Osteoporosis lansia

27
Diagnosis Osteoporosis pada Lansia Makalah Disusun untuk memenuhi tugas Problem Based Learning Disusun oleh : S. Krissattryo Rosarianto I. Kelompok B-1 102011374 [email protected]

description

makalah tftgygt

Transcript of Osteoporosis lansia

Diagnosis Osteoporosis pada LansiaMakalahDisusun untuk memenuhi tugas Problem Based Learning

Disusun oleh :S. Krissattryo Rosarianto I.Kelompok [email protected] Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana2012

PENDAHULUANI.Latar BelakangOsteoporosis adalah suatu penyakit degeneratif yang ditandai dengan melemahnya struktur penyusun tulang sehingga membuat tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Osteoporosis biasanya terjadi pada manusia yang sudah menginjak usia lanjut. Osteoporosis terdiri dari dua macam tipe yaitu osteoporosis pasca menopause yang berhubungan dengan defisiensi estrogen dan osteoporosis senilis yang berkaitan dengan gangguan absorbsi kalsium. Penanganan osteoporosis haruslah dilakukan sedini mungkin agar kerusakan yang diakibatkan juga minimal, suatu contoh kasus berikut akan memberikan penjelasan mengenai osteoporosis serta pengobatan dan penatalaksanaan dalam pemeriksaannya lebih lanjut.II.Rumusan MasalahRumusan masalah dalam makalah ini adalah seorang perempuan usia 65 tahun mengalami patah tulang lengan kanan.III. HipotesisHipotesis dalam makalah ini adalah seorang perempuan usia 65 tahun mengalami osteoporosis.

ISI

1.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Muskuloskeletal1a.Riwayat PenyakitRiwayat Penyakit sangat penting dalam langkah awal diagnosis semua penyakit, termasuk pula penyakit reumatik. Sebagaimana biasanya diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif dan kronologis; ditanyakan pula faktor yang memperberat penyakit dan hasil pengobatan untuk mengurangi keluhan pasien. 1b.UmurPenyakit reumatik dapat menyerang semua umur, tetapi frekuensi setiap penyakit terdapat pada kelompok umur tertentu. Misalnya osteoartritis lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut dibandingkan dengan usia muda. Sebaliknya lupus eritematosus sistemik lebih sering ditemukan pada wanita usia muda dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. 1c.Nyeri SendiNyeri sendi merupakan keluhan utama pasien reumatik. Pasien sebaiknya diminta menjelaskan lokasi nyeri serta punctum maximumnya, karena mungkin sekali nyeri tersebut menjalar ke tempat jauh merupakan keluhan karakteristik yang disebabkan oleh penekanan radiks saraf. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hilang setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi hari merupakan tanda nyeri mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan aktivitas.d.Kaku SendiKaku sendi merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar untuk menggerakkan sendi (worn off). Keadaan ini biasanya akibat desakan cairan yang berada di sekitar jaringan yang mengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovia, atau bursa). Kaku sendi makin nyata pada pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerak-gerakkan, cairan akan menyebar dari jaringan yang mengalami inflamasi dan pasien merasa terlepas dari ikatan (wears off).e.Pemeriksaan JasmaniPemeriksaan jasmani khusus pada sistem muskuloskeletal meliputi: inspeksi pada saat diam/istirahat, inspeksi pada saat gerak dan palpasi.f.Gaya BerjalanGaya berjalan yang normal terjadi dari 4 fase, yaitu heel strike phase, loading/ stance phase, toe off phase dan swing phase. Pada heel strike phase, lengan diayun diikuti gerakan tungkai yang berlawanan yang terdiri dari fleksi sendi koksae dan ekstensi sendi lutut. Pada loading/stance phase, pelvis bergerak secara simetris dan teratur melakukan rotasi ke depan bersamaan dengan akhir gerakan tungkai pada heel strike phase. Pada toe off phase, sendi koksae ekstensi dan tumit mulai terangkat dari lantai. Pada swing phase sendi lutut fleksi diikuti dorsofleksi sendi talokruralis.g.Sikap/ postur BadanPerlu diperhatikan bagaimana cara pasien mengatur posisi bagian badan yang sakit. Sendi yang meradang biasanya mempunyai tekanan intra-artikular yang tinggi, oleh karena itu pasien akan berusaha menguranginya dengan mengatur posisi sendi tersebut seenak mungkin, biasanya dalam posisi setengah fleksi. Pada sendi lutut sering diganjal dengan bantal. Pada sendi bahu (glenuhomeral) dengan cara lengan diaduksi dan endorotasi, mirip dengan waktu menggendong tangan dengan kain pada fraktur lengan. Sebaiknya bila dilakukan abduksi dan eksorotasi maka pasien akan merasa sangat kesakitan karena terjadi peningkatan tekanan intraartikular. Ditemukannya postur badan yang membengkok ke depan disertai pergerakan vertebra yang terbatas merupakan gambaran khas spondilitis ankilosa.h.DeformitasWalaupun deformitas sudah tampak jelas pada keadaan diam, tetapi akan lebih nyata pada keadaan gerak. Perlu dibedakan apakah deformitas tersebut dapat dikoreksi (misalnya disebabkan gangguan jaringan lunak) atau tidak dapat dikoreksi (misalnya restriksi kapsul sendi atau kerusakan sendi). Berbagai deformitas di lutut dapat terjadi antara lain genu varus, genu valgus, genu rekurvatum, sublukasi tibia posterior dan deformitas fleksi. Demikian pula deformitas fleksi di siku. Pada jaringan tangan antara lain boutonniere finger, swan neck finger, ulnar deviation, sublukasi sendi metakarpal dan pergelangan tangan. Pada ibu jari tangan ditemukan unstable Z-shaped thumbs. Pada kaki ditemukan telapak kaki bagian depan melebar dan miring ke samping disertai sublukasi ibu jari kaki ke atas. Pada pergelangan kaki terjadi valgue ankle.i.KrepitusKrepitus merupakan bunyi berderak yang dapat diraba sepanjang gerakan struktur yang terserang. Krepitus halus merupakan krepitus yang dapat didengar dengan menggunakan stetoskop dan tidak dihantarkan ke tulang di sekitarnya. Keadaan ini ditemukan pada radang sarung tendon, bursa atau sinovia. Pada krepitus kasar, suaranya dapat terdengar dari jauh tanpa bantuan stetoskop dan dapat diraba sepanjang tulang. Keadaan ini disebabkan kerusakan rawan sendi atau tulang.2.OsteoporosisOsteoporosis adalah hilangnya massa tulang dan bukan perubahan kandungannya. Keadaan ini ditandai oleh meningkatnya risiko fraktur akibat kerapuhan tulang. Lokasi fraktur tersering adalah tulang belakang, kolum femoris, dan radius. 2 Osteoporosis adalah hal yang sering dijumpai dan menjadi predisposisi untuk terjadinya fraktur tulang akibat adanya penurunan kuantitatif dan kedua komponen matriks tulang (osteoid dan hidroksiapatit). 3Sebanyak 50% wanita dan 15% pria mengalami fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis pada usia 90 tahun. Osteoporosis dapat bersifat sekunder terhadap penyakit tertentu( di bawah) atau primer, osteoporosis primer lebih sering terjadi pada wanita berusia lanjut. Terutama pada wanita yang terlambat menarche, mengalami menopause lebih cepat, atau memiliki riwayat oligomenorea dalam waktu lama (misalnya atlet, anoreksia nervosa). 3Faktor risiko penting lainnya termasuk merokok, alkohol, gaya hidup yang sedikit beraktivitas(atau latihan tanpa beban) adanya riwayat keluarga (massa tulang puncak dipengaruhi oleh kontrol genetik yang kuat), dan postur tubuh yang kurus. Osteoporosis sekunder terjadi pada: 3 Penyakit endokrin: tirotoksikosis, penyakit Cushing, hipogonadisme, hiperparatiroidisme. Penyakit reumatologis: artropati inflamasi, terutama yang diobati dengan steroid. Penyakit saluran pencernaan: malabsorpsi, sirosis. Neoplasia Penggunaan obat-obatan terutama kortikosteroid, heparin, warfarin dan fenitoin.a.EtiologiPatogenesisnya multifaktoral. Risiko osteoporosis meningkat sejalan dengan usia, jenis kelamin wanita, ras ( kulit putih dan Asia), serta postur tubuh yang kecil. Defisiensi estrogen adalah faktor utama pada wanita pascamenopause, dan wanita dengan defisiensi estrogen pramenopause (menopause dini, ooforektomi, anoreksia, penyakit kronis, olahraga fisik berlebihan) termasuk kelompok beresiko. Riwayat osteoporosis dalam keluarga adalah faktor resiko yang lemah. Imobilisasi, seringkali akibat artritis, tampaknya turut berperan sebagai penyebab. Beberapa jenis obat, termasuk sterois, hormon tiroid, dan alkohol, memiliki efek samping pada massa tulang. Peran asupan kalsium, absorpsi kalsium, serta vitamin D tidak terlalu jelas. 2b.KlasifikasiUmum, penuaan normal terutama pada wanita : 2 Pascamenopause (tipe 1), disertai hilangnya tulang trabekular menimbulkan lesi vertebra pada kolapsnya lempeng ujung, terjadinya fraktur baji dan crush fracture, sampai usia sekitar 70 tahun. Senilis (tipe 2), disertai hilangnya tulang kortikal tambahan menimbulkan fraktur yang khas pada kolum femoris, biasanya pada wanita di atas 75 tahun. Fraktur ini sebagian disebabkan oleh meningkatnya lengkungan tubuh normal sejalan dengan usia dan akibatnya timbul instabilitas disertai jatuh.c.PatogenesisOsteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer(involusional) dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya, sedangakan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya. Osteoporosis primer dibagi lagi menjadi osteoporosis tipe I dan tipe II. Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pascamenopause, disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II, disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis. 11.Patogenesis Osteoporosis Tipe I1Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabekular, karena memiliki permukaan yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda resorpsi tulang dan formasi tulang, keduanya meningkat menunjukkan adanya peningkatan bone turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear seperti IL-1,IL-6 dan TNF-a yang berperan meningkatkan kerja osteoklas.Dengan demikian, penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktifitas osteoklas meningkat. Selain peningkatan aktifitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi kalsium di ginjal. Selain itu, menopause juga menurunkan sintesis berbagai protein yang membawa 1,25(OH)2D, sehingga pemberian estrogen akan meningkatkan konsentrasi 1,25(OH)2D di dalam plasma.2.Patogenesis Osteoporosis Tipe II1Selama hidupnya, seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke delapan dan sembilan kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan risiko fraktur. Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium, akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan semakin meningkatkan resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang. Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi protein yang faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan dan imobilisasi lama).d.Gambaran klinisGambaran klinisnya berhubungan dengan fraktur. Fraktur vertebra (baji atau crush) paling sering terjadi pada pertengahan dorsal tulang belakang dan sambungan torakolumbalis (T12 dan L1). Kejadiannya bisa asimtomatik, atau menyebabkan nyeri punggung berat mendadak. Kompresi medula spinalis bukan merupakan gejalanya, dan menunjukkan adanya penyebab lain seperti metastasis atau penyakit Paget. Fraktur multipel menyebabkan penurunan tinggi badan dan deformitas tulang belakang. Fraktur tulang panggul hampir selalu terjadi setelah jatuh dan sering berhubungan dengan perawatan yang lama di rumah sakit. 2Tanda khas dari osteoporosis adalah fraktur yang terjadi akibat trauma ringan (pada tulang radius distal-fraktur Colles-atau kolum femur) atau bahkan tanpa trauma sama sekali, misalnya fraktur (baji) pada verterbra daerah torakal, menyebabkan berkurangnya tinggi badan, kifosis tulang punggung yang berlebih, dan nyeri. 3e.Pemeriksaan FisikTinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal dan jaringan parut pada leher(bekas operasi tiroid).Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus (Dowagers hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan protuberantia abdomen, spasme otot paravertebral dan kulit yang tipis. 1f.Pemeriksaan PenunjangOsteoporosis perlu diobati dengan baik. Keberhasilan penanganan osteoporosis sangat tergantung kepada bagaimana pemeriksaan tulang, mendeteksinya secara dini, dan menentukan risiko terjadinya patah tulang untuk mengambil tindakan pengobatan secepatnya. Pemeriksaan tulang terdiri atas dua kategori besar, yang pertama dengan menentukan densitas atau kepadatan tulang, dengan menggunakan berbagai alat yang kini semakin canggih. Yang kedua melalui pemeriksaan biokimiawi darah, untuk mengetahui bagaimana turnover atau proses modeling-remodeling tulang. Pemeriksaan densitas tulang dan biokimiawi darah penting pula untuk mengetahui keberhasilan pemberian obat antiosteoporosis. 4 BiokimiawiKalsium, fosfat, dan alkali fosfatase serum serta kalsium urin normal. (Alkali fosfatase bisa meningkat setelah fraktur). 2 RadiologiRontgen lateral vertebra lumbal dan dorsal. Bisa tampak bentuk baji atau deformitas konkaf ( seperti ikan cod) pada korpus vertebra. Bisa terjadi ruptur diskus ke dalam korpus vertebra (nodus Schmorl). Hilangnya densitas tulang bisa tampak jelas namun evaluasi massa tulang berdasarkan radiologis tidak bisa diandalkan. Osteopenia yang tegas pada rontgen merupakan tanda hilangnya tulang yang lanjut. 2 Densitometri tulangAbsorpsiometri kuantitatif dengan computed tomography (CT) dengan foton tunggal atau ganda sampai absorpsiometri sinar X energi ganda (DXA) menilai densitas tulang dengan pengukuran absorpsi sinar gamma atau sinar X di lokasi yang secara klinis relevan seperti di radius, pelvis atau vertebra. Jika tersedia, DXA adalah metode terpilih, dengan metode pengukuran yang cepat dan berkaitan dengan paparan radiasi yang rendah. 2 Foto rontgen polos berguna untuk memperlihatkan fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis. 3 Absorpsiometri rontgen emisi ganda (dual emission X-ray absorptiometry [DEXA]) digunakan untuk mengukur densitas tulang dan menghitung derajat osteopenia (kehilangan tulang ringan-sedang) atau osteoporosis (kehilangan tulang berat). Pengukuran berguna pada orang-orang yang beresiko (misalnya yang sedang menjalani terapi kortikosteroid, menopause yang terjadi lebih awal) untuk mengevaluasi kebutuhan dan respons terhadap proteksi tulang. 3g.Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA)DXA adalah suatu teknik yang akurat dan presisi yang dapat digunakan untuk mengukur densitas tulang di beberapa tulang di rangka. Mesin DXA bisa mengukur Bone Mineral Content (BMC) di panggul, tulang belakang, tulang radius dan tulang calcaneus atau total mineral di seluruh rangka. Pasien tetap berpakaian dan ditempatkan secara hati-hati di sebuah meja untuk tindakan scan yang membutuhkan waktu sebentar dan menghasilkan sebuah hasil laporan dalam bentuk cetakan. 5 Hip BMDHip DXA atau DXA panggul dianggap sebagai gold standard oleh banyak ahli untuk menilai resiko fraktur dan membuat diagnosis untuk osteoporosis. Hip DXA adalah prediktor yang lebih kuat untuk fraktur panggul dibandingkan pemeriksaan BMD di tempat lain dan memprediksi resiko fraktur-fraktur lain sebaik atau bahkan lebih baik dari cara pengukuran yang lain. BMD panggul tidak dipengaruhi oleh kelainan degeneratif artritis dari panggul. 5 Spine BMDSpine BMD mengukur vertebra lumbal, L1 sampai L4, dalam proyeksi posteroanterior. Karena tulang belakang memiliki tulang trabekular yang lebih banyak dibandingkan tempat lain, spine BMD lebih sensitif terhadap efek dari hormon dan obat-obatan. Spine BMD cenderung sedikit lebih presisi dibandingkan hip DXA, jadi beberapa dokter lebih memilih menggunakan spine BMD untuk memonitor efek dari perawatan kortikosteroid dan perawatan obat-obatan lain. 5Spine BMD memperlihatkan kandungan mineral dari seluruh tulang lumbal termasuk badan vertebra, bagian posterior tubuh dan sendi serta total kalsium diatas aorta abdominal. Karena itu, spine BMD meningkat sejalan dengan artritis degeneratif dan kalsifikasi aorta, yang mana keduanya meningkat secara umum dan parah setelah usia 65. Karena alasan ini, setelah usia sekitar 65 tahun spine BMD cenderung meningkat, daripada menurun seperti yang terlihat pada pengukuran BMD yang lain. 5Karena alasan ini, kecuali jika ada alasan spesifik untuk mengukur spine BMD, seperti perawatan dengan kortikosteroid, spine BMD tidak boleh dilakukan untuk dewasa dengan usia diatas 65 tahun atau mereka yang memiliki kelainan artritis degeneratif pada tulang belakang.Pengukuran spine DXA bisa meningkat jika satu atau lebih dari vertebra lain yang diukur mengalami fraktur atau terkena degeneratif artritis lokal. Periperhal DXA (pDXA)Alat DXA yang lebih kecil digunakan untuk mengukur densitas tulang di lengan bawah. Radius distal biasanya digunakan karena mengandung tulang trabekular dan tulang kortikal. Karena kecil dan relatif murah, mereka lebih banyak tersedia di rumah sakit dibandingkan DXA standard.Tes pDXA secara umum lebih murah daripada spine atau hip DXA. 5Dual energy X-ray absorptiometry (DXA, DEXA) pada saat ini adalah teknik densitometrik yang paling berkembang, terpercaya dan popular yang digunakan sebagai gold standard dan reference standard. Teknik ini serbaguna dan dapat digunakan untuk menilai bone mineral content untuk seluruh rangka tulang atau pada tulang-tulang tertentu, terutama yang paling rentan terkena fraktur. Rangka atau tulang yang diperiksa terkena dua sinar X-ray dengan intensitas yang berbeda. Dan kandungan mineral dari tulang dihitung dengan program komputer dari banyaknya radiasi. Teknik ini mengukur luas area densitas (g/cm2) daripada densitas volumetrik yang sebenarnya (g/cm3) karena menggunakan scan secara dua dimensi. Dengan menggunakan dua pengukuran, kontribusi daripada komponen jaringan halus (beda jumlah untuk jaringan otot dan jaringan lemak) bisa dihitung dan dibuang. DXA bisa mengukur panggul dan tunggal belakang (central) dan lengan bawah (peripheral) bahkan bisa melakukan total body scan (full body DXA scanner).Sendi panggul dan tulang belakang lumbal diukur secara rutin dari depan (AP) atau dari samping (lateral). Kombinasi evaluasi dari kedua pengukuran ini bisa mengembangkan nilai dari status mineral tulang pasien dan prediksi fraktur, terutama kasus dengan variasi anatomi, kelainan degeneratif yang parah dan fraktur. Pengukuran tulang lumbal tidak terbatas hanya pada badan vertebranya, tetapi juga termasuk arch dan processus spinosus yang memiliki kuantitas tulang kompak yang patut dipertimbangkan. 6Hasil Pengukuran dengan DEXA berupa: 1 Densitas mineral tulang pada area yang dinilai satuan bentuk gram per CM2 Kandungan mineral tulang dalam satuan gram. Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam persentase. Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z-score atau T-score)Densitas mineral tulang yang rendah merupakan faktor risiko utama yang dapat dicegah dan prediktor utama terjadinya fraktur. Secara umum setiap terjadi penurunan densitas tulang sebesar 1 standar deviasi dibawah rata-rata densitas mineral tulang orang dewasa muda akan meningkatkan terjadinya fraktur sebanyak 2-3 kali. 1Pemeriksaan densitometri untuk mengetahui densitas tulang pada osteoporotik dipakai standar WHO sebagai berikut: 1Kategori DiagnostikT-Score

Normal>-1

Osteopenia