trauma abdomen

55
BAB I PENDAHULUAN Evaluasi daerah abdomen merupakan salah satu dari komponen yang paling kritis dari initial assessment penderita trauma. Selama primary survey, penilaian sirkulasi pada penderita dengan trauma tumpul (blunt) meliputi pengenalan dini dari tempat perdarahan tersembunyi seperti misalnya dari abdomen. Bila dilakukan pemeriksaan seorang penderita dengan hipotensi dengan luka tembus yang jauh dari abdomen, misalnya ekstremitas atas, penilaian formal dari abdomen dapat ditunda sampai sumber perdarahan yang kelihatan terkendali. Mekanisme cedera, lokasi cedera dan status hemodinamis penderita menentukan waktu penilaian abdomen. Sampai saat ini cedera abdomen masih merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah (preventable death) 1

description

atls

Transcript of trauma abdomen

BAB IPENDAHULUAN

Evaluasi daerah abdomen merupakan salah satu dari komponen yang paling kritis dari initial assessment penderita trauma. Selama primary survey, penilaian sirkulasi pada penderita dengan trauma tumpul (blunt) meliputi pengenalan dini dari tempat perdarahan tersembunyi seperti misalnya dari abdomen. Bila dilakukan pemeriksaan seorang penderita dengan hipotensi dengan luka tembus yang jauh dari abdomen, misalnya ekstremitas atas, penilaian formal dari abdomen dapat ditunda sampai sumber perdarahan yang kelihatan terkendali. Mekanisme cedera, lokasi cedera dan status hemodinamis penderita menentukan waktu penilaian abdomen. Sampai saat ini cedera abdomen masih merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah (preventable death) pada penderita dengan trauma pada batang tubuh (trunk). Kebanyakan dokter menganggap bahwa rupture organ abdomen yang berongga ( hollow) atau perdarahan dari organ yang padat menyebabkan peritonitis yang mudah dikenal, padahal penilaian penderita sering terganggu karena intoksikasi alcohol, penggunaan obat-obatan terlarang, cedera otak atau syaraf tulang belakang, atau cedera pada struktur yang berdekatan seperti tulang iga, tulang belakang atau tulang panggul. Perdarahan yang jumlahnya banyak di dalam rongga abdomen kadang tidak memberikan perubahan yang nyata. Penderita yang menderita cedera tumpul batang tubuh akibat pukulan langsung atau deselerasi, atau cedera batang tubuh yang tembus, harus dianggap menderita trauma abdomen, baik organ visceral ataupun vascular.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Abdomen bagian Luar2.1.1 Abdomen bagian DepanSebagian abdomen berhubungan dengan thoraks bagian bawah, maka batas abdomen adalah bagian superior oleh garis antar papilla mamae, inferior oleh ligamentum inguinalis dan simfisis pubis dan lateral oleh garis aksilaris anterior.

2.1.2 Pinggang (Trunk)Daerah ini berada antara garis aksilaris anterior dan garis aksilaris posterior, dari ruang intercostals ke-6 di superior sampai Krista iliaka di inferior. Berbeda dengan dinding abdomen depan yang tipis, otot-otot dinding abdomen di daerah pinggang tebal dan dapat sebagai perintang terhadap luka tembus, khususnya luka tusuk.

2.1.3 Punggung (Back)Daerah ini bertempat di belakang garis aksilaris posterior dari ujung scapula sampai Krista iliaka. Sama dengan otot-otot dinding abdomen di bagian pinggang, otot punggung dan paraspinal bertindak sebagian sebagai perintang luka tembus.

2.2 Anatomi Abdomen bagian Dalam Daerah abdomen bagian dalam dibagi dalam 3 bagian, yaitu rongga peritoneum, rongga pelvis dan rongga retroperitoneal.2.2.1 Rongga PeritoneumRongga peritoneum dibagi dalam bagian atas dan bagian bawah. Abdomen atas atau daerah thoracoabdominal yang ditutup oleh bagian bawah dari bagian thoraks yang bertulang, meliputi diafragma, hepar, limpa, lambung dan kolon transversum. Karena diafragma naik ke ruang intercostals ke4 saat ekspirasi penuh, patahan iga bawah atau luka tembus di daerah itu juga dapat mencederai isi abdomen. Abdomen bawah berisikan usus halus, ascending dan descending kolon, sigmoid kolon, dan pada perempuan, termasuk organ reproduksi bagian dalam.

2.2.2 Rongga Pelvis Rongga pelvis yang dikelilingi tulang pelvis, berada di bagian bawah dari ruang retroperitoneum dan berisikan rectum, kandung kemih, pembuluh-pembuluh iliaka, dan pada wanita terdapat organ genitalia bagian dalam. Sama seperti daerah torakoabdominal, pemeriksaan untuk mengetahui cedera pada struktur pelvis dipersulit oleh tulang-tulang diatasnya.

2.2.3 Ruang RetroperitoneumDaerah ini meliputi aorta abdominalis, vena kava inferior, sebagian besar dari duodenum, pancreas, ginjal dan saluran kencing, kolon asenden dan kolon desenden. Cedera daerah ini sulit dikenali dengan pemeriksaan fisik maupun pencucian (lavage) peritoneum.

2.3 Mekanisme Cedera 2.3.1 Trauma Tumpul (Blunt) Pukulan langsung misalnya terkena pinggir stir mobil atau pintu yang masuk (intruded) pada tabrakan kendaraan bermotor, dapat mengakibatkan cedera tekanan atau tindasan pada isi abdomen. Kekuatan ini merusak bentuk organ padat atau berongga dan dapat mengakibatkan ruptur, khususnya pada organ yang menggembung (misalnya uterus yang sedang hamil), dengan perdarahan sekunder dan peritonitis. Shearing injuries pada organ isi abdomen merupakan bentuk trauma yang dapat terjadi bila suatu alat penahan (seperti sabuk pengaman jenis lap belt atau komponen sabuk bahu) dipakai dengan cara yang salah. Penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor juga dapat menderita cedera deceleration karena gerakan yang berbeda dari bagian badan yang bergerak dan yang tidak bergerak, pada hati dan limpa yang sering terjadi (organ bergerak) di tempat jaringan pendukung (struktur tetap) pada tabrakan tersebut. Pada penderita yang dilakukan laparotomi oleh karena trauma tumpul (blunt injury), organ yang paling sering cedera, adalah limpa (40% sampai 55%), hati (35% sampai 45%) dan hematoma retroperitonium (15%).2.3.2 Trauma Tembus Luka tusuk dan luka tembak kecepatan rendah menyebabkan kerusakan jaringan karena laserasi atau terpotong. Luka tembak kecepatan tinggi mengalihkan lebih banyak energy kepada organ-organ abdomen, mempunyai efek pelubangan tambahan sementara (temporary cavitation), dan peluru mungkin berguling atau pecah, sehingga menyebabkan lebih banyak cedera lagi.Luka tusuk melintas struktur abdomen di dekatnya dan paling umum mengenai hati (40%), usus kecil (30%), diafragma (20%) dan usus besar (15%). Luka tembak menyebabkan lebih banyak cedera dalam abdomen karena perjalanannya yang lebih panjang di dalam tubuh dan juga berdasarkan energy kinetis yang lebih besar, dan dapat mengenai usus kecil (50%), usus besar (40%),hepar (30%) dan struktur vaskuler abdomen (25%).

2.4 Penilaian Pada penderita hipotensi, tujuan sang dokter adalah secepatnya menentukan apakah ada cedera abdomen dan apakah itu penyebabnya hipotensinya. Penderita yang normal hemodinamis tanpa tanda-tanda peritonitis dapat dilakukan evaluasi yang lebih teliti untuk menentukan cedera spesifik yang ada (trauma tumpul) atau apakah tanda-tanda peritonitis atau perdarahan terjadi selama suatu masa pengamatan (trauma tembus). 2.4.1 Riwayat TraumaRiwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor dan meliputi kecepatan kendaraan, jenis tabrakan (tubrukan dari depan, pinggir, pukulan samping, tubrukan belakang atau berguling), mesin masuk ke dalam tempat penumpang, jenis-jenis seat bealt (sabuk pengaman), pembukaan kantung udara, posisi penderita di dalam kendaraan, dan status para penumpang. Keterangan ini dapat diberikan oleh penderita, oleh penumpang lain, polisi, atau petugas medis gawat darurat. Keterangan mengenai tanda-tanda vital, cedera yang kelihatan, dan respon terhadap perawatan pra rumah sakit juga harus diberikan oleh para petugas yang member perawatan pra rumah sakit. Bila memeriksa penderita yang menderita trauma tembus, informasi yang harus diperoleh adalah antara lain saat terjadinya cedera, jenis senjata (pisau, pistol, senapan, shotgun), jarak dari penyerang (penting untuk luka tembakan, karena cedera organ perut yang parah akan berkurang bila lewat jarak 2 meter), jumlah luka tusuk atau tembakan yang kena, dan jumlah perdarahan yang diderita penderita di tempat kejadian. Bila mungkin, keterangan penting yang harus diperoleh dari penderita yang menderita trauma abdomen yang tumpul atau tembus, adalah besarnya dan lokasi rasa sakit di abdomen dan apakah sakit ini diacu ke bahu.

2.4.2 Pemeriksaan FisikPemeriksaan abdomen harus dilakukan dengan cara yang teliti dan sistematis dengan urutan : inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Penemuannya, positif atau negative, harus direkam dengan teliti dalam catatan medis. 2.4.2.1 Inspeksi Penderit dalam keadaan tidak memakai pakaian. Bagian depan dan belakang abdomen, dan juga bagian bawah dada dan peritoneum, harus diperiksa untuk goresan, robekan, luka tembus, benda asing yang tertancap, keluarnya omentum atau usus kecil, dan status hamil. Penderita dapat di balikkan dengan hati-hati untuk mempermudah pemeriksaan lengkap.

2.4.2.2 Auskultasi Malalui auskultasi ditentukan apakah bising usus ada atau tidak. Darah intraperitoneum yang bebas atau kebocoran (ekstravasasi) abdomen dapat memberikan gambraan ileus, mengakibatkan hilangnya bunyi usus. Cedera pada struktur berdekatan seperti tulang, iga, tulang belakang atau panggul juga dapat mengakibatkan ileus meskipun tidak ada cedera di abdomen dalam, sehingga tidak adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada cedera intra abdominal.

2.4.2.3 Perkusi Maneuver ini mengakibatkan pergerakan peritoneum, dan dapat menunjukan adanya peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat menunjukan adanya bunyi timpani akibat dilatasi lambung akut di kuadran atas atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum.

2.4.2.4 Perkusi Kecenderungan untuk mengeraskan dinding. Abdomen (voluntary guarding) dapat menyulitkan pemeriksaan abdomen. Sebaliknya defans muskuler (involuntary guarding) adalah tanda yang andal dari iritasi peritoneum. Tujuan palpasi adalah mendapatkan adanya dan menentukan tempat dari nyeri tekan superficial, nyeri tekan dalam atau nyeri lepas. Nyeri lepas terjadi ketika tangan yang menyentuh perut diangkat dengan tiba-tiba, dan biasanya menandakan peritonitis yang timbul akibat adanya darah atau isi usus. Dengan palpasi, juga dapat ditentukan uterus yang membesar dan diperkirakan umur janin.

2.4.2.5 Evaluasi Luka Tembus Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. Prosedur ini tidak digunakan untuk luka di atas tulang iga karena risiko akan menyebabkan pneumotoraks.

2.4.2.6 Pemeriksaan Lokal Luka TusukPada penderita tanpa peritonitis atau hipotensi maka pemeriksaan lokal pada luka tusuk yang dilakukan ahli bedah akan bermanfaat karena 25% sampai 33% dari luka tusuk di perut depan tidak menembus peritoneum. Dengan kondisi steril, dan anestesi lokal, jalan luka diikuti melalui lapis dinding abdomen. Bila ditemukan penetrasi melalui fasia depan maka kemungkinan adanya cedera intraperitoneum akan lebih tinggi. Setiap penderita dimana jalan luka tidak dapat diikuti karena kegemukan, kurang bekerjasama, atau perdarahan soft tissue atau distorsi, harus diadakan evaluasi lanjutan. 2.4.2.7 Menilai Stabilitas PelvisTekanan dengan tangan pada tulang-tulang iliaka (atasnya tulang panggul) atau puncak tulang panggul dapat membangkitkan gerakan abnormal atau nyeri tulang, hal mana menandakan adanya fraktur pelvis (panggul) pada penderita yang menderita trauma tumpul batang tubuh (blunt truncal trauma).

2.4.2.8 Pemeriksan Penis, Perineal, dan RektalAdanya darah pada lubang uretra adalah tanda yang bermakna untuk kemungkinan adanya cedera uretra. Pemeriksaan skrotum dan peritoneum untuk menentukan apakah ada ekimosis atau hematoma yang juga menandakan cedera yang sama. Tujuan dari pemeriksaan colok dubur pada penderita yang menderita trauma tumpul adalah menilai respon dari tonus sfingter, posisi prostat (prostat letak tinggi menandakan rupture uretra), dan untuk menentukan apakah ada tulang panggul yang patah. Pada penderita yang memiliki luka tembus, pemeriksaan colok dubur digunakan untuk menilai respon dari otot sphincter (dubur), mengkonfirmasi adanya darah akibat perforasi, atau untuk memperoleh specimen tinja untuk pemeriksaan darah samar. (tes darah samar yang positif menandakan perforasi dari gastrointestinal bagian distal).

2.4.2.9 Pemeriksaan VaginaRobekan vagina dapat terjadi karena luka tembus atau fragmen tulang dari fraktur tulang panggul.

2.4.2.10 Pemeriksaan GlutealDaerah gluteal yaitu dari puncak Krista iliaka sampai lipatan gluteal. Pada cedera tembus di daerah ini akan ditemukan cedera intra abdominal yang berat pada 50% kasus, termasuk cedera daerah dubur di bawah lipatan peritoneum. Insidensi cedera dalam abdomen juga dipertimbangkan bila ada tembakan atau luka tusuk. Indikasi untuk eksplorasi paling sering karena adanya cedera pada rectum, pembuluh darah besar atau kerusakan berat pada soft tissue.

2.4.3 Pemasangan Kateter Pemasangan gastric tube dan kateter urin seringkali dilakukan sebagai bagian dari tahapan resusitasi, setelah diagnosis dan terapi permasalahan airway, breathing dan circulation.2.4.3.1 Gastric Tube Tujuan terapi dari pemasangan gastric tube dalam proses resusitasi adalah untuk mengurangi dilatasi gastric yang akut, dekompresi abdomen sebelum melakukan diagnostic peritoneal lavage, dan mengeluarkan isi abdomen, sehingga mengurangi resiko aspirasi. Bila tidak ada sumber perdarahan dari nasofaring atau orofaring maka adanya darah di dalam cairan gastric menandakan adanya cedera esophagus atau bagian gastrointestinal bagian atas. Hati-hati bila ada patah pada tulang muka yang berat atau diduga patah pada dasar tengkorak, gastric tube harus dimasukan melalui mulut untuk mencegah masuknya melalui pelat kribriform ke dalam otak.

2.4.3.2 Kateterisasi Kandung KemihTujuan pemasangan kateter urin dalam proses resusitasi adalah untuk menghilangkan retensi urin, dekompresi kandung kemih sebelum melakukan diagnostic peritoneal lavage, dan pemantauan produksi urin sebagai indeks perfusi jaringan. Jika kateter dapat dimasukan dengan mudah, hematuria adalah tanda trauma pada bagian genitor urinaria. Hati-hati pada keadaan-keadaan ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih, patah panggul yang tidak stabil, darah pada meatus, hematoma pada skrotum atau diskolorasi pada perineum, atau prostat yang tinggi pada pemeriksaan rectal, harus dilakukan pemeriksaan uretrogram untuk memastikan uretra yang utuh sebelum memasukan kateter. Uretra yang cedera dapat dikenal pada saat primary maupun secondary survey dan memerlukan pemasangan tube suprapubik (sistostomi) oleh seorang ahli bedah yang berpengalaman.

2.4.4 Pengambilan Contoh Darah dan UrinDarah diambil dari salah satu vena permukaan dan dikirim untuk golongan darah dan pemeriksaan laboratorium rutin pada penderita yang hemodinamikanya normal, atau golongan darah dan crossmatch pada penderita yang hemodinamikanya abnormal, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potassium, glukosa, amylase (trauma tumpul), tingkat alcohol, dan tingkat Human Chorionic Gonadotropin (HCG) untuk menentukan kehamilan. Tes laboratorium tambahan, jika pada kebanyakan penderita trauma tidak perlu, dapat dilakukan pada penderita dengan penyakit penyerta, atau bila akan dilakukan pemeriksaan imaging memakai kontras yodium intravena. Contoh urin dikirim untuk analisis urin, kadar obat (drug) di urin bila dianggap perlu dan tes kehamilan (semua wanita pada usia subur bila tidak dapat dilakukan pemeriksaan darah).

2.4.5 Pemeriksaan Ronsen2.4.5.1 Pemeriksaan Ronsen untuk Trauma Tumpul Pemeriksaan ronsen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP), dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan multi trauma. Pada penderita yang hemodinamik normal maka pemeriksaan ronsen abdomen dalam keadaan terlentang dan berdiri (sambil melindungi tulang punggung) mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera. Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow) juga menandakan adanya cedera retroperitoneum. Bila foto tegak dikontraindikasikan karena nyeri atau patah tulang punggung, dapat digunakan foto samping sambil tidur (left lateral decubitus) untuk mengetahui udara bebas intraperitoneal.

2.4.5.2 Skrining Pemeriksaan Ronsen untuk Trauma TembusPenderita yang hemodinamis abnormal dengan luka tembus di abdomen tidak memerlukan pemeriksaan ronsen di bagian gawat darurat. Jika penderita hemodinamis normal dan mempunyai trauma tembus di atas pusar atau diduga cederea torako abdominal, foto ronsen toraks tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks, atau untuk menemukan adanya udara intraperitoneum. Setelah cincin atau clip penanda dipasang pada semua tempat luka keluar masuk toraks, abdomen dan panggul pada penderita yang normal hemodinamis, dapat dibuat pemeriksaan ronsen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.

2.4.5.3 Studi Kontras2.4.5.3.1 Uretrografi Uretrografi seharusnya dilakukan sebelum memasang kateter urin (indwelling) jika diduga adanya rupture uretra. Uretrogramnya dilakukan dengan kateter urin no.8 F yang dipasang di dalam meatal fossa dengan mengisi balon sampai 11/2 -2 ml. sekitar 15 sampai 20 ml bahan kontras dimasukan dengan sedikit tekanan.

2.4.5.3.2 Sistografi Diagnosis robekan kandung kencing intra atau ekstraperitoneum dilakukan dengan sistogram (aliran gravitasi). Sebuah reservoir bulat yang dihubungkan dengan kateter urin digantung 15 cm diatas penderita, dan 300 ml kontras yng larut dalam air dibiarkan mengalir ke kandung kemih. Proyeksi anteroposterior, oblique, dan post drainage penting untuk dapat secara pasti menentukan ada/tidaknya cedera. Sistografi harus mendahului foto intravenous pyelogram (IVP) bila diduga ada cedera pada kandung kencing, contohnya pada fraktur pelvis.

2.4.5.3.3 IVP atau Urogram ExcretorySuatu injeksi cepat dosis tinggi kontras renal (IVP screening) sebaiknya dilakukan dengan menggunakan dosis 200 mg iodine/kg BB. Ini termasuk injeksi bolus 100 ml (standar 1.5 ml/kilo untuk orang yang beratnya 70 kg) larutan iodine 60% yang dilakukan melalui dua semprit 50 ml selama 30 sampai 60 detik. Jika hanya bisa dapat larutan iodine 30%, dosis ideal adalah 3.0 ml/kg. visualisasi calyces ginjal harus Nampak pada pelat rata sinar-x dari perut 2 menit setelah injeksinya selesai. Non fungsi sebelah menandakan tidak adanya sebuah ginjal,thrombosis atau avulsion pembuluh ginjal, atau kerusakan besar dari soft tissue. Non fungsi juga menandakan agar selanjutnya dilakukan evaluasi radiologis dengan CT dengan kontras atau renal arteriogram, tergantung pada adanya sarana atau ahli. Bila bisa dapat CT scanning, penderita yang hemodinamis normal dengan diduga cedera intra abdominal dan/atau retroperitoneum sebaiknya dievaluasi dengan CT yang ditambah dengan kontras yang dapat menentukan jenis cedera ginjal yang ada. Ini menandakan perlunya IVP.

2.4.5.3.4 GastrointestinalCedera struktur gastrointestinal retroperitoneum yang berdiri sendiri (isolated, seperti duodenum, kolon asenden atau desenden, anus) tidak menyebabkan peritonitis dan mungkin tidak terdeteksi dengan diagnostic peritoneal lavage. Jika ada dugaan cedera pada salah satu struktur tersebut, harus diadakan studi kontras spesifik gastrointestinal atas dan bawah.

2.4.6 Studi Diagnostik Khusus dalam Trauma TumpulJika ada bukti dini atau nyata bahwa penderita akan dipindahkan ke suatu fasilitas lain, jangan diadakan tes yang menghabiskan waktu. Tes-tes ini termasuk studi kontras urologi dan gastrointestinal, diagnostic peritoneal lavage, atau tomograf computer.2.4.6.1 Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)DPL adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan cepat tetapi invasive, dan sangat berguna dalam menentukan pemeriksaan berikut yang perlu dilakukan pada penderita, dan dianggap 98% sensitive untuk perdarahan intra peritoneum. Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh tim bedah yang merawat penderita dengan hemodinamik abnormal dan menderita multi trauma, teristimewa jika terdapat situasi seperti berikut : a. Perubahan sensorium-cedera kepala, intoksikasi alcohol, penggunaan obat terlarangb. Perubahan perasaan- cedera jaringan syaraf tulang belakangc. Cedera pada struktur berdekatan-tulang iga bawah, panggul, tulang belakang dari pinggang ke bawah (lumbar spine)d. Pemeriksaan fisik yang meragukane. Antisipasi kehilangan kontak panjangdengan penderita-anastesi umum untuk cedera yang lain dari abdomen, sudi pemeriksaan ronsen yang lama waktunya, seperti angiografi (penderita hemodinamis normal atau abnormal).DPL juga dapat dilakukan pada penderita hemodinamis normalit dengan indikasi seperti di atas, namun fasilitas ultrasound atau CT scan tidak tersedia. Satu-satunya kontraindikasi mutlak terdapat DPL adalah adanya indikasi untuk laparotomi (celiotomy). Kontraindikasi yang relative meliputi operasi abdomen sebelumnya, kegemukan yang tidak sehat, cirrhosis yang lanjut, dan koagulopati yang sudah ada sebelumnyua. Tehnik infraumbilikal, baik yang terbuka atau yang tertutup dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih. Pada penderita dengan patah panggul atau kehamilan yang tua, lebih disukai pendekatan supraumbilikal terbuka mencegah memasuki hematoma panggul atau merusak uterus yang membesar. Bila ditemukan darah, isi usus, serat sayuran atau cairan empedu melalui kateter pencuci pada penderita yang hemodinamis abnormal, harus dilakukan laparotomi. Jika darah gross atau isi usus tidak tersedot, pencucian dilakukan dengan 1000 ml larutan lactate ringer yang dipanasi. Dilakukan penekanan abdomen dan log roll untuk meyakinkan pencampuraqn yang memadai dari isi abdomen dengan cairan pencuci, setelah itu cairan yang keluar dikirim ke laboratorium untuk analisa kuantitatif bila isi usus, serat sayuran atau air empedu tidak terlihat. Tes yang positif dan keperluan intervensi pembedahan diindikasikan dengan > 100.000 RBC/mm3, >500 WBC/mm3, atau pewarnaan gram yang positif karena adanya bakteri-bakteri. 2.4.6.2 ultrasound diagnostic (ultrasonografi atau sonogram)Ultrasound memiliki sensitivitas, spesifitas, dan akurasi yang dapat dibandingkan dengan diagnostic peritoneal lavage dan tomografi aksial abdomen, apabila dilakukan orang yang berpengalaman. Ultrasound adalah non invasive, teliti dan murah dalam melakukan diagnosis cedera intra abdominal (tumpul atau tembus) dan dapat diulang berkali-kali. Scanning ultrasound dapat dilakukan di samping tempat tidur, di ruang resusitasi sambil sekaligus melakukan prosedur diagnostic atau terapi lain. Indikasi untuk prosedurnya sama seperti untuk DPL. Faktor-faktor yang menghambat kegunaanya adalah kegemukan, adanya udara di bawah kulit (subcutaneous air), dan riwayat pernuh operasi abdomen. Scanning ultrasound untuk mengetahui adanya hemoperitoneum dapat dilakukan dengan cepat. Diambil scan dari kantong pericardial, fossa hepatorenal, fossa splenorenal, dan panggul.setelah scan mula-mula selesai, harus diadakan scan kedua atau control scan setelah menunggu 30 menit. Control scan dilakukan untuk mengetahui hemoperitoneum yang progresif pada penderita dengan perdarahan yang perlahan dan waktu interval pendek antara saat cedera dan saat scan pertama.

2.4.6.3 Computered Tomography (CT Scan)CT merupakan prosedur diagnostic yang memerlukan transport penderita ke scanner, pemberian kontras oral melalui mulut atau melalui gastric tube, pemberian kontras intravena, dan scanning dari abdomen atas dan bawah, dan juga panggul. Ini akan menghabiskan waktu dan hanya digunakan pada penderita normal hemodinamis dimana tidak Nampak indikasi untuk laparotomi sito. CT-scan member informasi yang berhubungan dengan cedera organ tertentu dan tingkat beratnya, dan juga dapat mendiagnosis cedera retroperitoneum dan organ panggul yang sulit diakses melalui pemeriksaan fisik atau DPL. Kontraindikasi relative terhadap CT scan meliputi penundaan karena menunggu scanner, penderita yang tidak mau bekerjasama dan tidak dapat ditenangkan dengan aman, atau alergi terhadap obat kontras bila tidak terdapat kontras non-ionis. Hati-hati CT bisa gagal mendeteksi cedera usus (gastrointestinal), diafragma, dan pancreas. Bila tidak ada cedera hepar atau lien, adanya cairan bebas di rongga perut menandakan cedera pada usus dan/atau mesenterium, dan harus dilakukan intervensi pembedahan dini.

DPL versus Ultrasound versus CT-Scan pada Trauma TumpulDPLUSGCT

Indikasi Menentukan adanya perdarahan bila adany penurunan tekanan darah Menentukan cairan bila terdapat penurunan tekanan darahMenentuka organ cedera jika tekanan darah normal

Keuntungan Diagnosis cepat dan sensitive, akurasi 98%Diagnosis cepat, tidak invasive dan dapat diulang, akurasi 86%-97%Paling spesifik untuk cedera, akurasi 92%-98%

Kerugian Invasive, gagal mengetahui cedera diafragma atau cedera retroperitoneumTergantung operator distorsi gas usus dan udara di bawah kulit, gagal mengetahui cedera diafragma usus, pankreasMembutuhkan biaya dan waktu yang lebih lama, tidak mengetahui cedera diafragma, usus dan pankreas

2.4.7 Pemeriksaan Diagnostik Khusus pada Trauma Tembus2.4.7.1 Luka di Thoraks bagian BawahPilihan diagnostic pada penderita asimptomatik dengan kemungkinan cedera pada diafragma dan sturktur abdomen bagian atas meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan ronsen dada, thorakoskopi, laparoskopi atau CT (untuk luka thorakoabdominal kanan).Walaupun semua pemeriksaan sudah dilakukan, namun masih dapat terjadi hernia diafragma sebelah kiri post traumatic setelah luka tusuk thorakoabdominal. Untuk luka tembak torakoabdominal sebelah kiri. Yang paling aman ialah laparotomi.

2.4.7.2 Pemeriksaan Fisik ditambah Eksplorasi Lokal dari Luka versus DPL pada Luka Tusuk Abdomen DepanKira-kira 55% sampai 60% dari semua penderita dengan luka tusuk yang menembus peritoneum depan menderita hipotensi, peritonitis, atau sebagian omentum atau usus halus keluar, hal mana menuntut laparotomi segera. Pada 40% sampai 45% penderita lainnya, dimana dapat dikonfirmasi atau diduga keras penetrasi peritoneum depan dengan eksplorasi luka secara lokal, kira-kira setengah memerlukan operasi. Pilihan diagnosis untuk kelompok 40% sampai 45% penderita yang relative asimptomatik (yang mugnkin merasakan sakit di lokasi luka tusuk) meliputi pemeriksaan fisik serial selama jangka waktu 24 jam ataukah akan dilakukan DPL. Pemeriksaan fisik berurutan adalah memakan tenaga, tetapi mempunyai rata-rata ketelitian 94% (bila laparotomi negative turut diperhitungkan). DPL diagnostic memberikan diagnosis cedera lebih dini pada penderita yang relative asimptomatis dan punya rata-rata ketelitian kira-kira 90% kalau menggunakan hitungan sel seperti telah diuraikan pada trauma perut tumpul.2.4.7.3 Pemeriksaan Fisik Serial versus CT Kontras Dobel atau Tripel pada Cedera Pinggang atau BelakangKetebalan otot pinggang dan belakang melindungi isis abdomen dibawahnya terhadap cedera luka tusuk atau luka tembak di daerah ini. Bila ada luka di belakang garis aksilaris anterior, untuk mengenal cedera retroperitoneal atau intraperitoneum, dengan pemeriksaan fisik serial akan sangat teliti bila dilakukan pada penderita yang semula asimptomatis dan kemudian menjadi simptomatis.CT dengan double kontras (intravena atau melalui mulut) atau triple kontras (intravena, mulut atau dubur) memakan waktu dan menuntut pemeriksaan teliti dari usus besar retroperitoneum di sebelah luka. Ketelitian dapat dibandingkan dengan pemeriksaan fisik serial, dan akan menghasilkan diagnosis yang lebih dini pada penderita yang relative asimptomatis (bila CTnya dilakukan dengan tepat). DPL positif merupakan indikasi untuk laparotomi segera.

2.5 Indikasi untuk Laparotomi pada Orang Dewasa2.5.1 Indikasi berdasarkan Evaluasi Abdomen1. Trauma tumpul abdomen dengan DPL positif atau ultrasound2. trauma tumpul abdomen dengan hipotensi yang berulang walaupun diadakan resusitasi yang adekuat3. Peritonitis dini atau yang menyusul4. Hipotensi dengan luka abdomen tembus5. Perdarahan dari gaster, dubur, atau daerah genitourinary akibat trauma terbuka6. Luka tembak melintas rongga peritoneum atau retroperitoneum visceral/vascular7. Eviscerasi (pengeluaran isi usus)

2.5.2 Indikasi berdasarkan Pemeriksaan Ronsen1. udara bebas, udara retroperitoneum atau rupture hemidiafragma setelah trauma tumpul2. CT dengan kontras memperlihatkan rupture traktus gastrointestinal, cedera kandung kemih intraperitoneal, cedera renal pedicle, atau cedera organ visceral yang parah setelah trauma tumpul atau tembus.

2.6. Masalah Khusus2.6.1 Trauma TumpulHati, limpa, dan ginjal adalah organ yang paling terkena pada trauma tumpul, walaupun perforasi visera berongga, cedera tulang belakang lumbal, dan ruptut uterus bertambah dengan penggunaan sabuk pengaman tidak tepat. (Lihat Tabel 2, Cedera Batang Badan dan Tengkuk Akibat Alat-alat Pencegahan). Kesulitan diagnosis dapat terjadi dengan cedera pada diafragma, duodenum, pancreas, system genitourinaria atau usus halus.1. DiafragmaRobekan tumpul dapat terjadi di setiap bagian diafragma; namum hemidiafragma kiri lebih sering cedera. Cedera yang paling sering terjadi adalah robekan sepanjang 5 sampai 10 cm dan meliptui hemidiafragma kiri posterolateral. Pada saat pertama kali dilakukan ronsen toraks, maka yang mungkin Nampak adalah terangkatnya atau blurring (kaburnya) hemidiafrgama, hemotoraks, bayangan gas abnormal yang menyembunyikan hemidiafragma atau pipa gastric (naso gastric tube) yang tampak terletak di dada. Namun, perhatikanlah bahwa pemeriksaan ronsen dada permulaan bisa juga normal pada sebagian kecil penderita.

2. DuodenumRobek pada duodenum biasanya ditemukan pada pengemudi yang tidak menggunakan sabuk pengaman dan terlibat dalam tabrakan kendaraan bermotor secara frontal (bertemu bagian depan), atau dalam penderita yang terkena pukulan langsung di perut, misalnya dari pegangan sepeda. Cairan gaster yang mengandung darah atau udara retroperitoneum pada foto polos abdomen harus menimbulkan kecurigaan adanya cedera ini. Untuk penderita beresiko tinggi perlu dilakukan foto kontras dari lambung-duodenum, atau pemeriksaan CT-kontras-dobel.3. PancreasCedera pancreas paling sering akibat trauma langsung di epigastrium yang menekan organ ini ke tulang belakang. Serum amylase yang normal bukan berarti tidak ada trauma pancreas; sebaliknya, amylase dapat meningkat dari sumber non-pankreas. Bahkan CT-kontras-dobel pun mungkin tidak menunjukkan tanda trauma pancreas yang berarti bila dilakukan segera setelah cedera. Bila ada kecurigaan setelah CT yang meragukan, ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography) sito mungkin dapat membantu.

Tabel 2Cedera Batang Tubuh dan Leher Akibat Alat-alat PencegahanAlat pencegahanCedera

Lap seat beltKompresi

HiperfleksiMesenterium robek atau avulseRupture usus halus atau usus besarThrombosis arteri iliaka atau aorta abdominalisChances fracture daerah lumbal

Shoulder HarnessMenyusup di bawah sabuk (submarining)

Kompresi Robek pada intima atau thrombosis di a.innominata, carotid, subclavia, atau vertebralisFraktur atau dislokasi c-spineRobek pada intima atau thrombosis a. subclaviaPatah tulang igaKontusio paruRupture visera ambdomen bagian atas

Kantong udaraKontak

Kontak/decelerationFleksi (unrestrained)Hiperekstensi (unresfrained)Goresan kornea mata (abrasi), keratitisAbrasi di muka, leher, dadaRupture jantungc-spine atau thoracic spine fracturec-spine fraktur

4. Genitourinaria Pukulan langsung di bagian belakang atau di pinggang akan dapat mengakibatkan luka memar, hematoma, atau diskolorasi (ecchymoses) dan ini mungkin merupakan tanda dari cedera ginjal. CT abdomen dapat mendeteksi adanya dan beratnya cedera ginjal tumpul, yang 95% dapat diobati tanpa operasi. Efek deselerasi mungkin dapat menyebabkan thrombosis dari arteri ginjal atau robekan pedikal ginjal, dan ini merupakan suatu cedera yang jarang terjadi di mana hematuria mungkin tidak ada, walau penderitanya barangkali sangat sakit perutnya. Dengan kedua cedera tersebut, IVP, CT atau arteriogram ginjal mungkin berguna untuk diagnosis.Bila ada rupture uretra biasantya akan ditemukan patah tulang pelvis anterior. Rupture uretra dibagian dalam rupture yang di atas (posterior) atau di bawah (anterior) diafragma urogenital. Cedera uretra posterior biasanya terjadi pada penderita dengan cedera multi-sistem dan patah panggul. Sebaliknya, cedera uretra anterior adalah akibat dari straddle injury dan mungkin merupakan cedera yang terisolasi.5. Usus halusCedera tumpul pada usus pada umumnya terjadi akibat decelerasi yang mendadak dengan robekan dekat titik fiksasi, terutama bila sabuk pengaman penderita diterapkan dengan tidak tepat. Munculnya diskolorasi melintang bergaris di dinding abdomen (tanda sabuk pengaman) atau adanya patah distraksi panggul (fraktur Chance) di pemeriksaan ronsen harus waspada terhadap kemungkinan adanya cedera usus. Walau ada beberapa penderita yang merasa sakit di perut secara dini dan peka, pada penderita lain mungkin mengakibatkan perdarahan yang minimal. Ultrasound dan CT yang dini seringkali tidak mendiagnosis cedera yang samar-samar ini, dan DPL adalah pilihan yang lebih baik bila terdapat discolorasi (ecchymoses) di dinding perut.2.6.2 Patah Panggul dan Cedera yang BerhubunganSacrum dan tulang inominate (ilium, ischium, pubis) bersama sejumlah besar komplek ligament membentuk pelvis. Patah dan kerusakan ligament di pelvis menandakan bahwa penderita terkena kekuatan besar. Cedera tersebut biasanya akibat tabrakan mobil-pejalan kaki, kendaraan bermotor, atau sepeda motor. Patah panggul mempunyai hubungan yang cukup erat dengan cedera pada struktur intraperitoneum dan retroperitoneum visceral dan vascular. Terjadinya robekan aorta torakalis juga nampaknya bertambah banyak penderita dengan patah panggul, khususnya patahan jenis anteroposterior. Maka, hipotensi bisa menyebabkan perdarahan yang cukup berarti dari ujung tulang yang patah, cedera penyerta pada otot-otot panggul, dan kerusakan pembuluh vena atau arteri prasakral.1. Mekanisme cedera/penggolongan panggulSuatu cedera kompresi anteroposterior dapat disebabkan oleh tabrakan mobil pejalan kaki atau tabrakan sepeda motor, cedera langsung di panggul, atau jatuh dari ketinggian lebih dari 3,6 meter. Dengan disrupsi simfisis pubis, sering terdapat robekan kompleks ligament tulang posterior (sakroiliak, sakrospinous, sakrotuberous, fibromuscular pelvic floor) yang akan terlihat sebagai patah sakroiliaka dan/atau dislokasi atau patah sacrum. Dengan terbukanya pelvic ring, mungkin ada perdarahan dari kompleks vena pelvis posterior dan kadang-kadang cabang dari arteri iliaka interna.Cedera kompresi lateral seringkali akibat dari tabrakan kendaraan bermotor dan akan menyebabkan rotasi internal dari hemipelvis pada sisi yang terlibat. Rotasi ini akan mendorong pelvisnya ke system genitourinary bawah, dan mengakibatkan cedera kandung kemih dan/ atau ureter. Volume pelvis terkompresi dalam cedera tersebut, tetapi jarang terjadi perdarahan yang mengancam jiwa penderita.Shear-force yang berenergi tinggi akan menimbulkan gaya vertical melintasi aspek anterior dan posterior dari pelvic ring dan akan merusak ligament sakrospinosum dan sakrotuberosum sehingga panggul menjadi tidak stabil.2. PenilaianPinggang, skrotum, dan daerah perianal harus diperiksa segera apakah ada darah di meatus urethra, pembengkakan atau memar, atau luka robek di perineum, vagina, rectum atau pantat yang menandakan patah panggul terbuka. Adanya prostat letak tinggi pada colok dubur juga menandakan patah panggul yang signifikan.Ketidakstabilan pelvic ring diuji dengan cara manipulasi panggul dengan memakai kedua tangan. Prosedur ini hanya boleh dilakukan satu kali selama pemeriksaan fisik, karena pemeriksaan berulang untuk ketidakstabilan panggul dapat mengakibatkan lepasnya gumpalan darah sehingga mengakibatkan perdarahan fatal. Indikasi pertama dari ketidakstabilan adalah ketidaksamaan panjang tungkai atau deformitas rotasi (biasanya eksternal) tanpa adanya fraktur di tungkai. Karena pelvis yang tidak stabil ini dalam keadaan rotasi eksternal, pelvis ini dapat ditutup dengan mendorong kedua Krista iliaka pada spina iliaka superior anterior. Bila Krista iliaka dipegang, dan hemipelvis yang tidak stabil didorong ke dalam lalu ke luar (maneuver kompresi distraksi), akan dapat dirasakan pergerakan. Dengan disrupsi posterior, hemipelvis yang bersangkutan dapat didorong kea rah cranial dan juga ditarik ke kaudal. Gerakan translational ini dapat dirasakan kalau dilakukan palpasi spina iliaka posterior dan tubercle sambil mendorong-menarik hemipelvis yang tidak stabil. Pemeriksaan ronsen pelvis dapat memastikan pemeriksaan klinis tersebut.3. PengelolaanSaat mulai resusitasi dengan kristaloid serta darah, dan sebelum mulai merujuk penderita, dapat dilakukan tehnik-tehnik sederhana untuk membidai patah pelvis yang tidak stabil sambil mengurangi volume pelvis yang bertambah. Tehnik-tehnik ini meliputi (1)Traksi longitudinal yang dilakukan melalui kulit; (2)selembar kain dililit keliling pelvis sebagai sling, yang mengakibatkan rotasi internal dari anggota badan bawah; (3)memakai alat splinting tulang belakan jenis vacuum; atau (4)penerapan PASG. Walau pengelolaan definitive untuk penderita dengan patah panggul bervariasi, pada tahun-tahun terakhir ini telah dicapai beberapa sedikit consensus berdasarkan stabilitas hemodinamis penderita di bagian gawat darurat.

BAB IIISIMPULANBila penderita dengan kemungkinan cedera intraabdominal dibawa ke bagian gawat darurat diperlukan konsultasi dini dengan seorang ahli bedah. Setelah fungsi vital penderitanya dipulihkan, evaluasi dan pengelolaan akan tergantung mekanisme cedera seperti diuraikan di bawah ini:A. Trauma Tumpul (Blunt Trauma)Penderita multitrauma karena cedera tumpul yang hemodinamis abnormal secepatnya diperiksa untuk perdarahan dalam abdomen atau kontaminasi dari daerah gastrointestinal melalui diagnostic peritonela lavage atau USG. Penderita yang normal hemodinamis tanpa peritonitis dievaluasi dengan CT kontras, dengan keputusan untuk operasi berdasarkan organ spesifik yang terlibat dan beratnya cedera.B. Trauma Tembus (Penetrating Trauma)Semua penderita dengan luka tembus dekat perut dan disertai hipotensi, peritonitis, atau eviserasi memerlukan laparotomi segera. Penderita dengan luka tembak yang jelas melintas rongga peritoneum atau daerah visceral/ vascular dari retroperitoneum pada waktu pemeriksaan fisik atau pemeriksaan ronsen rutin juga memerlukan laparotomi gawat darurat. Penderita tanpa symptom dengan luka tusuk perut anterior yang menembus fasia atau peritoneum waktu pemeriksaan luka lokal diperiksa melalui serial pemeriksaan fisik atau DPL. Penderita tanpa symptom dengan luka tusuk di pinggang atau punggung dievaluasi melalui serial pemeriksaan fisik atau CT kontras. Lebih aman melakukan laparotomi pada penderita dengan luka tembak di pinggang dan punggung.C. PengelolaanPengelolaan trauma tumpul dan trauma tembus di abdomen meliputi:1. Pemulihan fungsi vital dan memaksimumkan oksigenasi dan perfusi jaringan2. Menguraikan mekanisme cedera3. Pemeriksaan fisik mula-mula yang teliti, diulang dengan interval tertentu4. Memilih maneuver diagnostic khusus seperlunya, dilakukan dengan tidak membuang waktu5. Memperhatikan indeks kecurigaan yang tinggi sehubungan dengan cedera vaskuler dan retroperitoneum yang tersamar6. Pengenalan dini untuk intervensi pembedahan dan laparotomi segera.35