Tugas Preskas Orthopedi

15
TUGAS PRESENTASI KASUS Oleh: Tara Ken Wita Kirana G99141097 Paramita Stella G99141 Yohana T. G99141 Pembimbing: dr. Udi Herunefi, Sp. B, Sp. OT

description

Pr preskes dr.udy ortho

Transcript of Tugas Preskas Orthopedi

TUGAS PRESENTASI KASUS

Oleh:Tara Ken Wita Kirana G99141097Paramita StellaG99141Yohana T.G99141

Pembimbing:dr. Udi Herunefi, Sp. B, Sp. OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA2015

ANAMNESA KELAINAN ORTHOPAEDI

A. Keluhan UtamaAda tiga keluhan utama yang sering dikeluhkan penderita yang mengalami gangguan muskuloskeletal dibidang ortopedi yaitu :

1. Deskripsi Nyeri - Position dapat menentukan posisi dan lokasi nyeri- Quality adalah derajat kualitas nyeri seperti rasa menusuk, panas- Radiation penjalaran nyeri- Severity tingkat beratnya nyeri (sering dihubungkan dengan gangguan Activity Daily Living (ADL)- Timing kapan timbulnya nyeri, apakah siang, malam, waktu istirahat, dan lain-lain

2. Perubahan bentuk (Deformitas)- Bengkak biasanya karena radang, tumor, pasca trauma, dan lain-lain- Bengkok misanya pada Varus bengkok keluar valgus bengkok kedalam seperti kaki X Genu varum kaki seperti O Pendek dapat dibandingkan dengan kontralateral yang normal 3. Gangguan Fungsi (Disfungsi)- Penurunan / hilangnya fungsi- Afungsi ( Tak bisa digerakkan sama sekali)- Kaku (stiffnesss)- Cacat (disability)- Gerakan tak stabil (instability)

B. Riwayat Penyakit Dahulua. Riwayat trauma sebelumnyab. Riwayat infeksi tulang dan sendi seperti osteomielitis / arthritisc. Riwayat pembengkakan / tumor yang dideritad. Riwayat kelainan kongenital muskuloskeletal seperti CTEVe. Riwayat penyakit penyakit diturunkan seperti skoliosis, dan lain-lain

PEMERIKSAAN FISIK UMUM DAN CARA BERJALAN NORMAL

1. Pemeriksaan umum dan tanda-tanda vital- Keadaan umum tampak sehat, sakit, sakit berat- Tanda tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi nadi, nafas, dan temperatur

2. Bentuk dan penampilan tubuh sewaktu datanga. Bentuk tubuh Normal Athletic Cebol Bongkok Miringb. Cara penderita datang Normal- Pincang- Digendong3. Cara berjalan penderita yang normal dan kelainan cara berjalan- fase jalan normal :1. Meletakkan tumit > Heel strike2. Fase menapak > Stance Phase3. Ujung jari bertumpu > Toe Off4. Mengayun langkah > Swing Phase

4. Pemeriksaan tonus otot Tonus otot diperiksa biasanya pada otot-otot ekstremitas dimana posisi ekstremitas tersebut harus posisi relaksasi. Pemeriksaan dengan cara perabaan dan dibandingkan dengan otot pada sisi lateral tubuh penderita, atau otot lainnya. Dapat juga dibandingkan dengan otot pemeriksa yang tonusnya normal Yang paling sering adalah memeriksa tonus otot otot femur pada lesi medula spinalis Tonus otot bisa:- Eutonus tonus normal- Hipertonus tonus meninggi- Hipotonus tonus melemah

5. Pemeriksaan atrofi ototOtot atrofi atau tidak dapat dinilai dengan cara:- Membandingkan dengan ukuran otot pada sisi lateralnya- Mengukur lingkaran anggota yang atropi dan dibandingkan dengan anggota sebelahnya

Pemeriksaan pada FrakturPemeriksaan fisik pada penderita fraktur selaludimulai dengan look, kemudian feel dan terakhir movement. Kesalahan diagnosis jarang terjadi karena deformitas yang hebat dan jelas pada pertengahan tulang panjang, apalagi teriihat tulang patah melalui luka yang terbuka. Pada inspeksi (look) bagfan lesi terlihat asimetri dari bentuk maupun posture, kebiruan, atau kerusakan kulit akibat trauma maupun edema (swelling) yang terlokalisir dan berakhir menjadi diffuse. Pada palpasi (feel) terasa nyeri tekan (tenderness) yang terlokalisir pada daerah fraktur, gerakan abnomal, krepitasi, dan deformitas. Diperlukan pemeriksaan untuk menentukan ada nya gangguan sensibilitas dan temperatur bagian distal lesi serta nadinya. Pemeriksaan gerakan (movement) dapat secara pasif dan aktif pada sendi terdekat dari fraktur perlu dikerjakan dengan teliti. Pemeriksaan sendi dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi perluasan fraktur ke sendi tersebut. Pemeriksaan sendi dapat dibagi menjadi 6 langkah berbeda:1. Inspeksi2. Palpasi3. Pemeriksaan gerakan (movement)4. Pemeriksaan khusus5. Pemeriksaan radiologi6. Merencanakan pemeriksaan lebih lanjutLangkah 1: InspeksiPerhatikan sendi dengan baik, terutama pada poin berikut ini:1. Apakah terdapat swelling? Jika ada, apakah difus atau terlokalisir? Jika swelling yang terjadi difus, apakah bengkak tersebut hanya terbatas pada sendi atau meluas? Adanya pembengkakan yang terbatas pada sendi menunjukkan adanya distensi sendi dengan: (a) kelebihan cairan sinovial (efusi) misalnya, karena trauma atau proses inflamasi non-piogenik (misalnya RA atau OA); (b) darah (hemarthrosis), misalnya dari cedera yang baru saja terjadi atau defek koagulasi darah; atau (c) pus (pyarthrosis) misalnya dari infeksi piogenik akut. Pembengkakan yang meluas dari sendi dapat terjadi dengan infeksi mayor pada tungkai, tumor, dan gangguan pada sistem drainase limfatik dan vena. Jika ada bengkak lokal, perhatikan posisi bengkak tersebut dan hubungannya dengan struktur anatomi yang berhubungan, karena hal ini dapat menunjukkan kemungkinan penyebab atau identitas.2. Apakah terdapat bruising (memar)? Hal ini dapat menunjukkan adanya kemungkinan trauma, dengan titik gravitasi atau penyebarannya.3. Apakah terdapat discolorization, atau edema? Hal ini dapat terjadi sebagai respon lokal terhadap trauma atau infeksi.4. Apakah terdapat muscle wasting? Hal ini biasanya terjadi sebagaai hasil dari otot yang terkena yang tidak digunakan, karena nyeri atau ketidakmampuan gerak, atau karena gangguan persarafan pada otot yang terkena.5. Apakah terdapat gangguan pada bentuk, postur, atau apakah ada bukti pemendekan? Terdapat banyak kemungkinan penyebab dari abnormalitas (termasuk abnormalitas kongenital, riwayat trauma, gangguan mineralisasi tulang, dan penyakit sendi destruktif); adanya hal-hal tersebut harus diperhatikan, dan digali lagi secara lebih detail dalam pemeriksaan.

Langkah 2: PalpasiBeberapa sendi harus diperhatikan hal-hal berikut:1. Apakah sendi tersebut hangat? Jika demikian, perhatikan apakah peningkatan temperatur yang terjadi difus ataukah lokal, selalu dipikirkan apakah hal tersebut mungkin dapat disebabkan oleh pembebatan. Jika peningkatan suhu terjadi secara difus, hal ini biasanya terjadi bila massa jaringan substansial terlibat, dan biasanya terjadi pada proses inflamasi sendi yang piogenik dan non-piogenik, dan pada kasus dimana terjadi dilatasi anastomosis di proksimal dari blok arterial. Jauh dari sendi, adanya infeksi dan tumor perlu dipikirkan. Peningkatan temperatur secara lokal dapat mengarah kepada proses inflamasi pada struktur yang terkait. Asymmetrical coldness dari tungkai biasanya terjadi jika ada gangguan sirkulasi tungkai, misalnya dari atherosclerosis.

2. Apakah terdapat nyeri? Jika ada, apakah nyeri tersebut difus atau terlokalisir. Pada nyeri difus, penyebabnya biasanya sama dengan penyebab peningkatan panas lokal. Jika nyeri terlokalisir, perlu dicari tempat yang dirasakan paling nyeri dengan sangat teliti, karena hal ini dapat mengidentifikasi dengan jelas struktur anatomis yang terlibat.Langkah 3: MovementHampir semua kondisi ortopedik berhubungan dengan keterbatasan gerak pada sendi yang terlibat. Hilangnya gerakan sama sekali yang terjadi pada ablasi bedah pada sendi (artrodesis) atau dapat terjadi pada proses patologis lain (seperti infeksi) dimana jaringan fibrous atau tulang mengikat permukaan artikuler bersama-sama (ankylosis fibrous atau tulang): sendi tidak dapat bergerak baik secara pasif maupun aktif. Sering terjadi keterbatasan ROM dimana sendi tidak dapat kembali ke posisi netralnya. Pada tipe ini, biasanya sendi tidak dapat diekstensikan secara penuh, hal ini disebut dengan fixed flexion deformity. Fixed deformities dapat disebabkan, misalnya oleh kontraksi kapsul sendi, otot dan tendon, atau oleh karena interposisi dari jaringan lunak atau tulang diantara permukaan artikuler (misalnya meniskus yang robek, bagian yang hilang). Perkiraan ROM sendi adalah hal yang penting dalam pemeriksaan ortopedik. Untuk mengetahui adanya deviasi dari normal, sisi yang sehat dapat dibandingkan dengan sisi yang sakit.; jika hal ini tidak memungkinkan (misalnya jika keduanya sakit) perlu digunakan perkiraan. Keterbatasan ROM pada sebuah sendi biasanya terjadi karena penyebab mekanis dan merupakan penanda adanya proses patologi. Jika otot yang mengatur sebuah sendi mengalami paralisis, maka perlu diperiksa ROM pasif; nyeri yang terkadang muncul atau faktor lain dapat membatasi ROM aktif yang lebih sempit daripada ROM pasif. Terkadang sendi yang mengalami paralisis parsial maupun total dapat digerakkan dengan melibatkan gravitasi atau gerakan (trick movement), dan konfirmasi paralisis dapat menentukan penyebabnya.

Pada banyak sendi, penting untuk mencari bukti adanya pergerakan dalam sebuah dataran abnormal. Untuk melakukan ini, sendi ditekan dalam sebuah dataran, dan gerakan yang berlebih dinilai melalui inspeksi maupun pemeriksaan radiologi. Permukaan artikuler yang kasar menimbulkan sensasi parutan (krepitus) ketika sendi digerakkan, hal ini dapat diketahui dari palpasi atau auskultasi. Bunyi klik yang datang saat sendi bergerak dapat berasal dari jaringan lunak yang bergerak melewati penonjolan tulang (hampir semua), dari jaringan lunak dalam sendi (misal meniskus yang mengalami displace) atau dari gangguan pada kontur tulang (misalnya karena iregularitas dari permukaan sendi akibat fraktur yang melibatkan sendi).Kekuatan kontraksi otot (dan kekuatan gerak setiap sendi) harus dinilai dengan baik, dan jika ditemukan penurunan kekuatan otot, dicatat dalam skala Medical Research Council (MRC):M0: Tidak ada kontraksi aktif yang dapat dirasakanM1: Kontraksi singkat dapat dilihat atau dirasakan dengan palpasi pada otot, namun tidak cukup untuk menimbulkan gerakan sendi.M2: Kontraksi sangat lemah, namun masih dapat bergerak namun tidak dapat melawan gravitasi.M3: Kontraksi masih sangat lemah, namun dapat bergerak melawan gravitasi (misalnya quadriceps dapat bergerak mengekstensikan lutut pada pasien dengan posisi duduk).M4: Kekuatan tidak penuhm namun dapat bergerak melawan gravitasi dan tahanan.M5: Kekuatan normalKekuatan otot dapat dipengaruhi oleh nyeri, atrofi, penyakit, atau kelainan saraf. Perlu diperhatikan apakah ada hal-hal tersebut yang mengganggu gerakan ekstremitas.Langkah 4: Pemeriksaan KhususPada kebanyakan sendi terdapat pemeriksaan khusus untuk memeriksa fungsi sendi secara khusus. Pemeriksaan tersebut termasuk diantaranya pemeriksaan integritas ligamen sendi, dan untuk pemeriksaan struktur yang berhubungan dengan sendi (misalnya meniskus pada lutut). Pemeriksaan lain yang dilakukan secara khusus adalah pemeriksaan neurologis yang sesuai (misalnya pemeriksaan kelompok otot tertentu dan pemeriksaan jika ada penurunan sensorik). Jika memungkinkan, hasil MRC dicatat.S0: Hilangnya semua sensasi pada area yang dipersarafi oleh nervus yang terkenaS1: Adanya sensasi nyeri tajamS2: Adanya sensasi protektif (sentuhan kulit, nyeri dan panas)S3: Adanya sensasi protektif dengan lokalisasi akurat. Sensitivitas (dan hipersensitivitas) terhadap dingin biasanya muncul.S3+: Adanya kemampuan mengenali obyek dan tekstur; terdapat sensitivitas dan hipersensitivitas terhadap dingin yang masih muncul namun minimal.S4: Sensasi normalLangkah 5: Pemeriksaan RadiografiPemeriksaan radiografi biasanya dilakukan dengan proyeksi anteroposterior (AP) dan lateral. Penting diperhatikan bentuk, ukuran, kontur dari tulang, apakah lebih tebal atau lebih tipis dari normal, lebih pendek atau lebih panjang daripada biasanya, atau melekuk atau menyudut secara abnormal. Pada sendi, apakah komponen tulang dalam susunan yang normal, atau terjadi displace atau melekuk.Langkah 6: Pemeriksaan LanjutanPemeriksaan fisik dan radiologi dapat memunculkan diagnosis banding yang memerlukan pemeriksaan tambahan untuk menetapkan diagnosis; umumnya digunakan untuk memastikan diagnosis. Pemeriksaan yang biasanya dilakukan meliputi:1. Pemeriksaan sedimentasi eritrosit, dan pada kasus tertentu, C-reactive protein.2. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis3. Estimasi faktor rheumatoid4. Kalsium, fosfat, dan alkaline fosfatase serum5. Ureum6. Foto thoraks

Daftar PustakaMcRae R. 2004. Clinical Orthopaedic Examination Fifth Edition. Philadelphia: Churchill Livingstone. Komplikasi PembidaianJika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikutbisa ditimbulkan oleh tindakan pembidaian : Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang mengalami fraktur saat memasang bidai. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat. Compartemen syndrome Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu terlalu lama selama proses pembidaian.