Tabloid EDISI 135

12
Ilmiah Bisa, Populer Juga Boleh Tetap Berpikir Merdeka! Tabloid Mahasiswa Universitas Lampung Teknologi, Inovasi, Kreativitas dan Aktivitas No 135 Tahun XIV Trimingguan Edisi April 2014 www.teknokra.com FB: Teknokra Unila @TeknokraUnila Halaman 11 Dalam kadar lebih banyak, kopi menyebabkan peningkatan denyut jantung, mudah panik, ganguan sistem saraf pada pergerakan otot, bahkan sulit bicara secara normal. Halaman 12 Tak sempat mengenyam pendidikan tinggi mem- buat Darminto bertekad membawa anak-anaknya duduk di bangku kuliah. Halaman 5 Sejak Februari lalu, air mancur di Bunderan Uni- versitas Lampung (Unila) kerap kali tak mancur.

description

KEBIJAKAN UKT PERLU DI RESET ULANG

Transcript of Tabloid EDISI 135

Page 1: Tabloid EDISI 135

Ilmiah Bisa, Populer Juga Boleh

Tetap Berpikir Merdeka!Tabloid Mahasiswa Universitas Lampung

Teknologi, Inovasi, Kreativitas dan Aktivitas

No 1

35 T

ahun

XIV

Trim

ingg

uan

Edisi

Apr

il 20

14

ww

w.te

knok

ra.co

mFB

: Tek

nokr

a Un

ila@

Tekn

okra

Unila

Halaman 11Dalam kadar lebih banyak, kopi menyebabkan peningkatan denyut jantung, mudah panik, ganguan sistem saraf pada pergerakan otot, bahkan sulit bicara secara normal.

Halaman 12Tak sempat mengenyam pendidikan tinggi mem-buat Darminto bertekad membawa anak-anaknya duduk di bangku kuliah.

Halaman 5Sejak Februari lalu, air mancur di Bunderan Uni-versitas Lampung (Unila) kerap kali tak mancur.

Page 2: Tabloid EDISI 135

2 No 135 Tahun XIV TrimingguanEdisi April 2014Comment Salam Kami

Foto

Lia V

ivi F

arida

TABLOID TRI MINGGUAN diterbitkan oleh Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) TEKNOKRA Universitas Lampung ALAMAT Grha Kemahasiswaan Lt.1 Jl.Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145 Telp .(0721) 788717 EMAIL [email protected], [email protected] WEBSITE www.teknokra.com

Pelindung: Prof. Dr. Ir. H. Sugeng P. Harianto, MS Penasihat: Prof. Dr. Sunarto, SH, MH Dewan Pembi na: Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc Anggota Dewan Pembina: Asep Unik, SE. ME., Drs. M. Toha B. Sampurna Jaya, M.S., Ir. Anshori Djausal, M.T., M.A., Dr.Yuswanto.SH.,MH., Dr.Eddi Rifai SH.MH., Maulana Mukhlis, S.Sos., MIP., Asrian Hendi Caya,SE.,ME., Dr. Yoke Moelgini M.Sc, Irsan Dalimunte,SE.M.Si,MA., Dr.Dedy Hermawan S.Sos,M.Si., Dr. Nanang Trenggono M.Si., Dr.H.Sulton Djasmi, M.Si., Syafarrudin, S. Sos. MA., Toni Wijaya S.Sos.MA, Rudiyansyah, Rikawati, S,Sos., Rukuan Sujuda, S.Pd.

Pemimpin Umum: Muhamad Burhan Pemimpin Redaksi: Vina Oktavia Pemimpin Usaha: Yurike Pratiwi Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan: Novalinda Silviana Kepala Kesekretarian: Fitri Wahyuningsih Redaktur Pelaksana: Aprohan Saputra, Hayatun Nisa, Yovi Lusiana Redaktur Berita: Ayu Yuni Antika Reporter : Fahmi Bas-tiar, Siti Sufia Redaktur Foto: Kurnia Mahardika Fotografer: Lia Vivi F Redaktur Artistik: Imam Gunawan Staf Artistik: Retno Wulandari Kameramen: Kurnia Mahardika Webmaster: Khorik Istiana Mana-jer Keuangan: Faris Yursanto Manajer Usaha : Imam Gunawan Staf Keuangan: Yola Savitri Staf Periklanan: Sindy Nurul Mugniati Staf Pemasaran: Wawan Taryanto Staf Kesekretariatan: Fitria Wulandari, Staf Pusat Penelitian dan Pe ngembangan: Hayatun Nisa, Fajar Nur-rohmah Magang: Rika A, Yola Septika, Ahmad R, Ana Pratiwi M, Diah Permatasari, Kurnia Dwi P.S, Meri Herlina, M. Erig R, M. Ziea U.A, Nur Kholik, Purwo Kuncoro, Ridha P, Riska Martina.

UKT =Uang Kuliah Tinggi

Cover

Ide & DesainImam Gunawan

Perubahan ItuKonsistensi

Tak ada yang konsisten kecu­ali perubahan itu sendiri. Sejak awal kepengurusan, kami mulai

memahami bahwa perubahan itu tak akan mampu kami hindari. Bahkan untuk tetap bertahan, kami harus te­rus membuat perubahan untuk meng­hasilkan karya terbaik kami. Dinami­ka kampus mengharuskan kami untuk tetap bertahan dan beradaptasi de­ngan dinamika itu sendiri.

Sering kali, fenomena perubahan dalam organisasi mulanya ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan penyelarasan visi organisasi. Ber­bagai metode baru diterapkan guna merombak metode lama yang terasa usang. Kami pun terus mengevaluasi kerja kami, menyadari bahwa kunci utama atas semua itu adalah peruba­han cara berpikir dan berperilaku.

Kami berusaha berpikir adaptif dan siap menerima berbagai hal baru, baik internal maupun eksternal. Tun­tutan menerbitkan karya memposisi­kan kami pada kondisi yang menun­tut profesionalitas sebagai seorang mahasiswa sekaligus aktivis lembaga pers mahasiswa.

Mempertahankan kontinuitas bu­kan hal mudah. Terkadang, kami me­nyadari bahwa kami jauh dari kata professional. Namun, kami meyakini

proses yang kami lalui bersama di Tek-nokra akan membawa kami menyan­dang predikat professional.

Berbagai peristiwa yang kami lewati terus memberikan kami energi demi memberikan performa terbaik. Di Teknokra kami menemukannya, batu penanda akan pengorbanan, pengab­dian, pemaknaan kepemimpinan, serta pembelajaran akan berbagai hal. Disini, kami menemukan tempat dimana kami belajar tentang banyak hal.

Kepada pembaca kami persembahkan karya kami. Tabloid Teknokra edisi 135 ini sebagai bukti konsistensi kami akan tantangan perubahan. Tentunya masih hangat bagi kami, kenangan bergelut dengan malam serta beradu dengan ruwetnya pikiran demi me nyelesaikan mandat kami. Menuntaskan satu demi satu program kerja yang sudah disusun sejak awal kepengurusan.

Tabloid kali ini menyoroti permasalah­an sistem UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang mulai diterapkan pada tahun akademik 2013/2014. Penggolongan UKT serta transparansi sistem masih me nuai perma­salahan. Demi menyajikan karya jurnal­istik yang dipercaya, polling terkait UKT juga turut kami lakukan. Semoga karya ini mampu memberikan perubahan demi perbaikan di Universitas Lampung.=

Tetap Berpikir Merdeka!

Mulanya, kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dikira sebagai angin segar dalam sistem pembayaran uang kuliah. Kehadirannya diharapkan mampu membantu minimal 5% mahasiswa tak mampu untuk dapat me­nyandang gelar sarjana sesuai mandat Dikti. Namun, penerapannya justru membawa polemik. Bukannya membantu mahasiswa, UKT justru menyeret mahasiswa kurang mampu untuk menanggung biaya kuliah yang lebih besar.

Banyaknya protes mengenai sistem ini bukan hanya terjadi di Universitas Lam­pung. Mahasiswa di berbagai perguruan tinggi juga menyoroti sistem ini dengan melakukan banding untuk penurunan level UKT. Sayangnya, tak semua maha­siswa yang merasa diberatkan dengan golongan UKT yang ia terima bisa lolos.

Di Unila, berbagai pengaduan masuk melalui lembaga kemahasiswaan. Ada juga yang memilih mengajukan banding secara pribadi dengan membawa serta orang tuanya. Sayangnya, pihak kampus tak memberi pintu masuk atas banyaknya protes ini. Keputusan sudah final menjadi senjata ampuh menjawab berbagai lontaran.

Padahal, mahasiswa juga merasa UKT yang dibebankan untuk dirinya tak sanggup ia tanggung. Harapan dapat belajar dengan tenang tanpa ha­rus pusing memikirkan jutaan rupiah yang harus dikeluarkan rasanya hanya menjadi mimpi. Bahkan, pikiran untuk hengkang dari Unila dilon­tarkan beberapa mahasiswa yang tak sanggup kuliah dengan budget yang mahal. Sebagian harus rela berhutang sana­sini demi mengejar gelar sarjana.

Pemikiran adanya bentuk komersialisasi kampus rasanya benar jika me­lihat berbagai fenomena di lapangan. Peraturan ini menjadi rentan apabila masih dilanjutkan tahun depan. Di usia yang baru menginjak satu tahun, pemerintah harusnya menimbang ulang dengan bijak mengenai sistem ini. Jangan sampai, justru lebih banyak mahasiswa yang tak mampu menge­nyam bangku kuliah. Atau kalau tetap dipaksankan, rasanya negeri ini hanya akan menghasilkan sarjana yang berorientasi mengejar uang demi meng­ganti uang kuliah yang selangit. Tuntutan itu bisa saja memaksa mereka melakukan berbagai kecurangan di dunia kerja demi mengganti uang kuliah.

Universitas sebagai organ yang menjalankan kebijakan Dikti harusnya juga mampu menilai kebijakan yang dikeluarkan. Universitas tentulah lembaga otonom yang harusnya dapat berpendapat saat UKT justru menuai banyak protes. Universitas juga harus bisa menjadi lembaga yang pertama kali pa­sang badan saat banyak mahasiswanya teriak soal ini. Sayangnya, Unila be­lum mampu menjadi lembaga yang diharapkan mahasiswa penerima UKT untuk menjadi penyambung lidah atas ketidakadilan ini. Terbukti, masih ada saja segelintir oknum kampus yang menolak mentah­mentah saat mahasiswa datang untuk meminta keadilan. Bahkan, saat penjelasan itu sudah sangat terang­benderang. Sisanya memilih menghindar saat dimintai keterangan.

Rasanya, pemegang kebijakan Unila harus duduk satu meja untuk mem­bicarakan ini. Mendaftar ulang semua mahasiswa yang merasa diru­gikan. Mendatangi rumah mahasiswa untukl melihat secara real kon­disi ekonomi keluarganya. Toh, beberapa kampus di luar sana sudah sanggup melaksanakan turun lapang ke rumah-rumah untuk proses verifi­kasi. Bukankah sistem ini awalnya untuk membantu kaum yang kesulitan? Jadi, bagaimana Unila dapat mengetahui orang­oarang yang perlu dibantu jika belum pernah melihatnya secara langsung. Jangan sampai, sistem baru ini justru menguras kantong mahasiswa lebih banyak lagi. Jangan sampai!=

Page 3: Tabloid EDISI 135

3No 135 Tahun XIV TrimingguanEdisi April 2014 Kampus Ikam

Unila-Tek: Himpunan mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) kembali meng adakan Pekan Konservasi Sumber Daya Alam (PKSDA). Acara ini mengusung tema Selamatkan Air dan Tanah untuk Tanah Airku. Acara yang terdiri dari delapan rangkaian ini di­gelar selama satu minggu sejak (21/4).

PKSDA ke­18 ini diawali dengan menggelar Aksi Lingkungan di Desa Gebang, Kecamatan Ketapang. Dalam aksi ini, peserta terjun langsung ke lapangan untuk menanam tanaman bakau. Acara dilanjutkan dengan seminar nasional yang mengangkat tema Selamatkan Pesisir dengan Indahnya Hijau Mangrove pada (23/4). Acara ini mengundang Kementrian Kehutanan, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, dan Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Acara juga dimeriah­kan oleh bazar dan pameran konservasi yang akan berakhir pada 27 April mendatang.

Acara ini juga diisi dengan berbagai lomba, seperti lomba fotografi konservasi, lomba olimpiade biologi tingkat SMA, lomba menggambar dan mewarnai, lomba story telling, serta lomba cabaret konservasi. Rahmat Ori (Biologi ‘11) selaku ketua pelaksana berharap kegiatan ini dapat meningkatkan peran masyarakat dalam konservasi dan melestarikan alam.=

Himbio Helat PekanKonservasi

Oleh Ahmad Roihan

Unila-Tek: Gelaran tahunan Pekan Raya Jurusan (PRJ) kembali diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Kali ini, PRJ mengusung tema Teknologi Sebagai Sarana Mem-bangun Generasi Muda yang Kreatif dan Inovatif. Kegiatan akan dimulai pada 26 April dan berakhir pada 3 Mei.

Acara akan diawali dengan olimpiade komputer pascal, mi­crosoft word dan microsoft excel tingkat SMP dan SMA. Berb­agai lomba seperti lomba desain website dan poster, futsal, dan akustik juga akan digelar. Selain lomba, panitia juga membuka bazar buku dan teknologi. Bazar bahkan telah dibuka sejak (10/4) di pelataran Gedung Kuliah Fasilitas Bersama FMIPA.

Sebagai puncak acara, pada 3 Mei 2014 akan diadakan Seminar Nasional dengan tema Internet Murah, Telepon Gratis di Gedung Aditorium Perpustakaan lantai 3 Unila. Seminar ini meng undang Ono W. Purbo, seorang pakar dibidang teknologi dan informasi sebagai pembicara.

Menurut M. Nurtanio (Manajemen Informatika ’13) PRJ ta­hun ini berbeda karena diadakanya bazar buku dan tekologi, serta seminar nasional. Ia menambahkan tujuan diadakan acara ini adalah untuk memperkenalkan Jurusan Ilmu Kom­puter FMIPA kepada pelajar dan masyarakat. Ia juga berharap perayaan PRJ akan lebih dikenal dan lebih banyak orang yang mau berpartisipasi.=

Pekan Raya JurusanSiap Digelar

Unila-Tek: Himpunan Maha­siswa Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Lampung kembali mengadakan acara tahunan mereka yaitu HMJPBS Got Talent dan Duta Bahasa. Acara yang telah rutin diada­kan sejak tiga tahun yang lalu ini diselenggarakan oleh ang­gota generasi muda atau ar­sida HMPBS dari tiga program studi yaitu Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Bahasa In­donesia, dan Seni Tari.

HMJBS Got Talent adalah kompetisi pencarian bakat mahasiswa. Talent yang umum ditampilkan oleh para peserta

adalah baca puisi, solo song, permainan musik akustik, pertunjukkan tari daerah dan tari kreasi, serta story telling. Sementara itu, Duta Bahasa adalah ajang untuk mahasiswa yang memiliki kemampuan lebih di bidang bahasa. Syarat khusus bagi peserta adalah IPK minimal 3.2, menguasai penge­tahuan seputar budaya Lam­pung serta menguasai bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing dengan baik.

Para pendaftar akan diselek­si melalui tes tertulis dan wawancara pada 26­27 April mendatang. Untuk mengi­

kuti acara ini, peserta harus melampirkan fotokopi KTM dan transkrip nilai dan dikenai biaya pendaftaran 25­35 ribu rupiah.

M. Irham Julianto (Pendidi­kan Bahasa Inggris ‘13) selaku ketua pelaksana menjelaskan acara ini merupakan wadah bagi mahasiswa untuk melatih kemampuan berorganisasi. Ia berharap kegiatan ini dapat memperkenalkan HMJPBS. “Selama ini yang dikenal orang hanya FKIP, Saya ingin orang­orang dapat lebih mengenal HMJPBS terutama di tingkat universitas,” ujarnya.=

HMJ Bahasa & Seni JaringDuta Bahasa

Buku Murah. Tiga orang mahasiswa sedang melihat bazar buku murah yang digelar oleh Himpunan Ma­hasiswa Komunikasi (Himakom) dalam rangka Pekan Raya Jurusan (PRJ) Ilmu Komputer. Foto dibidik, Senin (14/4).

Foto Rika Andriani

Oleh Yola Savitri

Oleh Ahmad RoihanOleh Yola Septika

FMIPA-Tek: Sebanyak tujuh laboraturium kimia yang ter­dapat di Universitas Lampung menghasilkan limbah bahan praktikum. Lima diantaranya dimiliki Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengeta­huan Alam (FMIPA). Sedangkan, dua diantaranya ada dibawah naungan Rektorat, yakni Labo­ratorium Biomasa.

Laboratorium menjadi sarana yang disediakan pihak univer­sitas untuk memenuhi standar pembelajaran. Bahan kimia yang digunakan dalam prakti­kum seringkali menghasilkan limbah. Limbah dari bahan kimia ini bersifat bahaya teru­tama limbah bersifat asam dan logam. Faradilla Syani

(Kimia’10) mengatakan, bahan praktikum seperti asam sulfat memang berbahaya. Namun, dalam praktikum zat ini hanya digunakan dengan kadar yang sangat rendah, sekitar 10­20%. “Selain konsentrasinya rendah, bahan­bahan tersebut mudah larut dalam air,” ujarnya.

Permasalahan limbah yang dihasilkan membuat pihak Jurusan Kimia FMIPA mengu­sung konsep Eco Green. Konsep ini dilakukan dengan meng­gunakan bahan­ bahan kimia yang masih dapat di tolerir ka­dar bahayanya.

Menurut Andi Setiawan, Laboratorium Biomasa memi­liki dua penampung khusus limbah praktikum maupun

Konsep Eco GreenLaboratorium Kimia

penelitian. Dari laboratorium tersedia wes tafel yang lang­sung tersalur ke pembuangan lewat pipa. Andi menutur­kan limbah­limbah tersebut akhirnya bermuara di kebun samping MIPA. Ia menambah­kan indikator bahaya limbah bahan kimia dapat dilihat dari tanaman sekitar. Jika tanaman mati maka limbah tersebut sangat bahaya.

Hal serupa juga diungkapkan Prof. Suharso, ia mengatakan bahwa limbah praktikum ti­dak berbahaya. “Kami tak be­rani memberikan bahan­bahan berbahaya kepada praktikan. Semua sudah disesuaikan,” ujar dosen yang juga dekan FMIPA itu. =

Oleh Siti Sufia

Unila-Tek: Riuh suara teriakan terdengar dari lantai dua Ge­dung Grha Kemahasiswaan Universitas Lampung pada (18/4).Suara itu berasal dari kegiatan latihan teater yang diadakan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) yang bertajuk “Kala Sumatera.” Acara dua tahunan ini adalah ajang berkum­pulnya komunitas­komunitas teater se­Sumatra untuk me­nampilakan teater ataupun musik khas dari asal daerahnya.

Bekerjasama dengan Komunitas berkat yakin, tahun ini UK­MBS akan menampilkan teater berjudul “Pinangan” karya An­ton Chekov. Acara yang akan diselenggarakan di Palembang, pada (26/4) ini mengundang peserta dari berbagai provinsi di Indonesia yang diwakili oleh satu kelompok teater. Lam­pung sendiri diwakili oleh Komunitas Berkat Yakin dan UK­MBS Universitas Lampung.=

Pinangan untuk KalaSumatera

Page 4: Tabloid EDISI 135

4 No 135 Tahun XIV TrimingguanEdisi April 2014Kampus Ikam

Oleh Fitria Wulandari

Oleh Nurkholik

Unila-Tek: Universitas Lam­pung menggelar survey ke­puasan pelanggan sejak Ok­tober hingga Desember 2013. Survey ini bertujuan untuk mengetahui indeks kepuasan pelanggan yang difokuskan pada empat titik. Layanan yang di ukur layanan Antar Unit Kerja Internal Unila, layanan publik, serta layanan Unila ke­pada mahasiswa, dosen, dan karya wan. Survey ini mengu­kur pelayanan yang diberikan oleh BAAK, BAUK, Fakultas, Jurusan, Lembaga Penelitian, UPT Perpus, UPT, Puskom, PJK, dan Pusat Bahasa.

Survey ini melibatkan 650 sampel, terdiri dari pihak inter­nal dan eksternal. Responden terdiri dari mahasiswa, dosen, dan karyawan serta pihak eksternal seperti masyarakat, swasta dan pemerintah. Ter­dapat 14 unsur penilaian dalam survey ini, diantaranya prosedur pelayanan, keje lasan petugas

pelayanan, kedi siplinan layanan, kepastian jadwal pelayanan, ke­nyamanan, pelayanan.

Survey ini dilakukan atas dasar Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Ren­stra Unila periode 2011­2014. Hal ini karena Unila mengem­ban strategi pe nguatan kapa­sitas pelayanan yang diberi­kan kepada para pelanggan sesuai UU No.1/2004 pasal 68 dan 69 dan SK Mentri Pemuda dan Olahraga nomor KEP/25/.M.PAN/2/2004.

Survey membuktikan, dari 21 layanan yang disurvey, rata­rata responden menilai baik. Bahkan, ada pela yanan yang mendapat nilai A (sangat baik). Nilai A diberikan kepada bagian yang pela yanannya sudah dia­tas rata­rata dan harapan kon­sumen telah terpenuhi.

Ayi Ahadiat, ketua PJK sekal­igus Koordinator Survey Kepua­san Pelanggan ini me ngatakan bahwa responden memiliki kon­

disi demografis yang berbeda. Ia mengatakan, survey ini dise­but survey berbasis persepsi. “Menurut hasil survey masih banyak unit yang memiliki hara­pan konsumen tinggi, namun kepuasaan rendah. Ada juga yang dapat melampaui harapan para konsumen,” ujarnya.

Pembantu Rektor II Unila, Prof. Dwi Haryono yang turut hadir saat pemaparan survey (7/4) mengatakan hasil terse­but sudah cukup baik karena survey ini adalah pengalaman pertama Unila sejak 2009. Hasil survey ini diharapkan dapat membuat seluruh unit yang ada di Unila mengadakan tinjauan manajemen. “Hara­pan Saya semua unit kerja Unila dapat melayani dengan memuaskan. Kita harus meng­evaluasi apa yang harus di­tingkatkan, apa yang menjadi prioritas utama, siapa dan apa yang melayani dan dilayani.” ujarnya.=

Oleh Yola Savitri

Oleh Fajar Nurrohmah

Oleh Erig Rustantyo

Hasil Survey Akui Pelayanan Unila Baik

FISIP-Tek : Himagara Action kembali digelar oleh oleh Him­punan Mahasiswa Jurusan Administrasi Negar. Kegiatan ini bertujuan untuk mempererat hubungan antar angkatan ser­ta untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat. Acara telah digelar di Desa Sidodadi, Padang Cermin, pada (5­6/4) lalu. Daerah itu dipilih karena kondisi desa representatif un­tuk diadakannya acara. Selain itu, lokasi desa yang dekat den­gan pantai memudahkan peserta untuk menanam mangrove.

Ketua palaksana, Sedy (Administrasi Negara ‘13) men­gatakan acara ini mendapat tanggapan yang positif dari ma­syarakat. Menurutnya, peserta tampak antusias saat mengi­kuti rangkaian kegiatan, seperti lomba dan penanamann mangrove. Acara ini mendapat dukungan dari PT. Pertamina dan PT. Darmawijaya. “Harapannya agar mahasiswa dan ma­syarakat terjalin hubungan kerjasama yang baik untuk seka­rang dan kedepannya,” ujar Sedy.=

Himagara Action PeduliMangrove

FP-Tek: Fakultas Pertanian kembali adakan Sabtu Ceria. Acara yang rutin diadakan setiap Sabtu awal bulan ini dibuka dengan bersih­bersih lingkungan sekitar Fakultas Petanian dan ditu­tup dengan acara Agriculture Got Talent yang merupakan ajang pencarian bakat Master Ceremony (MC), beatbox, solo song, band, berbalas pantun, dan tari daerah.

Acara ini diikuti oleh 100 peserta yang merupakan maha­siswa Fakultas Pertanian angkatan 2012 dan 2013. Graha Abadi Pasyaman mengatakan pemenang lomba­lomba ini dapat dipilih menjadi pengisi acara dalam perayaan­perayaan maupun seminar yang diadakan oleh fakultas sehingga mem­permudah panitia.Pemenang lomba merupakan juara umum 1,2,dan 3 yang telah dipilih oleh juri. Selain itu akan dipilih pula juara favorit yang dinilai oleh juri melalui penilaian maha­siswa pertanian selama seminggu sejak 5 april terhadap foto peserta yang diunggah ke twitter oleh panitia. =

Agriculture Got Talent

Buku Baru. Seorang mahasiswi sedang membaca buku ilmu politik di perpustakan Universitas Lampung . Buku ini menjadi salah satu buku baru dari 33 jenis buku yang merupakan koleksi tambahan Per­pustakaan Unila. Foto dibidik, Selasa (15/4).

Unila-Tek : Poliklinik Unila yang terletak di dekat Gedung Dekanat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Uni­versitas Lampung merupa kan sarana kesehatan yang dise­diakan Unila. Sayangnya, keha­diran layanan ini belum banyak mendapat banyak kunjungan dari civitas akademika untuk memeriksakan keseha tannya.

Meskipun tak memungut biaya registrasi, mahasiswa jarang datang berobat. Mereka hanya datang ketika membu­tuhkan surat keterangan sehat. “Mahasiswa yang kesini me­mang musiman, paling banyak saat PROPTI sama pembuatan surat keterangan sehat untuk beasiswa,” jelas Purwani, pen­jaga Poliklinik.

Hal ini juga diakui Helen Yuseva Ayu (Kehutanan ’11). Ia mengaku hanya datang ke Poliklinik saat akan mengurus beasiswa. Menurutnya, fasili­tas yang masih disedikan ma­sih minim. Mahasiswa lainnya, Eka Riski (Agroteknologi’11) mengatakan pelayanan Po­liklinik sudah baik. Namun, ia juga sependapat dengan Helen. “Prasarananya masih

Minim Pengunjung, Poliklinik Unila Rencanakan Pembenahan

kurang, sosialisasi untuk po­liklinik pun perlu ditingkatkan lagi,” ujarnya. Khairunnisa (Bim bingan Konseling ’09) me ngatakan kurangnya sosia­lisasi dari Poliklinik menjadi alasan minimnya kunjungan. Menurutnya, mahasiswa yang tidak mengetahui jadwal buka dan pelayanan Poliklinik.

Dian Anggraini, dokter jaga yang ditemui di Poliklinik mengungkapkan bahwa Po­liklinik sebenarnya sudah mempunyai fasilitas yang cu­kup lengkap, seperti ruang perawatan, ruang periksa, ru­ang obat­obatan, obat­obatan, dan berbagai peralatan cek ke­sehatan. Bahkan, telah ada alat cek gula darah, asam urat, dan alat cek kolesterol. Poliklinik yang dibuka setiap Senin­Jum’at sejak pukul 07.30 WIB ini sebenarnya memiliki dok­ter sebayak 12 orang dan satu petugas jaga. Sebelum dikelola FK Unila, dokter yang bertugas berasal dari Dinas Kesehatan, yaitu dr. Mulyani.

Sementara itu, Susianti yang menjabat Pembantu Dekan II FK Unila mengatakan sumber pendanaan fasilitas Poliklinik

diperoleh dari pihak Rektorat. Biaya operasional Poliklinik ini mencapai 100 juta rupiah. Menurutnya, belum diadakan­nya sosialisasi civitas aka­demika di Unila dikarenakan belum jelasnya penyerahan kepengawasan Poliklinik. Ang­garan juga masih dibawah rek­torat dan perizinannya masih dalam proses pengurusan. “Kami mau launching ke orang luar juga belum berani karena perizinannya pun belum sele­sai diurus,” jelasnya.

Tahun ini, FK Unila juga se­dang memantapkan konsep dan lebih fokus dalam mengem­bangkan Poliklinik dengan kon­sep pelayanan dokter keluarga. Nantinya, mahasiswa FK Unila yang akan melakukan Co­As dapat memanfaatkan Poliklinik Unila. Tim pengelola juga akan melaksanakan studi banding ke UI untuk melihat penerapan konsep dokter keluarga disana. “Di tahun 2014 ini, ditargetkan konsep untuk pengembangan poliklinik ini bisa diterapkan. Dengan adanya pakar dokter keluarga, anggaran pembia­yaan, perizinan klinik, dan per­izinan dokter,” ujarnya.=

Page 5: Tabloid EDISI 135

5No 135 Tahun XIV TrimingguanEdisi April 2014 Kampus Ikam

Unila-Tek : Sejak Februari lalu, air mancur di Bunderan Uni­versitas Lampung (Unila) kerap kali tak mancur. Kondisi kolam terlihat keruh, berlumut, dan air kolam tidak memenuhi isi kolam. Sementara, kolam yang berada di depan Rektorat Unila masih sering mancur setiap hari kerja. Kondisi kolamnya tak jauh berbeda kondisi kolam di air mancur bunderan.

Eka Widia (Pend. Geografi ’12) mengaku sudah dua bulan tidak melihat air mancur yang ada di Bunderan Unila ber­operasi. Eka terakhir kali me­lihar air mancur ini aktif pada Januari lalu. Eka berharap air mancur yang merupakan fasi­litas Unila ini dapat kembali aktif dan dipelihara kebersi­hannya . Mahasiswa lain, Icsni Poppy ( Biologi ’12) mengaku dirinya juga tak pernah me­lihat air mancur di Bunderan Unila beroperasi sejak akhir

Januari. Poppy berharap agar Unila memperbaiki fasilitas yang ada di Unila.

Sulaemi, pegawai bagian Rumah Tangga Unila me­nyatakan penyebab tak ber­operasinya air mancur tersebut karena sedang mengalami keru­sakan. Dua teknisinya, yaitu Su­parjono dan Dwi Agus S. sempat memperbaikinya. Saat dihubun­gi oleh Sulaemi, Suparjono me­ngaku bahwa air mancur yang ada di depan rektorat sempat mengalami kerusakan pada wayer. Namun, saat ini air man­cur tersebut sudah kembali normal. Ia menambahkan, air mancur di Unila memang sering mengalami kerusakan, khusus­nya pada mesin. Sedangkan, air mancur yang terletak di bunde­ran Unila mengalami kebocoran. “Kalau kerusakan kecil seperti wayer, kita langsung tangani. Tapi kalau kebocoran kita harus memperbaiki total,” ujarnya.

Air Mancur Unila Menunggu Perbaikan

Lebih lanjut ia menjelaskan, dana yang dibutuhkan untuk perbaikan ini diperkirakan cukup besar. Namun, besarannya belum diketahui karena harus dikon­sultasikan ke bagian perencanan .

Menanggapi kondisi kolam air mancur, karyawan yang berkerja di bidang rumah tang­ga sejak 2011 ini mengaku tak tahu. Ia menilai, di bawah kolam seharusnya dibangun sumur bor. ”Air yang dikolam dibeli. Biasanya kita beli sampai 6 ku­bik air,” terang Sulaemi. Menu­rutnya, rencana per baikan akan dilaksanakan pada Mei hingga Juni mendatang.

Sulaemi mengaku tidak ada jadwal pasti untuk kontrol kebersihan kolam. “Jika se­tiap ada kotoran, ya disuruh bersihin,” ujarnya. Ia berharap civitas akademika Unila dapat menjaga fasilitas air mancur ini. “Jangan membuang sam­pah di kolam,” ujarnya.=

Unila-Tek : Forum sigap bencana Universitas Lampung men­gadakan workshop kebencanaan di Aula Pertanian (11/04). Acara yang diikuti oleh 76 peserta ini dibuka langsung oleh Pembantu Rektor III, Prof. Sunarto.

Tiga narasumber yang dihadirkan memberikan materi den­gan tema berbeda. Direktur OCHA, Dr. Rajan Gengaje menjadi pembicara pertama yang berbicara mengenai peran internasi­onal dalam penanggulangan bencana di Indonesia. Selanjutnya, perwakilan Bidang Kesiagaan BPBD Lampung, Yono memberi­kan materi tentang peran mahasiswa dalam penanggulangan bencana. Surya Rahman M. perwakilan HFI juga ikut bicara soal peran forum dalam penanganan resiko bencana. Acara ini bertujuan untuk menjadi stimulus perguruan tinggi dalam menanggapi sigap bencana.

Dalam presentasinya, Surya Rahman mengatakan yang dapat dilakukan mahasiswa atau forum mahasiswa untuk mendo­rong pengurangan resiko bencana adalah melakukan kajian akademik. Resiko, ancaman, dan kerentatan kapasitas perlu dianalisis sesuai disiplin ilmu. Mahasiswa juga dapat melaku­kan peningkatan kapasitas, berkonsolidasi, praktik lapangan, dan advokasi. Abdul Arifin (Hukum Administrasi Negara ‘11) berharap pihak institusi terkait bisa untuk mendorong kema­juan dan penggembangan forum dan bisa menjaring maha­siswa dalam forum sigap bencana ini.=

Mahasiswa Unila SigapBencanaOleh Ahmad Roihan

Mandek. Seorang mahasiswa melewati galian septic tank yang terhenti pengerjaannya sejak, Kamis (3/4). Septic tank yang terletak didepan mushola Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) ini terhenti karna tidak mendapat perizinan dari pihak dekanat. Foto dibidik, Jumat (18/4).

Foto Yola Septika

Oleh Khorik Istiana

Oleh Khorik Istiana

Unila-Tek : Dinas Koperasi Lampung bekerjasama dengan Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi Mahasiswa (UKM Kopma) meng­gelar Seminar Gerakan Kewirausahaan Nasional pada (14/4). Acara yang berlangsung di Gedung Serba Guna (GSG) Unila ini mengusung tema Spirit of Woman Entertpreneurship.

Kegiatan ini digelar dalam rangka Program Gerakan Masyara­kat Sadar Koperasi (Gemakopsma). Selain mahasiswa Unila, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, seperti IAIN Raden Intan, IBI Darmajaya, Teknokrat, Polinela, dan UBL juga hadir.

Dalam sambutannya, perwakilan Dinas Koperasi Lampung, Maryani Puspita mengatakan tujuan diadakannya seminar ini adalah guna mengajak peserta untuk ikut berkoperasi. Menu­rutnya, pembenahan kualitas koperasi perlu dilakukan untuk menjadi koperasi yang berskala besar. Seminar ini diisi oleh H. Rizaldi Adrian Rachmat. S.E yang menjabat Direktur Taman Wi­sata Alam & Cottage Wira Garden sekaligus Sekretaris Umum BPD Hipmi Lampung periode 2011­2014. Rizaldi menjelaskan wirausahawan harus mempunyai mental yang kuat. Pria yang juga pemilik usaha jasa penyewaan mobil “Wira Rent A Car” ini juga meyakinkan peserta bahwa setiap orang pada dasarnya memiliki hak untuk menjadi sukses.=

Dinas Koperasi Gandeng Kopma Gelar Seminar

Oleh Erig Rustantyo

FP-Tek :Kegiatan mahasiswa yang biasa digelar Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian (HMJ THP) ter­ancam berhenti satu tahun ini. Hal ini disampaikan oleh Ribut Sugiharto, salah seorang dosen yang menangani kegiatan kema­hasiswaan di Jurusan THP.

Usulan ini muncul setelah adanya rapat yang diadakan Pimpinan Dekanat, Kepala Ju­rusan THP, dosen, dan maha­siswa yang bersangkutan pada (10/04). Pertemuan yang di­mulai sejak pukul 13.00­21.00 WIB ini menghasilkan keputu­san tersebut. Sejak rapat malam itu, hingga kini Ribut mengaku belum menerima Surat Keputu­san (SK) dari Dekan.

Usulan ini dikeluarkan karena pihak pimpinan melihat adanya perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oknum maha­siswa. Menurutnya, ada sekitar 28 mahasiswa yang melakukan kontak fisik dan psikis kepada mahasiswa baru. Ia telah me­ngumpulkan mahasiswa 2012 untuk memberitahukan kepu­tusan ini. Ia menambahkan, se­belumnya pihak jurusan sudah melakukan rapat, namun tak kunjung menemui titik temu. Akhirnya, jurusan memutus­kan membawanya ke tingkat fakultas. HMJ THP tidak boleh

mengadakan kegiatan yang mengatasnamakan HMJ selama satu tahun. Namun, mahasiswa masih boleh me ng adakan ke­giatan yang mengatasnamakan Jurusan. Ribut berharap agar program HMJ ditata ulang se­suai visi dan misi HMJ.

Devi Sabarina (THP ’12) membenarkan adanya perte­muan yang dikoordinir oleh Ribut. Dari pertemuan itu, ia mengetahui bahwa HMJ THP akan diberhentikan kegiatannya selama satu tahun. Namun, Devi mengaku tak mengetahui ala­sannya karena saat itu dosen tak memberitahu. Devi juga men­gaku dirinya kurang aktif dalam kegiatan HMJ.

Dekan FP, Prof. Wan Abbas Z. mengatakan terdapat pelang­garan sistematis di jajaran pe­ngurus terhadap mahasiswa baru yang bertentangan de­ngan perjanjian. Menurutnya, terdapat tindak kekerasan yang dilakukan oknum mahasiswa. Prof. Abbas juga mengaku telah menerima laporan dalam ben­tuk surat pernyataan tertulis.

Mengenai SK Dekan, ia me­ngatakan SK tersebut masih dalam proses yang diurus oleh PD III FP. Nantinya, pihak ma­hasiswa dapat menerima atau mengajukan banding. “Hara­pannya bisa menjadi pelajaran

untuk bahan evaluasi,” ujarnya. Ia juga mengatakan bahwa akan ada tindak lanjut bagi oknum mahasiswa yang melakukan pelanggaran secara pribadi.

Saat ditemui diruangannya, Ketua Jurusan THP, Susilawati tidak mau berkomentar me­ngenai hal tersebut. Menurut­nya, ia belum menerima SK Dekan. Senada dengan Susi, Ketua HMJ THP, Deni Setiawan (THP ’10) juga tak mau ba­nyak berkomentar. Ia juga me­ngatakan SK Dekan belum mer­eka terima. Deni mengiyakan terkait sidang yang diadakan memang mereka hadiri.=

Aktivitas Mahasiswa Terancam Dibekukan

Page 6: Tabloid EDISI 135

No 135 Tahun XIV TrimingguanEdisi April 20146 Reportase Khusus

Munculnya Peraturan Kementerian Pendidi­kan dan Kebudayaan

Republik Indonesia nomor 55 tahun 2013 menjadi titah yang harus dipatuhi oleh seluruh perguruan tinggi. Peraturan ini mengharuskan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menerap­kan sistem Uang Kuliah Tung­gal (UKT) sebagai pembayaran biaya kuliah mahasiswa angka­tan 2013/2014. Dua surat eda­ran nomor 97/E/KU/2013 dan nomor 272/E.1.1/KU/2013 juga diturunkan sebagai pem­beritahuan lebih lanjut me­ngenai sistem baru ini.

Universitas Lampung sebagai salah satu PTN di Indonesia juga memberlakukan sistem UKT. Sebanyak 6593 maha­siswa Unila angkatan 2013 dikenai tarif UKT berkisar 0­12 juta rupiah. Kecacatan per­aturan baru ini mulai terkuak dari banyaknya mahasiswa yang mengeluh tentang peng­golongan UKT yang tidak sesuai dengan kemampuan perekono­mian keluarga.

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lampung seba gai lembaga kemahasiswaan telah membuka pintu untuk maha­siswa baru yang akan meng­ajukan banding sejak semester ganjil. Pihak BEM­U telah me­nerima sebanyak 30 penga­duan dari mahasiswa menge n ai penggolongan UKT. Laporan tersebut berupa ajuan banding kepada pihak Rektorat karena merasa UKT yang diterima tak sesuai. Dari tiga puluh ber­kas, sebanyak 20 mahasiswa berhasil mengajukan banding, sementara 10 lainnya ditolak. Saat ini, berkas bertambah menjadi sekitar 50 berkas.

Permasalahan penggolo ngan UKT yang terjadi di Unila tak hanya sejumlah data yang ma­suk melalui BEM­U. Masih ban­yak mahasiswa yang merasa UKT­nya terlalu berat sehing­ga terasa menguras kantong orang tua. Mahasiswa Fakultas Ekonomi & Bisnis, Bella R. merasa UKT yang ia terima ter­lalu besar. UKT Bella yang men­capai 4,76 juta ini tidak seband­ing dengan profesi ayahnya yang hanya buruh meubel dengan gaji berkisar 1 juta.

Saat ditemui di rumahnya di Kecamatan Pagelaran pada (18/4), ibunda Bella, Siti mem­benarkan bahwa suaminya han­ya seorang buruh serabutan. Jika ada yang meminta, Ayah Bella biasanya diupah untuk nyangkul atau membuat sang­kar burung. Di rumah seder­hana berlantai semen kasar itu, Siti bercerita bahwa ia telah mewanti-wanti anaknya saat pertama kali kuliah. Siti hanya bisa pasrah saat uang UKT Bella ternyata melebihi angka 4 juta.

Siti mengatakan pernah menemani putri bungsunya itu menemui pejabat Dekanat Janu ari lalu. Ia mencoba menceritakan keadaan ekono­mi keluarganya yang kesulitan. Selama ini, Siti yang hanya ibu rumah tangga ini mengatakan dapat membiayai kuliah Bella berkat uang sumbangan dari keluarganya yang lain. “Mereka kasihan karena Bella memang sangat ingin kuliah di Unila dan mereka bilang ya siapa tahu nanti ada penurunan UKT,” ujar Siti. Rumah yang ia tempati juga hanya warisan orang tuanya. Rumah berdin­ding semen itu terlihat belum sempat dicat.

Harapan Siti saat bertemu pihak Unila demi menurunkan UKT Bella tak berbuah ma­nis. Meskipun telah bercerita panjang, Bella tetap tidak bisa mengajukan banding. Siti pun menyerah dan keluar dengan berlinangan air mata. Apalagi, orang yang ditemuinya saat itu justru sanksi pada dirinya sebagai orang tua Bella.

Bella membenarkan pen da­pat ibunya. Ia juga telah tiga kali mengajukan penurunan UKT ke pihak Dekanat mau­pun Rektorat. Ia pernah meng­ajukan banding, namun pihak Rektorat menolak de ngan ala­san bahwa pengajuan band­ingnya sudah telat. Saat itu, ia disarankan untuk meng ajukan banding saat semester II.

Namun, saat Bella kembali mengajukan banding pada De­sember 2013, jawaban yang sama lagi­lagi ia terima. Pa­dahal, ia sudah menceritakan semua keluhan dan keadaan ekonomi keluarganya. Petugas justru mengatakan bahwa tim

yang mewawancarai maupun memverifikasi adalah pro­fesional sehingga kesalahan verifikasi tidak mungkin ter­jadi. “Kalau kamu dapetnya segitu (UKT­Red), ya berarti kamu orang mampu,” ujar Bel­la menirukan ucapan pegawai Rektorat. Petugas juga men­gatakan bahwa ia telat men­gajukan banding karena saat itu SK Rektor mengenai UKT telah terbit.

Mengenai UKT 4 juta yang ia terima, saat wawancarai ia dianjurkan untuk menuliskan 4 juta di kolom kemampuan membayar. Ia mengira bahwa uang 4 juta tersebut adalah uang pangkal. Saat itu, Bella hanya ditawarkan untuk me­nyanggupi nominal 3­4 juta, tanpa diarahkan pada UKT golongan I atau II. Saat itu, pewawancara juga mengatakan bahwa jika ia tak mengisi pili­han 4 juta, maka kemungkinan besar Bella tidak diterima. Bella sempat memberitahukan bah ­wa ia tidak mampu membayar. Pewawancara hanya menye­rahkan keputusan padanya.Bel­la ingin ada tim verifikasi ulang yang datang ke rumah nya. Ia tidak takut dikunjungi agar Unila mengetahui dengan jelas keadaan ekonomi keluarganya.

Mahasiswa lainnya, Dina L.A yang merupakan anak seorang supir harus menanggung UKT sebesar 3,73 juta. Ia mengaku UKT tersebut sangat tidak sesu­ai dengan gaji orang tuanya yang hanya 1,5 per bulan. Ma­hasiswa program diploma ini membenarkan pendapat Bella bahwa hanya diberi pilihan an­tara UKT 3,73 atau 4,73 juta. Hanifa Z. juga membenarkan pendapat kedua rekannya. Saat itu, Hanifa tetap menulis­kan hanya sanggup membayar UKT sebesar 2 juta, namun saat penetapan UKT ia diha­ruskan membayar 3,73. “Saya nggak tahu kenapa bisa segitu. Padahal, saat wawancara udah jelas­jelas saya tulis 2 juta,” ujarnya.

M.Haris (Pertanian ’13) juga merasa UKT yang dibebankan kepadanya terlalu tinggi. Ha­ris dikenakan UKT golongan V dan harus membayar sebesar 6 juta per semester. Menurutnya,

jumlah itu terlalu berat meski­pun orang tuanya berpeng­hasilan 5 juta rupiah per bulan. Orang tuanya harus mengurus kakak dan neneknya yang ting­gal bersama di rumahnya.

Haris mengira bahwa uang enam juta itu hanya di awal pembayaran. Ibunya pernah melakukan ban ding. Namun, usahanya tidak dikabulkan oleh pihak Dekanat karena UKT merupakan keputusan pusat.

Haris merasa menyusahkan orang tuanya karena biaya kuliah. Ia bahkan ingin keluar dari Unila jika UKT­nya tidak dapat berkurang. Selama ini, Haris harus pintar mengatur keuangan karena ia juga ma­sih dipungut biaya lain diluar UKT. Haris mengaku masih harus mengeluarkan uang un­tuk membeli bahan praktikum, seperti ikan. Pu ngutan itu di­ambil untuk setiap praktikum yang menggunakan ikan seb­agai bahan uji coba. Besaran dana yang harus ia keluarkan berkisar 10­50 ribu.

Saat ditemui dirumahnya, ibunda Haris, Anidah me­ngatakan, meski ia seorang PNS golongan IV, keluarganya masih sering berhutang ke bank untuk membayar kuliah. Ia menambahkan, saat menye­rahkan data pengajuan UKT, anaknya melakukan kesalahan dengan hanya menyantumkan 1 tanggungan keluarga. Pada­hal masih ada nenek dan kakak Haris yang belum bekerja yang menjadi tanggungan keluarga. Wanita yang berusia 54 tahun ini masih berharap UKT Haris bisa turun.

Berbeda dengan Haris, Rizka H. P. (Pertanian ‘13) berhasil melakukan banding. Awalnya, ia mendapatkan UKT sebesar 6,18 juta dan turun menjadi 4,34 juta. Banding itu diterima saat ia berusaha menghadap ke ba­gian Dekanat dan menjelaskan bahwa orang tuanya adalah PNS, namun masih memiliki tang­gungan lima orang anak.

Riska membenarkan pen­dapat Haris mengenai pu­ngutan untuk membeli ba­han praktikum diluar UKT. Ia juga masih mempertanyakan transparansi UKT tersebut. Setahu Riska, uang UKT sudah bebas dari biaya apapun, ter­masuk praktikum. Ia pernah mencoba bertemu Rektor demi menanyakan kejelasan trans­parasi UKT. Namun, karena proses yang terlalu lama, Riska membatalkan niatnya.

Permasalahan UKT juga ter­jadi di FMIPA. Dini A. (FMIPA ’13) mengeluhkan besaran UKT. Ayahnya adalah seorang PNS biasa tanpa jabatan apa­pun di kantor gubernur den­gan gaji kurang dari 3 juta. Se­mentara, ibunya tidak bekerja

dan masih menanggung beban kedua adiknya. M. Rosidi juga mengeluh karena harus mem­bayar UKT 3 juta rupiah. Den­gan penghasilan sekitar 1,5 juta rupiah dari membuka warung di rumah, Rosidi mengeluh­kan besaran UKT yang Ia tang­gung. Nofal A. yang mendapat UKT sebesar 4,8 juga mengeluh karena penghasilan orang tuan­ya ha nya 3 juta rupiah. Gaji itu juga masih harus dibagi untuk empat saudaranya yang masih sekolah.

Saat ditemui diruangan­nya, Pembantu Dekan FEB, Habibullah Jimad mengatakan penggolongan UKT di FEB telah dilakukan sebaik mung­kin oleh pihak Dekanat den­gan memeriksa dokumen yang diserahkan mahasiswa. Ia tak menampik bahwa selama ini belum ada tinjauan dan cek langsung ke lapangan karena adanya keterbatasan.

Menurut Habib, penilaian biaya yang sanggup dibayar berpatokan pada dokumen dengan melihat kemampuan orangtua. Khusus jurusan dip­loma diadakan wawancara, se­dangkan bagi program sarjana tidak. “Wawancara itu hanya untuk melihat sejauh mana motivasi mahasiswa untuk kuliah,” ujarnya. Ia menam­bahkan, selama ini fakultas mengusulkan bia ya UKT dan melakukan verifikasi data, na­mun keputusan tetap ada dipi­hak Rektorat.

Habib mengatakan, selama ini Dekanat selalu mengusa­hakan mahasiswanya ketika ada laporan keberatan me­ngenai UKT. Ia menampik pihak Dekanat mengabaikan maha­siswa saat mengajukan ban­ding. “Tetap akan diverifikasi terlebih dulu datanya, kalau Ia terbukti layak untuk turun pasti diturunkan. Namun, jika sebaliknya mereka pun tidak bisa menurunkan,” ujarnya. Ia berpesan kepada mahasiswa FEB yang ingin mengajukan banding supaya secara lang­sung menemuinya dengan membawa persyaratan. “Saya tau kuliah itu susah. Jadi ka­lau ia layak dibantu pasti saya bantu,” ujar Habib.

Sementara itu, PD II FP, Prof. Irwan Sukri mengatakan bah­wa sudah ada panduan yang dibuat oleh pihak universitas dalam memberlakukan besa­ran UKT. Menurutnya, sesuai mandat Dikti, besaran UKT ditentukan oleh penghasilan orangtua mahasiswa bagi non PNS dan pangkat bagi orang­tua PNS.

Menurutnya, keluhan seperti tanggungan hutang dan cicilan tidak dapat menjadi pertim­bangan untuk penurunan UKT. Namun, usulan penurunan UKT

Kebijakan UKT Perlu Reset Ulang

Penerapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebagai kebijakan baru bagi sistem pembayaran biaya aka-demik mahasiswa masih menjadi polemik. Berbagai permasalahan penggolongan UKT masih bermun-culan menjelang satu tahun umur pemberlakuan kebijakan ini.

Oleh: Yola Savitri, Rika Andriani

Ilust

rasi

Imam

Gun

awan

(Lanjut ke halaman 8)

Page 7: Tabloid EDISI 135

No 135 Tahun XIV TrimingguanEdisi April 2014 Polling

inovasiBBM dari Limbah PertanianOleh Fahmi Bastiar

Sampai saat ini, Bahan Ba­kar Minyak (BBM) masih menjadi kebutuhan tidak

terpisahkan dalam aktivitas manusia. Tak heran, perminta­an dan harga BBM tiap tahun terus mengalami peningkatan. Sayangnya, peningkatan terse­but tak dibarengi dengan jum­lah produksi BBM. Cadangan minyak bumi justru semakin menipis.

Permasalahan ini sebenarnya sudah menjadi kekhawatiran semua pihak. Tak hanya itu, maraknya perusahaan indus­tri berskala besar di Indonesia ikut menyumbang meningkat­nya limbah industri di tanah air. Fenomena ini diresapi oleh Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Sutikno. Kondisi meningkatnya limbah industri dan berkurangnya cadangan BBM justru membuat Sutikno ingin membuat sumber energi dari limbah.

Ia menjelaskan, limbah pa­dat yang banyak dihasilkan adalah tandan kelapa sawit, ampas tebu, onggok, batang pisang, jerami, bonggol jagung, kulit coklat, dan kulit kopi. Sisa limbah pertanian itu hanya dibuang dan dibiarkan mem­

busuk. Padahal, didalamnya terkandung zat yang dapat diolah menjadi etanol. Selu-losa dan Hemiselulosa yang terdapat dalam bahan­bahan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan utama pembua­tan bioetanol.

Menurut Sutikno, ada tiga jenis bioetanol berdasarkan bahan utama pembuatnya dan enzim yang dibutuhkan untuk proses fermentasi. Bioetanol yang dihasilkan dari fermen­tasi jagung, padi, dan singkong menggunakan enzim amilase disebut sebagai bioetanol generasi pertama. Sementara, bioetanol generasi kedua di­hasilkan dari limbah industri padat yang kemudian difemen­tasikan menggunakan enzim selulase. Bioetanol generasi ketiga merupakan bioetanol yang dihasilkan dari sampah organik yang dibusukan den­gan memberikan mikroba. Na­mun, bioetanol jenis ini masih dalam tahap perkembangan di berbagai negara.

Penelitian Sutikno mengacu pada pengolahan limbah pa­dat menjadi bioetanol generasi kedua. Menurutnya, ada empat tahapan utama pembentukan

bioetanol ini. Langkah pertama, limbah padat perlu direaksi­kan dengan larutan NaOH 0,1 Molar. Reaksi ini dilakukan pada suhu 1210C selama 15 menit agar mendapatkan hasil optimal. Langkah ini dilaku­kan untuk menghilangkan zat Lignin yang tidak diperlukan. Zat ini dapat menghambat pemecahan unsur selulosa dan hemiselulosa pada proses beri­kutnya jika terus ada pada lim­bah padat.

Setelah dihasilkan bahan yang mengandung selulosa dan hemiselulosa, kedua unsur tersebut harus melewati reaksi pemecahan zat menjadi gula sederhana. Reaksi ini dikenal dengan reaksi hidrolisis yang menghasilkan glukosa. Reaksi memerlukan bantuan enzim agar diperoleh glukosa yang

berkualitas. Usai proses hidro­lisis, glukosa yang dihasilkan akan difermentasikan dengan menambahkan senyawa mik­roba yang disebut yeast atau dikenal sebagai ragi. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 3­4 hari.

Tahap paling akhir proses ini adalah penyulingan untuk mendapatkan etanol murni yang akan digunakan sebagai bioetanol. Nantinya, bioetanol yang dihasilkan setelah proses penyulingan langsung dapat dimanfaatkan sebagai ben­sin. Namun penelitian Sutikno perlu dilanjutkan karena baru sampai pada tahap hidrolisis. Penelitian yang sudah ber­langsung sejak 2009 ini meng­

Ilustr

asi R

etno W

uland

ari

habiskan dana 330 juta rupiah. Ia mengakui, keterbatasan

alat laboratorium dan kesuli­tan mendapatkan enzim untuk proses fermentasi menjadi hambatannya. Enzim selulase yang dibutuhkan dalam pene­litian ini harus mengimpor langsung dari Cina. Sutikno berharap, nantinya hasil pene­litian ini mampu memberikan kemudahan bagi masyarakat, terutama masyarakat pede­saan yang tidak terjangkau pendistribusian BBM. Ma­syarakat pedesaan diharap mampu melakukan fermentasi limbah padat dari kebunnya sendiri untuk mendapatkan BBM (bensin). Itulah salah satu impian besar Sutikno.=

Bioetanol Pretreatment

HidrolisisFermentasi

Universitas Lampung (Unila) mulai menerap­kan Uang Kuliah Tung­

gal (UKT) bagi mahasiswa tahun akademik 2013/2014. Hal itu sesuai Peraturan Men­teri Pendidikan dan Kebuday­aan RI Nomor 55 Tahun 2013 tentang UKT pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Dengan UKT, mahasiswa baru tak perlu membayar berbagai macam biaya, tetapi hanya membayar UKT yang jumlahnya akan tetap dan berlaku sama pada tiap se­mester selama masa kuliah.

Namun pada pelaksanaan­nya masih banyak hal yang rancu untuk diterapkan, sep­erti penggolongan UKT yang tidak jelas dan tidak transpar­an, serta masih banyak maha­siswa yang belum memahami sistem UKT. Selain itu masih ada pungutan biaya diluar UKT, serta informasi yang didapat mahasiswa masih kurang. Banyak dari mahasiswa yang tidak mengetahui tentang

sistem banding, proses un­tuk banding pun dirasa sulit oleh banyak mahasiswa, bah­kan tak sedikit banding yang diajukan mahasiswa ditolak.

Devisi Pusat Penelitian dan Pengembangan UKPM Teknokra melakukan survey tentang “Penyelenggaraan UKT di Unila”. Dari hasil sur-vey 66% responden sudah mengerti tentang sistem UKT di Unila, 27% menjawab tidak mengerti, dan 7% tidak men­jawab. Terkait sosialisasi UKT 15% responden menilai efek­tif, 77% menilai tidak efektif, sisanya 8% tidak menjawab. Tentang penentuan golongan UKT di Unila 19% respon­den menilai sesuai dengan kemampuan ekonomi maha­siswa, sedang 78% responden merasa tidak sesuai, lalu 3% responden tidak menjawab.

Sedangkan tentang sistem banding 36% responden yang menjawab tahu, 62% men­jawab tidak tahu, dan 2% tidak

menjawab. Sehingga hanya 21% responden yang mengaju­kan banding, 62% tidak men­gajukan banding dan 17% tidak memberikan jawaban. Terkait proses banding yang dilaku­kan hanya 4% yang merasa prosesnya mudah, 26% meni­lai proses pengajuan banding sulit, dan 70% tidak men­jawab. Tentang transparansi dan UKT, hanya 6% responden yang menilai jelas, 75% meni­lai transparansinya tidak jelas, dan 19% tidak menjawab.

Terkait pungutan biaya diluar dan UKT, 43% men­jawab masih ada pungutan di luar UKT, 40% menjawab tidak ada, dan sisanya 17% tidak menjawab. Sedangkan 13% responden menjawab penerapan UKT di Unila su­dah sesuai dengan tujuannya untuk meringankan biaya pendidikan, namun 74% re­sponden menilai pelaksanaan UKT di Unila tidak sesuai, dan 13% tidak menjawab.=

Supervisor: Novalinda SilvianaEnumerator: Fajar Nurrohmah, Rika Andriani, Wawan Taryanto, Yola Savitri, Yola Septika, Ahmad Royhan, Meri Herlina, Nur Kholik, Rizka Martina

UKT Menuai TanyaOleh : Hayatun Nisa Fahmiyati

Polling ini dilakukan pada tanggal 16­18 April 2014. Responden merupakan mahasiswa Unila aktif angkatan 2013 sebanyak 100 orang, yang diambil secara acak dari setiap jurusan atau program studi di delapan fakultas Unila. Survey ini menggunakan metode Multistep Random Sampling yang diolah menggunakan SPSS.

Menurut anda, bagaimana sos­ialisasi UKT yang dilakukan Unila?

Apakah penentuan golonga UKT di Unila sudah sesuai denga kemampua ekonomi maha­siswa?

Apakah tujuan penerapan UKT untuk meringankan biaya pendi­dikan sudah sesuai dengan pelakanaannya?

Menurut anda, bagaimana transparansi dana UKT di Unila?

A= EfektifB= TidakC= Tidak Menjawab

B= Tidak C= Tidak Jawab

7

Page 8: Tabloid EDISI 135

8 No 135 Tahun XIV TrimingguanEdisi April 2014Regional

Oleh Fajar Nurohmah

(Lanjutan halaman 6)

Pagi itu (9/4), lazimnya Tempat Pemungutan Suara di berbagai daerah, TPS 09 juga didatangi calon pemilih. Bedanya, pengunjung TPS ini keban­

yakan menggunakan tongkat dan kaca mata hitam. Mereka adalah pemilih yang menyandang disabilitas pengelihatan. Sebanyak 19 penyandang tunanetra yang tinggal di UPTD Dinas Sosial Provinsi Lampung datang berbondong­bondong ke TPS. Mereka dibantu pegawai Dinas Sosial setempat demi menyalurkan suaranya.

Semangat para penyandang tunanetra ini mendapat­kan sambutan baik dari panitia. Sejak pagi, panitia pemilu sudah sibuk mempersiapkan surat suara bagi pemilih. TPS ini merupakan salah satu TPS yang dipe­runtukkan bagi penyandang disabilitas. Namun, ma­syarakat tetap diperbolehkan memilih di TPS ini.

Muklis salah satunya, tunanetra yang tinggal dekat dinas sosial ini ikut serta dalam Pemilu Legislatif. Dulunya, ia juga pengguni asrama dinas sosial. Namun, setelah mampu hidup mandiri, Muklis memilih pin­dah ke rumah yang disediakan pemerintah. Meski­pun memiliki keterbatasan dalam penglihatan, ia tak berpikir untuk ikut dalam golongan putih (golput). Saat namanya dipanggil, lelaki yang berprofesi sebagai tukang pijit ini beranjak dari tempat duduknya. Ia didampingi seorang petugas untuk mengambil surat

Kaum Tunanetra,Memilih Dengan Hati

suara, lantas berjalan menuju bilik suara. Dari dalam bilik suara itulah, Muklis memilih den­

gan nalurinya. Selama ini, ia tak mampu melihat langsung wajah pemimpin pilihannya. Namun, naluri Muklis menuntunnya untuk memilih calon terbaik. Pemimpin yang ia harap dapat memberikan banyak kontribusi bagi rakyat kecil.

Surat suara yang diperuntukkan bagi Muklis dan kaum disabilitas lainnya tak mempunyai perbedaan. Mereka disodori surat suara yang sama seperti warga normal lainnya. Namun, mereka diberikan alat bantu memilih. Alat bantu itu berupa brailer foto­foto para calon leng­kap dengan nama dan nomor urut. Muklis juga didam­pingi oleh orang kepercayaannya. Ia hanya menyebutkan nama atau nomor calon pilihannya setelah meraba alat bantu itu. Orang kepercayaan itu yang membantu men­cobloskan di surat suara yang sebenarnya.

Usai memilih calon legislatif dan gubernur, lelaki bertubuh gempal kembali duduk di kursi semula. Ia mengaku senang dapat mengikuti Pemilu. Menurutnya, ia telah melaksanakan tanggung jawab sebagai warga negara. Muklis juga maklum harus didampingi saat me­milih. “Merasa terganggu sih tidak, tapi ya terpaksa karena tidak ada alat bantu agar kami bisa memilih sendiri,” ujar Muklis.

Sebelumnya, tunanetra yang akan memilih di TPS 09 telah didata oleh ketua RT setempat. Muklis men­gaku mendapatkan undangan dari panitia. Ia lantas mendaftarkan namanya untuk bisa memilih pagi tadi. Muklis mengaku KPU pernah memberikan sosialisasi kepada para tunanetra yang ada di sekitar UPTD Dinas Sosial Provinsi Lampung.

Saat itu, ia diberikan pengarahan dan simulasi pemilihan menggunakan surat suara khusus pe­nyandang disabilitas. Dengan surat suara khusus itu, Mukhis dapat memilih sendiri calon yang diinginkan­nya tanpa harus didampingi orang lain. Namun, saat pemilihan surat suara khusus itu tak ia dapati. Kendati begitu, Muklis enggan menanyakan perihal surat su­ara khusus itu.

Muklis mengaku hanya mengenal para calon tersebut dari berbagai pemberitaan di televisi. Selama ini, be­lum pernah ada calon anggota legislatif maupun calon gubernur yang sengaja datang ke Dinas Sosial untuk berkampanye. Berbagai informasi yang ia peroleh dari media ia jadikan bahan pertimbangan dalam memilih.

Meski belum mengetahui calon Presiden yang akan maju, Mukhlis mengaku akan tetap memilih saat Pe­milu bulan Juni mendatang. Ia berharap panitia peny­elenggara Pemilu lebih memperhatikan orang­orang seperti dirinya. Muklis masih ingin memilih tanpa har­us ditemani orang lain. Ia berharap KPU dapat menye­diakan surat suara khusus pada Pemilu mendatang.

Sebagai pemilih, ia masih berharap calon yang ter­pilih nanti dapat memegang amanah dengan baik dan jujur. “Betul-betul memiliki keinginan untuk menye­jaterakan rakyatnya, dari rakyat jelata, rakyat biasa dan rakyat­rakyat golongan seperti kami,” ujarnya. Ia juga mendambakan pemimpin yang mampu memper­hatikan kaum disabilitas seperti dirinya. “Tidak ada diskriminasi untuk kaum seperti kami,” ucap Muklis penuh harap.=

Gairah pemilihan umum tahun ini turut dirasakan oleh para penyandang tunanetra. Meski tak dapat melihat secara langsung para calon pemimpin, mereka tetap ingin menentukan para wakil rakyat.

dapat dilakukan jika ada orangtua mahasiswa yang meninggal atau pensiun. “Kalau data sudah lengkap, ti­dak perlu lagi diselidiki sampai mendatangi rumah nya. Kita sudah punya berkas yang lengkap, seperti slip gaji orangtua, dan juga bukti foto,” ujarnya.

Mengenai pungutan uang untuk membeli bahan saat praktikum, Prof. Sukri menjelaskan bahwa dana itu tak dikelola oleh Dekanat. Menurutnya, pungutan itu belum termasuk UKT dan dilakukan oleh pihak jurusan. Usai berkoordinasi dengan pihak jurusan, Prof. Sukri mengatakan uang dari mahasiswa itu di­belikan ikan. Usai praktikum, ikan yang sudah dibeli itu dikembalikan lagi ke mahasiswa. Mahasiswa boleh membawa pulang atau menggoreng ikan yang sudah dibeli. “Pungutan itu dari mahasiswa dan untuk ma­hasiswa,” ujarnya.

Dekan FMIPA, Suharso mengakui banyak maha­siswa yang menghadapnya agar UKT­nya diturunkan. “Kalau memang benar­benar punya alasan yang kuat untuk mengajukan banding akan kami tinjau kembali,” ujarnya. Prof. Suharso membenarkan bahwa UKT ti­dak bisa turun karena masalah hutang. Ia menghim­bau, hendaknya mahasiswa yang keadaan ekonomin­ya berubah lebih baik juga lapor untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu.

Ia menjelaskan, bahwa UKT sudah mencakup bi­aya belajar mengajar, praktikum, KKN, KKL, wisuda dan sebagainya. Dana tersebut tidak termasuk untuk jas lab dan buku pengantar karya cipta dosen. Menu­rutnya, semua bahan untuk praktikum maupun bi­aya perawatan peralatan laboratorium sudah masuk dalam UKT. Menurutnya, FMIPA membutuhkan biaya biaya operasional lebih besar karena banyak prakti­kum sehingga besaran UKT golongan V mencapai 6 juta. “Dana dari ukt mahasiswa yang sekarang ini ma­sih belum bisa mengcover biaya operasional perku­liahan yang tinggi. Kekurangan biaya masih disubsidi oleh pemerintah,” ujarnya.

Mengenai golongan UKT untuk D3, Suharso mem­benarkan bahwa hanya ada golongan 3 dan 4. “Golo­

ngan I dan golongan II terlalu murah untuk D3. Se­mentara UKT golongan 5 terlalu mahal. Itu adalah kebijakan fakultas.” tambahnya.

Kebijakan UKT yang berlaku di Unila mendapat tanggapan dari Presiden Mahasiswa, Nanda Satriana (Pendidikan Geografi ‘09). Ia menuturkan bahwa program UKT seharusnya dilaksanakan dengan me­nyesuaikan kondisi keuangan masing­masing ma­hasiswa. “Yang terjadi justru angka­angkanya itu dirasa sepertinya lebih berat dibandingkan sebelum diadakannya sistem UKT,” ujarnya. Ia menambah­kan setelah diberlakukan sistem ini banyak keluhan mengenai penggolongan UKT. BEM­U sudah beru­saha mengawal mahasiswa yang akan mengajukan banding. Namun, usai mengawal 20 mahasiswa yang berhasil turun level, Rektor mengeluarkan mandat bahwa semua mahasiswa yang mengajukan banding akan ditanggapi dan akan diadakan evalu­asi terlebih dahulu. Evaluasi ini akan dilakukan saat penerimaan mahasiswa baru 2014 mendatang. Mandat langsung dari Rektor inilah yang membuat BEM­U menunggu sampai ada penerimaaan maha­siswa baru. Nanda menambahkan, saat pertemuan dalam forum birokrat, Pembantu Rektor II Unila, Prof. Dwi Haryono juga mengatakan akan ada evalu­asi di tahun ajaran baru.

Nanda menilai, Unila melakukan kesalahan pada sistem verifikasi karena hanya menilai berkas. Menurutnya, Unila perlu mengevaluasi sistem veri­fikasi dengan mengizinkan orangtua mendampingi mahasiswa. “Pertimbangannya bahwa orangtua le­bih mengerti keadaan ekonomi,” ujarnya. Menurut­nya, hal dapat menjaga validitas data. Ia berharap Dikti dapat lebih bijak dalam menentukan sistem. Nanda juga menyoroti adanya kecemburuan sosial karena perbedaan biaya UKT pada masing­masing fakultas. Menurutnya, sistem ini kurang efektif diterapkan. Ia berharap pihak kampus mampu me­nyuarakan bahwa penerapan sistem UKT di Unila masih kurang tepat. Menurutnya, jika berani me­nyatakan tidak setuju bahkan terdapat universitas

lain yang menyuarakan hal yang sama, tak menutup kemungkinan pihak pusat akan mengubah kebi­jakan.

Bagian Humas Unila, Jefri menjelaskan bah­wa penetapan UKT mempertimbangkan fasilitas rumah, usaha yang dimiliki, dan jumlah tanggungan. Berbeda dengan pendapat Dekanat, menurutnya, PNS golongan IV tanpa tanggungan akan masuk UKT golongan 5. Namun, jika banyak hutang dapat dipertimbangan.

Ia menjelaskan prosedur yang tepat untuk meng­ajukan banding penurunan UKT adalah membuat surat yang melampirkan berkas­berkas terkait yang ditujukan untuk Rektor. “Kalau mengajukan ban­ding lewat fakultas itu hanya optional,” ujarnya.

Masalah pengembalian uang UKT, ia menegaskan bahwa uang selisih UKT akan dikembalikan dalam bentuk penambahan untuk UKT baru yang akan dibayarkan di semester selanjutnya. “Uang tidak dikembalikan secara cash, namun lebih dikemba­likan untuk membayar UKT semester selanjutnya,” ujarnya.

Mengenai masalah sosialisasi, Jefri mengakui bah­wa sosialisasi dari pihak universitas masih kurang. “Ini masih pengalaman pertama kita menerapkan UKT. Kami telah mewacanakan beberapa sosialisasi yang lebih efektif, terarah dan lebih awal,” ujar Jefri.

PR III Unila, Prof. Sunarto mengaku ada beberapa mahasiswa yang menghadapnya. “Saya instruksikan agar ke fakultas dan bagian keuangan, karena pusat pengaduan dan yang memiliki kewenangan pihak fakultas,” ujarnya. Menurutnya, jika ada fakultas yang mengabaikan pengaduan dari mahasiswa mengenai UKT berarti sudah melanggar SOP, karena tugas fakultas adalah melayani mahasiswanya. Ia menyay angkan jika ada mahasiswa yang sampai keluar dan putus kuliah karena tidak mampu mem­bayar UKT.

Sayangnya, PR II Unila dan Rektor sebagai peme­gang kebijakan menolak untuk diwawancarai. Meski telah dihubungi, keduanya enggan berkomentar.=

Page 9: Tabloid EDISI 135

9No 135 Tahun XIV TrimingguanEdisi April 2014 Apresiasi

Iklan

NgekhibasPenggolongan UKT BermasalahPerlu evaluasi besar-besaran nih!

Air mancur Unila kotorJadwal bersih-bersih nggak teratur sih!Poliklinik Minim PengunjungInovatif dong sosialisasinya!Konsep Eco Green Laboratorium KimiaSemoga disa selalu diterapkan ya!

Redaksi menerima kritikan dan saran serta kiriman berupa : Artikel atau opini, surat pembaca, dan informasi seputar Unila (diketik font cambria, ukuran 12 pt). Tulisan yang masuk menjadi milik reda-ksi dan redaksi berhak menyunting naskah sepanjang tidak me ngubah makna tulisan. Tulisan dapat dikirim melalui email [email protected]

Sampaikan Keluhanmu lewat SMS Mahasiswa,dengan format Nama_Jurusan/Angkatan_Komentar. Kirim ke 08981735868/ 08982252881

Redaksi hanya akan memuat SMS/Komentar yang disertai identias lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan, Nama/Jurusan/Fakultas/Angkatan. Kami mencocokkannya dengan data siakad Unila

Suara Mahasiswa

Lilin-lilin kecilku dulu begitu hangat diselimuti sepercik api Menemani disetiap mimpi dalam tidurku

Disetiap malam gelapku Dan menghanyutkan cahaya penuh duri disetiap hariku

Api itu tak pernah menutup senyum manisnya untukku Berkobar untuk menghantarkan aku kedalam khayalku Menuntun dan membawaku untuk menikmati surga itu

Dan membuatku untuk sulit melupakan elokmu

Kini lilin-lilinku telah habis ditelan api yang dulu mengin-dahkannya

Seolah tak ada lagi keindahan dalam remang-remang seperti waktu itu

Cahaya yang tampak merah telah padam Hanya tinggal asap putih yang menari-menari dide-

panku

Tapi, dunia ini penuh keadilan Asap telah membakar api yang membeku

Memberiku ruang putih penuh cahaya Sebagai tempatku menggoreskan tinta untuk cerita

baruku

Joko Setyo Nugroho Pend. Bahasa dan Satra Indonesia 2013

Untukmu LilinkuSahabat..Bagiku persahabatan tak ubahnya seperti tanaman.Kita adalah sekumpulan karakter yang teramat berbeda,Pun tanaman, tersusunlah ia atas kumpulan organ yang berbedaBekerja sama, berjuang demi satu asa, Kapasitas kita tak jua serupa,ada yang begitu kokoh seperti akar, ada yang tangguh laksana batang,ada yang setia layaknya ranting menopang daun, ada yg pandai menarik perhatian layaknya bunga.Meski terkadang ada satu cahaya yang tak tertangkap retina,Ialah cahya yang menyala dari raga-raga penuh cinta,bukan berarti kehadirannya tak dapat dirasa jiwa,Karena kita telah satu rasa, satu karsa dalam mencipta karya

Orang bilang perbedaan itu indah,maka biarkan memory lebih ban-yak terpintal menjadi sebuah cerita,Semua cerita akan tercampur den-gan bumbu kisahnyaMenegur kala salah mengambil langkah

IZINKAN MASAMEMINTAL CERITA

Meniupkan hawa kedamaian kala terbalut emosidan menyokong kala mengangkat satu keputusan

Kau tau, tak mudah kita menyemai benih ukhuwah,Tak sedikit waktu untuk menunggu-nya berbungaBanyak hama mengusik tentramAda badai goyahkan iman

Maka biarkan akar tetap setia ber-bagi hara,Biarkan batang tetap teguh meno-pang tubuh,biarkan daun terus mensuplai energi,dan biarkan bunga menyempur-nakan indahnya segala proses.Biarkan tanaman itu terus tumbuhSampai Tuhan menghendaki daun untuk meluruhkan tubuhnya,Sampai batang melapukkan ketang-guhanya,Sampai akar menanggalkan kekoko-hannya.Sampai takdir Tuhan memisahkan raga kita dan mempertemukannya kembali di masa yang berbeda.

Anggita Eka PratiwiPend. Biologi 2012

Page 10: Tabloid EDISI 135

10 No 135 Tahun XIV TrimingguanEdisi April 2014

Oleh : Erzal Syahreza Aswir*

HEDONISME MAHASISWAArtikel Tema

ZONA AKTIVIS

Agent of change, social control, dan iron stock adalah tiga kalimat yang

disandang mahasiswa. Seperti sebuah kalimat biasa dalam baha­sa Inggris, namun kalimat terse­but memiliki esensi yang begitu dalam. Ketiga kalimat tersebut merupakan tugas­tugas yang ha­rus dijalankan oleh semua maha­siswa tanpa terkecuali.

Agent of change, agen dari sebuah perubahan. Tak hanya perubahan pada kampus sen­diri, mahasiswa dituntut untuk melakukan perubahan dalam sendi­sendi kehidupan ber­masyarakat. Akar­akar perma­salahan dalam kehidupan ber­masyarakat harus bisa dicabut oleh mahasiswa. Merubah untuk menjadi yang jauh lebih baik.

Social control, menjadi kon­trol kehidupan bermasyarakat. Bilamana terdapat suatu keke­liruan dalam kampus maupun masyarakat luar, mahasiswa harus bisa mengontrolnya dan membuat kembali kedalam ke­seimbangan sosial.

Iron stock, persediaan kaum intelektual. Mahasiswa adalah makhluk yang dianggap sem­purna dalam masyarakat. Oleh karena itu mahasiswa dituntut untuk cerdas dalam berfikir dan bertindak. Tidak hanya itu saja, mahasiswa harus mengabdi kepada masyarakat dan peka terhadap sesuatu yang terjadi dalam masyara­kat serta mengambil tindakan dengan analisis yang tajam.

Namun seiring majunya

zaman, mahasiswa banyak yang mengabaikan tugas dan kewajibannya. Cenderung apatis terhadap segala bentuk per­masalahan yang menjera masyarakat umum. Banyak mahasiswa yang hanya ku­liah didalam kelas lalu pulang, kemudian datang lagi ketika ada jam kuliah. Begitu miris ketika mengetahui mayoritas mahasiswa tak peduli de ngan apa pun. Targetnya hanya mendapat IPK besar dan lulus secepatnya, tanpa menoleh se­dikitpun terhadap banyaknya masalah sosial yang kerap su­dah terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi.

Salah satu yang menjadi­kan mahasiswa apatis adalah mahasiswa hanya mencari ke­senangan tanpa mau de ngan penderitaan. Atau biasa dise­but dengan hedonis, se suatu yang dianggap baik, sesuai dengan kesenangan yang di­datangkannya. Jelas bahwa se­suatu yang hanya mendatang­kan kesusahan, pende ritaan dan tidak menyenangkan, dengan sendirinya dinilai tidak baik. Mahasiswa yang berfikir seperti ini dengan sendirinya menganggap atau menjadikan kesenangan itu hanya sebagai

tujuan hidupnya (Burhanudin, 1997:81).

Sikap hedonis harus dihi­langkan jauh­jauh dari kala­ngan mahasiswa, sebab akan merusak karakter mahasiswa. Menjadikan mahasiswa men­jadi tidak aktif dalam berbagai kegiatan yang menunjang ke­hidupannya kelak. Hedonisme dapat dicegah dan diobati de ngan beberapa langkah. Cara per­tama yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat keimanan. Iman yang kuat membuat kita menjadi manu­sia yang peduli. Dan sebuah kepedulian tersebut akan banyak membantu sesama. Mahasiswa juga perlu lebih banyak membaca buku. Sema­kin sering kita membaca buku, maka akan banyak pula penge­tahuan kita. Dengan banyaknya pengetahuan, akan menjadi­kan kita sering berpikir dan berfikir akan membuat kita se­makin peka terhadap berbagai masalah yang ada.

Selain dua hal itu, maha­siswa dituntut berpikir men­dalam. Berpikirlah tentang apa yang sudah didapat selama kuliah ini. Pikirkan bahwa ada banyak organisasi baik skala internal kampus maupun

eksternal. Begitu banyak or­ganisasi tapi mengapa tidak ikut berkontribusi. Organisasi tersebut adalah sebuah kelas diluar sks yang ada disiakad. Kelas tersebut gratis dengan banyak pilihan sesuai dengan yang diinginkan. Mengapa ti­dak dimanfaatkan ilmu yang tanpa biaya tersebut. Dengan ikut organisasi maka potensi yang ada dalam diri kita akan terasah dan semakin tajam.

Mahasiswa juga tidak boleh malu. Malu ada tempatnya, jangan pernah malu untuk melakukan sesuatu selagi itu baik untuk diri sendiri dan orang lain. Mayoritas maha­siswa yang menduduki semes­ter atas malu untuk bergabung dalam kegiatan kemaha­siswaan yang sebelumnya be­lum pernah diikuti. Tegapkan badan, busungkan dada. Dan majulah untuk membuat pe­rubahan yang lebih baik tanpa ada rasa malu.=

*Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon FKIP Universitas LampungMahasiswa Pendidikan Eko­nomi FKIP Unila

Visi mencintai alam sela­lu dipegang oleh semua mahasiswa Biologi yang

tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Biologi (Himbio). Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tingkat fakultas ini menjadi wadah untuk menya­lurkan kecintaannya. Di ruan­gan yang terletak di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), mereka menyatukan visi demi menjaga alam.

Organisasi yang didirikan sejak 20 Mei 1992 ini terus berupaya mengampanyekan kelestarian lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan rutin tahunan mereka. Pekan Konservasi Sumber Daya Alam (PKSDA) ke ­18 yang rutin di­gelar menjadi saksi keseriusan anggota Himbio mengawal isu

lingkungan. PKSDA yang dige­lar setiap bulan April ini seka­ligus perayaan Hari Bumi yang jatuh pada 22 April.

Tahun ini, Himbio dimotori oleh Agung Prasetyo (Biologi ’10). Organisasi yang sudah berusia dua puluh tahun ini masih terus berusaha men­capai tujuan demi mewujud­kan manusia yang cinta alam. Kekonsistenan inilah yang membuat mereka setia meng­adakan kegiatan tema alam. “Kegiatan melestarikan alam dan meneruskan visi dari awal terbentuk,” ujarnya.

Gelaran tahunan ini tak sekadar berisi berbagai acara seremonial belaka. Namun, mereka juga menggelar ajang melestarikan lingkungan. Tahun ini, Himbio memilih melakukan penanaman mang­rove di Desa Gebang, Keta­

Himbio, Menjaga Alam Sejak Dini

pang, Lampung Selatan. Peng­usungan tema kali ini dipilih sebagai bentuk keprihatinan Himbio akan pentingnya hu­tan mangrove di daerah Keta­pang yang belum diketahui oleh warga sekitar.

Himbio tak pernah sendiri dalam melaksanakan berbagai rencana kegiatan. Organisasi tingkat fakultas ini mendapat dukungan dari berbagai in­stansi, seperti Badan Konser­vasi Sumber Daya Alam (BKS­DA), Dinas kehutanan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Du­kungan ini membuat Himbio semakin berdiri tegap dalam mengampanyekan aksi cinta alam. Sebagai nahkoda organi­sasi, Agung berharap agar ke­giatan yang mereka lakukan dapat bermanfaat dan terus

konsisten dalam melakukan pembenahan bagi bumi.

Secara internal, Himbio ter­bagi menjadi empat bidang, yaitu Kaderisasi, Keilmuan, Ekspedisi, dan Hubungan Masyarakat. Setiap bidang mempunyai berbagai program kerja masing­masing. Bidang. Bidang kaderisasi men­gurusi perekrutan anggota baru demi keberlangsungan organ­isasi. Sementara itu, bidang keilmuan akan mengadakan berbagai diskusi dan seminar yang akan membahas berbagai hal yang berkaitan dengan ilmu,

khususnya biologi. Sementara itu, bidang ekspedisi biasanya mengajak anggotanya melaku­kan pengamatan di alam terbuka.

Anggota Himbio berharap kegiatan yang mereka lakukan dapat bermanfaat dan terus konsisten dalam melakukan perubahan dan pembenahan pada bumi, salah satunya tetap konsisten melakukan konser­vasi. Selain itu, mereka juga berharap kegiatan yang mere­ka lakukan dapat mempererat silaturahmi antar mahasiswa biologi.=

Oleh Lia Vivi Farida

Ilustr

asi R

etno W

uland

ari

Dok.

Page 11: Tabloid EDISI 135

ww

11No 135 Tahun XIV TrimingguanEdisi April 2014 Pojok PKMLifeStyle

Identitas dan Bahasa Ibu

M. Burhan

Pemimpin Umum

Iklan

Kopi yang berasal dari pengolahan ekstrak biji tanaman kopi memang

sudah lama menjadi salah satu minuman favorit masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Warna cokelat kehitaman dan rasa pahit yang khas menjadi ciri minuman ini. Rasa dan aro­ma yang menarik membuat I Made Tresna Yama (Agribisnis ’12) gemar mengonsumsinya. “Hampir setiap malam teru­tama kalo lagi pusing dan kalo lagi ngerjain tugas, biar melek,” ujarnya.

Jadwal kuliah yang padat dan deadline menuntutnya untuk memaksimalkan waktu. Made merasa butuh minum kopi 2­3 kali sehari agar matanya tetap melek. Berbeda dengan Made, Darma Dian Saputra (Hukum ’13), justru tidak mera­sakan efek melek saat minum kopi. “Mau berapa kali minum, kalo emang ngantuk ya tidur,” ujarnya. Kesukaannya pada kopi berawal saat ia sering kali mencicipi kopi milik ayahnya. Sejak itu, Darma menjadi salah satu penggemar berat kopi. Ia mampu menghabiskan lima ge­las kopi dalam sehari saat kong­ko­kongko bersama temannya. Mahasiswa yang juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Mapala ini menyadari bahwa dirinya kecanduan kopi. Meski begitu, ia belum berniat untuk berhenti atau mengurangi kon­sumsi kopinya.

Tak hanya digemari kaum adam, ‘Si Hitam’ pun menjadi minuman favorit kaum hawa, seperti Dhevi Maryanti (Agri­bisnis ’12). “Sehari pasti satu kali, bisa pagi, sore, atau kalo

Efek Negatif

malam waktu ngerjain tugas,” ujarnya. Meski be­lum pernah mendapat gangguan berarti akibat mengonsumsi kopi, Dhevi sebenarnya tahu bahwa kadar kafein pada kopi akan berakibat bu­ruk bagi lambung dan pencernaan­nya.

Seorang dosen di Fakultas Matematika dan Ilmu P e n g e t a ­huan Alam ( F M I PA ) , Andi Se­tiawan yang pernah meneliti kandungan kopi menyebut­kan bahwa kopi mempunyai dampak negatif. Mengonsumsi 200 mg kafein setiap hari akan menyebabkan gejala ketagi­han timbul, seperti sulit isti­rahat, insomnia, dan gangguan pencernaan.

Dalam kadar lebih banyak, kopi menyebabkan pening­katan denyut jantung, mudah panik, ganguan sistem saraf pada pergerakan otot, bahkan sulit bicara secara normal. Akibat fatal lainnya muncul jika kadar kafein yang dikon­sumsi mencapai lebih dari 5 gram. Selain kafein, kopi juga mengandung asam tanat yang dapat mempengaruhi pengeluaran asam lambung dan dapat me­nyebabkan kembung hingga iritasi membran perut. Asam inilah juga menyebabkan war­na gigi menjadi kecoklatan.

Selain beberapa efek terse­but, ada pengaruh berbeda

yang ditimbulkan kopi pada la­ki­laki dan perempuan. Perem­puan menanggung resiko lebih berbahaya tinggi dibanding pria. Hasil kajian tahun1998 oleh The National Institute of Environmental Health Sciences menunjukkan bahwa wanita yang menkonsumsi satu cang­kir kopi per hari lebih mudah hamil dibanding yang tidak mengkonsumsi kopi. Kajian lebih lanjut meyatakan 17 % kehamilan itu memiliki resiko kematian.

Menurut Andi, saat pecandu ingin keluar dari ketagihan kopi dengan mengurangi kon­sumsi kopi akan mengalami gejala sakit kepala. Berdasar­kan hasil studi, 50% peminum kopi yang berhenti mengkon­sumsi kopi mengalaminya se­lama 2­9 hari. Namun, hal ini tak sebanding bila kita menge­tahui bahaya kopi.=

Oleh Ayu Yuni AntikaSi Hitam Manis

Ilustrasi Retno Wulandari

Seperti halnya sifat yang ada pada diri sesorang , ke peribadian merupakan cermin dari setiap orang dalam berinteraksi dengan manusia satu sama lain kepribadian seseorang bisa kita lihat dari tingkah lakunya, sikap,sifat serta karakter yang ada pada seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda dengan orang lainnya maka kepribadian di atas merupakan sebagai suatu identitas .

Berbicara tentang identitas bangsa kita yang besar ini pun punya identitas, istilah identitas bangsa yang secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Akan tetapi identitas bangsa mulai terkikis dengan berkembangnya zaman di era globalisasi ini

Mengenai identitas Ada hal yang menarik memang dalam bangsa kita ini salah satunya lampung terutama budayanya, budaya memang menjadi hal yang sangat pas untuk berbicara tentang identitas, kearifan lokal yang ada memang sudah seharusnya kita jaga bersama, kita sepakat bahwa kearifan lokal lampung adalah piil pesinggiri yang tak akan terpisahkan dari prinsip hidup ma­syarakat lampung dari era yang satu ke era yang lain

Satu lagi identitas yang kian hari kian tumpul yaitu , bahasa, itulah indonesia yang mempunyai sekitar 726 macam bahasa daerah lebih ,namun sekitar 400 bahasa sudah mulai punah teru­tama bahasa yang ada di luar jawa, hanya ada belasan bahasa saja yang penuturnya masih di atas 1 juta orang di antaranya bahasa minang, jawa, bali, bugis dan sunda, yang lainya ibarat nyawa kini hanya menuggu ajalnya,

Di lampung contohnya bahasa ibu atau kebih dikenal dengan bahasa daerah kini sudah mulai di tinggalkan masalahnya kla­sik karena jumlah penuturnya yang semakin sedikit, akan tetapi apakah kita hanya diam saja membiarkan nya hilang begitu saja, kita boleh saja berbahasa asing dengan fasih tapi ingat apakah kita juga bisa berbahasa daerah kita sendiri?boleh saja kita pan­dai melantunkan lagu­lagu barat yang sedang trend, akan tetapi apakah kita pandai lagu­lagu daerah yang kini mulai terasa asing dari pendengaran kita.

Sebagai bentuk menjaga bahasa sebagai identitas sudah seha­rusnya kita menjaga bahasa ibu kita, baik itu bahasa lampung, jawa,minang, sunda dan lainnya,dengan menjadi penuturnya se­bagai bentuk menjaga identitas dari kearifan lokal kita sendiri karena bahasa merupakan identitas dari seseorang itu sendiri baik daerah maupun bangsa.

Pada intinya jangan sampai kita kehilangan identitas kita send­iri di tengah ke piawaian kita dalam memahami identitas orang lain dan bangsa lain.

Tetap Berpikir Merdeka!

Page 12: Tabloid EDISI 135

12 No 135 Tahun XIV TrimingguanEdisi April 2014Ekspresi

Iklan

Dinginnya udara pagi tak menghalangi Darminto menjalankan aktivitas

hariannya. Setiap pukul 06.00 WIB, ia sudah keluar rumah untuk membersihkan jalan di sekitar Universitas Lampung. Darminto mendapat jatah me­nyapu jalan di sekitar Masjid Alwasi’i Unila sampai kawasan Bank BNI. Usai menyapu, Dar­minto masih harus berkeliling Unila untuk mengangkut sam­pah. Pekerjaan rutin ini baru berakhir pukul 16.00 WIB.

Pria berusia 47 tahun ini su­dah mengabdikan diri sejak ia masih duduk di bangku seko­lah dasar. Saat itu, ia masih bersekolah di SDN 1 Rajabasa. Kebutuhan ekonomi keluarga membuat Darminto tak me­nolak saat ditawari pekerjaan menyiram tanaman di Unila. Sejak itu, ia menggunakan waktunya sebelum berangkat sekolah untuk menyiram tana­man. Setiap bulan, Pekerjaan menyiram itu terus ia lakukan sampai ia lulus sekolah.

Setelah merampungkan pendidikannya di bangku SMP, Darminto mengajukan lamaran pekerjaan ke Unila sebagai petugas kebersihan. Sejak dikeluarkannya Surat Keputusan rektor Unila pada tahun 1984, Darminto tercatat sebagai pegawai honorer den­gan upah Rp 37.500,­ per bu­lan. Seiring berjalannya waktu, upahnya pun bertambah se­

cara bertahap.Pertemuan dengan Rohani

Berawal dari pertandingan bola voli, Darminto yang masih seorang pelajar SMP bertemu dengan pujaan hatinya, Rohani. Selang beberapa waktu, akh­irnya keduanya memutuskan menikah. Dari pernikahannya, mereka dikarunia empat orang putra. Istrinya yang sudah terbiasa hidup prihatin, tak mempermasalahkan keadaan Darminto. Beruntung, keem­pat putranya pun mengerti ke­adaan tersebut.

Ketika menikah, penghasilan Darminto hanya 45 ribu rupi­ah. Demi membantu suaminya, ia berjualan bensin eceran, makanan ringan, dan koran di depan Poliklinik Unila sejak 2001.Dari Loper Koran Sampai Penjaga Malam

Darminto terus memper­juangkan kehidupan keluarg­anya. Meskipun beberapa kali gagal dalam tes CPNS, akhirnya dengan perjuangan kerasnya, Ia berhasil menjadi PNS pada tahun 2008. Sejak saat itu, gajinya meningkat hingga Rp 2.700.000. Namun Darminto hanya bisa membawa pulang Rp 800.000 lantaran harus di­potong karena hutang.

Dengan upahnya tersebut, ia harus memutar otak agar tetap bisa menghidupi istri dan em­pat putranya. Berbagai peker­jaan tambahan pun ia lakukan.

Setiap pagi, ia rajin mengambil koran lokal dari distributor dan mengirimkannya kepada pelanggan yang sebagian be­sar adalah dosen, pegawai, dan mahasiswa Unila. Dari peker­jaan itu, ia mendapat tambah­an uang sebesar 15 ribu rupiah setiap harinya.

Selain itu, ia juga meneri­ma tawaran sebagai tukang bersih­bersih rumah dari be­berapa dosen yang ia kenal. Darminto tidak mematok tarif khusus untuk pekerjaan ini. Berapa pun upah yang diberi­kan, ia terima dengan ikhlas, biasanya ia mendapat upah sebesar 50­70 ribu rupiah. Tak hanya itu, Darminto juga ma­sih harus bekerja sebagai pen­jaga malam di Fakultas Hukum Unila setiap harinya. Meskipun demikian, Darminto tak per­nah mengeluhkan pekerjaan­nya. Bagi Rohani, Darminto adalah sosok suami yang ulet dan bertanggung jawab.Ingin Melihat Anaknya Suk-ses

Meski hanya mengenyam pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas, Darminto bertekad meyekolahkan anak­anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Bagi Darminto, pendapatan yang terbilang minim tak menghalangi mimpinya untuk melihat anak­anaknya sukses. Ia tak mau anak­anaknya seperti dirinya yang tak mampu merasakan manis­

nya bangku kuliah. Darminto menganggap bahwa pendidi­kan sangat penting bagi masa depan. “Yang sekolah aja be­lum tentu berhasil, apalagi nggak sekolah,” ujarnya. Pe­kerjaan apapun telah ia laku­kan untuk membiayai sekolah anaknya. Bahkan, ia masih har­us berhutang jika ada kekuran­gan. “Tutup lubang, gali lu­bang,” ujarnya. Hal senada pun dibenarkan oleh Rohani, seb­agai ibu, dirinya ingin anaknya bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dari dirinya yang hanya tamatan Sekolah Menengah Pertama, “Kejarlah ilmu setinggi langit.” kata­kata itu yang selalu ia tanamkan ke­pada anak­anaknya.

Tekad Darminto terwujud saat putra sulungnya, Maeroni berhasil mengantongi gelar Sarjana Administrasi Bis­nis. Ia sangat bangga ketika mendampingi acara wisuda anaknya di Gedung Serba Guna Unila tahun 2013 lalu. Selama kuliah, Maeroni juga sempat mendapatkan bantuan bea­siswa dari Unila.

Kebutuhan kuliah yang tidak sedikit, membuat Darminto berjuang lebih keras untuk memenuhi sarana perku­liahan seperti laptop. Ke­gigihan Maeroni mem­buat Darminto semangat mendukung perkuliahan anaknya.

Maeroni yang berci­ta­cita menjadi dosen memberanikan diri mendaftar sebagai mahasiswa S2 Jurusan Ilmu Administrasi. Dise­la perkuliahan, Maeroni membantu meringankan biaya kuliah yang menca­pai 6,1 juta. Ia menerima pekerjaan apa saja yang ditawarkan, bahkan men­jadi pelayan kantin juga ia lakukan. .

Semester pertama, Darminto harus melunasi uang bangu­nan anaknya sebesar 7,1 juta rupiah. Biaya ini terasa lebih berat karena anaknya tak lagi menerima beasiswa. Akhirnya Darminto meminjam uang ke Koperasi Pegawai Negeri (KPN) untuk membantu pembayaran uang tersebut. Darminto tak putus asa, meskipun saat itu ia juga dihadapkan dengan kebu­tuhan adik Maeroni. Darminto bertekad agar anaknya tetap melanjutkan studinya hingga selesai. “Saya berusaha supaya anak saya jadi ‘orang’ semua, jangan kayak orang tuanya,” ujar Darminto.=

Darminto,

Tak sempat mengenyam pendidikan tinggi membuat Darminto bertekad membawa anak-anaknya duduk di bangku kuliah. Kerja kerasnya sebagai petugas kebersihan Universitas Lampung mampu mengantarkan putra sulungnya mengejar gelar magister.

Oleh Sindy Nurul Mugniati

Foto Fitria Wulandari

Doadari Tumpukan Sampah