar,

menarik diri ke dalam cangkangnya. Perilaku ini dapat dikondisikan secara klasik,

sehingga siput merespon stimulus netral seolah-olah itu stimulus berbahaya. Siput

juga bisa menjadi peka dengan guncangan acak, sehingga menunjukkan respon

walaupun dengan tidak adanya bahaya nyata. Aplysia klasik dikondisikan

menunjukkan perubahan terukur dalam fasilitasi presynaptic, sehingga terjadi

peningkatan pelepasan jumlah neurotransmitter. Meskipun siput laut adalah hewan

sederhana, karya ini menunjukkan pendekatan eksperimental untuk proses neurokimia

kompleks yang berpotensi terlibat dalam gangguan kecemasan pada manusia.4

9. Neuropeptida Y

Neuropeptide Y (NPY) adalah asam amino peptida, yang merupakan salah

satu peptida yang paling berlimpah ditemukan di otak mamalia.Bukti yang

menunjukkan keterlibatan amigdala dalam efek ansiolitik NPY yang kuat, dan

mungkin terjadi melalui reseptor NPY-Y1. NPY memiliki efek regulasi counter pada

sistem CRH dan LC-NE di lokasi otak yang penting dalam ekspresi kecemasan,

ketakutan, dan depresi.4

10. Galanin

Galanin adalah polipeptida yang pada manusia ditemukan mengandung 30

asam amino. Galanin telah terbukti terlibat dalam sejumlah fungsi fisiologis dan

perilaku, termasuk belajar dan memori, mengontrol rasa sakit, asupan makanan,

kontrol neuroendokrin, regulasi kardiovaskular, dan terakhir kecemasan. Sebuah

galanin immunoreactive padat serat sistem yang berasal dari LC innervasi otak depan

dan struktur otak tengah, termasuk hippocampus, hipotalamus, amigdala, dan korteks

prefrontal.4

2.4 GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik.

77

Page 78: tugas psikiatri koas

[Type text]

1.    Gejala somatik3

•    Gemetar

•    Nyeri punggung dan nyeri kepala

•    Ketegangan otot

•    Napas pendek, hiperventilasi

•    Mudah lelah, sering kaget

•    Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi, tangan rasa

dingin, diare, mulut kering, sering kencing)

•    Parestesia

•    Sulit menelan

2.    Gejala psikologik3

•    Rasa takut yang berlebihan  dan sulit untuk dikontrol

•    Sulit konsentrasi

•    Insomnia

•    Libido menurun

•    Rasa mual di perut

•    Hipervigilance (siaga berlebih)

Gangguan anxietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah. Ada

dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung (cardiac output)

dan tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan merangsang respon hormonal dari

hipotalamus yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang

menyebabkan sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah

ACTH (Adreno- Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang  korteks adrenal

untuk mengsekresi kortisol ke dalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah

akan mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan

pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan

78

Page 79: tugas psikiatri koas

[Type text]

sebagai pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem

parasimpatis. Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang menyebabkan

peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang sangat berat dapat terjadi reaksi

yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga akan mengakibatkan penurunan

tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada kecemasan yang kronis, kadar adrenalin 

terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan

terlihat tekanan darah meninggi. Pada gangguan anxietas menyeluruh  yang terutama

berperan adalah neurotransmiter serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor

serotonin, yaitu : 5-hidroksitriptamin 1 (5-HT1), 5-HT2 dan 5-HT3. Menurut Kabo  reseptor

5-HT1 bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat

sebagai eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi kecemasan

sedangkan aktivasi reseptor  5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah.5

2.5 DIAGNOSIS

Kriteria diagnostik gangguan anxietas menyeluruh menurut DSM IV-TR :

a.    Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari,

sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau

kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)

b.   Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya

c.    Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini

(dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi

selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan pada anak :

1.    Kegelisahan

2.    Merasa mudah lelah

3.    Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong 

4.    Iritabilitas

5.    Ketegangan otot

6.   Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan

tidakmemuaskan)

79

Page 80: tugas psikiatri koas

[Type text]

d.    Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya

kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu serangan panik (seperti

pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial),

terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau

sanak saudara dekat (seperti gangguan anxietas perpisahan), penambahan berat badan

(seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada

gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta

kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca

trauma.

e.    Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna

secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

f.    Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek  fisiologis langsung dari suatu zat

(misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya

hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood, gangguan

psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.6

Penegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai berikut:

•   Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap

hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya

menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau

“mengambang”)

•   Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :

(a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit

konsentrasi, dan sebagainya);

(b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan

(c) Overaktivitas  otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar,

sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan sebagainya).

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan

(reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol.

80

Page 81: tugas psikiatri koas

[Type text]

Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya

depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal

tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas

fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).3

2.6 DIAGNOSIS BANDING

Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis

umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat.Diperlukan pemeriksaan

medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus

menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau

obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan anxiolitik.2

Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada

gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan anxietas

menyeluruh. Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding

dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan

gangguan stres post-trauma.2

•    Fobia

Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu yang jelas (dari luar individu

itu sendiri) yang sebenarnya tidak membahayakannya. Sebagai akibat, obyek atau situasi

tersebut akan dihindarinya atau dihadapi dengan rasa terancam.2

•    Gangguan obsesif kompulsif

Obsesif adalah gagasan, bayangan, dan impuls yang timbul di dalam pikiran secara

berulang, sangat mengganggu dan pasien tidak mampu untuk menghentikannya. Pikiran

yang muncul ini biasanya tidak dikehendaki, menimbulkan penderitaan, menakutkan

atau membahayakan. Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan

berulang-ulang (kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya.2

•    Hipokondriasis 

Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit serius

ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan berusaha datang ke

81

Page 82: tugas psikiatri koas

[Type text]

dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien merasakan gejala-gejala

hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang dirasakannya.2

•    Gangguan stres pasca trauma

Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan suatu peristiwa

ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada GAD kecemasan

berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.2

2.7 PENATALAKSANAAN 

1.    Farmakoterapi 

a.    Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis

terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi. Pengguanaan sediaan

dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek

yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan

masa tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek

anti-anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif.

Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain :

•    Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg (im/iv),

broadspectrum

•    Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum

•    Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-insomnia.

Lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan

ginjal.

•    Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-insomnia

berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, psychomotor

performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang

masih ingin tetap aktif.

•    Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-insomnia

berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.

82

Page 83: tugas psikiatri koas

[Type text]

•    Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe

antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti-

depresi.

b.    Non-benzodoazepin (Buspiron)

Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam 

memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik. Tidak menyebabkan

withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya

baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah

menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan

Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin dengan

Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat

efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.4,7

2.    Psikoterapi

a.    Terapi kognitif perilaku

Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia

terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana proses kognisi

akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir,

merasa dan bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi

berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa,

memutuskan, bertanya,  berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus

pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif

menjadi positif.Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien

menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang

bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi.  Pendekatan

kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan

pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang

digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.8

b.    Terapi suportif

83

Page 84: tugas psikiatri koas

[Type text]

Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan

belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi

sosial dan pekerjaannya.2,4

c.    Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar,

menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan

komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh

mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal

kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan

pekerjaannya.2,4

2.8 PROGNOSIS

Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin

berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset, durasi gejala dan

perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Terjadinya beberapa peristiwa

negatif dalam kehidupan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan cemas

menyeluruh. Menurut definisinya, gangguan kecemasan umum adalah suatu keadaan kronis

yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik,

juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.9

Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat bahwa

banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung dengan dinamika terjadinya

gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks.Keadaan penderita, lingkungan

penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam menentukan prognosis

gangguan cemas menyeluruh.1,4,9

Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah menunjukkan

kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam interaksi sosialnya, maka

prognosisnya lebih baik daripada penderita yang sebelumnya banyak menemui kesulitan

dalam pergaulan, kurang percaya diri, dan mempunyai sifat tergantung pada orang lain.

Kematangan kepribadian juga dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam menanggapi

kenyataan, pengendalian diri dalam memadukan keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutan

masyarakat, kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Semakin matang kepribadian

premorbidnya, maka prognosis gangguan cemas menyeluruh semakin baik.

84

Page 85: tugas psikiatri koas

[Type text]

Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada gangguan

kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian pula dengan

situasi tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman dan cocok dengan situasinya,

maka hasilnya akan lebih baik dan akan mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan sebaiknya

dilakukan sebelum gejala-gejala menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan

sampingan misalnya untuk mendapatkan simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari

tanggung jawabnya. Jika gejala-gejala sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-

keuntungan tersebut, maka kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis akan

menjadi lebih jelek.

Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh. Jika

stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas menyeluruh relatif ringan, maka

prognosis akan lebih baik karena penderita akan lebih mampu mengatasinya. Kalau dilihat

dari lingkungan hidup penderita, sikap orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh terhadap

prognosis. Sikap yang mengejek akan memperberat penyakitnya, sedangkan sikap yang

membangun akan meringankan penderita. Demikian juga peristiwa atau masalah yang

menimpa penderita misalnya kehilangan orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau,

kemunduran finansial yang besar akan memperjelek prognosisnya.4,9

85

Page 86: tugas psikiatri koas

[Type text]

Daftar Pustaka

1. Zieve , David. 2012. Generalized Anxiety Disorder. Available at :

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001915/. Accessed on: December, 3rd

2014

2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku

Psikiatri Klinis Jilid 2. Jakarta: Binarupa aksara; 2010. p.76-83

3. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI. Pendoman Penggolongan Dan

Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen kesehatan;

1993.p.179-180

4. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Generalized Anxiety Disorder in :

Kaplan & Sadock’s of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th

Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins: 2007. p. 623-7

5. Generalized Anxiety Disorder. Available at: http://www.patient.co.uk/health/Anxiety-

Generalised-Anxiety-Disorder.htm. Accessed on: December, 3rd 2014

6. American Psychiatric Association. Diagnosis criteria from DSM IV. Washington, DC.

American Psychiatric Association Publisher. 1994.p. 213-214

7. Smith M. Theraphy for anxiety disorder. Available at :

http://www.helpguide.org/mental/anxiety_theraphy.htm. Accessed on: December, 3rd

2014

8. Richard AT. Cognitive behaviourd theraphy for anxiety. Available at :

http://www.anxietynetwork.com. Accessed on: December, 3rd 2014

9. Jack S. prognosis for generalised anxiety disorder. Available at:

http://www.onlymyhealth.com/what-prognosis-generalised-anxiety-disorder-

12977616527. Accessed on: December, 3rd 2014

86

Page 87: tugas psikiatri koas

[Type text]

OBSESIF-KOMPULSIF DISORDER

I.PENDAHULUAN

Gangguan obsesif-kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yang berulang yang

menghabiskan waktu yang menyebabkan distress dan hendaya yang bermakna.(1)

Obsesi adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, ide, impuls yang berulang.

Sedangkan kompulsi adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan disadari seerti

menghitung, memeriksa, dan menghindar. Tindakan kompulsi merupakan usaha untuk

meredakan kecemasan yang berhubungan dengan obsesi namun tidak selalu berhasil

meredakan ketegangan. Pasien dengan gangguan ini menyadari bahwa pengalaman obsesi

dan kompulsi tidak beralasan sehingga bersifat egodistonik. (1)

II.EPIDEMIOLOGI

Tingkat prevalensi pada umumnya diperkirakan 2 sampai 3% di Amerika Serikat, meskipun

prevalensi bisa sedikit lebih rendah dalam beberapa sub kelompok etnis daratan, termasuk

Amerika dan Afrika. Sejumlah peneliti memperkirakan bahwa gangguan ini ditemukan pada

sebanyak 10% pasien rawat jalan di klinik psikiatri. Gambaran ini membuat OCD menjadi

diagnosis psikiatri keempat terbanyak setelah fobia, gangguan terkait zat, dan gangguan

depresif berat.(2)

Sebagian besar gangguan dialami pada saat remaja atau dewasa muda dengan umur berkisar

18 hingga 24 tahun.(1)

III.ETIOLOGI

a.Faktor biologi Neurotransmitter

a)Sistem serotonergik Banyak uji klinis obat yang telah dilakukan untuk mendukung

hipotesis bahwa disregulasi serotonin terlibat dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi

dalam gangguan ini. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan

obat yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lainnya, tetapi keterlibatan serotonin

sebagai penyebab OCD belum jelas. Studi klinis telah menganalisis konsentrasi metabolit

87

Page 88: tugas psikiatri koas

[Type text]

serotonin (misalnya, 5-hydroxyindoleacetic asam [5-HIAA]) dalam cerebrospinal fluid (CSF)

serta afinitas dan jumlah ikatan trombosit dari imipramine yang telah dititrasi (Tofranil), yang

berikatan dengan reuptake serotonin, dan melaporkan temuan pada pasien dengan OCD.( 1)

b) Sistem noradrenergik

Saat ini, ada sedikit bukti yang ada untuk disfungsi dalam sistem noradrenergik pada OCD.

Laporan yang tidak resmi menunjukkan beberapa perbaikan dalam gejala OCD dengan

penggunaan clonidine oral (Catapres), obat yang mengurangi jumlah norepinefrin dilepaskan

dari ujung saraf presynaptic.(1)

b. Faktor Perilaku

Menurut ahli teori pembelajaran, obsesi adalah stimulus yang dipelajari. Sebuah stimulus

yang relatif netral dikaitkan dengan rasa takut atau kecemasan melalui proses pembelajaran

responden, yaitu dengan memasangkan stimulus netral dengan peristiwa berbahaya atau

menimbulkan kecemasan. Dengan demikian, objek dan pikiran yang sebelumnya netral

mampu mencetuskan kecemasan atau ketidaknyamanan.

Kompulsi yang dibentuk dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang menemukan bahwa

beberapa tindakan dapat mengurangi kecemasan yang melekat pada pikiran obsesif. (1)

IV. GAMBARAN KLINIS

Obsesi dan kompulsi memiliki ciri tertentu yang sama . Suatu gagasan atau impuls masuk ke

dalam kesadaran seseorang secara menetap. Perasaan takut dan cemas menyertai manifestasi

utama dan sering menyebabkan orang mengambil tindakan balasan terhadap gagasan atau

impuls awal. Obsesi atau kompulsi merupakan ego-alien; yaitu dirasakan sebagai sesuatu

yang asing bagi pengalaman diri sebagai makhluk psikologis. Tidak peduli sedemikian kuat

dan memaksanya obsesi atau kompulsi, orang tersebut biasanya mengenalinya sebagai

sesuatu yang aneh dan tidak rasional. Kadang-kadang pasien terlalu menilai lebih obsesi dan

kompulsi. Misalnya, seorang pasien dapat memaksa bahwa kebersihan kompulsif secara

moral adalah benar walaupun ia dapat kehilangan pekerjaan karena waktu dihabiskan untuk

membersihkan.(4)

Dalam sebuah studi oleh Baer pada tahun 1994, gejala OCD dibagi menjadi tiga kelompok:5

a. obsesi simetri dan akurasi sangat berkorelasi dengan perintah dan dorongan dengan sedikit

pengulangan dan akumulasi ritual – namun obsesi penimbunan yang lemah berhubungan

dengan obsesi dengan simetri sangat berhubungan dengan akumulasi dorongan sedikit dan

pemesanan ritual.

b. Obsesi kontaminasi dengan dorongan pembersihan yang berkorelasi, seperti yang

88

Page 89: tugas psikiatri koas

[Type text]

diharapkan tapi mengejutkan. Mengingat perbedaan klinis antara pembersih dan wanita,

obsesi ini juga sedikit berkorelasi dengan kinerja ritual;

c. Seksual dan obsesi agama agak berkorelasi, dan dalam kelompok dengan obsesi agresif.

V. DIAGNOSIS

Pedoman diagnostik berdasarkan PPGDJ-III :7

• Untuk menegakkan diagnosis pasti gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-

duanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut-turut.

• Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau menganggu aktivitas penderita.

• Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

a) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri;

b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada

lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.

c) Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan untuk merupakan hal yang

memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas,

tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas);

d) Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak

menyenagkan (unpleasantly repetitive).

• Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi. Penderita

gangguan obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya

penderita gangguan depresi berulang (F33.-) dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif

selama episode depresifnya.

Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif

umumnya dibarengi secara parallel dengan perubahan gejala obsesif.

Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-

gejala yang timbul lebih dulu.

Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakan hanya bila tidak ada gangguan depresi pada

saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul.

Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai

diagnosis yang pirmer.

Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat

gejala yang lain menghilang.

• Gejala obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette, atau

gangguan mental organic, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut.

89

Page 90: tugas psikiatri koas

[Type text]

Adapun kriteria diagnostic OCD yang lain adalah DSM-IV-TR yang memungkinkan klinisi

merinci apakah pasien memiliki OCD tipe tilikan yang buruk jika mereka umumnya tidak

menyadari obsesi dan kompulsinya berlebihan.(3)

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Obsesif Kompulsif :

A. Salah satu obsesi atau kompulsif

Obsesi didefinisikan sebagai berikut :

1. Pikiran, impuls atau bayangan yang pernah dialami yang berulang dan menetap yang

intrusive dan tidak serasi, yang menyebabkan ansietas dan distress, yang selama periode

gangguan.

2. Pikiran, impuls atau bayangan bukan ketakutan terhadap problem kehidupan yang nyata.

3. Indvidu berusaha untuk mengabaikan dan menekan pikiran, impuls atau bayangan atau

menetralisir dengan pikiran lain dan tindakan.

4. Individu menyadari bahwa pikiran, impuls, bayangan yang berulang berasal dari

pikirannya sendiri (tidak disebabkan factor luar atau pikiran yang disisipkan)

Kompulsi didefinisikan oleh (1) dan (2) :

1. Perilaku yang berulang (misalnya: cuci tangan, mengecek) atau aktifitas mental (berdoa,

menghitung, mengulang kata tanpa suara) yang individu merasa terdorong melakukan dalam

respon dari obsesinya, atau sesuai aturan yang dilakukan secara kaku.

2. Prilaku atau aktifitas mental ditujukan untuk mencegah atau menurunkan distress atau

mencegah kejadian atau situasi; walaupun perilaku atau aktifitas mental tidak berhubungan

dengan cara realistic untuk mencegah atau menetralisir.

B. Pada waktu tertentu selama perjalanan penyakit, individu menyadai bahwa obsesi dan

kompulsi berlebihan dan tidak beralasan. Catatan: keadaan ini tidak berlaku pada anak.

C. Obsesi dan kompulsi menyebakan distress, menghabiskan waktu (membutuhkan waktu

lebih dari satu jam perhari) atau menganggu kebiasaan, fungsi pekerjaan atau akademik atau

aktifitas social.

D. Bila ada gangguan lain pada aksis I, isi dari obsesi dan kompulsi tidak terkait dengan

gangguan tersebut.

E. Gangguan tidak disebabkan efek langsung dari penggunaan zat (misalnya penyalahgunaan

zat,obat) atau kondisi medis umum.

Dengan tilikan buruk: jika untuk sepanjang episode individu tidak menyadari bahwa obsesi

dan kompulsinya berat dan tidak beralasan.

90

Page 91: tugas psikiatri koas

[Type text]

VI. DIAGNOSIS BANDING

– Keadaan Medis

Persyaratan diagnostic DSM-IV-TR pada distres pribadi dan gangguan fungsional

membedakan OCD dengan pikiran dan kebiasaan yang sedikit berlebihan atau biasa.

Gangguan neurologis utama dipertimbangkan dan diagnosis banding adalah gangguan

Tourette, gangguan “tic” lainnya, epilepsy lobus termporalis dan kadang-kadang-kadang

trauma serta komplikasi pascaensefalitis. (4,5,7)

– Gangguan Tourette

Gejala khas gangguan Tourette adalah tik motorik dan vocal yang sering terjadi gejala

bahkan setiap hari. Gangguan Tourete dan OCD memiliki awitan dan gejala yang serupa.

Sekitar 90 peresen orang dengan gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif dan sebanyak

dua pertiga memenuhi kriteria diagnostik OCD.(4,9)

– Keadaan Psikiatri lain

Keadaan psikiatri lain yang dapat terkait erat dengan OCD adalah hipokondriasi, gangguan

dismorfik tubuh, dan mungkin gangguan pengendalian impuls lain, seperti kleptomania dan

judi patlogis. Pada semua gangguan ini, pasien memiliki berulang (contohnya kepedulian

akan tubuh) atau perilaku berulang (contohnya mencuri). (4)

VII. PERJALANAN GANGGUAN DAN PROGNOSIS

Lebih dari separuh pasien dengan OCD memiliki awitan gejala yang mendadak. Awitan

gejala untuk sekitar 50 hingga 70 persen pasien terjadi setelah peristiwa yang penuh tekanan,

seperti kehamilan, masa seksual, atau kematian kerabat. Karena banyak orang tetap

merahasiakan gejalanya, sering terdapat penundaan 5 hingga 10 tahun sebelum pasien datang

untuk mendapatkan perhatian psikiatri, walaupun penundaan mungkin memendek dengan

meningkatnya keaspadaan terhadap gangguan ini. Sekitar 20-30 pasien mengalami perbaikan

gejala yang signifikan dan 40 hingga 50 persen mengalami perbaikan sedang. Sisa 20 sampai

40 persen tetap sakit atau mengalami perburukan gejala.

VIII. TERAPI

1. Psikoterapi

Psikoterapi suportif secara pasti memiliki tempat, terutama pada pasien OCD yang walaupun

gejalanya memiliki keparahan yang beragam, mampu bekerja dan melakukan penyesuaian

sosial. Dengan kontak regular dan terus-menerus dengan orang yang professional, tertarik,

simpatik, dan member semangat, pasien mungkin mampu berfungsi dengan bantuan ini.

91

Page 92: tugas psikiatri koas

[Type text]

Kadang-kadang ketika obsesional dan anxietas mencapai intensitas yang tidak dapat

ditoleransi, pasien perlu dirawat inap sampai tempat singgah di institusi dan penjauhan dari

stress lingkungan mengurangi gejala hingga tingkat yang dapat ditoleransi.(4,6)

2. Farmakologi

Efektivitas farmakoterapi terhadap OCD terbukti melalui banyaknya percobaan klinis.

Pendekatan standarnya adalah memulai dengan SSRI atau clomipramine dan kemudian

berpindah strategi farmakologis lain jika obat spesifik serotonin tidak efektif.

– Selective Serotonine Reuptake Inhibitor. SSRI telah disetujui oleh U.S. Food and Drug

Administration (FDA) untuk terapi OCD. Dosis yang lebih tinggi sering diperlukan untuk

memberikan efek yang lebih menguntungkan, seperti fluoxetin 80 mg perhari. Walaupun

SSRI menyebabkan gangguan tidur, mual dan diare, sakit kepala, anxietas dan kegelisahan.

Efek samping ini sering sementara dan umumnya tidak menyulitkan daripada efek samping

obat trisiklik seperti clomipramine. Hasil klinis terbaik didapatkan ketika SSRI

dikombinasikan dengan terapi perilaku.

– Clomipramine, adalah obat pertama yang disetujui U.S FDA untuk terapi OCD.

Penggunaan dosisnya harus dititrasi meningkat selama 2 hingga 3 minggu untuk menghindari

efek samping gastrointestinal dan hipotensi ortostatik. Obat ini juga menimbulkan sedasi dan

efek kolinergik yang bemakna, termasuk mulut kering dan konstipasi. Seperti SSRI, hasil

terbaik bersal dari kombinasi obat dengan terapi perilaku.

3. Terapi Perilaku

Walaupun sedikit perbandingan satu persatu yang telah dilakukan, terapi perilaku sama

efektifnya dengan farmakoterapi pada OCD, dan sejumlah data menunjukkan bahwa efek

menguntungkan bertahan lama dengan adanya terapi perilaku. Dengan demikian, banyak

klinisi mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi pilihan OCD. Terapi perilaku dapat

dilakukan di lingkungan rawat jalan dan rawat inap. Pendekatan perilaku yang penting di

dalam OCD adalah pajanan dan pencegahan respons. Desensitasi, penghentian pikiran,

pembanjiran, terapi implosi dan aversive conditioning juga telah digunakan pada pasien

OCD. Di dalam terapi perilaku, pasien harus benar-benar berkomitmen terhadap perbaikan.( 4)

IX. KESIMPULAN

Obsesif kompulsi terbagi atas dua yaitu obsesif dan kompulsi. Sebuah obsesi adalah pikiran

berulang dan mengganggu, perasaan,dan ide Kompulsi adalah perilaku yang berulang,

disengaja atau tindakan mental orang yang merasa dipaksa untuk melakukan, biasanya

dengan sebuah keinginan untuk melawan (misalnya mencuci tangan). Diantara orang dewasa,

92

Page 93: tugas psikiatri koas

[Type text]

laki-laki dan perempuan sama-sama cenderung terkena, tetapi diantara remaja, laki-laki lebih

lazim terkena daripada perempuan. Usia rerata awitan sekitar 20 tahun, walaupun laki-laki

memiliki usia sedikit lebih awal (laki-laki sekitar 19 tahun) daripada perempuan (sekitar 22

tahun).. Etiologi gangguan obsesif-kompulsif yaitu factor biologi (Neurotransmitter: Sistem

noradrenergik dan Sistem serotonergik) dan faktor perilaku. Obsesi atau kompulsi merupakan

ego-alien; yaitu dirasakan sebagai sesuatu yang asing bagi pengalaman diri sebagai makhluk

psikologis. Tidak peduli sedemikian kuat dan memaksanya obsesi atau kompulsi, orang

tersebut biasanya mengenalinya sebagai sesuatu yang aneh dan tidak rasional. Kadang-

kadang pasien terlalu menilai lebih obsesi dan kompulsi. Misalnya, seorang pasien dapat

memaksa bahwa kebersihan kompulsif secara moral adalah benar walaupun ia dapat

kehilangan pekerjaan karena waktu dihabiskan untuk membersihkan. Diagnosis gangguan

obsesif-kompulsif berdasarkan PPGDJ-III. Terapi dapat berupa psikoterapi suportif,

farmakologi, dan terapi perilaku.

93

Page 94: tugas psikiatri koas

[Type text]

DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira, SD. Hadisukanto, G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta : 2010

2. Ebert.M H. Current Diagnosis & Treatments in Psychiatry . McGraw-Hill’s Acces

Medicine: 2005

3. Sadock.BJ, Sadock. VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral

Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins: 2007

4. Sadock, Benjamin. Buku Ajar Psikiatri Klinis ed. 2. Jakarta: 2009

5. Anonym. Symptom of OCD- Stanford university. Available from : www.ocd.stanford.edu.

6. McLean, PD. Woody, S.R. Anxiety Disorder in Adults. Oxford University Press: 2001

7. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPGDJ-III.

Jakarta:2003

8. Paige, LZ. Obsessive-Compulsive Disorder. Principal Leadership : September 2007

9. Mckay, Dean. Taylor, Steven. Abramowitz, JS. Obsessive-compulzive Disorder vol 374 :

August 2009

94

Page 95: tugas psikiatri koas

[Type text]

GANGGUAN STRES AKUT

2.1 Definisi

Gangguan Stres Akut (Acute Stress Disorder/ASD) adalah sebuah kondisi psikologis

yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan, hasil dari sebuah

peristiwa traumatis di mana seseorang mengalami atau saksi suatu peristiwa yang

menyebabkan korban/saksi untuk mengalami ekstrim, mengganggu atau tidak terduga takut,

stres, (dan kadang-kadang rasa sakit) dan yang melibatkan atau mengancam serius, dirasakan

cedera serius (biasanya kepada orang lain), atau kematian. Gangguan stres akut adalah

variasi dari Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan adalah pikiran dan tubuh terhadap

perasaan (baik yang dirasakan dan nyata) yang intens ketidakberdayaan.1

2.2 Epidemiologi

Secara umum, prevalensi seumur hidup gangguan stress akut sebesar 8% sementara 5-

15% mengalami bentuk subklinis. Pada kelompok yang pernah mengalami trauma

sebelumnya, prevalensinya antara 5-75%. Wanita memiliki risiko yang lebih tinggi (10-12%)

dibandingkan pria (5-6%) pada kelompok usia dewasa muda.

2.3 Etiologi

Stresor atau peristiwa traumatis di mana seseorang mengalami atau saksi suatu

peristiwa yang menyebabkan korban/saksi untuk mengalami ekstrim, mengganggu atau tidak

terduga takut, stres, (dan kadang-kadang rasa sakit) dan yang melibatkan atau mengancam,

cedera serius, atau kematian.

Walaupun stresor diperlukan, namun stresor tidak cukup untuk menyebabkan

gangguan. Faktor-faktor yang harus ikut dipertimbangkan adalah faktor biologis individual,

faktor psikososial sebelumnya dan peristiwa yang terjadi setelah trauma. Faktor kerentanan

yang merupakan predisposisi tampaknya memainkan peranan penting dalam menentukan

apakah gangguan akan berkembang, yaitu :

1. Adanya trauma masa anak-anak

2. Sifat gangguan kepribadian ambang, paranoid, dependen, atau anti sosial

3. Sistem pendukung yang tidak adekuat

95

Page 96: tugas psikiatri koas

[Type text]

4. Kerentanan konstitusional genetika pada penyakit psikiatrik

5. Perubahan hidup penuh stress yang baru terjadi

6. Persepsi lokus kontrol eksternal

7. Penggunaan alkohol, walaupun belum sampai taraf ketergantungan

Jika trauma terjadi pada masa anak-anak maka akan terjadi penghentian

perkembangan emosional, sedangkan jika terjadi pada masa dewasa akan terjadi regresi

emosional.1

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala menunjukkan variasi yang besar, tetapi biasanya mereka menyertakan sebuah

keadaan awal dari "linglung", dengan beberapa penyempitan bidang kesadaran dan

penyempitan perhatian, ketidakmampuan untuk memahami rangsangan, dan disorientasi.

Keadaan ini dapat diikuti baik oleh penarikan lebih lanjut dari situasi sekitarnya, atau dengan

agitasi dan overeaktifitas. Tanda-tanda panik otonom kecemasan (takikardia, berkeringat,

kemerahan) yang umumnya hadir. Gejala biasanya muncul dalam beberapa menit dari

dampak dari stres rangsangan atau aktivitas, dan menghilang dalam waktu 2-3 hari

(seringkali dalam beberapa jam). Amnesia sebagian atau lengkap untuk episode mungkin ada.

Seseorang dengan Gangguan Stress akut dapat mengalami kesulitan berkonsentrasi,

merasa terlepas dari tubuh mereka, pengalaman dunia sebagai tidak nyata atau mimpi, atau

mengalami kenaikan kesulitan mengingat detail spesifik dari peristiwa traumatik (amnesia

disosiatif). Peristiwa traumatik yang dialami kembali terus-menerus dalam setidaknya salah

satu dari cara berikut: berulang, pikiran, mimpi, ilusi, episode kilas balik, atau rasa

menghidupkan kembali pengalaman atau penderitaan pemaparan pada pengingat dari

peristiwa traumatik.1

2.5 Diagnosis

Kriteria diagnostik untuk gangguan stress akut menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut :2

1. Harus ada kaitan waktu kejadian yang jelas antara terjadinya pengalaman

stresor luar biasa (fisik atau mental) dengan onset dari gejala, biasanya setelah

beberapa menit atau segera setelah kejadian.

2. Selain itu ditemukan gejala-gejala :

96

Page 97: tugas psikiatri koas

[Type text]

a. Terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah;

selain gejala permulaan berupa keadaan terpaku (daze), semua hal

berikut dapat terlihat : depresi, ansietas, kemarahan, kecewa, overaktif,

dan penarikan diri.

Akan tetapi tidak satupun dari gejala tersebut yang mendominasi

gambaran klinisnya untuk waktu yang lama.

b. Pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dari lingkup stresornya, gejala

dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa jam); dalam hal di

mana stres menjadi berkelanjutan atau tidak dapat dialihkan, gejala-

gejala biasanya baru mereda setelah 24-48 jam dan biasanya hampir

menghilang setelah 3 hari.

3. Diagnosis ini tidak boleh digunakan untuk keadaan kambuhan mendadak dari

gejala-gejala pada individu yang sudah menunjukkan gangguan psikiatrik

lainnya.

4. Kerentanan individual dan kemampuan menyesuaikan diri memegang peranan

dalam terjadinya atau beratnya suatu gangguan stres akut.

Kriteria diagnostik untuk gangguan stress akut menurut DSM IV adalah sebagai

berikut:3

A. Orang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik dimana kedua dari berikut ini

ditemukan:

1. Orang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu kejadian atau

kejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang

sesungguhnya atau cedera yang serius, atau ancaman kepada integritas diri

atau orang lain.

2. Respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya atau

horor.

B. Salah satu selama mengalami atau setelah mengalami kejadian yang menakutkan,

individu tiga (atau lebih) gejala disosiatif berikut :

1. perasaan subyektif kaku, terlepas, atau tidak ada responsivitas emosi.

2. penurunan kesadaran terhadap sekelilingnya (misalnya, berada dalam keadaan

tidak sadar)

3. derealisasi

97

Page 98: tugas psikiatri koas

[Type text]

4. depersonalisasi

5. amnesia disosiatif (yaitu, ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting

dari trauma)

C. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali sekurangnya satu cara berikut:

bayangan, pikiran, mimpi, ilusi, episode kilas balik yang rekuren, atau suatu perasaan

hidupnya kembali pengalaman atau penderitaan saat terpapar dengna pengingat

kejadian traumatik.

D. Penghindaran jelas terhadap stimuli yang menyadarkan rekoleksi trauma (misalnya,

pikiran, perasaan, percakapan, aktivitas, tempat, orang).

E. Gejala kecemasan yang nyata atau pengingat kesadaran (misalnya, sulit tidur,

iritabilias, konsentrasi buruk, kewaspadaan berlebihan, respon kejut yang berlebihan,

dan kegelisahan motorik).

F. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain, menganggu kemampuan

individu untuk mengerjakan tugas yang diperlukan, seperti meminta bantuan yang

diperlukan atau menggerakan kemampuan pribadi dengan menceritakan kepada

anggota keluarga tentang pengalaman traumatik.

G. Gangguan berlangsung selama minimal 2 hari dan maksimal 4 minggu dan terjadi

dalam 4 minggu setelah traumatik

H. Gangguan tidak disebabkan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,

obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum, tidak lebih baik

diterangkan oleh gangguan psikotik singkat dan tidak semata-mata suatu eksaserbasi

gangguan Aksis I atau Aksis II dan telah ada sebelumnya.

Pasien dengan gangguan disosiatif biasanya tidak memiliki derajat perilaku

menghindar, kesadaran berlebih (hiperarousal) otonomik, atau riwayat trauma yang

dilaporkan oleh pasien gangguan stress pascatraumatik. Sebagian karena publikasi yang luas

dan telah diterima, istilah gangguan stress pascatraumatik dalam berita popular, klinisi harus

juga mempertimbangkan kemungkinan suatu gangguan buatan atau berpura-pura.

2.6 Diagnosis Banding

1. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Pada PTSD, pasien harus mengalami suatu stress emosional yang besar yang bersifat

traumatik bagi setiap orang. Peristiwa trauma tersebut termasuk trauma peperangan,

bencana alam, penyerangan, pemerkosaan, dan kecelakaan yang serius. PTSD terdiri

98

Page 99: tugas psikiatri koas

[Type text]

dari pengalaman kembali trauma melalui mimpi dan pikiran yang membangunkan

(waking through), penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan

penumpulan responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran berlebihan

(hyperarousal) yang persisten. Menurut DSM-IV perbedaan antara gangguan stress

akut dengan PTSD adalah lamanya gejala berlangsung yaitu pada gangguan stress

akut berlangsung 2 hari hingga 1 bulan sedangkan pada PTSD berlangsung lebih dari

1 bulan.4

2. Gangguan Panik

Gangguan panik adalah ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan

tidak diperkirakan. Gangguan panik ini sering disertai dengan adanya agoraphobia

yaitu ketakutan berada sendirian di tempat-tempat publik. Pasien ini dibawa berobat

ke rumah sakit dengan keluhan berteriak-teriak ketakutan serta berguling-guling di

lantai tempat kerjanya sehingga hal ini mendukung adanya suatu serangan panic yang

spontan. Selain itu, pasien juga menghindari tempat-tempat umum atau transportasi

umum.

2.7 Penatalaksanaan

Gangguan ini dapat diatasi sendiri dengan waktu atau mungkin berkembang menjadi

gangguan yang lebih berat seperti PTSD. Namun hasil Creamer, O'Donnell dan Pattison's

(2004) penelitian terhadap 363 pasien menunjukkan bahwa diagnosa Gangguan Stres akut

hanya memiliki validitas prediktif terbatas untuk PTSD. Namun tidak menemukan bahwa

pengalaman kembali peristiwa traumatik dan gairah lebih baik prediktor PTSD. Obat dapat

digunakan untuk jangka waktu yang sangat singkat (sampai empat minggu)

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menilai efektivitas konseling dan

psikoterapi bagi orang-orang dengan ASD. Terapi perilaku kognitif yang mencakup eksposur

dan restrukturisasi kognitif ternyata efektif dalam mencegah PTSD pada pasien yang

didiagnosis dengan klinis ASD dengan hasil yang signifikan pada 6 bulan follow-up.

Kombinasi relaksasi, restrukturisasi kognitif, imaginal eksposur dan vivo eksposur lebih

unggul untuk mendukung konseling.5

99

Page 100: tugas psikiatri koas

[Type text]

2.8 Prognosis

Prognosis untuk gangguan ini sangat baik. Jika berkembang ke gangguan lain (biasanya

PTSD), tingkat keberhasilan dapat bervariasi sesuai dengan spesifikasi yang terjadi pada

gangguan.1

100

Page 101: tugas psikiatri koas

[Type text]

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI. Sadock BJ.Synopsis of Psychiatry Behavioral Science/Clinical

Psychiatry.10th ed.New York: Lippincot Williams & Wilkins.2007.pg: 322:28.

2. Maslim. Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III: Reaksi

Akut Stres. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Atmajaya.2001; pg 53.

3. American Psychiatric association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder (DSM-IV). 4th ed.Washington,DC:American Psychiatric Association; 2000.

4. Ingram IM. Catatan Kuliah Psikiatri. 6th ed. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran.1995.

pg: 28:42.

5. Kapita Selekta Kedokteran. 3th ed. Jakarta : Penerbit Media Aesculapsius Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2001.pg :189:192.

101

Page 102: tugas psikiatri koas

[Type text]

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

A. Definisi

PTSD atau Post Traumatic Stress Disorder adalah Gangguan kejiwaan pada

seseorang yang dialami dan berkembang setelah pengalaman traumatik, atau menyaksikan

suatu kejadian yang mengancam jiwa, mencederai luka, atau ancaman terhadap integritas dari

tubuh, biasanya diiringi dengan ketidakmampuan seseorang untuk beradaptasi. Pengertian

lain dari PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) adalah kecemasan patologis yang umumnya

terjadi setelah seseorang mengalami atau menyaksikan trauma berat yang mengancam secara

fisik dan jiwa orang tersebut. Pengalaman traumatik ini dapat berupa:1,2

1. Trauma yang disebabkan oleh bencana seperti bencana alam (gempa bumi, banjir,

topan), kecelakan, kebakaran, menyaksikan kecelakaan atau bunuh diri, kematian

anggota keluarga atau sahabat secara mendadak.

2. Trauma yang disebabkan individu menjadi korban dari interperpersonal attack seperti:

korban dari penyimpangan atau pelecehan seksual, penyerangan atau penyiksaan

fisik, peristiwa kriminal (perampokan dengan kekerasan), penculikan, menyaksikan

perisiwa penembakan atau tertembak oleh orang lain.

3. Trauma yang terjadi akibat perang atau konflik bersenjata seperti: tentara yang

mengalami kondisi perang, warga sipil yang menjadi korban perang atau yang

diserang, korban terorisme atau pengeboman, korban penyiksaan (tawanan perang),

sandera, orang yang menyaksikan atau mengalami kekerasan.

4. Trauma yang disebabkan oleh penyakit berat yang diderita individu seperti kanker,

rheumatoid arthritis, jantung, diabetes, renal failure, multiple sclerosis, AIDS dan

penyakit lain yang mengancam jiwa penderitanya.

B. Faktor Resiko PTSD 5 ,6, 7, 8, 9

1. Jenis kelamin perempuan, 2 hingga 4 kali lipat dibandingkan pada laki-laki meskipun

laki-laki lebih cenderung mengalami kejadian traumatik.

102

Page 103: tugas psikiatri koas

[Type text]

2. Gangguan jiwa sebelumnya (preexisting anxiety disorder atau preexisting major

depression) beresiko 2 kali lipat dibandingkan mereka yang tidak mengalami

gangguan jiwa.

3. Adanya gangguan psikiatrik sebelum trauma baik pada individu yang bersangkutaan

maupun keluarganya.

4. Adanya trauma masa kanak, seperti kekerasan fisik maupun seksual.

5. Ciri kepribadian ambang, paranoid, dependent, atau antisosial.

6. Mempunyai karakter yang bersifat introvert atau isolasi sosial; adanya problem

menyesuaikan diri.

7. Adanya kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi secara bermakna.

8. Terpapar oleh kejadian-kejadian dalam kehidupan yang luar biasa sebelumnya baik

tunggal maupun ganda dan dirasakan secara subjektif oleh suatu kondisi atau

peristiwa yang menimbulkan penderitaan bagi dirinya.

C. Epidemiologi

Pada Studi community-based yang dilakukan di AS mendokumentasikan prevalensi

seumur hidup pada PTSD sekitar 8% dari populasi orang dewasa. Menurut National

Comorbidity Survey Replication gambaran ini sekitar 6,8 %. Kejadian PTSD muncul paling

tinggi terutama pada orang yang mengalami trauma (muncul pada 1/3 hingga ¾ dari mereka

yang mengalami pemerkosaan, perang, penculikan, pengasingan dengan alasan politik, dan

genosida. 6

Studi epidemiologi menunjukkan PTSD seringkali kronik, dengan jumlah orang yang

secara signifikan bergejala beberapa tahun setelah kejadian awal. Untuk menegaskan

pandangan ini, data epidemiologis menunjukkan frekuensi. Sebagai contohnya,studi dari the

National Vietnam Veterans Readjustment menemukkan prefalensi seumur hidup, 30,9%

hingga 15,2 % pada pria dan 26,9% hingga 8,5% pada perempuan. Pada populasi korban

perkosaan, illpatrick dan colleagues menemukan prevalensi seumur hidup 75,8% dan

prevalensi 39,4%. Pada studi oleh Pynoos and associates pada anak-anak menunjukkan

tingkat prevalensi 58,4% pada anak-anak yang mendapat serangan sniper di AS dan 70,2%

pada mereka yang terkena gempa bumi di Armenia. Kessler and colleagues

mendokumentasikan 1/3 dari mereka yang terdiagnosis PTSD gagal sembuh setelah beberapa

tahun. 6

Epidemiologi dari PTSD berdasarkan studi Community-based epidemiological

menunjukkan 70% dari individu yang mengalami trauma, yang dipengaruhi oleh kejadian

103

Page 104: tugas psikiatri koas

[Type text]

traumatik, faktor predisposisi dan faktor lingkungan peritraumatik dalam memahami etiologi

dari PTSD, terutama pada gangguan interaksi dari 3 grup faktor. Perkembangan dari PTSD

berhubungan dengan kejadian yang dialami pasien, yang secara konsisten memiliki

keterkaitan erat dengan stress yang dialami dan resiko perkembangan PTSD. Keterkaitan ini

terdapat pada populasi orang yang mengalami trauma. 6

Respon kognitif dan afektif juga penting dalam menentukkan PTSD yang

dikembangkan. Kejadian traumatik didefinisikan dengan kejadian yang melibatkan

pengalaman atau menyaksikan kejadian nyata yang mengancam jiwa, cedera berat, atau

mengatahui kematian yang mengenaskan yang melibatkan ketakutan yang mendalam,

ketidakberdayaan, atau kejadian mengerikan. 6

1. Psikodinamika

Ego klien telah mengalami trauma berat, sering dirasakan sebagai ancaman terhadap

integritas fisik atau konsep diri. Hal ini menyebabkan ansietas berat yang tidak dapat

dikendalikan oleh ego dan dimanifestasikan dalam bentuk perilaku simtomatik. Karena ego

menjadi rentan, superego dapat menghukum dan menyebabkan individu merasa bersalah

terhadap kejadian traumatik tersebut. dapat menjadi dominan, menyebabkan perilaku

impulsif tidak terkendali.1,2

2. Biologis

Gejala-gejala gangguan stress pasca trauma timbul sebagai akibat dari respons biologik

dan juga psikologik seseorang individu. Kondisi ini terjadi oleh karena aktivitasi dari

beberapa sistem di otak yang berkaitan dengan timbulnya perasaan takut pada seseorang.

Terpaparnya seseorang oleh peristiwa yang traumatik akan menimbulkan respons takut

sehingga otak dengan sendirinya akan menilai kondisi keberbahayaan peristiwa yang dialami,

serta mengorganisasi suatu respons perilaku yang sesuai. Dalam hal ini, Amigdala merupakan

bagian otak yang sangat berperan besar. Amigdqala akan mengaktivasi beberapaq

neurotransmitter serta bahan-bahan neurokimiawi di otak jika seseorang menghadapi

peristiwa traumatik yang mengancam nyawa sebagai respons tubuh untuk mengahdapi

peristiwa tersebut. Dalamwaktu beberapa milidetik setelah mengalami peristiwa tersebut,

amigdala dengan segera akan bereaksi dengan memberikan stimulus berupa tanda darurat

kepada: 2,5

1. Sistem saraf simpatis (katekolamin)

2. Sistem saraf parasimpatis

3. Aksis hipotalamus-hipofisis-kelenjar adrenal (aksis HPA)

104

Page 105: tugas psikiatri koas

[Type text]

Akibat dari perangsangan pada sistem saraf simpatis segera setelah mengalami peristiwa

traumatik, maka akan terjadi peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Kondisi ini

disebut’flight or fight reaction’. Reaksi ini juga akan meningkatkan aliran darah dan jumlah

glukosa pada otot-otot skletal sehingga membuat seseorang sanggup untuk berhadapan

dengan peristiwa tersebut atau jika mungkin memberikan reaksi interaktif terhadap ancaman

yang optimal. Reaksi sistem saraf simpatis pada beberapa jaringan tubuh, namun respons ini

bekerja secara bebas dan tidak berkaitan dengan respons yang berkaitan oleh sistem saraf

simpatis. Aksis HPA juga akan terstimulasi oleh beberapa neuropeptida otak pada waktu

orang berhadapan dengan peristiwa traumatik. Hipotalamus akan mengeluarkan Cortico-

Releasing Factor (CFR) dan beberapa neuropeptida regulator lainnya, sehingga kelenjar

hipofisis akan terangsang dan mensekresi pengeluaran adenocorticotropic hormone (ACTH)

yang akhirnya menstimulasi pengeluaran hormon kortisol dari kelenjar adrenal.2,5

Jika seseorang mengalami tekanan maka tubuh secara alamiah akan meningkatkan

pengeluaran katekolamin dan hormon kortisol; pengeluaran ke dua zat ini tergantung pada

derajat tekanan yang dialami oleh individu. Katekolamin berperan dalam menyediakan energi

yang cukup dari beberapa organ vital tubuh dalam bereaksi terhadap tekanan tersebut.

Hormon kortisol berperan dalam menghentikan aktivasi sistem saraf simpatik dan beberapa

sistem tubuh yang bersifat defensif tadi yang timbul akibat dari peristiwa traumatik yang

dialami oleh individu tersebut. Dengan kata lain, hormon kortisol berperan dalam proses

terminasi dari respons tubuh dalam menghadapi tekanan. Peningkatan hormon kortisol akan

menimbulkan efek umpan balik negatif pada aksis HPA tersebut.2, 5

Pitman (1989) menghipotesiskan bahwa pada individu yang cenderung untuk

mengalami gangguan dalam regulasi neuropeptida dan juga katekolamin di otak pada waktu

menghadapi peristiwa traumatik. Katekolamin yang meningkat ini akan membuat individu

tetap berada dalam kondisi siaga terus menerus. Jika hormon kortisol gagal menghentikan

proses ini, maka aktivasi katekolamin akan tetap tinggi dan kondisi ini dikaitkan dengan

terjadinya ‘konsolidasi berlebihan’ dari ingatan-ingatan peristiwa traumatik yang dialami.2,5

Dari hasil penelitian, abnormalitas dalam penyimpanan, pelepasan, dan eliminasi

katekolamin yang memengaruhi fungsi otak di daerah lokus seruleus, amigdala dan

hipokampus. Hipersensitivitas pada lokus seruleus dapat menyebabkan seseorang tidak dapat

belajar. Amigdala sebagai penyimpan memori. Hipokampus menimbulkan koheren naratif

serta lokasi waktu dan ruang. Hiperaktivitas dalam amigdala dapat menghambat otak

membuat hubungan perasaan dalam memorinya sehingga menyebabkan memori disimpan

dalam bentuk mimpi buruk, kilas balik, dan gejala-gejala fisik lain.2

105

Page 106: tugas psikiatri koas

[Type text]

Faktor Biologi

Pasien dengan PTSD kronis mengalami peningkatan norepinephrine di sirkulasi dan

peningkatan reaktifitas alpha-2-adrenergic receptors. Perubahan ini dihipotesiskan sesuai

gejala somatik yang muncul pada individu dengan PTSD. Studi neuroanatomi mengaitkan

perubahan pada amygdala dan hippocampus pada pasien dengan PTSD, MRI fungsional dan

positron-emmision tomography yang menunjukkan peningkatan pada aktifitas amygdala dan

anterior paralimbic region ke stimulus yang berhubungan dengan trauma. Maka, sebagai

respon yang beerhubungan dengan trauma, terjadi penurunan reaktifitas dari anterior

cingulate dan orbitofontal areas. Perubahan biologis ini menunjukkan gejala

neuroanatomical substrate untuk gejala yang termasuk karakteristik dari PTSD (intrusive

recollections dan gangguan kognitif lainnya). Bagaimanapun tidak diketahui perubahan

sebelumnya sebagai hasil terpaparnya trauma atau karena menderita PTSD. 6, 7, 8, 9

Sympathetic Nervous System Alterations.

Terdapat assosiasi positif antar diagnosis PTSD dan akitivitas cardiovascular,

terutama individu yang telah didiagnosis PTSD dengan nadi yang tinggi pada saat istirahat

yang berkaitan dengan individu yang terpapar trauma tanpa diagnosis PTSD dan kontrol yang

tidak terpapar trauma, hal ini menunjukkan studi dengan sampel PSTD kronis terdapat

peningkatan urin cathecolamine 24 jam, selain itu terdapat peningkatan aktivitas simpatis.

Terdapat demonstrasi berulang terhadap peninggian sympathetic arousal pada pasien dengan

PTSD yang direkonstruksi ulang saat trauma. 6, 7, 8, 9

Meskipun kondisi ini dapat dijelaskan dengan keterkaitan trauma dengan respon

fisiologis yang meningkat pada pasien dengan PTSD, namun tidak menjelaskan individu

yang mengalami seseorang individu dapat mengalami perkembangan PTSD, sementara

individu yang lain tidak. Dapat dihipotesiskan terdapat perbedaan suskeptibilitas untuk

membentuk PTSD pada masing-masing variasi individu dibandingkan dengan individu lain,

maka individu yang mengalami kejadian traumatik lebih sering mengalami PTSD. 6, 7, 8, 9

Terdapat disfungsi otak pada individu dengan PTSD, dimana terdapat pembangkitan

potensial yang abnormal. Pada ERP dapat menggagaskan pasien dengan PTSD mengalami

penghambatan kortikal pada stimulus dengan intensitas tinggi, gangguan pada memori dan

konsentrasi, defisit auditorik dan peningkatan perhatian pada stimulus yang berkaitan dengan

trauma. Bagaimanapun perlu dilakukan studi lanjutan pada PSTD. 6, 7, 8, 9

Respon psychophsiological pada pemaparan trauma yang akut dapat memprediksi

perkembangan PTSD, individu yang selamat setelah kejadian traumatik mengalami

peningkatan nadi selama 1 minggu. 6, 7, 8, 9

106

Page 107: tugas psikiatri koas

[Type text]

Faktor Neuroendokrin

Pada individu yang mengalami PTSD terjadi upaya untuk mempertahankan

homeostasis, terjadi perubahan endogen, stress-responsive neurohormon, seperti cortisol,

epinephrine, norepinephrine, vasopressin, oxytocin, pada stress awal terjadi perubahan The

hypothalamic-pituitary-adrenal yaitu hypothalamic dan extrahypothalamic corticotropin-

releasing hormon, monoaminergic, dan gamma-amniobutyric acid/ benzodiazepine systems,

stress juga menunjukkan perubahan struktural dan fungsional pada otak seperti depresi, dari

data terlihat kelainan terutama pada The hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis secara

ekstensif dipelajari dalam sistem neuroendokrin pada pasien dengan PTSD. Penemuan

penting yaitu: berkurangnya ekskresi cortisol urin 24 jam, supersuppresion pada cortisol

setelah pemberian low-dose dexamethasone, menumpulnya respon corticotropin pada

corticotropin releasing-hormone dan peningkatan reseptor glukokortikoid, hal ini

menunjukkan PTSD kronis diikuti oleh supersuppresion pada emergency HPA response pada

stress akut. Hal ini dapat terjadi karena proteksi diri individu pada toksisitas tingginya

corticosteroid yang muncul pada pemaparan berulang stress yang mengingatkannya terhadap

trauma. Selain itu perubahan aksis HPA terhadap perubahan reseptor glukokortikoid

berkaitan dengan beratnya gejala PTSD, tetapi tidak dengan less specific anxiety dan

depressive symptoms, pada penelitian dengan sampel veteran AS perang vietnam yang

bertarung langsung yang mengalami PTSD memiliki cortisol yang lebih rendah dibandingkan

veteran AS perang Vietnam yang tidak bertarung langsung yang mengalami PTSD 6, 7, 8, 9

Jadi faktor neuroendokrin pada PTSD menunjukkan abnormalitas yang spesifik,

dibandingkan gangguan jiwa lainnya, pada pasien dengan PTSD menunjukkan negative

feedback inhibiton dengan berlebihannya respon cortisol terhadap dexamethasone, disertai

peningkatan reseptor glukokortikoid dan cortisol basal, penemuan ini kontras terhadap pasien

dengan depresi mayor yaitu wanita dengan childhood abuse dengan didiagnosis current

major depression menunjukkan 6 kali lipat respon adrenocorticotropic hormone terhadap

stress terjadi penumpulan respon cortisol terhadap dexamethasone disertai pengurangan

jumlah reseptor glukokortikoid dan cortisol basal pada studi biologi longitudinal terdapat

penurunan kortisol 15 μg/dL hingga ke 30 μg/dL, selain itu efek ini juga dipengaruhi fight-or-

flight reactions. 6, 7, 8, 9

Sleep Studies

107

Page 108: tugas psikiatri koas

[Type text]

Pada studi didapatkan dua kriteria jelas yang berhubungan dengan keluhan tidur pada

individu dengan PTSD:nightmare dengan kejadian traumatik, kegagalan untuk memulai dan

mempertahankan tidur, data selanjutnya menggagaskan kesulitan tidur pada individu dengan

PTSD dengan aktivitas motorik yang berlebih dan awakening with somatic anxiety symptoms.

Terdapat juga komplain pada penggunaan polysomnography pada studi, terutama pada pasien

dengan waktu tidur yang kurang atau efisiensi, dan peningkatan kesadaran pada pasien

PTSD. Terdapat juga dokumentasi pada pasien dengan PTSD dengan gangguan nafas akibat

tidur. PTSD juga dikaitkan dengan REM yang terfragmentasi. 6

Faktor Struktural dan Fungsional Pada Otak

Pada pemeriksaan MRI bila ditemukan white matter lesion dan penurunan volume

hippocampal, abnormalitas ini menunjukkan kerentanan pretrauma untuk berkembang

menjadi PTSD bila mendapat pengalaman traumatik, pada PET scan bila terlihat peningkatan

aktivitas metabolik hanya di bagian hemisfer kanan saja, yang secara spesifik, pada area

emosi yaitu: amygdala, insula, dan lobus temporal medial, selama pemaparan kejadian

traumatik terjadi juga penurunan aktivasi area frontal inferior-Broca, yang mempengaruhi

motor speech, dapat pula ditemukan aktivasi pada cingulate cortex pada respon trauma

related stimuli, pada individu PTSD. Pada proyeksi amygdala ke reticularis pontis caudalis

mempengaruhi respon terkejut, rasa takut, bahaya dan ancaman, amygdala diaktivasi dengan

respon ekspresi wajah terhadap rasa takut, dibandingkan dengan neutral, gembira, atau

ekspresi wajah lain, peranan hippocampus pada PTSD menunjukkan fungsi declarative

memory, context dependent memory, terjadi penurunan volume hippocampus pada pasien

PTSD dan depresi, diperkirakan karena pengalaman negative, emosi ekstrim dan reaksi

biologi yang mengingatkan mereka pada trauma, sehingga individu yang mengalami

kerusakan hippocamus, cenderung menunjukkan perubahan perilaku yang tidak sesuai

konteks. Pada individu dengan PTSD terjadi penurunan kemampuan aktivasi Anterior

Cingulate Cortex sehingga terjadi penurunan kemampuan mengerjakan tugas kognitif dan

penguasaan emosi, pada inidividu dengan PTSD dapat terjadi penurunan aliran darah ke otak

sehingga terjadi perubahan struktur pada left inferior prefrontal cortex atau Broca area dan

dorsolateral prefreontal cortex, juga terjadi penurunan akitvasi thalamus, medial frontal

gyrus (Brodmann’s area), berbeda pada perempuan dengan childabuse menunjukkan

peningkatan aliran darah pada anterior prefrontal cortex, pada pasien dengan PTSD terjadi

penurunan aktivasi pada dorsolateral frontal cortex sehingga pasien dengan PTSD kembali

mengingat trauma dengan kesadaran yang terbatas, sehingga hanya mengingat sebagian unsur

trauma, selain itu ditemukan juga hemispheric lateralization pada pasien dengan PTSD yang

108

Page 109: tugas psikiatri koas

[Type text]

terpapar memori negatif, pada bagian hemisfer kanan mengembangkan terlebih dahulu

dibandingkan hemisfer kiri, yang melibatkan ekspresi emosi nonverbal yaitu intonasi,

ekspresi wajah, komunikasi visual atau spasial, dengan kata lain hemisfer kanan khusus

mempengaruhi emosi, yang berlawanan dengan hemisfer kiri yang memediasi komunikasi

verbal dan mengorganisasi penyelesaian masalah, pada (gambar 1.) dapat dilihat peranan

neurotransmitter pada respon fight or flight pada pengaktifan HPA terjadi peningkatan

cortisol, tingginya tingkat cortisol diasosiasikan dengan kerusakan hippocampus dan

mengubah fungsi hippocampus yang berperan dalam gejala PTSD. Pada (gambar 2.) dapat

dilihat peranan serotonin pada respon fight or flight melalui komunikasi secara langsung

dengan limbik dan struktur kortikal terjadi peningkatan cortisol, tingginya tingkat cortisol

diasosiasikan dengan kerusakan hippocampus dan mengubah fungsi hippocampus yang

berperan dalam gejala PTSD, kejadian trauma dapat menyebabkan otak gagal memproses

informasi, memori episodik menetap di sistem limbik, yang menghasilkan gambaran kejadian

traumatik. 6, 7, 8, 9, 10

109

Page 110: tugas psikiatri koas

[Type text]

Gambar 1. Sirkuit dari noradrenergic pada respon trauma, respon akut: “fight or flight”, rasa

takut, konsolidasi memori, gejala ASD/ PTSD: hypervigilience, arousal, fear, startle,

flashback, intrusive recollections.10

Locus coeruleus: pigmented area pada regio rostrolateral pontine dari fourth ventricle floor

dan memanjang hingga mesencephalon pada lateral portion dari periaqueductal gray

substance; cell dari nukleus yang mengandung melanin.

Gambar 2. Jalur serotonergic pada traumatic stress response. Respon akut: “fight or flight”,

kemarahan, melemahkan rasa takut, ASD/ PTSD; yang berkaitan dengan gejala

aggression/violence, anger, impulsivity, anxiety, depression.10

3. Dinamika Keluarga

Tipe pendidikan formal, kehidupan keluarga, dan gaya hidup merupakan perkiraan

yang signifikan terjadinya PTSD. Keberhasilan dalam pendidikan yang di bawah rata-rata,

perilaku orang tua yang negatif, dan kemiskinan orang tua merupakan prediktor

perkembangan PTSD.3

Faktor Psychological

110

Page 111: tugas psikiatri koas

[Type text]

Bila terjadi kegagalan dalam adaptasi 3 fase stress dapat menyebabkan PTSD, 3 fase

stress itu antara lain: (1) Fase Initial yaitu fase dengan realisasi kejadian yang menyakitkan

yang meenyebabkan kemarahan, kesedihan, dan penyesalan, (2) Fase Denial yaitu fase

dengan karakterisitik defense againt intrusion of memories pada kejadian traumatik, dimana

pasien menunjukkan kegagalan memori pada kejadian, yang mengingatkan mereka pada

kejadian traumatik, dan menggunakan fantasi mereka untuk melawan persepsi yang realistis

pada kejadian, (3) Fase Intrusive yaitu fase dengan karakteristik hypervigilance, terkejut yang

berlebihan, tidur, gangguan mimpi, intrusive dan repetitive trauma-related thoughts, dan

kebingungan.11

Model Perilaku

Teori kondisi dapat membantu dalam menjelaskan proses dengan stimulus yang

berkaitan dengan kejadian traumatik dengan respon emosi pada individu yang mengalami

PTSD. Kondisi-kondisi penyerta yang terjadi saat kejadian traumatik selain kejadian

traumatik itu sendiri dapat direspon pasien sebagai kejadia traumatik, dengan respon pasien

berupa takut, ketidakberdayaan dengan respon emosi yang kuat, sebagai contoh, perempuan

yang diperkosa (unconditioned stimulus) di lorong gelap (conditioned stimulus) oleh laki-laki

(conditioned stimulus) memiliki respon rasa takut pada conditioned stimulus dan

unconditioned stimulus, dapat merasa ketakutan ketika berada di lorong gelap atau diikuti

seorang laki-laki. Perilaku menghindar dapat berkembang dengan anxietas yang berkaitan

dengan conditioned stimulus. Sebagai contoh perempuan yang diperkosa takut keluar ketika

gelap atau diikuti laki-laki. Terapi perilaku dapat menggunakan prinsip pemaparan yang

memerlukan konfrontasi pada situasi yang ditakuti dan dapat mengurangi anxietas. 6, 7, 8, 9

Proses Kognitif dan Informasi

Pemaparan terhadap kejadian traumatik yang berat atau tidak dapat diprediksi,

mengakibatkan kegagalan proses dan asimilasi dengan pengalaman yang cukup untuk secara

efektif menerima akibatnya, selain itu bila periode traumatiknya berkepanjangan, kesulitan

dan asimilasi yang tidak lengkap dapat terjadi. Pengalaman dipertahankan pada memori aktif,

mengakibatkan seseorang dengan kesadaran saat siang atau malam. Pada pengalaman yang

menyakitkan terjadi penghindaraan untuk mengingat kejadian traumatik. 6,7

Rasa takut dapat dijelaskan dengan struktur kognitif dengan tiga unsur: stimulus,

respon dan arti. Untuk mengurangi rasa takut, memori terhadap rasa takut harus diaktifkan

kemudian informasi baru diberikan untuk merubah struktur rasa takut. Intervensi kognitif

dapat digunakan untuk mengenali dan merubah maladaptive cognitions dan menggantikan

interpretasi dari bahaya dengan interpretasi yang realistis dan aman, dengan harapan pasien

111

Page 112: tugas psikiatri koas

[Type text]

dapat mengintegrasikan informasi baru pada struktur rasa takut, mengakibatkan pemikiran

realistis terhadap derajat bahaya. 5, 6, 7, 8, 9,10, 11

Faktor Genetic-Familial

Dari literatur yang ada, dibuat berdasarkan pertarungan langsung pada veteran AS

laki-laki, dengan survey populasi umum dan pemerkosaan traumatik yang berkaitan dengan

PTSD, didapatkan hasil berdasarkan genetik dengan kluster tiga gejala (intrusive, avoidant,

dan gejala hyperarousal) pada pemeriksaan terhadap pengaruh genetik dan lingkungan pada

pertarungan langsung, post traumatic stress disorder, dan penggunaan alkohol pada kembar

identik laki-laki, menemukan bahwa penggunaan alkohol berkaitan dengan gen yang

mempengaruhi kerentanan terhadap pertarungan langsung yang juga mempengaruhi

kerentanan terhadap gejala PTSD dan konsumsi alkohol. Merupakan catatan penting, untuk

mengetahui faktor lingkungan yang unik pada kembar tidak lebih penting dari pengaruh

genetik terhadap pertarungan langsung dan gejala PTSD, dimana pengaruh lingkungan

terlihat setara dengan pengaruh genetik terhadap konsumsi alkohol, secara keseluruhan

kejadian ini menggagaskan pada riwayat psychiatric, baik personal maupun pada anggota

keluarga, meningkat dengan terpaparnya trauma dan perkembangan PTSD setelah terpapar,

dengan kata lain orang tuan dengan PTSD berkaitan dengan rendahnya kadar cortisol pada

anak-anakya, yang menunjukkan kerentanan yang berkaitan dengan gejala akut atau kronik

dari PTSD. 6, 7, 8, 9, 10, 11

Faktor Lainnya

Meskipun penelitian sistematis telah dilakukan, individu yang mengalami trauma

berulang dan berkelanjutan, terutama yang berasal dari interpersonal, lebih mungkin

mengalami PTSD. Trauma yang melibatkan berkurangnya community atau support

structures. Karena social support memiliki efek buffering, berkurangya support dapat

menjadi faktor kerentanan. Perempuan memiliki resiko PTSD yang lebih tinggi dibandingkan

laki-laki. 6

Pada umumnya individu yang mempunyai karakter extrovert atau lebih berpikir

positif lebih jarang mengalami masalah psikologis seperti ini. Karakteristik dari peristiwa

traumtik yang dialami juga akan mempengaruhi jenis reaksi psikologis yang bakan terjadi,

seperti :5

Durasi dan intensitas dari stressor yang dialami

Derajatnya dalam kaitan dengan ancaman terhadap kehidupan seseorang

Berat ringannya kehilangan yang dialami (baik material maupun personal)

112

Page 113: tugas psikiatri koas

[Type text]

Perilaku korban yang selamat pada waktu menghadapi peristiwa traumatik

tersebut, misalnya apakah ia juga menyelamatkan orang lain pada saat

kejadiaan itu atau dia hanya menyelamatkan dirinya sendiri.

Setelah mengalami peristiwa traumatik, maka sistem keyakinan dan latar belakang budaya

yang dianut oleh individu yang bersangkutan, serta dukungan sosial dari lingkungan

sekelilingnya akan memegang peranan yang penting bagi individu untuk menyesuaikan

dirinya kembali.5

C. Gejala

Klien dengan PTSD dapat saja tidak menunjukkan gejala-gejala khas PTSD secara

kontinu dan dalam kurun waktu yang tentu. Gejala dapat timbul sewaktu-waktu bergantung

pada stimuli yang diterima klien. Gejala PTSD, meskipun tidak spesifik, meliputi indikasi

yang khas. Terdapat tiga tipe gejala, flight, fight, dan freeze. Ansietas dan penghindaran

merupakan gejala flight. Meningkatnya amarah dan perilaku kekerasan merupakan gelaja

fight, sedangkan kekebasan, disasosiasi, dan alterasi dalam persepsi diri merupakan

karakteristik freeze (APA, 2000). Tiga tipe gejala yang sering terjadi pada PTSD adalah:1,2,3

1. Pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan:

selalu teringat akan peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami

flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang

kembali)

nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuatnya

sedih)

reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh kenangan

akan peristiwa yang menyedihkan.

2. Penghindaran dan emosional yang dangkal, ditunjukkan dengan:

menghindari aktivitas, tempat, berpikir, merasakan, atau percakapan

yang berhubungan dengan trauma.

kehilangan minat terhadap semua hal

perasaan terasing dari orang lain

emosi yang dangkal.

3. Sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan:

susah tidur

mudah marah/tidak dapat mengendalikan marah

susah berkonsentrasi

113

Page 114: tugas psikiatri koas

[Type text]

kewaspadaan yang berlebih

respon yang berlebihan atas segala sesuatu

D. Akibat

Gangguan stress pascatraumatik ternyata dapat mengakibatkan sejumlah gangguan

fisik, kognitif,emosi,behavior (perilaku),dan sosial. 2,3

1. Gejala gangguan fisik:4

pusing

gangguan pencernaan

sesak napas

tidak bisa tidur

kehilangan selera makan,

impotensi, dan sejenisnya.

2. Gangguan kognitif:4

gangguan pikiran seperti disorientasi,

mengingkari kenyataan,

linglung, melamun berkepanjangan, lupa,

terus menerus dibayangi ingatan yang tak diinginkan,

tidak fokus dan tidak konsentrasi

tidak mampu menganalisa dan merencanakan hal-hal yang sederhana,

tidak mampu mengambil keputusan.

3. Gangguan emosi :4

halusinasi dan depresi (suatu keadaan yang menekan, berbahaya, dan

memerlukan perawatan aktif yang dini),

mimpi buruk,

marah,

merasa bersalah, malu, kesedihan yang berlarut-larut,

kecemasan dan ketakutan.

4. Gangguan perilaku :4

menurunnya aktivitas fisik, seperti gerakan tubuh yang minimal. Contoh,

duduk berjam-jam dan perilaku repetitif (berulang-ulang).

5. Gangguan sosial:4

memisahkan diri dari lingkungan,

menyepi,

114

Page 115: tugas psikiatri koas

[Type text]

agresif, prasangka,

konflik dengan lingkungan, merasa ditolak atau sebaliknya sangat dominan.

Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III:

Gangguan ini tidak boleh secara umum didiagnosis kecuali ada bukti bahwa timbulnya

dalam waktu 6 bulan dari suatu peristiwa traumatik yang luar biasa berat. Kemungkinan

diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu antara terjadinya peristiwa dan

onset melebihi waktu lebih dari 6 bulan, asalkan manifestasi klinisnya khas dan disertai bukti

adanya trauma yang selalu ada dalam ingatan, bayangan atau mimpi mengenai peristiwa

tersebut secara berulang-ulang, seringkali terjadi penarikan diri secara emosional,

penumpulan perasaan, dan penghindaran terhadap stimulus yang mungkin akan

mengingatkan kembali akan traumanya, gangguan otonomik, gangguan suasana perasaan dan

kelainan perilaku semuanya. Kriteria diagnostik untuk gangguan stress pascatraumatik (Tabel

dari DSM IV) diagnostik dan stastitical manual of mental dsorder ed 4 : Orang yang telah

terpapar dengan suatu kejadian traumatik dimana terdapat kedua dari berikut ini, orang

mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan sesuatu kejadian yang berupa ancaman

kematian atau kematian yang sesungguhnya atau cedera yang serius atau ancaman kepada

integritas fisik diri sendiri atau orang lain, respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak

berdaya atau horor.4

Berdasarkan DSM IV, ada beberapa jenis kejadian yang potensial mungkin akan

meningkatkan gaangguan stress pasca trauma, yaitu:5

1. Kekerasan personaal (kekerasan seksual, penyerangan fisik dan perampokan)

2. Penculikan

3. Penyanderaan

4. Serangan militer

5. Serangan teroris

6. Penyiksaan

7. Ditahan dalam penjara sebagai tahanan politik atau tahanan perang

8. Bencana alam baik yang alamiah maupun yang dibuat oleh manusia

9. Kecelakaan mobil yang berat

10. Didiagnosis mengalami penyakit berat yang mengancam kehidupan

E. Diagnosis banding

Gejala stres pasca traumatik sulit dibedakan dengan gejala gangguan panik dan

gangguan cemas menyeluruh. Hal ini dikarenakngan ketiganya berhubungan dengan

115

Page 116: tugas psikiatri koas

[Type text]

kecemasan dan aktivasi gejala autonomik. Pada gangguan stres pasca traumatik relasi waktu

antara kejadian traumatik dan gejala dan selalu teringat akan trauma yang terjadi.3,4

F. Prognosis

Kira-kira 30% pasien pulih dengan sempurna, 40 % terus menderita gejala ringan,

20% terus menderita gejala sedang dan 10% tidak berubah atau memburuk. Umumnya orang

yang sanagt muda atau sangat tua lebih mengalami kesulitan. Prognosis yang baik dapat

dicapai bila kondisi gangguan stres pasca traumatik muncul dalam waktu singkat, durasinya

singkat, fungsi premorbid yang baik, dukungan sosial yang baikdan tidak ada kondisi

penyalahgunaan zat. Tingkat pemulihan tertinggi pada 12 bulan setelah gejala, 33-50%

menjadi chrnoic psychiatric disorder. 2,3,11

G. Penatalaksanaan

Psikoterapi ada dua tipe yaitu psikoterapi utama yang dapat digunakan adalah terapi

paparan, pasien dihadapkan pada keadaan traumatik secara perlahan- lahan dan bergradasi

untuk mencapai desentisasi. Kedua yaitu manajemen stres dengan cara mengajari pasien cara

menangani stres termasuk teknik relaksai, seperti dengan teknik-teknik mengatur pernafasan

serta mengontrol pikiran-pikiran. Pendekatan kognitif untuk mengatasi masalah. Terapi

kelompok dan terapi keluarga, serta modifikasi pola hidup, seperti diet yang sehat mengatur

konsumsi kafein, alkohol, rokok dan obat-obatan lainnya.4,5

Farmakoterapi dengan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), seperti sertralin

dan paroxetin, karena cukup efektif, dan aman. SSRI mengurangi semua gejala pada

gangguan stres pasca traumatik berupa gejala kecemasan dan depresi. Golongan buspirone

juga dapat digunakan seperti imipramin dan amitriptilin. Dosis yang digunakkan sama seperti

pada pasien depresi. Obat-obat lain yang digunakkan seperti monoamine oxidaseinhibitors

(MAOIS), trazodone dan anticonvulsan. Haloperidol dapat digunakan pada kondisi agitasi

atau psikotik akut.4

Berdasarkan rekomendasi dari The Expert Consensus Panels for PTSD, tatalaksana

gangguan stress pasca trauma sebaiknya mempertimbangkan : 5

1. Gangguan stress pasca trauma merupakan suatu gangguan yang kronik dan berulang

serta sering berkormobiditas dengan gangguan-gangguan jiwa serius lainnya.

2. Anti depressan golongan SSRI merupakan obat pilihan pertama untuk kasus ini.

3. Terapi yang efektif harus dilanjutkan paling sedikit 12 bulan.

116

Page 117: tugas psikiatri koas

[Type text]

4. Exposure therapy merupakan terapi dengan pendekatan psikososial terbaik yang

dianjurkan dan sebaiknya dilanjutkan selama 6 bulan.

Penatalaksaan pada psychology pada pasien dengan PTSD dikategorikan menjadi lima

jenis yaitu:

1. Psychodynamic Approaches

Pada terapi ini dilakukan melalui pendekatan 3 fase stress bila terjadi kegagalan

dalam adaptasi 3 fase ini akan menyebabkan PTSD, sehingga terapi ini bertujuan agar pasien

dapat beradaptasi melalui reinterpretasi dari kejadian traumatik, mengubah atribut kerusakan

dan mengembangkan intrepretasi yang realistis.11

2. Cognitive-behavioral Approaches

Terapi ini diadaptasi dari teknik penatalaksaan untuk gangguan anxiety lain, pada

learning theory model mengemukakan incorporate classical dan operant conditioning untuk

menjelaskan perkembangan dan menetapnya gejala PTSD. Teori Kognitif diajukan untuk

menambahkan learning theory untuk menjelaskan kenapa perceived threat lebih kuat dalam

memicu gejala PTSD, sehingga inti dari penatalaksaan ini adalah repetitive exposure to

trauma-relevant fear stimuli unuk mengurangi anxiety, terapi ini menekankan pada intensive

exposure namun tidak diikuti pengaturan pada fear-antagonistic state, penatalaksaan ini

dilakukan pada in vivo kembali ke lokasi kejadian traumatik, atau berimajinasi, sehingga

anxiety teratasi dan hilang potensinya.11

3. Flooding Techniques

Pada penatalaksanaan ini dilakukan exposure, desensitization atau teknik exposure

terarah, terapi ini dapat mengatasi gejala intrusive dan hyperarousal, kelemahan terapi ini

adalah tidak dapat menatalaksana avoidance symptom, dan dapat memperberat gejalanya.11

4. Training in Coping Skills

Pada penatalaksaan ini dilakukan untuk meningkatkan self-control symptom dan

meningkatkan adaptive respone pada anxiety, yang terbagi menjadi 2 fase yaitu: fase edukasi

dan fase coping skill, fase edukasi, memberikan pemahaman yang rasional untuk menjaga

kepercayaan diri, sedangkan pada fase coping skill, diajarkan cara melakukan relaksasi diri,

untuk menghambat negative rumination dan mempertahankan rasa percaya diri,

penatalaksaan ini efektif mengurangi reexperiencing, intrusive, dan avoidance symptom pada

korban pemerkosaan.11

5. Eye Movement Desensitization Reprocessing (EMDR)

Pada terapi ini dilakukan exposure pada kejadian traumatik dengan mata terbuka,

selama verbalisasi kognisi dan emosi yang berkaitan dengan trauma, diikuti dengan visual

117

Page 118: tugas psikiatri koas

[Type text]

saccadic eye movements agar menghasilkan fear-antagonistic state sehingga menghasilkan

relaksasi dan systemic desensitization.11

Komorbiditas

Pada beberapa studi pasien dengan PTSD juga mengalami disproprtionate degree of

medical illness, yaitu neurologis, musculoskeletal, kardiovaskuler, dan masalah pernapasan.

Juga terjadi gangguan tidur yaitu gangguan untuk memulai dan mempertahankan tidur.11

DAFTAR PUSTAKA

118

Page 119: tugas psikiatri koas

[Type text]

1. Hibbert A, Godwin A, dan Dear F. Rujukan cepat psikiatri. Jakarta: Cendika. EGC;

2009

2. Kaplan HI, Sadock BJ dan Grebb J. Sinopsis Psikiatri, Jilid 2. Tangerang: Binarupa

Aksara; 2007 h: 68-75.

3. Mansjoer T, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius; 2008

4. David A. Buku saku psikiatri PPDGJ III. edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2004

5. Elvira, Sylvia D, Hadisukanto G. Gangguan Stres Pasca Trauma Dalam: Elvira,

Sylvia D, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia;2010 h: 254-264

6. Kay J dan Tasman A. Anxiety Disorders: Traumatic Stress Disorders. Dalam: Kay J

dan Tasman A Essentials of Psychiatry. Tottenham: John Wiley & Sons; 2006 h: 627-

638.

7. Van der Kolk B. Psychobiology of Post Traumatic Stress Disorder. Dalam: Panksepp

J ed. Textbook of Biological Psychiatry, Wiley-Liss, Inc. New Jersey; 2004 h: 319-

344.

8. Fairbank JA, Ebert L, dan Caddell JM. Post Traumatic Stress Disorder. Dalam:

Sutker PB dan Adams HE. Comprehensive Handbook of Psychopathology 3ed. New

York: Kluwer Academic Publishers; 2002 h: 183-209.

9. First MB dan Tasman A. Anxiety Disorders: Traumatic Stress Disorders. Dalam: First

MB dan Tasman A. Clinical Guide to the Diagnosis and Treatment of Mental

Disorders. Tottenham: John Wiley & Sons; 2006 h: 326-334.

10. Benedek DM. Acute Stress Disorder and Post Traumatic Stress Disorder in the

Disaster Environment. Dalam: Ursano RJ, Fullerton CS, Wiesaeth L, dan Raphael B.

Textbook of Disaster Psychiatry. New York: Cambdrige University Press; 2007 h:

140-163.

11. Ebert MH, Loosen PT, dan Nurcombe B. Post Traumatic Stress Disorder Dalam:

Ebert MH, Loosen PT, dan Nurcombe B. Current Diagnosis & Treatment in

Psychiatry. New York: McGraw-Hill Companies; 2007 h: Ch.23.

119

Page 120: tugas psikiatri koas

[Type text]

120

Page 121: tugas psikiatri koas

[Type text]

GANGGUAN KEPRIBADIAN ANANKASTIK/ OBSESSIVE COMPULSIVE

PERSONALITY DISORDER

Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif ditandai oleh penyempitan emosional,

ketertiban, kekerasan hati, sikap keras kepala, dan kebimbangan. Gangguan ini sering terjadi

pada pria dan sering pada anak tertua. Orang dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif

memiliki keasyikan dengan keteraturan, kebersihan, perincian, dan pencapaian

kesempurnaan. Biasanya orang tersebut resmi dan serius, seringkali tidak memiliki rasa

humor. Mereka memaksakan aturan supaya diikuti secara kaku dan tidak mampu untuk

mentoleransi apa yang dirasakannya sebagai pelanggaran. Karena takut mereka melakukan

kesalahan, mereka mengalami kebimbangan dan berpikir dalam waktu yang lama untuk

mengambil suatu keputusan. Orang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat bekerja

dengan baik dalam posisi yang membutuhkan pekerjaan metodologis, deduktif, atau

terperinci. Tetapi mereka rentan terhadap perubahan yang tidak diharapkan. Dilihat dari teori

kognitif-behavioral, pasien gangguan ini mempunyai perhatian yang tidak realistik mengenai

perfeksitas dan penolakan terhadap kesalahan. Kalau gagal dalam mencapai perfeksitas, ia

menganggap dirinya tidak berharga (Martaniah, 1999 : 79).

Definisi

Suatu gangguan kepribadian yang sering muncul pada dewasa muda dan ditandai

antara lain dengan perfeksionisme, kekakuan, berlebihan dalam kerja, dan kurangnya

hubungan interpersonal.

Epidemiologi

Prevalensi gangguan kepribadian obsesif kompulsif tidak diketahui. Keadaan ini

lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita dan didiagnosis paling sering pada anak yang

tertua.

Etiologi

Etiologi pasti masih belum diketahui, tetapi pasien seringkali memiliki latar belakang

yang ditandai oleh disiplin yang keras. Freud menghipotesiskan bahwa gangguan kepribadian

ini adalah berhubungan dengan kesulitan pada stadium anal dari perkembangan psikoseksual,

biasanya di sekitar usia 2 tahun. Tetapi, pada berbagai penelitian teori tersebut belum

disahkan.

Gejala klinis

Orang dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif memiliki keasikan dengan

aturan, peraturan, ketertiban, kebersihan, perincian, dan pencapaian kesempurnaan.

121

Page 122: tugas psikiatri koas

[Type text]

Keterampilan interpersonal pasien gangguan kepribadian obsesif kompulsif adalah terbatas.

Mereka mengasingkan orang lain, tidak mampu untuk berkompromi dan memaksakan supaya

orang lain tunduk kepada mereka. Tetapi mereka mudah memaafkan mereka yang

dipandangnya sebagai lebih berkuasa dibandingkan dirinya dan memenuhi keinginan mereka

dalam cara penguasa.

Berikut dibawah ini adalah gejala yang dapat dimunculkan oleh penderita gangguan

kepribadian anankastik:

Perfeksionis

Workaholic

Sangat cemas ketika merasa ada sesuatu yang salah sehingga sangat berupaya

menghindari kesalahan

Ragu dan hati-hati secara berlebihan

Terpaku pada detail, peraturan, perintah, jadwal (harus tepat waktu)

Sangat khawatir dengan kegagalan

Meragukan kemampuan orang lain

Memaksakan orang lain untuk melakukan kehendaknya

Dalam keadaan senang / cemas dapat melakukan hal-hal yang tidak biasa dan dapat

berisiko

Kaku dan tertutup

Keras kepala

Pemalu dan pengawasan diri yang tinggi

Menganut norma-norma etik dan moral yang tinggi dan patuh secara berlebihan

Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Obsesif Kompulsif

DSM IV-TR

Pola pervasif preokupasi dengan urutan, perfeksionisme, dan pengendalian mental

dan interpersonal, dengan mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan, dan efisiensi, dimulai

pada masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan

oleh empat (atau lebih) berikut :

1. Preokupasi dengan perincian, aturan, daftar, urutan, susunan, atau jadwal sampai

tingkat dimana aktivitas sesama hilang.

2. Menunjukkan perfeksionisme yang mengganggu penyelesaian tugas misalnya, tidak

mampu menyelesaikan suatu proyek karena tidak memenuhi standarnya sendiri yang

terlalu ketat.

122

Page 123: tugas psikiatri koas

[Type text]

3. Secara berlebihan setia kepada pekerjaan dan produktivitas sampai mengabaikan

aktivitas waktu luang dan persahabatan (tidak disebabkan oleh kebutuhan ekonomi

yang besar)

4. Terlalu berhati-hati, teliti, dan tidak fleksibel tentang masalah moralitas, etika atau

nilai-nilai (tidak disebabkan oleh identifikasi kultural atau religius)

5. Tidak mampu membuang benda-benda yang usang atau tidak berguna walaupun tidak

memiliki nilai sentimental.

6. Enggan untuk mendelegasikan tugas atau untuk bekerja dengan orang lain kecuali

mereka tunduk dengan tepat caranya mengerjakan hal

7. Memiliki gaya belanja yang kikir baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain, uang

dipandang sebagai sesuatu yang harus ditimbun untuk rencana dimasa depan.

8. Menunjukkan kekacauan dan keras kepala.

PPDGJ III

Untuk diagnosis paling sedikit dibutuhkan 3 dari :

a) Perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan

b) Preokupasi dengan hal-hal yang rinci / details, peraturan, daftar, urutan, organisasi,

atau jadwal

c) Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas

d) Ketelitian yang berlebihan, terlalu hati-hati dan keterikatan yang tidak semestinya

pada produksivitas sampai mengabaikan kepuasan dan hubungan interpersonal

e) Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada kebiasaan sosial

f) Kaku dan keras kepala

g) Pemaksaan yang tak beralasan agar orang lain mengikuti persis caranya mengerjakan

sesuatu, atau keengganan yang tak beralasan untuk mengizinkan orang lain

mengerjakan sesuatu

h) Mencampuradukan pikiran atau dorongan yang memaksa dan yang enggan

Diagnosis Banding

Jika ditemukan obsesi atau kompulsi yang rekuren, gangguan obsesifkompulsif

harus ditulis dalam aksis l. Kemungkinan pembedaan yang paling sukar adalah antara

pasien rawat jalan dengan sifat obsesif-kompulsif dan pasien dengan gangguan

kepribadian obsesif-kompulsif. Diagnosis gangguan kepribadian bermakna dalam

efektivitas pekerjaan atau sosialnya. Pada beberapa kasus, gangguan delusional terjadi

bersama-sama dengan gangguan kepribadian dan harus dicatat.

Perjalanan penyakit dan prognosis

123

Page 124: tugas psikiatri koas

[Type text]

Perjalanan gangguan kepribadian obsesif kompulsif adalah bervariasi dan tidak

dapat diramalkan. Dari waktu ke waktu, obsesi atau kompulsi dapat berkembang dalam

perjalanan gangguan kepribadian. Beberapa remaja dengan gangguan kepribadian obsesi

kompulsif berkembang menjadi orang dewasa yang hangat, terbuka dan ramah; tetapi

orang lain, gangguan dapat mengawali skizofrenia atau gangguan depresif berat.

Terapi

- Psikoterapi : Tidak seperti gangguan kepribadian lainnya, pasien gangguan kepribadian

obsesif-kompulsif seringkali tahu bahwa mereka sakit dan mencari pengobatan atas

kemauan sendiri. Asosiasi bebas dan terapi yang tidak terlalu mengarahkan sangat

dihargai oleh pasien gangguan ini. Terapi kelompok dan terapi perilaku biasanya

memberikan manfaat tertentu. Pada kedua konteks, mudah untuk memutuskan pasien

ditengah-tengah interaksi atau penjelasan maladaptive mereka. Melengkapi perilaku

kebiasaan mereka mencegah meningkatkan kecemasan pasien dan menyebabkan mereka

mudah mempelajari strategi baru.

- Farmakoterapi : Clonazepam (klonopin) adalah suatu benzodiazepine dengan

antikonvulsan, pemakaian obat ini telah menurunkan gejala pada pasien dengan

gangguan kepribadian obsesif-kompulsif parah. Apakah obat ini digunakan pada

gangguan kepribadian adalah tidak diketahui. Clomipramine (anafranil) dan obat

serotonergik tertentu seperti fluoxetine mungkin berguna jika tanda dan gejala obsesif-

kompulsif timbul.

124

Page 125: tugas psikiatri koas

[Type text]

DAFTAR PUSTAKA:

1. Kaplan & Saddock, 1997, Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri

Klinis, Edisi ke-7, jilid 2, Binarupa Aksara, Jakarta.

125

Page 126: tugas psikiatri koas

[Type text]

GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISTIK

A. PENGERTIAN

Gangguan kepribadian narsistik adalah gangguan yang melibatkan pola pervasive

dari grandiosities dalam fantasi atau perilaku serta membutuhkan pujian dan kurang

memiliki empati. Orang-orang yang menilai “tinggi” dirinya sendiri, bahkan melebih-

lebihkan kemampuan riil mereka dan menganggap dirinya berbeda dengan orang lain,

serta pantas menerima perlakuan khusus, merupakan perilaku yang sangat ekstrem.

Individu dengan kelainan kepribadian narsistik menunjukkan sebuah perasaan yang

dilebih-lebihkan akan kepentingan pribadi, keasyikan dengan menjadi yang dikagumi dan

kurangnya empati tehadap perasaan orang lain (Ronningstan, 1999; Widiger & Bornstein,

2001). Ini bahwa hal yang penting dan dulu menggunakan standar diagnosa secara luas

untuk mendiagnosa pasien narsistik, grandiositi dinyatakan oleh kecenderungan yang kuat

untuk menaksir terlalu tinggi kemampuan mereka dan prestasi, sementara menaksir rendah

kemampuan dan prestasi orang lain.

Perasaan mereka akan pemberian gelar atau judul sering kali menjadi sebuah sumber

keheranan terhadap orang lain, walaupun diri mereka sendiri terlihat menghargai

pengharapan berlebihan mereka sebagai selalu apa yang mereka pantas dapatkan. Mereka

berperilaku dalam cara-cara meniru (sebagai contoh, dengan acuan diri yang konstan dan

membual) untuk memperoleh tuntutan dan pengakuan yang sangat mereka harapkan.

Karena mereka percaya bahwa mereka sangat spesial, mereka sering berpikir mereka

hanya akan dimengerti hanya dengan orang yang berstatus tinggi atau seharusnya

berteman dengan orang–orang yang seperti itu. Akhirnya, perasaan mereka akan

pemberian gelar atau judul juga dihubungkan dengan keengganan memaafkan orang lain

karena merasa diremehkan, dan mereka akan dengan mudah membalas dendam (Exline,

Baumeister, et al., 2004).

Kebanyakan peneliti dan dokter percaya bahwa orang-orang dengan kelainan

kepribadian narsistik mempunyai perasaan akan harga diri yang tidak stabil dan rapuh

dibawah semua grandiositi mereka (Widiger & Bornstein, 2001). Ini mungkin menjadi

alasan mengapa mereka sering mengasyikan diri dengan apa yang orang pikirkan dan

mengapa mereka sangat asyik dengan khayalan akan penghargaan yang mengagumkan.

Kebutuhan mereka yang hebat akan kekaguman mungkin membantu mengatur dan

melindungi perasaan akan harga diri mereka yang rapuh.

126

Page 127: tugas psikiatri koas

[Type text]

Kepribadian narsistik berbagi ciri khusus yang lain dari enggan atau tidak bisa

menerima sudut pandang orang lain, untuk melihat lebih dari apa yang mereka lihat

dengan mata mereka sendiri. Selain itu, jika mereka tidak menerima pengesahan atau

bantuan dari apa yang mereka inginkan, mereka cenderung menjadi sangat suka

mengkritik dan menuntut pembalasan (Rasmussen, 2005). Memang, sebuah studi tentang

murid laki-laki dengan tingkat ciri-ciri narsistik yang tinggi menunjukkan bahwa mereka

mempunyai kecenderungan yang lebih kuat ke arah kekerasan seksual ketika mereka

ditolak oleh target hasrat seksual mereka ketimbang laki-laki dengan tingkat ciri-ciri

narsistik yang lebih rendah (Bushman et al., 2003).

Dari 5 model faktor sudut pandang, individu dengan kelainan kepribadian narsistik

digolongkan menurut rendahnya persetujuan/ tingginya antagonisme atau permusuhan

(yang memasukan ciri-ciri dari kesederhanaan, keangkuhan, dan keunggulan), rendahnya

altruisme atau sifat lebih mementingkan kepentingan orang lain (mengharapkan perawatan

yang menguntungkan dan memanfaatkan yang lain), dan berpikiran kuat (kurangnya

empati). Mereka juga menunjukan tingkat kecenderungan khayalan yang tinggi

(keterbukaan untuk mengalami) dan tingkat marah-permusuhan dan kesadaran diri yang

tinggi (Widiger, Trull. 2002).

B. GEJALA

Membutuhkan pujian dan kekaguman berlebihan

Mengambil keuntungan dari orang lain

Merasa diri paling penting

Enggan atau tidak bisa menerima sudut pandang orang lain

Kurangnya empati

Berbohong, pada diri sendiri dan orang lain

Terobsesi dengan fantasi ketenaran, kekuasaan, atau kecantikan.

C. FAKTOR PENYEBAB

Faktor Penyebab Berdasarkan Teori-teori Para Ahli

Beberapa penulis, termasuk Kohut (1971, 1977), percaya bahwa gangguan

kepribadian narsistik muncul dari kegagalan meniru empati dari orang tua pada masa

perkembangan awal anak. Akibatnya, anak tetap terfiksasi di tahap perkembangan

127

Page 128: tugas psikiatri koas

[Type text]

grandiose. Selain itu, anak (dan kelak setelah dewasa) menjadi terlibat dalam pencarian,

yang tak berkunjung dan tanpa hasil, figur ideal yang dianggapnya dapat memenuhi

kebutuhan empatinya, yang tak pernah terpenuhi. Banyak teori yang berbeda tentang

faktor kebetulan yang terkait di dalam perkembangan penyakit kepribadian narsistik telah

dikemukakan, dan masing-masing mempunyai penyokong yang kuat.

Di sisi yang lain, ahli teori psikodinamik yang berpengaruh seperti Heinz Kohut

setuju bahwa semua anak yang melewati fase primitif grandiositi selama apa yang mereka

pikirkan tentang semua kejadian dan kebutuhan berputar di sekeliling mereka. Untuk

perkembangan normal diluar fase yang terjadi, menurut pandangan ini, orang tua harus

melakukan suatu pencerminan terhadap anak. Ini membantu anak mengembangkan tingkat

kepercayaan diri yang normal dan perasaan harga diri guna menopang di kehidupan

mereka, ketika realita hidup mereka diumbar untuk membesarkan. Kohut dan Kernberg

(1978) mengemukakan lebih jauh bahwa kelainan kepribadian narsistik lebih mungkin

berkembang jika orang tua lalai, menghilangkan nilai, atau tidak berempati kepada anak;

individu ini akan terus menerus mencari penegasan dari sebuah pengidealan dan perasaan

megah terhadap diri. Walaupun teori ini telah menjadi sangat berpengaruh di antara

dokter-dokter klinik psikodinamik, sayangnya ini mempunyai sedikit dukungan empiris.

Dari sebuah pendirian teoritis yang sangat berbeda, Theodore Millon mempunyai

argument yang sangat berbeda. Dia percaya bahwa kelainan kepribadian narsistik datang

dari penilaian berlebihan orang tua yang tidak realistis (Millon & Davis, 1995; Widiger &

Bornstein, 2001). Seperti contoh, dia telah mengemukakan bahwa “orang tua memanjakan

dan menurutkan permintaan anak-anaknya dalam cara mendidik mereka bahwa keinginan

mereka adalah sebuah perintah, bahwa mereka dapat menerima tanpa harus

mengembalikannya, dan bahwa mereka pantas menjadi seseorang yang menonjol bahkan

tanpa perjuangan yang minim” (Millo, 1981, p.175; dari Widiger & Trull, 1993). Ahli

teori itu dari dua tradisi yang berbeda (psikodinamik dan pelajaran sosial) dapat menjadi

semacam kesimpulan yang berlawanan yang mengilustrasikan kekurangan saat ini dari

pengetahuan empiris mengenai bagian terdahulu dari kelainan semacam ini.

D. KRITERIA DIAGNOSIS

Penderita gangguan kepribadian narsistik memiliki perasaan yang tidak masuk akal

bahwa dirinya orang penting dan sangat terokupasi dengan dirinya sendiri sehingga

mereka tidak memiliki sensivitas dan tidak memiliki perasaan iba terhadap orang lain

128

Page 129: tugas psikiatri koas

[Type text]

(Gunderson, Ronningstam, dan Smith, 1995). Mereka membutuhkan dan mengharapkan

perhatian khusus. Mereka juga cenderung memanfaatkan dan mengeksploitasi orang lain

bagi kepentingannya sendiri serta hanya sedikit menunjukkan sedikit empati. Ketika

dihadapkan pada orang lain yang sukses, mereka bisa merasa sangat iri hati dan arogan.

Dan karena mereka sering tidak mampu mewujudakan harapan-harapannya sendiri,

mereka sering merasa depresi.

Gangguan kepribadian Narcissistic dicirikan oleh keterpusatan diri. Mereka

membesar-besarkan prestasi mereka, mengharapkan orang lain untuk mengakui mereka

sebagai superior. Mereka cenderung teman, karena mereka percaya bahwa tidak

sembarang orang yang layak menjadi teman mereka. Narsisis cenderung membuat kesan

pertama yang baik, namun mengalami kesulitan menjaga hubungan jangka panjang.

Mereka umumnya tidak tertarik pada perasaan orang lain dan dapat mengambil

keuntungan dari mereka.

Menurut DSM IV-TR, kriteria gangguan kepribadian narsistik yaitu :

Pandangan yang dibesar-besarkan mengenai pentingnya diri sendiri

Arogansi

Terfokus pada keberhasilan, kecerdasan, kecantikan diri, kebutuhan ekstrem untuk

dipuja

Perasaan kuat bahwa mereka berhak mendapatkan segala sesuatu

Kecenderungan memanfaatkan orang lain, dan iri kepada orang lain.

E. KRITERIA KEPRIBADIAN NARSISTIK MENURUT DSM-IV

Sebuah pola dari khayalan dan perilaku, diantaranya kebutuhan untuk kekaguman,

dan kurangnya empati, seperti yang diindikasikan oleh minimal 5 dari yang di bawah ini :

1. Perasaan megah akan kepentingan pribadi.

2. Keasyikan dengan khayalan akan keberhasilan, kekuatan, kecemerlangan, atau

kecantikan yang tidak terbatas.

3. Kepercayaan bahwa dia itu spesial dan unik.

4. Kebutuhan akan kekaguman yang berlebihan.

5. Perasaan akan pemberian judul.

6. Kecenderungan menjadi meledak-ledak antar individu.

7. Kekurangan empati.

129

Page 130: tugas psikiatri koas

[Type text]

8. Sering cemburu terhadap orang lain atau percaya bahwa orang lain itu pun cemburu

terhadapnya.

9. Menunjukkan keangkuhan, perilaku atau sikap yang sombong.

Menurut DSM-IV-TR, kelainan kepribadian narsistik mungkin bisa lebih sering

diobservasi pada pria daripada wanita (APA, 2000; Golomb, 1995), walaupun tidak semua

studi menunjukan ini. Dibandingkan dengan beberapa kelainan kepribadian lainnya, ini

menjadi relatif jarang dan ditaksir tetap terjaga sekitar 1 persen dari populasi.

F.GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISTIK MENURUT BERBAGAI PERSPEKTIF

a). Psikososial

Psikodinamik. Para psikoanalis, termasuk Freud, menggunakan istilah narcissistik

untuk mendeskripsikan orang-orang yang menunjukkan bahwa dirinya orang penting

secara berlebih-lebihan dan yang terokupasi dengan keinginan mendapatkan perhatian

(Cooper dan Ronningstam, 1992). Dimana fase yang dilalui semua anak sebelum

menyalurkan cinta mereka dari diri mereka sendiri kepada significant person, sehingga

anak terfiksasi pada fase narsistik. Akibat memiliki orangtua yang selalu menuruti anak

dan menanamkan rasa bangga atas kemampuan diri dan harga diri mereka, atau anak tidak

percaya terhadap pengasuh dan memutuskan bahwa mereka hanya dapat bersandar pada

diri sendiri.

Behaviorisik. Narsistik merupakan reaksi asumsi untuk menghadapi masalah-

masalah self-worth yang tidak realistik sebagai hasil dari penurutan dan evaluai yang

berlebihan dari orang-orang yang signifikan. Serta sebagai hasil dari unrealistic-

overevaluation orangtua terhadap anak.

b). Sosiokultural

Faktor-faktor kultur sosial yang berkontribusi terhadap kelainan kepribadian tidak

dimengerti dengan baik. Sebagaimana bentuk-bentuk lain dari ilmu psikologi, timbulnya

dan sebagian fitur dari kelainan kepribadian merubah sedikit banyak dengan waktu dan

tempat, walaupun sebanyak yang seseorang mungkin pikirkan (Allik, 2005).

Sesungguhnya ada sedikit perbedaan lintas budaya daripada di dalam budaya. Ini mungkin

berhubungan dalam penemuan yang semua kebudayaan (keduanya Barat dan non-Barat,

130

Page 131: tugas psikiatri koas

[Type text]

termasuk Afrika dan Asia) berbagi 5 ciri-ciri dasar kepribadian yang sama, dan pola

variasi mereka juga terlihat mendunia.

Beberapa peneliti percaya bahwa beberapa kelainan kepribadian tertentu telah

meningkat di masyarakat Amerika beberapa tahun terakhir (misalnya, Paris, 2001). Jika

tuntutan ini benar, kita dapat berharap menemukan peningkatan perhubungan untuk

mengubah kebutuhan dan aktifitas kebudayaan kita yang umum. Apakah penekanan kita

terhadap dorongan kepuasan, solusi sekejap, dan keuntungan bebas sakit membawa lebih

banyak orang untuk mengembangkan gaya hidup yang berpusat pada diri sendiri yang kita

lihat dalam bentuk yang lebih ekstrim dalam kelainan kepribadian? Contohnya, ada

beberapa bukti bahwa kelainan kepribadian narsistik yang lebih umum di budaya Barat

dimana ambisi pribadi dan kesuksesan mendukung dan memperkuat (misalnya, Widiger &

Bornstein, 2001).

Ini juga telah diketahui meningkat lebih dari 60 tahun sejak Perang Dunia II dalam

emosional dysregulation (misalnya, depresi, dan bunuh diri) dan perilaku sesuai kata hati

(penyalahgunaan dasar dan perilaku kriminal) mungkin berhubungan dengan

meningkatkan dalam garis batas dan kelainan kepribadian diatas periode waktu yang

sama. Ini dapat berakar dari perusakan yang meningkat terhadap keluarga dan struktur

sosial yang tradisional lainnya (Paris, 2001).

G. PENANGANAN DAN HASILNYA

Gangguan kepribadian narsistik secara umum sulit untuk dirawat, pada sebagian

karena mereka adalah, menurut definisi, relatif kronis, dapat meresap, dan pola perilaku

dan pengalaman di dalam diri yang tidak dapat diubah. Lebih jauh lagi, banyak tujuan dari

perawatan yang berbeda dapat dirumuskan, dan beberapa lebih sulit untuk dicapai dari

yang lainnya. Tujuan mungkin termasuk keadaan sulit subjektif, mengubah perilaku

dysfunctional yang spesifik, dan mengubah keseluruhan pola perilaku atau keseluruhan

struktur kepribadian.

Pada banyak kasus, orang dengan kelainan kepribadian mengikuti perawatan hanya

oleh desakan seseorang, dan mereka sering tidak percaya bahwa mereka harus berubah.

Selanjutnya, mereka yang berasal dari Kelompok A yang aneh/eksentrik dan Kelompok B

yang tidak teratur/dramatis mempunyai perbedaan-perbedaan yang umum dalam

131

Page 132: tugas psikiatri koas

[Type text]

pembentukan dan memelihara hubungan baik, termasuk dengan seorang ahli terapi. Bagi

mereka yang berasal dari Kelompok B yang tidak teratur/dramatis, pola dari tindakan,

khas dalam hubungan mereka yang lainnya, dibawa ke dalam situasi terapi, dan daripada

berhadapan dengan masalah mereka di tingkat verbal, mereka mungkin akan menjadi

marah pada ahli terapi dan mengacaukan sesi.

Sebagai tambahan, orang yang mempunyai 2 kelainan baik di Axis I dan Axis II

rata-rata, melakukan perawatan yang baik untuk kelainan pada Axis I mereka sebagai

pasien tanpa kelainan kepribadian. Ini sebagian dikarenakan orang dengan kelainan

kepribadian mempunyai ciri-ciri kepribadian yang kaku dan berakar yang sering

membawa kepada hubungan yang mengandung unsur pengobatan yang memprihatinkan

dan apalagi membuat mereka bertahan melakukan sesuatu yang dapat meningkatkan

kondisi Axis I mereka.

H. JENIS-JENIS TERAPI

a. Terapi Menurut Pendekatan Millon

Ada sebuah informasi yang berdasar kepada penelitian kecil dalam merawat

kelainan kepribadian sebagaimana adanya informasi dalam bagaimana mereka

berkembang. Ada, meskipun, sebuah kesusastraan kasus klinis yang hidup dan

berkembang dalam terapi-terapi untuk banyak kelainan-kelainan kepribadian.

Walaupun garis besar ide-ide berikut ini adalah untuk bagian besar berdasarkan pada

pengalaman-pengalaman klinis dari beberapa professional kesehatan mental, dan tidak

pada studi-studi tentang yang berisikan pengawasan-pengawasan yang cocok, petunjuk

pengobatan ini adalah semua yang tersedia dalam memperlakukan kelainan

kepribadian.

Sebuah perasaan terhadap apa yang terkandung dalam literatur dapat dipahami

dari beberapa ide yang seterusnya ditanamkan oleh Millon (1981) dalam bukunya yang

terkenal secara luas tentang kelainan-kelainan kepribadian (Millon sebelumnya adalah

bagian dari tim DSM-III yang bekerja tentang kelainan-kelainan kepribadian). Dia

menganjurkan bahwa:

132

Page 133: tugas psikiatri koas

[Type text]

1. Terapi dengan kepribadian-kepribadian yang tidak mandiri terfasilitasi oleh fakta

bahwa orang-orang ini mencari orang lain yang lebih kuat ada siapa mereka

bergantung. Oleh karena itu mereka rela dan mau menerima pasien-pasien.

Bagaimanapun, ciri seperti ini dapat membuat mereka terlalu terlalu bergantung

pada ahli terapi dan tidak suka membuat keputusan-keputusan mereka sendiri dan

mengambil tanggung jawab atas diri mereka sendiri. Millon menyarankan bahwa

pendeketan-pendekatan yang bersifat tidak langsung bekerja lebih baik daripada

yang bersifat perilaku karena mereka membantu perkembangan yang mandiri.

2. Kepribadian narsistik tidak tetap dalam terapi untuk waktu yang lama, terlebih

ketika sumber-sumber kegelisahan diperiksa (sebagian besar ahli terapi, tanpa

menghiraukan orientasi teoritis, akan bersedia). Millon mengusulkan terapi

kognitif untuk membantu kepribadian narsistik belajar untuk berpikir ketimbang

untuk bertindak sesuai dorongan hati.

Bagaimanapun juga, ini penting untuk diperhatikan bahwa, seperti orang lain

yang menulis tentang tentang itu dan bekerja dengan kelainan-kelainan kepribadian,

Millon sangat berhati-hati tentang berharap terlalu besar dari terapi ketika jarak dari

masalah-masalah sangat lebar dan mencakup semua.

b. Teknik Penanganan Terapeutik

Teknik-teknik pengobatan harus sering dimodifikasi. Contohnya, mengenali

bahwa psikoterapi individu tradisional cenderung untuk mendorong ketergantungan

pada orang yang telah terlalu dependen, ini sering bermanfaat untuk mengembangkan

strategi perawatan secara khusus bertujuan pada perubahan ciri-cirinya. Para pasien dari

Kelompok C yang gelisah/ketakutan, mungkin akan menjadi hipersensitif terhadap

berbagai kritikan yang mungkin mereka rasakan dari ahli terapi, jadi para ahli terapi

harus sangat berhati-hati dalam memastikan itu tidak terjadi.

Bagi orang dengan beberapa kelainan kepribadian, terapi mungkin akan lebih

efektif dalam situasi dimana perilaku tindakan dapat dipaksakan. Contohnya, banyak

pasien dengan kelainan kepribadian di garis batas dirawat inap di rumah sakit beberapa

saat, untuk alasan keamanan, karena perilaku hampir bunuh diri mereka yang sering.

Bagaimanapun, sebagian program berobat ke rumah sakit terus meningkat dalam

penggunaan sebagai sebuah perawatan alternatif menengah dan tidak mahal bagi pasien

133

Page 134: tugas psikiatri koas

[Type text]

(Azim, 2001). Dalam program-program ini, pasien tinggal di rumah dan menerima

paket perawatan dan rehabilitasi yang lebih luas hanya saat hari-hari kerja.

Teknik pengobatan yang spesifik adalah bagian pusat dari pendekatan teori yang

relatif baru pada kelainan kepribadian yang mengasumsikan bahwa perasaan dan

perilaku dysfunctional yang diasosiasikan dengan kelainan kepribadian adalah hasil

yang lebih luas dari skema-skema yang cenderung memproduksi keputusan yang

menyimpang secara konsisten, sebagaimana kecenderungan untuk membuat teori yang

salah (Beck, Freeman, & Associates, 1990; Beck et al., 2003; Cottraux & Blackburn,

2001). Mengubah skema-skema dysfunctional yang mendasar ini sulit tetapi berada di

inti dari terapi kognitif untuk kelainan kepribadian, yang menggunakan teknik-teknik

kognitif standar dari memantau pikiran-pikiran otomatis, menantang logika yang cacat,

dan menugaskan tugas yang berhubungan dengan perilaku dalam sebuah usaha untuk

menantang kepercayaan pasien.

c. Terapi Perilaku-Kognitif (Cognitive Behavioral Therapy)

Treatment research sangat terbatas, baik dalam hal jumlah studi maupun laporan

tentang kesuksesannya (Groopman dan Cooper, 2001). Bila terapi dicobakan pada

individu-individu ini, terapi itu sering kali difokuskan pada grandiositas, hipersensivitas

terhadap evaluasi orang lain, dan kekurangan empati terhadap orang lain (Beck dan

Freeman, 1990). Terapi kognitif diarahkan pada usaha mengganti fantasi mereka

dengan fokus pada pengalaman sehari-hari yang menyenangkan, yang memang benar-

benar dapat dicapai. Strategi Coping seperti latihan relaksasi digunakan untuk

membantu mereka mengahadapi dan menerima kritik. Membantu mereka untuk

memfokuskan perasaannya terhadap orang lain juga menjadi tujuannya. Karena

penderita gangguan ini rentan mengalami episode-episode depresif, terutama pada usia

pertengahan, penanganan sering dimulai untuk mengatasi depresinya. Tetapi, mustahil

untuk menarik kesimpulan tentang dampak penanganan semacam itu pada gangguan

kepribadian narsistik yang sesungguhnya.

d. Terapi Kelompok (Group Therapy)

134

Page 135: tugas psikiatri koas

[Type text]

Ahli terapi perilaku, dalam menjaga perhatian mereka pada situasi-situasi

daripada ciri-ciri, tidak mempunyai perawatan khusus sebagaimana untuk kelainan-

kelainan kepribadian lainnya yang yang ditunjukkan oleh DSM-III. Akan lebih baik

mereka menganalisa masalah-masalah yang mana, diambil bersama mungkin

dipertimbangkan oleh para pengikut dari DSM-III untuk menggambarkan sebuah

kelainan kepribadian. Pelatihan keterampilan-keterampilan sosial di dalam sebuah

kelompok dukungan bisa jadi dipertimbangkan sebuah jalan untuk mendorong

kepribadian yang menghindar menjadi lebih berani dalam memulai hubungan atau

koneksi dengan orang lain. Teknik ini, boleh jadi dikombinasikan dengan terapi

rasional-emotif, mungkin membantu mereka untuk tidak menganggap becana besar

ketika usaha-usaha mereka untuk keluar tidak berhasil, sebagaimana ini dibatasi untuk

terjadi (Turkat dan Maisto, 1985).

Satu aspek dari kelainan kepribadian memerintahkan perhatian dari ahli terapi

yang berketerampilan manapun. sebagaimana dari penolong professional lainnya, yaitu,

yang dinyatakan melekat secara mendalam, berdiri lama, dan dapat menembus sifat

dasar dari masalah. Ahli terapi manapun yang bekerjasama dengannya harus betul-betul

mempertimbangkan implikasi-implikasi yang luas dari masalahnya. Sebelum seorang

yang mempunyai kecurigaan yang tinggi dapat mengekspresikan emosinya secara

terbuka dan sewajarnya.

135

Page 136: tugas psikiatri koas

[Type text]

Gangguan Kepribadian Histrionik

Definisi

Pola perilaku berupa emosionalitas berlebih dan menarik perhatian, bersifat pervasif,

berawal sejak usia dewasa muda, dan nyata dalam pelbagai konteks. Histrionik dikodekan

dalam aksis II, kelompok B, yaitu orang denga perilaku terlalu dramatik, emosional, atau

eratik. Beberapa orang cenderung mengekspresikan diri mereka dalam cara yang sangat

dramatis. Karena dibawa ke arah yang ekstrim, kecenderungan tersebut membentuk dasar

gangguan kepribadian histrionic (histrionic personality disorder). Istilah histrionic berasal

dari bahasa Latin yang berarti “aktor”.

Epidemiologi

Menurut DSM-IV data yang terbatas dari penelitian populasi umum menyatakan

suatu prevalensi gangguan kepribadian histrionik kira-kira 2 sampai 3 %. Angka kira-

kira 10 sampai 15% telah dilaporkan pada lingkungan kesehatan mental rawat inap dan

rawat jalan jika pemeriksaan terstruktur digunakan. Keadaan ini lebih sering didiagnosis

pada wanita dibandingkan laki-laki

Gambaran Klinis

Orang yang memiliki gangguan tersebut memperlihatkan kepura-puraan mereka

dalam perilaku kesehariannya. Mereka sering kali menggunakan ciri-ciri penampilan fisik

yang tidak biasa. Para individu tersebut, meskipun menunjukkan emosi secara berlebihan,

diperkirakan memiliki kedangkalan emosi.

Pasien dengan gangguan kepribadian hitrionik menunjukkan perilaku mencari

perhatian yang tinggi. Gangguan kepribadian histrionik ditandai oleh perilaku yang

bermacam-macam, dramatik, ekstovert pada orang yang meluap-luap dan emosional. Tetapi,

menyertai penampilan mereka, seringkali terdapat ketidakmampuan untuk mempertahankan

hubungan yang mendalam dan berlangsung lama. Mereka cenderung memperbesar pikiran

dan perasaan mereka, membuat segalanya terdengar lebih penting dibandingkan

kenyataannya.Perilaku menggoda sering ditemukan baik pada pria maupun wanita.

Pada kenyataannya, pasien histrionik mungkin memiliki disfungsi psikoseksual;

wanita mungkin anorgasmik dan pria cenderung mengalami impotent. Mereka mungkin

bahwa melakukan impuls seksual mereka untuk menentramkan diri mereka bahwa mereka

menarik bagi jenis kelamin yang lain. Kebutuhan mereka akan ketentraman tidak ada

136

Page 137: tugas psikiatri koas

[Type text]

habisnya. Tetapi, hubungan mereka cenderung dangkal dan pasien dapat gagal lagi tapi asyik

dengan diri sendiri dan berubah-ubah (Kaplan & Saddock, 1997 : 20).

Hubungan mereka cenderung dangkal, bagaimanapun, dan mereka dapat sia-sia,

egosentris, dan berubah-ubah. Pertahanan utama pasien dengan gangguan kepribadian

histrionik adalah represi dan disosiasi.

Teoritikus kognitif-perilaku menyatakan bahwa orang-orang dengan gangguan

tersebut menderita karena perspektif kesalahan yang mendasari pendekatan mereka terhadap

kehidupan. (Freeman, Pretzer, Fleming, & Simon, 1990). Teori psikoanalisis mendominasi

dan berpendapat bahwa emosionalitas dan ketidaksenonohan perilaku secara seksual

didorong oleh ketidaksenonohan orang tua, terutama ayah kepada anak perempuannya.

Pasien yang mengalami gangguan ini diduga dibesarkan dalam lingkungan keluarga dimana

orang tua berbicara tentang seks sebagai suatu hal yang kotor, namun berperilaku seolah seks

adalah sesuatu yang menyenangkan dan diinginkan. Pola asuh tersebut menjelaskan focus

pikiran pada seks, dikombinasikan dengan ketakutan untuk benar-benar berperilaku secara

seksual. Ekspresi emosi yang berlebihan pada orang-orang histrionic dipandang sebagai

symptom-simptom konflik tersembunyi tersebut, dan kebutuhan untuk menjadi pusat

perhatian dipandang sebagai cara untuk mempertahankan diri dari perasaan yang sebenarnya

yaitu harga diri yang rendah.

Perpektif

1. Psikososial

Sumbangsih kognitif dan pengalaman masalalu yang suram menjadi salah satu

pemicu lahirnya gangguan ini. Lingkungan termasuk pengalaman masa kanak-kanak

yang merugikan termasuk kurangnya perhatian orangtua.

2. Sosiokultural

Studi budaya tertentu dengan tingkat tinggi HPD menunjukkan penyebab sosial dan

budaya HPD. Sebagai contoh, beberapa peneliti harapkan untuk menemukan

gangguan ini lebih sering antar budaya yang cenderung menampilkan nilai tanpa

hambatan emosi.

3. Biologi

137

Page 138: tugas psikiatri koas

[Type text]

Secara genetis, kemungkinan bawah ciri-ciri karakter mayornya merupakan sifat yang

diturunkan. Sedangkan ciri-ciri karakter lainnya disebabkan oleh kombinasi fenotip

dari genetika dan lingkungan, termasuk pengalaman di masa kecil.

Diagnosa

Diagnosis kepribadian histrionic, yang sebelumnya disebut histerikal, ditegakkan bagi

orang-orang yang terlalu dramatis dan mencari perhatian. Dalam wawancara, pasien dengan

gangguan kepribadian histrionik umumnya kooperatif dan ingin memberikan sejarah rinci.

Isyarat dan tanda baca yang dramatis dalam pembicaraan mereka adalah umum. Tampilan

afektif adalah umum, namun, saat ditekan untuk mengakui perasaan-perasaan tertentu

(misalnya, kemarahan, kesedihan, dan keinginan seksual), mereka mungkin merespon dengan

kejutan, kemarahan, atau penolakan. Hasil pemeriksaan kognitif biasanya normal, meskipun

kurangnya ketekunan dapat ditampilkan pada aritmatika atau tugas konsentrasi.

Kriteria diagnostik gangguan kepribadian histrionik berdasarkan DSM-IV

Pola pervasif emosionalitas dan mencari perhatian yang berlebihan, dimulai pada

masa dewasa muda dan tampak dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh

lima ( atau lebih ) berikut :

1. Tidak merasa nyaman dalam situasi dimana ia tidak merupakan pusat perhatian.

2. Interaksi dengan orang lain sering ditandai oleh godaan seksual yang tidak pada

tempatnya atau perilaku provokatif.

3. Menunjukkan pergeseran emosi yang cepat dan ekspresi emosi yang dangkal.

4. Secara terus menerus menggunakan penampilan fisik untuk menarik perhatian

kepada dirinya.

5. Memiliki gaya bicara yang sangat impresionistik dan tidak memiliki perincian.

6. Menunjukkan dramitasi diri, teatrikal, dan ekspresi emosi yang berlebihan.

7. Mudah disugesti, yaitu mudah dipengaruhi oleh orang lain atau situasi.

8. Menganggap hubungan menjadi lebih intim ketimbang keadaan sebenarnya.

138

Page 139: tugas psikiatri koas

[Type text]

Diagnosis Banding

a. Perbedaan antara gangguan kepribadian histrionik dan gangguan kepribadian ambang

adalah sukar. Pada gangguan kepribadian ambang, usaha bunuh diri, difusi identitas dan

episode psikotik singkat adalah lebih sering. Walaupun kedua kondisi dapat didiagnosis

pada pasien yang sama, klinisi harus memisahkan keduanya.

b. Gangguan somatisasi sindroma Briquet dapat terjadi bersama-sama dengan gangguan

kepribadian histrionik.

c. Pasien dengan gangguan psikotik singkat dan gangguan disosiatif mungkin perlu

mendapatkan diagnosis penyerta gangguan kepribadian histrionik.7

Terapi

- Psikoterapi : Pasien dengan gangguan kepribadian histrionik seringkali tidak menyadari

perasaan mereka yang sesungguhnya; dengan demikian penjelasan dalam (inner feeling)

mereka adalah suatu proses yang penting. Psikoterapi berorientasi psikoanalisis, baik

dalam kelompok atau individual, adalah terapi yang terpilih untuk gangguan kepribadian

histrionik.

- Psikofarmaka : Farmakoterapi dapat adjunctive bila gejala ditargetkan (misalnya,

penggunaan antidepresan untuk depresi dan keluhan somatik, agen anti ansietas untuk

kegelisahan, dan antipsikotik untuk derealisasi dan ilusi)

Perjalanan penyakit dan prognosis

Dengan bertambahnya usia, pasien dengan gangguan kepribadian histrionik

cenderung menunjukkan gejala yang lebih sedikit, tetapi, karena mereka tidak memiliki

energi yang sama dengan yang dimilikinya saat masih muda. Pasien adalah pencari sensasi

dan mungkin mengalami masalah dengan hukum, penyalahgunaan zat dan bertindak kepada

siapa saja. Seiring bertambahnya usia, orang dengan gangguan kepribadian histrionik

menunjukkan gejala yang lebih sedikit.

139

Page 140: tugas psikiatri koas

[Type text]

BAB III

PENUTUP

Dari uraian di atas maka dapat dismpulkan bahwa siapa saja berpotensi untuk

mengalami gangguan – gangguan baik gangguan mood maupun gangguan ciri kepribadian.

Karena gangguan –gangguan ini tidak saja disebabkan oleh faktor genetika (dapat

diturunkan), tapi juga dipengaruhi oleh faktor temperamental, faktor biologis (hormon,

neurotransmitter dan elektrofisiologi), dan faktor psikoanalitik (yaitu adanya fiksasi pada

salah satu tahap di masa perkembangan psikoseksual dan juga tergantung dari mekanisme

pertahanan ego orang yang bersangkutan).

Dalam DSM-IV, gangguan kepribadian dibagi menjadi tiga kelompok dan masing-

masing kelompok terdapat beberapa gangguan kepribadian dengan karakteristik yang khas

dan berbeda-beda satu sama lain. Hampir semua gangguan kepribadian dapat disembuhkan

baik melalui psikoterapi (terapi kejiwaan) maupun farmakoterapi (terapi obat-obatan),

dengan teknik penyembuhan yang berbeda-beda untuk masing-masing gangguan kepribadian.

140