Tetralogi Fallot 2

50
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MASALAH TETRALOGI FALLOT DISUSUN OLEH : Kelompok 2 1. APRIYANTO NIM. 04121303002 2. FAJAR KURNIA NINGSIH NIM. 04121303012 Dosen. MK. Ns. Antarini Indriansari, S.Kep. M.Kep

Transcript of Tetralogi Fallot 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

MASALAH TETRALOGI FALLOT

DISUSUN OLEH :

Kelompok 2

1. APRIYANTO NIM. 04121303002

2. FAJAR KURNIA NINGSIH NIM. 04121303012

Dosen. MK. Ns. Antarini Indriansari, S.Kep. M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2012/2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena

kita telah diberikan suatu nikmat yaitu kesehatan sehingga kita dapat

menyelesaikan makalah asuhan keperawatan pada anak dengan masalah tetralogi

fallot dalam mata kuliah Keperawatan Anak, serta tak lupa shalawat beriring

salam kita kirimkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW karena

berkat perjuangan beliau kita sama-sama dapat merasakan alam yang penuh

dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat ini.

Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu

dalam penyelesaian makalah tersebut. Terutama kepada ibu Ns. Antarini

Indriansari, S.Kep. M.Kep, serta kepada teman-teman yang juga telah membantu

dalam penyelesaian makalah ini.

Jika dikemudian hari terdapat kesalahan kami mohon maaf yang sebesar-

besarnya, serta kami mohon kritik dan saran dari segenap pembaca sekalian.

Demikian yang dapat kami uacapkan lebih dan kurang kami ucapkan terima kasih.

Indralaya, Maret 2012

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

KATA PENGANTAR........................................................................................... ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 1

1.3 Tujuan................................................................................................ 1

1.4 Manfaat.............................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2

2.1 Penyakit Jantung Bawaan................................................................... .2

2.2 Definisi Tetralogi Fallot.................................................................... 5

2.3 Etiologi.............................................................................................. 7

2.4 Patofisiologi....................................................................................... 8

2.5 Pathway Tetralogi Fallot....................................................................11

2.6 Manifestasi Klinis..............................................................................12

2.7 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................13

2.8 Komplikasi.........................................................................................14

2.9 Pengobatan.........................................................................................14

2.10 Penatalaksanaan...............................................................................15

BAB III ASUHAN KEPERERAWATAN TETRALOGI FALLOT..............18

3.1 Pengkajian Keperawatan...................................................................18

3.2 Diagnosa Keperawatan......................................................................20

3.3 Tujuan................................................................................................20

3.4 Intervensi...........................................................................................22

3.5 Evaluasi..............................................................................................24

3.6 Discharge Planning............................................................................25

BAB IV PENUTUP..............................................................................................26

4.1. Kesimpulan........................................................................................26

4.2. Saran..................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................27

LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap orangtua pasti menginginkan anaknya lahir dalam keadaan yang

sehat. Ada sebagian orangtua yang harus rela menerima kenyataan bahwa anak

yang dikandungnya lahir dalam keadaan yang tidak normal. Ketidaknormalan

yang dibawa sejak lahir ini biasa disebut dengan kelainan bawaan, salah satunya

adalah penyakit jantung bawaan. Penyakit Jantung Bawaan (PJB) dapat diartikan

kelainan jantung yang sudah terjadi sebelum anak dilahirkan. Karena terdapat

kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir

akibat gangguan atau kegagalan perkembangan stuktur jantung pada fase awal

perkembangan janin. Angka kejadian penyakit jantung bawaan sekitar 8-10 bayi

dari 1000 kelahiran hidup, 30% gejala timbul pada minggu pertama kehidupan

dan 50% meninggal pada bulan pertama kehidupan. Dapat diperkirakan apabila

penduduk Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta jiwa maka angka

PJB sekitar 30.000 bayi tiap tahun (Indriwanto, 2007).

Pada 111.225 jumlah kelahiran, 921 anak ditemukan mengalami PJB.

Kondisi yang paling sering ditemukan adalah Ventricular Septal Defect atau VSD

(33%), Ostium Secundum Atrial Septal Defects (18%), dan Pulmonary Valve

Abnormalities (10%). Sembilan puluh sembilan persen anak telah melalui operasi

bedah jantung ataupun intervensi kateter, pada penelitian ini diketahui 4% dari

anak tersebut meninggal. Daya tahan hidup pada umur 6 bulan sampai satu tahun

adalah 96% - 97% dan seterusnya tetap stabil. Dibandingkan dengan defek

jantung lainnya mortalitas lebih tinggi pada kondisi Univentricular Physiology,

Pulmonary Atresia dengan Ventricular Septal Defect atau VSD, Left Ventricle

Outflow Obstruction dan Tetralogy of Fallot (Indriwanto, 2007).

Penyakit jantung congenital bisa terjadi pada anak-anak didunia tanpa

melihat kedudukan sosial ekonomi. Kejadian ini berlaku antara 8-10 kasus setiap

1000 kelahiran hidup. Jika seorang anak terjangkit, kadar berulangnya kejadian ini

pada anaknya nanti ialah antara 4,9-16% (Indriwanto, 2007).

Penyakit jantung congenital merupakan 42% dari keseluruhan kecacatan

kelahiran, lebih kurang 10-15% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Diantara

penyakit jantung bawaan  sianotik, Tetralogi Fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi

fallot (TF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan.

Tetralogi Fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak

setelah defek septum ventrikel, defek septum atrium dan duktus arteriosus

persisten. Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak

diketahui secara pasti. Namun diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebabnya

adalah multifaktor (Sjaifoellah, 1996).

Setiap anak yang lahir dengan deformitas ataupun kelainan dapat

mengakibatkan ancaman pada kehidupan dan karir serta berakibat kecemasan

berlebihan dan stress. PJB merupakan salah satu kelainan bawaan terbanyak dan

mengakibatkan berbagai masalah tertentu pada keluarga.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan keperawatan  ini

adalah bagaimana seharusnya tindakan asuhan keperawatan pada kasus tetralogi

fallot ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada kasus tetralogi fallot.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengkajian pada kasus tetralogi fallot

2. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada kasus tetralogi fallot

3. Untuk mengetahui rencana keperawatan pada kasus tetralogi fallot

4. Untuk mengetahui tindakan keperawatan pada kasus tetralogi fallot

5. Untuk mengetahui evaluasi asuhan keperawatan pada kasus tetralogi fallot

1.4 Manfaat

1. Sebagai acuan bagi mahasiswa agar dapat menambah pengetahuan

khusunya tentang penyakit tetralogi fallot

2. Untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapatkan selama

mengikuti pendidikan

3. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, serta kemampuan penulis dalam

memaparkan dan menjelaskan tentang penyakit tatralogi fallot

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Jantung Bawaan

Penyakit jantung bawaan merupakan hasil dari abnormalitas struktur atau

fungsi sistem kardiovaskuler sewaktu lahir. Pada sebagian besar kasus tertentu,

defek struktural dapat ditandakan pada gangguan spesifik perkembangan

embriologis yang normal (Sjaifoellah, 1996).

Insiden penyakit jantung kongenital/Congenital Heart Disease (CHD)

sebanyak kira-kira 8 diantara 1000 kelahiran hidup dan menjadi lebih tinggi

apabila katup aorta bikuspidal diikutsertakan. Sekitar 1/3 kasus kondisi sakit yang

kritis terjadi pada awal kehidupan. Kelainan ekstrakardia yang mengikuti terjadi

pada sekitar ¼ bayi dengan CHD. Pada sindroma Down, misalnya, ditemukan

insiden yang tinggi dari defek septum atrium atau septum ventrikel, atau paten

duktus arteriosus (Underwood, 2000).

Pada sekitar 80% kasus, penyebab penyakit jantung kongenital tidak

diketahui. Faktor lingkungan seperti infeksi virus pada ibu (terutama rubella),

peminum kronis, dan obat seperti thalidomide, semuanya jelas berhubungan

dengan CHD. Faktor ini sangat penting pada umur kehamilan minggu  keempat

sampai kesembilan setelah konsepsi. Selama periode tersebut, ruang atrium dan

ventrikel mengalami pemisahan oleh septum, katup jantung mengalami

pembentukan dan trunkus arteriosus yang primitif terbagi menjadi aorta dan arteri

pulmonalis. Insiden CHD menunjukkan kenaikan pada ibu penderita DM yang

insulin-dependen atau fenilketonuria. Walau ditemukan hubungan yang lemah

antara insiden kelainan dengan jantung bawaan dengan faktor keturunan

hubungan ini jelas terlihat; umumnya hanya satu dari sepasang kembar monozigot

yang terkena. Resiko lesi jantung kongenital pada keturunan individu yang

terkena berbeda-beda tergantung pada sifat defek, misalnya dari 2% yang

mempunyai koarktasio aorta ditemukan sekitar 4%-nya merupakan defek septum

ventrikuler. Apabila dua atau lebih anggota keluarga yang terkena, resiko

kelihatannya lebih tinggi dan pada kejadian ini, dianjurkan untuk mengadakan

konsultasi genetik. Distribusi defek tidak secara umum mengikuti pola yang jelas

dari hukum Mendel (Sadler, 2000).

Tabel I. Jenis proporsi penyakit jantung kongenital

No. Jenis penyakit jantung kengenital Jumlah %

1. Atrial Septal Defect (ASD) 51 62,96

2. Ventricular Septal Defect (VSD) 10 122,34

3. Patent Ductus Arteriosus (PDA) 9 11,11

4. Stenosis Pulmoner (SP) 4 4,93

5. Tetralogi Fallot (TF) 4 4,93

6. Coarctatio Aortae (CA) 2 2,46

7. Transposisi Pembuluh Darah Besar (TPB) 1 1,27

Total 81 100

(Sjaifoellah, 1996).

Menurut Underwood (2000), gambaran klinis dan patologis yang menonjol

dari penyakit jantung bawaan adalah:

1. Makan yang kurang, kegagalan perkembangan dan tidak baiknya

pertumbuhan

2. Penyakit respiratorius atau takipnea

3. Sianosis

4. Clubbing finger (jari tabuh)

5. Polisitemia (peningkatan jumlah sel darah : eritrosit, leukosit dan trombosit

dalam darah)

6. Gagal jantung

7. Hipertensi pulmonalis

8. Endokarditis infeksiosa

2.2 Definisi Tetralogi Fallot

Tetralogi fallot adalah kelainan anatomi yang disebabkan oleh kesalahan

dari perkembangan infundibulum ventrikel kanan. Kelainan ini pertama kali

dilaporkan oleh Fallot (1888).

Tetralogi Fallot adalah kelainan jantung sianotik paling banyak yang tejadi

pada 5 dari 10.000 kelahiran hidup. Tetralogi Fallot umumnya berkaitan dengan

kelainan jantung lainnya seperti defek septum atrial (Sjaifoellah, 1996).

Menurut Sadler (2000), Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan

tipe sianotik. Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi

defek atau lubang  dari bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat antara

rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama besar dengan

lubang aorta. Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi

sebagai berikut :

1. Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga

ventrikel.

2. Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang

keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal

dan menimbulkan penyempitan.

3. Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel

kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta  keluar

dari bilik kanan.

4. Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena

peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal.

2.3 Etiologi

Menurut Sjaifoellah (1996), kebanyakan penyebab dari kelainan jantung

bawaan tidak diketahui. Biasanya, melibatkan berbagai faktor. Faktor prenatal

yang berhubungan dengan resiko terjadinya tetralogi fallot adalah :

a. Selama hamil, ibu menderita rubella (campak Jerman) atau infeksi virus

lainnya

b. Gizi buruk selama hamil

c. Ibu yang alkoholik

d. Usia ibu di atas 40 tahun

e. Ibu menderita diabetes

Tetralogi Fallot lebih sering ditemukan pada anak-anak yang menderita

Down Sindrom. Tetralogi Fallot dimasukkan ke dalam kelainan jantung sianotik

karena terjadi pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen ke seluruh

tubuh, sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruan) dan sesak napas

(Sjaifoellah, 1996).

Mungkin gejala sianosis baru timbul di kemudian hari, di mana bayi

mengalami serangan sianotik karena menyusu atau menangis. Tetralogi Fallot

terjadi pada sekitar 50 dari 100.000 bayi dan merupakan kelainan jantung bawaan

nomor 2 yang paling sering terjadi (Sjaifoellah, 1996).

Menurut Mansjoer (2000), pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit

jantung bawaan tidak diketahui secara pasti. Diduga karena adanya faktor

endogen dan eksogen. Faktor–faktor tersebut antara lain :

Faktor endogen

1. Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom 

2. Anak yang lahir sebelumnya menderita  penyakit jantung bawaan

3. Adanya  penyakit tertentu dalam keluarga seperti  diabetes mellitus,

hipertensi, penyakit jantung  atau kelainan bawaan

Faktor eksogen

1. Riwayat  kehamilan  ibu  : sebelumnya  ikut program KB oral atau suntik,

minum obat-obatan tanpa resep dokter (thalidmide, dextroamphetamine,

aminopterin, amethopterin, jamu)

2. Ibu menderita penyakit infeksi :  rubella

3. Pajanan terhadap sinar X

Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen  tersebut

jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari

90% kasus penyebab adalah  multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap

faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena

pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.

  

2.4 Patofisiologi

Mulai akhir minggu ketiga sampai minggu keempat kehidupan intrauterine,

trunkus arteriosus terbagi menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Pembagian

berlangsung sedemikian, sehingga terjadi perputaran seperti spiral dan akhirnya

aorta akan berasal dari posterolateral sedangkan pangkal arteri pulmonalis terletak

antero-medial. Septum yang membagi trunkus menjadi aorta dan arteri pulmonalis

kelak akan bersama-sama dengan endokardial cushion serta bagian membrane

septum ventrikel, menutup foramen interventrikel. Pembagian ventrikel tunggal

menjadi ventrikel kanan dan kiri terjadi antara minggu ke-4 dan minggu ke-8 (Staf

IKA, 2007).

Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta yang

abnormal (overriding), timbulnya infundibulum yang berlebihan pada jalan keluar

ventrikel kanan, serta terdapatnya defek septum ventrikel karena septum dari

trunkus yang gagal berpartisipasi dalam penutupan foramen interventrikel.

Dengan demikian dalam bentuknya yang klasik, akan terdapat 4 kelainan, yaitu

defek septum ventrikel yang besar, stenosis infundibular, dekstroposisi pangkal

aorta dan hipertrofi ventrikel kanan (Staf IKA, 2007).

Kelainan anatomi ini bervariasi luas, sehingga menyebabkan luasnya variasi

patofisiologi penyakit. Secara anatomis tetralogi fallot terdiri dari septum

ventrikel subaortik yang besar dan stenosis pulmonal infundibular. Terdapatnya

dekstroposisi aorta dan hipertrofi ventrikel kanan adalah akibat dari kedua

kelainan terdahulu. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung

pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya

infundibular, pada 10-25% kasus kombinasi infundibular dan valvular dan 10%

kasus hanya stenosis valvular. Selebihnya ialah stenosis pulmonal perifer (Staf

IKA, 2007).

Menurut Staf IKA (2007), dekstroposisi pangkal aorta (overriding aorta)

bukan merupakan condition sine qua non untuk penyakit ini. Hubungan letak

aorta dan arteri pulmonalis masih di tempat yang normal, overriding aorta terjadi

karena pangkal aorta berpindah kearah anterior mengarah ke septum. Derajat

overriding ini lebih mudah ditentukan secara angiografis daripada waktu

pembedahan atau autopsy. Klasifikasi overriding menurut Kjellberg :

1. Tidak terdapat overriding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah ke

belakang ventrikel kiri.

2. Pada overriding 25% sumbu aorta asenden ke arah ventrikel sehingga lebih

kurang 25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan

3. Pada overriding 50% sumbu aorta mengarah ke septum sehingga 50%

orifisium aorta menghadap ventrikel kanan

4. Pada overriding 75% sumbu aorta asenden mengarah ke depan ventrikel

kanan, septum sering berbentuk konveks ke arah ventrikel kiri, aorta sangat

melebar, sedangkan ventrikel kanan berongga sempit

Derajat overriding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat

stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri. Juga sangat menentukan sikap

pada waktu pembedahan. Arkus aorta yang berada di sebelah kanan disertai knob

aorta dan aorta desenden di kanan terdapat pada 25% kasus. Pada keadaan ini

arteria subklavia kiri yang berpangkal di hemithorax kanan biasanya menyilang di

depan esophagus, kadang disertai arkus ganda. Pada tetralogi fallot dapat terjadi

kelainan arteri koronaria. Arteri koronaria yang letaknya tidak normal ini bila

terpotong waktu operasi dapat berakibat fatal. Sirkulasi kolateral di paru pada

tetralogi fallot yang terbentuk tergantung pada kurangnya aliran darah ke paru.

Pembuluh kolateral berasal dari cabang-cabang arteria bronkialis. Pada keadaan

tertentu jumlah kolateral sedemikian hebat sehingga menyulitkan tindakan bedah.

Pembuluh kolateral tersebut harus diikat sebelum dilakukan pintasan

kardiopulmonal (Staf IKA, 2007).

Pengembalian vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan

berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis

pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati cacat septum ventrikel

tersebut ke dalam aorta. Akibatnya terjadi ketidakjenuhan darah arteri dan sianosis

menetap. Aliran darah paru-paru, jika dibatasi hebat oleh obstruksi aliran keluar

ventrikel kanan, dapat memperoleh pertambahan dari sirkulasi kolateral bronkus

dan kadang dari duktus arteriosus menetap (Staf IKA, 2007).

(Mansjoer, Arief, dkk.2000 kapita selekta kedokteran)

2.5

Takut pada anak Kecemasan

anak

Kurang pengetahuan klg ttg cara merawat anak dengan tetralogi fallot Kecemasan orang tua,perubahan proses keluarga, koping keluarga

inefektif

2.6 Manifestasi Klinis

Menurut Underwood (2000), gejala yang timbul tergantung dari derajat

stenosis pulmonal, ventrikel septal defek (VSD), dan resistensi vaskular sistemik.

Gejalanya bisa berupa :

1. Terjadi gangguan pertumbuhan, kadang terjadi sirkulasi kolateral ke paru

sehingga dapat mempertahankan pertumbuhan

2. Bayi mengalami kesulitan untuk menyusu

3. Sianosis. Sianosis yang terjadi simetris, akibat pirau dari ventrikel kanan ke

ventrikel kiri melalui defek besar yang non restriktif

4. Jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang karena kulit atau tulang di

sekitar kuku jari tangan membesar)

5. Sesak napas jika melakukan aktivitas

6. Setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok (squating)

Gambaran klinis sering khas. Karena aorta menerima darah yang kaya

oksigen dari ventrikel kiri dan yang tanpa oksigen dari ventrikel kanan, maka

terjadilah sianosis. Stenosis pulmonalis membatasi aliran darah dari ventrikel

kanan ke dalam paru-paru dan apabila ini berat, untuk kelangsungan hidupnya

hanya mungkin apabila duktus arteriosus tetap terbuka. Bising sistolik diakibatkan

baik oleh defek septum ventrikuler atau, bila berat, stenosis pulmonalis. Seperti

juga pada seluruh penderita yang hipoksia, konsentrasi hemoglobin menunjukkan

kenaikan. Gagal jantung kanan tidak dapat dihindari dan endokarditis bakterialis

akan terjadi. Anak yang menderita dispnea akibat tetralogi fallot kadang-kadang

mempunyai posisi tubuh yang khas akibat penyesuaian, dimana kedua kaki

diletakkan berdekatan dengan sendi paha, atau duduk dengan posisi “kaki-dada”.

Keadaan ini akan meningkatkan aliran balik vena dari tungkai bawah atau, lebih

spekulatif, untuk mengurangi perfusi arteri perifer, yang karenanya akan

meningkatkan aliran melalui duktus arteriosus atau defek septum ventrikuler ke

sirkulasi sebelah kanan. Sebelum ada pengobatan operasi yang maju, sebagian

besar penderita akan meninggal dunia (Underwood, 2000).

Menurut Sjaifoellah (1996), tanda-tanda Tetralogi Fallot yang dapat

dipergunakan untuk menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut :

1. Gambaran jantung normal/kecil dan tidak hiperaktif.

2. Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras terutama di daerah garis

sternal kiri bagian tengah, bunyi II tunggal dan keras. Apabila stenosis

pulmoner berat, bising akan lebih lemah daripada bising secara kontinu pada

PDA, atau kolateral bronkial dapat terdengar.

3. EKG menunjukkan Right Ventricular Hypertrophy (RVH) dan aksis bergeser

ke kanan.

4. Foto rontgen menunjukkan besar jantung normal, apeks terangkat ke atas.

Terdapat cekungan pada lokasi arteri pulmonal yang memberikan gambaran

pedang sabit (coeuren sabot appearance). Vaskularisasi paru akan menurun

dan tampak pembesaran ventrikel kanan pada proyek foto rontgen lateral.

5. Ekokardiogram memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan

dilatasi ventrikel kanan, bahkan Ventricular Septal Defect atau VSD juga

terlihat. Komplikasi Tetralogi Fallot yang paling sering ialah Cerebro

Vascular Disease (CVD) lebih sering terjadi pada tahun pertama dan erat

hubungannya dengan trombus yang terjadi akibat polisitemia dan hypoxic

spell. Abses serebral lebih sering terjadi pada tahun ke-2. Hal ini erat

hubungannya dengan bakteri dan virus yang melewati Ventricular Septal

Defect atau VSD ke jantung kanan tanpa disaring oleh paru-paru.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mansjoer (2000), pemeriksaaan penunjang untuk penyakit tetralogi

fallot adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan laboratorium

Ditemukan  adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)  akibat

saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18

gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA  menunjukkan peningkatan

tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen

(PO2) dan penurunan PH. Pasien dengan Hb dan Ht normal atau rendah 

mungkin menderita defisiensi besi.

2. Radiologis

Sinar  X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak

ada pembesaran jantung. Gambaran khas jantung tampak apeks jantung

terangkat sehingga seperti sepatu.

3. Elektrokardiogram

Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula

hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal.

4.  Ekokardiografi

Memperlihatkan  dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel

kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis dan penurunan aliran darah ke

paru-paru.

5. Kateterisasi

Diperlukan sebelum tindakan pembedahan  untuk mengetahui defek septum

ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis

pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan

tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.

6. Gas darah : adanya penurunan saturasi oksigen dan penurunan PaO2.

2.8 Komplikasi

Menurut Staf IKA (2000), komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit

tetralogi fallot adalah sebagai berikut:

1. Trombosis pulmonal

2. Cerebro Vascular Disease (CVD) trombosis

3. Abses otak

4. Perdarahan

5. Anemia relatif

2.9 Pengobatan

Menurut Staf IKA (2007), walaupun hampir semua pasien tetralogi fallot

memerlukan tindakan bedah, namun terapi konservatif tidak boleh diabaikan

sebelum pembedahan dilakukan. Pencegahan dan penanggulangan dehidrasi

sangat penting untuk menghindari hemokonsentrasi yang berlebihan serta

trombosis. Pengobatan akut serangan sianotik meliputi:

1. Meletakan pasien dalam posisi menungging (knee chest position), sambil

mengamati bahwa pakaian yang melekat tidak sempit

2. Pemberian O2

3. Koreksi asidosis metabolik dengan NaHCO3

4. Pemberian propanolol 0,1 mg/kgBB intra vena

5. Pemberian morfin subkutan atau IV 0,1 mg/kgBB

Pemulihan akan berlangsung dengan cepat, demikian pula pH nya kembali

kepada keadaan normal. Pengukuran pH darah yang berulang diperlukan, karena

kekambuhan asidosis sering ditemukan. Untuk mencegah terulangnya serangan

sianotik diberikan propanolol per oral 1-2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis,

dengan hasil yang sangat baik pada beberapa penderita dengan serangan hebat,

terutama yang disertai takikardi. Serangan sianotik lebih sering terjadi pada pasien

dengan anemia, maka  bila terdapat anemia relatif akibat defisiensi besi perlu

diberikan preparat besi sampai kadar hemoglobin mencapai 16-18 g/dl dan

hematokrit 55-65%.

2.10 Penatalaksanaan

Tindakan operasi dianjurkan untuk semua pasien Tetralogi Fallot.

Kateterisasi dan angiografi dibutuhkan untuk konfirmasi diagnosis, terapi

terutama untuk mengevaluasi struktur anatomik intrakardiak dan hubungannya

dengan pembuluh jantung besar (Sjaifoellah, 1996).

Pengobatan medis hanya diberikan pada usia muda, menunggu sampai

koreksi total dilakukan. Usia ideal untuk koreksi total adalah 4-5 tahun, tetapi bila

sianosis berat dan hypoxiic spells terjadi maka operasi dapat dilakukan juga pada

bayi atau usia janin lebih muda (Sjaifoellah, 1996).

Apabila koreksi total belum dapat dilakukan sedangkan spells dan sianosis

sangat berat, dapat dilakukan aliran darah pintas sistemik pulmoner. Hal ini

dilakukan untuk meningkatkan aliran darah pulmoner, dengan harapan koreksi

total dapat dilakukan kemudian. Aliran pintas yang banyak dilakukan adalah

operasi Blalock-Taussig (Sjaifoellah, 1996).

Menurut Sjaifoellah (1996), pada usia muda sebelum koreksi total,

pengobatan dan tindakan yang dapat dilakukan, ialah :

1. Memberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya endokarditis

2. Memberikan propranolol untuk mencegah spell

3. Mengobati atau melakukan operasi bila mungkin, untuk mencegah terjadinya

abses otak

4. Melakukan flebotomi, bila hematokrit > 65%

Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan

untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :

1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah

2. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat

pernafasan dan mengatasi takipneu

3. Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis

4. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena

permasalahan bukan karena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke

paru menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea,

sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat

dilanjutkan dengan pemberian :

a. Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut

jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10

ml cairan dalam spuit, dosis awal/ bolus diberikan separuhnya, bila

serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit

berikutnya.

b. Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja

meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedative.

c. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam

penanganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat

meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan

aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.

5. Lakukan selanjutnya :

1. Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan sianotik

2. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi

3. Hindari dehidrasi

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

MASALAH TETRALOGI FALLOT

3.1 Pengkajian Keperawatan

Anamnesa

a. Riwayat kehamilan :

Ditanyakan apakah ada faktor endogen dan eksogen.

Faktor Endogen :

1. Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom

2. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan

3. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes mellitus,

hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan

Faktor eksogen : riwayat kehamilan ibu

1. Sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan

tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine. aminopterin,

amethopterin, jamu)

2. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella

3. Pajanan terhadap sinar X

b. Riwayat tumbuh

Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena

fatique selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat

dari kondisi penyakit. Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak

dapat berjalan, setelah berjalan beberapa lama anak akan berjongkok

dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.

c. Riwayat psikososial/ perkembangan

1. Kemungkinan mengalami masalah perkembangan

2. Mekanisme koping anak/ keluarga

3. Pengalaman hospitalisasi sebelumnya

(Carpenito, 2001)

d. Pemeriksaan fisik

1. Akivitas dan istirahat

Gejala : malaise, keterbatasan aktivitas/ istirahat karena

kondisinya.

Tanda : ataksia, lemas, masalah berjalan, kelemahan umum,

keterbatasan dalam rentang gerak.

2. Sirkulasi

Gejala : takikardi, disritmia.

Tanda : adanya clubbing finger setelah 6 bulan, sianosis pada

membran mukosa, gigi sianotik.

3. Eliminasi

Tanda : adanya inkontinensia dan atau retensi.

4. Makanan/ cairan

Tanda : kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan, sulit

menyusu.

Gejala : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa

kering.

5. Hygiene

Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.

6. Neurosensori

Tanda : kejang, kaku kuduk.

Gejala : tingkat kesadaran letargi hingga koma bahkan kematian.

7. Nyeri/ keamanan

Tanda : sakit kepala berdenyut hebat pada frontal, leher kaku.

Gejala : tampak terus terjaga, gelisah, menangis/ mengaduh/

mengeluh.

8. Pernafasan

Tanda : auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah

pulmonal yang semakin melemah dengan bertambahnya

derajat obstruksi.

Gejala : dyspnea, napas cepat dan dalam.

9. Nyeri/ keamanan

Tanda : sianosis, pusing, kejang.

Gejala : suhu meningkat, menggigil, kelemahan secara umum.

(Doengoes, 2000).

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan aliran darah ke

pulmonal

2. Penurunan cardiac output berhubungan dengan sirkulasi yang tidak efektif

sekunder dengan adanya malformasi jantung

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan sirkulasi (anoxia

kronis, serangan sianotik akut)

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan pemenuhan

O2 terhadap kebutuhan tubuh

5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan oksigenasi

tidak adekuat, kebutuhan nutrisi jaringan tubuh, isolasi sosial

(Herdman dalam NANDA, 2012-2014).

3.3 Tujuan

1. Diagnosa I : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan

aliran darah ke pulmonal

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas

kembali lancar

NOC : Respiratory status : Gas exchange

Kriteria hasil :

a. Oksigen yang adekuat

b. Bebas dari tanda distress pernafasan

c. TTV, AGD dalam rentang normal

2. Diagnosa II : Penurunan cardiac output berhubungan dengan sirkulasi yang

tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung

Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama proses keperawatan diharapkan

curah jantung efektif

NOC : Status Sirkulasi

Kriteria hasil :

a. Sistolik dan diastolik dalam batas normal

b. Denyut jantung dalam batas normal

c. Oedema perifer tidak ada

d. Gas darah dalam batas normal

3. Diagnosa III : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

sirkulasi (anoxia kronis, serangan sianotik akut)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama proses keperawatan diharapkan

perfusi jaringan efektif

NOC : Perfusi jaringan perifer

Kriteria hasil :

a. Fungsi otot utuh

b. Kulit dan warna kulit normal, CRT < 2 detik

c. Denyut perifer proximal dan distal kuat dan simetris

4. Diagnosa IV : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

pemenuhan O2 terhadap kebutuhan tubuh

Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama proses keperawatan diharapkan

masalah intoleransi aktivitas dapat teratasi

NOC : Intoleransi aktivitas teratasi

Kriteria Hasil :

a. Dapat melakukan aktivitas sesuai dengan batas kemampuan

b. Dapat tidur nyenyak malam hari

c. Dapat terlihat lebih segar ketika terbangun

5. Diagnosa V : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan

dengan oksigenasi tidak adekuat, kebutuhan nutrisi jaringan tubuh, isolasi

sosial

Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama proses keperawatan diharapkan

pertumbuhan dan perkembangan dapat mengikuti kurva tumbuh kembang

sesuai dengan usia

NOC : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

Kriteria hasil :

a. Anak usia 6 bulan dapat merangkak, duduk dengan bantuan,

menggenggam dan memasukkan benda ke mulut

b. Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas dan rata-rata masa

tubuh berada dalam batas normal sesuai usia

c. Dapat berinteraski dengan keluarga

(Nurjannah, 2010).

3.4 Intervensi

1. Diagnosa I : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan

aliran darah ke pulmonal

NIC : Respiratory monitoring

Intervensi :

a. Lakukan observasi terhadap TTV dan AGD klien

b. Kaji frekuensi dan kedalaman serta usaha saat bernafas.

c. Kolaborasi pemberian terapi oksigen dengan benar misal (dengan nasal

canul)

2. Diagnosa II : Penurunan cardiac output berhubungan dengan sirkulasi yang

tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung

NIC : Regulasi Hemodinamik

Intervensi :

a. Pantau denyut perifer, waktu pengisian kapiler dan suhu serta warna

ekstremitas

b. Pantau dan dokumentasikan denyut jantung, irama dan nadi

c. Pantau asupan/ haluaran urin dan berat badaan pasien dengan tepat

d. Minimalkan/ hilangkan stressor lingkungan

e. Pasang kateter jika diperlukan

3. Diagnosa III : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

sirkulasi (anoxia kronis, serangan sianotik akut)

NIC : Perawatan sirkulasi

Intervensi :

a. Kaji sirkulasi perifer secara komprehensif

b. Pantau status cairan meliputi asupan dan haluaran

c. Rendahkan ekstremitas untuk meningkatkan sirkulasi arteri yang tepat

d. Pantau pengisian kapiler suplai darah kembali normal jika CRT < 2

detik (CRT) dan menandakan suplai O2 kembali normal

4. Diagnosa IV : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

pemenuhan O2 terhadap kebutuhan tubuh

NIC : Respons kardiovascular/ pulmonal

Intervensi :

a. Ikuti pola istirahat pasien, hindari pemberian intervensi pada saat

istirahat

b. Lakukan perawatan dengan cepat, hindari pengeluaran energi berlebih

dari pasien

c. Bantuan pasien memilih kegiatan yang tidak melelahkan

d. Hindari perubahan suhu lingkungan yang mendadak

e. Kurangi kecemasan pasien dengan memberi penjelasan yang

dibutuhkan pasien dan keluarga

f. Respon perubahan keadaan psikologis pasien (menangis, murung, dll)

dengan baik

5. Diagnosa V : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan

dengan oksigenasi tidak adekuat, kebutuhan nutrisi jaringan tubuh, isolasi

sosial.

NIC : Status pertumbuhan dan perkembangan

Intervensi :

a. Sediakan kebutuhan nutrisi adekuat

b. Monitor BB/ TB, buat catatan khusus sebagai monitor

c. Kolaborasi intake Fe dalam nutrisi

(Nurjannah, 2010).

3.5 Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka diharapkan pasien dalam

keadaan normal, seperti:

1. Tanda-tanda vital normal sesuai umur

2. Tidak ada dyspnea, napas cepat dan dalam, sianosis, gelisah/ letargi,

takikardi, mur-mur

3. Pasien komposmentis

4. Akral hangat

5. Pulsasi perifer kuat dan sama pada kedua ekstremitas

6. Capilary refill time < 3 detik

7. Urin output 1-2 ml/kgBB/jam

8. Anak mau berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dijadwalkan

9. Anak mencapai peningkatan toleransi aktivitas sesuai umur

10. Fatiq dan kelemahan berkurang

11. Anak dapat tidur dengan lelap

12. Anak menunjukkan penambahan BB sesuai dengan umur

13. Peningkatan toleransi makan

14. Anak dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan

15. Hasil lab tidak menunjukkan tanda malnutrisi. Albumin, Hb

16. Mual muntah tidak ada

17. Anemia tidak ada

(Betz, Cecily Lynn and Sowden, Linda A. 2009).

3.6 Discharge Planning

1. Berikan penkes tentang cara-cara menghadapi gejala yang timbul.

2. Menyusui/menyuapi anak secara perlahan.

3. Memberikan porsi makan yang lebih kecil tetapi lebih sering.

4. Mengurangi kecemasan anak dengan tetap bersikap tenang.

5. Menghentikan tangis anak dengan cara memenuhi kebutuhannya.

6. Membaringkan anak dalam posisi miring dan kaki ditekuk ke dada selama

serangan sianosis.

7. Segera bawa anak ke pusat pelayanan kesehatan terdekat bila terjadi

serangan ulang.

(Underwood, 2000).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kombinasi kelainan kongenital yang dikenal sebagai tetralogi fallot antara

lain defek septum ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katup pulmoner, dan

hipertrofi ventrikel kanan. Penyebab tetralogi fallot terdiri dari 2 faktor, yaitu

endogen dan eksogen. Anak dengan tetralogi fallot umumnya akan mengalami

keluhan sesak saat beraktivitas, berat badan bayi yang tidak bertambah, clubbing

fingers, dan sianosis. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan darah,

foto thorax, elektrokardiografi, ekokardiografi.

3.2 Saran

1. Diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu bahan bacaan yang dapat

memberikan ilmu pengetahuan tentang penyakit tetralogi fallot

2. Diharapkan makalah ini dapat diaplikasikan dengan baik kepada pasien

tetralogi fallot

3. Diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi dan sumber bacaan

yang dapat memberikan wawasan dan pengetahuan tentang penyakit

tetralogi fallot

Bagaimana Program KB dapat menyebabkan penyakit

Tetralogy Fallot ????

Pada penelitian yang dilakukan awal tahun 1950 diketahui bahwa pemberian

progesteron per oral pada hari ke 5 sampai ke 25 siklus haid dapat menghambat

ovulasi, sehingga dapat digunakan untuk keperluan kontrasepsi. Kontrasepsi

hormonal dapat diberikan secara oral dan suntikan. Kontrasepsi oral yang

diproduksi adalah dalam bentuk pil. Pil hormonal untuk kontrasepsi yang

digunakan saat ini tidak berasal dari estrogen dan progesteron alamiah, melainkan

dari steroid sintetik. Estrogen yang banyak digunakan untuk pil kontrasepsi adalah

etinil estradiol dan mestranol. Setiap zat ini mempunyai ikatan etinil sehingga

tidak mudah berubah dalam sistem vena portal bila digunakan secara oral dan

mempunyai waktu paruh yang cukup lama dalam darah. Pil hormonal yang

diproduksi terdiri atas komponen estrogen dan progestagen (progesteron sintetik),

atau salah satu dari komponen itu. Pil ini digunakan tanpa masa istirahat yang

terdiri dari 35 tablet. Pada beberapa kondisi, kadar progesteron akan menetap di

dalam tubuh sehingga meskipun penggunaannya telah dihentikan masih

mempunyai efek kontrasepsi yang berbeda antar individu. Kadar hormonal yang

menetap diduga sebagai penyebab terjadinya PJB tipe konotrunkal. Penyakit

Jantung Bawaan tipe konotrunkal merupakan kelainan struktur jantung dan atau

pembuluh darah yang disebabkan kerusakan maupun kegagalan pada outflow

ventrikular. Penyakit Jantung Bawaan tipe konotrunkal yang dapat dijumpai pada

anak, yaitu:

1. Tetralogy of Fallot

2. Double Outlet Right Ventricle

3. Transposition of the Great Arteries

4. Persistent Truncus Arteriosus

Penyakit Jantung Bawaan dengan Jenis Tetralogi Fallot Page 31

Patofisiologi dan Hubungan Kontrasepsi Oral dengan PJB Tipe Konotrunkal

Kontrasepsi hormonal diberikan dengan indikasi yang bervariasi, termasuk untuk

terapi kehamilan. Paparan dengan kontrasepsi oral sebelum kehamilan atau pada

saat hamil trimester pertama dapat menimbulkan masalah jantung seperti

kardiopati. Beberapa penelitian menyatakan bahwa efek teratogen kontrasepsi oral

pada saat perkembangan kardiogenesis akan meningkatkan prevalensi PJB.

Penyakit Jantung Bawaan tipe konotrunkal merupakan kelainan jantung yang

sering dihubungkan dengan paparan kontrasepsi oral. Kelainan struktur jantung

akibat efek teratogen akan mempengaruhi jenis kelainan jantung yang terjadi. Hal

ini terjadi karena kontrasepsi oral mempunyai efek yang bervariasi terhadap

jaringan embrio dan janin.

Pada suatu penelitian sebelumnya dikemukakan adanya sindrom VACTERL,

yang merupakan kumpulan kelainan pada tulang belakang (vertebral), anus

(anal), jantung (cardiac), trakeoesofagus (tracheo-esophageal), ginjal (radial and

renal) dan anggota gerak (limb). Suatu penelitian case control menunjukkan

hubungan kelainan intrauterin dengan penggunaan kontrasepsi oral. Wanita yang

hamil pada saat menggunakan kontrasepsi oral atau yang tidak teratur minum obat

kontrasepsi maka kemungkinan janin berisiko mengalami kelainan kongenital

adalah 2% sampai 3%.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn and Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri.

EGC: Jakarta.

Carpenito J.Lynda. 2001. Diagnosa Keperawatan, edisi 8. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan,

edisi 3. Jakarta: EGC.

Indriwanto. 2007. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.

Mansjoer, Arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapicus FKUI.

Nurjannah, Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC dan NIC.

Yogyakarta: MocoMedia.

Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Sjaifoellah, Noer. 1996. Ilmu Penyakit dalam jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak jilid 2.

Jakarta: Infomedika.

T. Heather, Herdman. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi

2012-2014. Jakarta: EGC.

Underwood, J. C. E. 2000. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Penyakit Jantung Bawaan dengan Jenis Tetralogi Fallot Page 33

KEPERAWATAN ANAK

FORMAT PENILAIAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN

(PENILAIAN KELOMPOK)

Judul : Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Masalah Tetralogi Fallot

No. Kriteria Skor

1 2 3 4

1 Persiapan Kelompok

2 Latar Belakang

3 Tinjauan Pustaka

4 Pembahasan

5 Kesimpulan dan Saran

6 Kedalaman Materi

7 Teknik Penulisan Makalah

8 Daftar Pustaka

9 Kemampuan Menjawab Pertanyaan

10 Kemampuan Presentasi `

11 Penggunaan Media

12 Pemanfaatan Waktu

13 Kekompakan Kelompok

Total

= =

Anngota Nilai Individu

1. Apriyanto2. Fajar Kurnia Ningsih

Indralaya,Pembimbing

( )

Penyakit Jantung Bawaan dengan Jenis Tetralogi Fallot Page 35