Tugas Ilmu Penyakit Dalam Review Muliani o11112114
description
Transcript of Tugas Ilmu Penyakit Dalam Review Muliani o11112114
TUGAS ILMU PENYAKIT DALAM
MYELITIS, CANINE SPONDYLOPATHY, EPILEPSI DAN
TRAUMA MEDULA SPINALIS
MULIANI
O111 12 114
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
MYELITISMyelitis pada anjing merupakan adalah peradangan pada spinal cord yang melibatkan
parenkim dan pembuluh darah. Penyakit ini dapat muncul secara tunggal maupun kombinasi
dengan peradangan otak dan spinal lainnya, seperti meningitis dan encephalitis.
Patofisiologi :
Patofisiologinya ada 3 yaitu :
Reticulosis
Cuffing focal perivasvular dari campuran element histiosit, limfosit dan plasma
sel.
Gabungan lesi membentuk massa lesio yang merusak dan menggantikan jaringan
CNS.
Granulomatousa Meningoencephalitis (GME)
penyebaran lesi peradangan dalam CNS dengan pembentukkan granuloma
perivascular
Dapat sama bentuknya dengan penyebaran retikulosis.
Feline polioencephalomyelitis :
Penyebaran lesio peradangan terdiri dari ‘cuffy mononuklear perivascular, gliosis
dan degenerasi neoronal .
Kehilangan neoronal, astrogliosis dan degenerasi walleri diffusa pada spinal cord
*Catatan: neuronal (neuron/ syaraf), astrogliosis (pengeluaran GFAP dan vimentin pada
saat iskemia otak), degenerasi walleri diffusa (Jika segmen proksimal akson mengalami
cedera (seperti terpotong pisau/traumatik), maka akson di distalnya akan mengalami
degenerasi dan akhirnya lenyap dinamai degenerasi walleri.
Gejala Klinis :
Myelitis, khususnya ketika bersamaan dengan meningitis atau encephalitis
menyebabkan penurunan neurologik. Terlihat adanya perubahan perilaku, inkoordinasi
(ataksia) dengan atau tanpa rasa sakit, paresis dan bahkan dapat terjadi seizure/kejang. Kasus-
kasus yang parah dapat mengarah pada dementia bahkan koma.
Penyebab :
Myelitis pada anjing dapat terjadi akibat gangguan dari infeksius maupun non
infeksius. Penyebab infeksius diantaranya adalah infeksi bakteri dari gigitan kutu, infeksi
fungal, dan infeksi viral seperti rabies dan distemper. Sedangkan untuk penyebab non
infeksius disebabkan oleh adanya gangguan yang dapat ditemukan pada anjing breed pug dan
terrier.
GAMBAR 1: Pada MRI, bagian kanan dari otak bengkak dan lebih terang, indikasi inflamasi
Diagnosa :
Dengan cara menganalisis cairan cerebro spinal:
1. Penampilan fisik
2. Cytologi (WBC)
3. Konsentrasi Protein
4. Tekanan CSF akan meningkat dengan peradangan meningeal
5. Identifikaasi organisme
6. Kultur bakteri
7. Pemeriksaan serologis
Diagnosa banding :
1. Polyarthritis (radang pada sendi)
2. Polymyositis (peradangan serat- serat otot)
3. Disk spondylitis (merupakan perubahan degenerasi dari bantalan (disk) tulang
belakang leher, hipertrofi hyperplasia tulang belakang leher dan cedera leher yang
menyebabkan hyperplasia tulang belakang leher atau slipped disk tulang belakang,
penebalan ligament, iritasi atau kompresi saraf tulang belakang leher, saraf leher,
pembuluh darah sehingga menimbulkan berbagai gejala sindrom klinis)
4. Cervical diskus intervertebralis
5. Infeksi parameningeal
Terapi :
Pemberian antibiotik untuk anjing yang terkena myelitis. Antimikrobial yang
menembus barrier darah –CSF: trimetroprim, chloramphenicol, sulfonamid, metronidazole
dan cephalosporin generasi ke 3 ( moxalactam dan cefotaxim). Untuk myelitis yang
disebabkan oleh infeksi fungal pilihannya obatnya antara lain : Amphoterycin B, Flucytosin,
Ketoconazole, Rifampin, Corticosteroid. Dokter akan menilai kemungkinan penyebab infeksi
dan gangguan spesifik yang mengarah pada breed anjing. Untuk melihat progresif dari
penyakit ini digunakan CT-Scan atau MRI.
Monitoring Pasien :
Rangkaian pemeriksaan syaraf ditujukan untuk evaluasi terhadap perubahan status
syaraf.
Ulangi analisa CSF selama dan setelah pengobatan dapat bermanfaat untuk evaluasi
respon pengobatan.
prognosa pada kebanyakan hewan dengan myelitis adalah kurang baik.
Untuk retikulosis dan GME dapat dilakukan : (1) Banyak kasus responsive terhadap
corticosteroid awal; (2) Gejala yang berulang dan cepat dari penyakit adalah umum
terjadi, beberapa kasus dapat dikontrol dengan corticosteroid jangka lama dengan
dosis rendah.
CANINE SPONDYLOPATHYa. Cervical Spondylolisthesis
b. Cervical Vertebral Instability
c. Cervical Vertebral Malformasi-malartikulasi
d. Caudal Cervical Spondylopathis
e. Canine Wobbbler Syndrom’
Canine Wobbler Syndroma’ adalah suatu sindroma yang ditandai oleh adanya
kompresi ‘spinal cord cervical caudalis’ dan akar syaraf. Kejadian ini berkaitan dengan
malformasi atau malartikulasi dan ketidakstabilan perubahan canalis spinalis vertebrae
cervicalis terutama pada anjing ras besar.
Penyebab penyempitan canalis vertebralis :
a. Malformasi lamina vertebral, ligamentum flavum,
b. Pembesaran permukaan artikular/persendian, hipertropi jaringan lunak periartikular
ataupun kombinasi semuanya.
c. Perubahan pada badan vertebrae dan ujung lapisan tulang pipih mengakibatkan
ketidakseimbangan sehingga kegagalan diskus intervertebralis dan perkembangan
penonjolan diskus tipe II atau kadang-kadang hernia diskus tipe I Etiologi dan
Patogenesa
Predisposisi :
a. Genetik : Ras besar terutama: ‘Great Danes’ dan Doberman Pinscher’
b. Jenis kelamin : Hewan jantan lebih sering daripada hewan betina
c. Umur kejadia : bervariasi 7 Mg – 10 Bln
Etiologi dan Patogenesa
Stenosis pada aspek cranial vertebrae cervicalis ( terutama C4, C5 dan C6) sangat
sering pada anjing ‘Great Danes’ muda.
Ketidakstabilan columna vertebralis dengan ‘compressi spinal cord’ sehingga
hipertropi jaringan lunak sekunder atau diskus dengan/tanpa malformasi vertebrae
cervical (C5,6,7) ini sering terjadi pada Doberman pertengahan umur dan lebih tua.
Malformasi’ arcus vertebralis termasuk proc. articularis dan persendian
intervertebralis menyebabkan stenosis canalis vertebralis.
Over nutrisi : diet Ca yang berlebihan , hipercalcemia ,hipercalcitoninisme. -
Ketidaksesuaian antara ukuran kepala dan panjang leher dalam kombinasi dengan
pertumbuhan cepat, ketidakseimbangan dan memaksa kerja spina cervical caudalis.
Trauma.
Gejala Klinis :
Pada pemeriksaan syaraf memperlihatkan :
Paresis bilateral, ataxia pada kaki depan dan belakang
Kaki belakang terkena lebih parah daripada kaki depan kerena posisi superfisial jalur
UMN pada kaki belakang.
Defisit langkah merupakan tanda awal pada kaki belakang. Perkembangan ataxia
ringan pada kaki belakang.
Pada keadaan parah abduksi yang meluas , cara berdiri membungkuk, kuku terseret
atau jari dibengkokkan , pergerakan kaki belakang kaku.
Abnormalitas syaraf yang tampak pada kaki belakang termasuk : depresi atau
hilangnya kesadaran propriosepsis dan refleks spinal yang berlebihan.
Abnormalitas kaki depan sering terjadi setelah perkembangan defisit syaraf kaki
belakang dan defisit kaki depan jarang berkembang sampai pada level parah dari
abnormalitas kaki belakang.
Kaki depan mempunyai gerakan : terbatas dan tampak kaku, paralysis ringan dan
hanya nyata selama evaluasi reaksi postural yang intensif.
Kepincang dan atropi otot pada satu kaki depan atau sakit ketika tarikan diterapkan,
diduga bahwa akar syaraf tertekan.
peningkatan tonus yang ada pada kaki depan tetapi defisit neurologik dapat tidak
terdeteksi.
Respons terhadap test reaksi postural seperti melompat dan proprioseptif kesadaran
abnormal.
Pada beberapa kasus melibatkan spina cervicalis caudalis, bukti bahwa penyakit
LMN kaki pada depan adalah atropi otot yang menonjol pada/diatas scapula.
Refleks spinal yang segmental menunjukkan kelemahan UMN yang menonjol.
Pada perjalanan khronis : langkah kaki depan kaku, kejang, tersentak-sentak, fleksi
kaku pada leher, nyeri leher nyata.
*Catatan: Propriosepsis adalah Sensasi yang didapat melalui stimulasi dari dalam tubuh
mengenai posisi dan aktivitas otot tertentu.
Diagnosa :
Dilakukan terlebih dahulu dengan melihat riwayat medis, melakukan pemeriksaan
fisik dan neurologis. Mengetahui breed anjing penting dalam menunjukkan diagnosis
Wobbler syndrome. Jika sindrom wobbler dicurigai, dokter hewan akan melakukan tes
tambahan. Diagnosa dibuat melalui radiografi (sinar-X) dari tulang belakang. Myelograms
(sinar-X kontras khusus) mungkin diperlukan untuk mengevaluasi sumsum tulang belakang.
Selain itu, analisis cairan serebrospinal dapat dilakukan. Cairan serebrospinal diperoleh
dengan memasukkan jarum ke dalam tulang belakang dan menarik cairan.
Diagnosa Banding :
a) Kelainan Tulang :
Dysplasia coxofemoral (hip displasia).
Osteochondrosis desiccans.
Osteodistrofi hipertrofi.
b) Penyakit syaraf :
Myelitis akibat : -CanineDistemper -Toxoplasmosis - GME/Granulomatosa
Meningoencephalitis.
Tumor ‘spinal cord’.
Penyakit pada discus intervertebralis .
Trauma ‘spinal cord’
Terapi :
Pengobatan untuk sindrom wobbler ditentukan oleh usia anjing, jenis ketidakstabilan
servikalis, dan tingkat keparahan gejala klinis. Kegiatan anjing dibatasi. Untuk anjing yang
sedang dalam perkembangan dengan penyakit terkait tulang belakang, dokter hewan dapat
menghentikan penggunaan suplemen makanan yang berlebihan (jika ini telah digunakan) dan
dapat mengontrol asupan makanan. Masalah neurologis (berkaitan dengan sistem saraf) dapat
terus berlanjut. Terapi fisik biasanya diperlukan untuk membantu hewan peliharaan
mendapatkan kembali fungsi yang hilang. Umumnya anjing mendapatkan penanganan bedah.
Prosedur bedah dapat meliputi dekompresi saraf tulang belakang, fenestration untuk
mencoba mencegah disk lain dari penyakit, dan stabilisasi atau fusi tulang belakang.
Beberapa ahli bedah hewan dan ahli saraf mempertimbangkan fusi tulang belakang untuk
mencoba untuk menstabilkan tulang belakang yang kontroversial. Penggunaan steroid dalam
kombinasi dengan operasi biasanya perawatan yang paling efektif.
Monitoring Pasien :
a. Walaupun perbaikan awal setelah terapi corticosteroid kebanyakan anjing mempunyai
gejala yang progresif.
b. Evaluasi pasien terhadap corticosteroid setiap 2 minggu pertama, jika terjadi gejala
yang progresif maka pengurangan corticosteroid perlu dipertimbangkan.
c. Prognosis ditentukan oleh 3 faktor : - Keparahan gejala klinis, status syaraf dan
perjalanan sementara Pen yakit. - Lesi (abnormalitas spesifik) setelah myelografi. -
Umur pasien.
Catatan: Paralisis selalu menjadi kemungkinan untuk anjing yang terkena sindrom ini,
biasanya untuk paralisis tidak dapat ditolong.
LUMBOSACRAL SPONDYLOPATHYKondisi ini terjadi karena adanya tekanan pada tulang belakang, walaupun hanya pada
bagian punggung atau ekor pada anjing. Namun kondisi ini dapat berakibat pada hilangnya
fungsi kaki belakang dan mungkin juga terhadap kontrol usus dan bladder. Lumbosacral
spondylopathy atau cauda equine syndrome ini biasanya terjadi pada anjing besar diakibatkan
oleh penyempitan dari spinal canal yaitu pada persendian lumbosacral (lumbosacral joint) .
Terdapat banyak faktor yang memicu terjadinya kondisi ini, seperti subluksasi dari
persendian lumbosakral, trauma atau abnormalitas yang terjadi secara kongenital.
Gejala Klinis :
Rasa nyeri pada sendi lumbosacral
Kuku kaki terlihat usang
Feses/urin inkontinen
Tremor ekstremitas panggung (kelemahan dan nyeri)
Ekstensi sendi lumbosacral akan menunjukkan rasa sakit
Prognosa :
Prognosa untuk hewan yang ditangani dengan pembedahan memberikan hasil yang
baik kecuali terdapat kasus kronis (> 6 minggu) sejarah inkontinensia atau defisit neurologis
berat. Hasil 60-70% pada kasus pembedahan baik tetapi juga tergantung pada usia anjing
dan apakah anjing merupakan jenis anjing pekerja.
EPILEPSIEpilepsi merupakan gangguan yang terjadi secara singkat pada sistim syaraf akibat
dari aktivitas listrik otak yang abnormal. Predisposisi pada kondisi ini antara lain Beagles,
Dacshund, Belgian Tervurens dan lainnya. Epilepsi umumnya muncul umur 6 bulan – 5
tahun, biasanya 2-3 tahun. Akibat pelepasan listrik yang tiba-tiba (abnormal) pada neuron dr
otak bag. depan :
mencapai wilayah somatik, visceral motorik
diawali gerakan spontan, paroxysmal
Hilangnya/kekacauan kesadaran, perubahan tonus otot, dagu bergetar, spasmus otot
masseter, salivasi bahkan urinasi/defikasi.
Gejala Klinis :
Gejala klinis dapat dilihat dari anamnesa yang teliti termasuk mengetahui riwayat
anamnesa sebelumnya berdasarkan informasi keturunan, status vaksinasi, perjalanan, trauma,
toksin yang berpotensial, terapi sebelumnya dengan stadium aura, ictal, post ictal dan
interictal, masalah operatif, sejarah obat, informasi serangan seizure sebelumnya, evaluasi
status fungsi cerebrocortical. Gejala syaraf yang banyak ditemukan antara lain : Anjing lebih
mencari perhatian, memperlihatkan episode agresifitas yang tidak biasa/lekas marah, gagal
untuk mengikuti perintah yang sederhana, tentukan abnormalitas langkah, gangguan
penglihatan, pola tidur gelisah.
GAMBAR 2: Anjing yang terkena epilepsi
Diagnosis dan Diferensial Diagnosis :
Pendekatan Diferensial diagnosa dengan data sign, anamnesa, PE, dan uji laboratorium.
Anjing < 1 Th : Sekunder oleh perkembangan dan peradangan (distemper,
hydrocephalus)
Anjing 1 – 5 Th : PES
Anjing > 5 Th : Gangguan struktur (SES) dan Penyakit metabolik (RES)
Epilepsi primer jarang terjadi pada kucing.
Test diagnostik dengan menggunakan Test CBC, Profil kimiawi serum dan urinalisis untk
menyingkirkan kemungkinan penyebab metabolik
Suspect SES : Tomography (CT) / MRI Dx/anomali intracranial atau neoplasma
primer penyebab seizure ( < 1 th dan > 7 th)
Koleksi CSF
Uji Dx/ tambahan abnormalitas neurologik interictal.
Terapi :
Tidak semua anjing yang mengalami epilepsi memmbutuhkan terapi. Kebutuhan akan
terapi akan dilakukan menurut keparahan dan frekuensi dari seizure. Ketika anjing
mengalami seizure lebih dari satu kali dalam sebulan, atau seizure semakin memburuk,
verinarian akan memberikan saran untuk terapi. Untuk kebanyakan anjing yang mengalami
seizure, diberikan obat oral seperti phenobarbital, potassium bromida, valium, gabapentin
atau zonisamide.
TRAUMA MEDULA SPINALISTrauma medula spinalis merupakan luka pada medula spinalis (eksternal maupun
trauma) yang disebabkan adanya tekanan pada medula spinalis yang disertai fraktura,
luxatio, atau subluxatio columna medula spinalis.
Etiologi :
a. Luka eksternal ; Invasi elemen parasit ; Gegar otak ; Contusio (tanpa adanya
kerusakan struktur tulang)
b. Trauma fisik : Kecelakaan, Osteoporosis / osteodistropia , Spondilosis dan fraktura
c. Trauma; seperti gerakan berlebihan pada vertebrae cervical bagian atas sehinggah
menambah lesi med. Spinalis.
d. dislokasi persendian atlanto occipital
e. Stenosis canalis cervicalis vert. ( C2 – C4) (domba aduan)
f. Fraktura vert. T1. Contohnya sapi yang mengamuk pada tempat sempit
g. Fraktura vert. Contohnya anak sapi yang dilahirkan dgan tarik paksa (distokia)
h. Kilat/halilintar destruksi jaringan dalam saluran vertebral.
i. Invasi parasit
j. Ischemia lokal pada med. Spinalis.
Catatan: Stenosis adalah penyempitan. Iskemia adalah simtoma berkurangnya aliran darah
yang dapat menyebabkan perubahan fungsional pada sel normal
Patogenesis :
Respon luka berkurangnya aliran darah med. Spinalis (gray matter)
Autoregulasi aliran darah hilang pada perlukaan segment Med. Spin.
Aliran darah med. Spinalis bervariasi dengan tekanan darah atrial
Peningkatan aktivitas endorphin plasma hipotensi sistemik
Gejala Klinis :
a. Shock spinal : Paralisisi flaccid, menurunnya tekanan darah lokal karena vasodilatasi,
Refleks menarik dan membengkokan serta kepekaan cutaneus hilang sesaat ,
hypotonus menetap
b. Ekstrimitas: hewan tidak dapat bangkit (berbaring sternal dan lateral)
c. Sulit bernafas
d. Wilayah tubuh yang disuplai oleh segmen mengalami paralisis flaccid, hilangnya
refleks otot, lesi LMN
e. Larva parasit : Serangan akut , pergerakan larva menuju tempat baru paralisis
Diferensial Diagnosis :
Trauma pada sistim muskulo skeletal
Fraktur vertebral / subluxaxio secara sekunder akibat neoplasma atau infeksi
Myelopathy embolik fibrocartilagenus
Hernia diskus intervertebralis akut
Malformasi vetebral yang tidak stabil
Terapi :
a. Corticosteroid
Mekanisme kerja : (a). menurunkan luka yang membentuk radikal bebas dan
berkaitan dengan peroksidasi asam lemak bebas tidak terlarut pada membrane. (b).
Meningkatkan aktivitas Na +/K+ -ATP ase. (c). Perbaikan Ca ekstravaskuler,
mencegah degradasi neurofilament. (d). Memperbaiki aliran darah medula spinalis
b. Mannitol 20%
c. Thyrotropin-Releasing Hormon
d. Dimethylsulfoxida (DMSO) 40 %
Terapi operatif :
Indikasi : Paralisis/paresis parah , Dysfungsi syaraf progresif , Ketidak mampuan columna
vertebralis