Tetanus

23
Tetanus Tetanus adalah penyakit bakteri yang tergolong serius yang mempengaruhi sistem saraf, menyebabkan kontraksi otot yang menyakitkan, terutama otot-otot rahang dan leher. Tetanus dapat mengganggu kemampuan Anda untuk bernapas dan mengancam hidup Anda. Tetanus umumnya dikenal sebagai "kejang mulut." Insiden tetanus jauh lebih tinggi di negara-negara berkembang. Sekitar satu juta kasus terjadi di seluruh dunia setiap tahun. Tetanus dapat diobati, tetapi tidak selalu efektif. Kematian tertinggi terjadi pada individu yang belum diimunisasi dan orang dewasa dengan imunisasi yang tidak memadai. Di negara-negara dengan tingkat vaksin yang rendah, bayi juga berisiko tinggi dari penyakit parah dan kematian. Symptoms Tanda dan gejala tetanus dapat muncul kapan saja dari beberapa hari sampai beberapa minggu setelah bakteri tetanus masuk tubuh melalui luka. Masa inkubasi rata-rata tujuh sampai delapan hari. Tanda-tanda umum dan gejala dari tetanus dengan berurutan adalah : • Kejang dan kekakuan pada otot rahang • Kekakuan otot leher • Kesulitan menelan • Kekakuan otot-otot perut • Kejang tubuh yang menyakitkan, yang berlangsung selama beberapa menit, biasanya dipicu oleh kejadian kecil, seperti draft, suara keras, sentuhan fisik atau cahaya Tanda-tanda lain dan gejala lain yang mungkin terjadi termasuk : • Demam • Berkeringat • Peningkatan tekanan darah • Denyut jantung cepat Causes Bakteri penyebab tetanus adalah Clostridium tetani. Bakteri ini biasanya ditemukan pada kotoran tanah, debu dan hewan. Ketika bakteri memasuki luka yang cukup dalam, spora bakteri dapat menghasilkan toksin yang kuat, tetanospasmin, yang secara aktif merusak motor neuron, saraf yang mengendalikan otot-otot Anda. Efek racun pada saraf dapat menyebabkan kekakuan otot dan kejang. Risk Factor Beberapa faktor yang dapat memacu perkembangan bakteri tetanus adalah : • Kurangnya imunisasi atau imunisasi yang tidak terhadap tetanus • Sebuah cedera penetrasi yang menghasilkan spora tetanus diperkenalkan ke situs luka • Kehadiran bakteri infektif lainnya • Cedera jaringan • Sebuah benda asing, seperti paku atau pecahan • Pembengkakan di sekitar cedera Beberapa contoh luka yang menyebabkan terjadinya tetanus : • Luka tusukan, termasuk dari serpihan, tindikan di tubuh, tato, obat injeksi • Luka tembak • Senyawa patah tulang • Menghancurkan cedera • Luka bakar • Luka bedah • Infeksi telinga • Gigi infeksi • Hewan gigitan • Ulkus kaki terinfeksi pada orang dengan diabetes • Pusar tunggul yang terinfeksi pada bayi baru lahir yang lahir dari ibu yang tidak diimunisasi Complications Sekali racun tetanus berada pada ujung saraf Anda, maka tidak mungkin untuk menghilangkannya. Pemulihan lengkap dari infeksi tetanus membutuhkan pertumbuhan ujung saraf baru dan dapat berlangsung hingga beberapa bulan. Komplikasi infeksi tetanus dapat mencakup : • Cacat Pengobatan tetanus biasanya melibatkan penggunaan obat penenang yang kuat untuk mengontrol kejang otot. Imobilitas berkepanjangan karena penggunaan obat ini dapat menyebabkan cacat permanen. Pada bayi, infeksi tetanus dapat menyebabkan kerusakan otak berlangsung, mulai dari minor mental deficits hingga cerebral palsy. • Kematian Kejang otot dapat mengganggu pernapasan dan menyebabkan Anda tidak dapat bernapas sama sekali. Kegagalan pernapasan adalah penyebab paling umum kematian. Kekurangan oksigen juga dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian. Pneumonia adalah penyebab lain dari kematian. Treatment Karena tidak ada obat untuk tetanus, pengobatan terdiri dari perawatan luka, obat untuk mengurangi gejala dan perawatan suportif. a. Perawatan luka Membersihkan luka sangat penting untuk mencegah pertumbuhan spora tetanus. Perawatan luka meliputi menghilangkan kotoran, benda asing dan jaringan mati dari luka. b. Obat-obatan • Antitoksin Biasanya dokter akan memberi antitoksin tetanus, seperti globulin imun tetanus. Namun, antitoksin

Transcript of Tetanus

Page 1: Tetanus

TetanusTetanus adalah penyakit bakteri yang tergolong serius yang mempengaruhi sistem saraf, menyebabkan kontraksi otot yang menyakitkan, terutama otot-otot rahang dan leher. Tetanus dapat mengganggu kemampuan Anda untuk bernapas dan mengancam hidup Anda. Tetanus umumnya dikenal sebagai "kejang mulut." Insiden tetanus jauh lebih tinggi di negara-negara berkembang. Sekitar satu juta kasus terjadi di seluruh dunia setiap tahun. Tetanus dapat diobati, tetapi tidak selalu efektif. Kematian tertinggi terjadi pada individu yang belum diimunisasi dan orang dewasa dengan imunisasi yang tidak memadai. Di negara-negara dengan tingkat vaksin yang rendah, bayi juga berisiko tinggi dari penyakit parah dan kematian.

SymptomsTanda dan gejala tetanus dapat muncul kapan saja dari beberapa hari sampai beberapa minggu setelah bakteri tetanus masuk tubuh melalui luka. Masa inkubasi rata-rata tujuh sampai delapan hari. Tanda-tanda umum dan gejala dari tetanus dengan berurutan adalah : • Kejang dan kekakuan pada otot rahang • Kekakuan otot leher • Kesulitan menelan • Kekakuan otot-otot perut • Kejang tubuh yang menyakitkan, yang berlangsung selama beberapa menit, biasanya dipicu oleh kejadian kecil, seperti draft, suara keras, sentuhan fisik atau cahaya Tanda-tanda lain dan gejala lain yang mungkin terjadi termasuk : • Demam • Berkeringat • Peningkatan tekanan darah • Denyut jantung cepat

CausesBakteri penyebab tetanus adalah Clostridium tetani. Bakteri ini biasanya ditemukan pada kotoran tanah, debu dan hewan. Ketika bakteri memasuki luka yang cukup dalam, spora bakteri dapat menghasilkan toksin yang kuat, tetanospasmin, yang secara aktif merusak motor neuron, saraf yang mengendalikan otot-otot Anda. Efek racun pada saraf dapat menyebabkan kekakuan otot dan kejang.

Risk FactorBeberapa faktor yang dapat memacu perkembangan bakteri tetanus adalah : • Kurangnya imunisasi atau imunisasi yang tidak terhadap tetanus • Sebuah cedera penetrasi yang menghasilkan spora tetanus diperkenalkan ke situs luka • Kehadiran bakteri infektif lainnya • Cedera jaringan • Sebuah benda asing, seperti paku atau pecahan • Pembengkakan di sekitar cedera Beberapa contoh luka yang menyebabkan terjadinya tetanus : • Luka tusukan, termasuk dari serpihan, tindikan di tubuh, tato, obat injeksi • Luka tembak • Senyawa patah tulang • Menghancurkan cedera • Luka bakar • Luka bedah • Infeksi telinga • Gigi infeksi • Hewan gigitan • Ulkus kaki terinfeksi pada orang dengan diabetes • Pusar tunggul yang terinfeksi pada bayi baru lahir yang lahir dari ibu yang tidak diimunisasi

ComplicationsSekali racun tetanus berada pada ujung saraf Anda, maka tidak mungkin untuk menghilangkannya. Pemulihan lengkap dari infeksi tetanus membutuhkan pertumbuhan ujung saraf baru dan dapat berlangsung hingga beberapa bulan. Komplikasi infeksi tetanus dapat mencakup : • Cacat Pengobatan tetanus biasanya melibatkan penggunaan obat penenang yang kuat untuk mengontrol kejang otot. Imobilitas berkepanjangan karena penggunaan obat ini dapat menyebabkan cacat permanen. Pada bayi, infeksi tetanus dapat menyebabkan kerusakan otak berlangsung, mulai dari minor mental deficits hingga cerebral palsy. • Kematian Kejang otot dapat mengganggu pernapasan dan menyebabkan Anda tidak dapat bernapas sama sekali. Kegagalan pernapasan adalah penyebab paling umum kematian. Kekurangan oksigen juga dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian. Pneumonia adalah penyebab lain dari kematian.

TreatmentKarena tidak ada obat untuk tetanus, pengobatan terdiri dari perawatan luka, obat untuk mengurangi gejala dan perawatan suportif. a. Perawatan luka Membersihkan luka sangat penting untuk mencegah pertumbuhan spora tetanus. Perawatan luka meliputi menghilangkan kotoran, benda asing dan jaringan mati dari luka. b. Obat-obatan • Antitoksin Biasanya dokter akan memberi antitoksin tetanus, seperti globulin imun tetanus. Namun, antitoksin hanya dapat menetralkan yang belum terikat pada jaringan saraf. • Antibiotik Dokter juga dapat memberikan antibiotik, baik secara lisan atau dengan suntikan, untuk melawan bakteri tetanus. • Vaksin Meski telah pernah memiliki tetanus bukan berarti membuat Anda kebal terhadap bakteri di kemudian hari. Jadi Anda harus menerima vaksin tetanus untuk mencegah infeksi tetanus masa depan. • Obat penenang Dokter umumnya menggunakan obat penenang yang kuat untuk mengontrol kejang otot. • Obat lain Obat lain seperti magnesium sulfat dan beta blocker dapat digunakan untuk membantu mengatur aktivitas otot tak sadar, seperti detak jantung dan pernapasan. Morfin dapat digunakan untuk tujuan ini serta obat penenang. c. Melakukan terapi Infeksi tetanus sering membutuhkan waktu yang lama pengobatan dalam pengaturan perawatan intensif. Obat penenang dapat menyebabkan pernapasan yang tersengal-sengal, itulah mengapa Anda perlu didukung oleh ventilator sementara.

PreventionAnda dapat dengan mudah mencegah tetanus dengan melakukan imunisasi. Hampir semua kasus tetanus terjadi pada orang yang belum pernah diimunisasi atau yang tidak mendapatkan suntikan tetanus dalam 10 tahun sebelumnya. a. Vaksin utama Vaksin tetanus biasanya diberikan kepada anak-anak sebagai bagian dari difteri dan toksoid tetanus dan pertusis vaksin (DTaP) acellular. Vaksinasi ini memberikan perlindungan terhadap tiga penyakit : difteri (tenggorokan dan infeksi saluran pernapasan), pertusis dan tetanus. Vaksin DTaP terdiri dari lima jenis yang biasanya diberikan di lengan atau paha untuk anak-anak di usia : • 2 bulan • 4 bulan • 6 bulan • 15 sampai 18 bulan • 4 sampai 6 tahun b. Suntikan Sebuah suntikan vaksin tetanus biasanya diberikan dalam kombinasi dengan booster vaksin difteri (Td). Pada tahun 2005, vaksin tetanus, difteri dan pertusis (Tdap) telah disetujui untuk digunakan pada remaja dan orang dewasa di bawah

Page 2: Tetanus

usia 65 untuk memastikan perlindungan terhadap pertusis terus. Remaja berusia 11 dan 12 tahun disarankan untuk menerima vaksin ini. Vaksin Td diberikan setiap 10 tahun sesudah vaksin pertama diberikan. Jika Anda belum pernah menerimanya, mintalah pengganti vaksin utama yang kemudian dilanjutkan dengan vaksin penguat Td. Jika Anda bepergian ke luar negeri jangan lupa untuk memperbaharui kekebalan tubuh Anda, terutama jika Anda akan berangkat ke Negara berkembang. Jika Anda menderita luka yang dalam dan kotor, dan telah berlangsung lebih dari lima tahun sejak vaksinasi terakhir Anda, maka Anda patut melakukan suntikan ulang. Mintalah bantuan dokter untuk memantau status vaksinasi Anda secara teratur Jika Anda tidak pernah divaksinasi terhadap tetanus sebagai seorang anak, kunjungi dokter Anda tentang mendapatkan vaksin Tdap. Anda tidak bisa mendapatkan infeksi tetanus dari vaksin.

http://meetdoctor.com/topic/tetanus

Penyakit Tetanus dan Perawatannya 1. PENGERTIANPenyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot rangka.

Tetanus biasanya disebut lockjaw, yaitu suatu gangguan system neurves yang disebabkan oleh suatu neurotoxcin yang dihasilkan oleh clostridium tetani. Bakteri basil anaerob ini hidup di tanah. Spora basil masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka yang terkontaminasi oleh kotoran, debu dan tinja (binatang atau manusia). Luka dapat diakibatkan oleh luka gores, aborsi, trauma atau penggunaan obat atau racun ke dalam pembuluh darah (Lemon, 2000:1869).

2. ETIOLOGIClostridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang, kuman ini berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanosporin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 650 C akan hancur dalam 5 menit.

3. PATOGENESISBerbagai keadaan di bawah ini dapat menyebabkan keadaan anaerob yang disukai untuk tumbuhnya kuman tetanus :a. Luka dalam misalnya luka tusuk karena paku, kuku pecahan kaca atau kaleng,pisau dan benda tajam lainnya.b. Luka karena tabrakan, kecelakaan kerja atau karena perang.c. Luka-luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga atau tonsil, gigitan serangga juga merupakan tempat masuk kuman penyebab tetanus.4. GEJALA KLINISMasa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari, timbul gejala klinis biasanya mendadak, didahului oleh ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spasme otot masseter. kejang otot ini akan berlanjut kuduk (opistotonus), dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung, sering tampak risus sardonicuskarena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus ialah badan kaku dengan opistotonus, tungkai dalam ekstensi, lengan kaku dengan tangan mengepal, biasany kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksismal,dapat dicetuskan oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir.

5. DIAGNOSISAnamnesis terdapatnya riwayat luka-luka seperti telah disebut dalam hal patogenesis, disertai keadaan klinis berupa kekakuan otot terutama di daerah rahang, sangat membantu diagnosis. Pembuktian kuman seringkali tidak perlu, karena amat sukar mengisolasi kuman dari luka pasien.

6. PENATALAKSANAANA. UmumMerawat dan membersihkan luka sebaik-baiknyaDiet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan diberikan personde atau parentalIsolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap pasienOksigen, pernafasan buatan trakeotomi bila perluMengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

B. Obat-obatan

Page 3: Tetanus

Anti toksinTetanus imunoglobin (TIG) lebih dianjurkan pemakaiannya dibandingkan dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan

Anti kejangDiazepam, meprobamat, klorpromasin dan fenobarbital lazim digunakan pada pasien penderita tetanus

AntibiotikPemberian penisilin prokain 1,2 juta unit/hari atau tetraksilin 1 g/hari, secara intravena, dapat memusnahkan Clostridium tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologisnya.

C. Penatalaksanaan spasme ototRelaksasi otot menjadi kunci terapi karena relaksasi otot dapat mengurangi efek rangsang sensoris. Idealnya ini dikerjakan tanpa mempengaruhi pernafasan secara bermakna. Walaupun berbagai obat telah digunakan dalam pengobatan tetanus, namun tidak satupun yang diterima secara universal.

D. TrakeostomiTrakeostomi mempunyai peran penting dalam penetalaksanaan tetanus.trakeostomi melindungi terhadap pencekikan akibat laringospasme, mengurangi resiko aspirasi dan mempermudah bantuan ventilasi mekanik. Walaupun sebagian besar penderita tetanus ringan ataupun berat harus dianggap sebagai calon trakeostomi, tetapi alat-alat yang dibutuhkan harus tersedia disamping tempat tidur. Bila sekresi berlebihan atau pernafasan terancam, maka kebutuhan trakeostomi harus dikenal dini. Dan bila mungkin trakeostomi harus segera dilakukan terencana bukan sebagai tindakan gawat darurat.

7. PENCEGAHANPencegahan penyakit tetanus meliputi :1. Mencegah terjadinya luka2. merawat luka secara adekuat3. pemberian ATS dalam beberapa jam setelah luka akan memberikan kekebalan pasif, sehingga mencegah terjadinya tetanus akan memperpanjang masa inkubasi.4. di negara barat, pencegahan tetanus dilakukan dengan pemberian toksoid dan TIG.

http://mypotik.blogspot.com/2012/06/penyakit-tetanus-dan-perawatannya.html

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit tetanus masih sering ditemui di seluruh dunia dan merupakan penyakit endemik di 90 negara berkembang.

Bentuk yang paling sering pada anak adalah tetanus neonatorum yang menyebabkan kematian sekitar 500.000 bayi tiap

tahun karena para ibu tidak diimunisasi. Sedangkan tetanus pada anak yang lebih besar berhubungan dengan luka,

sering karena luka tusuk akibat objek yang kotor walaupun ada juga kasus tanpa riwayat trauma tetapi sangat jarang,

terutama pada tetanus dengan masa inkubasi yang lama. Spora Clostridium tetani dapat ditemukan dalam tanah dan

pada lingkungan yang hangat, terutama di daerah rural dan penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang

utama di negara berkembang.

Angka kejadian dan kematian karena tetanus di Indonesia masih tinggi. Indonesia merupakan negara ke-5 diantara 10

negara berkembang yang angka kematian tetanus neonatorumnya tinggi. Pada tahun 1988 jumlah kematian neonatus

54633 dan pada tahun 1992 berjumlah 33264 sedangkan angka kematian tetanus neonatorum pada tahun 1988 sebesar

10,9 ‰ dan tahun 1992 sebesar 7,3 ‰. Angka tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara tetangga yakni

Vietnam dengan jumlah kematian karena tetanus neonatorum tahun 1988 sebanyak 9598 dan tahun 1992 berjumlah

85550 dan angka kematian tahun 1988 dan 1992 adalah 4.8 ‰ dan 4,2 ‰ secara berurutan.

Prognosis tetanus ditentukan salah satunya adalah dengan penatalaksanaan yang tepat dan dilakukan secara intensif.

Penyakit tetanus pada neonatus mempunyai case fatality rate yang tinggi (70-90%) sehingga bila tetanus dapat

didiagnosis secara dini dan ditangani dengan baik maka dapat lebih menurunkan angka kematian.

Page 4: Tetanus

Penatalaksanaan yang baik ditentukan antara lain oleh pemahaman yang tepat mengenai patofisiologi, manifestasi klinik,

diagnosis, komplikasi, penatalaksanaan dan prognosis dari penyakit tetanus.

BAB II

TETANUS

Definisi

Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang

dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat

dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat dengan kegagalan respirasi

dan ketidakstabilan kardiovaskular. Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja toksin pada susunan

saraf pusat dan sistem saraf autonom dan tidak pada sistem saraf perifer atau otot.

Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram positif, bergerak, ukurannya kurang lebih 0,4 x 6

μm. Mikroorganisme ini menghasilkan spora pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh

drum atau raket tenis. Spora Clostridium tetani sangat tahan terhadap desinfektan kimia, pemanasan dan pengeringan.

Kuman ini terdapat dimana-mana, dalam tanah, debu jalan dan pada kotoran hewan terutama kuda. Spora tumbuh

menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerobik. Bentuk vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin

dan tetanospasmin. Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam patogenesis tetanus dan menyebabkan hemolisis

in vitro, sedangkan tetanospasmin bekerja pada ujung saraf otot dan sistem saraf pusat yang menyebabkan spasme otot

dan kejang..

PATOFISIOLOGI

Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila

spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah,

nekrosis jaringan atau berkurangnya potensi oksigen.

Masa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh kondisi luka. Beratnya penyakit terutama berhubungan

dengan jumlah dan kecepatan produksi toksin serta jumlah toksin yang mencapai susunan saraf pusat. Faktor-faktor

tersebut selain ditentukan oleh kondisi luka, mungkin juga ditentukan oleh strain Clostridium tetani. Pengetahuan tentang

patofisiologi penyakit tetanus telah menarik perhatian para ahli dalam 20 tahun terakhir ini, namun kebanyakan penelitian

berdasarkan atas percobaan pada hewan.

Penyebaran toksin

Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai cara, sebagai berikut :

1. Masuk ke dalam otot

Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka, kemudian ke otot-otot sekitarnya dan

seterusnya secara ascenden melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.

2. Penyebaran melalui sistem limfatik

Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam nodus limfatikus, selanjutnya melalui sistem

limfatik masuk ke peredaran darah sistemik.

3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.

Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik, namun dapat pula melalui sistem kapiler di

sekitar luka. Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan cara yang penting sekalipun tidak menentukan

beratnya penyakit. Pada manusia sebagian besar toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh darah, sehingga

memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan dengan pemberian antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan

Page 5: Tetanus

secara intravena. Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran darah karena sulit untuk

menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin bisa menyebar ke otot-otot lain bahkan ke

organ lain melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung meningkatkan transport toksin ke dalam

susunan saraf pusat.

4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)

Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf, secara retrograd toksin mencapai SSP

melalui sistem saraf motorik, sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior medula spinalis atau

nukleus motorik batang otak kemudian bergabung dengan reseptor presinaptik dan saraf inhibitor.

Hubungan antar bentuk manifestasi klinis dengan penyebaran toksin:

§ Tetanus lokal

Pada bentuk ini, penderita biasanya mempunyai antibosi terhadap toksin tetanus yang masuk ke dalam darah,

namun tidak cukup untuk menetralisir toksin yang berada di sekitar luka.

§ Tetanus sefal

Merupakan bentuk tetanus lokal yang mengikuti trauma pada kepala. Otot-otot yang terkena adalah otot-otot yang

dipersarafi oleh nukleus motorik dari batang otak dan medula spinalis servikalis.

§ Ascending Tetanus

Suatu bentuk penyakit tetanus yng pada awalnya berbentuk lokal biasanya mengenai tungkai dan kemudian

menyebar mengenai seluruh tubuh. Setelah terjadi tetanus lokal, toksin disekitar luka masuk cukup banyak dengan

cara asenderen masuk ke dalam SSP.

§ Tetanus umum

Pada keadaan ini toksin melalui peredaran darah masuk ke dalam berbagai otot dan kemudian masuk ke dalam

SSP. Penyakit ini biasanya didahului trismus kemudian mengenai otot muka, leher, badan dan terakhir ekstremitas.

Hal ini disebabkan panjang sistem persarafan setiap tempat berbeda-beda, yang paling pendek adalah yang

mengurus otot-otot rahang, kemudian secara berurutan mengenai daerah lain sesuai urutan panjang saraf.

Mekanisme kerja toksin tetanus:

1. Jenis toksin

Clostridium tetani menghasilkan tetanolisin dan tetanospsmin. Tetanolisin mempunyai efek hemolisin dan protease,

pada dosis tinggi berefek kardiotoksik dan neurotoksik. Sampai saat ini peran tetanolisin pada tetanus manusia

belum diketahui pasti. Tetanospasmin mempunyai efek neurotoksik, penelitian mengenai patogenesis penyakit

tetanus terutama dihubungkan dengan toksin tersebut.

2. Toksin tetanus dan reseptornya pada jaringan saraf

Toksin tetanus berkaitan dengan gangliosid ujung membran presinaptik, baik pada neuromuskular junction,

mupun pada susunan saraf pusat. Ikatan ini penting untuk transport toksin melalui serabut saraf, namun hubungan

antara pengikat dan toksisitas belum diketahui secara jelas.

Lazarovisi dkk (1984) berhasil mengidentifikasikan 2 bentuk toksin tetanus yaitu toksin A yang kurang

mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan sel saraf namun tetap mempunyai efek antigenitas dan

biotoksisitas, dan toksin B yang kuat berikatan dengan sel saraf.

Tetanus toxin

Normal:

Inhibitory interneuron à Glycine

à blocks excitation & acetylcholine release à muscle relaxation

Tetanus toxin:

Blocks glycine release

àno inhibition at acetylcholine release à irreversible contraction à Spastic paralysis

3. Kerja toksin tetanus pada neurotransmitter

Page 6: Tetanus

Tempat kerja utama toksin adalah pada sinaps inhibisi dari susunan saraf pusat, yaitu dengan jalan mencegah

pelepasan neurotransmitter inhibisi seperti glisin, Gamma Amino Butyric Acid (GABA), dopamin dan noradrenalin.

GABA adalah neuroinhibitor yang paling utama pada susunan saraf pusat, yang berfungsi mencegah pelepasan

impuls saraf yang eksesif. Toksin tetanus tidak mencegah sintesis atau penyimpanan glisin maupun GABA, namun

secara spesifik menghambat pelepasan kedua neurotransmitter tersebut di daerah sinaps dangan cara

mempengaruhi sensitifitas terhadap kalsium dan proses eksositosis.

Perubahan akibat toksin tetanus:

1. Susunan saraf pusat

Efek terhadap inhibisi presinap menimbulkan keadaan terjadinya letupan listrik yang terus-menerus yang disebut

sebagai Generator of pathological enhance excitation. Keadaan ini menimbulkan aliran impuls dengan frekuensi

tinggi dari SSP ke perifer, sehingga terjadi kekakuan otot dan kejang. Semakin banyak saraf inhibisi yang terkena

makin berat kejang yang terjadi. Stimulus seperti suara, emosi, raba dan cahaya dapat menjadi pencetus kejang

karena motorneuron di daerah medula spinalis berhubungan dengan jaringan saraf lain seperti retikulospinalis.

Kadang kala ditemukan saat bebas kejang (interval), hal ini mungkin karena tidak semua saraf inhibisi dipengaruhi

toksin, ada beberapa yang resisten terhadap toksin.

Rasa sakit

Rasa sakit timbul dari adanya kekakuan otot dan kejang. Kadang kala ditemukan neurotic pain yang berat pada

tetanus lokal sekalipun pada saat tidak ada kejang. Rasa sakit ini diduga karena pengaruh toksin terhadap sel saraf

ganglion posterior, sel-sel pada kornu posterior dan interneuron.

Fungsi Luhur

Kesadaran penderita pada umumnya baik. Pada mereka yang tidak sadar biasanya brhubungan dengan seberapa

besar efek toksin terhadap otak, seberapa jauh efek hipoksia, gangguan metabolisme dan sedatif atau antikonvulsan

yang diberikan.

2. Aktifitas neuromuskular perifer

Toksin tetanus menyebabkan penurunan pelepasan asetilkolin sehingga mempunyai efek neuroparalitik, namun efek

ini tertutup oleh efek inhibisi di susunan saraf pusat. Neuroparalitik bisa terjadi bila efek toksin terhadap SSP tidak

terjadi, namun hal ini sulit karena toksin secara cepat menyebar ke SSP. Kadang-kadang efek neuroparalitik terlihat

pada tetanus sefal yaitu paralisis nervus fasialis, hal ini mungkin n. fasialis lebih sensitif terhadap efek paralitik dari

toksin atau karena axonopathi.

Efek lain toksin tetanus terhadap aktivitas neuromuskular perifer berupa:

1. Neuropati perifer

2. Kontraktur miostatik yang dapat berupa kekakuan otot, pergerakan otot yang terbatas dan nyeri, yang dapat terjadi

beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah sembuh.

3. Denervasi parsial dari otot tertentu.

3. Perubahan pada sistem saraf autonom

Pada tetanus terjadi fluktuasi dari aktifitas sistem simpatis dan parasimpatis, hal ini mungkin terjadi karena adanya

ketidakseimbangan dari kedua sistem tersebut. Mekanisme terjadinya disfungsi sistem autonom karena efek toksin

yang berasal dari otot (retrograd) maupun hasil penyebaran intraspinalis (dari kornu anterior ke kornu lateralis

medula spinalis torakal). Gangguan sistem autonom bisa terjadi secara umum mengenai berbagai organ seperti

kardiovaskular, saluran cerna, kandung kemih, fungsi kendali suhu dan kendali otot bronkus, namun dapat pula

hanya mengenai salah satu organ tertentu.

4. Gangguan Sistem pernafasan

Gangguan sistem pernafasan dapat terjadi akibat :

a. Kekakuan dan hipertonus dari otot-otot interkostal, badan dan abdomen; otot diafragma terkena paling akhir.

Kekakuan dinding thorax apalagi bila kejang yang terjadi sangat sering mengakibatkan keterbatasan pergerakan

Page 7: Tetanus

rongga dada sehingga menganggu ventilasi. Tetanus berat sering mengakibatkan gagal nafas yang ditandai

dengan hipoksia dan hiperkapnia. Namun dapat terjadi takipnea akibat aktifitas berlebihan dari saraf di pusat

persarafan yang tidak terkena efek toksin.

b. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret trakea dan bronkus karena adanya spasme dan kekakuan otot

faring dan ketidakmampuan untuk dapat batuk dan menelan dengan baik. Sehingga terdapat resiko tinggi untuk

terjadinya aspirasi yang dapat menimbulkan pneumonia, bronkopneumonia dan atelektasis.

c. Kelainan paru akibat iatrogenik.

d. Gangguan mikrosirkulasi pulmonal

Kelainan pada paru bahkan dapat ditentukan pada masa inkubasi. Kelainan yang terjadi bisa berupa kongesti

pembuluh darah pulmonal, oedema hemorrhagic pulmonal dan ARDS. ARDS dapat terjadi pula karena proses

iatrogenik atau infeksi sistemik seperti sepsis yang mengikuti penyakit tetanus.

e. Gangguan pusat pernafasan

Observaasi klinis dan percobaan binatang menunjukkan bahwa pusat pernafasan dapat terkena oleh toksin tetanus.

Paralisis pernafasan tanpa kekakuan otot dan henti jantung dapat terjadi pada pemberian toksin dosis tinggi pada

hewan percobaan. Selain itu ditemukan bahwa penderita mengalami penurunan resistensi terhadap asfiksia.

Observasi klinis yang menunjukkan kecurigaan keterlibatan pusat pernafasan pada penderita tetanus adalah :

§ Adanya episode distres pernafasan akibat kesulitan bernafas yang berat tanpa ditemukan adanya komplikasi

pulmonal, bronkospasme dan peningkatan sekret pada jalan nafas. Episode ini bervariasi dalam beberapa

menit sampai ½-1 jam.

§ Adanya apnoeic spells, tanda ini biasanya berlanjut menjadi prolonged respiratory arrest (henti nafas

berkepanjangan) dan akhirnya meninggal.

§ Henti nafas akut dan mati mendadak.

Sekalipun demikian gangguan pusat pernafasan disebabkan oleh penyebab sekunder seperti hipoksia

rekuren/berkepanjangan, asfiksia kaena kejang lama atau spasme laring, hipokapnia setelah serangan distres

pernafasan, dan akibat gangguan keseimbangan asam basa.

5. Gangguan hemodinamika

Ketidakstabilan sistem kardiovaskular ditemukan penderita tetanus dengan gangguan sistem saraf autonom yang

berat. Penelitian mengenai hemodinamika pada tetanus berat masih sangat jarang dilakukan karena :

§ Kendala etik

§ Perjalanan penyakit tetanus sering diperberat oleh komplikasi seperti sepsis, infeksi paru, atelektasis, edema paru

dan gangguan keseimbangan asam-basa, yang kesemua ini mempengaruhi sistem kardio-respirasi

§ Pemakaian obat sedatif dosis tinggi dan pemakaian obat inotropik mempersulit penilaian dari hasil penelitian.

6. Gangguan metabolik

Metabolik rate pada tetanus secara bermakna meningkat dikarenakan adanya kejang, peningkatan tonus otot, aktifitas

berlebihan dari sistem saraf simpatik dan perubahan hormonal. Konsumsi oksigen meningkat, hal ini pada kasus

tertentu dapat dikurangi dengan pemberian muscle relaxans. Berbagai percobaan memperlihatkan adanya

peningkatan ekskresi urea nitogen, katekolamin plasma dan urin, serta penurunan serum protein terutama fraksi

albumin.

Peninggian katekolamin meningkatkan metabolik rate, bila asupan oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut,

misalnya karena disertai masalah dalam sistem pernafasan maka akan terjadi hipoksia dengan segala akibatnya.

Katabolisme protein yang berat, ketidakcukupan protein dan hipoksia akan menimbulkan metabolisme anaerob dan

mengurangi pembentukan ATP, keadaan ini akan mengurangi kemampuan sistem imunitas dalam mengenali toksin

sebagai antigen sehingga mengakibatkan tidak cukupnya antibodi yang dibentuk. Fenomena ini mungkin dapat

menerangkan mengapa pada penderita tetanus yang sudah sembuh tidak/kurang ditemukan kekebalan terhadap

toksin.

Page 8: Tetanus

7. Gangguan Hormonal

Gangguan terhadap hipotalamus atau jaras batang otak-hipotalamus dicurigai terjadi pada penderita tetanus berat atas

dasar ditemukannya episode hipertermia akut dan adanya demam tanpa ditemukan adanya infeksi sekunder.

Peningkatan alertness dan awareness menimbulkan dugaan adanya aktifitas retikular dari batang otak yang

berlebihan. Aksis hipotalamus-hipofise mengandung serabut saraf khusus yang merangsang sekresi hormon.

Aktifitas sekresi oleh serabut saraf tersebut dimodulasi monoamin neuron lokal. Adanya penurunan kadar prolaktin,

TSH, LH dan FSH yang diduga karena adanya hambatan terhadap mekanisme umpan balik hipofise-kelenjar

endokrin.

8. Gangguan pada sistem lain

Berbagai percobaan pada hewan percobaan ditemukan bahwa toksin secara langsung dapat mengganggu hati, traktus

gastro-intestinalis dan ginjal. Pengaruh tersebut dapat berupa nefrotoksik terhadap nefron, inhibisi mitosis hepatosit

dan kongesti-pendarahan-ulserasi mukosa gaster. Namun secara klinis hal tersebut sulit ditentukan apakah kelainan

klinis seperti gangguan fungsi ginjal, fungsi hati dan abnormalitas traktus gastrointestinal disebakan semata-mata

karena efek toksin atau oleh karena efek sekunder dari hipovolemia, shock, gangguan elektrolit dan metabolik yang

terganggu.

Secara teoritis ileus, distonia kolon, gangguan evakuasi usus besar dan retensi urin dapat terjadi karena gangguan

keseimbangan simpatis-parasimpatis karena efek toksin baik di tingkat batang otak, hipotalamus maupun ditingkat

saraf perifer simpatis, parasimpatis. Disfungsi organ dapat pula terjadi sebagai akibat gangguan mikrosirkulasi dan

perubahan permeabilitas kapiler pada organ tertentu.

BAB III

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

1. Manifestasi Klinis

Manifestsi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat. Masa timbulnya

gejala awal tetanus sampai kejang disebut awitan penyakit, yang berpengaruh terhadap prognostik.

Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:

a. Tetanus lokal

Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang ringan dengan angka kematian sekitar 1%. Gejalanya

meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus

lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.

b. Tetanus sefal

Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah

kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus

kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.

c. Tetanus umum

Bentuk tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher,

susah menelan, kekakuan dada dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, rasa sakit dan

kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan

sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.

d. Tetanus neonatorum

Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat, umumnya karena tehnik pemotongan

tali pusat yang aseptik dan ibu yang tidak mendapat imunisasi yang adekuat. Gejala yang sering timbul adalah

ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan spasme. Posisi tubuh klasik :

trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi

mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari

Page 9: Tetanus

mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari kaki. Kematian

biasanya disebabkan henti nafas, hipoksia, pneumonia, kolaps sirkulasi dan kegagalan jantung paru.

Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Ablett’s :

a. Derajat I (ringan)

Trismus ringan sampai sedang, kekakuan umum, spasme tidak ada, disfagia tidak ada atau ringan, tidak ada

gangguan respirasi.

b. Derajat II (sedang)

Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya sebentar, takipneu dan disfagia ringan

c. Derajat III (berat)

Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipneu, apnoeic spell, disfagia berat, takikardia dan peningkatan

aktivitas sistem otonomi

d. Derajat IV (sangat berat)

Derajat III disertai gangguan otonomik yang berat meliputi sistem kardiovaskuler, yaitu hipertensi berat dan takikardi

atau hipotensi dan bradikardi, hipertensi berat atau hipotensi berat. Hipotensi tidak berhubungan dengan sepsis,

hipovolemia atau penyebab iatrogenik.

Bila pembagian derajat tetanus terdiri dari ringan, sedang dan berat, maka derajat tetanus berat meliputi derajat III

dan IV.

2. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi:

- Adanya riwayat luka yang terkontaminasi, namun 20% dapat tanpa riwayat luka.

- Riwayat tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkap

- Trismus, disfagia, rhisus sardonikus, kekakuan pada leher, punggung, dan otot perut (opisthotonus), rasa sakit serta

kecemasan.

- Pada tetanus neonatorum keluhan awal berupa tidak bisa menetek

- Kejang umum episodik dicetusklan dengan rangsang minimal maupun spontan dimana kesadaran tetap baik.

Temuan laboratorium :

- Lekositosis ringan

- Trombosit sedikit meningkat

- Glukosa dan kalsium darah normal

- Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat

- Enzim otot serum mungkin meningkat

- EKG dan EEG biasanya normal

- Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka dapat membantu, tetapi Clostridium

tetani sulit tumbuh dan batang gram positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan.

- Kreatinin fosfokinase dapat meningkat karena aktivitas kejang (> 3U/ml)

BAB IV

DIAGNOSIS BANDING DAN KOMPLIKASI

1. Diagnosis banding

Penyakit-penyakit yang menyerupai gejala tetanus adalah

- Meningitis bakterialis - Rabies

- Poliomielitis - Epilepsi

- Ensefalitis - Tetani

- Keracunan striknin - Sindrom Shiffman

- Efek samping fenotiazin - Peritonsiler abses

2. Komplikasi

Page 10: Tetanus

Komplikasi tetanus yang sering terjadi adalah pneumonia, bronkopneumonia dan sepsis. Komplikasi terjadi karena

adanya gangguan pada sistem respirasi antara lain spasme laring atau faring yang berbahaya karena dapat

menyebabkan hipoksia dan kerusakan otak. Spasme saluran nafas atas dapat menyebabkan aspirasi pneumonia

atau atelektasis. Komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa takikardi, bradikardia, aritmia, gagal jantung,

hipertensi, hipotensi, dan syok. Kejang dapat menyebabkan fraktur vertebra atau kifosis. Komplikasi lain yang dapat

terjadi berupa tromboemboli, pendarahan saluran cerna, infeksi saluran kemih, gagal ginjal akut, dehidrasi dan

asidosis metabolik.

BAB V

PENATALAKSANAAN

1. Dasar

a. Memutuskan invasi toksin dengan antibiotik dan tindakan bedah.

1. Antibiotik

Penggunaan antibiotik ditujukan untuk memberantas kuman tetanus bentuk vegetatif. Clostridium peka terhadap

penisilin grup beta laktam termasuk penisilin G, ampisilin, karbenisilin, tikarsilin, dan lain-lain. Kuman tersebut

juga peka terhadap klorampenikol, metronidazol, aminoglikosida dan sefalosporin generasi ketiga.

Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap 6 jam atau penisilin prokain 1,2 juta 1 kali sehari.

Penisilin G digunakan pada anak dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari IV selama 10-14 hari.

Pemakaian ampisilin 150 mg/kg/hari dan kanamisin 15 mg/kgBB/hari digunakan bila diagnosis tetanus belum

ditegakkan, kemudian bila diagnosa sudah ditegakkan diganti Penisilin G.

Rauscher (1995) menganjurkan pemberian metronidazole awal secara loading dose 15 mg/kgBB dalam 1 jam

dilanjutkan 7,5 mg/kgBB selama 1 jam perinfus setiap 6 jam. Hal ini pemberian metronidazole secara bermakna

menunjukkan angka kematian yang rendah, perawatan di rumah sakit yang pendek dan respon yang baik

terhadap pengobatan tetanus sedang.

Pada penderita yang sensitif terhadap penisilin maka dapat digunakan tetrasiklin dengan dosis 25-50 mg/kg/hari, dosis

maksimal 2 gr/hari dibagi 4 dosis dan diberikan secara peroral.

Bila terjadi pneumonia atau septikemia diberikan metisilin 200 mg/kgBB/hari selama 10 hari atau metisilin dengan dosis

yang sama ditambah gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari.

2. Perawatan luka

Luka dibersihkan atau dilakukan debridemen terhadap benda asing dan luka dibiarkan terbuka. Sebaiknya

dilakukan setelah penderita mendapat anti toksin dan sedasi. Pada tetanus neonatorum tali pusat dibersihkan

dengan betadine dan hidrogen peroksida, bila perlu dapat dilakukan omphalektomi.

b. Netralisasi toksin

1. Anti tetanus serum

Dosis anti tetanus serum yang digunakan adalah 50.000-100.000 unit, setengah dosis diberikan secara IM dan

setengahnya lagi diberikan secara IV, sebelumnya dilakukan tes hipersensitifitas terlebih dahulu. Pada tetanus

neonatorum diberikan 10.000 unit IV.

Udwadia (1994) mengemukakan sebaiknya anti tetanus serum tidak diberikan secara intrathekal karena dapat

menyebabkan meningitis yang berat karena terjadi iritasi meningen. Namun ada beberapa pendapat juga untuk

mengurangi reaksi pada meningen dengan pemberian ATS intratekal dapat diberikan kortikosteroid IV, adapun

dosis ATS yang disarankan 250-500 IU.

2. Human Tetanus Immunuglobulin (HTIG)

Human tetanus imunoglobulin merupakan pengobatan utama pada tetanus dengan dosis 3000-6000 unit secara IM,

HTIG harus diberikan sesegera mungkin. Kerr dan Spalding (1984) memberikan HTIG pada neonatus sebanyak

Page 11: Tetanus

500 IU IV dan 800-2000 IU intrathekal. Pemberian intrathekal sangat efektif bila diberikan dalam 24 jam pertama

setelah timbul gejala.

Namun penelitian yang dilakukan oleh Abrutyn dan Berlin (1991) menyatakan pemberian immunoglobulin tetanus

intratekal tidak memberikan keuntungan karena kandungan fenol pada HTIG dapat menyebabkan kejang bila

diberikan secara intrathekal. Pemberian HTIG 500IU IV atau IM mempunyai efektivitas yang sama.

Dosis HTIG masih belum dibakukan, Miles (1993) mengemukakan dosis yang dapat diberikan adalah 30-300IU/kgBB IM,

sedangkan Kerr (1991) mengemukakan HTIG sebaiknya diberikan 1000 IU IV dan 2000 IU IM untuk

meningkatkan kadar antitoksin darah sebelum debridemen luka.

c. Menekan efek toksin pada SSP

1. Benzodiazepin

Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering digunakan. Obat ini mempunyai aktivitas

sebagai penenang, anti kejang, dan pelemas otot yang kuat. Pada tingkat supraspinal mempunyai efek sedasi,

tidur, mengurangi ketakutan dan ketegangan fisik serta penenang dan pada tingkat spinal menginhibisi refleks

polisinaps. Efek samping dapat berupa depresi pernafasan, terutama terjadi bila diberikan dalam dosis besar.

Dosis diazepam yang diberikan pada neonatus adalah 0,3-0,5 mg/kgBB/kali pemberian. Udwadia (1994),

pemberian diazepam pada anak dan dewasa 5-20 mg 3 kali sehari, dan pada neonatus diberikan 0,1-0,3

mg/kgBB/kali pemberian IV setiap 2-4 jam. Pada tetanus ringan obat dapat diberikan per oral, sedangkan tetanus

lain sebaiknya diberikan drip IV lambat selama 24 jam.

2. Barbiturat

Fenobarbital (kerja lama) diberikan secara IM dengan dosis 30 mg untuk neonatus dan 100 mg untuk anak-anak tiap

8-12 jam, bila dosis berlebihan dapat menyebabkan hipoksisa dan keracunan. Fenobarbital intravena dapat

diberikan segera dengan dosis 5 mg/kgBB, kemudian 1 mg/kgBB yang diberikan tiap 10 menit sampai otot perut

relaksasi dan spasme berkurang. Fenobarbital dapat diberikan bersama-sama diazepam dengan dosis 10

mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis melalui selang nasogastrik.

3. Fenotiazin

Klorpromazin diberikan dengan dosis 50 mg IM 4 kali sehari (dewasa), 25 mg IM 4 kali sehari (anak), 12,5 mg IM 4

kali sehari untuk neonatus. Fenotiazin tidak dibenarkan diberikan secara IV karena dapat menyebabkan syok

terlebih pada penderita dengan tekanan darah yang labil atau hipotensi.

2. Umum

Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang tenang pada unit perawatan intensif dengan

stimulasi yang minimal. Pemberian cairan dan elektrolit serta nutrisi harus diperhatikan. Pada tetanus neonatorum,

letakkan penderita di bawah penghangat dengan suhu 36,2-36,5oC (36-37oC), infus IV glukosa 10% dan elektrolit

100-125 ml/kgBB/hari. Pemberian makanan dibatasi 50 ml/kgBB/hari berupa ASI atau 120 kal/kgBB/hari dan

dinaikkan bertahap. Aspirasi lambung harus dilakukan untuk melihat tanda bahaya. Pemberian oksigen melalui

kateter hidung dan isap lendir dari hidung dan mulut harus dikerjakan.

Trakheostomi dilakukan bila saluran nafas atas mengalami obstruksi oleh spasme atau sekret yang tidak dapat hilang

oleh pengisapan. Trakheostomi dilakukan pada bayi lebih dari 2 bulan. Pada tetanus neonatorum, sebaiknya

dilakukan intubasi endotrakhea.

Bantuan ventilator diberikan pada :

1. Semua penderita dengan tetanus derajat IV

2. Penderita dengan tetanus derajat III dimana spasme tidak terkendali dengan terapi konservatif dan PaO2 <>

3. Terjadi komplikasi yang serius seperti atelektasis, pneumonia dan lain-lain.

3. Berdasarkan tingkat penyakit tetanus

Page 12: Tetanus

a. Tetanus ringan

Penderita diberikan penaganan dasar dan umum, meliputi pemberian antibiotik, HTIG/anti toksin, diazepam,

membersihkan luka dan perawatan suportif seperti diatas.

b. Tetanus sedang

Penanganan umum seperti diatas. Bila diperlukan dilakukan intubasi atau trakeostomi dan pemasangan selang

nasogastrik delam anestesia umum. Pemberian cairan parenteral, bila perlu diberikan nutrisi secara parenteral.

c. Tetanus berat

Penanganan umum tetanus seperti diatas. Perawatan pada ruang perawatan intensif, trakeostomi atau intubasi dan

pemakaian ventilator sangat dibutuhkan serta pemberikan cairan yang adekuat. Bila spasme sangat hebat dapat

diberikan pankuronium bromid 0,02 mg/kgBB IV diikuti 0,05 mg/kg/dosis diberikan setiap 2-3 jam. Bila terjadi

aktivitas simpatis yang berlebihan dapat diberikan beta bloker seperti propanolo atau alfa dan beta bloker labetolol.

BAB VI

PROGNOSIS

Tetanus neonatorum mempunyai angka kematian 66%, pada usia 10-19 tahun, angka kematiannya antara 10-20%

sedangkan penderita dengan usia > 50 tahun angka kematiannya mencapai 70%. Penderita dengan undernutrisi

mempunyai prognosis 2 kali lebih jelek dari yang mempunyai gizi baik. Tetanus lokal mempunyai prognosis yang lebih

baik dari tetanus umum.

Sistem Skoring

Skor 1 Skor 0

Masa inkubasi <> > 7 hari

Awitan penyakit <> > 48 jam

Tempat masuk Tali pusat, uterus, fraktur

terbuka, postoperatif, bekas

suntikan IM

Selain tempat tersebut

Spasme (+) (-)

Panas badan (per rektal) > 38,4 0C (> 40 0C) < 38,4 0C ( < 40 0C)

Takikardia dewasa > 120 x/menit <>

neonatus > 150 x/menit <>

Dikutip dari Habermann, 1978, Bleck, 1991

Tabel klasifikasi untuk prognosis Tetanus

Tingkat Skor Prognosis

Ringan 0-1 <>

Sedang 2-3 10 – 20

Berat 4 20 – 40

Sangat berat 5-6 > 50

Dikutip dari Bleck, 1991

Catatan : Tetanus sefalik selalu dinilai berat atau sangat beratTetanus neonatorum selalu dinilai sangat berat

BAB VII

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Tetanus

1. Azhali MS, Herry Garna, Aleh Ch, Djatnika S. Penyakit Infeksi dan Tropis. Dalam : Herry Garna, Heda Melinda,

Sri Endah Rahayuningsih. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, edisi 3. FKUP/RSHS, Bandung,

2005 ; 209-213.

2. Rauscher LA. Tetanus. Dalam :Swash M, Oxbury J, penyunting. Clinical Neurology. Edinburg : Churchill

Livingstone, 1991 ; 865-871

3. Behrman, Richard E., MD; Kliegman, Robert M.,MD ; Jenson Hal. B.,MD, Nelson Textbook of Pediatrics Vol 1”

17th edition W.B. Saunders Company. 2004

4. Udwadia FE, Tetanus. Bombay: Oxford University Press, 1993 : 305

5. Soedarmo, Sumarrno S.Poowo; Garna, Herry; Hadinegoro Sri Rejeki S, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi

& Penyakit Tropis, Edisi pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia.

6. WHO News and activities. The Global Eliination of neonatal tetanus : progress to date, Bull WHO 1994; 72 : 155-

157

7. www.emidicine.com/ped/topic3038.htm

TETANUS DAN PENANGANNYA

PENDAHULUANTetanus adalah suatu penyakit akut yang dihasilkan oleh eksotoxin dari clostridium tetani, tumbuh secara

anaerob, gram positif. Bakteri ini mengasilkan 2 macam eksotoxin yaitu:-haemolisin, yang menyebabkan haemolisis ringan jika dibiakkan pada blood agar pada suhu 37 derajat

suasana anaerob.-tetanospasmin (toxin tetanus) yang bertanggung jawab terhadap gambaran klinik dari penyakit.Dinegara-negara berkembang masih sering dijumpai tetanus, ini akibat kurang memadainya program imunisasi,

juga berkaitan dengan kebiasaan sosial dan kesehatan masyarakat yang tidak memadai, padahal di negara-negara maju semakin jarang.

Untuk menurunkan angka kematian tetanus dan lamanya rawat tinggal dirumah sakit telah dilakukan berbagai usaha seperti hiferbaric, oksigenasi, pemakian respirator, pemberian anti tetanus serum kuda (ATS) atau tetanus immonoglobulin human (TIGH), diasepam dosis tinggi dan penggunaan anti biotika, namun angka kematiannya masih tetap tinggi.

DEFINISI.Tetanus adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh eksotoxin yang dihasilkan oleh clostridium

tetani yang ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejang-kejang otot rangka.

EPIDEMIOLOGITetanus ditemukan diseluruh dunia,terjadi secara sporadis atau secara "outbreak" dalam skala yang kecil. Saat

ini dinegara-negara maju sudah jarang ditemukan, sedangkan dinegara agraris dimana kontak dengan kotoran hewan masih dimungkinkan, tetanus sering ditemukan. Pada dewasa, laki-laki lebih sering dari pada wanita, yaitu 2,5:1, kebayakan pada usia produktif.

PATOGONESIS DAN PATOFISIOLOGIAda 2 mekanisme yang dapat menerangkan penyebaran toksin kesusunan saraf pusat yaitu:

1. toksin diabsorbasi pada pertemuan otot saraf, kemudian migr asi melalui jaringan perineural urat saraf kesusunan saraf pusat.

2. toksin melalui rongga kepembuluh limfe dan darah kesusunan saraf pusat. Masih belum jelas jalan mana yang lebih penting kemungkinan keduanya terlibat.

Manisfestasi klinis tetanus yang timbul adalah sebagai akibat pengaruh toksin pada susunan saraf pusat, toksin menghambat synapsis cholinergik perifer, menurunkan pengeluaran acetilcholin dan mengganggu saraf syimpatis. Bila sembuh tetanus tidak meninggalkan kelainan neurologis.

GEJALA KLINISMasa inkubasi berkisar 2-56 hari, 80-90% dari penderita timbul gejala dalam 14 hari. Spora dapat tinggal

"Dormat" dijaringan dalam waktu yang lama dan kemudian tumbuh menjadi bentuk vegetatif dan memproduksi toksin bila suasana menjadi anaerob. Sebagai tanda-tanda permulaan timbul kejang otot sekitar luka, gelisah,lemah, cemas, mudah tersinggung dan sakit kepala. Kemudian diikuti nyeri dan kaku rahang, perut dan punggung yang mengeras dan kesukaran untuk menelan. Gambaran yang spesifik adalah kekakuan dan kejang otot. Kekakuan mengenai 3 group utama yaitu: masseter, otot-otot perut dan otot-otot punggung. Penderita selalu sadar penuh. Gejala-gejala sistemik dapat timbul, seperti panas akibat sepsis dan ini memberi prognosa yang jelek. Tekanan darah menunjukkan fluktuasi,

Page 14: Tetanus

juga sering takhikardi dan keringat banyak. Untuk menilai gradasi banyak cara bisa digunakan seperti Phillip`s score dan klasfikasi menurut Owen Smith, MS (Emergency Surgery).

KOMPLIKASIPada keadaan berat timbul komplikasi seperti:

- Respirasi: henti napas pada saat kejang-kejang terutama akibat rangsangan pada waktu memasukkan pipa lambung, aspirasi sekret pada saat atau setelah kejang, yang dapat menimbulkan aspirasi pneumoni, atelektase, atau abses baru.

- Cardioivaskuler:hipertensi, takhikardi dan aritmia oleh karena rangsangan syampatis yang lama.- Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan quardriceps femoris.- Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan quardriceps femoris. Pernah juga

dilaporkan terjadi myostis ossifican.- Metabolisme : hiperpireksi.

DIAGNOSISDiagnosis tetanus berdasarkan atas pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah dan cairan cerebrospinal normal,

basil tetanus ditemukan hanya pada sekitar 30% kultur anaerob dari luka yang dicurigai.

DIAGNOSIS BANDINGKeadaan dibawah ini dapat disingkirkan dengan pemeriksaan yang hati-hati terhadap kemungkinan :- meningitis- subarachnoid hemorage- temporalmandibular arthralgia- tetani- histeri- ec\ncephalitis- phenotiazine terapi- serum sickness- epilepsi dan- rabies

MANAGEMENT DAN TERAPIPasien yang diduga menderita tetanus harus ditempatkan pada tempat yang tenang, dibagian yang gelap dari

ruangan HCU. Tempat yang benar-benar tenang perlu sebagai mencegah kebisingan yang bisa memimbuklan kejang dan nyeri. Perawat khusus harus terus menerus hadir sepanjang hari dan malam untuk memonitor perjalan penyakit dan memberitahukan pada dekter perubahan frekwensi atau beratnya kejang. Fasilitas untuk endotraccheal suction dan intubasi termasuk tracheostomi dan ventilasi dengan oksigen harus dapat segera dapat digunakan. Jika direncanakan pasien pindah ke rumah sakit lain ,intubasi harus dilakukan sebelum pasien dipindahkan pada semua kasus kecuali kasus-kasus yang ringan. Cegah terjadi dekubitus dan kontraktur.

RIWAYAT DAN PEMERIKSAANPerjalanan penyakit biasanya dari kejang nervus cranalis motorik berupa trismus (N.V), risus sardonicus (N,VII),

dysphagia (N.X, N.XII), salivasi (N.VII) dan hyperacusis (N.VIII) sampai kekakuan umum secara kejang yang menyeluruh. Sayangnya, progresivitas penyakit ini tidak seluruhnya sama, kejang menyeluruh dapat terjadi tanpa diduga pada penyakit yang tidak dapat diramalkan ini.

beratnya penyakit dapat diperkirakan dari inkubasi (cedera sampai gejala pertama timbul) dan priode of onset (pertama kali timbul gejala sampai timbul kejang pertama). Penilaian awal beratnya penyakit akan dapat membantu untuk menempatkan pasien dalam group pengobatan yang tepat (menurut tabel gradasi penyakit). Keluarga harus dianamnesa jika tersebut tidak dapat menceritakan penyakit secara adequet.

Pemeriksaan yang dilakukan haruslah seminimal mungkin memberikan trauma tempat asal trauma haruslah dilihat tetapi mungkin juga tidak akan ditemukan. Melalui pemeriksaan neurologis dan pungsi lumbal dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain. Perhatikan terutama diberikan terhadap sistem respirasi untuk menentukan apakah pasien dapat mempertahankan jalan napasnya. Buli-buli yang distended memerlukan pemasangan kateter.

PENGOBATANPerawatan luka : Pada luka yang dicurigai harus dilakukan debridement yang baik sekaligus mengangkat kuman

yang menghasilkan toksin.

ANTITOXIN DAN ANTIBIOTIKHuman anti tetanus gamma-glubumin 3000-10.000 unit, diberikan secara intra muskuler dan dapat diulang bila

diperlukan. Tetanus anti toksin tidak akan menetralisir toksin yang sudah terikat pada susunan saraf pusat, tetapi hanya menetralisir toksin yang masih beredar. Bila TIGH tidak tersedia maka diberikan ATS dengan dosis 100.000 - 200.000 unit diberikan 50.000 unit intramuscular dan 50.000 intravena pada hari pertama, kemudian 60.000 unit dan 40.000 unit intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan ketiga. Setelah penderita sembuh, sebelum keluar rumah sakit harus diberikan immunisasi aktif dengan toksoid, oleh karena seseorang yang sudah sembuh dari tetanus tidak memiliki kekebalan.Antibiotika : Kuman tetanus pada umumnya sensitif terhadap

Page 15: Tetanus

Antibiotika : Kuman tetanus pada umumnya sensitif terhadap penicillin, oleh karena clostridium tetani berada pada daerah anaerob dimana perfusi jaringan jelek, maka diperlukan antibiotika dosis tinggi untuk memcapai daerah tersebut. Akan tetapi dengan adanya infeksi campuran dengan kuman-kuman penghasil betalaktamase maka pinicillin menjadi kurang efektif. Akhir-akhir ini diketahui bahwa Metronidazol dapat mencegah tetanus dan terbukti lebih efektif dibanding dengan penicillin. Alternatif lain bila penderita tidak tahan terhadap penicillin, juga boleh diberikan tetracyiclin.

Bahwa toxin adalah masih ada pada saat gejala pertama dari timbul gejala. Oleh karena itu maka diberi antitoxin. Untuk mencegah penyebaran infeksi pyogenik, sisi dari trauma haruslah di eksisi luas dengan "minimal handling" dari jaringan dan luka dibiarkan terbuka.

CAIRAN NUTRISI

Protein yang sedang, calori yang banyak diberikan tiap hari. Pada kasus yang ringan, boleh intake oral. Biasanya pasien dengan trismuspun diberi cairan biasanya dengan sedotan. Pada kasus yang berat dan sedang, nasogastrik atau I.V dapat diberikan.

KONTROL KEJANG

Sejak perkenalan paralisis dan intermittent positive pressure ventilation (IPPV) mortalitas tetanus yang berat turun sampai kurang dari 4% pada dewasa dan 20% pada neonatus. (4). Terapi seperti itu hanya dapat dilakukan pada unut dengan ratio staff: pasien yang tinggi. Pada negara yang belum berkrmbang mortalitas pada dewasa mungkin dibawah 20% apabila keinginan merawat dan sedasi adaquat.

SEDASISebagian besar pasien ditemukan bahwa tetanus dan pengobatannya merupakan siksaan yang menakutkan dan

sangat menyakitkan. Sebagai konsekwensinya, mereka harus menerima sedasi sebanyak yang aman yang dapat diberikan. Bagaimanapun obat-obat yang menyebabkan depresi pernafasan dan cardiovasculer harus dihindari. Opium dan dan barbiturat merupakan kontra indikasi. Paraldehhyde masih tetap merupakan preparat yang biasanya banyak digunakan, dalam dosis diatas12 ml setiap 4 jam dengan menggunakan nasogastric tube (pengenceran) 1:10) atau dengan intramuskular. 10-20 mg diazepam setiap 4-6 jam atau 100-200 mg cholorpromazine setiap 4 jam juga dapat diberikan meskipun sydrom dari simpatik dapat sering terjadi.

PARALISIS DAN IPPV

Pada kasus-kasus yang berat penambahan paralisis dan IPPV merubah prognosa pasien tetanus. Semua pasien dengan kejang otot yang cukup berat untuk menghambat ventilasi harus ditangani apabila fasilitas memungkinkan. Paralis diperbolehkan dengan preparat apaun yang lebih disukai oleh ahli anasthesi, dapat untuk menghilangkan semua kejang kecuali pergerakan otot yang minimal. Mula-mula, dosis diulang pada tanda pertama pengembalian aktofitas otot. Panjangnya interval antara dosis-dosis seperti pada permulaan penyakit berkurang. IPPV dengan ruangan yang sangat kaya akan oksigen berguna untuk mempertahankan PO2 arterial 80-100 mmHg dan PCO2 aterial 35-40 mmHg.

Harus diingat pada pasien yang paralis, tidak dapat memberikan respon terhadap rangsangan dari luar, juga tidak tuli dan tidak bodoh dan mungkin sangat lemah tapi tetap sadar terhadap sekelilingnya. Perawat dan para dokter harus sangat berhati-hati dalam berbicara dan secara terus-menerus berbicara pada pasien. Pasien-pasien paralisa juga membutuhkan kateter dan evacuasi rectum secara manual. pada kasus-kasus yang berat akan diperlukan paralisis selama 3-4 minggu. Pasien dan para kerabatnya harus diberi tahu tentang hal ini.

TABEL PHILLIPS SCORE

1.Masa inkubasi : < 2 hari nilai 5 2-5 hari nilai 4 6-8 hari nilai 3 11-14 hari nilai 2 > 15 hari nilai 1

2. Tempat infeksi : umbilikus nilai 5 kepala/leher nilai 4 badan nilai 3 extremitas atas proximal nilai 3 extremitas bawah proximal nilai 3 extremitas atas distal nilai 2 extremitas bawah distal nilai 2 tidak diketahui nilai 1

3. immunisasi : belum pernah nilai 10 mungkin pernah nilai 8 pernah > 10 tahun yg lalu nilai 4 pernah < 10 tahun yg lalu nilai 2

Page 16: Tetanus

imunisasi lengkap nilai 0

4. Faktor penyerta : trauma yang mengancam jiwa nilai 10 trauma berat nilai 8 trauma sedang nilai 4 trauma ringan nilai 2 A.S.A derajat 1 nilai 1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROGNOSE PENYAKIT5. Derajat Spasme epistotonus nilai 6

reflek spasme umum nilai 4 spasme terbatas nilai 3 spastistas umum nilai 2 trismus nilai 1

6. Frekwensi spasme spontan >3x/15 menit nilai 5 spontan <3x/15 menit nilai 4 kadang-kadang spontan nilai 3 <6x/12 jam nilai 0

7. Suhu badan >38.9 derajat nilai 10 38,3-38,8 nilai 8 37,2-37,7 nilai 2 36,7-37,1 nilai 0

8 Pernapasan trakheostomi nilai 10henti napas tiap konpulasi nilai 8henti napas, kadang-kadang tiap nilai 4konvulasi.henti napas, hanya selama konvulasi nilai 2normal nilai 0

<10:RINGAN, dapat sembuh sepontan 10-14: SEDANG, harus selamat dengan perawatan standar yang layak15-23: BERAT, harapan hidup tergantung pada kwalitas pengobatan.> 24 : SANGAT BERAT, umumnya berakhir dengan kematian.

Owen Smith, MS (Emergency Surgery)

Table GEJALA-GEJALA DAN PENANGANAN MENURUT GRADASI PENYAKITPENGOBATAN

RINGAN SEDANG BERATMasa inkubasi 14 hari 10-14 hari < 10 hariOnset 6 hari 3-6 hari < 3 hariTrimus + ++ +++Dysphagia - - +++Kekakuan - ++ +++Reflek spasme - + +++

PengobatanSedasi +++ +++ +++Nutrisi Oral NHG/I.V NHG/I.VTracheostomi - + +Paralysis & IPPV - ñ +

3.   Pemberian antitoksin tetanusAntitoksin tetanus pada dasarnya ada 2a.   Heterologous antitoksinb.   Tetanus immun Globulin (human)Heterologous antitoksin (ATS) diambil dari serum kuda yang telah divaksinasikan sebelumnya.  Jadi mengandung protein kuda (protein asing) dan pemberian kedua dan seterusnya menimbulkan reaksi sensitivity yang hebat sampai dapat terjadi anafilaktik shock.  Oleh sebab itu sebelum pemberian perlu ditest lebih dahulu.Tetanus Immun Globulin (human)

Page 17: Tetanus

Diambil dari serum manusia.  Dalam perdagangan bermacam – macam nama seperti Hu-Tet, Hyper-Tet, Homo-Tet dan sebagainya.  Jenis ini jarang sekali menimbulkan reaksi hipersensitivity, kalau ada sangat ringan antitoksin diberikan harus dengan indikasi yang jelas.Indikasi pemberian antitoksin tetanus adalah :1.   Luka yang kotor atau tetanus proma wound yang terjadi pada orang yang belum pernah mendapat immunisasi aktif, atau orang itu dengan proteksi tetanus persial.2.   Pengobatan pasien dengan tetanus.Dosis pemberian tetanus immuno-globulin (human) untuk profilaksis adalah :-     Orang dewasa                                                 :           250 u – 500 u-     Anak di atas 10 tahun                                      :           250 u-     Anak 5 – 10 tahun                                           :           125 u-     Anak di bawh\ag 5 tahun                                 :           75 uTetanus immuno-globulin (human) ini bertahan dalam darah selama 1 bulan.  Untuk pengobatan penderita tetanus diberikan dosis 3000 – 6000 unit intra muskuler pada otot gluteus, sebagian diinfitrasikan sekitar luka.Antitoksin serum kuda (ATS) diberikan bila human antitoksin tidak ada, dosisnya untuk profilaksis 1500 – 3000 unit bagi orang dewasa, anak – anak sesuai umur.  ATS bertahan dalam darah 7 – 14 hari.  Untuk pengobatan penderita tetanus dosis ATS adalah 20.000 – 40.000 unit.  Antitoksin untuk profilaksis diberikan secara simultan dengan vaksin tetanus tetapi dengan spuit dan jarum yang berbeda, juga tempat penyuntikan harus berbeda, gunanya agar jaringan terjadi aglutinasi antara keduanya. Grafik titer antitoksin dalam serum sesudah pemberian toksoid saja, antitoksin saja, toksoid dan antitoksin secara simultan.