Tatalaksana Fraktur Osteoporosis

4
TATALAKSANA FRAKTUR OSTEOPOROSIS Proses Penyembuhan Tulang a. Stadium Pembentukan Hematoma Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot) terjadi 1 – 2 x 24 jam. b. Stadium Proliferasi Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi. c. Stadium Pembentukan Kallus Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan terjadi. d. Stadium Konsolidasi Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan. e. Stadium Remodelling Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan.

description

Osteoporosis

Transcript of Tatalaksana Fraktur Osteoporosis

Page 1: Tatalaksana Fraktur Osteoporosis

TATALAKSANA FRAKTUR OSTEOPOROSIS

Proses Penyembuhan Tulang

a. Stadium Pembentukan Hematoma

Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak, hematoma

dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot) terjadi 1 – 2 x 24 jam.

b. Stadium Proliferasi

Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini menjadi

precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi

dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.

c. Stadium Pembentukan Kallus

Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa kalus

terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 – 10 hari

setelah kecelakaan terjadi.

d. Stadium Konsolidasi

Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara bertahap-

tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.

e. Stadium Remodelling

Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur. Tulang yang

berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan.

Konsep Dasar Penanganan Faktur

Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :

a.       Rekognisi

Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah mengetahui

riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang

peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.

b.      Reduksi

Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak asalnya. Tindakan ini

dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk

mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi morfin IV, sedative atau blok saraf

lokal.

Page 2: Tatalaksana Fraktur Osteoporosis

c.       Retensi

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan

kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi

eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik fiksator

eksterna.

d.      Rehabilitasi

Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara melakukan ROM

aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan

setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.

Sumber : Ganong, William. F. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 20. EGC :

Jakarta

Tatalaksana Osteoporosis

Beberapa hal yang disorot dalam guideline NOGG 2013:

Alendronate generik direkomendasikan sebagai terapi lini pertama karena kerja spektrum

luasnya sebagai agen antifraktur dengan harga terjangkau.

Ibandronate, risedronate, zoledronic acid, denosumab, raloxifene atau strontium ranelate

digunakan sebagai terapi pilihan jika alendronate dikontraindikasikan atau tidak dapat

ditoleransi dengan baik oleh pasien.

Karena harga yang mahal, maka rekombinan hormon parathyroid hanya diberikan pada

pasien dengan risiko sangat tinggi fraktur terutama pada vertebra.

Wanita postmenopause dapat mendapatkan manfaat dari calcitriol, etidronate, dan terapi

hormon pengganti.

Terapi untuk pria dengan risiko tinggi terjadi fraktur harus dimulai dengan alendronate,

risedronate, zoledronate, atau teriparatide.

Bagi wanita post menopause, terapi yang diakui untuk pencegahan dan pengobatan

osteoporosis akibat glukokortikoid yaitu alendronate, etidronate dan risedronate, sementara

itu terapi pilihan yang diakui baik untuk wanita dan juga pria adalah teriparatide dan

zoledronate.

Suplemen calcium dan vitamin D secara luas direkomendasikan untuk para lansia dan

sebagai terapi osteoporosis.

Page 3: Tatalaksana Fraktur Osteoporosis

Efek potensial pada kardiovaskuler akibat pemberian suplemen calcium masih kontroversial,

namun sangat bijaksana jika asupan calcium melalui makanan ditingkatkan dan

menggunakan suplemen vitamin D saja daripada mengkonsumsi suplemen calcium dan

vitamin D bersamaan. 

Penghentian mendadak bisphosphonate dihubungkan dengan penurunan BMD dan bone turn

over setelah 2 – 3 tahun diterapi dengan alendronate  dan risedronate

Terapi bisphosphonate dilanjutkan meskipun tanpa evaluasi lebih lanjut terutama pada pasien

dengan risiko sangat tinggi terjadi fraktur, dimana review terapi dan evaluasi fungsi ginjal

cukup dilakukan tiap 5 tahun sekali.

Jika bisphosphonate dihentikan, risiko fraktur dievaluasi ulang tiap kali setelah terjadinya

fraktur baru, atau setelah 2 tahun jika tidak terjadi fraktur baru.

Sumber: National Osteoporosis Guideline Group