Fraktur Ec Osteoporosis

31
Tinjauan Pustaka Fraktur Collum Femoris et causa Osteoporosis Agnes Christie 10-2011-396/A5 17 Maret 2014 Alamat Korespendensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510Telp 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email: [email protected] Pendahuluan Pada usia 50 tahun terutama pada wanita, merupakan usia menopause, dimana terjadinya pemberhentian hormon estrogen yaitu hormon yang merupakan salah satu terpenting dalam pembentukan yang menyokong tulang. Maka pada wanita risiko terkena osteoporosis lebih tinggi dibandingkan dengan laki- laki.Akan tetapi pada laki-laki risiko juga ada, pada laki- laki yang memiliki kekurangan hormone testosterone. Pada setiap pribadi yang terkena osteoporosis akan menjadi orang yang memiliki kerentanan yang tinggi terhadap patahnya bagian tulang dari tubuh orang tersebut atau yang biasa disebut dengan fraktur. Khususnya pada seorang wanita berumur 65 tahun yang terjatuh di kamar mandi, factor penyebab yang paling 1

Transcript of Fraktur Ec Osteoporosis

Page 1: Fraktur Ec Osteoporosis

Tinjauan Pustaka

Fraktur Collum Femoris et causa Osteoporosis

Agnes Christie

10-2011-396/A5

17 Maret 2014

Alamat Korespendensi:

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510Telp 021-56942061 Fax. 021-5631731

Email: [email protected]

Pendahuluan

Pada usia 50 tahun terutama pada wanita, merupakan usia menopause, dimana

terjadinya pemberhentian hormon estrogen yaitu hormon yang merupakan salah satu

terpenting dalam pembentukan yang menyokong tulang. Maka pada wanita risiko terkena

osteoporosis lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.Akan tetapi pada laki-laki risiko juga

ada, pada laki-laki yang memiliki kekurangan hormone testosterone. Pada setiap pribadi yang

terkena osteoporosis akan menjadi orang yang memiliki kerentanan yang tinggi terhadap

patahnya bagian tulang dari tubuh orang tersebut atau yang biasa disebut dengan fraktur.

Khususnya pada seorang wanita berumur 65 tahun yang terjatuh di kamar mandi, factor

penyebab yang paling tinggi mengapa ia tidak dapat bangun lagi yaitu frakturnya tulang pada

bagian collum femoris. Dimana biasanya ini terjadi pada seorang yang terkena osteoporosis

atau pengeroposan tulang karena adanya penurunan pada densitas massa tulang. Osteoporosis

merupakan penyakit sistemik yang ditandai oleh (Compromised bone strength) sehingga

diikuti dengan tulang yang mudah patah (NIH, 2001). Dimana faktor osteoporosis juga

ditandai dan dapat dilihat dengan umur, genetic dan lingkungan yang diikiuti dengan

kebiasaan kebiasaan, seperti kurangnya aktivitas fisik atau olah raga, penggunaan obat dalam

jangka panjang dan kebiasaan minum alcohol, merokok dan lain-lain.

1

Page 2: Fraktur Ec Osteoporosis

Isi

Anamnesis

Anamnesis adalah tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pasien dapat dilakukan baik

secara langsung pada pasien (auto-anamnesis), maupun secara tidak langsung melalui

keluarga atau relasi terdekat (allo-anamnesis). Tujuan anamnesis adalah mendapatkan

informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Anamnesis memegang peranan yang

penting pada evaluasi penderita osteoporosis. Riwayat penyakit sangat penting dalam langkah

awal diagnosis semua penyakit, termasuk pula penyakit yang berhubungan dengan tulang.

Dimana wanita dengan umur 65 tahun merupakan pribadi yang memiliki risko tinggi

terhadap pengeroposan tulang dan Sebagaimana biasanya penyakit osteoporosis merupakan

penyakit yang berhubungan dengan kasus fraktur, maka dari itu diperlukan riwayat penyakit

yang deskriptif dan kronologis, ditanyakan pula faktor yang memperberat penyakit dan hasil

pengobatan unuk mengurangi keluhan pasien. 1

Hal-hal yang harus ditanyakan :

Posisi jatuh pasien, mengapa bisa terjatuh, sakit pada bagian mana, seperti apa

sakitnya, nyeri atau tidak, berapa lama nyerinya, intesitas berolah raga, intensitas paparan

sinar matahari langsung, asupan makanan atau minuman atau vitamin yang mengandung

kalsium, fosfor, serta vitamin D, obat-obatan yang diminum pada jangka panjang juga harus

diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormone tiroid, dan lain-lain, kebiasaan alkohol dan

merokok, penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan osteoporosis seperti penyakit

ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan isufisiensi pancreas, riwayat haid, umur menarke dan

menopause, penggunaan obat- obat kontraseptif juga harus diperhatikan, riwayat keluarga

dengan osteoporosis juga harus diperhatikan, karena ada beberapa penyakit tulang metabolik

yang bersifat herediter.2

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan adanya syok, anemia atau

perdarahan. Sangat penting juga untuk diselidiki apakah ada kerusakan pada organ-organ

lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks,

2

Page 3: Fraktur Ec Osteoporosis

panggul dan abdomen. Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita yang

diduga osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita, deformitas tulang, leg-length

inequality, nyeri spinal dan jaringan parut pada leher. 2

a. Inspeksi (look)

Pada inspeksi perlu dibandingkan ekstremitas yang sakit dengan bagian yang sehat.

Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan dan dilihat adanya tanda-tanda anemia

bila terjadi pendarahan. Harus juga diketahui apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan

lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka. Perhatikan adanya deformitas berupa

angulasi, rotasi dan pemendekan. Lalu perlu dilakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada

trauma pada organ-organ lain.3

b. Palpasi (feel)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat

nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

o Temperatur setempat yang meningkat

o Nyeri tekan. Nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

o Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati

o Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri

dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena.

Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma,

temperatur kulit

o Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya

perbedaan panjang tungkai.

c. Pergerakan (move)

Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan

pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan

fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh

dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan

lunak seperti pembuluh darah dan saraf

3

Page 4: Fraktur Ec Osteoporosis

Pemeriksaan Penunjang

1. Fraktur

Pada pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pemeriksaan secara radiologi. Proyeksi

anteroposterior dan lateral, kadang-kadang diperlukan axial. Pada proyeksi anteroposterior,

kadang-kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur (pada kasus yang impacted). Untuk itu

perlu ditambah dengan pemeriksaan proyeksi axial.

Foto Rontgen

Gambar 1 Gambar 2

Coxae profunda dextra Tonnis angle

Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang

impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran dinilai

melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular

pada kaput femoris dan ujung leher femur. Foto hanya dilakukan pada bagian yang nyeri dan

sekitanya saja, pada kasus ini foto dilakukan pada bagian coxae dan bagian yang nyeri saja.

Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser (stadium I dan II

Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang bergeser sering

mengalami non union dan nekrosis avaskular.4

Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama

dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk

4

Page 5: Fraktur Ec Osteoporosis

menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya

fraktur. Adanya pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat

menunjukkan tegangan fraktur. Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian

leher femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan dari patah

tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada

bagian inferior leher femoralis. Jika tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau

Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus dilakukan.4

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam waktu

24 jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur biasanya muncul

sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema intens dalam rongga meduler.

Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien

dengan hasil foto rontgen yang kurang terlihat. MRI dapat menunjukkan hasil yang 100%

sensitif, spesifik dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur.4

Untuk mengetahui adanya kaitan frakturnya tulang oleh karena osteoporosis atau

tidak, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang diduga osteoporosis.

2. Osteoporosis

Gambar 3

Osteoporosis

5

Page 6: Fraktur Ec Osteoporosis

Pemeriksaan Biokimia Tulang

Pemeriksaan biokimia tulang terdiri dari kalsium total dalam serum, ion kalsium,

kadar fosfor di dalam serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolin urin dan

bila perlu hormone paratyiroid dan vitamin D. Untuk menentukan turnover tulang, dapat

diperiksa petanda biokimia tulang. Petanda biokimia tulang terdiri dari petanda formasi dan

resorpsi tulang. Pertanda formasi tulang terdiri dari Bone-spesific alkaline phosphatase

(BSAP), osteokalsin (OC), Carboxy-terminal propeptide of type I collagen (PICP) dan

amino-terminal propeptideof type I collagen (PINP). Sedangkan petanda resorpsi terdiri

hidroksiprolin urin, free and total pyridinolines (Pyd) urin, free and total deoxypyridinolines

(Dpd) urin, N-telopeptide of collagen cross-links (NTx) urin, C-telopeptide of collagen cross-

links (CTx) urin, cross-linked C-telopeptide of type I collagen (ICTP) serum dan tartrate-

resistant acid phosphatase (TRAP) serum.2

PICP dan PINP merupakan petanda yang ideal dari formasi tulang, karena sebagian

besar protein yang dihasilkan oleh osteoblas adalah kolagen tipe I, walaupun demikian

kolagen ini juga dihasilkan oleh kulit, sehingga penggunaannya di klinik tidak sebaik BSAP

dan OC, karena pemeriksaan yanga ada saat ini tidak dapat membedakan PICP dan PINP

yang berasal dari tulang atau jaringan lunak. Berbeda dengan formasi tulang, produk

degradasi kolagen sangat baik digunakan untuk petanda resorpsi tulang. Pada tulang yang

diresorpsi, produk degradasi kolagen akan dilepaskan kedalam darah dan diekskresi lewat

ginjal. Kolagen pada tulang merupakan kumpulan fibril yang disatukan oleh covalent ceross-

link. Cross-link ini terdiri dari hidroksil-piridinolin (piridinolin,Pyd) dan lisil-piridinolin

(deoksipiridinolin, Dpd). Pyd lebih banyak ditemukan dalam tulang dibandingkan Dpd, tetapi

Pyd juga ditemukan di dalam kolagen tipe II rawan sendi dan jaringan ikat lainnya, sehingga

Dpd lebih spesifik untuk tulang daripada Pyd.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan pada pemeriksaan petanda biokimia tulang

adalah;

1. Karena petanda biokimia tulang hanya dapat diukur dari urin, maka harus

diperhatikan kadar kreatinin di dalam darah dan urin karena akan mempengaruhi

hasil pemeriksaan.

2. Pada umumnya, petanda formasi dan resorpsi tulang memiliki ritme sirkadian,

sehingga sebaiknya diambil sampel urine 24 jam atau bila tidak mungkin dapat

digunakan urin pagi yang kedua.

6

Page 7: Fraktur Ec Osteoporosis

3. Petanda biokimia tulang sangat dipengaruhi oleh umur, karena pada usia muda juga

terjadi peningkatan bone turnover.

4. Terdapat perbedaan hasil pada penyakit-penyakit tertentu. Manfaat Pemeriksaan

petanda biokimia tulang;

o Prediksi kehilangan massa tulang

o Prediksi resiko fraktur

o Seleksi pasien yang membutuhkan anti resorptif

o Evaluasi efektivitas terapi

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif.

Seringkali penurunan densitas massa tulang spinal lebih dari 50% belum memberikan

gambaran radiologi yang spesifik. Selain itu, teknik dan tingginya kilovoltage juga

mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologik tulang.2

Gambaran radiologi yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan

daerah trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang

memberikan gambaran picture-frame vertebra. Tulang “demineralisasi” ini mempunyai

korteks tipis dan trabekula medular yang halus.2,5

Skintigrafi Tulang

Skintigrafi tulang dengan menggunakan Technetium -99m yang dilabel pada metilen

difosfonat atau hidroksimetilen difosfonat, sangat baik untuk menilai metastasis pada tulang,

tumor primer pada tulang osteomielitis dan nekrosis aseptic.2

Pemeriksaan Densitas Massa Tulang (Densitometri)

Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan presis untuk menilai

densitas massa tulang, sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor prognosis, prediksi

fraktur dan bahkan diagnosis osteoporosis. Berbagai metode yang digunakan untuk menilai

densitas massa tulang antara lain;

1. Single-Photon Absorptiometry (SPA)

o SPA menggunakan berkas radiasi energy dari photon energy rendah, dimana

berkas kolimasi yang dipancarkan akan menenembus komponen jaringan lunak 7

Page 8: Fraktur Ec Osteoporosis

dan tulang maka biasanya metoda ini digunakan hanya pada bagian tulang yang

mempunyai jaringan lunak yang tidak tebal seperti distal radius dan kalkaneus.

2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)

o Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa

sumber energy yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energy yang berbeda

guna mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat

dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur

geometri komplek seperti pada daerah femur dan vertebrata.

3. Ouantitative Computer Tomography (QCT)

o Merupakan densitometry yang paling ideal karena mengukur densitas tulang

secara volumentrik (g/CM).5 Terdapat beberapa kelebihan QCT dibandingkan

pemeriksaan BMD lain yaitu kemampuannya yang dapat menilai hanya daerah

trabekula saja, dan tidak terpengaruh oleh adanya artefak kalsifikasi ekstra dan

intraosseous seperti kalsifikasi aorta dan osteofit serta ukuran-ukuran tinggi,

berat badan pasien.

4. Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA)

o DXA merupakan metoda yang paling sering digunakan dalam diagnosis

osteoporosis karena mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang tinggi. Prinsip

kerjanya sangat mirip dengan DPA, tetapi sumber energnya berbeda yaitu sinar-

X yang dihasilkan dari tabung sinar-X. 1,2,6

Tabel 3.1 Tindakan berdasarkan hasil pemeriksaan densitometri

T- Score Risiko Fraktur Tindakan> +1 sangat tidak ada terapi

rendah ulang densitometri tulang bila ada indikasi0 s/d +1 rendah tidak ada terapi

ulang densitometri tulang setelah 5 tahun-1 rendah tidak ada terapi

ulang densitometri tulang setelah 2 tahun

8

Page 9: Fraktur Ec Osteoporosis

-1 sedang tindakan pencegahan osteoporosisulang densitometri tulang setelah 1 tahun

< -2,5 tanpa

frakturtinggi

tindakan pengobatan osteoporosistindakan pencegahan dilanjutkanulang densitometri tulang dalam 1-2 tahun

< -2,5

dengan fraktur

sangat tinggi tindakan pengobatan osteoporosistindakan pencegahan dilanjutkantindakan bedah atas indikasiulang densitometri tulang dalam 6 bulan - 1 tahun

Salah satu metode yang lebih murah dalam menilai densitas tulang perifer dengan

menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi. Dilakukan pengukuran

densitas tulang berdasarkan dari kecepatan gelombang suara, atenuasi ultrasound broadband

dan kekakuan (stiffness). Keuntungan metode ini tidak adanya radiasi, mobile, ukuran kecil,

pengukuran cepat dan relative murah.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI mempunyai kemampuan yang cukup menjanjikan dalam menganalisa struktur

trabekula dan sekitarnya. Metode ini memiliki kelebiohan berupa tidak adanya radiasi,

metode ini sedang banyak diteliti.2

Biopsi Tulang dan Histomorfotometri

Biopsi tulang dan histomorfotometri merupakan pemeriksaan yang sangat penting

untuk menilai kelainan metabolisme tulang. Biopsi biasanya dilakukan di daerah transiliakal,

yaitu cm posterior SIAS dan sedikit inferior Krista iliakal. Alat yang digunakan adalah jarum

Bordier-Meunier. Indikasi biopsy tulang meliputi berbagai kelainan metabolic tulang seperti

osteoporosis pasca menopause, osteodistrofi renal, osteomalasia, rikets, hiperparatiroidisme

primer, penyakit tulang akibat kelainan gastrointestinalkronik atau pasca operasi

gastrointestinal.2

Differential Diagnosis

Fraktur Dislokasi Caput Femur.

Dislokasi sendi panggul adalah keadaan dimana caput femur keluar dari socket nya

pada tulang panggul (pelvis). Penyebabnya adalah trauma dengan gaya/tekanan yangbesar

9

Page 10: Fraktur Ec Osteoporosis

seperti kecelakaan kendaraan bermotor, pejalan kaki yang ditabarak mobil, atau jatuh dari

ketinggian.

Pada dislokasi ini sering juga disertai dengan terjadinya fraktur pada acetabulum

Secara khas, pasien dengan dislokasi pinggul posterior traumatik, nampak dengan

pemendekan ekstremitas bawah yang terjadi pada posisi fleksi pinggul, adduksi, dan rotasi

internal. Adanya caput femoris kadang-kadang dapat dipalpasi pada bokong ipsilateral. Hal

ini dapat diandalkan pada pasien dengan dislokasi pinggul sederhana, kehadiran patah tulang

pada femur ipsilateral atau pelvis dapat secara dramatis mengubah posisi pasien yang

ditunjukan pasien.

Osteomalasia

Defisiensi vitamin D, kalsium dan fosfor dalam jangka waktu yang lama, dapat

mengakibatkan akumulasi matriks tulang yang tidak dimineralisasikan. Penurunan

mineralisasi pada pasien muda menyebabkan riketsia karena kerusakan dari pertumbuhan

lempeng epifise. Kekuatan tulang menurun yang menyebabkan deformitas struktural pada

tulang penyangga berat badan. Pasien dengan riketsia mengalami hipotonia, kelemahan otot

dan pada kasus berat bisa terjadi tetani. Manifestasi klinik dari osteomalasia menyerupai

gangguan reumatik, meliputi nyeri tulang, mudah lelah, kelemahan proksimal dan perlunakan

periartikuler. Simptom ini membaik dengan terapi untuk mengoreksi gangguan

mineralisasi.2,7

Working Diagnosis

Fraktur Collum Femur

Fraktur collum femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian

proksimal femur. Yang termasuk collum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan

kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrochanter. Fraktur leher femur

sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh

kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause

Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri dengan kanan. Jarak antara

trokanter mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek karena trokanter terletak lebih

tinggi akibat pergeseran tungkai ke cranial.8

et causa Osteoporosis10

Page 11: Fraktur Ec Osteoporosis

Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dipaparkan dalam bagian sebelumnya.

Maka penyusun mendapatkan diagnosis bahwa pada kasus yang diberikan tersebut. Wanita

itu menderita penyakit osteoporosis. Osteporosis adalah penyakit tulang sistemik yang

ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang

sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Penyakit ini termasuk penyakit

degenerative dan metabolic.2

Puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa

tulang pasca menopause adalah 1,4% tahun. Faktor risiko osteoporosis yang meliputi umur,

lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah

kadar estrogen yang tinggi, riwayat berat badan lebih/obesitas dan latihan yang teratur.2

Umumnya osteoporosis bersifat episodic. Setiap serangan nyeri mewakili adanya

farktur yang diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dan spasme otot dan biasanya gejala

menghilang setelah 4-6 minggu. Walaupun pasien dengan keluhan nyeri dapat diberi jaminan

bahwa nyerinya akan berangsur hilang dengan sendirinya, pemberian terapi analgetik dapat

dilakukan.9

Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan

berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin

diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya penyebab osteoporosis yang bisa diatasi.10

Etiologi

Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, terutama pada pasien yang diduga terkena

penyakit osteoporosis, yakni pasien yang mengalami penurunan densitas pada massa

tulangnya, penyakit ini biasanya didapatkan pada wanita berumur lebih dari 60 tahun akan

tetapi tulang mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat

terjadi akibat :Peristiwa trauma tunggal, Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan

yang tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,

penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.

Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena;

jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan

fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan

menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.11

11

Page 12: Fraktur Ec Osteoporosis

Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang

jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur

mungkin tidak ada.

Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik), Fraktur dapat terjadi oleh

tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu

sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).11

Sedangkan pada tulang yang mengalami osteoporosis atau kerapuhan sulit

didiagnosis karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi, walaupun

osteoporosis lanjut. Rasa nyeri pada tulang timbul saat terjadinya fraktur atau mikro fraktur.

Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang

dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri

jaringan lunak (Wallace tahun 1981), Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan

tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari

mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika

tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang

padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.12

Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses kepadatan

tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis) dan

berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari dan tanpa disertai

adanya gejala.10

Berikut ini beberapa penyebab pokok osteoporosis yang sudah pasti diketahui:

1) Osteoporosis pascamenopausal (type I)

Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu

mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada

wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih

lambat.

2) Osteoporosis senilis (type II)

Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan

usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang

yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini

12

Page 13: Fraktur Ec Osteoporosis

biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita

seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal. 2

Patofisiologi

Tulang yang mengalami fraktur, periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow

dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang.

Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat

tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya. Sedangkan pada

Osteoporosis tipe I Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat. Penurunan

densitas tulang terutama pada tulang trabekular, karena memiliki permukaan yang luas,

Estrogen juga berperan menurunkan berbagai sitokin yang berpertan meningkatkan kerja

osteoklas. Dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan

meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga osteoklas meningkat. Selain

peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi kalsiumdi usus, dan

meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Untuk mengatasi keseimbangan negative kalsium

akibta menopause maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga

osteoporosis akan semakin berat. Pada Osteoporosis tipe II ketidakseimbangan remodeling

tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau

menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur

tulang dan peningkatan resiko fraktur. Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering

didapatkan pada orang tua. Akibatnya akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang

persisten sehingga akan semakin meningkatkan resoprsi tulang dan masssa tulang. Faktor lain

yang berperan adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alcohol, dan obat-obatan).

Defisiensi estrogen, merupakan masalah yang penting sebagai salah satu penyebab

osteoporosis pada orangtua, baik laki-laki maupun perempuan.2

.

Epidemiologi

Fraktur collum femur merupakan cedera yang banyak dijumpai pada pasien usia

tua dan menyebabkan morbiditas serta mortalitas.1

Dengan meningkatnya derajat kesehatan dan usia harapan hidup, angka kejadian

fraktur ini juga ikut meningkat. Angka mortalitas awal fraktur ini adalah sekitar 10%. Bila

tidak diobati, fraktur ini akan semakin memburuk. Fraktur collum femur paling sering terjadi

13

Page 14: Fraktur Ec Osteoporosis

pada usia di atas 60 tahun dan khususnya lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh

kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause.2

Penatalaksanaan

Pada fraktur, prinsipnya adalah mengembalikan posisi patah tulang atau yang disebut

dengan reposisi dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan yang disebut

dengan immobilisasi, akan tetapi pada pasien yang mengalami dislokasi dapat ditangani

dengan proteksi tanpa perlu reposisi maupun immobilisasi. Dapat juga ditangani dengan

terapi konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas, terapi operatif dan operasi

(pemasanga pin, pemasangan plate/screw).

Tidak mengesampingkan osteoporosis dapat ditangani dengan dengan cara

menghambat kerja osteoklas (anti resorptif) dan/atau meningkatkan kerja osteoblas

(stimulator tulang)2,13

1) Estrogen

Proses resorpsi oleh osteoklas dan formasi oleh osteoblas dipengaruhi oleh banyak

faktor, seperti faktor humeral (sitokin, prostaglandin, faktor pertumbuhan, dll), dan faktor

sistemik (kalsitonin, estrogen, kortikosteroid, tiroksin, dll).

2) Raloksifen

Raloksifen merupakan anti estrogen yang mempunyai efek seperti estrogen di tulang

dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan endometrium dan payudara. Golongan

preparat ini disebut juga selective estrogen receptor modulators (SERM).

3) Bisfosfonat

Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis, baik

sebagai pengobatan aternatif setelah terapi pengganti hormonal pada osteoporosis pada

wanita, maupun untuk pengobatan osteoporosis pada laki-laki dan osteoporosis akibat

steroid.

Berikut ini beberapa preparat bisfosfonat;

a. Etidronat

Untuk terapi osteoporosis, etidonat dapat diberikan dengan dosis 400 mg/hari

selama 2 minggu, dilanjutkan dengan suplementasi kalsium 500 mg/hari selama 76

jam. Siklus ini diulangtiap 3 bulan.

14

Page 15: Fraktur Ec Osteoporosis

b. Klodronat

Untuk osteoporosis, klodronat dapat diberikan dengan dosis 400 mg/hari selama 1

bulan dilanjutkan dengan suplementasi kalsium selama 2 bulan. Siklus ini dapat

diulang setiap 3 bulan.

c. Alendronat

Alendronat merupakan aminobisfosfonat yang sangat poten. Untuk terapi

osteoporosis, dapat diberikan dengan dosis 10 mg/hari setiap hari secara kontinyu,

karena tidak menggangu mineralisasi tulang.

e. Risedronat

Risedronat juga merupakan bisfosfonat generasi ketiga yang poten. Untuk terapi

osteoporosis diperlukan dosis 5 mg/hari secara kontinyu.

f. Asam Zoledronat

Asam zoledronat merupakan bisfosfonat terkuat yang saat ini ada. Sediaan yang

ada adalah sediaan intravenayang harus diberikan predripselama 15 menit untuk dosis

15 mg. Untuk pengobatan osteoporosis, cukup diberikan dosis 5 mg setahun sekali.

4) Kalsitonin

Kalsitonin (CT) adalah suatu peptide yang terdiri dari 32 asam amino, yang

dihasilkan oleh sel C kelenjar tiroid dan berfungsi menghambat resorpsi tulang oleh

osteoklas. Aksi biologik ini digunakan didalam klinik untuk mengatasi peningkatan

resorpsi tulang, misalnya pada penderita osteoporosis, penyakit paget, dan hiperkalsemia

akibat keganasan.

5) Strontium Ranelat

Strontium Ranelat merupakan obat osteoporosis yang memiliki efek ganda, yaitu

meningkatkan kerja osteoblasdan menghambat kerja osteoklas. Akibatnya tulang

endosteal terbentuk dan volume trabelar meningkat.

6) Hormon Paratiroid

Hormon paratiroid berfungsi untuk mempertahankan kadar kalsium didalam cairan

ekstraseluler dengan cara merangsang sintesis 1,25(OH)

7) Vitamin D

Vitamin D berperan untuk meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Lebih dari 90%

vitamin D disintesis di dalam tubuh dari prekusornya dibawah kulit oleh paparan sinar

ultraviolet.

15

Page 16: Fraktur Ec Osteoporosis

8) Kalsitriol

Saat ini kalsitriol tidak diindikasikan sebagai pilihan pertama pengobatan

osteoporosis pasca menopause.

9) Kalsium

Kalsium sebagai monoterapi, ternyata tidak mencukupi untuk mencegah farktur pada

penderita osteoporosis. Preparat kalsium yang terbaik adalah kalsium karbonat, karena

mengandung kalsium elemen 400 g/gram.2,12

Edukasi dan Pencegahan

Fraktur

Pencegahan

Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya

fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat.

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya

trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas

yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati,

memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang lebih

serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat

dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar

tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan

pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan

tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk

mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari luar.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi

terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang

tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan

disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan

rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh

untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya.mendapat pengobatan

16

Page 17: Fraktur Ec Osteoporosis

atau tindakan operatif, memerlukan latihan fungsional perlahan untuk

mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang patah. Upaya rehabilitasi dengan

mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan

imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler,

mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam

aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.2,5

Osteoporosis

1. Anjurkan penderita untuk melakukan aktifitas fisik yang teratur.

2. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun

suplementasi.

3. Hindari merokok dan minuman alcohol.

4. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testoteron pada laki-laki dan

menopause awal pada wanita.

5. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis.

6. Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada penderita yang sudah pasti

osteoporosis.

7. Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh.

8. Hindari defisiensi vitamin D.

9. Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan Natrium

sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal.

Pada pasien pembedahan

Pembedahan pada penderita osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama

fraktur panggul. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada terapi bedah penderita

osteoporosis adalah:

1. Penderita osteoporosis usia lanjut dengan fraktur, bila diperlukan tindakan bedah,

sebaiknya segera dilakukan.

2. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil.

3. Asupan kalsium tetap harus diperhatikan pada penderita yang menjalani tindakan

bedah, sehingga mineralisasi kalus menjadi sempurna.

4. Walaupun telah dilakukan tindakan bedah, pengobatan medika mentosa Osteoporosis

dengan bisfosfonat, atau raloksifen, atau terapi pengganti hormonal, maupun

kalsitonin, harus tetap diberikan.2,9

17

Page 18: Fraktur Ec Osteoporosis

Prognosis

Prognosis pada kasus fraktur adalah baik. Namun diperlukan penanganan secepatnya.

Dengan penanganan pertama kali ialah penanganan fraktur jika terjadi. Diikuti dengan

penanganan osteoporosis itu sendiri. Dan juga diperlukan upaya pencegahan dan preventif

lain. Agar kepadatan tulang tetap terjaga dan pengikisan tulang dapat diperlambat. Sehingga

mengurangi resiko-resiko lain seperti fraktur tulang.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas, maka saya dapat

disimpulkan bahwa wanita lanjut usia tersebut yang mengkonsumsi obat-obatan secara rutin

dalam jangka waktu yang lama dan pasien tersebut jarang berolah raga. Pasien juga

terpeleset, dan panggulnya nyeri, maka diperlukan pemeriksaan lebih lanjut yang menunjang

apakah penyakit yang diderita oleh pasien dan diperlukan penanganan dan edukasi agar

pasien sembuh dari penyakitnya.

18

Page 19: Fraktur Ec Osteoporosis

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, et all. Anamnesis dan pemeriksaan fisis penyakit muskuloskeletal.

Isbagio H., Kalim H.(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2. 4th ed. Jakarta. Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h.1139-46.

2. Sudoyo AW, et all. Osteoartritis, Nyeri Tulang, Osteomalasia dan Rikets. Setiyohadi

bambang, Kertia nyoman. Buku Ajar IPD. Jilid 3. 5th ed. Jakarta. Interna Publishing

Pusat Penerbitan IPD; 2009. h. 2650-75, 2677-79, 2695-97, 2733-35.

3. Staff pengajar bagian ilmu bedah FKUI Jakarta. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI; 2004.p.484-7.

4. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.p.31.

5. Troupin, Rosalind H.Osteoporosis. Sanusi Chandra, Andrianto Petrus. Radiologi

Diagnostik dalam Klinik. Edisi 3. Jakarta. EGC: 1990. h.160-1.

6. Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Edisi 6. Jakarta. EGC:

2007. h.506-7.

7. Corwin J Elisabeth. Buku saku Patofisiologi. Jakarta. EGC: 2001. h.302-4.

8. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;

2004.

9. Suherman S.K., Tobing D.A.L. Rehabilitasi medik pada psien osteoporosis. Nuhonni

S.A.(eds). Osteoporosis.1st ed. Jakarta. PEROSI;2006.h.39-40.

10. Medicastore. Gejala osteoporosis dan diagnose osteoporosis. 24 Juli 2007. Diunduh dari

http://www.medicastore.com/osteoporosis/, 16 Maret 2014.

11. Anonim. Fraktur. In: Sjamsihidajat, Jong WD, editors. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah.

Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005.p.881.

12. Medicastore. Penyakit osteoporosis. 24 Juli 2007. Diunduh dari

http://www.medicastore.com/osteoporosis/, 16 Maret 2014.

13. Syarif A, Elysabeth. Analgesik-antipiretik, Analgesik-anti inflamasi non steroid dan Obat

Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai

penerbit FKUI; 2008.h.230-46.

19