Translate Dipiro

17
ANALGESIK 1. Defenisi Nyeri Nyeri merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Nyeri merupakan perasaan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang terkait dengan adanya kerusakan jaringan potensial atau aktual dan menimbulkan efek buruk terhadap psikososial. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Olehnya itu Analgesia didefinisikan sebagai penghilang rasa sakit dengan menghambat jalur nyeri secara spesifik untuk mengurangi nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. 2. Epidemiologi Lima puluh juta orang Amerika secara begaian atau sepenuhnya tidak mampu beraktivitas secara normal di karena nyeri. biaya tahunan yang dikeluarkan oleh masyarakat Amerika diperkirakan dalam miliaran dollars. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya melampaui perkiraan 60 hingga 80 tahun kedepannya. Amerika. Sayangnya, rasa nyeri yang timbul dan tidak

description

analgesic dipiro

Transcript of Translate Dipiro

ANALGESIK1. Defenisi NyeriNyeri merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Nyeri merupakan perasaan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang terkait dengan adanya kerusakan jaringan potensial atau aktual dan menimbulkan efek buruk terhadap psikososial. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Olehnya itu Analgesia didefinisikan sebagai penghilang rasa sakit dengan menghambat jalur nyeri secara spesifik untuk mengurangi nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.2. EpidemiologiLima puluh juta orang Amerika secara begaian atau sepenuhnya tidak mampu beraktivitas secara normal di karena nyeri. biaya tahunan yang dikeluarkan oleh masyarakat Amerika diperkirakan dalam miliaran dollars. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya melampaui perkiraan 60 hingga 80 tahun kedepannya. Amerika. Sayangnya, rasa nyeri yang timbul dan tidak diterapi sehingga menimbulkan masalah masalah klinis dirumah sakit, perawatan jangka panjang, dan kondisi sosial pasien. Penyakit serius yang dilaporkan sekitar 50% insidensi menyebabkan pasien harus dirawat dirumah sakit, 15 % pasien mengalami tingkatan rasa nyeri secara ekstrim atau menengah hingga berat minimal sekitar 50% and sekitar 15% dari pasien-pasien tersebut tidak puas dengan penanganan terapi yang diperoleh secara keseluruhan. Berdasarkan laporan yang diterima, mengatasan terapi nyeri paling banyak dibutuhkan pada pasien yang menajalani rawat inap, dan beberapa dari pasien-pasien tersebut tetap mengalami rasa nyeri selama berbulan-bulan hingga mengalami nyeri pain baru selama terapi.3. PatofisiologiPatofisiologi nyeri dapat terjadi melalui atau melibatkan serangkaian jaringan saraf di otak yang bekerja karena adanya rangsangan untuk menghasilkan pengalaman yang kita kenal sebagai rasa sakit yang kompleks. Mekanisme ini terjadi pada perifer dan jaringan tengah yang dimodulasi oleh perubahan yang sekunder kerusakan jaringan. Pada nyeri akut, modulasi ini bersifat pendek/ terjadi secara singkat, tapi dalam beberapa situasi, perubahan dapat bertahan, dan menyebabkan nyeri kronik. Klasifikasi berdasarkan jalur kejadian dari nyeri pada tipe nociceptive dan neuropatik memberikan pemahaman terhadap nyeri akut dan kronik. Nyeri nociceptive merupakan patofisiologi dari nyeri akut sedangkan neuropatik merupakan patofisiologi dari nyerik kronik.

4. Terapi non farmakologi untuk nyeri akut dan kronis Stimulasi TerapiTranscutaneous electrical nerve stimulation (TENS) menunjukkan keberhasilan dalam mengelola bedah, trauma, dan nyeri pada daerah sekitar wajah. Meskipun efek samping dari opioid dapat dicegah namun masih memungkinkan untuk terjadinya rasa nyeri secara meluas Intervensi psikologikDengan adanya pengaruh dari kecerdasan, kemampuan mengatur tingkah laku, dan kehidupan sosial merupakan beberapa aspek yang cukup baik dalam menghambat terjadinya nyeri, namun penerapan tehnik pengatasan nyeri secara psikologik ini tidak berefek secara luas. Terapi psikologik lainnya yang terbukti sukses antara lain pelatihan relaksasi, pengayaan dan hypnosis.

5. Terapi Farmakologi Golongan Non Opioid

Analgesik yang cukup efektif dengan efek samping yang cukup rendah. Acetaminofen, aspirin dan obat-obat anti inflamasi lebih sering dipilih untuk penggunaan pada terapi nyeri ringan hingga sedang dibandingkan dengan golongan opiate. Obat-obat tersebut (kecuali acetaminofen) bekerja menghambat produksi prostaglandin sebagai respon adanya stimulasi berbahaya. Dengan demikian dapat menurunan jumlah implus nyeri yang diterima oleh CNS. Hasil dari terapi obat yang diperlihatkan cukup rendah dibandingkan kejadian kemampuan dari analgesik ringan yang mampur mengurangi rasa nyeri. Pada pemilihan agen partikular biasanya berdasarkan pada avaibilitas obat, biaya (harga obat), karateristik farmakologi maupun farmakokinetik dan profil efek samping obat. Sebagai catatan penting bahwa semua NSAID memiliki beberapa efek analgesic, tetapihanya beberapa dari obat-obat tersebut yang dapat diterima oleh FDA (Food And Drug Administration) pada terapi nyeri atau kejadian awal dismenore yang dapat dilihat pada tabel diatas.

Golongan OpioidAnalgesik opioid yang biasa sigunakan secara rutin dalam terapi managemen nyeri otot rangka, para ahli kesehatan sering meragukan penggunaan analgesik opioid pada terapi nyeri kronik, seperti yang biasa terjadi pada penderita rheumatoid artritis, osteoartritis, osteoporosis dan nyeri tulang belakang bagian bawah dimana penggunaannya diawali dengan dosis rendah dan disesuaikan dengan adanya kondisi progresif dari pasien nyeri tersebut dan usaha mengurangi atau menurunkan efek samping penggunaan obat. Adanya ketakutan dalam hal meresepkan golongan opioid pada pasien nyeri kronik terhadap efek ketergantungan yang tidak didukung oleh informasi journal. Analgesik opioid bukan merupakan terapi lini pertama untuk pananganan nyeri kronik, golongan ini seharusnya digunakan bersamaan dengan terapi obat lainnya seperti analgesik non opioid, obat anti inflamasi, golongan relaksan otot, anti depresan, anti konvulsan, sediaan topikal dan pil tidur. Suatu penilaian secara komprehensif dan riwayat ketergantungan mseorang pasien merupakan suatu yang penting bagi pelaksanaan terapi untuk memperoleh efikasi obat dalam membantu mengelola terapi nyeri yang sering timbul.Aktivitas golongan opioid tergantung dari kemampuannya berikatan dengan reseptor. Aktivitas terapeutik dan efek samping juga diperlihatkan oleh agonis opiate seperti morfin terhadap beberapa obat dengan kemampuan antagonisnya (contohnya: naloxon) yang berkompetisi dengan agonis pada suatu sisi receptor opiate dan tergantung pada kemampuan meleka dari agonis maupun antagonis opiate dalam tubuh, yang ditunjukan dari pencampuran antara aktivitas keduanya (agonis-antagonis). Pencampuran agen-agen agonis-antagonis dengan analgesik dapat terlihat dari kemampuannya secara selektif melekat pada sisi receptornya. Efek analgesik opioid relatif selektif dan rute penggunaan obat-obat tersebut dapat disesuaikan dengan keinginan pasien perindividu. Adapun obat-obat golongan opioid yang dapat digunakan untuk terapi pengatasan nyeri dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Ketika suatu resep analgesik opioid dibuat maka diharapkan adanya pemahaman terhadap ketentuan dari sediaan lepas lambat berbanding opioid kerja cepat cukup membantu. Secara umum penggunaan obat-obatan golongan aksi lama direkomendasikan pada nyeri yang timbul pada waktu-waktu tertentu; sediaan opioid kerja singkat merupakan penanganan terbaik pada nyeri yang sering timbul secara menetap atau nyeri yang muncul kadang-kadang (merupakan kombinasi rasa nyeri yang tidak dapat dijelaskan yang berhubungan dengan ppeningkatan aktivitas, perubahan cuaca atau perubahan mood atau tampa alasan yang jelas).Adapun efek samping penggunaan obat-obat golongan opioid dapat dilihat pada tabel berikut ini;

Turunan Golongan Agonis Antagonis OpioidAgen analgesik yang menstimulasi sisi analgesik dari reseptor opioid ketika memblok atau sama sekali tidak berefek toksik menjadi suatu kombinasi yang ideal. Turunan agonis-antagonis dikembangkan/dihasilkan dalam otak. Kelompok analgesik juga mampu menyebabkan rasa sakit dan cukup tinggi mencetus terjadinya depresi pernafasan. Adapun beberapa agent atau obat memiliki dampak yang lebih rendah dibandingkan dengan morpin, namun berefek pada respon psikomimetik seperti halusinasi dan disphoria, seperti yang terlihat pada penggunaan pentazosin, tingginya efek analgesik dan adanya kecenderungan untuk terus menigkat menyebabkan ditarik kembalinya penggunaan golongan opioid yang bersamaan dan mengurangi penggunaan secara luar pada rumah sakit.

Golongan Antagonis OpioidNaloxon merupakan golongan antagonis opioid murni yang berikatan secara kompetitif pada reseptor namun tidak memproduksi suatu efek analgesik atau tidak memiliki respon efek samping seperti golonngan opioid. Meskipun demikian penggunaan yang sering dapat meningkatkan efek toksik dari suatu agonis dan turunan golongan opioid agonis-antagonis.

Analgesik SentralSuatu agen sintetik opioid yang merupakan analgesic sentral salah satunya merupakan Tramadol. Merupakan obat yang diindikasikan penggunaannya pada nyeri sedang hingga berat. Tramadol hidroklorida adalah suatu analgesik opioid yang bekerja secara sentral dengan aktivitas yang mirip morfin. Dimulai dari profil efek samping tramadol sebagai analgesik yang memiliki aktivitas yang baik, merupakan sebuah aktivitas mekanisme reseptor baru yang berasal dari kombinasi anatara golongan analgesik opioid dan non opioid. Kombinasi tersebut memiliki aktivitas potensial terapeutik yang baik bekerja pada status nyeri akut dan kronik, namun memiliki efek samping mempengaruhi sistem pernafasan dan kardiovaskular khususnya pada penggunaan tramadol. Reseptor opiat memediasi rasa sakit dan depresi pernafasan, sedangkan reseptor k memediasi rasa sakit/nyeri dan sedasi. Efek analgesik dari tramadol di mediasi oleh sebuat opiat, dan dapat pula merupakan aksi dari mekanisme non opioid. Pada dasarnya obat menghambat pengambilan nor-adrenalin dan stimulasi pelepasan serotonin, salah satu keuntungan utama dari tramadol yaitu kecenderungan adiksi cukup rendah dibandingkan dengan agen opioid tradusional seperti morpin. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa tramadol merupakan analgesik opioid yang baik. Meskipun efek samping terhadap depresi pernafasan rendah dibandingkan morpin dengan dosis yang direkomendasikan, tramadol memiliki sebuah efek samping mirip dengan golongan opioid sebelumnya yaitu analgesik seperti rasa pusing, euphoria, halusinasi, disfungsi kognisi dan konstipasi. Penggunaan tramadol secara tunggal dapat meningkatkan resiko sizure. Penggunaan dengan obat yang mampu menghambat pengambilan kembali serotonin, opioid, anti depresan trisiklik, inhibitor monoamin oksidase, golongan neuroleptik atau obat-obata yang mampu mengurangi stimulasi terjadinya seizure khususnya pada pasien yang memiliki riwayat penyakit seizure. Adapun obat analgesik sentral memiliki keuntungan yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan analgesik opioid dalam hal penangganan pasien nyeri akut.

Kombinasi TerapiKombinasi penggunaan golongan opioid dan non opioid pada umumnya mampu menghasilkan efek analgesik yang kuat dibandingkan dengan penggunaan secara tunggal. Profil efek samping yang masih bisa ditolerir dan merupaka alasan banyaknya obat-obat seperti aspirin dan/ kombinasi asetaminofen-analgesik opioid banyak diproduksi dipasaran. Sebagai contoh, penggunaan NSAIDs yang dikombinasi dengan regimen opioid sering efektif pada terapi rasa nyeri tulang belakang pada penderita kanker.

TUGAS KOMUNIKASI DAN KONSELINGREVIEW ARTIKEL ANALGESIK

OLEH:KELOMPOK

Syaiful Anam1420272768Adriana Patantan1420272793Asa Falahi1420272798Nurul Indriani1420272813

PROGRAM PROFESI APOTEKERUNIVERSITAS SETIA BUDISURAKARTA2014

DAFTAR PUSTAKA

Benyamin MD, Ramsin., Trescot MD, Andrea M., Datta MD, Sukdeb., Buenaventura MD, Ricardo., Adlaka MD, Rajive., Sehgal MD, Nalini., E. Glaser MD, Scott., and Vallejo MD, Ricardo. 2008. Opioid Complications and Side Effects. Pain Physician: Opioid Special Issue: 11:S105-S120 ISSN 1533-3159.

Hay JL, White JM, Bochner F, et al. Hyperalgesia in opioid-managed chronic pain and opioid-dependent patients. J Pain. 2009;10:316-322.

Jamison RN, Schein JR, Vallow S, et al. Neuropsychological Effects Of Long-Term Opioid Use In Chronic Pain Patients. J Pain Symptom Manage. 2003;26:913-921.

Jennifer P. Schneider, MD, PhD. 2010. Rational Use Of Opioid Analgesics In Chronic Musculoskeletal Pain. The Journal of Musculoskeletal Medicine. Vol. 27 No. 4.

Kalso E, Edwards JE, Moore RA, McQuay HJ. Opioids in chronic non-cancer pain: systematic review of efficacy and safety. 2004;112:372-380.

Smith HS, Kirsh KL, Passik SD. Chronic opioid therapy issues associated with opioid abuse potential. J Opioid Manag. 2009;5:287-300.

Trescot AM, Boswell MV, Atluri SL, Hansen HC, Deer TR, Abdi S, Jasper JF, Singh V, Jordan AE, Johnson BW, Cicala RS, Dunbar EE, Helm II S, Varley KG, Suchdev PK, Swicegood JR, Calodney AK, Ogoke BA, Minore WS, Manchikanti L. Opioid guidelines in the management of chronic non-cancer pain. Pain Physician2006; 9:1-40.4.

Yoganarasimha N. and Reshma. 2013. Overview- Tramadol: A Refined Opioid Analgesic. International Journal of Basic and Applied Medical Sciences ISSN: 2277-2103 (Online). Vol. 3 (3) September-December, pp.157-161.