KASUS ORTHOPEDI

44
KASUS ORTHOPEDI DISLOKASI PEDIS Oleh: Kusuma Hati, S.Ked 201020401011089 Pembimbing: dr. Yvone Sarah sP. OT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG SMF ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN JOMBANG

description

iggu

Transcript of KASUS ORTHOPEDI

Page 1: KASUS ORTHOPEDI

KASUS ORTHOPEDI

DISLOKASI PEDIS

Oleh:

Kusuma Hati, S.Ked

201020401011089

Pembimbing:

dr. Yvone Sarah sP. OT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

SMF ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN JOMBANG

2012

Page 2: KASUS ORTHOPEDI

PENDAHULUAN

Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak

dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah

menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian.

Penyebab Dislokasi terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan

lalu lintas ini, selain menyebabkan dislokasi, menurut WHO, juga menyebabkan

kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya

adalah remaja atau dewasa muda. 1

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.

Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau

terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk

sendi).

Penanganan dislokasi merupakan penanganan yang utama, secara umum

bertujuan mengurangi rasa nyeri, kecatatan, dan komplikasi. Pada dislokasi yang

telah diikuti komplikasi berupa nekrosis jaringan, penanganannya bisa berupa

amputasi. Amputasi itu sendiri dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan

bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas.

Page 3: KASUS ORTHOPEDI

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Z

Umur : 33 tahun

Alamat : jl. Madura Jombang

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

No RM :115352

MRS : 06 maret 2012

II. ANAMNESIS (Autoanamnesa)

1. Keluhan Utama : telapak kaki kanan nyeri

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien baru mengalami kecelakaan lalu lintas sekitar pukul 4 sore. Saat pasien

dibonceng oleh saudaranya , dari arah depan tiba-tiba ada mobil yang hendak

memotong jalan, motor tidak sempat mengerem, dan akhirnya motor menabrak

sisi kiri mobil.:Sepeda motor oleng dan jatuh ke sisi kanan. Pasien tidak sadar dan

segera dibawa ke rumah sakit.

Saat sampai di UGD pasien sadar, mengeluh nyeri daerah telapak kaki,tidak bias

digerakkan,nyeri bila dicoba digerakkan,bengkak.

Pasien bisa diajak berkomunikasi,selain mengeluh kakinya, juga mengeluh sakit

kepala, mual,tapi tidak muntah.

Page 4: KASUS ORTHOPEDI

3. Riwayat penyakit Dahulu

Hipertensi dan DM disangkal

Riwayat kelainan pendarahan disangkal

Riwayat trauma disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita gangguan perdarahan, hipertensi dan

diabetes mellitus.

5.riwayat social dan ekonomi

Pasien serang wiraswasta, bekerja lebih banyak di dalam ruangan, sering

menggunakan alat transportasi sehari-harinya. Pasien merupakan kepala rumah

tangga dan mencari nafkah untuk keluarga.

III. PEMERIKSAAN FISIK,

Status Present

* Keadaan umum : Tampak sakit sedang

* Kesadaran : komposmentis

GCS 456

* Tekanan Darah : 120/70 mmHg

* Nadi : 80x/mnt

* RR : 20 x/mnt

* Suhu : 36,8 o C

Status Generalis

Kepala

Page 5: KASUS ORTHOPEDI

* Bentuk : Normal

* Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

* Mata : PBI 3mm/3mm, refleks pupil (+), sklera tidak kuning, konjungtiva

palpebra tidak tampak pucat, palpebra tak tampak bengkak

Vulnus apertum di region parietal 4 cm

* Telinga : Simetris, liang lapang, sekret (-)

* Mulut : Bibir tidak pucat, tidak kering, gusi tak berdarah, lidah tak nampak

kotor

Leher

* Inspeksi : Simetris, tak tampak benjolan, JVP tak tampak.

* Palpasi : trakea di tengah, tidak terdapat pembesaran KGB dan kelenjar tiroid

Thoraks

- Inspeksi : Bentuk simetris

- Palpasi : Tidak ada pembesaran KGB supraklavikula dan aksila

1. Paru-Paru

* Inspeksi : Pernafasan simetris kiri dan kanan, tidak ada benjolan abnormal,

* Palpasi : Fremitus vokal kanan = kiri, KGB aksila tak ada pembesaran.

* Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

* Auskultasi : suara vesikuler normal, suara nafas tambahan (-)

2. Jantung

* Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat

* Palpasi : Ictus tak teraba

* Perkusi : Batas kanan : ICS 4, sternal kanan

Batas kiri : ICS 5, midklafikula kiri

Page 6: KASUS ORTHOPEDI

* Auskultasi : Bunyi jantung murni, frekuensi normal, regular, bunyi jantung

tambahan (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut datar, simetris.

Palpasi : Hepar tak teraba, lien tidak teraba, ginjal tak teraba nyeri tekan (-), KGB

inguinal tak ada pembesaran.

Perkusi : Suara timpani

Auskultasi : Bising usus normal

Ekstremitas

* Superior : Oedem (-) abrasi deltoid sinistra

* Inferior : Oedem (+) pada daerah punggnug kaki kanan

Status Lokalis Ekstremitas

Look.

Oedem pada dorsum pedis dekstra

Warna kebiruam

Feel.

* Nyeri tekan : (+)

* Suhu kulit hangat

* Krepitasi (-)

Move

Nyeri saat digerakkan

Page 7: KASUS ORTHOPEDI

Gerakan pada punggung kaki kanan plantarflexi dorso flexi sulit dievaluasi karena

nyeri. Sebelah kiri gerakan maksimal dan baik

Neurovaskuler

* Sensibilitas : Rangsangan raba (+)

* A.dorsalis pedis : Teraba (+)

2.Radiologi,

Page 8: KASUS ORTHOPEDI

V. DIAGNOSIS KERJA

COR +Dislokasi pedis dekstra

VI. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

- Antibiotik

- Analgetik

2. Tindakan

- Reposisi dislokasi

VII. PROGNOSIS

- Quo ad vitam : ad bonam

Page 9: KASUS ORTHOPEDI

- Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

Page 10: KASUS ORTHOPEDI

PEMBAHASAN

ANATOMI

Terdiri atas 26 tulang, yaitu :14 phalanges, 5 os metatarsal dan 7 os Tarsi. Os

tarsi terdiri atas os calcaneus,os talus, os navicular,3 os cuneiform, dan os cuboid.

Berdasarkan

fungsinya dibedakan menjadi 3 yaitu :

Forefoot (metatarsal dan toes),

Midfoot (cuneiform, navicular, dan cuboid),

Hindfoot  (talus/astragalus, dan calcaneus(os calcis).

Tulang kaki dibentuk dan bersatu untuk membentuk kesatuan longitudinal dan

arcus transversal. Bagian permukaan anterior (superior) kaki disebut dengan

dorsum atau permukaan Dorsal, dan inferior(posterior) aspek dari kaki disebut

permukaan plantar. Karena ketebalan yang beragam pada anatomi kaki, maka

harus kita perhatikan pemberian faktor eksposi untuk dapat menunjukkan densitas

keseluruhan bagian tulang kaki.

Page 11: KASUS ORTHOPEDI

A. Fungsi dan Anatomi Kaki

Pada kehidupan sehari-hari, fungsi kaki digambarkan dengan bermacam-

macam pandangan, antara lain (1) sebagai basis tumpuan, (2) sebagai peredam

guncangan, (3) sebagai penyesuai gerak dan (4) sebagai pengungkit yang rigid

untuk stabilisasi. Kesemua itu berhubungan dengan gait.4

A.1. Struktur tulang

Kaki adalah suatu kesatuan unit yang kompleks dan terdiri dari 26 buah

tulang yang dapat menyangga berat badan secara penuh saat berdiri dan mampu

memindahkan tubuh pada semua keadaan tempat berpijak. Ke-26 tulang itu terdiri

dari: 14 falang, 5 metatarsal dan 7 tarsal. Kaki dapat dibagi menjadi 3 segmen

fungsional

a. Hindfoot (segmen posterior)

Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai

penyangganya. Terdiri dari:

▪ Talus yang terletak di apeks kaki dan merupakan bagian dari sendi

pergelangan kaki

▪ Calcaneus yang terletak dibagian belakang dan kontak dengan

tanah

b. Midfoot (segmen tengah)

Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu:

Page 12: KASUS ORTHOPEDI

▪ 3 cuneiforme: medial, intermedium dan lateral

▪ Cuboid

▪ Navikulare

Ke-5 tulang tersebut membentuk persegi empat ireguler dengan dasar

medial dan apeks lateral. 3 cuneiforme dan bagian anterior cuboid serta

naviculare dan bagian belakang tulang cuboid membentuk suatu garis.

c. Forefoot (segmen anterior)

Bagian ini terdiri dari:

▪ 5 metatarsal: I, II, III, IV, V

▪ 14 falang. Dimana ibu jari kaki mempunyai 2 falang sedangkan

setiap jari lainnya 3 falang

A.2. Struktur persendian dan ligamen

Tulang-tulang tersebut diatas membentuk persendian-persendian sebagai

berikut:

a. Artikulatio talocruralis

Merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan trachlea talus.

Sendi ini distabilkan oleh ligamen-ligamen:

▪ Sisi medial: lig. Deltoid yang terdiri dari:

◦ Lig. tibionavikularis

◦ Lig. calcaneotibialis

◦ Lig. talotibialis anterior dan posterior

▪ Sisi lateral:

◦ Lig. talofibularis anterior dan posterior

◦ Lig. calcaneofibularis

Gerak sendi

ini:

◦ Plantar fleksi

◦ Dorsofleksi

◦ Sedikit abduksi dan adduksi pergelangan kaki

Page 13: KASUS ORTHOPEDI

b. Artikulatio talotarsalis

terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi secara fisiologi

keduanya merupakan 1 kesatuan, yaitu:

Bagian belakang: artikulatio talocalcanearis/subtalar

Ligamen yang memperkuat adalah: ligg. talocalcanearis anterior,

posterior, medial dan lateral

▪ Bagian depan: artikulatio talocalcaneonavicularis

Ligamen yang memperkuat adalah:

◦ Lig. tibionavikularis

◦ Lig. Calcaneonaviculare plantaris

◦ Lig. bifurcatum: pars calcaneonavicularis (medial) dan pars

calcaneocuboid (lateral) berbentuk huruf V

Gerak sendi

ini:

◦ Inversi pergelangan kaki

◦ Eversi pergelangan kaki

b. Articulatio tarsotransversa (CHOPART)

Disebut juga sendi midtarsal atau ‘surgeon’s tarsal joint’ yang sering

menjadi tempat amputasi kaki

Terdiri dari 2 sendi, yaitu:

Articulatio talonavicularis

Articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh:

◦ Pars calcaneocuboid lig. bifurcati di medial

◦ Lig. calcaneocuboid dorsalis di sebelah dorsal

◦ Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar

Gerak sendi

ini:

◦ Rotasi kaki sekeliling aksis

◦ Memperluas inversi dan eversi art. Talotarsalis

Page 14: KASUS ORTHOPEDI

c. Artikulatio tarsometatarsal (LISFRANC)

Adalah sendi diantara basis os metatarsal I-V dengan permukaan sendi

distal pada os cuneiformis I-III

Rongga sendi ada 3 buah, yaitu:

Diantara os metatarsal I dan cuneoformis I

Diantara os metatarsal II dan III dengan cuneiformis II dan III

Diantara os metatarsal IV dan V dengan cuboid

Ligamentum pengikatnya adalah:

◦ Ligg. Tarsi plantaris

◦ Ligg. Tarsi dorsalis

◦ Ligg. Basium os metatarsal dorsalis, interosea dan plantaris

d. Articulatio metacarpofalangeal

Ligamen pengikatnya adalah: lig. collateralia pada kedua sisi tiap sendi

Gerak sendi

ini:

◦ Fleksi-ekstensi sendi metacarpal

◦ Abduksi-adduksi sendi metacarpal

e. Artculatio interfalangeal

Ligamen pengikat: lig. colateral di sebelah plantar pedis

Gerak sendi

ini:

◦ Fleksi-ekstensi interfalang

◦ Abduksi-adduksi interfalang

A.3. Otot-otot penggerak kaki

Otot-otot penggerak kaki dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Otot-otot ekstrinsik (gambar 3)

Adalah otot-otot yang berorigo dan bekerja di luar kaki. Otot-otot tersebut

adalah otot-otot tungkai bawah, yaitu:

Page 15: KASUS ORTHOPEDI

M. gastrocnemius

Otot ini berorigo pada condylus femoralis medialis dan lateralis

dan berakhir sebagai tendon Achilles yang berinsersi di sisi

posterior calcaneus.

Berfungsi untuk:

◦ Plantarfleksi

◦ Bersama dengan soleus, membantu supinasi sendi subtalar saat

segmen anterior kaki menapak di tanah

M. soleus

Otot ini terletak dibawah gastrocnemius dan berorigo pada tibia

dan fibula bagian atas, dibawah sendi lutut. Berakhir sebagai

bagian dalam tendo Achilles.

Berfungsi untuk: plantarfleksi

Otot ekstrinsik yang lain dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

Kelompok lateral terdiri dari:

- M. peroneus longus dan brevis: berorigo pada sisi lateral

fibula. Peroneus brevis berinsersi di basis metatarsal V

sedangkan peroneus longus pada basis metatarsal I dan

suneiformis medialis di permukaan plantar.

Berfungsi untuk: eversi pergelangan kaki.

Kelompok anterior terdiri dari:

- M. tibialis anterior: berorigo pada sisi lateral tibia dan

berinsersi di cuneiformis medialis dan basis metatarsal I.

Berfungsi untuk: ~ inversi pergelangan kaki

~ dorsofleksi pergelangan kaki

- M. ekstensor hallucis longus: berorigo pada permukaan

anterior fibula dan membran interoseus dan berinsersi di

atas falang distal ibu jari kaki.

Berfungsi untuk: ~ ektensi ibu jari kakai

Page 16: KASUS ORTHOPEDI

~ membantu dorsofleksi pergelangan

kaki

- M. ekstensor digitorum longus: berorigo pada condylus

tibia lateralis dan permukaan anterior fibula dan berakhir

sebagai 4 tendon yang melekat disisi dorsal ke-4 jari-jari

kaki. Di ujung tiap tendon terbagi tiga, 1 berinsersi di

atas falang tengah dan 2 lainnya berinsersi di atas falang

distal.

Berfungsi untuk: ~ ekstensi jari-jari kaki

~ bersama-sama dengan m.

peroneus tertius, yang

merupakan bagian dari ekstensor

digirotum longus

membantu dorsofleksi dan

eversi pergelangan

kaki.

Kelompok medial terdiri dari:

- M. tibialis posterior:berorigo pada tibia dan sisi posterior

fibula dan berinsersi di tarsal dan metatarsal medial.

Berfungsi untuk: ~ inversi pergelangan kaki

~ plantarfleksi

- M. fleksor hallucis longus: berorigo pada sisi lateral

fibula dan tibia, berinsersi di falang distal ibu jari kaki.

Berfungsi untuk: fleksi falang distal ibu jari kaki

- M. fleksor digitorum longus: berorigo pada sisi posterior

tibia dan berinsersi di sisi lateral falang distal ke-4 jari

kaki.

Berfungsi untuk: fleksi jari-jari kaki

Page 17: KASUS ORTHOPEDI

b. Otot-otot intrinsik

Adalah otot-otot yang berorigo dan berinsersi pada kaki. Otot-otot tersebut

adalah otot-otot kaki. Otot-otot ini tidak dapat diperiksa secara individual

dan untuk detailnya, dapat merujuk ke buku-buku anatomi.. Yang

termasuk otot-otot intrinsik yaitu:

Lapis i

M. Abduktor digiti kuinti

M. abduktor hallucis

M. Fleksor digitorum brevis

Lapis II

M. Kuadratus plantaris

Mm. Lumbricales

Lapis III

M. Adduktor hallucis kaput transversal dan oblik

M. Fleksor hallucis brevis

M. Fleksor digiti kuinti brevis

Lapis IV

Mm. Interosseus plantaris dan dorsalis

Otot-otot yang dipersarafi oleh n. plantaris medial, yaitu: m. abduktor

hallucis, fleksor digitorum brevis, fleksor hallucis brevis dan lumbricales I,

berfungsi untuk:

~ fleksi jari-jari kaki terutama pada sendi

metatarsofalangeal ibu jari

~ menstabilisasi falang jari pertama saat fase push-off saat

berjalan

Otot-otot yang dipersarafi oleh n. plantaris lateral, yaitu: m. abduktor

hallucis, abduktor digiti kuinti, fleksor digiti kuinti, kuadratus plantaris,

lumbricalea dan interosseus, berfungsi untuk:

~ mempertahankan arkus kaki

Page 18: KASUS ORTHOPEDI

~ fleksi sendi metatarsofalangeal jari-jari kaki

~ adduksi dan abduksi jari-jari kaki

B. Gerakan Kaki

Gerakan kaki dan pergelangan kaki melibatkan lebih dari 1 sendi. Dasar

dari gerakan-gerakan dan lingkup gerak sendinya adalah:

MOTION LGS PASIF

1. Gerakan pergelangan kaki (Gambar

5A)

Dorsofleksi

Plantarfleksi

20º

50º

2. Gerakan subtalar (Gambar 5B)

Inversi

Eversi

3. Gerakan midtarsal (Gambar 5C)

Adduksi forefoot (supinasi)

Abduksi forefoot (pronasi)20º

10º

4. Gerakan jari-jari

Fleksi

Ekstensi

45º

70º-90º

Nilai normal dari pengukuran sudut proyeksi kaki dari hasil radiografi posisi

anteroposterior dan lateral adalah sebagai berikut:

Posisi anteroposterior Lingkup normal (dalam derajat)

Talocalcaneal (T-C) 20-50

Page 19: KASUS ORTHOPEDI

Talo-metatarsal I (T-MT1)

Talo- metatarsal V (T-MT5)

0-20

0

Posisi lateral

Talocalcaneus (T-C)

Tibiotalar

Tibiocalcaneus (dorsofleksi maksimal)

25-50

70-100

25-60

PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS CEDERA

Secara umum patofisiologi terjadinya cedera berawal dari ketika sel mengalami

kerusakan, sel akan mengeluarkan mediator kimia yang merangsang terjadinya

peradangan.

Mediator tadi antara lain berupa histamin, bradikinin, prostaglandin dan

leukotrien. Mediator kimiawi tersebut dapat menimbulkan vasodilatasi pembuluh

darah serta penarikan populasi sel sel kekebalan pada lokasi cedera. Secara

fisiologis respon tubuh tersebut dikenal sebagai proses peradangan. Proses

peradangan ini kemudian berangsur-angsur akan menurun sejalan dengan

terjadinya regenerasi proses kerusakan sel atau jaringan tersebut(Van Mechelen et

al. 1992). Selain berdasarkan tanda dan gejala peradangan, diagnosis ditegakkan

berdasarkan keterangan dari penderita mengenai aktivitas yang dilakukannya dan

hasil pemeriksaaan penunjang.

a. Gejala Cedera

Tanda akut cedera yang umumnya terjadi adalah tanda respon peradanagan

tubuh berupa tumor ( pembengkakaan), kalor (peningkatan suhu), rubor (warna

merah), dolor (nyeri) dan functio leissa (penurunan fungsi). Nyeri pertama kali

muncul jika serat-serat otot atau tendon yang jumlahnya terbatas mulai mengalami

robekan.Selain nyeri muncul tanda radang seperti bengkak, kemerahan, panas dan

penurunan fungsi. Pada proses lanjut tandatanda peradangan tersebut akan

Page 20: KASUS ORTHOPEDI

berangsur angsur menghilang. Apabila tanda peradangan awal cukup hebat,

biasanya rasa nyeri masih dirasakan samapai beberapa hari setelah onset cedera.

Kelemahan fungsi berupa penurunan kekuatan dan keterbatasan jangakauan gerak

juga sering dijumpai (Stevenson et al. 2000).

b. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk melengkapi informasi yang diperoleh

dari anamnesis (wawancara dengan penderita) serta pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dapat berupa CT scan MRI, artroskopi,

elektromyografi dan foto rontgen.

Pemeriksaan:

1. A.   Anamnesa

Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi ditempat lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas,  jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.

1. B.   Pemeriksaan Fisik 

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

• Syok, anemia atau perdarahan. • Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang

belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen. • Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).

Pada pemeriksaan fisik dilakukan:

1)   Look (Inspeksi)

Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi,perpendekan atau perpanjangan).

Bengkak atau kebiruan. Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).

Page 21: KASUS ORTHOPEDI

Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).

2)   Feel (Palpasi)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

Temperatur setempat yang meningkat Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara

hati-hati. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri

radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.

Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.

3)   Move (pergerakan)

Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif. Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri

hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

1. C.  Pemeriksaan Penunjang

a)   Sinar -X

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of Two´:

Ø Dua pandangan

Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).

Ø Dua sendi

Page 22: KASUS ORTHOPEDI

Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.

Ø Dua tungkai

Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.

Ø Dua cedera

Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat. Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.

Ø Dua kesempatan

Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu, sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan diagnosis.

b)   Pencitraan Khusus

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan fraktur transversal lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang kurang. Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X biasa.Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara yang dapat membantu, sesungguhnya potret transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada tempat yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.

JENIS CEDERA DAN PENANGANANNYA

Menurut Bahr (2003) secara umum macam-macam cedera yang mungkin terjadi

adalah: cedera memar, cedera ligamentum, cedera pada otot dan tendo, perdarahan

pada kulit, dan pingsan. Struktur jaringan di dalam tubuh yang sering terlibat

dalam cedera olahraga adalah: otot, tendo, tulang, persendian termasuk tulang

rawan, ligamen, dan fasia

a. Memar (Contusio)

Page 23: KASUS ORTHOPEDI

Memar adalah keadaan cedera yang terjadi pada jaringan ikat dibawah kulit.

Memar biasanya diakibatkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di

bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah

dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya. Memar ini menimbulkan

daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit. Apabila terjadi pendarahan yang

cukup, timbulnya pendarahan didaerah yang terbatas disebut hermatoma

(Van Mechelen et al. 1992). Nyeri pada memar biasanya ringan sampai sedang

dan pembengkakan yang menyertai sedang sampai berat. Adapun memar yang

mungkin terjadi pada daerah kepala, bahu, siku, tangan, dada, perut dan kaki.

Benturan yang keras pada kepala dapat mengakibatkan memar dan

memungkinkan luka sayat.

b. Cedera pada Otot atau Tendo dan Ligamen

Menurut Van Mechelen (2004) cedera pada ligamentum dikenal dengan istilah

sprain sedangkan cedera pada otot dan tendo dikenal sebagai strain.

1) Sprain

Sprain adalah cedera pada ligamentum, cedera ini yang paling sering terjadi pada

berbagai cabang olahraga.” hal ini terjadi karena stress berlebihan yang mendadak

atau penggunaan berlebihan yang berulang-ulang dari sendi.

Berdasarkan Van Mechelen (2003) berat ringannya cedera sprain dibagi menjadi

tiga tingkatan, yaitu

a) Sprain Tingkat I

Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa

serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkatan dan rasa

sakit pada daerah tersebut.

b) Sprain Tingkat II

Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih

separuh serabut ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri

tekan, pembengkakan, efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat

menggerakkan persendian tersebut.

c) Sprain Tingkat III

Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah.

Page 24: KASUS ORTHOPEDI

Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam

persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat

gerakan–gerakan yang abnormal.

2) Strain

Strain adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendo karena penggunaan

yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan. Bahr (2003)membagi strain

menjadi 3 tingkatan, yaitu:

a) Strain Tingkat I

Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai terjadi

robekan pada jaringan otot maupun tendon.

b) Strain Tingkat II

Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada otot maupun tendon. Tahap ini

menimbulkan rasa nyeri dan sakit sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.

c) Strain Tingkat III

Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada unit musculo tendineus.

Biasanya hal ini membutuhkan tindakan pembedahan, kalau diagnosis dapat

ditetapkan. Adapun strain dan sprain yang mungkin terjadi dalam cabang

olahraga renang yaitu punggung, dada, pinggang, bahu, tangan, lutut, siku,

pergelangan tangan dan pergelangan kaki.

c. Dislokasi

Dislokasi adalah terlepasnya sebuah sendi dari tempatnya yang seharusnya.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi di bahu, angkle

(pergelangan kaki), lutut dan panggul. Faktor yang meningkatkan resiko dislokasi

adalah ligamen-ligamennya yang kendor akibat pernah mengalami cedera,

kekuatan otot yang menurun ataupun karena factor eksternal yang berupa tekanan

energi dari luar yang melebihi ketahanan alamiah jaringan dalam tubuh

(Stevenson et al. 2000).

d. Patah Tulang (Fraktur)

Patah tulang adalah suatu keadaan yang mengalami keretakan, pecah atau patah,

baik pada tulang maupun tulang rawan. Bahr (2003) membagi fraktur berdasarkan

continuitas patahan, patah tulang dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

1. Patah tulang komplek, dimana tulang terputus sama sakali.

Page 25: KASUS ORTHOPEDI

2. Patah tulang stress, dimana tulang retak, tetapi tidak terpisah.

Sedangkan, berdasarkan tampak tidaknya jaringan dari bagian luar tubuh, Bahr

(2003) membagpatah tulang manjadi:

1. Patah tulang terbuka dimana fragmen (pecahan) tulang melukai kulit diatasnya

dan tulang keluar.

2. Patah tulang tertutup dimana fragmen (pecahan) tulang tidak menembus

permukaan kulit.

e. Perdarahan

Perdarahan terjadi karena pecahnya pembuluh darah sebagai akibat dari trauma

pukulan atau terjatuh. Gangguan perdarahan yang berat dapat menimbulkan

gangguan sirkulasi sampai menimbulkan shocks (gangguan kesadaran) (Van

Mechelen et al. 1992).

f. Kehilangan Kesadaran (Pingsan)

Pingsan adalah keadaan kehilangan kesadaran yang bersifat sementara dan

singkat, di sebabkan oleh berkurangnya aliran darah, oksigen, dan glukosa. Hal

merupakan akibat dari (1)Aktivitas fisik yang berat sehingga mennyebabkan

deposit oksigen sementara. (2) Pengaliran darah atau tekanan darah yang menurun

karena pendarahan hebat. (3) Karena jatuh dan benturan.

g. Luka

Luka didefinisikan sebagai suatu ketidaksinambungan dari kulit dan jaringan

dibawahnyayang mengakibatkan pendarahan yang kemudian dapat mengalami

infeksi. Seluruh tubuh mempunyai kemungkinan besar untuk mengalami luka,

karena setiap perenang akan melakukan kontak langsung pada saat latihan dan

bisa juga luka karena peralatan yang dipakai. (Stevenson et al. 2000)

DISLOKASI

Pengertian

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.

Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau

terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk

sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis

Page 26: KASUS ORTHOPEDI

membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya.

Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan

sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun

menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah

mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,

sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:

a. Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut.

b. Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh.

c. Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang.

d. Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang menjauh dan

over lapp ( memendek ).

5. GAMBARAN KLINIK

Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik r adalah sebagai berikut:

A. Nyeri

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan

adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan

sekitarnya.

B. Bengkak / edema.

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein plasma)

yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan

sekitarnya.

Page 27: KASUS ORTHOPEDI

C. Memar / ekimosis

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di

jaringan sekitarnya.

D. Spame otot

Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar sdislokasi.

E. Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena edema.

F. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot,

paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

G. Mobilitas abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi

normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.

H. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang

digerakkan.

I. Deformitas

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma

dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan

menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

Page 28: KASUS ORTHOPEDI

Penanganan

Prinsip Pertolongan

1. mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri;

2. mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan

jaringan lunak sekitarnya seperti: pembuluh darah, otot, saraf dan lainnya.

Penanganan Secara Umum

1. DRABC

2. Atasi perdarahan dan tutup seluruh luka

3. Korban tidak boleh menggerakkan daerah yang terluka atau fraktur

4. Imobilisasi fraktur dengan penyandang, pembalut atau bidai

5. Tangani dengan hati-hati

6. Observasi dan atasi syok bila perlu

7. Segera cari pertolongan medis

Fraktur dan dislokasi harus diimobilisasi untuk mencegah memburuknya cedera.

Tetapi situasi yang memerlukan Resusitasi baik pernafasan maupun jantung dan

cedera kritis yang multipel harus ditangani terlebih dahulu.

Tipe-tipe bidai:

1. Bidai Rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, alumunium atau

bahan lainyang keras.

2. Bidai Soft adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau

bahan yang lunak lainnya.

3. Bidai Traksi

Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur sehingga

dapat terhindari kerusakan yang lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari

kekuatan yang cukup untuk menstabilkan patah tulang yang patah, traksi bukanlah

meregangkan atau menggerakkan tulang yang patah sampai ujung-ujung tulang

yang patah menyatu.

Page 29: KASUS ORTHOPEDI

Prinsip Pembidaian

a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera;

b. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus

dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang;

c. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan.

Syarat Pembidaian

1. Bidai harus meliputi dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu

pada anggota badan yang tidak sakit;

2. Ikatan jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendor;

3. Bidai dibalut/ dilapisi sebelum digunakan;

4. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat

yang patah;

5. Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;

6. Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnya perlu

dilepas.

Aturan dasar yang harus diingat ketika melakukan pembidaian:

1. Jika ragu-ragu fraktur atau tidak ‘ Bidai

2. Bidai Rigid sebelum digunakan harus dilapisi dulu;

3. Ikatlah bidai dari distal ke proximal

4. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah

pembidaian dan perhatikan warna kulit ditalnya;

5. Jika mungkin naikkan bagian tubuh yang mengalami patah tulang.

PEMBALUTAN

Pembalut harus dipasang cukup kuat untuk mencegah pergerakan tapi tidak terlalu

kencang sehingga mengganggu sirkulasi atau menyebabkan nyeri. Dalam usaha

untuk mencegah pergesekan dan ketidaknyamanan pada kulit, penggunaan

Page 30: KASUS ORTHOPEDI

bantalan lunak dianjurkan sebelum melakukan balutan. Pengikatan selalu

dilakukan di atas bidai atau pada sisi yang tidak cedera, kalau kedua kaki bawah

mengalami cedera, pengikatan dilakukan di depan dan diantara bagian yang

cedera.

Periksa dengan interval 15 menit untuk menjamin bahwa pembalut tidak terlalu

kencang akibat pembengkakan dari jaringan yang cedera. Lewatkan pembalut

pada bagian lekuk tubuh seperti leher, lutut dan pergelangan kaki jika diperlukan.

Cara Imobilisasi Fraktur

Dengan Pembalut

Gunakan pembalut lebar bila ada;

1. Taruh pembalut dibawah bagian tubuh yang terjadi fraktur;

2. Topang lengan atau tungkai dengan bidai sampai pembalut cukup

memfixasi

3. Setiap 15 menit periksa agar pembalut tudak terlalu ketat

4. Periksa pembalut supaya tidak longgar

Dengan Bidai

1. Dapat dipakai benda apa saja yang kaku dan cukup panjang melewati

sendi dan ujung tulang yang patah;

2. Pakai perban bantal diantara bidai dan bagian tubuh yang dibidai;

3. Ujung-ujung lengan/tungkai dibalut di atas dan dibawah daerah fraktur.

Ikatan harus cukup kuat pada daerah yang sehat.

Penanganan:

1. Reposisi dengan traksi dan mulding serta imbilisasi dengan gips sepatu

seringkali membawa hasil yang baik. Pada fraktur yang displaced minimal

kadang-kadang hanya dipasang sepatu dengan kaos kaki tebal saja.

Page 31: KASUS ORTHOPEDI

2. Bila fraktur terbuka, dilakukan debridement dan intramedullary wiring ø

1,2-1,4

3. Bila fraktur pada metatarsal ke 5, harus dikembalikan pada posisi anatomis

dan dipasang intramedullary wiring ø 1,2-1,4

Paska tindakan:

- pinning dilepas 3-6 minggu kemudian

- cast dilepas 3-4 minggu

- Penanganan Dislokasi

- Menurut Stevenson (2000) prinsip dasar penanganan dislokasi adalah

reposisi. Reposisinpada keadaan akut (beberapa saat setelah cedera

sebelum terjadinya respon peradangan) dapat dilakukan dengan lebih

mudah. Pada keadaan akut dimana respon peradanagan sudah terjadi,

reposisi relatif sukar untuk dilakukan. Pada keadaan ini, direkomendasikan

untuk menunggu berkurangnya respon peradangan. Pada keadaan kronis

dimana respon peradanagn sudahnberkurang, reposisi dapat dilakukan

dengan jalan melemaskan kembali persendian supaya dapat dilakukan

penarikan dan pergeseran tulang dengan lebih mudah. Pelemasan jaringan

persendianndapat dilakukan dengan terapi panas maupun dengan manual

therapy pada bagian proksimal dan distal lokasi yang mengalami dislokasi.

Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah melakukan

reduksi ringan dengan cara menarik persendian yang bersangkutan

padasumbu memanjang. Setelah reposisi berhasil dilakukan, sendi tersebut

difiksasi selama 3-6 minggu untuk mengurangi resiko terjadinya dislokasi

ulang. Apabila rasa nyeri sudah minimal,dapat dilakukan exercise therapy

secara terbatas untuk memperkuat struktur persendian dan memperkecil

resiko dislokasi ulang (Meeuwisse 1994).

Page 32: KASUS ORTHOPEDI

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham, APLEY’S SYSTEM OF ORTHOPAEDICS AND FRACTURE 7th edition, Great Britain, Bath Press.

Rasjad, Chairuddin, PENGANTAR ILMU BEDAH ORTOPEDI, Edisi kedua,

Ujung Pandang, Bintang Lamumpatue.

Salter, Robert Bruce, TEXBOOK OF DISORDERS AND INJURIES OF THE

MUSCULOSKELETAL SYSTEM, 2nd edition, Baltimore, U.S.A.