Translate Anest

13
Hal ini cukup untuk pasien dengan pembedahan mayor atau pasien yang menginap di rumah sakit semalam. Bagaimanapun, pasien rawat jalan tidak dapat mentolerir adanya diplopia residual, ketidakmampuan untuk sit-up tanpa ditolong, kelemahan, atau malaise. Untuk pasien ini, criteria ketat (rasio TOF >0,9, kemampuan untuk mengatup pada pernapasan oral dan pencegahan gejala sisa) dapat lebih sesuai. VI. Kelainan yang mempengaruhi respon pada obat NMBDs Beberapa penyakit, baik yang membatasi NMJ ataupun yang mempengaruhi sistem umum lainnya, secara dramatis mempengaruhi kegunaan dan keamanan dari NMBDs. Secara umum, transmisi pada NMJ tidak normal pada kelainan ini dan dapat terjadi perubahan ultrastruktural dan biokimia pada nervus motoris, otot, maupun keduanya. A. Luka bakar dan imobilisasi 1. Cedera thermal mempengaruhi cairan dan regulasi elektrolit, fungsi kardiovaskular dan paru, metabolisme obat, dan fungsi dan struktur musculoskeletal

description

nmbdS

Transcript of Translate Anest

Page 1: Translate Anest

Hal ini cukup untuk pasien dengan pembedahan mayor atau pasien yang menginap di rumah

sakit semalam. Bagaimanapun, pasien rawat jalan tidak dapat mentolerir adanya diplopia

residual, ketidakmampuan untuk sit-up tanpa ditolong, kelemahan, atau malaise. Untuk pasien

ini, criteria ketat (rasio TOF >0,9, kemampuan untuk mengatup pada pernapasan oral dan

pencegahan gejala sisa) dapat lebih sesuai.

VI. Kelainan yang mempengaruhi respon pada obat NMBDs

Beberapa penyakit, baik yang membatasi NMJ ataupun yang mempengaruhi sistem umum

lainnya, secara dramatis mempengaruhi kegunaan dan keamanan dari NMBDs. Secara umum,

transmisi pada NMJ tidak normal pada kelainan ini dan dapat terjadi perubahan ultrastruktural

dan biokimia pada nervus motoris, otot, maupun keduanya.

A. Luka bakar dan imobilisasi

1. Cedera thermal mempengaruhi cairan dan regulasi elektrolit, fungsi kardiovaskular

dan paru, metabolisme obat, dan fungsi dan struktur musculoskeletal

2. Pasien luka bakar dan banyak pasien yang mengalami imobilisasi (seperti yang

didapatkan di ruang ICU) mempunyai respon yang sangat besar pada agen

terdepolarisasi dan respon yang menurun pada agen nondepolarisasi. Pasien yang

terbakar menunjukkan adanya perubahan ultrastruktural dan biokimia pada sel otot

dan kontak neuromuscular. Pemberian SCh dapat berakibat dramatis, dan terkadang

fatal, hiperkalemi. Akibat ini dapat nampak pada satu tahun setelah trauma luka bakar

terjadi. Beberapa masalah serupa telah dilaporkan pada pasien yang mengalami

cedera berat atau cedera pada regio jaringan lemah yang luas.

Page 2: Translate Anest

B. Penyakit kritis

1. Prevalensi disfungsi NMJ pada penyakit kritis sangatlah tinggi. Range frekuensi

diagnosis dari 30% sampai 70% dan insidennya mencapai 76% dengan tes

elektrofisiologis yang lebih sensitive.

2. Miopati dari penyakit kritis adalah sebutan yang diberikan pada grup kolektif dari

kelainan yang dapat menyebabkan kelemahan pada pasien ICU. Patologi yang

mendasarinya cukup beragam, dimulai dari neuropati dan miopati murni sampai

kelainan transmisi neuromuscular. Sepsis dan kegagalan multiorgan umumnya

berhubungan dengan miopati dari penyakit kritis.

3. Kelemahan adalah manisfestasi umum dari smeua kelainan. Pada pasien yang kritis

kelemahan dapat menyebabkan ketergantungan pada ventilator dan peningkatan

mortalitas dan morbiditas. Gejala dan tanda lain dapat muncul termasuk reflex tendon

yang berubah, peningkatan kadar kreatinin kinase, dan perubahan elektrofisioogis

pada sistem saraf, otot, maupun keduanya.

4. Kortokosteroid, NMBDs, dan beberapa antibiotik dapat mencetuskan kelemahan

tubuh pada pasien ICU. Satu subtype dari miopati karena penyakit kritis, miopati

necrotizing akut, telah dihubungkan dengan pemberian NMBDs berulang, sering juga

pada pemberian bersamaan dengan kortikosteroid dosis tinggi. Pasien ini mengalami

kelemahan yang mendalam, peningkatan kadar serum kreatinin kinase, dan

penghematan potensi aksi dari nervus sensoris. Steroid dan NMBD terbatas sebaiknya

digunakan pada pasien dengan penyakit kritis secara bijaksana.

Page 3: Translate Anest

C. Miastenia gravis (MG)

1. MG adalah penyakit autoimun dengan prevalensi 1:20.000 pada populasi umum.

Umumnya terjadi pada pasien wanita dewasa muda.

2. Kehilangan AChR pada motor endplatepada MG diinduksi oleh antibodi

antireseptor yang meningkatkan degradasi reseptor junctional dan ekstrajunctional.

Antibodi ini dapat dideteksi pada 90% pasien MG, tetapi titer antibodi kurang

berhubungan dengan tanda klinis yang ada.

3. MG sering kali muncul dengan onset bertahap dari kelemahan faring atau ocular.

Seluruh otot dapat terkena. Penanda dari MG adalah kelemahan yang menjadi

semakin memburuk saat latihan / aktivitas.

4. Diagnosis didukung dengan riwayat klinis dan dikonfirmasi dengan peningkatan

kekuatan otot yang bersifat sementara setelah pemberian edrophonium IV 10 mg

(Tensilon test), dengan temuan karakteristik elektromiografi, dan sebagian besar

secara khusus dengan adanya antibody anti-AChR pada serum pasien.

5. Penatalaksanaan termasuk antikolinesterase (missal: piridostigmin), kortikosteroid,

obat-obat immunosupressan seperti azathioprine dan siklofosfamid, plasmaferesis,

dan thymectomy. Remisi dari penyakit ini merupakan hal yang umum setelah

dilakukannya thymectomy.

6. Perhatian khusus perlu diberikan pada pasien MG saat dilakukannya regional anestesi

atau general anestesi.

a. Penggunaan anestesi regional neuroaksial dihubungkan dengan relaksasi otot

skelet dan beberapa derajat kelemahan diafragma. Efek normal dari regional

anestesi ini sering kali menimbulkan kelemahan yang hanya bias secara parsial

Page 4: Translate Anest

ditangani dengan inhibitor kolinesterase. Oleh karena itu, pasien ini, dapat

menderita kelemahan respirasi yang mendalam bahkan ketika tidak ada induksi

dengan agen penghambat neuromuscular. Mereka memerlukan pengawasan

respirasi dengan hati-hati sepanjang anestesi dan pemulihannya.

b. Terapi antikolinesterase tidak boleh dihentikan sebelum pembedahan

c. Pasien umumnya resisten dengan agen depolarisasi, walaupun eliminasi SCh

dihambat oleh piridostigmin. Mereka juga sangat sensitive pada agen

nondepolarisasi. Baik agen kerja panjang seperti pankuronim dan kerja pendek

seperti cisatracurium dikaitkan dengan hambatan yang memanjang,

ketidakmempanan terhadap agen reversal, dan kelemahan pasca bedah yang jelas.

NMBDs lebih baik dihindari, jika memungkinkan.

d. Pengawasan dari derajat penghambat neuromuskular sangat dianjurkan,

meskipun pemulihan seutuhnya dari Train of Four (TOF) tidak menjamin

pemulihan dari otot pernapasan atas atau dari ventilasi.

e. Pembedahan dan pembiusan dapat menyebabkan serangan eksaserbasi dari

penyakit yang mendasarinya. Ventilasi pasca bedah mungkin diperlukan

bahkan setelah prosedur bedah minor.

D. Distrofi muscular adalah kelompok kelainan otot yang beragam yang ditandai dengan

kehilangan fungsi otot skeletal yang progresif. Duchenne muscular dystrophy adalah

kelainan yang paling umum dan yang paling berat. Gen mengkode protein yang

berhubungan dengan membran yang dikenal sebagai dystrophin yang sangat penting

untuk stabilitas membran otot. Kelainannya merupakan X-linked recessive dan secara

klinis menyerang pria. Perjalan klinisnya ditandai dengan degenerasi dan atropi otot

Page 5: Translate Anest

skelet tanpa adanya rasa nyeri, yang bermanifestasi sebagai kelemahan dimulai dari usia

5 tahun. Pada usia menanjak remaja, pasien umumnya dibatasi dengan kursi roda, dan

kematian biasanya muncul di usia 20-an dengan kegagalan jantung kongestif.

1. Kadar serum kreatinin kinase meningkat dan seiring dengan progresi dari

degenerasi muscular. Pada tahap akhir dari penyakit, kadar kreatinin kinase

mendekati nilai normal karena adanya kehilangan massa otot yang signifikan.

2. Jantung (disfungsi sistolik progresif dan penipisan ventrikel) dan otot polos

(hipomotilitas gastrointestinal dengan melambatnya pengosongan lambung)

dipengaruhi dengan berbagai stadium.

3. Meskipun difragma terbagi, kelemahan otot assesorius menghasilkan pola yang

terbatas pada tes fungsi paru. Karena batuk menjadi terganggu, pneumonia adalah

komplikasi yang sering terjadi.

4. SCh dapat menyebabkan rhabdomyolysis massif, hiperkalemi, dan kematian. Studi

yang melibatkan NMBDs menunjukkan hasil yang beragam. Karena intensitas dan

durasi dari efek obat sulit untuk diprediksi, agen kerja pendek lebih dianjurkan. Agen

inhalasi volatile, terutama halotan particular, dapat memperberat efek depresi

miokardial. Hipertermi malignan muncul dengan peningkatan frekuensi, tetapi tidak

ada tes prediksi yang baikuntuk pasien beresiko. Keterlambatan pengosongan

lambung dan batuk yang tidak efektif membuat pasien berisiko yang lebih besar

untuk regurgutasi dan aspirasi. Pada pasca bedah, pasien-pasien ini memerlukan

fisioterapi pulmonary agresif untuk meyakinkan eliminasi sekresi yang adekuat.

Opioid, yang mana lebih jauh menekan pernapasan dalam dan batuk, harus digunakan

secara berhati-hati.

Page 6: Translate Anest

E. Sindrom miotonik adalah sekumpulan kelainan yang ditandai dengan defek pada

relaksasi otot skelet setelah stimulasi. Kontraksi persisten merupakan konsekuensi dari

pelepasan kalsium yang tidak efektif dari sitoplasma ke reticulum sakoplasma. Distrofi

miotonik adalah sindrom yang paling umum terjadi pada kelompok kelainan ini.

1. Pasien dengan distrofi miotonik memiliki keterlibatan yang progresif dan

kemerosotan dari tulang, jantung, dan otot polos di sepanjang tubuh, dengan usaha

bernafas yang melemah, pola restriktif pada tes fungsi paru, motilitas gastrointestinal

yang menurun. Gejala lain termasuk katarak, abnormalitas konduksi jantung,

kebotakan, dan retardasi mental.

2. Anestesi regional, agen penghambat neuromuscular, dan peningkatan kedalaman dari

anestesi umum tidak meringankan rigiditas dari otot miotonik. Kehamilan

memperberatkondisi ini, dan operasi SC umumnya diindikasikan karena disfungsi

otot rahim. Pasien-pasien ini sangat merasa sensitive dengan efek depresi nafas dari

opioid, benzodiazepine, dan agen inhalasi. Opioid yang diberikan secara neuroaxial

yang memiliki efek minimal pada fungsi respirasi pada orang normal dapat memiliki

efek yang sangat besar pada pasien-pasien ini. Seperti pasien dengan Duchenne

muscular dystrophy, pasien ini sering mengalami aritmia jantung dan peningkatan

risiko untuk henti jantung selama anestesi umum.

Page 7: Translate Anest

BACAAN YANG DISARANKAN

1. Ali, HH Savarese JJ. Monitoring of neuromuscular function. Anesthesiology

1976;45:216-249

2. Baraka A. onset of neuromuscular block in myasthenic patients. Br J Anaesth

1992; 69:227-228

3. Baraka A, Taha S, Yazbeck V, et al. vecuronium block in the myasthenic patient.

Influence of anticholinesterase therapy. Anaesthesia 1993;48:558-590

4. Belmont MR, Lien CA, Quessy S, et al. the clinical neuromuscular pharmacology

of 51W89 in patient receiving nitrious oxide/opioid/barbiturate anaesthesia.

Anasthesiologu 1995;82:1139-1145

5. Berg H, roed J, Viby-Mogensen J, et al. Residual neuromuscular block is a risk

factor for postoperative pulmonary complications. A prospective, randomize and

blinded study of postoperative pulmonary complications after atracurium,

vecuronium, dan pancuronium. Acta Anaesthesial Scand 1997;41:1095-1103

6. Chiu JW, White PF. The pharmacoeconomics of neuromuscular blocking drugs.

Anesth analg 2000;90:S19-S23

7. Eriksson LI. The effect of neuromuscular blockade and volatile anesthetic on the

control of ventilation. Anesth anlog 1999;89:243-251

8. Eriksson LI, Sundaman E, Olsson R, et al. Fungctional assessment of the pharynx

at rest and during swallowing in partially paralyzed humans. Anesthesiology

1997;87:1035-1043

Page 8: Translate Anest

9. Ibebunjo C, Martyn JA. Fiber atrophy but not changes in acetylcoline receptor

expression, contributes to the muscle dysfunction after immobilization. Crit Care

Med 1999;27:275-285

10. Kim C, Fuke N, Martyn JA. Burn injury to rat increase nicotinic acetylcoline

receptors in the diaphragm. Aneasthesiology. 1988;68:401-406

11. Kopman AF, Yee SY. Neuman GG. Relationship of the Train-of-For fade ratio to

clinical signs and symptomps of residual paralysis in awake volunteers.

Anaesthesiology 1997;86:765-771.

12. Lin RC, Scheller RH. Mechanism of synaptic vesicle exocytosis. Annu Rev Cell

Dev Biol 2000;16:19-49

13. Martyn JA, Richtsfeld m. succinycoline-induced Hyperkalemia in Acquires

Phatologic States. Anesthesiology 2006;104:158-169

14. Martyn JA, Vincent A. A new twist to myopathy of critical illness.

Anesthesiology 1999;91:337-339

15. Murphy GS, Szokol JW. Monitoring neuromuscular blockade. Int Anesthesional

Clin 2004;42(2):25-40

16. Murphy GS, Szokol JW, et al. residual paralysis at the time of tracheal extubation.

Anest Analg 2005;100:1840-1845

17. Pino RM. Neuromuscular blocker studies of critically ill patients. Intensive Care

Med 2002;28:1695-1697