repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25683/1/SKRIPSI... · A....
Transcript of repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25683/1/SKRIPSI... · A....
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Arum Munawaroh
Tempat, Tanggal Lahir : Karawang, 03 Januari 1991
Status Pernikahan : Belum menikah
Alamat : Jalan Galunggung no.47 B Perumahan Karang
Indah Kab.Karawang
Telepon : 085659921851
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri Karang Pawitan II [1997-2003]
2. SMP Negeri 1 Karawang Barat [2003-2006]
3. SMA Negeri 5 Karawang [2006-2009]
Riwayat Organisasi
1. Pengurus Ikatan Remaja Masjid Jamiatul Amaliyah Perumahan Karang
Indah[2006-20013]
2. Staff pengurus Organisasi Kerohanian SMA Negeri 5 Karawang
[2007-2009]
3. Pengurus Organisasi Lembaga Dakwah Kampus Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan [2009-2011]
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, September 2013
ARUM MUNAWAROH, NIM : 109104000006
Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Perilaku Pencegahan
Osteoporosis pada Mahasiswi di Universitas Singaperbangsa Karawang
Tahun 2013
(xxi + 83 halaman + 2 bagan + 7 lampiran )
ABSTRAK
Osteoporosis merupakan penyakit pengeroposan tulang yang disebabkan
karena adanya penurunan massa tulang. Adanya pengetahuan yang baik akan
menghasilkan perilaku yang baik pula dalam mencegah suatu penyakit.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada mahasiswi Universitas
Singaperbangsa Karawang didapatkan bahwa 5 dari 9 mahasiswi yang belum
mengetahui mengenai osteoporosis dan pencegahannya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan tingkat
pengetahuan terhadap pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas
Singaperbangsa Karawang Tahun 2013 dengan menggunakan desain cross
sectional dan pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.
Responden penelitian ini yakni mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang
sebanyak 100 sampel penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan adanya tingkat pengetahuan yang baik
dalam mencegah osteoporosis sebanyak 72 mahasiswi (72%). Sebagian besar
lainnya memiliki perilaku pencegahan osteoporosis yang cukup baik sebanyak 53
mahasiswi (53%). Selain itu, terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis.
Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Perilaku, Osteoporosis, Mahasiswi,
Universitas Singaperbangsa
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
NURSING SCIENCE PROGRAM
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA
Undergraduated Thesis, September 2013
ARUM MUNAWAROH, NIM : 10910400006
The Relationship Level of Knowledge on the Prevention of Osteoporosis in
Student’s Singaperbangsa Karawang University in 2013
(xxi +84pages+2 bagan +7attachments)
ABSTRACT
Osteoporosisis adiseasecausedbydecrease inbone mass. Osteoporosisis
calledthe silent disease, because thesigns andsymptomscome on slowly. Good
knowledgewill be result a good bahaviour in preventing thedisease. Based
onpreliminarystudiesthat had do onstudent’s Singaperbangsa Karawang
Universitywas found that5of the9students whodo not
knowaboutosteoporosisandits prevention.
This study conducted to determine the relationship level of knowledge on
the prevention of osteoporosis in student’s Singaperbangsa Karawang University
in 2013 by using a cross-sectional design and the retrieval of data was done by
using a questionnaire. The samples of research is 100 student’s Singaperbangsa
Karawang University.
The results showed a good level of knowledge in preventing osteoporosis
as much as 72 students (72%). Most of the others have osteoporosis prevention
behaviors are good enough as many as 53 students (53%). Moreover, there is a
significant relationship between the level of knowledge on osteoporosis
prevention behaviors.
Keywords: Knowledge,Behaviour, Student, Singaperbangsa Karawang University
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan karunia, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul Hubungan Tingkat
Pengetahuan Terhadap Perilaku Pencegahan Osteoporosis Pada Mahasiswi
Di Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013. Shalawat dan salam
semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap
waktu dan tempat sampai akhir zaman.
Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah dengan doa, kesungguhan, kerja
keras, dan kesabaran disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik
langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-
baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini peneliti ingin
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.Andselaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.kep., MKMselaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.kep., MKM selaku pembimbing
pertama dan Ibu Ns EniNur’ainiAgustini,.S.Kep, M.Sc selaku pembimbing
kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran
vi
selama membimbing peneliti dan memberikan banyak masukan,
pengetahuan, dan bimbingan pada peneliti.
4. Ibu Ita Yuanita, S.Kp., M.Kep selaku Dosen Penasehat Akademik
peneliti yang telah membimbing dan memberi nasehat kepada peneliti.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar, pada lingkungan
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama duduk
pada bangku kuliah
6. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Ilmu Keperawatan
7. Pihak kampus Universitas Singaperbangsa Karawang yang telah
memberikan kesempatan dan perizinan dalam melakukan uji validitas
dan reabilitas dan penelitian untuk penyusunan skripsi ini.
Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi
peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama
untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.
Ciputat, Oktober 2013
Arum Munawaroh
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ...................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................... vii
ABSTRACT ............................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi
DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL.................................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xx
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 5
C. Pertanyaan Penelitian......................................................... ............. 5
D. Tujuan Penelitian............................................................................. 6
a. Tujuan Umum............................................................................. 6
b. Tujuan Khusus ............................................................................ 6
E. Manfaat Penelitian........................................................................... 6
a. Manfaat Bagi Institusi Keperawatan .......................................... 6
viii
b. Manfaat Bagi Masyarakat .......................................................... 7
F. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 7
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengetahuan .................................................................................... 8
1. Definisi ..................................................................................... 8
2. Tingkatan Pengetahuan ............................................................ 8
3. Pengukuran Pengetahuan ......................................................... 10
B. Perilaku ........................................................................................... 10
1. Definisi ...................................................................................... 10
2. Faktor yang mempengaruhi perilaku ........................................ 11
C. Perilaku Kesehatan .......................................................................... 12
1. Unsur-unsur dalam Perilaku Kesehatan .................................... 12
2. Klasifkasi Perilaku Kesehatan................................................... 14
3. Pengukuran Perilaku ................................................................. 15
D. Osteoporosis .................................................................................... 15
1. Definisi..................................................................... ................ 15
2. Gejala....................................................................... ................ 17
3. Faktor Resiko............................................................ ............... 19
4. Penyebab.................................................................. ................ 26
5. Akibat..................................................................... .................. 27
6. Pengobatan dan Pencegahan.......................................... .......... 28
E. Penelitian Terkait ............................................................................ 33
F. Kerangka teori ................................................................................. 35
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
ix
A. Kerangka Konsep ............................................................................ 37
B. Definisi Operasional........................................................................ 37
C. Hipotesis .......................................................................................... 39
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ............................................................................. 40
B. Lokasi dan waktu penelitian ........................................................... 40
C. Populasi dan sampel ........................................................................ 40
D. Instrumen penelitian ........................................................................ 44
E. Pengumpulan Data .......................................................................... 48
F. Pengolahan data ............................................................................. 50
G. Analisis data .................................................................................... 51
H. Etika penelitian................................................................................ 52
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran lokasi penelitian ............................................................. 58
B. Analisis univariat ............................................................................ 58
C. Analisis bivariat .............................................................................. 69
BAB VI PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Data .......................................................................... 70
1. Gambaran Karakteristik Responden ................................................. 70
2. Gambaran Tingkat Pengetahuan terhadap Perilaku Pencegahan
Osteoporosis ...................................................................................... 71
3. Gambaran Tingkat Pengetahuan Osteoporosis Secara Umum..... 73
x
4. Gambaran Perilaku Pencegahan
Osteoporosis................................................................................... 75
5. Gambaran Pencegahan Osteoporosis Secara Umum
..................................................................................................... 79
6. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku
Pencegahan Osteoporosis.......................................................... 81
7. Keterbatasan Penelitian............................................................ 82
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................... 83
B. Saran..................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA
xi
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Judul Bagan
Halaman
2.1 Kerangka Teori ............................................... 36
3.1 Kerangka Konsep ............................................... 37
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Sayuran dan Buah-Buahan
Pencegah Osteoporosis
30
3.1 Definisi Operasional 38
4.1 Populasi Responden 41
4.2 Jumlah Sampel 44
4.3 Kisi-Kisi Final Instrumen
Pengumpul Data
45
4.4 Panduan interpretasi hasil
uji hipotesis berdasarkan
kekuatan korelasi, nilai p,
dan arah korelasi
52
5.1 Distribusi Frekuensi
Karakteristik Usia
responden Berdasarkan
Semester
56
5.2 Distribusi frekuensi
responden mengenai definisi
osteoporosis
56
5.3 Distribusi frekuensi
responden mengenai tanda-
tanda dan gejala terkena
osteoporosis
57
5.4 Distribusi frekuensi
responden mengenai faktor-
faktor yang berisiko terkena
osteoporosis
58
xiii
5.5 Distribusi frekuensi
responden mengenai sebab-
akibat osteoporosis
58
5.6 Distribusi frekuensi
responden mengenai
makanan dan asupan
kandungan gizi untuk
mencegah osteoporosis
59
5.7 Distribusi frekuensi
responden terapi
pencegahan osteoporosis
60
5.8 Distribusi frekuensi
responden berdasarkan
tingkat pengetahuan
60
5.9 Distribusi frekuensi
responden dalam berjalan
1000 langkah setiap hari
61
5.10 Distribusi frekuensi
responden berdasarkan
perilaku pencegahan
osteoporosis dalam
terpaparnya sinar matahari
pada pagi hari (jam 7-9)
62
5.11 Distribusi frekuensi
responden dalam
62
xiv
pemeriksaan densitas tulang
5.12 Distribusi frekuensi
responden dalam meminum-
minuman keras
63
5.13 Distribusi frekuensi
responden dalam Perilaku
merokok
63
5.14 Distribusi frekuensi
responden dalam
mengonsumsi soft-drink
64
5.15 Distribusi Frekuensi
Responden dalam Kerutinan
Olahraga
64
5.16 Distribusi frekuensi
responden dalam
mengonsumsi sayuran hijau
65
5.17 Distribusi frekuensi
responden dalam
mengonsumsi susu
65
5.18 Distribusi frekuensi
responden dalam
mengonsumsi wortel
66
5.19 Distribusi frekuensi
responden dalam
pemeriksaan densitas tulang
66
xv
5.20 Distribusi frekuensi
responden dalam kegemaran
melakukan jogging
67
5.21 Distribusi frekuensi
responden dalam rutinitas
mengonsumsi suplemen
kalsium
67
5.22 Distribusi frekuensi
berdasarkan perilaku
pencegahan osteoporosis
secara umum
68
5.23 Korelasi antara tingkat
pengetahuan dengan
perilaku pencegahan
osteoporosis
69
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 2 Kuesioner penelitian
Lampiran 3 Hasil pengolahan data
Lampiran 4 Surat izin studi pendahuluan
Lampiran 5 Surat izin validitas dan reabilitas
Lampiran 6 Surat izin penelitian
Lampiran 7 Surat pernyataan telah melakukan penelitian
xvii
DAFTAR SINGKATAN
BUA Broadband Ultrasound Attenuation
DMT Densitas Masa Tulang
Dkk dan kawan-kawan
DXA daul-energy x-ray absorptiometry
g Gram
KemenKes RI Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Km Kilometer
mg miligram
NIH National Institute of Health
OA OsteoArthritis
PTH Parathyroid Hormon
QCT Quantitative Computed Tomography
SERM Selective Estrogen Receptor Modulator
WHO World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia yang hidup di dunia pasti akan mengalami
pertumbuhan dan perkembangan, baik itu dari segi fisik maupun mental.
Hal ini dikarenakan mereka akan mengalami proses penurunan fungsi
tumbuh, seperti kulit, tulang, dan lain-lain. Proses penurunan fungsi tubuh
ini dapat diartikatakan sebagai proses penuaan. Penuaan menurut
Constantinindes yang dikutip dalam karangan Darmojo (2009) merupakan
proses penurunan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri, mempertahankan struktur dan fungsi normal secara
perlahan, sehingga dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
dapat memperbaiki kerusakan yang diderita. Saat penuaan terjadi proses
kepadatan tulang pun menurun. Penurunan kepadatan tulang tersebut
dinamakan osteoporosis.
Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang
sehingga apabila terkena benturan yang ringan saja tulang tersebut akan
patah. Penyakit osteoporosis ini sering disebut dengan silent disease
karena proses kepadatan tulang terjadi secara perlahan dan berlangsung
secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari tanda dan
gejalanya. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa osteoporosis ini
merupakan pembunuh tersembunyi (silent killer) (Tandra, 2009).
2
World Health Organization (WHO) (2009), osteoporosis menduduki
peringkat kedua dibawah penyakit jantung sebagi masalah utama di dunia.
Munculnya berbagai penyakit di dunia ini, akan mempengaruhi usia
harapan hidup seseorang, termasuk dengan munculnya osteoporosis
sebagai penyakit angka kejadian yang cukup tinggi. Menurut data
Internasional Osteoporosis Foundation (IOF) (2009) lebih dari 30%
wanita diseluruh dunia mengalami resiko seumur hidup untuk patah tulang
akibat osteoporosis, bahkan mendekati 40%, sedangkan pada pria
resikonya berada pada angka 13%. Menopause dini meyebabkan wanita
usia 20tahun, 30 tahun atau bahkan 40 tahun berisiko terkena osteoporosis
(Munch dan Shapiro, 2006).
Wanita adalah kelompok yang paling berisiko terkena fraktur
osteoporosis di masa tua. Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria
di Indonesia terserang osteoporosis atau pengeroposan tulang. Saat ini
jumlah penderita osteoporosis di Indonesia pun kini jauh lebih besar dari
data terakhir . Lima provinsi dengan risiko osteoporosis lebih tinggi adalah
Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%),
Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%), Kalimantan Timur
(10,5%) (Departemen Kesehatan, 2005). Sementara data Sistem Informasi
Rumah Sakit (2010) insiden patah tulang paha atas akibat osteoporosis
adalah 200 dari 100 ribu kasus pada usia 40 tahun.(Supari, 2008.)
Berdasarkan data yang diambil dari Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia (2008), menyatakan bahwa angka prevalensi osteopenia
(osteoporosis dini) sebesar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar
3
10,3%. Ini berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki risiko untuk
terkena osteoporosis, dimana 41,2% dari keseluruhan sampel yang berusia
kurang dari 55 tahun terdeteksi menderita osteopenia. Prevalensi
osteopenia dan osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung lebih
tinggi dibanding wanita, sedangkan >55 tahun peningkatan osteopenia
pada wanita enam kali lebih besar dari pria dan peningkatan osteoporosis
pada wanita dua kali lebih besar dari pria.
Research International Osteoporosis Foundation (IOF) 2009
memperkirakan sekitar 674.524 perempuan usia 35-39 tahun dan 591.911
perempuan usia 40-44 tahun di Jawa Barat beresiko osteoporosis. Data
yang dihasilkan tersebut tidaklah sedikit, ini merupakan data yang cukup
mengejutkan dalam dunia kesehatan. Berdasarkan data dari Puskesmas
Karawang Kulon, dalam setiap bulannya terdapat 7 orang yang menderita
Osteoarthritis (OA) sedangkan penderita yang mengeluh nyeri punggung
bawah mereka klasifikasikan ke dalam penyakit tulang keropos
(osteoporosis). dimana data pada bulan Oktober 2012 di Puskesmas
Karawang Kulon menerangkan bahwa dari 3 penderita yang diperiksa,
terdapat 2 diantaranya yang terindikasi osteoporosis.
Berdasarkan Journal of Clinical (2008) yang ditulis oleh Chang Shu-
Fang menyebutkan bahwa warga Taiwan yang menjadi responden dalam
penelitiannya, terdapat 44% responden memahami tentang osteoporosis,
sedangkan sisanya belum memahami secara baik mengenai osteoporosis
dan pencegahannya. Dengan demikian dari jurnal tersebut dapat
4
disimpulkan bahwa informasi yang didapat warga Taiwan mengenai
osteoporosis dan pencegahannya itu masih kurang.
Lakey, et al (2003) melakukan penelitian mengenai pencegahan
osteoporosis, dalam penelitian yang berjudul “Osteoporosis Prevention:
Knowledge and Behaviour in SouthWestern Community” ini menjelaskan
tentang bagaimana pengetahuan wanita usia 25-55 tahun di Marcopa
Country, Arizona dalam mencegah osteoporosis. Adapun dalam penelitian
tersebut terdiri atas pengetahuan mengenai definisi osteoporosis, faktor
resiko osteoporosis, konsumsi kalsium dalam mencegah osteoporosis
maupun diet dan aktifitas yang berkaitan terhadap pencegahan
osteoporosis. Penelitian tersebut didaptkan hasil bahwa dari 200 responden
(wanita usia 25-35 tahun) hanya 154 yang mengetahui osteoporosis,
namun dari 154 tersebut hanya 117 yang mengetahui definisi osteoporosis.
Lain halnya dengan perilaku dalam mencegah osteoporosis, terdapat 9%
responden yang melakukan pencegahan osteoporosis dengan melakukan
jalan kaki.
Sinnathambi (2010) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan
wanita-wanita premenopause di Kecamatan Medan Selayang II terhadap
osteoporosis dalam kategori baik telah mencapai 87% sedangkan untuk
tindakan pencegahannya yang dalam kategori baik hanya mencapai 16%
saja. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk tingkat
pengetahuan wanita premenopause mengenai osteoporosis dalam kategori
baik namun untuk tindakan pencegahannya masih kategori sedang.
Sehingga perlu ada tindakan promosi kesehatan lanjutan lagi. Sedangkan
5
berdasarkan data yang di dapat dari mahasiswi Universitas Singaperbangsa
yaitu 5 dari 9 mahasiswi yang belum mengetahui tentang osteoporosis dan
pencegahannya Berdasarkan studi pendahuluan tersebut membuat peneliti
tertarik untuk melakukan penelitan mengenai hubungan tingkat
pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi
Universitas Singaperbangsa.
B. Rumusan Masalah
Begitu tingginya prevalensi osteoporosis pada wanita di usia lanjut.
Pada wilayah Jawa Barat saja dari 1.686.312 sekitar 674.524 wanita usia
produktif yang mengalami osteoporosis. Sedangkan untuk wilayah
Karawang sendiri, berdasarkan data yang di dapat dari mahasiswi
Universitas Singaperbangsa yaitu 5 dari 9 mahasiswi yang belum
mengetahui tentang osteoporosis dan bagaimana pencegahannya.
Berdasarkan data yang dihasilkan tersebut menyebabkan penulis
tertarik sekali untuk mengamati sejauh mana mahasiswi Universitas
Singaperbangsa Karawang khususnya pada wanita usia subur dalam
memahami osteoporosis dan pencegahannya.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan adapun pertanyaan
penelitiannya, yaitu:
1. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku mengenai
osteoporosis pada mahasiswi Unversitas Singaperbangsa Karawang?
6
2. Apakah mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang dalam
mengetahui perilaku apa saja yang dapat dilakukan dalam mencegah
osteoporosis?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan
terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas
Singaperbangsa Karawang tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a) Teridentifikasi pengetahuan mahasiswi Universitas Singaperbangsa
Karawang mengenai osteoporosis.
b) Teridentifikasi perilaku mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang
dalam mencegah osteoporosis.
c) Teridentifikasi hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku
pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa
Karawang.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh mahasiswa keperawatan
sebagai literatur tambahan untuk materi yang telah didapat dan juga
sebagai bahan pertimbangan penelitian lebih lanjut tentang
pengetahuan masyarakat tentang praktik pencegahan dan perawatan
osteoporosis.
7
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh individu (responden ),
dan keluarga sebagai bahan informasi mengenai osteoporosis,
penanganannya dan faktor-faktor yang dapat memperburuk kondisi
penderita osteoporosis sehingga individu (responden) dan keluarga
dapat turut serta dalam mencegah osteoporosis dan mengetahui
perawatan yang tepat untuk osteoporosis. Selain itu, dapat menambah
pengetahuan masyarakat tentang praktik pencegahan dan perencanaan
perawatan osteoporosis.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan penelitian mengenai hubungan tingkat
pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi
Universitas Singaperbangsa Karawang tahun 2013. Penelitian ini
dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hdayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan di Universitas
Singaperbangsa Karawang pada bulan Juni 2013.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan design penelitian
cross sectional yang menggunakan data primer yaitu berupa data yang
dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Pengambilan sampel ini
dengan cara proportional random sampling. Populasi yang digunakan
yaitu mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Sunaryo (2004) pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi
melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek
tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku terbuka (overt behaviour). Perilaku yang didasari
pengetahuan umumnya bersifat langgeng.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. (Notoatmodjo, 2007). Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang
bayi melihat, memegang dan merasakan benda yang dia kenal, maka
otaknya pun akan memproses mengenai benda tersebut sehingga bayi itu
pun mendapatkan pengetahuan mengenai benda itu baik mengenai
bentuk, nama dan sebagainya.
2. Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkat (Soekidjo Notoatmodjo,2007:145 dalam buku psikologi
keperawatan karangan Sunaryo, 2004 ), yaitu:
9
a) Mengenal (recognition) dan mengingat kembali (recall) diartikan sebagai
kemampuan untuk mengingat kembali suatu yang pernah diketahui
sehingga bisa memilih satu dari dua atau lebih jawaban.
b) Pemahaman (comprehention) diartikan sebagi kemampuan untuk
memahami suatu materi atau objek yang diketahui. Seseorang yang telah
paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan
menyimpulkan.
c) Penerapan (application)diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan
secara benar mengenai sesuatu hal yang diketahui dalam situasi yang
sebenarnya.
d) Analisis artinya kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-
bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suami struktur objek tersebut dan
masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat
menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat
bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengetian psikologi
dengan fisiologi.
e) Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran
kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan
menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.
10
f) Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun
sendiri.
3. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui
atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat domain di atas
(Notoatmodjo, 2007 dalam buku karangan Sunaryo, 2004).
B. Perilaku
1. Definisi Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup)
yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua
makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan , binatang sampai dengan
manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-
masing.(Notoatmodjo,2007). Menurut Notoatmodjo (2007) dilihat dari
bentuk respon stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a) Perilaku tertutup (covert behaviour)
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain.
11
b) Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam atau praktik
(practice) yang dengan mudah diamati atau dilihat orang lain.
2. Faktor yang mempengaruhi perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku menurut
Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo 2003 adalah:
a) Faktor Pendukung (Predisposing Factors)
Faktor pendukung adalah faktor pemicu atau anteseden terhadap perilaku
yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku mencakup: pengetahuan,
sikap masyarakat dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. faktor-faktor
ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku maka
sering disebut faktor pemudah.
b) Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat, lingkungan fisik misalnya: air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan
yang bergizi, dan sebagainya. termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan
seperti puskesmas, rumah sakit dan lain-lain. Masyarakat memerulukan
sarana dan prasarana yang menduku demi berperilaku sehat.
c) Faktor Pendorong (Reinforcing Factors)
12
Faktor-faktor ini mencakup faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat
(toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk
petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang, peraturan baik
dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan
C. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan
yang berkaitan dengan sakit-penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan dan lingkungan (Sunaryo, 2004). Perilaku kesehatan menurut
Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim
pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.
1. Unsur-unsur dalam Perilaku Kesehatan
Menurut Maulana (2009) terdapat empat unsur dalam perilaku kesehatan,
diantaranya yaitu:
a) Perilaku terhadap sakit dan penyakit
Perilaku terhadap sakit dan penyakit merupakan respons internal dan
eksternal seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam
bentuk respons tertutup (sikap, pengetahuan ) maupun dalam bentuk
respons terbuka (tindakan nyata). Perilaku terhadap sakit dan penyakit
dapatdiklasifikasikan menurut tingkat pencegahan penyakit sebagai
berikut:
13
1) Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
Perilaku seseorang untuk memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh
masalah kesehatan. Sebagai contoh, melakukan jalan 1000 langkah dalam
sehari demi mencegah osteoporosis, melakukan senam jantung sehat untuk
mencegah penyakit jantung koroner da lain sebagainya.
2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour)
Segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari
penyakit, misalnya imunisasi pada balita, meminum susu demi menjaga
kesehatan tulang, dan lain sebagainya.
3) Perilaku pencegahan pengobatan (health seeking behaviour)
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan /atau kecelakaan, mulai dari mengobati sendiri
(self-treatment) sampai mencari bantuan ahli. Misalkan, individu pergi ke
rumah sakit saat sakit, membeli obat di apotek dan lain-lainya
4) Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour)
Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak
menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi
optimal secara fisik, mental, dan sosial. Sebagai contoh penderita
osteoporosis mengkonsumsi susu tinggi kalsium, penderita DM melakukan
diet dengan mengurangi konsumsi makanan manis, dan melakukan kontrol
rutin selama seminggu.
14
5) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
Perilaku ini merupakan respons individu terhadap sistem pelayanan
kesehatan modern dan atau tradisional, meliputi respons terhadap fasilitas
pelayanan, cara pelayanan kesehatan, perilaku terhadap petugas, dan
respons terhadap pemberian obat-obatan.
6) Perilaku terhadap makanan
Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan
serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (gizi, vitamin) dan
pengolahan makanan
7) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan
Perilaku ini merupakan upaya seseorang merespons lingkungan sebagai
determinan agar tidak memengaruhi kesehatannya.
2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Menurut Becker (1979) seperti dikutip Notoatmodjo (2003), perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Perilaku Hidup Sehat
Perilaku hidup sehat merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya
mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Hal ini mencakup
makan dengan menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak
meminum-minuman keras, dan lain-lain.
b) Perilaku Sakit
Perilaku ini merupakan respons seseorang terhadap sakit dan penyakit,
persepsi terhadap sakit dan usaha-usaha untuk mencegah penyakit.
15
c) Perilaku Peran Sakit
Perilaku peran sakit adalah segala aktivitas individu yang menderita sakit
untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku peran sakit meliputi hal-hal
berikut: tindakan untuk memperoleh kesembuhan dan mengenal atau
mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan atau penyembuhan penyakit
yang layak.
3. Pengukuran perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua
cara, secara langsung, yakni dengan pengamatan (obsevasi), yaitu
mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya.
Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat
kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan
terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan
obyek tertentu. (Notoatmodjo, 2005)
D. Osteoporosis
1. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis merupakan ancaman terbesar bai individu dan
masyarakat karena tingginya morbiditas dan mortalitas yang terkait
dengan itu serta biaya keuangan terkait kesehatan tulang pun turut
mempengaruhinya. (Dawson-Hughes et al, 2008 dalam jurnal penelitian
Chang-Hong et al, 2010)
Osteoporosis bukan sekadar masalah proses penuaan biasa seperti
wajah yang keriput atau rambut beruban, tetapi merupakan suatu
16
penyakit, dan Anda bisa mencegahnya, bahkan dapat mengobatinya.
Mungkin Anda beranggapan bahwa osteoporosis hanya masalah minum
susu atau mengkonsumsi kalsium saja, lalu menjaga tubuh agar tidak
terjatuh sampai menimbulkan patah tulang. Osteoporosis bukan hanya
bisa menyebabkan fraktur tulang, tetapi juga dapat menimbulkan cacat
tubuh, tinggi badan berkurang sampai belasan sentimeter, hingga
penderitaan dan komplikasi yang bermacam-macam. Sebenarnya tulang
keropos sudah ada di zaman Mesir kuno sekitar 2000 tahun sebelum
Masehi. Pada pemeiksaan scan terhadap tulang mummy ternyata dijumpai
patah tulang panggul dan kompresi di beberapa ruas tulang belakang
(Tandra, 2008).
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous,osteo artinya tulang,
dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis
adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas
berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-
arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang. (Tandra, 2008).
Corwin (2008) menyatakan bahwa osteoporosis adalah penyakit
tulang metabolik yang ditandai oleh penurunan densitas tulang yang
parah sehingga mudah terjadi fraktur tulang.
Rubenstein, dkk (2007) menyatakan bahwa Osteoporosis adalah
hilangnya massa tulang dan bukan perubahan kandungannya. Keadaan
ini ditandai oleh meningkatnya risiko fraktur akibat kerapuhan tulang.
17
Definisi osteoporosis menurut WHO (2009) adalah densitas tulang 2,5
standar deviasi dibawah rata-rata bagi wanita dewasa kulit putih.
Menurut National Institute of Health (NIH) (2001), Osteoporosis
adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang
mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah
tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua
faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang.
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikro-arsitektur
jaringan tulang yang berakibat menurunnya kekuatan tulang dan
meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga tulang mudah patah (Supari,
2008).
2. Gejala Osteoporosis
Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai
puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang
sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan
perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya
akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut:
a) Tinggi badan berkurang
b) Patah tulang
Penipisan pada tulang, baik itu tulang vertebra ataupun tulang yang
lainnya, dapat membuat tulang menjadi rapuh, ringan dan akan mudah
patah. Hilangnya kekuatan dan kepadatan tulang akan menyebabkan
18
tulang bisa hancur sehingga akan terasa sakit dan tinggi punggung pun
akan berkurang. Patah tulang ini sering terjadi pada pergelangan, tulang
belakang, dan pinggul.
Patah tulang pergelangan yang disebut juga patah tulang Colles,
paling sering terjadi pada wanita usia 50-70 tahun (Compston, 2002).
Patah tulang belakang bisa disebabkan karena terjatuh, namun tidak semua
rasa sakit pada punggung tersebut disebabkan karena patah tulang
belakang, bisa juga disebabkan karena sebab lainnya seperti artritis patah
tulang belakang ini tidak menyebabkan siatika (sakit pada punggung yang
menyebar ke tungkai) (Compston, 2002). Patah tulang pinggul terjadi pada
bagian atas tulang paha, rata-rata penderita berusia 80 tahun (Compston,
2002).
c) Makin Pendek
Tinggi manusia akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 18
tahun, artinya Anda akan tetap pada tinggi itu dan tidak akan bertambah
tinggi lagi. Penyebab penurunan tinggi badan (height loss) ini adalah
fraktur tulang belakang (vertebra) yang umumnya tanpa keluhan, tetapi
tubuh semakin pendek dan bungkuk. Bila terdapat penurunan tinggi badn
sebanyak dua senti dalam tiga tahun terakhir, itu menandakan adanya
fraktur tulang belakang yang baru (Tandra,2009).
d) Tubuh Membungkuk
Tubuh yang membungkuk (kiposis) atau dorsal kyphosis atau
dowager’s hump, biasanya terjadi akibat kerusakan beberapa ruas tulang
19
belakang dari daerah dada (thoracal)dan pinggang (lumbal).
Osteoporosis pada tulang belakang ini menimbulkan fraktur kompresi
atau kolaps tulang dan menyebabkan badan membungkuk ke depan.
Kiposis yang berat bisa mengakibatkan gangguan pergerakan otot
pernapasan. Anda bisa merasakan sesak napas, kadang bahkan timbul
komplikasi pada paru-paru (Tandra, 2008).
3. Faktor Resiko Osteoporosis
Faktor risiko osteoporosis digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu
risiko yang tidak dapat dikendalikan dan risiko yang dapat dikendalikan.
Risiko yang tidak dapat dikendalikan terdiri dari jenis kelamin, umur, ras,
riwayat, keluarga, tipe tubuh, dan menopause. Adapun faktor risiko yang dapat
dikendalikan yaitu gaya hidup sehat, kurang aktivitas fisik, pengaturan makan
atau pola konsumsi, kebiasaan merokok, dan minum-minuman beralkohol.
a) Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan data statistik, faktor risiko
risiko di bawah ini dikatakan tidak dapat dikendalikan.
1) Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko terkena osteoporosis lebih besar daripada
pria. Sekitar 80% diantara pederita osteoporosis adalah wanita. Secara
umum, wanita menderita osteoporosis empat kali lebih banyak daripada
pria. Satu dari tiga wanita memiliki kecendrungan untuk menderita
osteoporosis. Adapun kejadian osteoporosis pada pria lebih kecil yaitu satu
dari tujuh pria. Hal ini terjadi antara lain karena massa tulang wanita 4
20
lebih kecil dibandingkan dengan pria. Nilai massa tulang wanita umumnya
hanya sekitar 800 gram lebih kecil dibandingkan dengan pria yaitu sekitar
1200 gram. Karena nilai massa tulang yang diikuti dengan kerapuhan
tulang sangat mungkin terjadi (Tandra, 2008).
2) Umur
Semakin tua umur seseorang, risiko terkena osteoporosis menjadi
semakin besar. Osteoporosis merupakan kejadian alamiyang terjadi pada
tulang manusia sejalan dengan meningkatnya usia. Proses densitas
(kepadatan) tulang hanya berlangsung sampai seseorang berusia 25 tahun.
Selanjutnya, kondisi tulang akan tetap (konstan) hingga usia 40 tahun,
densitas tulang mulai berkurang secara perlahan.
Dengan demikian, osteoporosis pada usia lanjut terjadi akibat
berkurangnya massa tulang. Pada lansia, kemampuan tulang dalam
menghindari keretakan akan semakin menurun. Kondisi ini juga
diperparah dengan kecenderungan rendahnya konsumsi kalsium dan
kemampuan penyerapannya. Timbulnya berbagai penyakit pada lansia
juga akan semakin menurunkan kemampuan penyerapan kalsium maupun
meningkatnya pengeluaran kalsium (Larkey, 2003).
3) Ras
Semakin terang kulit seseorang maka risiko terkena osteoporosis
terkena osteoporosis yang lebih besar dibandingkan dengan ras Afrika-
Amerika memiliki massa tulang tertinggi, sedangkan ras kulit putih dari
Eropa memiliki massa tulang terendah. Ras campuran Asia-Amerika
21
berada diantara keduanya. Wanita Afrika-Amerika memiliki massa tulang
yang lebih padat, rangka tulang dan massa otot yang lebih besar. Antara
massa tulang dan massa otot terdapat kaitan yang erat. Semakin besar otot,
tekanan pada tulang semakin tinggi dan tulang semakin besar. Ditambah
lagi kadar hormon estrogen ras Afrika-Amerika lebih tinggi dari ras yang
lain sehingga wanita Afrika-Amerika cenderung lebih lambat menua
daripada wanita kulit putih (Tandra, 2008).
Pigmentasi kulit dan tempat tinggal juga mempengaruhi terjadinya
osteoporosis. Wanita Afrika berkulit gelap dan bertempat tinggal dekat
dengan garis khatulistiwa memiliki risiko osteoporosis yang lebih rendah
dari wanita berkulit putih yang tinggal jauh dari garis khatulistiwa,
misalnya di negara-negara Norwegia dan Swedia (Tandra, 2008).
4) Riwayat keluarga
Bila salah seorang anggota keluarga (ibu atau nenek) memiliki massa
tulang yang rendah atau mengalami osteoporosis maka ada kecenderungan
seseorang mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hal yang
sama (Wirakusumah, 2009).
5) Tipe tubuh
Semakin kecil rangka tubuh maka seakin besar risiko terkena
osteoporosis. Demikian pula dengan wanita yang mempunyai tubuh kurus
cenderung mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena osteoporosis
daripada yang mempunyai berat badan lebih besar. Berdasarkan data
penelitian Chang-Hong, et.al (2010) terdapat 64 % responden yang
22
menganggap dirinya pendek, dan 61% responden memiliki tubuh bungkuk
(Chang, et al. 2010).
6) Menopause
Pada massa menopause, terjadi kehilangan kalsium dari jaringan
tulang. Osteoporosis pada menopause terjadi akibat jumlah estrogen dan
progesteron menurun. Hormon estrogen diproduksi wanita dari masa
kanak0kanak sampai dewasa. Pada masa menopause, hanya bagian tubuh
seperti kelenjar adrenalin dan sel-sel lemak yang memproduksi estrogen,
itupun dalam jumlah yang sangat kecil. Hormon tersebut diperlukan untuk
pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang. Rendahnya
hormon estrogen dalam tubuh akan membuat tulang menjadi keropos dan
mudah patah.
Selain karena meningkatnya umur, menopause dapat juga terjadi
karena pengangkatan ovarium pada wanita. Umunya, pengangkatan
ovarium dilakukan sebagai solusi akhir dari penanganan ovarium penyakir
kandungan, misalnya disebabkan adanya penyakit kanker, myom, dan lain
sebagainya. (Wirakusumah,2009)
b) Faktor risiko yang dapat dikendalikan
Faktor risiko yang dapat dikendalikan maksudnya yaitu bila faktor-
faktor penyebab tersebut dilaksanakan dengan benar maka hal-hal yang
tidak diinginkan dapat diantisipasi.
23
1) Kurang aktivitas (olahraga)
Semakin rendah aktivitas fisik, semakin besar risiko terkena
osteoporosis. hal ini terjadi karena aktivitas fisik (olahraga) dapat
membangun tulang da otot menjadi lebih kuat, juga meningkatkan
keseimbangan metabolisme tubuh (W
2) Diet yang buruk
Bila makanan yng dikonsumsi tidak mencukupi akan berpengaruhi
buruk terhadap kesehatan tulang. Makanan sumber kalsium, fosfor dan
vitamin D yang dikonsumsi cukup sejak usia dini dapat membantu
memperkuat massa tulang, mencegah pengaruh negatif dari
berkurangnya keseimbangan kalsium dan mengurangi tingkat kehilangan
massa kalsium pada tahun-tahun selanjutnya.
3) Merokok
Perokok mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih besar
dibandingkan bukan perokok. Pada wanita perokok ada kecenderungan
kadar estrogen dalam tubunya lebih rendah dan kemungkinan memasuki
masa menopause lima tahun lebih awal dibandingkan dengan bukan
perokok. Kecepatan kehilangan massa tulang juga terjadi lebih cepat
pada wanita perokok. Asap perokok dapat menghambat kerja ovarium
dalam memproduksi hormon estrogen. Di samping itu, nikotin juga
mempengaruhi kemampuan tubuh ubtuk menyerap dan menggunakan
kalsium (Supari, 2008).
24
4) Minum-minuman beralkohol
Konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit mungkin baik bagi tubuh,
tetapi bila jumlahnya sudah terlalu banyak (lebih dari 2 gelas sehari)
dapat merugikan kesehatan karena akan mengganggu proses metabolisme
kalsium dalam tubuh. Alkohol dapat menyebabkan luka-luka kecil pada
dinding lambung yang terjadi beberapa saat setelah minum-minuman
beralkohol. Banyaknya luka kecil akibat minum-minuman beralkohol
akan menyebabkan pendarahan. Hal ini dapat menyebabkan tubuh
kehilangan kalsium karena kalsium banyak terdapat dalam darah
(Wirakusumah, 2009).
5) Imobilitas
Imobilitas dalam waktu yang lama memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk terkena osteoporosis dibandingkan menopause. Imobilitas akan
berakibat pada pengecilan tulang dan pengeluaran kalsium dari tubuh
(hiperkalsiuria). Imobilitas umumnya dialami orang yang berada dalam
masa penyembuhan yang perlu mengistirahatkan tubuhnya untuk waktu
lama. (Supari,2008)
6) Postur tubuh kurus
Postur tubuh yang kurus cenderung mengalami osteoporosis
dibandingkan dengan postur ideal (dengan berat badan ideal), karena
dengan postur tubuh yang kurus sangat mempengaruhi tingkat
pencapaian massa tulang (Tandra, 2008).
25
7) Asupan gizi rendah.
Pola makan yang tidak seimbang yang kurang memperhatikan
kandungan gizi, seperti kalsium, fosfor, seng, vitamin B6, C, D, K, serta
phytoestrogen (estrogen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti
toge), merupakan faktor risiko osteoporosis (Wirakusumah, 2009)
8) Kurang terkena sinar matahari
Orang jarang terkena sinar matahari, terutama sinar pada pagi dan sore
hari, karena pada saat tersebut sinar dibutuhkan untuk memicu kulit
membentuk vitamin D3, dimana vitamin D (D3 + D2/berasal dari
makanan) di ubah oleh hepar dan ginjal menjadi kalsitriol (Supari, 2008).
9) Penggunaan obat untuk waktu lama.
Pasien osteoporosis sering dikaitkan dengan istirahat total yang terlalu
lama akibat sakit, kelainan tulang, kekurangan bahan pembentuk dan
yang terutama adalah pemakaian obat yang mengganggu metabolisme
tulang. Jenis obat tersebut antara lain : kortikosteroid, sitostatika
(metotreksat), anti kejang, anti koagulan (heparin, warfarin) (Tandra,
2008).
10 ) Lingkungan
Lingkungan yang berisiko osteoporosis, adalah lingkungan yang
memungkinkan orang tidak terkena sinar matahari dalam jangka waktu
yang lama seperti : daerah padat hunian, rumah susun, apartemen, dan
lain-lain (Supari, 2008).
26
4. Penyebab Osteoporosis
Kecepatan pembentukan tulang berkurang secara progresif sejalan dengan
usia, yang dimulai pada usia sekitar 30 atau 40 tahun. Semakin padat tulang
sebelum usia tersebut, semakin kecil kemungkinan terjadi osteoporosis. pada
individu yang berusia70-an dan 80-an, osteoporosis menjadi penyakit yang
sering ditemukan. Meskipun resorpsi tulang mulai melebihi pembentukan
tulang pada usia dekade keempat atau kelima, pada wanita penipisan tulang
yang paling signifikan terjadi selama dan setelah menopause. Penurunan
estrogen pascamenopause tanpak sangat berperan dalam perkembangan ini
pada populasi wanita lansia. Meskipun mekanisme estrogen bekerja untuk
mempertahankan densitas tulang belum jelas, diperkirakan bahwa estrogen
menstimulasi aktivitas osteoblas dan membatasi efek stimulasi osteoklas pada
hormon paratiroid. Dengan demikian, penurunan estrogen menyebabkan
perubahan besar pada aktvitas osteoklas (Corwin, 2008).
Wanita kurus, wanita berambut terang, dan wanita yang merokok sangat
rentan terhadap osteoporosis karena tulang mereka kurang padat sebelum
menopause dibandingkan tulang wanita gemuk, berambut gelap, dan tidak
merokok. Pria lansia kurang rentan mengalami osteoporosis karena mereka
biasanya memiliki tulang yang lebih padat daripada wanita (sekitar 30 %), dan
kadar hormon reproduktif tetap tinggi sampai pria mencapai usia 80-an. Akan
tetapi, pria lansia memiliki tulang yang kurang padat daripada yang lebih
muda.(Corwin, 2008).
27
5. Akibat Osteoporosis
Massa tulang yang berkurang menyebabkan tulang menjadi rapuh daln
lemah sehingga bila terbentur atau jatuh dapat menyebabkan fraktur (patah
tulang). Data Chang-Hong, et al (2010) menyebutkan bahwa terdapat 83 %
responden penelitiannya yang memiliki riwayat fraktur. Mengungkap gejala
terjadinya osteoporosis agak sulit untuk dilakukan sebab penyakit osteoporosis
terjadi secara diam-diam. Berkurangnya massa tulang dan tulang menjadi
rapuh baru disadari setelah timbul dampak seperti tinggi badan berkurang, tiba-
tiba terjadi rasa nyeri pada tulang, sakit punggung, sakit pinggang yang parah,
atau kelainan bentuk tulang belakang yang menyebabkan postur tubuh
bungkuk (kyposis).( Wirakusumah, 2009).
a) Tulang Rapuh dan Patah
Tulang yang rapuh dan patah dinamakan fragility fracture. Pada kondisi
ini bisa terjadi patah tulang meskipun tidak harus timbul karena trauma yang
hebat, melainkan cukup hanya dengan terjatuh biasa yang ringan, mengangkat,
mendorong sesuatu, atau akibat trauma ringan.Selain pada tulang belakang,
fraktur sering pula menimpa tulang pergelangan tangan, pergelangan kaki, atau
panggul. Fraktur multiple di beberapa tempat juga bisa terjadi.
Fraktur yang terjadinya mendadak atau akut akan menimbulkan ras nyeri
yang hebat, yang kadang memerlukan obat penekan ras nyeri yang kuat sampai
pada golongan narkotika.
Fraktur yang berlangsung kronis sampai harus menjalani tirah-baring yang
lama akan mengganggu peredaran darah, menimbulkan bahaya infeksi, dan
28
komplikasi pada jantung serta saluran napas. Kesulitan perawatan pada orang
tua, ditambah dengan beberapa penyakit kronis lain yang menyertai, seperti
diabetes, stroke, atau sakit jantung, akan memperburuk keadaan dan bisa fatal
akibatnya.(Tandra, 2008)
6. Pengobatan dan Pencegahan Osteoporosis
Osteoporosis ini sebenarnya dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup
sehat, seperti halnya mengonsumsi buah-buahan dan sayuran, olahraga, tidak
mengonsumsi alkohol dan lain sebagainya. Dibawah ini akan dijelaskan
mengenai trik-trik dalam pencegahan osteoporosis
a) Sayur dan buah-buahan pencegah osteoporosis
Lignan dan isoflavonoid dalam buah dan sayur berperan dalam
mencegah osteoporosis. di dalam tubuh, kedua zat tersebut diubah menjadi
komponen yang strukturnya sama dengan estrogen. (Wirakusumah, 2009)
Berikut ini adalah jenis buah dan sayur beserta kandungannya (baik
zat gizi maupun fitokimia) yang memegang peranan penting dalam
pencegahan osteoporosis.
b) Wortel
Wortel mengandung kalsium (39 mg), fosfor (37 mg/100g), serta
fitoestrogen yaitu lignan (346 mg/100g) dan isoflavon serta mineral
boron (3,6mg/100g), juga tinggi akan kandungan vitamin A (1800 mg)
(Wirakusumah, 2009).
29
c) Brokoli
Brokoli dan famili kubis-kubisan lainnya dikenal sebagai bahan
makanan antikanker usu besar.selain itu, komponen dalam brokoli yaitu
indole dapat meningkatkan sekresi estrogen yang dibutuhkan dalam
mempertahankan massa tulang. Selain itu, brokoli juga tinggi mineral
kalsium, kandungan vitamin C,E, dan karoten (Wirakusumah, 2009).
d) Kubis
Kubis mengandung vitamin C,A, dan B1 yang cukup tinggi. Selain
itu juga mengandung berbagai jenis mineral yaitu kalsium, fosfor,
kalium, klor, yodium, sulfur, dan boron. Bagian luar dari kubis yang
berawarna hijau mengandung 40% kalsium yang lebih banyak
dibandingkan dengan bagian dalamnya. Selain itu, sayuran ini juga
mengandung fitoestrogen yaitu lignan dan isoflavon yang berperan
dalam pencegahan osteoporosis (Wirakusumah, 2009).
e) Bayam
Bayam merupakan sayuran dengan kandungan zat besi yang cukup
tinggi (dua kali lipat dibandingkan jenis sayuran yang lain). Di samping
itu juga mengandung vit.A, vit.C, kalsium, kalium, mangan, dan boron
juga berperan dalam pencegahan osteoporosis. di dalam bayam, juaga
terdapat fitoestrogen (Wirakusumah, 2009).
f) Kacang kedelai
Kacang kedelai merupakan sumber mineral kalsium dan fosfor (254
mg dan 781 mg). Di samping itu juga mengandung fitoestrogen
30
(isoflavonoid) yang cukup tinggi. Kacang kedelai dapat dibuat menjadi
susu kedelai yang kemudian dapat ditambahkan dalam pembuatan jus
buah dan sayuran (Wirakusumah, 2009)
Tabel 2.1 buah-buahan dan sayuran pencegah osteoporosis
Jenis Buah dan
Sayur
Komponen Penting untuk Pencegahan Osteoporosis
Sawi Hijau Kalsium (220,50mg/100g), fosfor (38,40mg/100g)
Kangkung Kalsium (73,00mg/100g),fosfor (50,00mg/100g)
Daun singkong Vitamin C, kalsium (165,00mg/100g)
Selada Kalsium (97mg/100g),fosfor (34,00g)
Pepaya Kalsium (23mg/100g),vitamin C (76mg/100g),dan
boron
Jagung Magnesium, fosfor, fitoestrogen lignan, boron
Mangga Vitamin A (573 RE), vitamin C (30mg/100g),
mangan, dan boron
Mentimun Fitoestrogen (isoflavonoid), boron, silika
Alpukat Boron, zat besi, tembaga
Pisang Kalium, boron
Jeruk Boron (23mg/100g), kalsium (33mg/100g), vitamin
C
Anggur Fitoestrogen (isovlafonoid)dan boron
Apel Fitoestrogen (isovlafonoid)dan boron
Cabai Fitoestrogen (isovlafonoid), boron, dan vitamin C
g) Latihan Fisik untuk Pencegahan Osteoporosis
Latihan fisik yang teratur juga membantu mencegah keadaan-
keadaan atau penyakit kronis, seperti osteoporosis, diabetes, tekana
darah tinggi, penyakit jantung iskemik, dan lain-lain. Latihan fisik atau
olahraga di luar rumah merupakan kesemapatn untuk besosialisasi dan
berkomunikasi dengan sesama. Sekarang ini banyak jenis musik yang
31
dapat diapakai untuk mengiringi berbagai latihan fisik sehingga akan
lebih menyenangkan dan tidak membosankan. (Santoso,dkk.2009)
Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita
osteoporosis.
1) Jalan kaki secara teratur, kalau memungkinkan sekitar 4,5km/jam
selama 50 menit, 5 kali seminggu. Ini diperlukan untuk
mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6km/jam)
akan bermanfaat untuk jantung dan paru-paru.
2) Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat
“dumbble” kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung,
lengan dan bahu.
3) Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.
4) Latihan melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan
dengan duduk di kursi, dengan atau tanpa penahan; hal ini dapat
menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak,
mengurangi kemungkinan bongkok, sekaligus memperkuat
punggung.
h) Terapi Penggantian Hormon
Terapi penggantian estrogen-progesteron atau modulator reseptor
estrogen selektif (selective estrogen receptor modulator, SERM) yang
dilakukan selama dan setelah menopause dapat mengurangi
perkembangan osteoporosis pada wanita.
32
i) Obat-obatan
Obat-obatan yang dikenal sebagai bisfosfonat (mis., alendronat,
risedronat, dan ibandronat) terbukti mengurangi resorpsi tulag dan
mencegah pengeroposan tulang. Obat-obatan ini, dalam kombinasi
dengan suplemen vitamin D dan kalsium, digunakan untuk terapi dan
pencegahan osteoporosis. bisfosfonat secara signifikan meningkatkan
densitas tulang terutama pada panggul dan spina, dan dapat digunakan
pada osteoporosis pascamenopause dan osteoporosis akibat obat
(glukokortikoid).
j) Pemeriksaan Densitas Tulang
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis
osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik, dan
rontgen tulang (Karmana,2006). Pemeriksaan lebih lanjut mungkin
diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya yang bisa diatasi,
yang bisa menyebabkan osteoporosis.
Dalam mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang,
dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Dari ciri-ciri
khas tulang yang menentukan kekuatannya, kandungan mineral paling
mudah diukur. Beberapa teknik pemeriksaan sudah tersedia,
diantaranya adalah DXA (daul-energy x-ray absorptiometry) yang
merupakan pemeriksaan yang paling baik.
k) Suplemen Kalsium dan Vitamin D bagi pencegahan fraktur
33
Beberapa penelitian epidemiologi memastikan bahwa pada belahan
dunia sebelah utara meupun selatan dan dari lintang 35 hingga 60
derajat, insidens fraktur panggul menunjukkan jumlah yang lebih
besar pada bulan-bulan ketika musim dingin. Keadaan ini berkaitan
dengan variasi musiman pada kadar vitamin D dan hormon paratiroid
yang dicerminkan melalui densitas mineral tulang (Islam, et al.2010).
E. Penelitian Terkait
a) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizka F.A.P
mengenai “Hubungan Tingkat Pengetahuan Osteoporosis dengan
Perilaku Pencegahan Osteoporosis pada Wanita Pre-Menopause di
Kelurahan Jebres Surakarta didapatkan hasil bahwa hampir
seluruhnya (81,6%) responden mempunyai pengetahuan baik tentang
osteoporosis, sebagian kecil (16,7%) responden mempunyai
pengetahuan cukup baik dan sisanya 1,7% responden memiliki
pengetahuan kurang baik tentang osteoporosis. sementara untuk hasil
penelitian mengenai perilaku, didapatkan bahwa hampir seluruhnya
(53,3%) responden mempunyai perilaku cukup baik tentang
osteoporosis, sebagian kecil (26,7%) responden mempunyai perilaku
baik dan sisanya 20% responden memiliki perilaku kurang baik
terhadap pencegahan osteoporosis.
b) Hasil penelitian lain mengenai tingkat pengetahuan osteoporosis
adalah berdasarkan hasil penelitian dari harly viani (2010) yang
berjudul “Gambaran mengenai Pengetahuam, sikap dan tindakan
34
tentang pencegahan osteoporosis pada WUS di Kelurahan Jati
Makmur Kecamatan Binjai Utara Tahun 2010”. Dimana berdasarkan
hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas responden
berpengetahuan cukup baik mengenai osteoporosis yaitu sebanyak
52 responden (82,5%), sedangkan untuk kategori pengetahuan baik
terdapat 9 responden (14,3%) dan pengetahuan kurang baik
sebanyak 2 responden (3,2%). Pratami (2010) dalam penelitiannya
yang berjudul “Gambaran Mengenai Perilaku WUS tentang
penyakit Osteoporosis di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan
Selayang Kota Medan Tahun 2010 menyatakan bahwa untuk
pengetahuan respondennya itu sendiri, sebanyak 64 orang (67,4%)
memiliki pengetahuan baik dan responden yang mempunyai kategori
kurang hanya 3 orang (3,2%).
c) Secara global, sekitar 1,7 juta orang setiap tahunnya terdapat
kejadian fraktur panggul. Pada tahun 2050 diperkirakan hal ini akan
melebihi enam juta (Chang et al,2007). Di Amerika sendiri
osteoporosi yang merupakan anacaman kesehatan yang utama, dapat
mempengaruhi 28 juta jiwa, dan sebagian besar dari mereka itu
adalah perempuan Holroyd et al, 2008 dalam Chang et.al 2011).
Pada tahun 2050, kejadian patah tulang panggul ini menyerang 50%
populasi di Asia. Di taiwan sendiri, sekitar 452.000 wanita berusia
>50 tahun menderita osteoporosis dan hal ini akan meningkat secara
perlahan (Yong et al, 2006 dalam Chang et.al 2011). Berdasarkan
35
hasil penelitian dari Chang et.al (2011) dengan judul “Global
computer-assisted appraisal of osteoporosis risk in Asian women: an
innovative study” didapatkan bahwa pasien dengan riwayat keluarga
osteoporosis terdapat 16,3%, pasien dengan pascamenopause 90%.
Sementara itu, sebagian besar peserta tidak minum alkohol (96%),
minum obat endokrin (61%), menganggap diri mereka kyphotic
sebanyak 76,3%, menganggap diri mereka pendek (64%), memiliki
tubuh membungkuk 61,3%), mengalami nyeri punggung bawah
(61,3%), dan memiliki riwayat fraktur (83,7%).
F. Kerangka Teori
Berdasarkan teori menurut Notoatmodjo 2010 bahwa tingkatan
pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh pengukuran tingkat
pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, dan
sosial budaya. Sedangkan teori menurut Notoatmodjo (2010) bahwa
perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor pendorong,
faktor predisposisi, dan faktor pendukung. Adapun bagan dari kerangka
teori yang didapat dapat yakni :
36
Reaksi Tertutup
(Pengetahuan)
Tingkatan
Pengetahuan:
- Tahu - Memahami - Aplikasi - Analisis - Sintesis - Evaluasi
Stimulus
(rangsangan
Proses Stimulus
Perilaku Pencegahan
Osteoporosis
Reaksi Terbuka
(Tindakan)
Faktor yang
mempengaruhi perilaku:
- Faktor pendukung
- Faktor Pemungkin
- Faktor Pendorong
37
Sumber : Modifikasi dari Green (1990), Islam et al (2010), Notoatmodjo (2010),
Wirakusumah (2009), Compston (2002), Chang et al (2010), Larkey (2003),
37
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini dibuat untuk menjelaskan gambaran tingkat
pengetahuan dan perilaku mengenai osteoporosis terhadap usaha
pencegahan osteoporosis pada mahasiswi di Universitas Singaperbangsa
Karawang tahun 2013. Variabel dependen pada penelitian ini adalah
perilaku pencegahan osteoporosis sedangkan variabel independennya
adalah tingkat pengetahuan mahasiswi
Variabel independen Variabel Dependen
Skema 1. Kerangka konseptual penelitian gambaran tingkat pengetahuan
dan perilaku terhadap usaha pencegahan osteoporosis yang dilakukan
mahasiswi
B. Definisi Operasional
Definis operasional merupakan uraian tentang batasan variabel yang dimaksud
atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).
Definisi operasional dapat membantu dalam mengarahkan pengukuran atau
pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta dalam
mengembangkan instrumen.
Tingkat Pengetahuan Mahasiswi Perilaku pencegahan
osteoporosis
38
No. Variabel Definisi
Operasional
Cara ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Pengetahuan
terhadap
pencegahan
osteoporosis
-Definisi
-Tandadan
gejala
-Penyebab
- Akibat
- Pencegahan
Segala
informasi
yang
dimengerti
dan dipahami
yang meliputi
- Definisi
-Tanda dan
gejala
-Penyebab
- Akibat
- Pencegahan
Responden
diberikan
pertanyaan
sebanyak 16
pertanyaan
Dengan
menggunakan
pilihan ganda
dan hasilnya
berupa jawaban
benar diberi
nilai 1 dan salah
diberi nilai 0
Kuesioner Baik,jika
responden
menjawab
76-100%
Cukup,jika
responden
menjawab
60-75%
pertanyaan
Kurang Baik,
jika
responden
menjawab 0-
59%
(Arikunto
1998 dalam
Rizka 2010)
Ordinal
2. Perilaku
terhadap
pencegahan
osteoporosis
Segala
bentuk
perilaku yang
memiliki
pengaruh
Memberikan 14
pertanyaan
kepada
responden
mengenai
Kuesioner Kurang, bila
jawaban
benar < 60%
Sedang, bila
jawaban
Ordinal
39
C. Hipotesis
terhadap
upaya
pencegahan
osteoporosis
osteoporosis
dengan
menggunakan
skala likert
Dengan
statement
positif:
- Selalu=4
- Sering=3
- Jarang=2
- Tidak
Pernah=1
Statement
negatif:
- Selalu=1
- Sering=2
- Jarang=3
- Tidak
pernah=4
benar 60-
80%
Baik, bila
jawaban
benar >80%
(Khomsan,
2000)
40
Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap perilaku
pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa
Karawang Tahun 2013
40
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah alat bagi peneliti untuk mengendalikan atau
mengontrol variabel-variabel yang berperan dalam suatu
penelitian.Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan
menggunakan pendekatan cross sectional study. Desain cross sectional ini
merupakan suatu desain dengan sekumpulan data untuk meneliti suatu
fenomena tertentu dalam satu kurun waktu saja (Husein, 2011). Adapun
pada penelitian ini menggunakan metode analitik korelasi. Metode analitik
korelasi ini digunakan untuk mengukur hubungan (korelasi) antara tingkat
pengetahuan dan perilaku terhadap usaha pencegahan osteoporosis.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Universitas Singaperbangsa Karawang
pada tanggal 28 Juni sampai 3 Juli 2013.
C. Populasi dan Sample Penelitian
1. Populasi
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas
Agama Islam semester 2 dan 4 di Universitas Singaperbangsa
Karawang tahun ajaran 2013/2014. Alasan peneliti memilih Fakultas
Agam Islam Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun Ajaran
2013/2014 sebagai tempat penelitian karena mahasiswi Fakultas
Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang mewakili
41
mahasiswi dalam menganalisa hubungan tingkat pengetahuan terhadap
perilaku pencegahan osteoporosis dimana target penelitian ini adalah
mahasiswi yang tergolong usia subur. Adapun jumlah mahasiswi yang
ada di Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa tahun ajaran
2013/2014 terdapat pada tabel 4.1
No Semester 2 Semester 4 Total
1. A B C D A B C D 160
mahasiswi 2. 20 20 20 20 20 20 20 20
Jumlah: 80 Jumlah : 80
Sumber : Data Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun
Ajaran 2013/2014
2. Sample
Sample pada penelitian ini adalah mahasiswi semester II dan IV
Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang
tahun ajaran 2012/2013. Agar kriteria sampel dalam penelitian ini
tidak menimbulkan kerancuan, maka sampel ini diklasifikasikan
menjadi dua kriteria, yaitu kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun
kriteria sampel yang digunakan antara lain:
a) Kriteria inklusi
1) Wanita berusia 19-25 tahun yang sedang menempuh pendidikan
atau aktif dalam perkuliahan di Universitas Singaperbangsa
Karawang Tahun 2013
2) Bersedia menjadi responden
42
b) Kriteria eksklusi
1) Wanita berusia lebih dari 25 tahun dan kurang dari 19 tahun
yang sedang menempuh pendidikan atau aktif dalam
perkuliahan di Universitas Singaperbangsa Karawang
Tahun 2013
2) Mahasiswi merupakan seorang atlet
3) Mahasiswi yang mengikuti ekstrakulikuler (kegiatan
tambahan di luar kuliah) olahraga
4) Mahasiswi yang pernah patah tulang
5) Tidak bersedia menjadi responden
c) Besar Sampel
Perhitungan sample pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi seperti
di bawah ini (Ρratiwi, 2011):
n=[Z21-α√2√2P (1-P) + Z1-β√P1(1-P1)+(P2(1-P2) ]2
(P1-P2)2
n:Besar sample
Z21-α√2 : Derajat Kepercayaan (95%)=1,96
Z1-β : Kekuatan uji 80 % Z=0,84
p : Rata-rata proporsi pada populasi
p : P1+P2 = 64+28 = 78=0,78%
2 2
43
P1 : Proporsi kejadian osteoporosis dengan tingkat
pengetahuan baik 64=0,64% (Rizka,2012)
P2 : Proporsi kejadian osteoporosis dengan tingkat
pengetahuan cukup 28=0.28(Rizka,2012)
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus
tersebut, didapatkan bahwa jumlah sampel yang diambil adalah 47
orang. Jadi, jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk
pengambilan data penelitian adalah 47 orang dikalikan 2,
dikarenakan menggunakan uji hipotesis dua proporsi sehingga
jumlah sampel yang harus diambil adalah sebesar 94 orang.
Namun, demi menghindari adanya missing, maka dilakukan
pembulatan sehingga jumlah keseluruhan sampel menjadi 100
orang.
d) Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan proportional random sampling. Dimana sampel
secara proporsi dilakukan dengan mengambil subyek dari setiap
strata atau setiap kelas ditentukan seimbang dengan banyaknya
subyek dalam masing-masing strata atau kelas (Arikunto,2006).
Adapun jumlah sampel untuk masing-masing kelas dengan
menggunakan rumus menurut Sugiyono (2007).
n= X/N.N1
Keterangan:
n= Jumlah sampel yang diinginkan setiap kelas
44
N= jumlah seluruh populasi yang ingin diteliti
X= Jumlah Populasi pada setiap kelas
N1= Sampel
Berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel dari
masing-masing kelas tersebut yaitu dapat dilihat pada tabel
4.2
Table 4.2 Proporsi Jumlah Sampel
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner. Pada
saat penelitian, kuesioner mengenai osteoporosis belum dilakukan uji
validitas oleh peneliti sebelumnya untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas setiap pertanyaan yang terdapat kuesioner. Adapun kuesioner
yang telah ada kemudian dibagikan langsung kepada responden oleh
peneliti ataupun enumerator.
Variabel Bebas (independen) : tingkat pengetahuan
Variabel Terikat (dependen) : perilaku pencegahan osteoporosis
Apabila sudah diketahui variabelnya, maka penyusunan instrumen
mencoba menjabarkan setiap variabel menjadi sub variabel, yaitu
Semester 2 Semester 4 Total
A B C D A B C D
100
20/160
x100=
13
20/160
x100=
12
20/160
x100=
13
20/160
x100=
12
20/160
x100=
13
20/160
x100=
12
20/160
x100=
13
20/160
x100=
12
Jumlah: 50 Jumlah : 50
45
aspek-aspek atau bagian-bagian dari variabel. Dari sub variabel
yang ada, peneliti dapat menjabarkannya menjadi indikator.
1. Menyusun Butir-Butir Instrumen Pengumpulan Data
Sebelum mulai dengan merumuskan butir-butir pertanyaan atau
butir-butir soal, terlebih dahulu peneliti membuat kisis-kisi final,
yaitu kisi-kisi yang lengkap dan sudah mengandung informasi
mengenai jumlah dan nomor-nomor butir pertanyaan. Adapun tabel
kisi-kisi final penyusunan instrumen pengumpul data tersebut dapat
terlihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 kisi-kisi final penyusunan instrumen pengumpul data
Variabel
Penelitian
Sub Variabel Banyaknya
Butir
Nomor Butir
Pengetahuan - Mengidentifikasi
tentang definisi
osteoporosis
- Mengidentifikasi
pengetahuan
mengenai tanda-
tanda dan gejala
terkena osteoporosis
- Mengidentifikasi
pengetahuan faktor-
faktor yang berisiko
terkena osteoporosis
- Mengidentifikasi
pengetahuan
mengenai sebab-
akibat osteoporosis
- Mengidentifikasi
2
2
3
3
2
1,2
5,8
4,6,9
3,7,10
11,13
46
pengetahuan
mengenai makanan
dan asupan
kandungan gizi yang
baik untuk mencegah
osteoporosis
- Mengeidentifikasi
pencegahan yang
dapat dilakukan
4
12,14,15,16
TOTAL 16
Perilaku
- Mengidentifikasi
perilaku peningkatan
dan pemeliharaan
kesehatan
- Mengidentifikasi
perilaku pencegahan
penyakit osteoporosis
- Mengidentifikasi
perilaku pencegahan
dan pengobatan
4
3
3
1,2,13,7
4,5,9
14,6,3
Mengidentifikasi
makanan yang
dikonsumsi yang
dapat mencegah
osteoporosis seperti
sayur-sayuran hijau.
3 10,11,8
TOTAL 13
47
2. Uji Coba Kuesioner
Data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini berupa data
primer dan sekunder. Namun, sebelum mengumpulkan data primer
ini, terlebih dahul peneliti melakukan uji uji validitas dan reliabilitas
kuesioner terlebih dahulu. Adapun uji validitas dan reliabilitas ini
dilakukan pada 30 mahasiswi Fakultas Hukum Universitas
Singaprebangsa Karawang yang memiliki karakteristik mahasiswi
yang hampir sama dengan mahasiswi di Fakultas Agama Islam
Universitas Singaperbangsa Karawang.
a) Uji Validitas
Uji validitas dilakukan pada 30 responden yang memiliki
karakteristik yang sama dengan sampel. Dalam melakukan uji
validitas dapat dihitung dengan menggunakan software statistik. Dari
hasil uji coba kuesioner mengenai pengetahuan pencegahan
osteoporosis terdapat dua pertanyaan yang tidak valid dari 16
pertanyaan dengan nilai t hitung<t tabel yaitu pada nomor 14 dan 16.
Pertanyaan tersebut dilakukan perbaikan kalimat namun tidak
merubah isi sedangkan untuk perilaku pencegahannya terdapat satu
pernyataan yang tidak valid yaitu nomor 12.
b) Uji reliabitas
Dalam menguji reliabilitas digunkaan uji konsistensi internal
dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Apabila ralpha cronbach> r
tabel berarti reliabel dan apabila ralpha cronbach < r tabel tidak reliabel.
Hasil uji reliabitas menunjukan nilai reabilitas 0,374 sedangkan nilai
48
koefisien reabilitas yang baik adalah diatas 0,7. Pada hasil penelitian
ini, didapatkan bahwa pertanyaan bagian B memiliki hasil koefisien
reliabilitas 0,715 sedangkan pertanyaan bagian C memiliki hasil
koefisien 0,811.
E. Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ini, peneliti dibantu oleh rekan-rekan
peneliti yang lainnya, baik itu rekan dari dalam institusi maupun dari
luar institusi.
1. Jenis Data
Data Primer
Data primer ini dapat diperoleh dari kuesioner yang telah diisi oleh
responden. Adapun kuesioner ini mencekup mengenai pertanyaan-
pertanyaan seputar osteoporosis baik itu pengetahuannya maupun
perilaku responden dalam mencegah osteoporosis tersebut.
2. Pengukuran Data
a) Pengetahuan mengenai pencegahan osteoporosis
Dalam memperoleh data mengenai tingkat pengetahuan pencegahan
osteoporosis ini responden terlebih dahulu menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang tercantum pada kuesioner. Adapun pertanyaan-
pertanyaan tersebut pengembangan dari skala guttman yang nantinya
akan menghasilkan jawaban benar dan salah. Dimana untuk jawaban
salah diberi nilai 0 dan jawaban benar diberi nilai 1.
Kurang, bila jawaban benar < 60%
Sedang, bila jawaban benar 60-80%
49
Baik, bila jawaban benar >80%
(Khomsan, 2000)
b) Pengukuran perilaku dalam pencegahan osteoporosis
1) Skala likert merupakan skala kuesioner yang tepat dalam mengukur
perilaku responden dalam mencegah osteoporosis. setelah data
terkumpul, kemudian dilakukan penilaian dengan skor dimana setiap
jawaban dari pertanyaan diberi bobot 3 jika menjawab selalu, 2 jika
menjawab sering, 1 jika menjawab kadang-kadang, 0 jika menjawab
tidak pernah untuk jenis pertanyaan positif. Sebaliknya untuk jenis
pertanyaan negatif penilaian dengan skor 0 jika menjawab selalu, 1
jika menjawab sering, 2 jika menjawab kadang-kadang, dan 3 jika
menjawab tidak pernah.
2) Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor
jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan
100% dan hasilnya berupa prosentase dengan rumus yang digunakan
sebagai berikut (Arikunto 1998 dalam Rizka 2010):
Keterangan :
N= prosentase hasil
Sm=Skor tertinggi
Sp= skor yang didapat
Kemudian hasil peengukuran perilaku dikelompokkan dengan
mengklasifikasikan menjadi 3 kategori jenjang ordinal yaitu:
N=(Sp/Sm)x100%
50
Baik,jika responden menjawab 76-100%
Cukup,jika responden menjawab 60-75% pertanyaan
Kurang Baik, jika responden menjawab 0-59%
(Arikunto, 1998 dalam Rizka 2010)
F. Pengolahan Data
Pengolahan data yang telah dikumpulkan dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Editing
Setelah data tersebut dikumpulkan kemudian diperiksakan kembali
kelengkapannya.
2. Coding
Data yang akan dimasukkan ke dalam komputer, terlebih dahulu
diberikan kode pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk
memudahkan pengolahan data selanjutnya.
Variabel pengetahuan terhadap pencegahan osteoporosis diberikan
kode 0=Kurang (jawaban benar <60% ) 1= sedang (jawaban benar 60-
80%) dan 2=baik(jawaban benar >80%). Variabel perilaku terhadap
penceghan osteoporosis diberikan kode 0= Kurang baik,(jika
responden menjawab <60%), 1=Cukup,(jika responden menjawab 60-
75%pertanyaan) dan 2=Baik, (jika responden menjawab >76%).
3. Entry
Setelah dilakukan penyuntingan data, kemudian memasukkan daftar
pertanyaan yang telah diberi kode dengan menggunakan software
komputer.
51
4. Cleaning
Tahap terakhir yaitu pengecekan kembali data yang telah dimasukkan
untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan
demikian data tersebut telah siap untuk dianalisis.(Pratiwi, 2011)
G. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan presentase
dari setiap variabel independen dan dependen. Variabel tersebut adalah
tingkat pengetahuan responden terhadap perilaku pencegahan
osteoporosis.
2. Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
antara variabel independen (tingkat pengetahuan dan perilaku) dengan
variabel dependen ( pencegahan osteoporosis). dalam analisis data ini
menggunakan uji Spearman dengan signifikansi 5%. Jika P value ≤ 0,05,
maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan
bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika P
value >0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa tidak
adanya hubungan bermakna antara variabel independen dengan variabel
dependen.
Tabel 4.4 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan
kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi
52
Sd : sampai dengan (Dahlan, 2012)
H. ETIKA PENELITIAN
Etika penelitian kesehatan merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan
lngsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan.
Masalah etik yang harus diperhatikan menurut Nursalam (2008) yaitu:
1. Prinsip manfaat
a) Bebas dari penderitaan
No. Parameter Nilai Interpretasi
1. Kekuatan korelasi (r) 0,0 sd <0,2 Sangat Lemah
0,2 sd <0,4 Lemah
0,4 sd <0,6 Sedang
0,6 sd <0,8 Kuat
0,8 sd 1 Sangat kuat
2. Nilai p P <0,05 Terdapat
korelasi yang
bermakna
P >0,005 Tidak terdapat
korelasi yang
bermakna
antara dua
variabel yang
diuji
3. Arah korelasi + (positif) Searah,
semakin besar
nilai satu
variabel
semakin besar
pula nilai
variabel yang
lainnya.
Berlawanan
arah. Semakin
besar nilai satu
variabel,
semakin kecil
nilai variabel
lainnya.
53
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada
subjek khususnya jika menggunakan tindakan khusus
b) Bebas dari eksploitasi
Partisipasi subjek dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang
tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya
dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan tidak akan
dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk
apapun.
c) Risiko (Benefits ratio)
Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan menguntungkan
yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.
2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (Respect human dignity)
a) Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (Right to self determination)
Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak
memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek maupun tidak, tanpa
adanya sanksi apapun atau akan berakibat terhadap kesembuhannya, jika
mereka seorang klien.
b) Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (Right to
full disclosure)
Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta
bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.
c) Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
54
consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuannya adalah agar
subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, dan mengetahui
dampaknya. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent
tersebut antara lain partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis
data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, manfaat,
kerahasiaan dan lain-lain.
3. Prinsip keadilan (Right to justice)
a) Hak untuk mendapatkaan perlakuan yang adil (Right in fair treatment)
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah
keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila
ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.
b) Hak dijaga kerahasiaannya (Right to privacy)
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus
dirahasiakan untuk itu perlu adanya 2 hal : 1) tanpa nama (anonymity)
yaitu memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan
cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar
alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau
hasil penelitian yang akan disajikan, 2) rahasia (confidentiality) yaitu
memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan
dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang
akan dilaporkan pada hasil riset.
55
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Universitas Singaperbangsa Karawang yang
berlokasi di Jalan H.S Ronggowaluyo. Universitas Singaperbangsa
Karawang merupakan universitas swasta satu-satunya yang berada di
wilayah Karawang. Adapun universitas ini berlokasi di Jalan H.S
Ronggowaluyo Kabupaten Karawang. Universitas tersebut berdiri pada
tangal 5 September 1965. Adapun universitas tersebut memiliki delapan
fakultas, diantaranya: Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Pertanian, Fakultas Agama
Islam, Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Komputer serta Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik.
B. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat adanya gambaran disribusi
frekuensi dan persentase dari setiap variabel independen (tingkat
pengetahuan mahasiswi) dan dependen (perilaku pencegahan
osteoporosis).
1. Karakteristik responden
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswi Fakultas Agama Islam
Universitas Singaperbangsa. Namun, tidak semua mahasiswi yang
mengikuti perkuliahan di Fakultas Agama Islam tersebut dijadikan
responden. Pada penelitian ini, mahasiswi yang dijadikan responden yakni
56
semester 2 dan 4 yang usianya berkisar 18 hingga 25 tahun. Adapun
gambaran karakteristik responden berdasarkan usia dan semester tersebut
dapat dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Usia responden Berdasarkan
Semester
Semester N
Usia
Mean± SD
Min Max
II 50 18 19 19.47 ±1.17
IV 50 20 21
Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa frekuensi
responden dari semester II dengan rentang umur 18-19 tahun memiliki
jumlah responden 50 orang dan semester IV dengan rentang umur 20-
21 memiliki jumlah 50 orang.
2. Gambaran Tingkat Pengetahuan Osteoporosis Responden
Berdasarkan Item Pertanyaan
a) Gambaran Tingkat Pengetahuan Responden mengenai Definisi
Osteoporosis
Distribusi Frekuensi Responden mengenai Definisi Osteoporosis
Tabel 5.2
Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang 6 6.0
Sedang 0 0.0
Baik 94 94.0
Total 100 100.0
57
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.2
menyebutkan bahwa sebagian besar (94%) responden memilik
tingkat pengetahuan yang baik mengenai definisi osteoporosis.
Sebagian kecil lainnya responden dengan tingkat pengetahuan
kurang (6%) dan responden dengan tingkat pengetahuan sedang
(0%).
b) Gambaran Tingkat Pengetahuan Responden mengenai Tanda-
Tanda dan Gejala Terkena Osteoporosis
Distribusi Frekuensi Responden mengenai Tanda-Tanda dan
Gejala Terkena Osteoporosis
Tabel 5.3
Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang 45 45.0
Sedang 2 2.0
Baik 53 53.0
Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.3
menyebutkan bahwa sebagian besar (53%) responden memilik tingkat
pengetahuan yang baik mengenai tanda dan gejala terkena osteoporosis.
Sebagian kecil lainnya responden dengan tingkat pengetahuan
kurang (6%) dan responden dengan tingkat pengetahuan sedang
(0%).
c) Gambaran Tingkat Pengetahuan Distribusi Frekuensi Responden
mengenai Faktor-Faktor yang Berisiko terkena Osteoporosis
Distribusi Frekuensi Responden mengenai Faktor-Faktor yang
Berisiko terkena Osteoporosis
Tabel 5.4
58
Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang 11 11.0
Sedang 66 66.0
Baik 23 23.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.4
menyebutkan bahwa sebagian besar (66%) responden memilik
tingkat pengetahuan sedang mengenai faktor resiko terkena
osteoporosis. Hasil penelitian sebagian kecil lainnya yakni
responden dengan tingkat pengetahuan baik mengenai faktor-faktor
yang berisiko terhadap osteoporosis sebesar 23% dan responden
dengan tingkat pengetahuan kurang sebesar 11%.
d) Gambaran Tingkat Pengetahuan Distribusi Frekuensi Responden
mengenai Sebab-Akibat Osteoporosis
Distribusi Frekuensi Responden mengenai Sebab-Akibat
Osteoporosis
Tabel 5.5
Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Prosentase (%)
Kurang 28 28.0
Sedang 43 43.0
Baik 29 29.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.6
menyebutkan bahwa sebagian besar (43%) responden memilik
tingkat pengetahuan sedang mengenai sebab-akibat terkena
osteoporosis. Sebagian kecil lainnya, responden dengan tingkat
pengetahuan baik (29%) dan responden dengan tingkat
59
pengetahuan kurang dalam mengetahui sebab-akibat osteoporosis
yakni 28%.
e) Gambaran Tingkat Pengetahuan Distribusi Frekuensi Responden
mengenai Makanan dan Asupan Kandungan Gizi untuk
Mencegah Osteoporosis
Distribusi Frekuensi Responden mengenai Makanan dan
Asupan Kandungan Gizi untuk Mencegah Osteoporosis
Tabel 5.6
Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang 32 32.0
Sedang 0 0.0
Baik 68 68.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.7
menyebutkan bahwa sebagian besar (68%) responden memilik
tingkat pengetahuan baik mengenai makanan dan asupan
kandungan gizi untuk mencegah osteoporosis. Hasil penelitian
sebagian kecil lainnya yakni responden dengan tingkat
pengetahuan kurang (32%) dan responden dengan tingkat
pengetahuan sedang (0%).
f) Gambaran Tingkat Pengetahuan Distribusi Frekuensi Responden
Terapi Pencegahan Osteoporosis
Distribusi Frekuensi Responden Terapi Pencegahan Osteoporosis
Tabel 5.7
60
Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang 7 7.0
Sedang 20 20.0
Baik 73 73.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.8
menyebutkan bahwa sebagian besar (73%) responden memilik
tingkat pengetahuan baik mengenai terapi pencegahan
osteoporosis, sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan
sedang sebesar 20% dan responden dengan tingkat pengetahuan
kurang yakni 7%
3. Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Osteoporosis Secara Umum
Gambaran tingkat pengetahuan responden mengenai osteoporosis
tersebut dapat dilihat pada tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Tabel 5.8
Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang 7 7.0
Sedang 21 21.0
Baik 72 72.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.8
menyebutkan bahwa sebagian besar (72%) responden memilik tingkat
pengetahuan yang baik mengenai osteoporosis dan pencegahannya
secara umum, sedangkan hasil penelitian lainnya responden dengan
tingkat pengetahuan sedang sebesar 21% dan responden dengan
tingkat pengetahuan kurang sebesar 7%.
61
4. Gambaran Perilaku Responden mengenai Pencegahan
Osteoporosis Berdasarkan Item Pertanyaan
Perilaku responden dalam mencegah osteoporosis dapat dilihat melalui
pernyataan-pernyataan responden pada kuesioner penelitian. Adapun
pernyataan tersebut dapat dilihat pada tabel 5.9-5.21
a) Pernyataan mengenai Berjalan 1000 langkah setiap hari
Distribusi Frekuensi Responden dalam Berjalan 1000 Langkah
Setiap Hari
Tabel 5.9
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 48 48.0
Cukup 24 24.0
Baik 28 28.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.9
mengenai perilaku berjalan 1000 langkah setiap hari menyebutkan
bahwa sebagian besar (48%) responden dapat melakukan perilaku
pencegahan osteoporosis dengan kurang baik. Hasil penelitian lainnya
responden yang melakukan pencegahan dengan berjalan 1000 langkah
setiap hari dengan baik sebesar 28% dan responden dengan perilaku
cukup baik sebesar 24%.
b) Pernyataan mengenai Terpaparnya Sinar Matahari pada Pagi
Hari (jam 7-9)
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku
Pencegahan Osteoporosis dalam Terpaparnya Sinar Matahari
pada Pagi Hari (jam 7-9)
62
Tabel 5.10
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 50 50.0
Cukup 27 27.0
Baik 23 23.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.10
mengenai perilaku terpaparnya sinar matahari pada pagi hari (jam 7-9)
menyebutkan bahwa perilaku pencegahan responden dengan
terpaparnya sinar matahari tergolong dalam kategori kurang baik
(50%). Sebagian kecil lainnya responden dengan perilaku cukup baik
sebesar 27% dan responden dengan perilaku baik sebesar 23%.
c) Pernyataan mengenai Pemeriksaan Densitas Tulang
Distribusi Frekuensi Responden dalam Pemeriksaan Densitas Tulang
Tabel 5.11
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 46 46.0
Cukup 35 35.0
Baik 19 19.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.11
mengenai perilaku pemeriksaan densitas tulang menyebutkan
bahwa sebagian besar (46%) responden kurang dapat melakukan
perilaku pencegahan osteoporosis. Hasil penelitian sebagian kecil
lainnya yakni responden dengan perilaku cukup baik sebesar 35%
dan responden dengan perilaku baik (19%).
d) Pernyataan mengenai Meminum-Minuman Keras
Distribusi Frekuensi Responden dalam Meminum-Minuman Keras
63
Tabel 5.12
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 1 1.0
Cukup 0 0.0
Baik 99 99.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.12
mengenai perilaku meminum-minuman keras menyebutkan bahwa
sebagian besar (99%) responden menjawab tidak pernah
meminum-minuman keras. Dengan begitu, responden dapat
melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan baik. Hasil
penelitian sebagian kecil lainnya yakni responden dengan perilaku
kurang baik (1%) dan responden dengan perilaku cukup baik (0%).
e) Pernyataan mengenai Perilaku Merokok
Distribusi Frekuensi Responden dalam Perilaku Merokok
Tabel 5.13
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 1 1.0
Cukup 0 0.0
Baik 99 99.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.13
mengenai perilaku merokok menyebutkan bahwa sebagian besar
(99%) responden menjawab tidak pernah merokok. Dengan begitu
responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan
baik. Hasil penelitian sebagian kecil lainnya, responden yang
melakukan pencegahan osteoporosis kurang baik dengan tidak
64
merokok sebesar 1 % dan responden dengan perilaku cukup baik
sebesar 0%.
f) Pernyataan mengenai Konsumsi Soft-Drink
Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengonsumsi Soft-Drink
Tabel 5.14
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 23 23.0
Cukup 50 50.0
Baik 27 27.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.14
mengenai perilaku mengonsumsi soft-drink menyebutkan bahwa
sebagian besar (50%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan
osteoporosis dengan cukup baik, sedangkan responden dengan perilaku
baik dalam pencegahan osteoporosis yakni sebesar 27% dan responden
dengan perilaku kurang baik sebesar 23%.
g) Pernyataan mengenai Kerutinan Olahraga
Distribusi Frekuensi Responden dalam Kerutinan Olahraga
Tabel 5.15
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 44 44.0
Cukup 37 37.0
Baik 19 19.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.15
mengenai perilaku rutinitas olahraga menyebutkan bahwa sebagian
besar (44%) responden kurang dapat melakukan perilaku
pencegahan osteoporosis. Hasil penelitian sebagian kecil lainnya
65
yakni responden dengan cukup baik (37%) dan responden dengan
baik (19%).
h) Pernyataan mengenai Konsumsi Sayuran Hijau
Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengonsumsi Sayuran Hijau
Tabel 5.16
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 34 34.0
Cukup 42 42.0
Baik 24 24.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.16
mengenai perilaku mengonsumsi sayuran hijau menyebutkan bahwa
sebagian besar (42%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan
osteoporosis dengan cukup baik, sedangkan sebagian kecil lainnya
reponden dengan perilaku kurang baik dalam mencegah osteoporosis
dengan mengonsumsi sayuran hijau sebesar 34% dan responden
dengan perilaku yang baik dalam mencegah osteoporosis sebesar 24%.
i) Pernyataan mengenai Konsumsi Susu
Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengonsumsi Susu
Tabel 5.17
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 36 36.0
Cukup 39 39.0
Baik 25 25.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.17
mengenai perilaku mengonsumsi susu menyebutkan bahwa
66
sebagian besar (39%) responden dapat melakukan perilaku
pencegahan osteoporosis dengan cukup baik. Hasil penelitian
lainnya yakni responden dengan perilaku kurang baik (36%) dan
responden dengan baik (25%).
j) Pernyataan mengenai Mengonsumsi Wortel
Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengonsumsi Wortel
Tabel 5.18
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 33 33.0
Cukup 33 33.0
Baik 34 34.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.18
mengenai perilaku mengonsumsi wortel menyebutkan bahwa
sebagian besar (34%) responden dapat melakukan perilaku
pencegahan osteoporosis dengan baik. Hasil penelitian sebagian
kecil lainnya yakni responden dengan perilaku cukup baik (33%)
dan responden dengan kurang baik (33%).
k) Pernyataan mengenai Kegemaran Mengkonsumsi Brokoli
Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengkonsumsi Brokoli
Tabel 5.19
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 31 31.0
Cukup 28 28.0
Baik 41 41.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.19
mengenai perilaku mengonsumsi brokoli menyebutkan bahwa
67
sebagian besar (41%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan
osteoporosis dengan baik, sedangkan sebagian kecil lainnya responden
dengan perilaku kurang baik sebesar 31% dan perilaku dengan cukup
baik dalam mengonsumsi brokoli sebesar 28%.
l) Pernyataan mengenai Kegemaran melakukan Jogging
Distribusi Frekuensi Responden dalam Kegemaran melakukan Jogging
Tabel 5.20
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 51 51.0
Cukup 22 22.0
Baik 27 27.0
Total 100 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.20
mengenai perilaku melakukan jogging menyebutkan bahwa
sebagian besar (51%) responden dapat melakukan perilaku
pencegahan osteoporosis dengan kurang baik. Hasil penelitian
sebagian kecil lainnya yakni responden dengan perilaku baik
(27%) dan responden dengan perilaku cukup baik (22%).
m) Pernyataan mengenai Rutinitas Mengonsumsi Suplemen Kalsium
Distribusi Frekuensi Responden dalam Rutinitas Mengonsumsi
Suplemen Kalsium
Tabel 5.21
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 54 54.0
Cukup 30 30.0
Baik 16 16.0
Total 100 100.0
68
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.21
mengenai perilaku mengonsumsi suplemen kalsium menyebutkan
bahwa sebagian besar (54%) responden dapat melakukan perilaku
pencegahan osteoporosis dengan kurang baik. Hasil penelitian lainnya,
responden dengan perilaku cukup baik dalam mengonsumsi suplemen
kalsium yakni 30% dan perilaku baik dalam mecegah osteoporosis
sebesar 16%.
5. Gambaran Perilaku mengenai Pencegahan Osteoporosis Secara
Umum
Gambaran perilaku responden dalam melakukan pencegahan
osteoporosis dapat dilihat pada tabel 5.22
Tabel 5.22
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Pencegahan Osteoporosis
Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang baik 23 23.0
Cukup 53 53.0
Baik 24 24.0
Total 100 100.0
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai
perilaku pencegahan osteoporosis didapatkan bahwa hampir
sebagian besar responden memiliki perilaku pencegahan
osteoporosis yang cukup (53%). Hasil penelitian sebagian kecil
lainnya yakni responden dengan perilaku baik (24%) dan
responden dengan perilaku kurang baik (23%).
69
C. Analisis Bivariat
Korelasi antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan
osteoporosis dapat dilihat pada tabel 5.23
Pengetahuan
Perilaku Total
P
value
r
value Cukup Baik Kurang
N % N % N % N %
0,041 0,204
Sedang 5 71,4 2 28,6 0 0 7 100
Baik 2 9,5 17 81 2 9,5 21 100
Kurang baik 16 22,2 34 47,2 22 30,6 72 100
Total 23 23 53 53 24 24 100 100
Berdasarkan data penelitian pada tabel 5.23 didapatkan hasil
koefisien korelasi sebesar 0.204 dengan taraf signifikansi untuk hipotesis
umum sebesar 0.041. Dari penjabaran tabel 5.2 didapatkan bahwa nilai
signifikansi sebesar 0.041 < α (0.05) maka hipotesis kerja Hi diterima.
Dimana, antara variabel perilaku pencegahan osteoporosis dengan tingkat
pengetahuan mahasiswi terdapat hubungan yang signifikan. Hubungan ini
ditunjukkan dengan nilai korelasi sebesar 0.204 yang termasuk kedalam
kategori lemah (0,2 sd <0,4) (Dahlan, 2012).
70
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Hasil Analisi Data
1. Gambaran Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis. Adapun sasaran yang
dijadikan responden penelitian ini adalah mahasiswi semester 2 dan 4 yang
sedang menempuh masa perkuliahan di Fakultas Agama Islam Universitas
Singaperbangsa Karawang. Selain itu, responden penelitian ini pun diberikan
batasan umur sekitar 18 hingga 25 tahun. Hal ini dilakukan agar ruang
lingkup penelitian ini tidak terlampau luas.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa frekuensi umur
mahasiswi yang dijadikan responden penelitian ini yakni:
a. Mahasiswi dengan umur 18 tahun sebesar 29%
b. Mahasiswi berumur 19 tahun memiliki persentase 21 %
c. Persentase lainnya berada pada mahasiswi dengan umur 21 tahun
(26%) dan 20 tahun (21%).
Selain dilihat berdasarkan umurnya, karakteristik responden ini pun dilihat
berdasarkan semester. Pada semester 4 memiliki persentase yang seimbang
dengan semester 2 yakni 50% dan 50%.
71
2. Gambaran Tingkat Pengetahuan terhadap Perilaku Pencegahan
Osteoporosis
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden
mengenai osteoporosis. Adapun hasil tingkat pengetahuan berdasarkan item
pertanyaan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penelitian mengenai definisi osteoporosis
menyebutkan bahwa sebagian besar (94%) responden memilik tingkat
pengetahuan yang baik. Dengan begitu, hampir sebagian responden telah
mengetahui informasi mengenai osteoporosis. Hal ini senada dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Larkey, dkk (2003), dimana sebanyak 77%
(117 responden dari 154 responden) mengetahui tentang definisi
osteoporosis. Dengan demikian, hampir seluruh individu telah mengetahui
definis osteoporosis.
Pada hasil penelitian mengenai tanda dan gejala terkena osteoporosis
menyebutkan bahwa sebagian besar (53%) responden memilik tingkat
pengetahuan yang baik. Penelitian lainnya 73,7% meyatakan bahwa gejala
awal timbulnya osteoporosis adalah pegal-pegal dan nyeri di bagian
punggung sedangkan 22,1% lainnya menyatakan bahwa pengurangan masa
tulang dapat menjadi tanda terkena osteoporosis (Pratami, 2010). Dengan
demikian, individu telah banyak mengetahui tanda-gejala apa saja yang dapat
berpengaruh terhadap osteoporosis.
Lain halnya pada penelitian mengenai faktor resiko terkena osteoporosis
yang menyebutkan bahwa sebagian besar (66%) responden memilik tingkat
pengetahuan sedang. Walaupun begitu, hasil penelitian tersebut sudah
72
membuktikan bahwa wawasan pengetahuan responden mengenai
osteoporosis sudah cukup baik. Menurut penelitian lainnya yang dilakukan
oleh Pratami tahun 2010 menyatakan bahwa 66,3% menjawab wanita yang
telah berhenti menstruasinya dan kurang berolahraga merupakan orang yang
berisiko terkena osteoporosis.
Penelitian mengenai sebab-akibat terkena osteoporosis menyebutkan
bahwa sebagian besar (43%) responden memilik tingkat pengetahuan sedang.
Hasil penelitian di atas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Larkey, dkk (2003) yang menyebutkan bahwa 73 % respondennya
berpendapat apabila individu yang kehilangan berat badan dapat
menyebabkan terkena osteoporosis.
Pada hasil penelitian mengenai makanan dan asupan kandungan gizi
untuk mencegah osteoporosis menyebutkan bahwa sebagian besar (68%)
responden memilik tingkat pengetahuan baik. Penelitian lainnya yang
membahas mengenai makanan dan kandungan gizi untuk pencegahan
osteoporosis yaitu penelitian yang dilakukan oleh Larkey, dkk (2003) yang
menyebutkan bahwa 83% respondennya mengetahui tentang asupan kalsium
yang dapat mencegah osteoporosis sedangkan 95% dan 82% respondennya
mengetahui tentang konsumsi susu dan sayuran hijau dapat mencegah
osteoporosis. Terakhir, pada hasil penelitian mengenai terapi pencegahan
osteoporosis. menyebutkan bahwa sebagian besar (73%) responden memilik
tingkat pengetahuan yang baik. Teknologi informasi yang semakin meningkat
berdampak pada meningkatnya wawasan ilmu pengetahuan individu. Dengan
73
demikian telah banyak masyarakat yang mengetahui tentang osteoporosis dan
penceghannya.
Penelitian yang telah dilakukan ini menunjukan bahwa masyarakat telah
banyak mengetahui tentang pencegahan osteoporosis. Lain halnya penelitian
yang telah dilakukan oleh Gammage and Klentrou (2011) yang menyebutkan
bahwa 48 % responden yang mengetahui tentang pencegahan osteoporosis
dan hanya 2 % saja yang benar-benar mengetahui tentang pencegahan
osteoporosis, baik mengenai konsumsi kalsium maupun mengenai aktifitas
fisik yang dapat mencegah timbulnya osteoporosis. Hasil penelitian lainnya
menyebutkan bahwa 9% beranggapan bila dengan berjalan santai saja dapat
mencegah osteoporosis (Larkey, dkk.2003).
Setelah peneliti menjelaskan hasil penelitian mengenai tingkat
pengetahuan responden terhadap pencegahan osteoporosis berdasarkan item-
item pertanyaan, dapat diketahui bahwa responden telah memiliki informasi
yang sangat baik mengenai osteoporosis. Peneliti berharap informasi yang
telah didapat oleh responden ini dapat dipertahankan sehingga, dengan
adanya pengetahuan yang baik responden dapat mengaplikasikan perilaku
pencegahan osteoporosis tersebut dengan baik pula.
3. Gambaran Tingkat Pengetahuan Osteoporosis Secara Umum
Perilaku yang baik akan terbentuk melalui hubungan yang
berkesinambungan antara faktor eksternal (pengalaman, fasilitas, sosial-
budaya) dengan faktor internal (persepsi, pengetahuan, keyakinan,
keinginan, motivasi, niat dan sikap) (Notoatmodjo, 2010).
74
Pada pokok pembahasan sebelumnya, peneliti sudah menjelaskan dengan
rinci hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan osteoporosis responden
berdasarkan item-item pertanyaan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
dapat diketahui bahwa responden telah memiliki tingkat pengetahuan yang
begitu baik, mulai dari informasi mengenai definisi osteoporosis hingga
informasi mengenai terapi pencegahan osteoporosis.
Pada pokok bahasan selanjutnya yakni untuk mengetahui hasil penelitian
terhadap tingkat pengetahua responden mengenai osteoporosis secara umum.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa tingkat pengetahuan
mahasiswi memiliki persentase sebagai berikut
a) Responden dengan pengetahuan kategori baik 72%
b) Sebagian kecil masih ada yang memiliki tingkat pengetahuan sedang
(21%)
c) Responden dengan tingkat pengetahuan kurang baik (7%).
Hal ini seiring dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rizka (2012)
pada wanita pre-menopause yang dilakukan di Surakarta menyebutkan
bahwa:
a) Tingkat pengetahuan wanita pre-menopause tersebut dalam mencegah
osteoporosis sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (81.6%)
b) Sebagian kecil memiliki pengetahuan cukup baik (16.7%) dan sisanya
1.7% responden memiliki pengetahuan yang kurang biak dalam mencegah
osteoporosis.
Berdasarkan uji analisa data statistik yang dilakukan dengan α = 5%
didapatkan nilai korelasi 0.04, dimana terdapat hubungan antara tingkat
75
pengetahuan dengan perilaku osteoporosis dengan kekuatan korelasi yang
lemah. Hal ini sejalan dengan penelitian yangn dilakukan oleh Rizka (2012),
dimana terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan
perilaku pencegahan osteoporosis.
4. Gambaran Perilaku Pencegahan Osteoporosis Berdasarkan Item
Pernyataan
Perilaku dapat dilihat melalui berbagai aspek, yakni aspek biologis,
psikologis maupun sosio-psikologis. Berdasarkan aspek biologis perilaku
merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang
bersangkutan. Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2010) perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar).
Perilaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor
yang mempengaruhi sehat-sakit. Perilaku pencegahan osteoporosis
merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan. Penelitian yang telah
dilakukan menunjukan bahwa responden telah dapat melakukan pencegahan
osteoporosis dengan cukup baik.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai perilaku berjalan 1000 langkah
setiap hari menyebutkan bahwa sebagian besar (52%) responden dapat
melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan baik. Hal ini
dikarenakan masih banyak reponden yang jika berpergian dengan
menggunakan kendaraan. Penelitian lainnya yang membahas tentang perilaku
berjalan adalah penelitian Larkey, dkk (2003) yang menyatakan bahwa hanya
76
9 % responden yang rutin melakukan olahraga dengan berjalan kaki. Kedua
hasil penelitian tersebut dapat menunjukan bahwa masih banyak individu
yang kurang memperhatikan pentingnya olahraga dengan berkalan kaki.
Berdasarkan data yang diperoleh mengenai perilaku terpaparnya sinar
matahari pada pagi hari (jam 7-9) menyebutkan bahwa perilaku pencegahan
responden dengan terpaparnya sinar matahari tergolong dalam kategori
kurang baik (50%). Penelitian lain yang membahas mengenai perilaku
paparan sinar matahari yang dapat mencegah osteoporosis yakni dilakukan
oleh Larkey, dkk (2003) yang menyebutkan 46% responden yang melakukan
perilaku terpapar sinar matahari sebagai pencegahan osteoporosis.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.11 mengenai
perilaku pemeriksaan densitas tulang menyebutkan bahwa sebagian besar
(46%) responden kurang dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis
sedangkan hasil penelitian mengenai perilaku meminum-minuman keras
menyebutkan bahwa sebagian besar (99%) responden dapat melakukan
perilaku pencegahan osteoporosis dengan baik. Hal ini telah menunjukan
bahwa masyarakat peduli akan kesehatan tubuhnya terutama pada tulang.
Penelitian lainnya yang membahas mengenai perilaku konsumsi alkohol
dilakukan oleh Chang et al (2011), dimana dalam penelitiannya terdapat 96%
responden tidak mengkonsumsi alkohol. Penelitan-penelitian tersebut
menunjukan bahwa masyarakat sadar akan bahaya yang ditimbulkan dari
konsumsi alkohol terhadap pertumbuhan tulang.
Rokok memiliki banyak dampak negatif termasuk dampak pada tulang.
Hasil penelitian mengenai perilaku merokok menyebutkan bahwa sebagian
77
besar (99%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis
dengan baik. Hasil penelitian diatas sangat berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Larkey. Larkey,dkk (2003) menyatakan bahwa 28% rata-rata
responden penelitiannya pernah merokok sedangkan pada wanita pre dan post
menopause terdapat 40% dan 27% pernah merokok.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.14 mengenai
perilaku mengonsumsi soft-drink menyebutkan bahwa sebagian besar (50%)
responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan cukup
baik. Lain halnya dengan penelitisn mengenai perilaku rutinitas olahraga
yang menyebutkan bahwa sebagian besar (44%) responden kurang dapat
melakukan perilaku pencegahan osteoporosis. Larkey, dkk (2003)
berpendapat bahwa 50% wanita post-menopause kurang melakukan aktivitas
fisik (olahraga). Larkey pun melakukan penelitian pada wanita dengan ras
hispanic dan non-hispanic. Dimana penelitian tersebut menghasilkan 51%
wanita hispanic senang melakukan aktivitas fisik (olahraga) kurang dari 150
menit dan 40% wanita non-hispanic melakukan aktivitas fisik kurang dari 150
menit. Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
masyarakat telah sadar akan pentingnya melakukan aktivitas fisik untuk
kesehatan tulang.
Begitu banyak manfaat yang terkandung dalam sayuran hijau termasuk
untuk kesehatan tulang. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada
tabel 5.16 mengenai perilaku mengonsumsi sayuran hijau menyebutkan
bahwa sebagian besar (42%) responden dapat melakukan perilaku
pencegahan osteoporosis dengan cukup baik. Larkey, dkk (2003) menyatakan
78
bahwa 82% responden mengkonsumsi sayuran hijau. Hal tersebut
menunjukan bahwa masyarakat sadar akan pentingnya mengkonsumsi
sayuran hijau untuk kesehatan mereka, terutama untuk kesehatan tulang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.17 mengenai
perilaku mengonsumsi susu menyebutkan bahwa sebagian besar (39%)
responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan cukup
baik. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Karolina (2009)
menyatakan bahwa 27,3% responden sering mengkonsumsi susu yang
mengandung kalsium dan 33% kadang-kadang mengkonsumsi susu.
Selain dapat membantu menyehatkan mata karena kandungan vitamin A
di dalamnya, wortel pun dapat mengurangi resiko terkena osteoporosis. Hasil
penelitian mengenai perilaku mengonsumsi wortel menyebutkan bahwa
sebagian besar sebagian besar (34%) responden dapat melakukan perilaku
pencegahan osteoporosis dengan baik. Selain wortel, tumbuhan lainnya pun
dapat mencegah osteoporosis. Brokoli merupakan salah satu sayuran hijau
yang dapat membantu mengurangi resiko terkena osteoporosis. Hasil
penelitian mengenai perilaku mengonsumsi brokoli menyebutkan bahwa
sebagian besar (41%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan
osteoporosis dengan baik, sedangkan sebagian kecil lainnya responden
dengan perilaku kurang baik sebesar 31% dan perilaku dengan cukup baik
dalam mengonsumsi brokoli sebesar 28%.
Osteoporosis dapat dicegah dengan latihan fisik. Latihan fisik yang teratur
dapat membantu dalam pencegahan terjangkitnya penyakit kronis seperti
diabetes, jantung maupun osteoporosis. Hasil penelitian mengenai perilaku
79
melakukan jogging menyebutkan bahwa Berdasarkan data yang diperoleh
dari penelitian pada tabel 5.20 mengenai perilaku melakukan jogging
menyebutkan bahwa sebagian besar (51%) responden dapat melakukan
perilaku pencegahan osteoporosis dengan kurang baik. Walaupun perilaku
dalam melakukan jogging masih kurang diperhatikan oleh responden, namun
masih ada perilaku pencegahan yang lain, yang menunjukkan perilaku yang
baik dalam mencegah osteoporosis.
Hasil penelitian mengenai rutinitas mengonsumsi suplemen kalsium
menunjukkan hasil yang kurang memuaskan dimana sebagian besar (54%)
responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan kurang
baik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gammage dan Klentrou (2011)
menghasilkan bahwa 8% wanita post-menopause dan 16 % remaja wanita
melakukan pencegahan osteoporosis dengan mengkonsumsi kalsium. Dengan
begitu, masih banyak wanita yang kurang memperhatikan pentingnya
konsumsi kalsium dalam pencegahan osteoporosis. Data Internasional
Osteoporosis Foundation (2009) menyebutkan, hasil penelitian di 14 negara
Asia mencerminkan rendahnya asupan kalsium orang Asia, yaitu rata-rata
hanya 450 mg dari 1300 mg yang dibutuhkan per hari.
5. Gambaran Perilaku Pencegahan Osteoporosis Secara Umum
Manusia dapat hidup sehat bila dapat menerapkan perilaku hidup sehat.
Perilaku sehat merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya mdalam
mempertahankan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Perilaku sehat tersebut
dapat dibentuk melalui berbagai cara diantaranya dengan mengonsumsim
makanan dengan menu seimbang dan juga melakukan pencegahan terhadap
80
penyakit. Perilaku pencegahan osteoporosis merupakan salah satu dari sekian
banyak perilaku hidup sehat. Namun banyak individu yang kurang
memperhatikan perilaku hidup sehatnya.
Berdasarkan penyajian data penelitian pada tabel 5.3, perilaku responden
dalam mencegah osteoporosis secara umum dapat dilihat pada point dibawah
ini:
a) Secara umum, mahasiswi memiliki perilaku pencegahan osteoporosis
dalam kategori cukup (53%).
b) Sedangkan sebagian kecil lainnya perilaku responden tergolong dalam
kategori baik (24%)
c) Mahasiswi yang memiliki perilaku kurang dalam mencegah osteoporosis
ini terdapat 23%.
Dengan kata lain, mahasiswi Fakultas Agama Islam Universitas
Singaperbangsa ini sudah cukup baik dalam melakukan pencegahan
osteoporosis. Hal ini seiring dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizka
(2012), dimana penelitiannya ini dilakukan pada wanita pre-menopause di
Surakarta. Berdasarkan penelitiannya menyebutkan bahwa responden
memiliki perilaku cukup baik (53.3%) sebagian kecil lainnya memiliki
perilaku yang baik dalam mencegah osteoporosis (26.7%) dan sisanya
memiliki perilaku yang kurang dalam mencegah osteoporos
Berdasarkan penelitian lain, dari Chang et.al (2011) dengan judul “Global
computer-assisted appraisal of osteoporosis risk in Asian women: an
innovative study” didapatkan bahwa pasien dengan riwayat keluarga
osteoporosis terdapat 16,3%, pasien dengan pascamenopause 90%. Sementara
81
itu, sebagian besar peserta tidak minum alkohol (96%), minum obat endokrin
(61%). Dengan kata lain, responden penelitian yang dilakukan oleh Chang et
al sudah memiliki perilaku yang baik dalam mencegah osteoporosis.
Pada hakikatnya, pencegahan lebih efektif bila dilakukan pada usia dini
atau usia muda. Hal ini dikarenakan apabila dilakukan di usia yang lanjut atau
mendekati usia lanjut maka resiko yang ditimbulkan akan semakin lebih
berat. Oleh karena itu, peneliti mengambil responden pada wanita usia muda.
6. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan
Osteoporosis
Pengetahuan merupakan faktor internal terbentuknya perilaku kesehatan.
Dengan adanya pengalaman maka akan terbentuk pengetahuan yang baik, dan
adanya pengetahuan yang baik inilah akan membentuk perilaku yang baik
pula. Menurut teori “ PRECED-PROCEED” yang dikembangkan oleh
Lawrence Green ( 1980) menyebutkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga
faktor utama, yakni: faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor
pendorong. Dalam faktor predisposis ini terdiri dari pengetahuan,sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
Dengan demikian, perilaku dapat terbentuk melalui pengetahuan.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan Spearman rank didapatkan bahwa
nilai signifikansi 0.041< 0.05 yang artinya terdapat hubungan yang bermakna
antara tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis. Hal
ini sejalan dengan nilai korelasi yang dihasilkan yakni 0.204, dimana hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif (+)
antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis yang
82
bersifat searah (berbanding lurus). Artinya, semakin tinggi atau besar tingkat
pengetahuan akan semakin bertambah besar atau tinggi pula nilai perilaku
pencegahan osteoporosis. Namun bila dilihat dari nilai korelasi (0.204), hal
ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasi dalam kategori lemah.
Penelitian lain yang memiliki hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan perilaku pencegahan osteoporosis yakni dilakukan oleh Rizka tahun
2012. Dalam penelitian tersebut terdapat korelasi yang signifikan antara
tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis.
7. Keterbatasan Penelitian
Segala sesuatu pasti ada kekurangan dan kelebihan. Begitu pula dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Pada penelitian ini terdapat beberapa
kekurangan yang menjadi keterbatasan penelitian. Keterbatasan tersebut akan
dijabarkan pada point di bawah ini:
a) Dalam penelitian ini, peneliti hanya membahas satu faktor intern saja yang
dapat mempengaruhi perilaku. Padahal faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor
intern saja, namun juga dipengaruhi oleh faktor ekstern.
b) Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dimana penelitian
dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Sehingga peneliti hanya melihat
hasil penelitian dalam satu waktu saja, tidak melihat hasil selanjutnya.
c) Alat pengukuran penelitian ini hanya sebatas menggunakan kuesioner saja
dan tidak ada respon timbal balik kepada responden sehingga responden
tidak mengetahui jawaban yang benar dari kuesioner tersebut.
83
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada mahasiswi Fakultas
Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang dapat disimpulkan
bahwa:
1. Responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 72%. Hal ini
merupakan prevalensi pertama diantara tingkat pengetahuan yng lain,
yakni sedang 21% dan kurang 7%.
2. Responden yang memiliki persentase perilaku pencegahan tertinggi yakni
responden dengan perilaku yang cukup (53%) dalam mencegah
osteoporosis. Sedangkan perilaku pencegahan yag lain, yakni perilaku baik
(24%) dan kurang baik (23%).
3. Pada penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi
Universitas Singaperbangsa Karawang.
B. Saran
1. Mahasiswi
Pada penelitian ini mahasiswi sudah menunjukkan tingkat pengetahuan
yang baik mengenai pencegahan osteoporosis dan seharusnya mahasiswi
dapat mempertahankan pengetahuannya ini. Namun untuk perilaku
kesehatannya sebaiknya mahasiswi lebih meningkatkan kembali perilaku
pencegahannya. Hal ini dikarenakan perilaku pencegahan mahasiswi
84
masih dalam kategori cukup baik. Perilaku ini dapat dilikakukan dengan
mengkonsumsi susu atau lebih memperhatikan gerak sehat seperti jalan
kaki dan jogging.
2. Penelitian Selanjutnya
Osteoporosis merupakan pengeroposan tulang. Pengeroposan
tulang ini disebabkan oleh berbagai macam factor termasuk penurunan
kadar hormone dan terjadinya menopause. Namun penurunan hormone ini
tidak hanya terjadi pada laki-laki pun dapat mengalami penurunan
hormon. Sehingga laki-laki pun memegang peranan dalam mengalami
osteoporosis. Selain itu, penelitian mengenai pencegahan osteoporosis
pada wanita sudah banyak yang mengkaji dan meneliti. Dengan demikian,
kepada peneli selanjutnya dapat meneliti dan mengkaji mengenai
pencegahan osteoporosis pada kaum pria.
Lampiran 3
Analisa Univariat
a. Multiple modes exist. The smallest is
Shown
usia
Usia
Semester
N Valid
Missing
Mean
Median
Mode
Std.Deviation
Variance
Minimum
Maximum
Sum
100
0
19.4700
19.5000
18.00
1.16736
1.363
18.00
21.00
1947.00
100
0
3.0000
3.0000
2.00a
1.00504
1.010
2.00
4.00
300.00
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Usia 18
19
20
21
Total
29
21
24
26
100
29.0
21.0
24.0
26.0
100.0
29.0
21.0
24.0
26.0
100.0
29.0
50.0
74.0
100.0
Semester
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Semester
2 50 50.0 50.0 50.0
4 50 50.0 50.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Analisa Bivariat
HASIL UJI KORELASI
Correlations
pengetahuan perilaku
Spearman's rho Pengetahuan Correlation Coefficient 1.000 .204*
Sig. (2-tailed) . .041
N 100 100
Perilaku Correlation Coefficient .204* 1.000
Sig. (2-tailed) .041 .
N 100 100
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Pengetahuan
Pengetahuan*Perilaku Crosstabulation
Pengetahuan Perilaku
r p Cukup Baik Kurang Total
Sedang Baik Kurang
71,4 9,5
22,2 23
28,6 81
47,2 53
0 9,5
30,6 24
100 100 100 100
0,204 0,041
Total
DATA PENGETAHUAN DAN PERILAKU
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 7 7.0 7.0 7.0
sedang 21 21.0 21.0 28.0
baik 72 72.0 72.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Perilaku
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 23 23.0 23.0 23.0
cukup 53 53.0 53.0 76.0
baik 24 24.0 24.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Statistics
pengetahuan perilaku
N Valid 100 100
Missing 0 0
Mean 2.6500 2.0100
Median 3.0000 2.0000
Mode 3.00 2.00
Std. Deviation .60927 .68895
Variance .371 .475
Minimum 1.00 1.00
Maximum 3.00 3.00
Sum 265.00 201.00
HASIL UJI KUESIONER PER-ITEM PERTANYAAN
Statistics
Definisi
osteoporosis
Tanda dan
gejala
osteo
Faktor
resiko
osteo
Sebab-
akibat
osteo
Makanan
dan
Asupan gizi
Terapi
pencegah
osteo
Jalan 1000
langkah
Terpapar
sinar
matahari
Pemeriksa
an densitas
tulang
N Valid 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 1.8800 1.0800 1.1200 1.0100 1.3600 1.6600 1.8000 1.7300 1.7300
Median 2.0000 2.0000 1.0000 1.0000 2.0000 2.0000 2.0000 1.5000 2.0000
Mode 2.00 2.00 1.00 1.00 2.00 2.00 1.00 1.00 1.00
Std. Deviation .47737 .99168 .57349 .75872 .93765 .60670 .85280 .81470 .76350
Variance .228 .983 .329 .576 .879 .368 .727 .664 .583
Minimum .00 .00 .00 .00 .00 .00 1.00 1.00 1.00
Maximum 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 3.00 3.00 3.00
Sum 188.00 108.00 112.00 101.00 136.00 166.00 180.00 173.00 173.00
perilaku
minum
alkohol
Perilaku
merokok
Perilaku
Konsumsi
soft-drink
Perilaku
rutinitas
olahraga
Konsumsi
sayuran
hijau
Perilaku
Konsumsi
susu
Perilaku
konsumsi
wortel
Perilaku
Konsumsi
Brokoli
Perilaku
Melakukan
Jogging
Perilaku
Konsumsi
Suplemen
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2.9800 2.9800 2.0400 1.7500 1.9000 1.8700 1.9900 2.1000 1.7600 1.6200
3.0000 3.0000 2.0000 2.0000 2.0000 2.0000 2.0000 2.0000 1.0000 1.0000
3.00 3.00 2.00 1.00 2.00 1.00 1.00 3.00 1.00 1.00
.20000 .20000 .70953 .75712 .75879 .78695 .83479 .84686 .85422 .74914
.040 .040 .503 .573 .576 .619 .697 .717 .730 .561
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00
298.00 298.00 204.00 175.00 190.00 187.00 199.00 210.00 176.00 162.00
Definisi Osteoporosis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 6 6.0 6.0 6.0
baik 94 94.0 94.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tanda dan gejala osteoporosis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 45 45.0 45.0 45.0
sedang 2 2.0 2.0 47.0
baik 53 53.0 53.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Faktor resiko osteo
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 11 11.0 11.0 11.0
sedang 66 66.0 66.0 77.0
baik 23 23.0 23.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sebab-akibat osteo
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 28 28.0 28.0 28.0
sedang 43 43.0 43.0 71.0
baik 29 29.0 29.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Makanan dan Asupan gizi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 32 32.0 32.0 32.0
baik 68 68.0 68.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Terapi pencegah osteo
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 7 7.0 7.0 7.0
sedang 20 20.0 20.0 27.0
baik 73 73.0 73.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Perilaku Jalan 1000 langkah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 48 48.0 48.0 48.0
cukup 24 24.0 24.0 72.0
baik 28 28.0 28.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Terpapar sinar matahari
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 50 50.0 50.0 50.0
cukup 27 27.0 27.0 77.0
baik 23 23.0 23.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Pemeriksaan densitas tulang
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 46 46.0 46.0 46.0
cukup 35 35.0 35.0 81.0
baik 19 19.0 19.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
perilaku minum alkohol
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 1 1.0 1.0 1.0
baik 99 99.0 99.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Perilaku merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 1 1.0 1.0 1.0
baik 99 99.0 99.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Perilaku Konsumsi soft-drink
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 23 23.0 23.0 23.0
cukup 50 50.0 50.0 73.0
baik 27 27.0 27.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Perilaku rutinitas olahraga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 44 44.0 44.0 44.0
cukup 37 37.0 37.0 81.0
baik 19 19.0 19.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Konsumsi sayuran hijau
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 34 34.0 34.0 34.0
cukup 42 42.0 42.0 76.0
baik 24 24.0 24.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Perilaku Konsumsi susu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 38 38.0 38.0 38.0
cukup 37 37.0 37.0 75.0
baik 25 25.0 25.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Perilaku konsumsi wortel
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 35 35.0 35.0 35.0
cukup 31 31.0 31.0 66.0
baik 34 34.0 34.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Perilaku Konsumsi Brokoli
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 31 31.0 31.0 31.0
cukup 28 28.0 28.0 59.0
baik 41 41.0 41.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Perilaku Melakukan Jogging
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 51 51.0 51.0 51.0
cukup 22 22.0 22.0 73.0
baik 27 27.0 27.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Perilaku Konsumsi Suplemen
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 54 54.0 54.0 54.0
cukup 30 30.0 30.0 84.0
baik 16 16.0 16.0 100.0
Total 100 100.0 100.0