Trauma Abdomen
-
Upload
hafidz-nur-ichwan -
Category
Documents
-
view
226 -
download
1
Transcript of Trauma Abdomen
Trauma Abdomen
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer,
2001). Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Salah satu kegawat daruratan pada
sistem pencernaan adalah trauma abdomen yaitu trauma atau cedera yang
mengenai daerah abdomen yang menyebabkan timbulnya gangguan atau
kerusakan pada organ yang ada di dalamnya.
Klasifikasi trauma abdomen:
a. Menurut penyebabnya:
1. Trauma tembus
Trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga abdomen,
dapat disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak. Pada trauma luka
tusuk perlu diperhatikan daerah trauma, arah trauma, kekuatan
tusukan, panjang dan ukuran tusukan. Luka tusuk abdomen 50 - 70%
terjadi di anterior abdomen.
Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap
struktur didalam abdomen. Tembakan menyebabkan perforasi pada
perut atau usus yang menyebabkan peritonitis dan sepsis.
Trauma tembus akibat peluru dibedakan antara jenis Low-
velocity dengan high velocity. Pada Low velocity terjadi robekan
langsung dan “crushing” pada jaringan local. Sedangkan High velocity
terjadi “chrusing” pada jaringan lokal dan cavitasi (terowongan) yang
dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Hampir selalu trauma
tembus akibat peluru mengakibatkan kerusakan pada organ-organ
dalam perut. Bahkan luka peluru yang tangensial tanpa memasuki
rongga perut dapat menimbulkan kerusakan organ-organ dalam perut
akibat efek ledakan.
2. Trauma tumpul
Trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga abdomen, dapat
disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan
kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, ledakan, benturan,
pukulan deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set belt
syndrome).
Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada
permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi
jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul
abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa
perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi
sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan
badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian
tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan
robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul
abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-
45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ
yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang
cedera adalah pankreas dan ureter.
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan
adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak
mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati, limpa,
pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk
kekuatan tumpul pada abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan
3 mekanisme, yaitu :
Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan
gerak di antara struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan
menyebabkan robeknya organ berongga, organ padat, organ viseral
dan pembuluh darah, khususnya pada ujung organ yang terkena.
Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal dan
mengurangi yang lebih cepat dari pada pergerakan arkus aorta.
Akibatnya, gaya potong pada aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi
yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah ginjal dan pada
cervicothoracic junction.
Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen
anterior dan columna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini
dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat (spleen, hati, ginjal)
terancam.
Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra-abdomen yang tiba-tiba dan mencapai
puncaknya pada rupture organ berongga.
Lebih dari 50% trauma tumpul disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas, biasanya disertai dengan trauma pada bagian tubuh lainnya.
Mekanisme trauma tumpul dengan deselerasi secara cepat pada
kecelakaan lalu lintas Organ viscera terperangkap antara dua
kekuatan yang datang didinding anterior abdomen atau daerah
thoraks dengan kolumna vertebralis.Hal ini dapat merobek
mesentrium, porta hepatis dan hilus limpa.
b. Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :
1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama
perdarahan
2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala
utama adalah peritonitis
c. Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua:
1. Organ Intraperitoneal
Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati,
limpa, lambung, colon transversum, usus halus, dan colon sigmoid.
Ruptur Hati
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling
sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering
kali kerusakan disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang
dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan
dan mendrainase cairan empedu.
Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun
trauma tembus. Hati merupakan organ yang sering mengalami laserasi,
sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada
trauma tumpul abdomen dengan rupture hati sering ditemukan adanya
fraktur costa VII – IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri
pada abdomen kuadran kanan atas.
Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai
perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum (± 2
jam post trauma). Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul
abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas.
Jika keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada
abdomen yang hasilnya menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi
pasien syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan
laparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya
cairan empedu pada lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada
saluran empedu.
Ruptur Limpa
Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi
trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang
membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa
terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk
mengalami perlukaan. Limpa membantu tubuh kita untuk melawan
infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring semua material yang
tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh yang sudah rusak.
Limpa juga memproduksi sel darah merah dan berbagai jenis dari sel
darah putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya darah yang ada di
rongga abdomen. Ruptur pada limpa biasanya disebabkan hantaman pada
abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah. Kejadian yang paling sering
meyebabkan ruptur limpa adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan
kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya limpa
segera setelah terjadi trauma pada abdomen.
Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena
perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan adanya
fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa
sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit
pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam
kedua setelah terjadi trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan
defans muskuler akan muncul setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi
peritoneum. Semua pasien dengan gejala takikardi atau hipotensi dan
nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat ruptur
limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan diagnosis dengan
menggunakan CT scan. ruptur pada limpa dapat diatasi dengan
splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan limpa. Walaupun
manusia tetap bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan limpa dapat
berakibat mudahnya infeksi masuk dalam tubuh sehingga setelah
pengangkatan limpa dianjurkan melakukan vaksinasi terutama terhadap
pneumonia dan flu diberikan antibiotik sebagai usaha preventif terhadap
terjadinya infeksi.
- Ruptur Usus Halus
Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena
trauma tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan gejala ‘burning epigastric pain’ yang diikuti dengan nyeri
tekan dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar
dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada
jam berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya
bergejala adanya nyeri pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus
ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas dalam pemeriksaan
Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus
dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada
Rontgen abdomen dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal.
2. Organ Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta,
dan vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis
berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan,
angiografi, dan intravenous pyelogram. Retroperitoneal stuctures.
Ruptur Ginjal
Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan
kendaraan bermotor. Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan adanya
fraktur pada costa ke XI – XII atau adanya tendensi pada flank. Jika
terjadi hematuri, lokasi perlukaan harus segera ditentukan. Laserasi pada
ginjal dapat berdarah secara ekstensif ke dalam ruang retroperitonial.
Gejala klinis : Pada ruptur ginjal biasanya terjadi nyeri saat inspirasi di
abdomen dan flank, dan tendensi CVA. Hematuri yang hebat hampir
selalu timbul, tapi pada mikroscopic hematuri juga dapat menunjukkan
adanya ruptur pada ginjal. Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal
dengan memar pada ginjal dapat dilakukan dengan pemeriksaan IVP atau
CT scan. Jika suatu pengujian kontras seperti aortogram dibutuhkan
karena adanya alasan tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses
pengujian tersebut. Laserasi pada ginjal akan memperlihatkan adanya
kebocoran pada zat warna, sedangkan pada ginjal yang memar akan
tampak gambaran normal atau adanya gambaran warna kemerahan pada
stroma ginjal. Tidak adanya visualisasi pada ginjal dapat menunjukkan
adanya ruptur yang berat atau putusnya tangkai ginjal. Terapi : pada
memar ginjal hanya dilakukan pengamatan. Beberapa laserasi ginjal dapat
diterapi dengan tindakan non operatif. Terapi pembedahan wajib
dilakukan pada ginjal yang memperlihatkan adanya ekstravasasi.
Ruptur Pankreas
Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi
trauma pada abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi
disebkan oleh perlukaan di pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan
karena letaknya yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan.Trauma
pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus
diketahui dengan eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan harus dicurigai
setelah terjadinya trauma pada bagian tengah abdomen, contohnya pada
benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan pada
pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi. Perlukaan pada
duodenum atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat kematian
yang tinggi. Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang
terjadi pada abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri pada
bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke
punggung. Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat
terlihat dengan adanya gejala iritasi peritonial.
Diagnosis, penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu
dalam proses akut. Pemeriksaan CT scan dapat menetapkan diagnosis.
Kasus yang meragukan dapat diperiksa dengan menggunakan ERCP
( Endoscopic Retrogade Canulation of the Pancreas) ketika perlukaan
yang lain telah dalam keadaan stabil.
Terapi, penanganan dapat berupa tindakan operatif atau konservatif,
tergantung dari tingkat keparahan trauma, dan adanya gambaran dari
trauma lain yang berhubungan. Konsultasi pembedahan merupakan
tindakan yang wajib dilakukan.
Ruptur Ureter
Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka
yang mematikan. Trauma sering kali tak dikenali pada saat pasien datang
atau pada pasien dengan multipel trauma. Kecurigaan adanya cedera
ureter bisa ditemukan dengan adanya hematuria paska trauma.
Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan
tiba-tiba dari deselerasi/ akselerasi yang berkaitan dengan hiperekstensi,
benturan langsung pada Lumbal 2 – 3, gerakan tiba-tiba dari ginjal
sehingga terjadi gerakan naik turun pada ureter yang menyebabkan
terjadinya tarikan pada ureteropelvic junction. Pada pasien dengan
kecurigaan trauma tumpul ureter biasanya didapatkan gambaran nyeri
yang hebat dan adanya multipel trauma. Gambaran syok timbul pada 53%
kasus, yang menandakan terjadinya perdarahan lebih dari 2000 cc.
Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali terlambat diketahui karena
seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan tertinggi
ditetapkan pada trauma dengan gejala yang jelas.
Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu
kejadian, kondisi pasien, dan prognosis penyelamatan. Hal terpenting
dalam pemilihan tindakan operasi adalah mengetahui dengan pasti fungsi
ginjal yang kontralateral dengan lokasi trauma
Gejala dan Tanda
Gejala tanda dari trauma abdomen sangat tergantung dari organ
mana yang terkena, bila yang terkena organ-organ solid (hati dan lien)
maka akan tampak gejala perdarahan secara umum seperti pucat, anemis
bahkan sampai dengan tanda-tanda syok hemoragic. Nyeri dapat terjadi
mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian
yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas. Mual
dan muntah. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah).
Anamnesa yang selengkap mungkin sehingga membantu dalam
penegakkan diagnosis. Anamnesa terutama mengenai cara terjadinya
kecelakaan, arah tusukan atau tembakan, senjata yang digunakan dan
deskripsi nyeri. Sering ditemukan kesulitan dalam memperoleh anamnesa
akibat penderita dalam keadaan syok, kesadaran menurun ataupun akibat
gangguan emosi akibat trauma tersebut.
Pada pemerikasaan fisik:
1. Mungkin ditemukan syok dan penurunan kesadaran sehingga muncul
kesulitan pemeriksaan abdomen.
2. Inspeksi mulai dari keadaan umum klien, ekspresi wajah, tanda-tanda
vital, sikap berbaring, gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok,
serta riwayat mekanisme cedera (tanda cedera tumpul berupa memar
atau jejas, cedera tusuk, dan luka tembak serta tempat keluarnya
peluru.). Pasien yang kurus jika terjadi trauma abdomen akan tampak
perut membesar. Pada trauma abdomen bisa ditemukan kontusio,
abrasio, lacerasi dan echimosis. Echimosis merupakan indikasi adanya
perdarahan di intra abdomen.Terdapat Echimosis pada daerah
umbilikal disebut ‘Cullen’s Sign’ sedangkan echimosis yang
ditemukan pada salah satu panggul disebut sebagai ‘Turner’s Sign’.
Terkadang ditemukan adanya eviserasi yaitu menonjolnya organ
abdomen keluar seperti usus, kolon yang terjadi pada trauma tembus
atau tajam.
3. Auskultasi ada atau tidaknya bising usus pada ke empat kuadran
abdomen. Jika adanya ekstravasasi darah menyebabkan hilangnya
bunyi bising usus, juga perlu didengarkan adanya bunyi bruits dari
arteri renalis, bunyi bruits pada umbilical merupakan indikasi adanya
trauma pada arteri renalis.
4. Perkusi untuk melihat apakah ada nyeri ketok. Selain itu bisa
ditemukan adanya bunyi timpani bila dilatasi lambung akut di kuadran
atas atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum. Pada waktu perkusi
bila ditemukan Balance sign dimana bunyi resonan yang lebih keras
pada panggul kanan ketika pasien berbaring ke samping kiri
menunjukkan tanda adanya rupture limpa. Sedangkan bunyi resonan
lebih keras pada hati menandakan adanya udara bebas yang masuk.
5. Pada saat palpasi pasien mengeluh nyeri dari mulai nyeri ringan
sampai dengan nyeri hebat pada seluruh regio abdomen, nyeri tekan
dan kadang nyeri lepas, defans muskular (kaku otot) menandakan
adanya perdarahan intra peritoneal. Adanya darah, cairan atau udara
bebas dalam rongga abdomen penting dicari, terutama pada trauma
tumpul. Bila yang terkena organ berlumen (gaster) gejala peritonitis
dapat berlangsung cepat tetapi gejala peritonitis akan timbul lambat
bila usus halus dan kolon yang terkena. Tanda rangsang peritoneum
sering sukar dicari bila ada trauma penyerta, terutama pada kepala;
dalam hal ini dianjurkan melakukan lavase peritoneal. Selain
memantau ketat progresi distensi abdomen perlu pula memeriksa
cedera pada bagian lain yang berkaitan seperti cedera thoraks yang
sering mengikuti cedera intra abdomen.
Pemeriksaan lain:
1. Rectal toucher. Jika adanya darah menunjukkan kelainan usus besar.
Colok dubur dilakukan pada obstrusi usus dengan disertai paralysis
akan ditemukan ampula melebar. Pada laki-laki terdapat prostate letak
tinggi menandakan patah panggul yang siginifikan dan disertai
perdarahan.
2. Kuldosentesis. Mencari adanya darah, cairan atau udara dalam rongga
perut..
3. Sonde lambung. Mencari adanya darah dalam lambung, sekaligus
mencegah aspirasi bila muntah.
4. Kateterisasi untuk mencari lesi saluran kemih. Pada trauma ginjal
biasanya ada hematuri, nyeri pada costa vertebra, dan pada inspeksi
biasanya jejas (+).
Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan darah meliputi Hb, Ht dan Leukosit; pada perdarahan Hb
dan Ht akan terus menurun, sedangkan jumlah leukosit terus
meningkat; oleh karena itu pada kasus yang meragukan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan berkala. Pemeriksaan Hb diperlukan untuk
base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula
dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi
20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan
cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang
meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau
perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pada hepar.
2. Pemeriksaan urin penting untuk mengetahui adanya lesi saluran
kemih. Pemeriksaan urin rutin menunjukkan adanya trauma pada
saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat
menyingkirkan adanya trauma pada saluran
3. Pemeriksaan radiologi tidak perlu dilakukan bila indikasi laparotomi
sudah jelas. Pemeriksaan IVP atau sistogram hanya dilakukan bila ada
kecurigaan terhadap trauma saluran kencing. Pemeriksaan plain
abdomen posisi tegak mempelihatkan udara bebas dalam rongga
peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus
alineum dan perubahan gambaran usus. Biasanya dilakukan
pemeriksaan foto polos abdomen dalam posisi tegak dan miring ke kiri
untuk melihat:
Keadaan tulang belakang dan panggul.
Adanya benda asing (pada luka tembak)
Bayangan otot psoas.
Udara bebas(intra---/ekstraperitoneal)
4. Parasentesis abdomen dilakukan pada trauma tumpul abdomen yang
diragukan menimbulkan kelainan dalam rongga abdomen. Merupakan
pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya
perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm
dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah
dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit,
merupakan indikasi untuk laparotomi
Teknik:
Buli-buli terlebih dahulu dikosongkan
Parastesi dilakukan dengan jarum pungsi No. 18 atau 20,
ditusukkkan di kuadran bawah atau di garis tengah di bawah pusat.
Bila pada aspirasi ditemukan darah, empedu, cairan empedu,
cairan usus atau udara berarti ada lesi dalam rongga abdomen.
5. Pemeriksaan Laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk
mengetahui langsung sumber penyebabnya.
6. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-
sigmoidoskopi.
7. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) dapat membantu menemukan
adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat
amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada
keraguan, kerjakan laparatomi (gold standart).
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeons. 1997. Advanced Trauma Life Support . United States of America: First Impression.
Price, Sylvia, 1992. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Mosby Philadelphia.
RSHS, Tim PPGD, 2009. Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD Basic 2). RSHS Bandung.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta.
Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta
Campbell, Brendan. 2007. Abdominal exploration. http://www.TauMed.com
Gordon, Julian. 2006. Trauma Urogenital. http://www.emedicine.com
Khan, Nawas Ali. 2207. Liver Trauma. Chairman of Medical Imaging, Professor of Radiology, NGHA, King Fahad Hospital, King Abdul Aziz Medical City Riyadh, Saudi Arabia. http://www.emedicine.com
Molmenti, Hebe, 2004. Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline Plushttp://medlineplus.gov/
Odle, Teresa. 2007. Blunt Abdominal Trauma. http://www.emedicine.com
Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-dasar Urologi. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang.
Salomone, Joseph. 2007. Blunt Abdominal Trauma. Department of Emergency Medicine, Truman Medical Center, University of Missouri at Kansas City School of Medicine. http://www.emedicine.com.
Snell, Richard. 1997. Anatomi Klinik Bagian 1. EGC. Jakarta.
Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiadi S. (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Syamsu H.R. dan Jong, Wim De (1995). Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Taylor, Calor et al. (1997). Fundamentals of Nursing ; The Art and Science of Nursing Care. Lipincott, Philadelphia.
Udeani, John. 2005. Abdominal Trauma Blunt. Department of Emergency Medicine, Charles Drew University / UCLA School of Medicine. http://www.emedicine.com
Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.