Trauma Abdomen

23
Trauma Abdomen Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Salah satu kegawat daruratan pada sistem pencernaan adalah trauma abdomen yaitu trauma atau cedera yang mengenai daerah abdomen yang menyebabkan timbulnya gangguan atau kerusakan pada organ yang ada di dalamnya. Klasifikasi trauma abdomen: a. Menurut penyebabnya: 1. Trauma tembus Trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga abdomen, dapat disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak. Pada trauma luka tusuk perlu diperhatikan daerah trauma, arah trauma, kekuatan tusukan, panjang dan ukuran tusukan. Luka tusuk abdomen 50 - 70% terjadi di anterior abdomen. Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap struktur didalam abdomen. Tembakan

Transcript of Trauma Abdomen

Page 1: Trauma Abdomen

Trauma Abdomen

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma

tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer,

2001). Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang

terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau

yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Salah satu kegawat daruratan pada

sistem pencernaan adalah trauma abdomen yaitu trauma atau cedera yang

mengenai daerah abdomen yang menyebabkan timbulnya gangguan atau

kerusakan pada organ yang ada di dalamnya.

Klasifikasi trauma abdomen:

a. Menurut penyebabnya:

1. Trauma tembus

Trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga abdomen,

dapat disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak. Pada trauma luka

tusuk perlu diperhatikan daerah trauma, arah trauma, kekuatan

tusukan, panjang dan ukuran tusukan. Luka tusuk abdomen 50 - 70%

terjadi di anterior abdomen.

Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap

struktur didalam abdomen. Tembakan menyebabkan perforasi pada

perut atau usus yang menyebabkan peritonitis dan sepsis.

Trauma tembus akibat peluru dibedakan antara jenis Low-

velocity dengan high velocity. Pada Low velocity terjadi robekan

langsung dan “crushing” pada jaringan local. Sedangkan High velocity

terjadi “chrusing” pada jaringan lokal dan cavitasi (terowongan)   yang

dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Hampir selalu trauma

tembus akibat peluru mengakibatkan kerusakan pada organ-organ

dalam perut. Bahkan luka peluru yang tangensial tanpa memasuki

rongga perut dapat menimbulkan kerusakan organ-organ dalam perut

akibat efek ledakan.

Page 2: Trauma Abdomen

2. Trauma tumpul

Trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga abdomen, dapat

disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan

kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, ledakan, benturan,

pukulan deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set belt

syndrome).

Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada

permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi

jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul

abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa

perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi

sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan

badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian

tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan

robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul

abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-

45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ

yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang

cedera adalah pankreas dan ureter.

Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan

adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak

mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati, limpa,

pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk

kekuatan tumpul pada abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan

3 mekanisme, yaitu :

Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan

gerak di antara struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan

menyebabkan robeknya organ berongga, organ padat, organ viseral

dan pembuluh darah, khususnya pada ujung organ yang terkena.

Page 3: Trauma Abdomen

Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal dan

mengurangi yang lebih cepat dari pada pergerakan arkus aorta.

Akibatnya, gaya potong pada aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi

yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah ginjal dan pada

cervicothoracic junction.

Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen

anterior dan columna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini

dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat (spleen, hati, ginjal)

terancam.

Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan

peningkatan tekanan intra-abdomen yang tiba-tiba dan mencapai

puncaknya pada rupture organ berongga.

Lebih dari 50% trauma tumpul disebabkan oleh kecelakaan lalu

lintas, biasanya disertai dengan trauma pada bagian tubuh lainnya.

Mekanisme trauma tumpul dengan deselerasi secara cepat pada

kecelakaan lalu lintas Organ viscera terperangkap antara dua

kekuatan yang datang didinding anterior abdomen atau  daerah 

thoraks dengan  kolumna vertebralis.Hal ini dapat merobek

mesentrium, porta hepatis dan hilus limpa.

b. Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :

1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama

perdarahan

2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala

utama adalah peritonitis

c. Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua:

1. Organ Intraperitoneal

Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati,

limpa, lambung, colon transversum, usus halus, dan colon sigmoid.

Ruptur Hati

Page 4: Trauma Abdomen

Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling

sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering

kali kerusakan disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang

dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan

dan mendrainase cairan empedu.

Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun

trauma tembus. Hati merupakan organ yang sering mengalami laserasi,

sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada

trauma tumpul abdomen dengan rupture hati sering ditemukan adanya

fraktur costa VII – IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri

pada abdomen kuadran kanan atas.

Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai

perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum (± 2

jam post trauma). Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul

abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas.

Jika keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada

abdomen yang hasilnya menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi

pasien syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan

laparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya

cairan empedu pada lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada

saluran empedu.

Ruptur Limpa

Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi

trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang

membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa

terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk

mengalami perlukaan. Limpa membantu tubuh kita untuk melawan

infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring semua material yang

tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh yang sudah rusak.

Page 5: Trauma Abdomen

Limpa juga memproduksi sel darah merah dan berbagai jenis dari sel

darah putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya darah yang ada di

rongga abdomen. Ruptur pada limpa biasanya disebabkan hantaman pada

abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah. Kejadian yang paling sering

meyebabkan ruptur limpa adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan

kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya limpa

segera setelah terjadi trauma pada abdomen.

Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena

perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan adanya

fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa

sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit

pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam

kedua setelah terjadi trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan

defans muskuler akan muncul setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi

peritoneum. Semua pasien dengan gejala takikardi atau hipotensi dan

nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat ruptur

limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan diagnosis dengan

menggunakan CT scan. ruptur pada limpa dapat diatasi dengan

splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan limpa. Walaupun

manusia tetap bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan limpa dapat

berakibat mudahnya infeksi masuk dalam tubuh sehingga setelah

pengangkatan limpa dianjurkan melakukan vaksinasi terutama terhadap

pneumonia dan flu diberikan antibiotik sebagai usaha preventif terhadap

terjadinya infeksi.

- Ruptur Usus Halus

Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena

trauma tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik

didapatkan gejala ‘burning epigastric pain’ yang diikuti dengan nyeri

tekan dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar

Page 6: Trauma Abdomen

dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada

jam berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya

bergejala adanya nyeri pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus

ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas dalam pemeriksaan

Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus

dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada

Rontgen abdomen dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal.

2. Organ Retroperitoneal

Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta,

dan vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis

berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan,

angiografi, dan intravenous pyelogram. Retroperitoneal stuctures.

Ruptur Ginjal

Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan

kendaraan bermotor. Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan adanya

fraktur pada costa ke XI – XII atau adanya tendensi pada flank. Jika

terjadi hematuri, lokasi perlukaan harus segera ditentukan. Laserasi pada

ginjal dapat berdarah secara ekstensif ke dalam ruang retroperitonial.

Gejala klinis : Pada ruptur ginjal biasanya terjadi nyeri saat inspirasi di

abdomen dan flank, dan tendensi CVA. Hematuri yang hebat hampir

selalu timbul, tapi pada mikroscopic hematuri juga dapat menunjukkan

adanya ruptur pada ginjal. Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal

dengan memar pada ginjal dapat dilakukan dengan pemeriksaan IVP atau

CT scan. Jika suatu pengujian kontras seperti aortogram dibutuhkan

karena adanya alasan tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses

pengujian tersebut. Laserasi pada ginjal akan memperlihatkan adanya

kebocoran pada zat warna, sedangkan pada ginjal yang memar akan

tampak gambaran normal atau adanya gambaran warna kemerahan pada

stroma ginjal. Tidak adanya visualisasi pada ginjal dapat menunjukkan

Page 7: Trauma Abdomen

adanya ruptur yang berat atau putusnya tangkai ginjal. Terapi : pada

memar ginjal hanya dilakukan pengamatan. Beberapa laserasi ginjal dapat

diterapi dengan tindakan non operatif. Terapi pembedahan wajib

dilakukan pada ginjal yang memperlihatkan adanya ekstravasasi.

Ruptur Pankreas

Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi

trauma pada abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi

disebkan oleh perlukaan di pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan

karena letaknya yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan.Trauma

pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus

diketahui dengan eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan harus dicurigai

setelah terjadinya trauma pada bagian tengah abdomen, contohnya pada

benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan pada

pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi. Perlukaan pada

duodenum atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat kematian

yang tinggi. Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang

terjadi pada abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri pada

bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke

punggung. Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat

terlihat dengan adanya gejala iritasi peritonial.

Diagnosis, penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu

dalam proses akut. Pemeriksaan CT scan dapat menetapkan diagnosis.

Kasus yang meragukan dapat diperiksa dengan menggunakan ERCP

( Endoscopic Retrogade Canulation of the Pancreas) ketika perlukaan

yang lain telah dalam keadaan stabil.

Terapi, penanganan dapat berupa tindakan operatif atau konservatif,

tergantung dari tingkat keparahan trauma, dan adanya gambaran dari

trauma lain yang berhubungan. Konsultasi pembedahan merupakan

tindakan yang wajib dilakukan.

Page 8: Trauma Abdomen

Ruptur Ureter

Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka

yang mematikan. Trauma sering kali tak dikenali pada saat pasien datang

atau pada pasien dengan multipel trauma. Kecurigaan adanya cedera

ureter bisa ditemukan dengan adanya hematuria paska trauma.

Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan

tiba-tiba dari deselerasi/ akselerasi yang berkaitan dengan hiperekstensi,

benturan langsung pada Lumbal 2 – 3, gerakan tiba-tiba dari ginjal

sehingga terjadi gerakan naik turun pada ureter yang menyebabkan

terjadinya tarikan pada ureteropelvic junction. Pada pasien dengan

kecurigaan trauma tumpul ureter biasanya didapatkan gambaran nyeri

yang hebat dan adanya multipel trauma. Gambaran syok timbul pada 53%

kasus, yang menandakan terjadinya perdarahan lebih dari 2000 cc.

Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali terlambat diketahui karena

seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan tertinggi

ditetapkan pada trauma dengan gejala yang jelas.

Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu

kejadian, kondisi pasien, dan prognosis penyelamatan. Hal terpenting

dalam pemilihan tindakan operasi adalah mengetahui dengan pasti fungsi

ginjal yang kontralateral dengan lokasi trauma

Gejala dan Tanda

Gejala tanda dari trauma abdomen sangat tergantung dari organ

mana yang terkena, bila yang terkena organ-organ solid (hati dan lien)

maka akan tampak gejala perdarahan secara umum seperti pucat, anemis

bahkan sampai dengan tanda-tanda syok hemoragic. Nyeri dapat terjadi

mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian

yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas. Mual

dan muntah. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah).

Page 9: Trauma Abdomen

Anamnesa yang selengkap mungkin sehingga membantu dalam

penegakkan diagnosis. Anamnesa terutama mengenai cara terjadinya

kecelakaan, arah tusukan atau tembakan, senjata yang digunakan dan

deskripsi nyeri. Sering ditemukan kesulitan dalam memperoleh anamnesa

akibat penderita dalam keadaan syok, kesadaran menurun ataupun akibat

gangguan emosi akibat trauma tersebut.

Pada pemerikasaan fisik:

1. Mungkin ditemukan syok dan penurunan kesadaran sehingga muncul

kesulitan pemeriksaan abdomen.

2. Inspeksi mulai dari keadaan umum klien, ekspresi wajah, tanda-tanda

vital, sikap berbaring, gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok,

serta riwayat mekanisme cedera (tanda cedera tumpul berupa memar

atau jejas, cedera tusuk, dan luka tembak serta tempat keluarnya

peluru.). Pasien yang kurus jika terjadi trauma abdomen akan tampak

perut membesar. Pada trauma abdomen bisa ditemukan kontusio,

abrasio, lacerasi dan echimosis. Echimosis merupakan indikasi adanya

perdarahan di intra abdomen.Terdapat Echimosis pada daerah

umbilikal disebut ‘Cullen’s Sign’ sedangkan echimosis yang

ditemukan pada salah satu panggul disebut sebagai ‘Turner’s Sign’.

Terkadang ditemukan adanya eviserasi yaitu menonjolnya organ

abdomen keluar seperti usus, kolon yang terjadi pada trauma tembus

atau tajam.

3. Auskultasi ada atau tidaknya bising usus pada ke empat kuadran

abdomen. Jika adanya ekstravasasi darah menyebabkan hilangnya

bunyi bising usus, juga perlu didengarkan adanya bunyi bruits dari

arteri renalis, bunyi bruits pada umbilical merupakan indikasi adanya

trauma pada arteri renalis.

4. Perkusi untuk melihat apakah ada nyeri ketok. Selain itu bisa

ditemukan adanya bunyi timpani bila dilatasi lambung akut di kuadran

Page 10: Trauma Abdomen

atas atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum. Pada waktu perkusi

bila ditemukan Balance sign dimana bunyi resonan yang lebih keras

pada panggul kanan ketika pasien berbaring ke samping kiri

menunjukkan tanda adanya rupture limpa. Sedangkan bunyi resonan

lebih keras pada hati menandakan adanya udara bebas yang masuk.

5. Pada saat palpasi pasien mengeluh nyeri dari mulai nyeri ringan

sampai dengan nyeri hebat pada seluruh regio abdomen, nyeri tekan

dan kadang nyeri lepas, defans muskular (kaku otot) menandakan

adanya perdarahan intra peritoneal. Adanya darah, cairan atau udara

bebas dalam rongga abdomen penting dicari, terutama pada trauma

tumpul. Bila yang terkena organ berlumen (gaster) gejala peritonitis

dapat berlangsung cepat tetapi gejala peritonitis akan timbul lambat

bila usus halus dan kolon yang terkena. Tanda rangsang peritoneum

sering sukar dicari bila ada trauma penyerta, terutama pada kepala;

dalam hal ini dianjurkan melakukan lavase peritoneal. Selain

memantau ketat progresi distensi abdomen perlu pula memeriksa

cedera pada bagian lain yang berkaitan seperti cedera thoraks yang

sering mengikuti cedera intra abdomen.

Pemeriksaan lain:

1. Rectal toucher. Jika adanya darah menunjukkan kelainan usus besar.

Colok dubur dilakukan pada obstrusi usus dengan disertai paralysis

akan ditemukan ampula melebar. Pada laki-laki terdapat prostate letak

tinggi menandakan patah panggul yang siginifikan dan disertai

perdarahan.

2. Kuldosentesis. Mencari adanya darah, cairan atau udara dalam rongga

perut..

3. Sonde lambung. Mencari adanya darah dalam lambung, sekaligus

mencegah aspirasi bila muntah.

Page 11: Trauma Abdomen

4. Kateterisasi untuk mencari lesi saluran kemih. Pada trauma ginjal

biasanya ada hematuri, nyeri pada costa vertebra, dan pada inspeksi

biasanya jejas (+).

Pemeriksaan penunjang:

1. Pemeriksaan darah meliputi Hb, Ht dan Leukosit; pada perdarahan Hb

dan Ht akan terus menurun, sedangkan jumlah leukosit terus

meningkat; oleh karena itu pada kasus yang meragukan sebaiknya

dilakukan pemeriksaan berkala. Pemeriksaan Hb diperlukan untuk

base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula

dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi

20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan

cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang

meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau

perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan

kemungkinan trauma pada hepar.

2. Pemeriksaan urin penting untuk mengetahui adanya lesi saluran

kemih. Pemeriksaan urin rutin menunjukkan adanya trauma pada

saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat

menyingkirkan adanya trauma pada saluran

3. Pemeriksaan radiologi tidak perlu dilakukan bila indikasi laparotomi

sudah jelas. Pemeriksaan IVP atau sistogram hanya dilakukan bila ada

kecurigaan terhadap trauma saluran kencing. Pemeriksaan plain

abdomen posisi tegak mempelihatkan udara bebas dalam rongga

peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus

alineum dan perubahan gambaran usus. Biasanya dilakukan

pemeriksaan foto polos abdomen dalam posisi tegak dan miring ke kiri

untuk melihat:

Keadaan tulang belakang dan panggul.

Adanya benda asing (pada luka tembak)

Page 12: Trauma Abdomen

Bayangan otot psoas.

Udara bebas(intra---/ekstraperitoneal)

4. Parasentesis abdomen dilakukan pada trauma tumpul abdomen yang

diragukan menimbulkan kelainan dalam rongga abdomen. Merupakan

pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya

perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm

dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah

dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit,

merupakan indikasi untuk laparotomi

Teknik:

Buli-buli terlebih dahulu dikosongkan

Parastesi dilakukan dengan jarum pungsi No. 18 atau 20,

ditusukkkan di kuadran bawah atau di garis tengah di bawah pusat.

Bila pada aspirasi ditemukan darah, empedu, cairan empedu,

cairan usus atau udara berarti ada lesi dalam rongga abdomen.

5. Pemeriksaan Laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk

mengetahui langsung sumber penyebabnya.

6. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-

sigmoidoskopi.

7. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) dapat membantu menemukan

adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat

amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada

keraguan, kerjakan laparatomi (gold standart).

Page 13: Trauma Abdomen

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons. 1997.  Advanced Trauma Life Support . United States of America: First Impression.

Price, Sylvia, 1992. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Mosby Philadelphia.

RSHS, Tim PPGD, 2009. Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD Basic 2). RSHS Bandung.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta.

Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta

Campbell, Brendan. 2007. Abdominal exploration. http://www.TauMed.com

Gordon, Julian. 2006. Trauma Urogenital. http://www.emedicine.com

Khan, Nawas Ali. 2207. Liver Trauma. Chairman of Medical Imaging, Professor of Radiology, NGHA, King Fahad Hospital, King Abdul Aziz Medical City Riyadh, Saudi Arabia. http://www.emedicine.com

Molmenti, Hebe, 2004. Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline Plushttp://medlineplus.gov/

Odle, Teresa. 2007. Blunt Abdominal Trauma. http://www.emedicine.com

Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-dasar Urologi. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang.

Salomone, Joseph. 2007. Blunt Abdominal Trauma. Department of Emergency Medicine, Truman Medical Center, University of Missouri at Kansas City School of Medicine. http://www.emedicine.com.

Snell, Richard. 1997. Anatomi Klinik Bagian 1. EGC. Jakarta.

Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiadi S. (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Page 14: Trauma Abdomen

Syamsu H.R. dan Jong, Wim De (1995). Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Taylor, Calor et al. (1997). Fundamentals of Nursing ; The Art and Science of Nursing Care. Lipincott, Philadelphia.

Udeani, John. 2005. Abdominal Trauma Blunt. Department of Emergency Medicine, Charles Drew University / UCLA School of Medicine. http://www.emedicine.com

Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.