Tatalaksana Fraktur Osteoporosis
description
Transcript of Tatalaksana Fraktur Osteoporosis
TATALAKSANA FRAKTUR OSTEOPOROSIS
Proses Penyembuhan Tulang
a. Stadium Pembentukan Hematoma
Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak, hematoma
dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot) terjadi 1 – 2 x 24 jam.
b. Stadium Proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini menjadi
precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi
dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.
c. Stadium Pembentukan Kallus
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa kalus
terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 – 10 hari
setelah kecelakaan terjadi.
d. Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara bertahap-
tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.
e. Stadium Remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur. Tulang yang
berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan.
Konsep Dasar Penanganan Faktur
Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
a. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah mengetahui
riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang
peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.
b. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak asalnya. Tindakan ini
dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk
mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi morfin IV, sedative atau blok saraf
lokal.
c. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik fiksator
eksterna.
d. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara melakukan ROM
aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan
setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
Sumber : Ganong, William. F. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 20. EGC :
Jakarta
Tatalaksana Osteoporosis
Beberapa hal yang disorot dalam guideline NOGG 2013:
Alendronate generik direkomendasikan sebagai terapi lini pertama karena kerja spektrum
luasnya sebagai agen antifraktur dengan harga terjangkau.
Ibandronate, risedronate, zoledronic acid, denosumab, raloxifene atau strontium ranelate
digunakan sebagai terapi pilihan jika alendronate dikontraindikasikan atau tidak dapat
ditoleransi dengan baik oleh pasien.
Karena harga yang mahal, maka rekombinan hormon parathyroid hanya diberikan pada
pasien dengan risiko sangat tinggi fraktur terutama pada vertebra.
Wanita postmenopause dapat mendapatkan manfaat dari calcitriol, etidronate, dan terapi
hormon pengganti.
Terapi untuk pria dengan risiko tinggi terjadi fraktur harus dimulai dengan alendronate,
risedronate, zoledronate, atau teriparatide.
Bagi wanita post menopause, terapi yang diakui untuk pencegahan dan pengobatan
osteoporosis akibat glukokortikoid yaitu alendronate, etidronate dan risedronate, sementara
itu terapi pilihan yang diakui baik untuk wanita dan juga pria adalah teriparatide dan
zoledronate.
Suplemen calcium dan vitamin D secara luas direkomendasikan untuk para lansia dan
sebagai terapi osteoporosis.
Efek potensial pada kardiovaskuler akibat pemberian suplemen calcium masih kontroversial,
namun sangat bijaksana jika asupan calcium melalui makanan ditingkatkan dan
menggunakan suplemen vitamin D saja daripada mengkonsumsi suplemen calcium dan
vitamin D bersamaan.
Penghentian mendadak bisphosphonate dihubungkan dengan penurunan BMD dan bone turn
over setelah 2 – 3 tahun diterapi dengan alendronate dan risedronate
Terapi bisphosphonate dilanjutkan meskipun tanpa evaluasi lebih lanjut terutama pada pasien
dengan risiko sangat tinggi terjadi fraktur, dimana review terapi dan evaluasi fungsi ginjal
cukup dilakukan tiap 5 tahun sekali.
Jika bisphosphonate dihentikan, risiko fraktur dievaluasi ulang tiap kali setelah terjadinya
fraktur baru, atau setelah 2 tahun jika tidak terjadi fraktur baru.
Sumber: National Osteoporosis Guideline Group