Trauma Abdomen

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Trauma juga mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya, trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas seseorang. 1 Pada pasien trauma, bagaimana menilai abdomen merupakan salah satu hal penting dan menarik. Penilaian sirkulasi sewaktu primary survey harus mencakup deteksi dini dari kemungkinan adanya perdarahan yang tersembunyi pada abdomen dan pelvis pada pasien trauma tumpul. Trauma tajam pada dada diantara nipple dan perineum harus dianggap berpotensi mengakibatkan cedera intra abdominal. Pada penilaian abdomen, prioritas maupun metode apa yang terbaik sangat ditentukan oleh mekanisme trauma, berat dan lokasi trauma, maupun status hemodinamik penderita. 2 Adanya trauma abdomen yang tidak terdeteksi tetap menjadi salah satu penyebab kematian yang sebenarnya dapat di cegah. Sebaiknya jangan menganggap bahwa ruptur organ berongga maupun perdarahan dari organ padat merupakan hal yang mudah untuk dikenali. Hasil pemeriksaan terhadap abdomen mungkin saja dikacaukan oleh adanya intoksikasi alkohol, penggunaan obat-obat tertentu, adanya trauma otak atau medulla spinalis yang menyertai, ataupun adanya trauma yang mengenai organ yang berdekatan seperti costa, tulang belakang, maupun pelvis. Setiap

Transcript of Trauma Abdomen

Page 1: Trauma Abdomen

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Trauma juga mempunyai

dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya, trauma adalah kejadian yang bersifat holistik

dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas seseorang.1

  Pada pasien trauma, bagaimana menilai abdomen merupakan salah satu hal penting dan

menarik. Penilaian sirkulasi sewaktu primary survey harus mencakup deteksi dini dari kemungkinan

adanya perdarahan yang tersembunyi pada abdomen dan pelvis pada pasien trauma tumpul. Trauma

tajam pada dada diantara nipple dan perineum harus dianggap berpotensi mengakibatkan cedera

intra abdominal. Pada penilaian abdomen, prioritas maupun metode apa yang terbaik sangat

ditentukan oleh mekanisme trauma, berat dan lokasi trauma, maupun status hemodinamik

penderita.2

Adanya trauma abdomen yang tidak terdeteksi tetap menjadi salah satu penyebab kematian

yang sebenarnya dapat di cegah. Sebaiknya jangan menganggap bahwa ruptur organ berongga maupun

perdarahan dari organ padat merupakan hal yang mudah untuk dikenali. Hasil pemeriksaan

terhadap abdomen mungkin saja dikacaukan oleh adanya intoksikasi alkohol, penggunaan obat-

obat tertentu, adanya trauma otak atau medulla spinalis yang menyertai, ataupun adanya trauma

yang mengenai organ yang berdekatan seperti costa, tulang belakang, maupun pelvis. Setiap

pasien yang mengalami trauma tumpul pada dada. baik karena pukulan langsung maupun

deselerasi, ataupun trauma tajam, harus dianggap mungkin mengalami trauma visera atau trauma

vaskuler abdomen2

Page 2: Trauma Abdomen

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI ABDOMEN LUAR

A. Abdomen Depan

Batas abdomen adalah superior oleh garis antar papila mamae, inferior oleh ligamentum

inguinalis dan simfisis pubis, lateral oleh linea aksilaris anterior.

B. Pinggang

Berada antara garis aksilaris anterior dan garis aksilaris posterior, dari ruang interkostal

ke-6 di supeor sampai krista iliaka di inferior. Berbeda dengan dinding abdomen depan

yang tipis, otot-otot dinding abdomen di daerah pinggang tebal dan dapat merupakan

perintang terhadap luka tembus (khususnya luka tusuk).

Page 3: Trauma Abdomen

C. Punggung

Bertempat di belakang garis aksilaris posterior dari ujung skapula sampai krista iliaka.

Sama dengan otot-otot dinding abdomen di samping, otot punggung dan paraspinal

bertindak sebagian sebagai perintang luka tembus.

2.2 ANATOMI ABDOMEN DALAM

A. Rongga Peritoneum

1. Rongga Peritoneal

Rongga peritoneal dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

A. Rongga Peritoneal Atas

Rongga peritoneal atas dilindungi oleh bagian bawah dari dinding thoraxyang mencakup

diafragma, hepar, liean, gaster, dan colon transversum.Bagian ini juga disebut sebagai

komponen thoracoabdominal dariabdomen. Pada saat diafragma naik sampai sela iga IV

pada waktuekspirasi penuh, setiap terjadi fraktur iga maupun luka tusuk tembus dibawah

garis intermammaria bisa mencederai organ dalam abdomen.

B. Rongga Peritoneal Bawah

Rongga peritoneal bawah berisikan usus halus, bagian colon ascendensdan colon

descendens, colon sigmoid, dan pada wanita, organ reproduksi internal

Page 4: Trauma Abdomen

B. Rongga Pelvis

Berada di bagian bawah dari ruang retroperitoneum dan berisikan rektum, kandung

kemih, pembuluh-pembuluh iliaka, dan genitalia intema wanita. Sama seperti daerah

torakoabdominal, pemeriksaan untuk mengetahui cedera

C. Ruang Retroperitoneum

Meliputi aorta abdominalis, vena kava inferior, sebagian besar dari duodenum, pankreas,

ginjal dan saluran kencing, kolon asenden dan kolon desenden.

Page 5: Trauma Abdomen

2.3 MEKANISMA CEDERA

A. Trauma Tumpul (Blunt)

Shearing Injuries pada organ isi abdomen merupakan bentuk trauma yang dapat terjadi

bila suatu alat penahan (seperti sabuk pengaman jenis lap belt atau komponen sabuk

bahu) dipakai dengan cara yang salah. Penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan

bermotor juga dapat menderita cedera deceleration karena gerakan yang berbeda dari

bagian badan yang bergerak dan yang tidak bergerak, pada hati dan limpa yang sering

terjadi (organ bergerak) di tempat jaringan pendukung (struktur tetap) pada tabrakan

tersebut.2

Pada penderita yang dilakukan laparatomi oleh karena trauma tumpul (blunt injury),

organ yang paling sering cedera, adalah limpa (40% sampai 55%), hati (35% sampai

45%), dan hematoma retroperitoneum (15%).

Page 6: Trauma Abdomen

B. Trauma Tembus

Luka tusuk dan luka tembak kecepatan-rendah menyebabkan kerusakan jaringan karena

laserasi atau terpotong. Luka tembak kecepatan-tinggi mengalihkan lebih banyak energi

kepada organ-organ abdomen, mempunyai efek pelubangan tambahan sementara

(temporary cavitation), dan peluru mungkin berguling atau pecah, sehingga

menyebabkan lebih banyak cedera lagi.

Luka tusuk melintas struktur abdomen di dekatnya dan paling umum mengenai hati

(40%), usus kecil (30%), diafragma (20%) dan usus besar (15%). Luka tembak

menyebabkan lebih banyak cedera dalam abdomen karena perjalanannya yang lebih

panjang di dalam tubuh dan juga berdasarkan energi kinetis yang lebih besar, dan dapat

mengenai usus kecil (50%), usus besar (40%), hepar (30%) dan struktur vaskuler

abdomen (25%).2’3

Page 7: Trauma Abdomen

2.4 PENILAIAN

Pada penderita hipotensi secepatnya menentukan apakah ada cedera abdomen dan apakah itu

penyebabnya hipotensinya. Penderita yang normal hemodinamis tanpa tanda-tanda peritonitis

dapat dilakukan evaluasi yang lebih teliti untuk menentukan cedera spesifik yang ada (trauma

tumpul) atau apakah tanda-tanda peritonitis atau perdarahan terjadi selama suatu masa

pengamatan (trauma tembus).5

A. Riwayat Trauma

Bila memeriksa penderita yang menderita trauma tembus, informasi yang harus

diperoleh adalah antara lain saat terjadinya cedera, jenis senjata (pisau, pistol,

senapan, shotgun) , jarak dari penyerang (penting untuk luka tembakan, karena cedera

organ perut yang parah akan berkurang bila lewat jarak 2 meter), jumlah luka tusuk

atau tembakan yang kena, dan jumlah perdarahan yang diderita penderita di tempat

kejadian.

Keterangan penting yang harus diperoleh dari penderita yang menderita trauma

abdomen yang tumpul atau tembus, adalah besarnya dan lokasi rasa sakit di abdomen

dan apakah sakit ini diacu ke bahu.

B. Anamnesis

Anamnese yang teliti terhadap pasien yang mengalami trauma abdomen akibat

tabrakan kendaraan bermotor harus mencakup kecepatan kendaraan, jenis tabrakan,

berapa penyokoknya bagian kendaraan ke dalam ruang

Page 8: Trauma Abdomen

penumpang, jenis pengaman yang dipergunakan,  ada atau

tidak air bag, posisi pasien dalam kendaraan, dan status penumpang lainnya.

Keterangan ini dapat diperoleh langsung dari pasien, penumpang lain, polisi

maupun petugas emergensi jalanraya. Informasi mengenai tanda-tanda vital, luka-

luka yang ada maupun respons terhadap perawatan pra-rumah sakit harus dapat

diberikan oleh petugas-petugas pra-rumah sakit.2

Bila meneliti pasien dengan trauma tajam, anamnese yang teliti harus diarahkan

pada waktu terjadinya trauma, jenis senjata yang dipergunakan (pisau,pistol,

senapan), jarak dari pelaku, jumlah tikaman atau tembakan, dan jumlah perdarahan

eksternal yang tercatat di tempat kejadian. Bila mungkin, informasi tambahan harus

diperoleh dari pasien mengenai hebatnya maupun lokasi dari setiap nyeri

abdominalnya, dan apakah ada nyeri-alih ke bahu. Selain itu pada luka tusuk dapat

diperkirakan organ mana yang terkena dengan mengetahui arah tusukan, bentuk pisau

dan cara memegang alat penusuk tersebut.1

C. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

1. Inspeksi

Bila dipasang pakaian Pneumatic Anti Shock Garment (PASG) dan penderitanya

hemodinamis stabil, segmen abdominal dikempeskan sambil tekanan darah

penderita dipantau dengan teliti. Penurunan tekanan darah sistolis lebih dari 5 mm

Hg adalah tanda untuk menambah resusitasi cairan sebelum meneruskan

pengempesan (deflasi). Perut depan dan belakang, dan juga bagian bawah dada

dan perineum, harus diperiksa untuk goresan, robekan, luka tembus, benda asing

yang tertancap, keluarnya omentum atau usus kecil, dan status hamil.2

2. Auskultasi

Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak. Darah intraperitoneum yang bebas

atau kebocoran (ekstravasasi) abdomen dapat memberikan ileus (mengakibatkan

hilangnya bunyi usus. Cedera pada struktur berdekatan seperti tulang iga, tulang

belakang atau panggul juga dapat mengakibatkan ileus meskipun tidak ada cedera

Page 9: Trauma Abdomen

di abdomen dalam, sehingga tidak-adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada

cedera intra-abdominal.2

3. Perkusi

Dapat menunjukkan adanya bunyi timpani akibat dilatasi lambung akut di

kuadran atas atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum.2

4. Palpasi

Defans muskuler (involuntary guarding) adalah tanda yang andal dari iritasi

peritoneum. Tujuan palpasi adalah mendapatkan adanya dan menentukan tempat

dari nyeri tekan superfisial, nyeri tekan dalam atau nyeri lepas. Nyeri lepas terjadi

ketika tangan yang menyentuh perut diangkat dengan tiba-tiba, dan biasanya

menandakan peritonitis yang timbul akibat adanya darah atau isi usus.2

5. Evaluasi Luka Tembus

Sebagian besar kasus luka tembak ditangani dengan laparotomieksplorasi

karena insiden cedera intraperitoneal bisa mencapai 95%. Lukatembak yang

tangensial sering tidak betul-betul tangensial, dan traumaakibat ledakan bisa

mengakibatkan cedera intraperitoneal walaupun tanpaadanya luka masuk. Luka

tusukan pisau biasanya ditangani lebih selektif,akan tetapi 30% kasus mengalami

cedera intraperitoneal. Semua kasusluka tembak ataupun luka tusuk dengan

hemodinamik yang tidak stabilharus di laparotomi segera.

Bila ada kecurigaan bahwa luka tusuk yang terjadi sifatnyasuperfisial dan

nampaknya tidak menembus lapisan otot dinding abdomen,biasanya ahli bedah yang

berpengalaman akan mencoba untuk melakukan eksplorasi luka terlebih dahulu untuk

menentukan kedalamannya. Prosedur ini tidak dilakukan untuk luka sejenis diatas

iga karena kemungkinan pneumotoraks yang terjadi, dan juga untuk pasien

dengan tanda peritonitis ataupun hipotensi. Akan tetapi, karena 25-33% luka

tusuk di abdomen anterior tidak menembus peritoneum, laparotomi pada pasien

seperti ini menjadi kurang produktif. Dengan kondisi steril, anestesi local

disuntikkan dan jalur luka diikuti sampai ditemukan ujungnya. Bila terbukti

peritoneum tembus, pasien mengaiami risiko lebih besar untuk cedera intra

abdominal, dan banyak ahli bedah menganggap ini sudah indikasi untuk

Page 10: Trauma Abdomen

melaksanakan laparotomi. Setiap pasien yang sulit kita eksplorasi secara lokal

karena gemuk, tidak kooperatif maupun karena perdarahan jaringan lunak yang

mengaburkan penilaian kita harus dirawat untuk evaluasi ulang ataupun kalau

perlu untuk laparotomi.

6. Pemeriksaan lokal luka tusuk

Pada penderita tanpa peritonitis atau hipotensi maka pemeriksaan lokal pada luka

tusuk akan bermanfaat karena 25% sampai 33% dari luka tusuk di perut depan

tidak menembus peritoneum. Dengan kondisi steril, dan anestesia lokal, jalan luka

diikuti melalui lapis dinding abdomen. Bila ditemukan penetrasi melalui fasia

depan maka kemungkinan adanya cedera intraperitoneum akan lebih tinggi.

7. Menilai stabilitas pelvis

Tekanan dengan tangan pada tulang-tulang iliaka (atasnya tulang panggul) atau

puncak tulang panggul dapat membangkitkan gerakan abnormal atau nyeri tulang,

hal mana menandakan adanya fraktur pelvis (panggul) pada penderita yang

menderita trauma tumpul batang badan (blunt rtuncal trauma).

8. Pemeriksaan penis, perineal dan rektal

Adanya darah pada lubang uretra adalah tanda yang bermakna untuk

kemungkinan adanya cedera uretra. Pemeriksaan skrotum dan perineum untuk

menentukan apakah ada ekimosis atau hematoma yang juga menandakan cedera

yang sama.

Tujuan dari pemeriksaan colok dubur pada penderita yang menderita trauma

tumpul adalah menilai respon dari tonus sfinkter, posisi prostat (prostat letak

tinggi menandakan ruptur uretra), dan untuk menentukan apakah ada tulang

panggul yang patah. Pada penderita yang punya luka tembus, pemeriksaan colok

dubur digunakan untuk menilai respon dari otot sphinkter (dubur),

mengkonfirmasi adanya darah akibat perforasi, atau untuk memperoleh spesimen

Page 11: Trauma Abdomen

tinja untuk pemeriksaan darah samar (tes darah samar yang positif menandakan

perforasi dari gastrointestinal bagian distal).

9. Pemeriksaan vagina

Robekan vagina dapat terjadi karena luka tembus atau fragmen tulang dari fraktur

tulang panggul.

10. Pemeriksaan pantat / Gluteal

Daerah pantat adalah dari puncak krista iliaka sampai lipatan pantat (ghueal fold).

Pada cedera tembus di daerah ini akan ditemukan cedera intra-abdominal yang

berat pada 50% kasus, termasuk cedera daerah dubur di bawah lipatan

peritoneum.

D. Intubasi

Bilamana problem airway, breathing,dan circulation sudah dilakukandiagnosis dan

terapi, sering dilakukan pemasangan kateter gaster dan urinesebagai bagian dari

resusitasi.

E. Pemasangan kateter

1. Gastric Tube

Tujuan terapi adalah untuk mengurangi dilatasi gastrik yang akut, dekompresi

abdomen sebelum melakukan diagnostic peritoneal lavage, dan mengeluarkan isi

abdomen, sehingga mengurangi resiko aspirasi. Bila tidak ada sumber perdarahan

dari nasofaring atau orofaring maka adanya darah di dalam cairan gastrik

menandakan adanya cedera Esofagus atau bagian gastrointestinal bagian atas.

Hati - hati : Bila ada patah pada tulang muka yang berat atau diduga patah pada

dasar tengkorak, gastric tube harus dimasukkan melalui mulut untuk mencegah

masuknya melalui pelat kribriform ke dalam otak (Jangan pasang NGT pada

cedera wajah, pasanglah pipa orogastrik).

2. Kateterisasi Kandung Kemih

Page 12: Trauma Abdomen

Tujuan adalah untuk menghilangkan retensi urin, dekompresi kandung kemih

sebelum melakukan diagnostic peritoneal lavage, dan pemantauan produksi urin

sebagai indeks perfusi jaringan. Kalau kateter dapat dimasukkan dengan mudah,

hematuria adalah tanda trauma pada bagian genito-urinaria.

Hati- hati : Pada keadaan-keadaan tidak-mampuan mengosongkan kandung

kemih, patah panggul yang tidak stabil, darah pada meatus, hematoma pada

skrotum atau diskolorasi pada perineum, atau prostat yang tinggi pada

pemeriksaan rektal, harus dilakukan pemeriksaan uretrogram untuk memastikan

uretra yang utuh sebelum memasukkan kateter. Uretra yang cedera dapat dikenal

pada saat primary maupun secondary survey dan memerlukan pemasangan tube

suprapubik (sistostomi)

F. Pengambilan sempel darah

Darah yang diambil sewaktu pemasangan jarum infus gunanya adalah menentukan

tipe darah. Pada pasien yang hemodinamiknya stabil adalah untuk penentuan tipe

dan crossmatch bagi yang hemodinamiknya tidak stabil. Bersamaan dengan itu

dilakukan juga pemeriksaan darah rutin, kalium + glukosa+ amylase (pada trauma

tumpul) dan juga kadar alkohol darah. Walaupun kadang tidak penting, dilakukan

juga pemeriksaan laboratorium tambahan pada pasien yang diketahui punya sakit

lain sebelumnya, ataupun pasien yang akan menjalani pemeriksaan Rontgen

dengan bahan kontras (terutama yodium) intravena

G. Pemeriksaan rontgen

1. Pemeriksaan ronsen untuk Trauma Tumpul

Pemeriksaan ronsen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP), dan pelvis

adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan multi trauma.

Pada penderita yang hemodinamik normal maka perneriksaan ronsen abdomen

dalam keadaan terlentang dan berdiri (sambil melindungi tulang punggung)

mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau

udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.

Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow)juga menandakan adanya cedera

Page 13: Trauma Abdomen

retroperitoneum. Bila foto tegak dikontra-indikasikan karena nyeri atau patah

tulang punggung, dapat digunakan foto samping sambil tidur (left lateral

dicubitus) untuk mengetahui udara bebas intraperitoneal.

2. Skrining pemeriksaan ronsen untuk Trauma Tembus

Penderita yang hemodinamis abnormal dengan luka tembus di abdomen tidak

memerlukan pemerikssan ronsen

Kalau penderita hemodinamis normal dan mempunyai trauma tembus di atas

pusar atau diduga cedera torakoabdominal, foto ronsen toraks tegak berguna

untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks, atau untuk

menemukan adanya udara intraperitoneum. Setelah cincin atau clip penanda

dipasang pada semua tempat luka keluar masuk toraks, abdomen dan panggul

pada penderita yang hormal hemodinamis, dapat dibuat pemeriksaan ronsen

abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara

retroperitoneum.

3. Studi kontras2’6

a. Uretrografi

Seharusnya dilakukan sebelum memasang kateter urin (indwelling) kalau

diduga adanya ruptur uretra. Uretrogramnya dilakukan dengan kateter urin no.

8 F yang dipasang di dalam meatal fossa dengan mengisi balon sampai 1%z -

2 ml. Sekitar 15 sampai 20 ml bahan kontras dimasukkan dengan sedikit

tekanan.

b. Sistografi

Diagnosis robekan kandung kencing intra- atau ekstraperitoneum dilakukan

dengan sistogram (aliran gravitasi). Sebuah reservoir bulat yang dihubungkan

dengan kateter urin digantung 15 cm di atas penderita, dan 300 ml kontras

yang larut dalam air dibiarkan mengalir ke kandung kemih. Proyeksi

anteroposterior, oblique, dan post drainage penting untuk dapat secara pasti

Page 14: Trauma Abdomen

menentukan ada/tidaknya cedera. Sistografi harus mendahului foto intra

venous pyelogram (IVP) bila diduga ada cedera VU (ex : fraktur pelvis).

c. IVP atau urogram excretory

Suatu injeksi cepat dosis tinggi kontras renal ("IVP screening") sebaiknya

dilakukan dengan menggunakan dosis 200 mg iodine/kgBB. Ini termasuk

injeksi bolus 100 ml (standar 1.5 ml/kgBB untuk orang yang beratnya 70 kg)

larutan iodine 60% yang dilakukan melalui dua semprit 50-m1 selama 30

sampai 60 detik. Kalau hanya bisa dapat larutan iodine 30%, dosis ideal

adalah 3.0 ml/kg. Visualisasi calyces ginjal harus nampak pada pelat rata

sinar-x dari perut 2 menit setelah injeksinya selesai. Non-fungsi sebelah

menandakan tidak adanya sebuah ginjal, trombosis, atau avulsion pembuluh

ginjal, atau kerusakan besar dari soft tissue, juga menandakan agar selanjutnya

dilakukan evaluasi radiologis dengan CT dengan kontras atau renal

arteriogram. Bila bisa dapat CT scanning, penderita yang hemodinamis

normal dengan diduga cedera intraabdonimal dan/atau retroperitoneum

sebaiknya dievaluasi dengan CT yang ditambah dengan kontras yang dapat

menentukan jenis cedera ginjal yang ada.

H. Studi Diagnostik Khusus dalam Trauma Tumpul2’6

1. Focused Assessment Sonography in Trauma (FAST)

Focused Assessment Sonography inTrauma adalah salah satu dari dua

pemeriksaan paling cepat untuk mengidentifikasi perdarahan atau potensi cedera

organ berongga. Pada FAST, teknologi USG digunakan oleh dokter terlatih untuk

mendeteksi adanya hemoperitoneum. USG merupakan pemeriksaan yang cepat,

noninvasive, akurat dan tidak mahal dalam mendiagnosis hemoperitoneum dan

dapat diulang apabila diperlukan.

Page 15: Trauma Abdomen

Pemeriksaan USG untuk mengetahui adanya hemoperitoneum dapat dilakukan

dengan cepat. Lebih jauh lagi, USG dapat mendeteksi penyebab hipotensi

nonhipovolemik, yaitu tamponade jantung. Pemeriksaan diarahakan untuk

mencarikantung perikardial, fossa hepatorenal, fossa splenorenal, dan pelvis.

Setelah pemeriksaan awal, harus diadakan pemeriksaan kedua atau "kontrol"

setelah menunggu 30 menit. Pemeriksaan kontrol dapat mendeteksi

hemoperitoneum yang progresif pada penderita dengan perdarahan yang lambat

dan waktu interval pendek antara saat cedera sampai pemeriksaan pertama.

2. Diagnostic Peritoneal Lavage

Adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan cepat tetapi invasif, dan sangat

berperan dalam menentukan pemeriksaan berikut yang perlu dilakukan pada

penderita, dan dianggap 98% sensitif untuk perdarahan intra-peritoneum.

a. Perubahan sensorium - cedera kepala, intoksikasi alkohol, penggunaan obat

terlarang.

b. Perubahan perasaan - cedera jaringan syaraf tulang belakang

c. Cedera pada struktur berdekatan - tulang iga bawah, panggul, tulang belakang

dari pinggang ke bawah (lumbar spine).

d. Pemeriksaan fisik yang meragukan

e. Antisipasi kehilangan kontak panjang dengan penderita - anestesia umum

untuk cedera yang lain dari abdomen, studi pemeriksaan ronsen yang lama

waktunya, seperti angiografi (penderita hemodinamis normal atau abnormal)

Kontraindikasi mutlak adalah adanya indikasi untuk laparotomi (celiotomy).

Kontraindikasi relatif adalah operasi abdomen sebelumnya, kegemukan yang

tidak sehat, cirhosis yang lanjut, dan koagulopati yang sudah ada sebelumnya.

Teknik infra-umbilikal, baik yang terbuka atau yang tertutup (Seldinger) dapat

dilakukan oleh dokter yang terlatih. Pada penderita dengan patah panggul atau

kehamilan yang tua, lebih disukai pendekatan supra-umbilikal terbuka mencegah

memasuki hematoma panggul atau merusak uterus yang membesar. Bila

ditemukan darah, isi usus, serat sayuran, atau cairan empedu (bile) melalui kateter

Page 16: Trauma Abdomen

pencuci pada penderita yang hemodinamis abnormal, harus dilakukan laparotomi.

Kalau darah gross atau isi usus tidak tersedot, pencucian dilakukan dengan 1000

ml larutan lactate Ringer yang dipanasi. Dilakukan penekanan abdomen dan log

roll untuk meyakinkan pencampuran yang memadai dari isi abdomen dengan

cairan pencuci, setelah itu cairan yang keluar dikirim ke laboratorium untuk

analisa kuantitatif bila isi usus, serat sayuran, atau air empedu tidak terlihat. Tes

yang positif dan keperluan intervensi pembedahan diindikasi dengan >100.000

RBC/mm3, > 500 WBC/mm3, atau pewarnaan Gram yang positif karena adanya

bakteri-bakteri.

3. Computed Tomography (CT Scan)

Merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transpor penderita ke scanner,

pemberian kontras oral melalui mulut atau melalui gastric tube, pemberian

kontras intravena, dan scanning dari abdomen atas dan bawah, dan juga panggul.

Memberi informasi yang berhubungan dengan cedera organ tertentu dan tingkat

beratnya, mendiagnosis cedera retroperitoneum dan organ panggul yang sukar

diakses melalui pemeriksaan fisik atau diagnostic peritoneal lavage.

Kontraindikasi relatif terhadap penggunaan CT meliputi penundaan karena

menunggu scanner, penderita yang tidak mau bekerjasama dan tidak dapat

ditenangkan dengan aman, atau alergi terhadap obat kontras bila tidak terdapat

kontras non-ionis.

Hati-hati : CT bisa gagal mendeteksi cedera usus (gastrointestinal), diafragma,

dan pankreas. Bila tidak ada cedera hepar atau lien, adanya cairan bebas di rongga

paru menandakan cedera pada usus dan/atau mesenterium, dan harus dilakukan

intervensi pembedahan dini.

Page 17: Trauma Abdomen

2.5 Indikasi Laparotomi Pada Orang Dewasa2’8’9

A. Indikasi Berdasarkan Evaluasi Abdomen

1. Trauma tumpul abdomen dengan DPL positif atau ultrasound

2. Trauma tumpul abdomen dengan hipotensi yang berulang walaupun diadakan

resusitasi yang adekuat

3. Peritonitis dini atau yang menyusul

4. Hipotensi dengan luka abdomen tembus

5. Perdarahan dari gaster, dubur, atau daerah genitourinary akibat trauma tembus.

6. Luka tembak melintas rongga peritoneum atau retroperitoneum viseral /vaskular.

7. Eviscerasi (pengeluaran isi usus)

DPL USG CTKeuntungan Diagnosis cepat dan Diagnosis cepat; Paling spesifik

sensitif; tidak invasif dan untuk cedera;

akurasi 98% dapat diulang; akurasi 92%-98%akurasi 86%-97%

Kerugian Invasif, Tergantung operator, Membutuhkan biayasulit mengetahui distorsi gas usus dan dan waktu yang

cedera diafragma udara di bawah kulit. lebih lama, sulit

atau cedera retro- sulit mengetahui mengetahui cedera

Peritoneum cedera diafragma diafragma, usus danusus, pankreas Pancreas

Page 18: Trauma Abdomen

B. Indikasi Berdasarkan Pemeriksaan ronsen

1. Udara bebas, udara retroperitoneum atau ruptur hemidiafragma setelah trauma

tumpul.

2. CT dengan kontras memperlihatkan ruptur traktus gastrointestinalis, cedera kandung

kemih intraperitoneal, cedera renal pedicle, atau cedera organ viseral yang parah

setelah trauma tumpul atau tembus.

2.6 Diagnosa Spesifik

A. Trauma Tumpul

Hati, limpa dan ginjal adalah organ yang paling terkena pada trauma tumpul, walaupun

perforasi visera berongga, cedera tulang belakang lumbal, dan ruptur uterus bertambah

dengan penggunaan sabuk pengaman tidak tepat.

1. Diafragma

Hemidiafragma kiri lebih sering cedera (adalah robekan sepanjang 5 sampai 10 cm

dan meliputi hemidiafragma kiri posterolateral).

Pada saat dilakukan ronsen toraks yang mungkin nampak adalah terangkatnya atau

"blurring" (kaburnya) hemidiafragma, hemotoraks, bayangan gas abnormal yang

menyembunyikan hemidiafragma atau pipa gastrik (naso gastric tube) yang tampak

terletak di dada.

2. Duodenum

Cairan gaster yang mengandung darah atau udara retroperitoneum pada foto polos

abdomen harus menimbulkan kecurigaan adanya cedera ini Untuk penderita beresiko

tinggi perlu dilakukan foto kontras dari lambung-duodenum, atau pemeriksaan CT-

kontras-dobel.

3. Pankreas

Cedera pankreas paling sering akibat trauma langsung di epigastrium yang menekan

organ ini ke tulang belakang. Serum amilase yang normal bukan berarti tidak ada

trauma pankreas; sebaliknya, amilase dapat meningkat dari sumber non-pankreas.

Bahkan CT-kontras-dobelpun mungkin tidak menunjukkan tanda trauma pankreas

Page 19: Trauma Abdomen

yang berarti bila dilakukan segera setelah cedera. Bila ada kecurigaan setelah CT

yang meragukan, ERCP (endoscopic retrograde cholatigiopancreatography) sito

mungkin dapat membantu.

4. Genitourinaria

Pukulan langsung di bagian belakang atau di pinggang akan dapat mengakibatkan

luka memar, hematoma atau diskolorasi (ecchymoses).

Efek deselerasi dapat menyebabkan trombosis dari arteri ginjal atau robekan pedikal

ginjal.

Dengan kedua cedera tersebut, IVP, CT atau arteriogram ginjal mungkin berguna

untuk diagnosis.

Bila ada ruptur uretra biasanya akan ditemukan patah tulang pelvis anterior. Ruptur

uretra dibagian dalam ruptur yang di atas (posterior) atau di bawah (anterior)

diafragma urogenital. Cedera uretra posterior biasanya terjadi pada penderita dengan

cedera multi-sistem dan patah panggul. Sebaliknya, cedera uretra anterior adalah

akibat dari straddle injury dan mungkin merupakan cedera yang terisolasi.

5. Usus halus

Umumnya terjadi akibat decelerasi yang mendadak dengan robekan dekat titik

fiksasi. Munculnya diskolorasi melintang bergaris di dinding abdomen (tanda sabuk

perigaman) atau adanya patah distraksi panggul (fraktur Chance) di pemeriksaan

ronsen harus waspada terhadap kemungkinan adanya cedera usus. Ultrasound dan CT

yang dini seringkali tidak mendiagnosis cedera yang samar-samar ini, dan DPL

adalah pilihan yang lebih baik bila terdapat discolorasi (ecchymoses) di dinding peru

BAB III

KESIMPULAN

Semua pasien trauma tumpul dengan hemodinamik yang tidak stabil harus segera dinilai

kemungkinan perdarahan intrabdominal maupun kontaminasi traktus gastrointestinal dengan

melakukan DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage),ataupun FAST (Focused Assessment

Page 20: Trauma Abdomen

Sonography in Trauma). Pasien peritonitis dengan hemodinamik normal bisa dinilai dengan CT

scan, dengan keputusan operasi didasarkan pada organ yang terkena dan beratnya trauma.

Semua pasien luka tusuk abdomen dan sekitarnya yang mengalami hipotensi, peritonitis

ataupun eviscerasi organ memerlukan laparotomi segera.Semua luka tembak yang menyeberang

rongga peritoneum ataupun bagianretroperitoneum dengan bagian pembuluh darah harus segera

di laparotomi.Pasien luka tusuk abdomen depan dengan gejala yang ringan, bila eksplorasi local

menunjukkan tembusnya peritoneum, dievaluasi dengan pemeriksaan fisik diagnostik berulang

ataupun DPL.

Penanganan trauma tumpul dan tajam pada abdomen antara lain mengembalikan fungsi vital dan

optimalisasi oksigenasi dan perfusi jaringan,menentukan mekanisme trauma, pemeriksaan fisik

yang hati-hati dan diulang berkala, menentukan cara diagnostik yang khusus bila diperlukan,

tetap curiga bila ada cedera vaskular maupun retroperitoneal yang tersembunyi, dan

segeramenentukan bila diperlukan operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro, A.D. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2011,Bab 6; Trauma dan

Bencana.

 

Page 21: Trauma Abdomen

2. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter Edisi 7.

Jakarta: IKABI, 2004, Bab 5; Trauma Abdomen.

 

3. Ahmadsyah, I. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa AksaraPublisher, 2009,

Bab 2; Digestive.

 

4. Fabian, Timothy C. Infection in Penetrating Abdominal Trauma: Risk Factors and

Preventive Antibiotics.The American Surgeon 2002; 68: 29-35.

5. Udeani, J., Geibel, J., 2011. Blunt Abdominal Trauma. Available

from:http://emedicine.medscape.com/article/1980980-workup#aw2aab6b5b3

6. Eastern Association for the Surgery of Trauma. Practice ManagementGuidelines for The

Evaluation of Blunt Abdominal Trauma. EASTPractice Management Guidelines Work

Group: Brandywine Hospital,2001, p; 2-27.

 

7. American College of Surgeons, 2003. Evaluation of Abdominal Trauma.Committee on

Trauma: Subcommittee on Publications. Available from:

 

8. Demetriades, D., Velmahos, G. Technology-Driven Triage of AbdominalTrauma: The

Emerging Era of Nonoperative Management. Annu Rev Med  2003; 54: 1-15.

 

9. Sivit, C.J. Abdominal Trauma Imaging: Imaging Choices andAppropriateness.Pediatr

Radiol2009; 39: S158-S160

Page 22: Trauma Abdomen